Penilaian Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Ekosistem Hutan Gambut (Studi Kasus Di Taman Nasional Sebangau)

PENILAIAN KERUGIAN DAN EFEKTIVITAS PENCEGAHAN
KEBAKARAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT :
Studi Kasus di Taman Nasional Sebangau

KHULFI MUHAMMAD KHALWANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian Kerugian dan
Efektivitas Pencegahan Kebakaran Ekosistem Hutan Gambut (Studi Kasus di
Taman Nasional Sebangau) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Khulfi Muhammad Khalwani
NIM E151124261

RINGKASAN
KHULFI MUHAMMAD KHALWANI. Penilaian Kerugian dan Efektivitas
Pencegahan Kebakaran Ekosistem Hutan Gambut (Studi Kasus di Taman
Nasional Sebangau). Dibimbing oleh BAHRUNI dan LAILAN SYAUFINA.
Salah satu lokasi ekosistem gambut di Indonesia yang memiliki resiko
kebakaran hutan yang cukup tinggi adalah kawasan Taman Nasional Sebangau
(TNS) yang terletak di antara sungai Katingan dan sungai Sebangau, Pulau
Kalimantan. Kawasan ini ditunjuk melalui SK Menhut No. 423/Menhut-II/2004
tanggal 19 Oktober 2004 dengan luas ± 568 700 ha dan secara administratif
termasuk dalam wilayah Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota
Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Kegiatan pencegahan kebakaran hutan merupakan bagian dari kegiatan
pengendalian hutan, yaitu semua usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.
Kegiatan pencegahan kebakaran hutan gambut di TNS merupakan salah satu dari

beberapa kegiatan yang direncanakan dan dianggarkan oleh Balai TNS selaku
pengelola kawasan disetiap tahun melalui Rencana Kerja Tahunan. Meskipun
demikian, kebakaran hutan ternyata masih terjadi di dalam kawasan TNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah penyebab kebakaran
hutan gambut di kawasan TNS tahun 2014; mengidentifikasi dan menilai berbagai
jenis kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan gambut di TNS pada
tahun 2014; dan menganalisis efektivitas kegiatan pencegahan kebakaran hutan di
TNS.
Kegiatan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Oktober
2014 – Maret 2015 yang berlokasi di TNS. Metoda pengumpulan data pada
penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu: studi literatur (desk study) dan
pencatatan, survey dampak biofisik, dan survey dampak sosial ekonomi.
Penilaian kerugian dari kerusakan sumberdaya hutan dapat diperoleh
berdasarkan pendekatan nilai total ekonomi atau Total Economic Value (TEV)
yang hilang akibat kerusakan yang terjadi dan timbulnya biaya akibat dampak.
Nilai kerugian total merupakan penjumlahan nilai kerusakan kayu potensial; nilai
kerugian hasil hutan non kayu; nilai kerugian sektor perikanan; nilai kerugian
sektor transportasi; nilai kerugian kesehatan masyarakat; nilai kerusakan habitat
tumbuhan dan satwa liar; nilai karbon yang hilang; nilai kegiatan pemadaman
kebakaran.

Analisis dilakukan terhadap efektivitas dan kendala-kendala permasalahan
kegiatan pencegahan kebakaran hutan di TNS. Tingkat efektifitas diukur dan
dianalisis dengan cara membandingkan pencapaian sasaran atau tujuan kegiatan
dengan apa yang direncanakan. Kemudian membandingkan realisasi anggaran
belanja dengan target anggaran belanja.
Dari hasil valuasi yang dilakukan diperoleh total nilai estimasi kerugian
ekonomi yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan gambut pada tahun 2014 di
dalam kawasan TNS seluas ± 4364 ha adalah mencapai Rp134 405 786 127,Nilai kerugian terbesar diakibatkan oleh kehilangan dan kerusakan biofisik
diantaranya nilai dari emisi karbon yang terjadi, nilai potensial kayu yang ada dan
nilai potensial hasil hutan non kayu berupa rotan, jelutung dan kulit gemor.

Tingkat efektivitas pencegahan kebakaran hutan oleh Balai TNS khususnya
tahun 2014 termasuk efektif jika dilihat dari tingkat realisasi anggaran yang
mencapai 96.96%. Namun jika dilihat dari realisasi sasaran kegiatan tidak
tercapai, yaitu pengurangan jumlah hotspot dan penurunan luas kebakaran hutan
di dalam kawasan TNS hingga tahun 2014 maka kegiatan pengendalian kebakaran
hutan di TNS dikategorikan tidak efektif
Kata kunci: kebakaran gambut, efektivitas anggaran, pencegahan kebakaran,
penyebab kebakaran, hutan Sebangau


.

SUMMARY
KHULFI MUHAMMAD KHALWANI. Valuation of Fire Losses and
Effectiveness of Fire Prevention in Peat Forest Ecosystem (Case Study in
Sebangau National Park). Supervised by BAHRUNI and LAILAN SYAUFINA.
One location of peat ecosystem in Indonesia which has the high risk of
forest fires is Sebangau National Park (TNS). This area is designated by the
Minister of Forestry decree No. 423 / Menhut-II / 2004 dated October 19th, 2004
with an area of ± 568 700 ha and administratively included in the Katingan
Regency, Pulang Pisau Regency and city of Palangkaraya, Central Kalimantan
Province.
Peatland fire prevention activities in Sebangau National Park is one of the
annual activities planned by Sebangau National Park manager. Nonetheless, forest
fires still continue to occur in this area.
This study aimed to identify the cause of the problem of peat fires in the
TNS 2014; identify and assess the various types of loss caused by peat fires in
TNS in 2014; and analyze the effectiveness of forest fire prevention activities.
Research carried out for 6 months on October 2014 – March 2015 located at
TNS. The method of data collection in this study were divided into three, among

which: literature review (desk study) and recording, survey the impact of
biophysical and socio-economic impact survey.
Assessment of losses from damage to forest resources can be obtained based
on the Total Economic Value (TEV) approach that lost due to damage that
occurred and the incurrence of costs due to the impact. Total loss value is the sum
value of the damage potential of wood; loss value of non-timber forest products;
loss value of the fisheries sector; loss value of the transport sector; loss value of
public health; the value of damage to plants and wildlife habitat; carbon lost
value; the value of fire fighting activities.
Analysis conducted on the effectiveness and constraints of the problem of
forest fire prevention activities at TNS. The level of effectiveness is measured and
analyzed by comparing the achievement of the goals or objectives of the activity
with what is planned. Then compare actual expenditure with the budget targets.
The total estimated value of the economic losses caused by peat fires in
2014 in the area of TNS of ± 4364 ha was reached Rp134 405 786 127, - The
biggest loss value caused by the loss and damage to the biophysical including the
value of the carbon emissions, potential value of timber and potential value of
non-timber forest products such as rattan, jelutung and gemor leather.
The level of cost-effectiveness of forest fire prevention by Sebangau
National Park in 2014 seems to be effective from the point of view budget

realization, that reached about 96.96%. However, by considering the realization of
the targeted activity, namely a reduction in the number of hotspots and reduction
of forest fires, the activities of fire control Sebangau National forests apparently
ineffective. Forest fire prevention activities in thea area need to be improved and
more focus on the root causes of the peat land fire problem.
Keywords : fire losses, budget effectiveness, fire prevention, fire causes, Sebangau
forest

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
lPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin lPB

PENILAIAN KERUGIAN DAN EFEKTIVITAS PENCEGAHAN
KEBAKARAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT :

Studi Kasus di Taman Nasional Sebangau

KHULFI MUHAMMAD KHALWANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Hardjanto, MS

Judul Tesis

Nama

NIM

: Penilaian Kerugian dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran
Ekosistem Hutan Gambut (Studi Kasus di Taman Nasional
Sebangau)
: Khulfi Muhammad Khalwani
: E151124261

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bahruni, MS
Ketua

Dr. Ir. Lailan Syaufina, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Pengelolaan Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Tatang Tiryana, S.Hut. M.Sc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 04 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah kerugian kebakaran hutan dengan judul
“Penilaian Kerugian dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Ekosistem Hutan
Gambut (Studi Kasus di Taman Nasional Sebangau)”.
Proses penulisan tesis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Bahruni, MS
dan Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir
Hardjanto, MS selaku dosen penguji dan juga khususnya untuk keluarga (Elintia,
SE, Arkana AK dan Al-Khalifi AK). Penghargaan juga penulis sampaikan kepada
teman-teman di Balai TNS yang telah membantu selama pengumpulan data..
Semoga penelitian ini bermanfaat dan terima kasih atas semua saran,
dukungan serta nasehat-nasehatnya.

Bogor, Januari 2016

Khulfi Muhammad Khalwani

DAFTAR ISI
DAFTARTABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan Penelitian
Jenis Data
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyebab Kebakaran di TNS
Nilai Kerugian Kebakaran Hutan Gambut
Efektivitas Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan
4 SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Riwayat hidup

ii
iii
iv
1
1
3
4
4
5
6
6
7
7
8
10
20
20
24
42
49
49
49
50
52

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Lokasi dan luas kebakaran di TNS tahun 2014
Jenis data yang dikumpulkan
Lokasi petak penelitian nilai kerusakan hutan dan valuasi nilai
dampak sosial
Objek xiiikerxii dampak sosial
Luas & penyebab kebakaran hutan gambut TNS tahun 2014
Kerugian total kebakaran ekosistem hutan gambut Sebangau tahun
2014
Pengelompokan jenis kayu ekonomis pada area bekas terbakar di
TNS berdasarkan kelompok perdagangan
Estimasi nilai kerugian kayu potensial akibat kebakaran hutan di
TNS tahun 2014
Estimasi nilai kerugian Hasil Hutan Non Kayu potensial akibat
kebakaran hutan di TNS tahun 2014
Jenis dan harga ikan yang diakses oleh nelayan di sekitar lokasi

6
7
9
10
22
25
26
28
30
31

11
12
13
14
15
16
17
18

kebakaran TNS tahun 2014
Estimasi nilai kerugian sektor perikanan akibat kebakaran hutan
TNS tahun 2014
Estimasi dampak asap kebakaran tahun 2014 dari kawasan TNS
terhadap kerugian transportasi
Nilai kerugian akibat asap dari kebakaran hutan di kawasan TNS
tahun 2014
Standar biaya kegiatan pengkayaan jenis di kawasan TNS untuk 1
blok (luas 250 ha)
Biaya kegiatan pemadaman kebakaran hutan di kawasan TNS tahun
2014
Emisi CO2 dari kebakaran hutan gambut TNS tahun 2014
Nilai anggaran kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan (PKH)
oleh Balai TNS
Evaluasi dan pengelompokan kegiatan pencegahan kebakaran hutan
di TNS tahun 2014

32
35
36
14
39
42
44
45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11

12
13
14
15
16
17
18

Lokasi kawasan TNS (SK.423/Menhut-II/2004)
Perumusan masalah penelitian
Kerangka xiiiiker penelitian
Desain plot anveg dan pengukuran derajat kerusakan
Sebaran hotspot di TNS tahun 2014
Lokasi kebakaran hutan di TNS tahun 2014
Tutupan vegetasi di TNS tahun 2014
Lokasi bekas kebakaran yang terlihat dari peta citralandsat tahun
2006 di TNS Propinsi Kalimantan Tengah.
Kebun sawit rakyat dan sawah tadah hujan di sekitar kawasan TNS
(atas); Tumbuhan rasau dan perakaran rasau yang sangat mudah
terbakar saat musim kering (bawah)
Jumlah pohon per hektar berdasarkan kelas diameter di Resort
Sebangau Hulu, SPTN Wilayah I Palangka Raya
Trubusan atau tunas baru yang muncul di bawah pohon yang
terbakar dan merana di lokasi bekas kebakaran hutan bulan
September 2014
Identifikasi lokasi bekas kebakaran hutan gambut di wilayah Resort
Sebangau Hulu, SPTN I Palangka Raya
HHNK yang dimanfaatkan masyarakat desa penyangga kawasan
TNS berupa kulit Gemor dan Rotan
Rata-rata tangkapan ikan oleh nelayan di sungai dan rawa TNS
Pondok nelayan di sungai Sebangau dan sungai Katingan, Klotok
nelayan yang tidak beroperasi dan potensi ikan dari rawa TNS
Jarak pandang dari dan ke Bandara Tcilik Riwut Palangka Raya
pada dasarian I bulan Agustus s.d dasarian III bulan Oktober 2014
Wawancara dengan kepala puskesmas, mantri dan bidan
Jumlah pasien ISPA di desa sekitar lokasi kebakaran TNS di bulan

1
4
5
8
17
18
19
21
24

25
27

28
29
32
32
34
37

19

20

21
22

saat tidak ada kebakaran dan saat ada kebakaran hutan
Sarang orangutan yang ditemukan pada pohon bekas terbakar (atas);
bekas kebakaran hutan pada lokasi kegiatan RHL di dalam kawasan
(bawah)
Kegiatan pemadaman kebakaran hutan gambut dilakukan melalui
udara dan pemadaman langsung di lokasi api SPTN I Palangka
Raya (Foto Lakip 2014)
Pengukuran lapisan gambut yang terbakar di area bekas terbakar
Trend jumlah hotspot dan luas kebakaran (ha) serta trend rencana
dan realisasi anggaran pencegahan kebakaran hutan Tahun 20092014 di TNS

38

40

41
43

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada tahun 1997/98 telah dianggap
sebagai salah satu bencana lingkungan terburuk sepanjang abad karena dampak
kerusakan hutan dan jumlah emisi karbon yang dihasilkan sangatlah besar (Glover
dan Jessup 2002). Walau demikian, hingga saat ini kebakaran masih menjadi
ancaman khususnya pada musim kemarau.
Kebakaran bisa terjadi di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan,
baik pada tanah mineral maupun gambut (Saharjo 1997; Page et al 2002; Syaufina
2008). Kebakaran hutan pada tipe tanah gambut jauh lebih sulit dipadamkan
karena api bisa menyebar pada vegetasi dan bahan bakar lainnya di atas
permukaan serta di dalam lapisan tanah gambut melalui proses pembaraan
(Sumantri 2007). Proses pembaraan ini sulit diketahui penyebarannya secara
visual namun besar dampaknya untuk kerusakan selanjutnya (Rein et al 2008).
Salah satu lokasi ekosistem gambut di Indonesia yang masih memiliki resiko
kebakaran hutan yang cukup tinggi adalah kawasan Taman Nasional Sebangau
(TNS) yang terletak di antara sungai Katingan dan sungai Sebangau, Pulau
Kalimantan. Kawasan ini ditunjuk melalui SK Menhut No.423/Menhut-II/2004
tanggal 19 Oktober 2004 dengan luas ± 568 700 ha dan secara administratif
termasuk dalam wilayah Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota
Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah (Gambar 1). Sebelumnya kawasan
TNS merupakan kawasan hutan produksi dimana terdapat 13 konsesi HPH yang
beroperasi dari 1970–1995 dan setelah itu menjadi open acces (WWF 2012).
Pembuatan kanal/parit untuk jalur transportasi dan ekstraksi kayu dari hutan
menuju sungai menjadikan kandungan air gambut berfluktuasi sangat nyata dan
mengakibatkan keringnya gambut pada musim kemarau sehingga menjadi mudah
terbakar (Jaenicke et al 2010).

Gambar 1 Lokasi kawasan TNS (SK Menhut 423/Menhut-II/2004)

2

Secara umum kawasan TNS masih memiliki kondisi yang relatif lebih baik
sebagai habitat flora dan fauna yang unik dan endemik, jika dibandingkan dengan
wilayah disekitarnya yang telah banyak dikonversi seperti pada Proyek ex–PLG
(BTNS 2008). Luas lahan gambut di Pulau Kalimantan adalah 5 769 246 ha dan
lebih dari 50% berada di Provinsi Kalimantan Tengah (Wahyunto et al 2005). Jika
dilihat dari segi luas kawasan, upaya konservasi gambut di TNS seluas ± 568 700
ha tentunya memiliki proporsi yang cukup penting bagi pelestarian hutan gambut
yang masih tersisa di Indonesia.
Kawasan Sebangau memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.
Pada kawasan ini terdapat sekitar 792 jenis flora tumbuh yang termasuk ke dalam
128 suku (Wardani et al 2006). Suku yang terbanyak adalah Rubiaceae,
Myrtaceae dan Euphorbiaceae. Suku lainnya yang masih cukup banyak adalah
Moraceae, Fabaceae, Clusiaceae, Cyperaceae, Annonaceae dan Lauraceae. Tiga
suku diantaranya merupakan pakan utama orangutan di TNS. Kawasan ini
merupakan habitat terbesar populasi satwa langka Orangutan borneo (Pongo
pygmaeus) yaitu sekitar 6200–6900 individu (Husson et al 2003) dan juga habitat
terbesar pupulasi owa (Hylobates agilis albibarbis), yaitu ±19 000 individu. Dari
hasil observasi mamalia diketahui bahwa di dalam kawasan ini dapat dijumpai 35
jenis mamalia dan 13 diantaranya merupakan jenis yang terancam punah. Selain
jenis mamalia juga terdapat 106 jenis burung dan 36 jenis ikan yang telah
teridentifikasi serta berbagai jenis reptilia (BTNS 2008).
Selain sebagai habitat flora fauna, ekosistem gambut Sebangau juga
berperan sebagai gudang penyimpanan karbon yaitu sekitar 2500 ton/ha (Page et
al 2002). Kawasan ini juga berfungsi sebagai pengatur tata air di Kabupaten
Katingan Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya. Antara 80–90%
volume gambut akan menjadi penampung air pada musim hujan dan
melepaskannya secara bertahap pada musim kemarau (BTNS 2008). Dari aspek
sosial ekonomi, hingga saat ini kawasan Sebangau masih menjadi tumpuan
masyarakat karena dapat memberikan nilai ekonomi–ekologi yang sangat penting
bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu kestabilan ekosistem
ini merupakan salah satu faktor penentu kualitas hidup manusia, baik di tingkat
lokal, regional, nasional maupun global.
Menurut Suhud et al (2007) dalam kurun waktu 1997–2006, Provinsi
Kalimantan Tengah menempati urutan pertama dalam jumlah titik panas
(hotspot), yang berarti sebagai daerah dengan potensi intensitas kebakaran hutan
dan lahan terbesar di Indonesia. Kawasan konservasi TNS termasuk salah satu
kawasan yang berpotensi turut terbakar dalam kurun waktu tersebut. Hingga saat
ini, terutama saat musim kemarau, kebakaran terkadang masih terjadi di dalam
dan sekitar kawasan konservasi TNS (BTNS 2013).
Kebakaran hutan akan berdampak terhadap kerusakan biofisik dan
penurunan kuantitas sumber daya hutan maupun sumber daya manusia akibat
perubahan kualitas lingkungan karena polusi asap yang ditimbulkan (Brown dan
Davis 1973). Kehilangan keanekaragaman hayati akibat kebakaran hutan
memberikan konsekuensi hilangnya nilai ekonomis potensial dari hutan (Barbier
1995). Selanjutnya menurut Pearce dan Moran (1994), kerugian ekonomi akibat
kebakaran hutan dapat berupa kerusakan biofisik dan perubahan produktifitas
serta timbulnya biaya akibat dampak kebakaran hutan terhadap perubahan kualitas
lingkungan yang disetarakan dengan istilah biaya oportunitas dalam ilmu

3

ekonomi. Selain itu kerusakan hutan ini akan menimbulkan risiko dan
ketidakpastian pulihnya kondisi ekosistem hutan tersebut. Hal ini berimplikasi
pada dua hal, yaitu kehilangan nilai guna hasil hutan kayu dan non kayu dimasa
akan datang akibat pemanfaatan yang tidak lestari saat kini user cost dan
kehilangan nilai guna harapan dimasa akan datang dari keanekaragaman hayati
yang saat kini belum dimanfaatkan option values (Bahruni et al 2007).
Valuasi terhadap nilai kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di TNS
dapat menjadi bahan masukan kepada pihak pengelola dan stakeholders. Dengan
mengetahui nilai kerugian ini dapat ditentukan strategi untuk tindakan
preventifnya dalam kaitannya dengan rencana alokasi anggaran pencegahan
kebakaran hutan. Selanjutnya akan diketahui apakah anggaran bidang pencegahan
kebakaran hutan yang telah direncanakan dan direalisasikan selama kurun waktu
tersebut sudah cukup sesuai dan efektif apabila dibandingkan dengan nilai
kerugian yang bisa dihindari jika tidak terjadi kebakaran hutan.

Perumusan Masalah
Penilaian ekonomi terhadap dampak kebakaran hutan di kawasan TNS
belum pernah dilakukan. Kaitannya dengan manajemen pengelolaan kawasan
hutan konservasi TNS, penilaian terhadap dampak kebakaran hutan dapat
memberikan bahan masukan dan pertimbangan bagi para stakeholders yang
berkepentingan dengan kawasan ini khususnya bagi pengelola kawasan yaitu
Balai TNS.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 03/Menhut-II/2007
tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Taman Nasional, Balai TNS mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan
pengelolaan ekosistem kawasan taman nasional dalam rangka konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku. Dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi tersebut, salah
satu kegiatan pentingnya adalah penyusunan rencana, program dan evaluasi di
bidang perlindungan hutan, termasuk didalamnya kegiatan pengendalian
kebakaran hutan.
Pengendalian kebakaran hutan adalah semua usaha yang meliputi
pencegahan, pemadaman, penanganan pasca kebakaran hutan dan penyelamatan
(Permenhut P.12/Menhut-II/2009). Kegiatan pencegahan kebakaran hutan
merupakan bagian dari kegiatan pengendalian hutan, yaitu semua usaha, tindakan
atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan
terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan gambut di
TNS merupakan salah satu dari beberapa kegiatan yang direncanakan dan
dianggarkan oleh Balai TNS disetiap tahun melalui Rencana Kinerja Tahunan.
Meskipun demikian kebakaran hutan ternyata masih terjadi di dalam kawasan
TNS.
Tacconi (2003) menyatakan untuk kasus kebakaran hutan di Indonesia, tiga
masalah kebijakan utama yang diidentifikasi diantaranya : 1) Pencemaran kabut
asap, emisi karbon dan dampak-dampak terkait lainnya; 2) Degradasi hutan dan
deforestasi, hilangnya hasil hutan dan berbagai jasa lingkungan yang diberikan
hutan, termasuk kayu dan non kayu, erosi tanah dan lenyapnya fungsi pengendali

4

banjir, keanekaragaman hayati; dan 3) Kerugian di sektor pedesaan akibat
kebakaran hutan dan anomali cuaca. Walau demikian, analisis kebijakan terkait
anggaran bidang kebakaran hutan belum banyak dikaji lebih lanjut.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka secara ringkas perumusan masalah
dari penelitian ini dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.
Nilai Ekonomi Kerugian
Kebakaran Hutan Gambut
di TNS

Anggaran Bidang
Pencegahan Kebakaran
Hutan Gambut

Berapa ?
(Belum ada yang mengukur)

Berapa ?
(Apakah cukup efektif)

Gambar 2 Perumusan masalah penelitian
Daftar pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini diuraikan
sebagai berikut :
1. Apa masalah penyebab kebakaran hutan gambut di TNS ?
2. Berapa nilai kerugian ekonomi akibat kejadian kebakaran ekosistem hutan
gambut di TNS ?
3. Bagaimana efektivitas kegiatan pencegahan kebakaran hutan di TNS jika
dilihat dari a) jenis kegiatan yang direncanakan; b) rencana dan realisasi
anggaran c) tata waktu dan lokasi kegiatan.
4. Apa kendala-kendala dalam pengendalian kebakaran hutan di kawasan TNS ?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi masalah penyebab kebakaran hutan gambut di kawasan TNS.
2. Mengidentifikasi dan menilai berbagai jenis kerugian yang ditimbulkan akibat
kebakaran hutan gambut di TNS pada tahun 2014
3. Menganalisis efektivitas kegiatan pencegahan kebakaran hutan di TNS.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi
para stakeholders yang berkepentingan dengan kawasan ekosistem gambut TNS,
khususnya bagi kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan konservasi oleh Balai
TNS. Glover dan Jessup (2002) menyatakan penilaian terhadap kerusakan
lingkungan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: 1) penilaian
memungkinkan dilakukannya analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) yang

5

lebih lengkap dan akurat dari suatu upaya kebijakan atau proyek, 2) penilaian
dapat menjelaskan kepada kita tingkat kepentingan relatif dari perbaikan atau
perusakan lingkungan, dan bagaimana dampaknya terhadap penduduk, dan 3)
penilaian dapat menarik perhatian berbagai pihak pada permasalahan lingkungan
dan membuat arti pentingnya menjadi jelas.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk melakukan penilaian kerugian kebakaran
hutan di dalam kawasan TNS pada tahun 2014 dan menilai efektivitas kegiatan
pencegahan kebakaran hutan selama periode lima tahun terakhir, dengan
melakukan analisis kualitatif terhadap kesesuaian 1) jenis kegiatan yang
direncanakan, 2) rencana dan realisasi anggaran; 3) tata waktu dan lokasi
kegiatan; dengan masalah penyebab kebakaran hutan di TNS. Tahapan penelitian
terdiri dari identifikasi jenis dampak; identifikasi wilayah dampak; kuantifikasi
dampak dan kemudian diperoleh nilai kerugian. Dalam praktek valuasi ekonomi,
tidak begitu mudah memisahkan antara berbagai komponen nilai yang berbedabeda, namun karena berbagai keterbatasan cukup menghitung nilai dari beberapa
komponen penggunaan sumber daya hutan yang dominan.
Adapun kerangka pikir penelitian ini dijelaskan seperti pada Gambar 3.
Konservasi Gambut di Indonesia
(REDD+, RAMSAR, Mitigasi &
Adaptasi dll.)

Anggaran Pencegahan
- Jenis kegiatan
- Rencana & realisasi
- Waktu dan lokasi

Kebakaran Hutan Gambut
TN Sebangau

Dampak

Perubahan kualitas lingkungan

Asap

Penurunan SDH

Biaya Pemadaman

Pendekatan
pengeluaran biaya

Intangible

Tangible

Kesehatan
masyarakat

Transportasi

Perikanan

Hasil Hutan
Non Kayu

Kayu

Karbon

Pendekatan
biaya berobat

Metode
harga pasar

Metode
harga pasar

Metode
harga pasar

Pendekatan
Harga Pasar

Metode
harga Pasar

Gambar 3 Kerangka pikir penelitian

Habitat

Pendekatan
Biaya Restorasi

6

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Oktober
2014 – Maret 2015 yang berlokasi di TNS (113o 18’ – 114o 03’ BT dan 010 55’ –
03o 07’ LS). Valuasi kerugian terhadap kerusakan biofisik dilakukan pada lokasi
bekas kebakaran hutan tahun 2014 dan sedangkan valuasi kerugian dampak sosial
dilakukan terhadap masyarakat desa sekitar lokasi kebakaran yang termasuk
wilayah dampak.
Berdasarkan hasil kegiatan pengukuran langsung dan digitasi luas
kebakaran hutan oleh Balai TNS diketahui bahwa luas kebakaran di dalam
kawasan TNS pada tahun 2014 mencapai ± 4364 ha sebagaimana dijelaskan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Lokasi dan luas kebakaran di TNS tahun 2014
No

Lokasi kebakaran (koordinat)

Luas
(ha)

A SPTN Wilayah I Palangka Raya
1 Tangkiling, Resort Habaring Hurung
44.58
(X:113.640 Y:-1.963; X:113.640 Y:-1.958)
2 Banturung, Resort Habaring Hurung
23.04
(X:113.706 Y:-2.012; X:113.707 Y:-2.006; X:113.706
Y:-2.006; X:113.704 Y:-2.001; X:113.716 Y:-2.012)
3 Marang Jl. Cilik Riwut KM. 17, Resort Habaring Hurung
75.53
(X : 113.767; Y : -2.142)
4 Marang Jl. Cilik Riwut KM. 21, Resort Habaring Hurung
13.62
(X:113.716 Y:-2.097)
5 Kereng Bengkirai, Resort Sebangau Hulu
23.55
(X:113.838 Y:-2.299; X:113.840 Y : -2.302)
Sub total
180.32
B
SPTN Wilayah II Pulang Pisau
1 S. Bangah (kiri) Resort Bangah (X:114.004 Y: -2.706)
124.00
2 S.Sebangau, Resort Bangah (X:114.048 Y:-2.685)
509.00
3 S. Bangah (kanan) Resort Bangah (X:114.015 Y:-2.693)
112.00
4 S. Sebangau, Resort Mangkok (X:114.042 Y:-2.643)
150.00
5 S. Sampang, Resort Paduran (X:113.636 Y:-2.778)
1253.18
Sub total
2148.18
C
SPTN Wilayah III Katingan
1 S.Bulan (Sept), Resort Muara Bulan (X: 113.501 Y:-2.528)
88.97
2 S. Bulan (Sept), Resort Muara Bulan (X:113.467 Y:-2.544)
55.62
3 S. Musang, Resort Muara Bulan, (X:113.244 Y:-2.384)
1291.00
4 S. Landabung, Resort Muara Bulan
116.38
(X:113.211 Y:-2.462; X:113.213 Y:-2.455; X:113.213
Y:-2.455; X:113.214 Y: -2.464)
5 Kanal Bukit Kaki, Resort Mendawai
449.12
(X:113.184 Y:-2.590; X:113.185 Y:-2.575; X:113.192
Y:-2.574; X:113.193 Y:-2.585; X:113.193 Y : -2.585)
6 Sungai Lewang, Resort Muara Bulan (X:113.254 Y:-2.346)
34.65
Sub total
2035.74
Total luas kebakaran
4364.24
Sumber : Bagian Evaluasi dan Pelaporan Balai TNS (S.38/BTNS-1/PH/2015)

Tutupan
vegetasi
Hutan rawa
sekunder
Hutan rawa
sekunder
Hutan rawa
sekunder
Hutan rawa
sekunder
Hutan rawa
sekunder

Belukar rawa
Belukar rawa
Belukar rawa
Belukar rawa
Belukar rawa

Belukar rawa
Belukar rawa
Belukar rawa
Belukar rawa

Belukar rawa

Belukar rawa

7

Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kamera, GPS,
komputer (program GIS dan microsoft exel), pita meteran, penggaris, kantong
plastik, kertas label, alat tulis, perekam suara dan daftar pertanyaan.

Jenis Data
Secara garis besar data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari
data sekunder dan data primer yang diuraikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan
No
A

B

Jenis data
Data sekunder
1. Kejadian kebakaran
hutan
2. Kinerja Anggaran
BTNS
3. Kegiatan pencegahan
karhut
4. Kerawanan kebakaran
hutan
5. Potensi flora fauna
dan hasil hutan non
kayu
6. Potensi karbon
7. Kegiatan rehabilitasi
ekosistem
8. Sosial ekonomi
masyarakat
9. Pemadaman
kebakaran hutan
Data primer
1. Fire severity dan
burning efficiency
2. Potensi kayu

3. Potensi HHNK
4. Perikanan
sungai&rawa gambut
5. Dampak asap bagi
sector transportasi
6. Dampak asap bagi
kesehatan masyarakat

7. Karakteristik
kebakaran hutan
gambut di TNS

Variabel

Pengumpulan data

Luas dan lokasi kebakaran
Laporan tahunan, Lakip,
hutan
Statistik BTNS
Rencana dan realisasi anggaran Lakip BTNS
Jenis, lokasi dan waktu
pelaksanaan
Lokasi dan kelas kerawanan

Laporan kegiatan BTNS

Potensi Tumbuhan dan Satwa
Liar (TSL); Strutur&komposisi
vegetasi; jenis HHNK.
stok karbon, faktor emisi,
tebal gambut
Jenis kegiatan; nilai kegiatan

literatur dan laporan
kegiatan BTNS, WWF dll

Jumlah penduduk, pekerjaan,
dll.
Standar biaya; SDM;Waktu

Derajat kerusakan pohon,
Rata-rata ketebalan lapisan
gambut terbakar
Jenis pohon, diameter, tinggi
bebas cabang, potensi volume
kayu, harga
Jenis, produktivitas, harga
Jenis ikan, harga ikan, hasil
tangkapan
Jumlah angkutan sungai dan
udara tidak beroperasi,
karakteristik dan lama dampak
lama dampak, biaya obat,
jumlah pasien berobat &
masyarakat berobat sendiri

Bagian GIS BTNS

literatur dan laporan BTNS,
WWF dll
literatur dan laporan BTNS,
WWF dll
Dokumen desa, BPS dan
BTNS
BTNS, BKSDA, WWF

Pengukuran di lapangan

Pengukuran di lapangan

Wawancara pengumpul
HHNK
Wawancara nelayan

Wawancara pengusaha
transportasi pada wilayah
dampak
Wawancara dokter, bidan
desa atau kepala
Puskesmas, Masyarakat
desa
Penyebab kebakaran&kendala- Wawancara BTNS,
kendala bidang PKH
masyarakat, WWF-Kalteng
dan BKSDA-Kalteng.

8

Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Studi literatur (desk study) dan pencatatan
2) Survey dampak biofisik, dan
3) Survey dampak sosial ekonomi
Studi literatur (desk study) dan pencatatan dilakukan terhadap semua
dokumen laporan terkait potensi kawasan konservasi, habitat flora fauna dan
prilaku satwa liar di kawasan TNS, laporan tahunan dan laporan kinerja terkait
rencana dan realisasi anggaran pencegahan kebakaran hutan, laporan
penanggulangan kebakaran hutan, laporan/ data kesehatan di Puskesmas wilayah
dampak kebakaran hutan dan laporan atau hasil penelitian terkait lainnya.
Survey biofisik meliputi 3 (tiga) kegiatan yaitu pengukuran fire severity
(tingkat keparahan) berdasarkan derajat kerusakan pohon pada area bekas terbakar
dan efisiensi kebakaran berdasarkan persentase rata-rata ketebalan gambut yang
terbakar; kemudian dilakukan analisis vegetasi pada lokasi yang tidak terbakar
pada satu hamparan yang sama atau memiliki strata (sub tipe ekosistem) yang
sama dengan area kebakaran.
Pengukuran derajat kerusakan tegakan pohon dilakukan pada area bekas
kebakaran dengan cara menghitung semua jumlah pohon yang dijumpai dalam
satu jalur pengamatan dan melakukan skoring terhadap tingkat kerusakan masingmasing pohon dengan skor sebagai berikut : pohon tidak terbakar = 0; terbakar
basah (masih bertunas) = 1; terbakar kering (merana) = 2; dan terbakar hangus = 3
(Pawirosoemardjo 1979 dalam Yunus 2005).
Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi pada setiap petak contoh
terpilih (stratified random sampling), dengan kombinasi antara metode jalur dan
metode garis berpetak (Gambar 4). Risalah pohon dilakukan dengan metode jalur
dan permudaan dengan metode garis berpetak ukuran lebar 20 m panjang 100 m
(petak ukur pohon 20x20 m2, tiang 10x10 m2, pancang 5x5 m2, semai 2x2 m2 dan
serasah 1x1 m2).

Gambar 4 Desain plot analisis vegetasi dan pengukuran derajat kerusakan pohon
Penentuan lokasi petak penelitian kerugian kebakaran hutan on site
(kerusakan biofisik) didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut : 1) Luas
kebakaran hutan di TNS pada tahun 2014 mencapai ± 4364 ha dan tersebar pada
beberapa titik di setiap wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) yaitu
di SPTN I wilayah Kota Palangka Raya, SPTN II wilayah Kabupaten Pulang
Pisau dan SPTN III wilayah Kabupaten Katingan. 2) Kebakaran sebagian besar
terjadi pada lokasi bekas terbakar pada tahun-tahun sebelumnya dan merupakan
daerah belukar rawa dengan tingkat kerapatan vegetasi yang rendah dan sebagian

9

kecil pada hutan rawa sekunder; 3) Pengukuran kerusakan pada lokasi bekas
terbakar idealnya dilakukan saat masih musim kemarau (setelah kebakaran
padam) sehingga kondisi tapak tidak tergenang; 4) Aksesibilitas menuju beberapa
lokasi kebakaran hutan cukup sulit dan jauh.
Survey dampak sosial ekonomi dilakukan dengan metode wawancara
terhadap responden terpilih pada wilayah cakupan dampak kebakaran hutan.
Pemilihan lokasi (desa) untuk valuasi dampak sosial dilakukan dengan metode
purposive sampling. Untuk penentuan lokasi penelitian dampak asap (off site)
hanya dibatasi pada desa-desa penyangga kawasan TNS mengingat karena pada
tahun 2014 lokasi kebakaran hutan di TNS sebagian besar jauh dari pemukiman
masyarakat dan kejadian kebakaran hutan tidak hanya terjadi di dalam kawasan
TNS. Dari desa-desa penyangga tersebut dipilih sebanyak 15 kelurahan/desa
berdasarkan survey pendahuluan dan pertimbangan jarak terdekat dari lokasi
kebakaran hutan di kawasan TNS. Khusus untuk responden nelayan dibatasi pada
desa-desa yang nelayannya secara rutin mengakses ikan di sekitar lokasi
kebakaran hutan.
Adapun lokasi petak penelitian untuk kerusakan biofisik (on site) dan
lokasi penilaian dampak sosial (off site) akibat kebakaran hutan di TNS tahun
2014 diuraikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Lokasi petak penelitian nilai kerusakan hutan dan valuasi nilai dampak
sosial
Lokasi penelitian on site
Lokasi kebakaran
Luas kebakaran
1. Resort Sebangau Hulu,
23,55 ha
Palangka Raya
2. S. Musang, Resort
1.291 ha
Muara Bulan, Katingan
Lokasi penelitian off site
Lokasi kebakaran
Desa terpapar
1. SPTN I Palangka Raya - Kereng Bengkirai
- Habaring Hurung
- Banturung

Tipe hutan
Hutan rawa
sekunder
Belukar rawa

Jumlah penduduk *)
7517
917
3367

Wilayah administrasi
Palangka Raya
Katingan

Wilayah Resort
- Resort Sebangau
Hulu
- Resort Habaring
Hurung
- Resort Mangkok
- Resort Bangah
- Resort Paduran

1338
- Sebangau Permai
1065
- Mekar Jaya
408
- Sebangau Jaya
516
- Paduran Mulya
1234
- Sebangau Mulya
- Resort Baun Bango
748
3. SPTN III Katingan
- Baun Bango
- Resort Muara Bulan
490
- Keruing
- Resort Mendawai
1613
- Galinggang
503
- Tumbang Bulan
470
- Perigi
975
- Mendawai
712
- Mekartani
*)
Sumber : Statistik BTNS 2014, Kecamatan Sebangau Kuala 2014, Kecamatan Mendawai dalam
angka 2014
2. SPTN II Pulang Pisau

Pemilihan responden pada desa terpilih dilakukan secara acak sedangkan
key informan sudah ditetapkan dan disesuaikan dengan tujuan data yang ingin
diperoleh dan diuraikan seperti pada tabel berikut ini.

10

Tabel 4 Objek survei dampak sosial
No
A.
1

Sampling

3

Objek Wawancara
Responden
Masyarakat pencari ikan/
nelayan
Pengumpul HHNK (jelutung,
gemor, rotan)
Ibu Rumah Tangga

4

Dokter/ Mantri/ Bidan desa

Purposive

5

Purposive

3

Pengusaha transportasi darat/
air/udara
Key Informan
Balai TN Sebangau (Polhut,
Seksi perencanaan dan
evaluasi, KSBTU, Kepala
Balai)
Mitra kerja (WWF Kalteng
dan Intansi pemerintah
lainnya
Masyarakat Peduli Api

4

Aparat Desa

Purposive

2

B
1

2

Random
Random
Random

Purposive

Purposive

Purposive

Tujuan
Memperoleh informasi terkait nilai
kerugian perikanan
Memperoleh informasi terkait nilai
kerugian HHNK
Memperoleh informasi biaya
pengobatan sendiri akibat asap
Memperoleh informasi kerugian
kesehatan masyarakat
Memperoleh informasi kerugian
transportasi
Memperoleh informasi rencana,
realisasi dan kendala pengendalian
serta penyebab kebakaran hutan di TN
Sebangau
Memperoleh informasi jenis program
kerjasama dan nilainya
Informasi penyebab kebakaran dan
kendala-kendala permasalahan.
Informasi penyebab kebakaran dan
Jenis bantuan sosial yang diberikan

Pengolahan dan Analisis Data
Kebakaran hutan akan menimbulkan kerugian ekonomi dalam bentuk
hilangnya sumber daya hutan pada lokasi kejadian (on site effect) dan kerugian
akibat asap bagi manusia atau aktifitas ekonomi lainnya (off site effect). Asap dari
kebakaran hutan akan mengurangi jarak pandang dan mengganggu sektor
transportasi (darat, air dan udara), menurunnya produktivitas, kerugian sektor
pariwisata dan tentunya mengganggu kesehatan manusia (Yunus 2005).
Penilaian kerugian dari kerusakan sumberdaya hutan dapat diperoleh
berdasarkan pendekatan nilai total ekonomi atau Total Economic Value (TEV)
yang hilang akibat kerusakan yang terjadi (Pearce dan Turner 1992). Beberapa
peneliti juga menggunakan pendekatan Total Economic Value (TEV) untuk
menilai perubahan ketersediaan jasa lingkungan atau ekologi, dengan cara
mengukur surplus total perunit area. Menurut Pearce dan Moran (1994)
pendekatan penilaian sumberdaya alam dan lingkungan dapat dibagi dua, yaitu
pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung
dengan cara eksperimen, kuisioner, survey, dan contingent valuation method.
Sedangkan pendekatan tidak langsung yaitu pendekatan pasar pengganti
(surrogate market) dan pendekatan pasar konvensional.
Berdasarkan dampak kebakaran hutan TNS yang telah diidentifikasi,
kemudian dilakukan penilaian dengan pendekatan langsung maupun tidak
langsung. Adapun formulasinya ditetapkan sebagai berikut :
NEK = (NKP + NHHNK) + (NI + NT + NKM) + (NHTSL + NKH) + NPK

11

Keterangan :
NEK
= Nilai Ekonomi Kerugian kebakaran hutan TN Sebangau
NKP
= Nilai Kerusakan Kayu Potensial
NHHNK = Nilai Kerugian Hasil Hutan Non Kayu
NI
= Nilai Kerugian Sektor Perikanan
NT
= Nilai Kerugian Sektor Transportasi
NKM
= Nilai Kerugian Kesehatan Masyarakat
NHTSL = Nilai Kerusakan Habitat Tumbuhan dan Satwa Liar
NKH
= Nilai Karbon yang Hilang
NPK
= Nilai Kegiatan Pemadaman Kebakaran
a. Nilai Kerugian Kayu Potensial (NKP)
Pengukuran potensi kayu pada masing-masing areal terbakar didekati
dengan potensi kayu pada areal hutan yang terbakar dan tidak terbakar.
Perhitungan potensi volume kayu dibatasi terhadap pohon dengan diameter di atas
10 cm dan kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas diameter.
Penghitungan volume pohon dilakukan dengan formula sebagai berikut :
1
=
4
Keterangan :
V = Volume kayu (m3)
t = tinggi pohon bebas cabang (m)
d = Diameter pohon (m)
f = angka bentuk (0,7)
Pengukuran derajat kerusakan tegakan pohon dapat diformulasikan dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh (Pawirosoemardjo 1979 dalam
Yunus 2005).
=

3

100 %

Keterangan :
I
= derajat kerusakan hutan akibat kebakaran
Jsp = Jumlah nilai dari n pohon yang ada dalam plot.
3
= Nilai tertinggi dari kempat klasifikasi akibat kebakaran,
n
= Jumlah pohon dalam tiap plot.
(Skoring : pohon tidak terbakar = 0; terbakar basah/masih bertunas = 1; terbakar
kering/merana = 2; dan terbakar hangus = 3)
Penilaian kerugian akibat kayu potensial yang hilang dilakukan dengan
cara pendekatan nilai pasar kayu yang potensial atau harga patokan untuk hasil
hutan kayu yang ditetapkan Menteri Perdagangan. Dengan formula penghitungan
sebagai berikut :
=
Keterangan :
NKP
= Nilai Kayu Potensial (m3)
VKP ij = Volume Kayu Potensial jenis ke – i di lokasi – j (m3/ha)
LA j
= Luas areal kebakaran lokasi ke – j (ha)
HKP i = Harga kayu potensial jenis ke – i (Rp/m3)

12

b.

Nilai Kerugian Hasil Hutan Non Kayu (NHHNK)
Hasil hutan non kayu yang mempunyai nilai pasar (market value) dihitung
berdasarkan pendekatan nilai pasar setempat dengan formula sebagai berikut :
×

=

×

Keterangan :
NHHNK
= Nilai Hasil Hutan Non Kayu
PHHNK ij = Potensi HHNK jenis ke – i di lokasi – j (unit/ha)
LA j
= Luas areal kebakaran lokasi ke – j (ha)
HHHNK i = Harga HHNK jenis ke – i (Rp/unit)
c. Nilai Kerugian Perikanan (NI)
Kerugian terhadap sektor perikanan dihitung dengan
produktivitas masyarakat pengumpul ikan di wilayah dampak.
=

(



1

pendekatan

2 )

Keterangan :
KPI 1ij = Kemampuan responden pengumpul ikan jenis i di wilayah dampak –j
pada saat tidak terjadi kebakaran (unit/orang/bulan)
KPI 2ij = Kemampuan responden pengumpul ikan jenis i di wilayah dampak –j
pada saat periode kebakaran (unit/orang/bulan)
HIi
= Harga ikan jenis i (Rp/unit)
JPI j = Jumlah masyarakat pengumpul ikan di wilayah dampak ke-j (orang)
Tij
= waktu periode/ lama dampak di wilayah ke-j (bulan)
d. Nilai Kerugian Sektor Transportasi (NT)
Kerugian terhadap sektor transportasi diprediksi dialami oleh pengusaha
transportasi sungai dan udara sehingga kerugian total merupakan penjumlahan
dari masing-masing kerugian tidak beroperasinya moda transportasi tersebut dan
penurunan jumlah penumpang. Nilai kerugian tersebut dihitung dengan
pendekatan produktivitas pengusaha transportasi pada wilayah terkena dampak
selama periode dampak dengan formula sebagai berikut :
NT = NTair + NTudara
=

x

(
=

(

)+ (

)
x

)

Keterangan :
= Jumlah Angkutan tidak Operasi dari perusahaan i di sungai j (unit)
selama periode dampak asap (unit)
= Jumlah penumpang per angkutan dari perusahaan i di sungai j
(orang/unit)
HTij
= Harga tiket angkutan -i di sungai j (rupiah/orang)

13

JAOij
JPKij
JPBi
JPPi
HTi

= Jumlah Angkutan Operasi dari perusahaan i di sungai j selama periode
dampak asap (unit)
= Rata-rata Jumlah Penumpang Berkurang usaha angkutan i di sungai j
(unit) selama periode dampak asap (orang)
= Jumlah Penerbangan Batal/ dialihkan dari dan ke Palangka Raya pada
maskapai i selama periode dampak
= Jumlah Penumpang per sekali penerbangan pada maskapai i
= Rata-rata harga tiket pada maskai i

e. Nilai Kesehatan Masyarakat (NKM)
Asap biomassa yang keluar pada kebakaran hutan mengandung beberapa
komponen yang dapat merugikan kesehatan baik dalam bentuk gas maupun
partikel (Brauer 2007). Penurunan kualitas udara sampai taraf membahayakan
kesehatan dapat menimbulkan dan meningkatkan penyakit saluran napas seperti
infeksi saluran napas (ISPA). Komponen gas dalam biomassa besar yang
mengganggu kesehatan adalah karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2),
nitrogen dioksida (NO2), aldehid, ozon (O3), karbon dioksida (CO2) dan
hidrokarbon.
Untuk menghitung kerugian pada aspek kesehatan masyarakat terlebih
dahulu harus ditetapkan batasan wilayah dampak dan diketahui lama periode
terpapar dampak. Kemudian dilakukan penghitungan terhadap peningkatan
jumlah penderita terkait dampak asap selama periode dampak. Nilai kerugian
dihitung dengan pendekatan pengeluaran biaya pengobatan yang terjadi selama
periode terpapar dampak dengan menggunakan formula sebagai berikut :
=

(
=
=



) +(
;
;

=
=



)+

=
Keterangan :
NKM = Nilai Kerugian Kesehatan Masyarakat
BPI1j = Biaya pengobatan rawat inap di wilayah –j selama waktu dampak (Rp)
BPI2j = Rata-rata biaya pengobatan rawat inap diluar waktu dampak (Rp)
BPTI1j = Biaya pengobatan tanpa inap di wilayah dampak –j (Rp)
BPTI1j = Rata-rata biaya pengobatan rawat tanpa inap di wilayah –j diluar waktu
dampak (Rp)
= Biaya pengobatan sendiri oleh masyarakat di lokasi –j (Rp)
JPI1j = Jumlah pasien inap/rujuk di wilayah dampak –j selama waktu dampak
JPI2j = Rata-rata jumlah pasien inap/rujuk di wilayah dampak –j di luar waktu
dampak
JPTI1j = Jumlah pasien inap/rujuk di wilayah dampak –j selama waktu dampak
JPI2j = Rata-rata Jumlah pasien inap/rujuk di wilayah dampak –j di luar waktu
dampak
HPI = Rata-rata biaya pengobatan dengan rawat inap/dirujuk
HPTI = Biaya pengobatan pada puskesmas, dokter/ bidan praktek di wilayah –j
JPOj = Jumlah penduduk yang membeli obat sendiri di lokasi-j

14

HO
= Rata-rata harga / biaya pembelian obat sendiri (Rp)
f. Nilai Kerusakan Habitat Tumbuhan dan Satwa Liar (NHTSL)
Dampak kebakaran hutan terhadap satwaliar diperkirakan dari mulai
sangat dramatis sampai berpengaruh positif. Misalnya dampak kebakaran
terhadap banyak herbivora dikatakan justru akan memberikan jumlah makanan
yang lebih banyak bagi kelompok ini, sehingga populasinya di hutan bekas
kebakaran meningkat. Bagi satwaliar dengan daerah jelajah kecil dan kemampuan
mobilitas yang rendah, kebakaran akan memberikan dampak negatif.
Dampak terhadap satwa liar dapat berupa: 1) Perubahan komposisi jenis
2) Perubahan struktur populasi (kematian tingkat bayi, remaja dan sebagainya), 3)
Perubahan kerapatan, 4) Pengecilan ruang gerak atau homerange, 5) Perubahan
biomassa (penurunan berat badan satwa liar). Selain itu kebakaran hutan
menjadikan perubahan yang begitu nyata terhadap iklim mikro, sehingga
menjadikannya tempat yang tidak lagi cocok untuk banyak jenis binatang.
Kehilangan vegetasi setelah kebakaran menjadikan hutan terbuka, sehingga
memudahkan predator mendapatkan mangsanya. Kehilangan vegetasi penutup
(escape cover) sejalan juga dengan kehilangan makanan satwa.
Untuk menghitung kerugian terhadap satwa liar yang mati di lokasi
kebakaran hutan sangat sulit dilakukan karena saat terjadi kebakaran hutan
diprediksi satwa liar yang ada akan migrasi ke lokasi lainnya. Dengan kata lain
dapat dikatakan, bahwa dampak kebakaran terhadap satwaliar adalah secara tidak
langsung, yaitu terhadap habitatnya. Penghitungan kerugian terhadap kerusakan
habitat yaitu dengan pendekatan biaya yang diperlukan untuk membangun habitat
TSL tersebut melalui kegiatan restorasi habitat atau kegiatan rehabilitasi.
=

)
∑(
×
(1 + )

Keterangan :
NHTSL = Nilai Kerusakan Habitat Satwa Liar
NTR
= Nilai total kegiatan restorasi dan rehabilitasi (Rp/ha)
i
= tingkat inflasi; t = tahun kegiatan
LA
= Luas areal terbakar (ha)
g. Nilai Kegiatan Pemadaman Kebakaran (NPK)
Kegiatan pemadaman kebakaran hutan dianggap sebagai nilai kerugian
yang muncul akibat adanya kebakaran hutan. Pemadaman dimaksudkan agar api
tidak menjalar secara liar sehingga dapat menimbulkan kerusakan yang lebih
besar. Nilai biaya pemadaman dilakukan dengan mendata seluruh nilai anggaran
pemadaman dari Balai TN Sebangau maupun anggaran bantuan dari Direktorat
PHKA, BKSDA, Pemda ataupun mitra kerja.
=

(

+

)

Keterangan :
NPK
= Nilai Kegiatan Pemadaman Kebakaran tahun 2014
BPKHj
= Biaya kegiatan pemadaman oleh Balai TNS
BBPKH j = Biaya kegiatan pemadaman oleh instansi lain/ mitra (Rp)

15

h. Nilai Karbon yang Hilang (NKH)
Penghitungan nilai karbon yang hilang digunakan pendekatan nilai emisi
gas CO2 akibat kebakaran biomassa di atas tanah dan kebakaran pada lapisan
tanah gambut. Untuk penghitungan emisi akibat kebakaran biomassa diatas tanah
mengacu pada IPCC (2006) dan difokuskan hanya untuk biomassa pohon.
EBiomass Burn = Aburn. B. COMF . G . 10-3
Keterangan :
EBiomass burn = Emisi CO2 kebakaran biomassa (ton)
Aburn,
= Luas area terbakar (ha)
B
= Kandungan biomassa di atas permukaan sebelum terbakar (ton/ ha)
COMF
= Faktor pembakaran/ kehilangan dimensi (melihat dari Tabel 2.6
panduan IPCC)
Gef
= Faktor emisi kg/ton bahan bakar kering (melihat dari Tabel 2.5
panduan IPCC)
Selanjutnya untuk penghitungan emisi akibat kebakaran lapisan gambut
mengacu pada IPCC 2006.
L fire = Aburn . MB . Cf . Gef. 10-3
Keterangan :
L fire = jumlah emisi CO2 akibat kebakaran gambut (ton)
Aburn = total luas area terbakar (ha)
MB
= ketersediaan bahan bakar gambut kering, mengacu dari Tabel 2.6
panduan IPCC (ton/ha).
Cf
= faktor pembakaran / kehilangan dimensi
Gef
= faktor emisi kg/ton bahan bakar kering (mengacu dari Tabel 2.7
panduan IPCC)
Nilai kerugian akibat cadangan karbon yang hilang atau emisi dari
kebakaran hutan didekati dengan harga pasar karbon yang dikalikan dengan
dengan estimasi emisi karbon dari kebakaran hutan yang terjadi tahun 2014
dengan menggunakan formula sebagai berikut :
NKH = HK . (E biomass burn + L fire)
Keterangan :
NKH
= Nilai Karbon Hilang (Rp)
HK
= Harga pajak karbon equivalen emisi CO2 (Rp)
EBiomass burn = Emisi CO2 kebakaran biomassa (ton)
L fire
= Jumlah emisi CO2 akibat kebakaran gambut (ton)
i. Analisis efektivitas pencegahan kebakaran hutan
Analisis dilakukan terhadap efektivitas dan kendala-kendala permasalahan
kegiatan pencegahan kebakaran hutan di TNS. Tingkat efektifitas diukur dan
dianalisis dengan cara membandingkan pencapaian sasaran/tujuan kegiatan
dengan apa yang direncanakan. Kemudian membandingkan realisasi anggaran
belanja dengan target anggaran belanja.
Efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan upaya pencapaian
tujuan/target kebijakan (hasil guna). Kegiatan operasional dikatakan efektif

16

apabila proses kegiatan dapat mencapai tujuan dan sasaran akhir
kebijakan/spending wisely (Mardiasmo 2009; Sumenge 2013). Kriteria efektivitas
kegiatan pencegahan kebakaran hutan oleh BTNS diukur dari perbandingan
realisasi faktor input berupa anggaran dan realisasi faktor output berupa capaian
sasaran kinerja yang direncanakan. Selanjutnya analisis kualitatif deskriptif
dilakukan