Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal Dan Vertikal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota Asean

DAMPAK DIVERSIFIKASI EKSPOR HORISONTAL DAN
VERTIKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN

FAIZAL AMIR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Dampak
Diversifikasi Ekspor Horisontal dan Vertikal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara-Negara Anggota ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor,

RINGKASAN
FAIZAL AMIR. Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal dan Vertikal terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN. Dibimbing oleh DEDI
BUDIMAN HAKIM dan TANTI NOVIANTI.
Diversifikasi ekspor merupakan kebijakan untuk mengubah produk ekspor
primer menjadi produk ekspor manufaktur, memperluas negara tujuan ekspor atau
dengan menambah sektor ekonomi yang terlibat dalam ekspor suatu negara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah kebijakan negara-negara anggota
ASEAN (Association of South East Asian Nations) agar dapat mencapai
keberhasilan diversifikasi ekspor dan menganalisis pengaruh diversifikasi ekspor
terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN. Negaranegara yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah enam negara anggota
ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Kamboja.
Analisis kualitatif terkait kebijakan diversifikasi ekspor menggunakan data lima
negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Sedangkan,
pada analisis kuantitatif menggunakan data empat negara yaitu Indonesia,
Singapura, Malaysia dan Thailand dengan tahun pengamatan sebanyak 21 tahun,
mulai dari tahun 1994 hingga 2014. Adapun variabel yang digunakan pada

analisis kuantitatif model panel VECM adalah variabel pertumbuhan PDB per
kapita, jumlah tenaga kerja, jumlah investasi menggunakan proksi gross capital
formation, indeks diversifikasi ekspor horisontal menggunakan proksi dari
Hirschman-Herfindahl dan indikator diversifikasi ekspor vertikal menggunakan
proksi tingkat teknologi ekspor (percentage of manufactured exports).
Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa kebijakan diversifikasi ekspor
baik secara vertikal maupun horisontal di ASEAN umumnya diterapkan melalui
beberapa mekanisme kebijakan yaitu dengan meningkatkan nilai tambah produk
agar dapat bertransformasi menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi,
memperluas negara tujuan ekspor ke wilayah-wilayah yang tidak terkena dampak
besar saat krisis terjadi, memberikan kredit ekspor, memberikan insentif pajak
bagi investor dan menetapkan berbagai standardisasi agar produk ekspor yang
dihasilkan memiliki kualitas tinggi dan diterima di pasar internasional.
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif, sesuai dengan teori pertumbuhan
Solow, proksi dari input-input produksi yaitu variabel jumlah tenaga kerja dan
variabel jumlah investasi di ASEAN memiliki pengaruh yang signifikan positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan jumlah tenaga kerja dan investasi
menunjukkan kapasitas produksi output suatu negara sedang tumbuh positif.
Kemudian pada indikator-indikator diversifikasi ekspor, indikator diversifikasi
ekspor horisontal yang dapat dilihat berdasarkan konsentrasi negara tujuan ekspor

juga berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN.
Sedangkan pada indikator diversifikasi ekspor vertikal yang diamati melalui
pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor, semua
negara di ASEAN dinilai cukup berhasil dalam memanfaatkannya untuk memacu
pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, negaranegara di ASEAN perlu menerapkan kebijakan diversifikasi ekspor horisontal
lebih intensif daripada kebijakan diversifikasi ekspor vertikal karena nilai

elastisitas diversifikasi ekspor horisontal lebih besar daripada nilai elastisitas
diversifikasi ekspor secara vertikal.
Kata kunci: ASEAN, diversifikasi ekspor, pertumbuhan ekonomi

SUMMARY
FAIZAL AMIR. The Impact of Horizontal and Vertical Export Diversification on
Economic Growth of ASEAN Member Countries. Supervised by DEDI
BUDIMAN HAKIM and TANTI NOVIANTI.
Export diversification is the policy to change primary export product into
manufactured product, to extend export destination or to enhance economic sector
involved in export revenue. The purposes of this research are to analyze the policy
from ASEAN (Association of South East Asian Nations) member countries in
order to reach out export diversification triumph and to analyze the impact of

export diversification on the economic growth of ASEAN countries. Countries
that become the object of this study is six ASEAN member countries, namely
Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam, and Cambodia. Meanwhile,
the quantitative analysis use the data from four states, namely Indonesia,
Singapore, Malaysia and Thailand with periods of observation as much as 21
years, from 1994 until 2014. While the variables used in the quantitative VECM
analysis panel model are the growth variable in GDP per capita, the number of
employees, the amount of investment using gross capital formation proxy, the
index of horizontal export diversification using of Hirschman-Herfindahl proxy
and vertical export diversification indicator using technology level export
(percentage of manufactured exports).
The results of qualitative analysis show that the policy of export
diversification both vertically and horizontally in ASEAN is generally
implemented through several mechanisms of policy is to increase the value-added
of the products that can be transformed into products which have a higher sale
value, to expand export destinations to not affected big impact area in times of
crisis, to provide export credit, to provide tax incentives for investors and to
define the various standardization in order to produced export products which
have high quality and acceptable in international market.
Based on the results of quantitative analysis, according to the Solow growth

theory, a proxy from production inputs that is the number of labor variable and the
amount of investment variable in ASEAN have a significant positive effect on
economic growth. The increasing number of labor and amount of investment
indicates that contries's production capacity output is growing positively.
Subsequently in the indicators of export diversification, diversification of exports
horizontal indicator can be seen by the concentration of export destinations
nevertheless has positively significant effect on economic growth in ASEAN.
Wherease the vertical export diversification indicator was observed through the
use of technology to increase the value-added of export product, all states in
ASEAN considered quite successfully in use it to spur economic growth. Based
on the analysis in this research, ASEAN countries need to implement a policy of
horizontal export diversification than vertical export diversification policy due to
the elasticity of horizontal export diversification is greater than vertical export
diversification.
Keywords: ASEAN, economic growth, export diversification

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK DIVERSIFIKASI EKSPOR HORISONTAL DAN
VERTIKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN

FAIZAL AMIR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tak lupa
salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul termulia
Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya dan sahabatnya
yang setia hingga akhir zaman.
Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April
2016 ini ialah “Dampak Diversifikasi Ekspor Horisontal dan Vertikal terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN”. Tesis ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga
penulis, yakni Bapak H. Muhammad Rahimahullah dan Ibu Hj. Zakiyah serta
abang kakak kandung tercinta dari penulis atas segala doa dan dukungan yang
selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1.
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec. dan Dr. Tanti Novianti, SP, M.Si
selaku dosen komisi pembimbing tesis yang telah memberikan arahan,
bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.
2.
Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS. dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku
dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan
tesis ini.
3.
Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4.
Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan tesis ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3

7
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Integrasi Ekonomi
ASEAN Free Trade Area
Pertumbuhan Solow
PDB per Kapita
Diversifikasi Ekspor
Indikator Diversifikasi Ekspor Horisontal
Indikator Diversifikasi Ekspor Vertikal
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis

8
8
8

10
10
12
13
13
14
14
17
18

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Panel Vector Autoregressive
Metode Penelitian
Pengujian PraEstimasi

18
18
19
19
20
21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perekonomian ASEAN
Kebijakan Diversifikasi Ekspor Negara Anggota ASEAN
Hasil Uji PraEstimasi Data Pengaruh Diversifikasi Ekspor terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ASEAN
Analisis Estimasi Panel Vector Error Correction Model
Analisis Struktur Ekspor Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand
Implikasi Kebijakan

22
22
26

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

40
40
40

34
35
38
39

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

44
4

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan PDB Riil (persen) Negara Anggota ASEAN
2 Kontribusi Nilai Ekspor terhadap PDB (persen) Negara Anggota
ASEAN Tahun 2005-2014
3 Indeks Diversifikasi Ekspor Negara Anggota ASEAN
4 Evolusi Hubungan Indeks Diversifikasi Ekspor dan PDB per Kapita
(USD) Negara Anggota ASEAN
5 Kerangka Pemikiran
6 PDB per Kapita (USD) Negara Anggota ASEAN
7 Jumlah Tenaga Kerja (Persen Usia Kerja) Negara Anggota ASEAN
8 Jumlah Investasi (Persen terhadap PDB) Negara Anggota ASEAN
9 Tingkat Penggunaan Teknologi pada Produk Ekspor (Persen) Negara
Anggota ASEAN
10 Indeks Diversifikasi Ekspor Horisontal Negara Anggota ASEAN
11 Indeks Diversifikasi Ekspor Empat Negara Anggota ASEAN
12 Perkembangan Ekspor Kelapa Sawit dan Turunannya (USD) Malaysia
13 Pertumbuhan PDB (persen) Kamboja
14 Kontribusi Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB (persen) Kamboja

2
4
5
6
17
23
24
24
25
26
27
29
31
32

DAFTAR TABEL
1 Sumber Data Penelitian
2 Strategi dan Kebijakan Diversifikasi Ekspor Negara Anggota ASEAN
3 Hasil Uji Kointegrasi
4 Hasil Estimasi Panel Vector Error Correction Model
5 Nilai Koefisien Variabel, Rataan dan Elastisitasnya
6 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia Tahun 1990 dan 2010
7 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Malaysia Tahun 1990 dan 2010
8 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Singapura Tahun 1990 dan 2010
9 Lima Komoditas Unggulan Ekspor Thailand Tahun 1990 dan 2010

19
34
35
36
37
38
38
39
39

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Uji Stasioneritas Variabel Pada Level
Uji Stasioneritas Variabel Pada 1st difference
Uji Johansen Fisher Panel Cointegration
Hasil Estimasi Panel VECM Jangka Panjang dan Jangka Pendek

45
47
49
50

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak memasuki abad ke-20, negara-negara di banyak kawasan membentuk
berbagai tingkatan integrasi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan nasionalnya melalui integrasi keuangan, ketenagakerjaan dan
perdagangan dengan skema ekspor-impor yang lebih mudah dari banyak sisi,
utamanya kemudahan pada peraturan terkait tarif. Beberapa integrasi ekonomi
kawasan yang cakupan wilayahnya cukup luas misalnya APEC, ASEAN FTA dan
Uni Eropa. Salah satu kawasan integrasi yang memiliki persentase negara
berkembang sebesar 90 persen adalah ASEAN. ASEAN juga merupakan wilayah
yang memiliki kontribusi perdagangan cukup besar terhadap total perdagangan
dunia yaitu sebesar 29 persen (Nouren dan Mahmood 2014).
Negara-negara berkembang seperti di sebagian besar negara yang termasuk
dalam wilayah integrasi ASEAN tentunya memiliki target untuk tergolong dalam
kategori negara maju. Sampai saat ini, negara anggota ASEAN yang masuk dalam
kategori negara maju hanya satu negara yaitu Singapura. Negara dengan luas
wilayah terkecil jika dibandingkan negara lainnya di wilayah ASEAN, namun
negara ini memiliki tingkat pendapatan per kapita tertinggi sekitar USD 52 000
pada beberapa tahun terakhir ini. Keunggulan sektor ekonomi banyak dimiliki
Singapura. Salah satunya, pelabuhan perdagangan Singapura tercatat sebagai
pelabuhan yang melayani perdagangan terbesar kedua di dunia setelah pelabuhan
perdagangan di Tiongkok.
Selain itu, Singapura dianggap berhasil dalam menerapkan kebijakan
ekonomi yang efektif. Hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator kesejahteraan
ekonomi yaitu pendapatan per kapita yang tinggi dapat menjadi pendorong
negara-negara tetangganya di wilayah ASEAN agar mampu mencapai kondisi
ekonomi yang serupa. Target tersebut membutuhkan kestabilan ekonomi dalam
jangka panjang yang dapat diamati melalui perkembangan dari pertumbuhan PDB
suatu negara (Hasanah 2015). Faktanya, negara maju terkadang juga tidak dapat
mempertahankan kondisi perekonomiannya tetap dalam kondisi stabil saat krisis
menerjang, namun kebijakan antisipasi efektif yang diterapkan negara maju
mampu dengan cepat beradaptasi untuk menstabilkan perekonomiannya pada
kondisi semula. Hal tersebut terbukti dengan membandingkan kondisi
pertumbuhan PDB negara-negara berkembang dan maju di ASEAN setelah krisis
ekonomi global tahun 2008, Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan PDB dari
sembilan negara di Asia Tenggara (ASEAN).
Perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN tumbuh dengan angka
yang fluktuatif seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1
dapat dilihat bahwa sejak tahun 2001 pertumbuhan PDB negara-negara ASEAN
mulai mengalami peningkatan, kecuali pertumbuhan PDB Kamboja yang
sebaliknya sedang mengalami penurunan. Pada tahun 2007, semua negara di
wilayah ASEAN mulai mengalami penurunan pada pertumbuhan PDB-nya.
Puncaknya, beberapa negara mencapai angka pertumbuhan PDB negatif pada
tahun 2009 sebagai dampak dari terjadinya krisis subprime mortgage di Amerika
Serikat tahun 2008, namun Singapura sebagai salah satu negara maju di ASEAN

2
mampu mencapai pertumbuhan PDB tertinggi pada periode setahun setelah krisis
tersebut.
20
15
10
5
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
-5
Indonesia

Singapore

Malaysia

Philippines

Vietnam

Cambodia

Thailand

Brunei Darussalam

Lao PDR

Sumber: World Bank (2016)

Gambar 1 Pertumbuhan PDB riil (persen) negara anggota ASEAN
Negara berkembang seperti sebagian besar negara-negara di kawasan
ASEAN rentan terkena dampak dari krisis global pada sektor ekspornya karena
industrinya masih membutuhkan bahan baku dengan komposisi yang cukup besar
dari impor. Saat krisis terjadi, beberapa variabel makroekonomi negara
berkembang di ASEAN seperti Indonesia mengalami anomali, salah satunya
adalah variabel ekspor (Siregar dan Daryanto 2005). Pada krisis moneter tahun
1998 misalnya, nilai tukar Indonesia yaitu rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS
pada kisaran 800 persen. Secara teori, seharusnya ekspor dapat meningkat karena
depresiasi yang tinggi mengakibatkan harga produk dalam negeri menjadi lebih
murah secara relatif jika dibandingkan dengan harga produk di negara lain, namun
tingginya kebutuhan bahan baku impor menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah
yang seharusnya berdampak positif pada neraca perdagangan Indonesia menjadi
tertahan.
Salah satu kestabilan variabel makroekonomi fundamental yang menjadi
target adalah pada stabilnya net-ekspor atau neraca perdagangan. Akan tetapi,
ketergantungan ekspor yang tinggi negara-negara ASEAN pada negara-negara
tujuan dan produk tertentu membuat pertumbuhan ekonominya rentan terhadap
guncangan-guncangan eksternal, hal ini akan membuat perekonomian cenderung
tidak stabil (Hasanah 2015). Secara teoritis, peningkatan ekspor akan berdampak
pada perubahan output, kemudian peningkatan tersebut dapat menjadi determinan
dalam pertumbuhan produksi dan tenaga kerja yang ditunjukkan melalui
peningkatan PDB. Selain itu, jika periode krisis terjadi bersamaan dengan waktu
jatuh tempo utang luar negeri, maka nominal utang luar negeri pemerintah dan
swasta akan mengalami peningkatan yang signifikan akibat depresiasi besar
tersebut. Perekonomian menjadi semakin lesu dan tidak stabil, sehingga
pertumbuhan PDB sebagian besar negara di ASEAN turun drastis hingga
mencapai angka negatif.

3
Negara-negara berkembang seperti sebagian besar negara di wilayah
ASEAN menjadi negara yang rentan perekomiannya tidak stabil saat krisis terjadi.
Posisi middle-income yang ditempati negara-negara berkembang membuat
investasi sektor riil maupun portofolio banyak dimiliki investor asing dari negara
maju. Sampai saat ini pendapatan per kapita Indonesia per tahun masih berada
pada kisaran USD 4000, Malaysia pada kisaran USD 10 000, jauh tertinggal jika
dibandingkan dengan pendapatan per kapita per tahun negara tetangganya yaitu
Singapura yang sudah mencapai kisaran USD 52 000. Jika bank sentral negara
maju sedang menetapkan kebijakan untuk meningkatkan suku bunganya menjadi
lebih tinggi dibandingkan suku bunga di ASEAN, maka akan terjadi capital
outflow besar-besaran yang mengakibatkan perekonomian di ASEAN menjadi
kurang berdaya. Mata uang negara-negara di ASEAN dapat mengalami depresiasi
dan juga berdampak sistemik pada sektor-sektor lain di luar sektor keuangan,
khususnya pada sektor perdagangan.
Fenomena krisis global yang terjadi memberikan dampak negatif pada
menurunnya pendapatan negara yang bersumber dari ekspor. Negara-negara di
pasar internasional yang menjadi tujuan ekspor utama negara-negara anggota
ASEAN umumnya menurun daya belinya pada saat krisis melanda.
Perumusan Masalah
Pada akhir dekade abad ke-20, dunia internasional mengalami transformasi
perjanjian perdagangan internasional. Tepatnya pada tahun 1995, World Trade
Organization (WTO) mereformasi dan memutuskan bahwa setiap perjanjian
perdagangan unilateral, bilateral dan multilateral harus melakukan perubahan
dalam terms of trade-nya (TOT). Hal ini dilakukan karena sebagian besar negara
berkembang masih terfokus pada ekspor produk primer, sehingga nilai tambah
yang diperoleh dari perdagangan jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara
maju yang sudah terfokus pada ekspor produk sekunder atau produk manufaktur.
Oleh karena itu, transformasi tersebut dapat membuat negara-negara berkembang
seperti di sebagian besar negara-negara Benua Asia, Afrika dan Amerika
berpeluang melakukan diversifikasi ekspor untuk memperbesar perolehan dan
menjaga stabilitas pendapatan nasional yang bersumber dari neraca perdagangan,
dimana dapat dilakukan dengan pengenalan produk baru pada tujuan ekspor lama
atau sebaliknya yaitu dengan melakukan penjualan produk lama terhadap pasar
ekspor baru.
Mayoritas negara-negara di kawasan ASEAN memiliki persentase
kontribusi ekspor terhadap PDB di atas 50 persen seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2. Negara di kawasan ASEAN yang memiliki persentase kontribusi
ekspor terhadap PDB di bawah 50 persen hanya dua negara yaitu Indonesia dan
Filipina, sedangkan negara dengan persentase kontribusi ekspor terhadap PDB
terbesar adalah Singapura. Hal tersebut menunjukkan bahwa stabilnya variabel
ekspor memiliki pengaruh yang signifikan pada kestabilan ekonomi negara-negara
di kawasan ASEAN. Berbagai guncangan eksternal yang berpengaruh pada tidak
stabilnya nilai tukar akan memperburuk kondisi perekonomian di kawasan
ASEAN karena ketergantungan kawasan tersebut pada nilai net-ekspor cukup
tinggi untuk menopang pendapatan nasionalnya.

4
250
200
150
100
50
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Indonesia

Singapore

Malaysia

Philippines

Vietnam

Cambodia

Thailand

Brunei Darussalam

2014

Sumber: World Bank (2016)

Gambar 2 Kontribusi nilai ekspor terhadap PDB (persen) negara anggota ASEAN
tahun 2005-2014
Nilai net-ekspor akan lebih stabil saat terjadi guncangan eksternal jika
konsentrasi ekspor suatu negara terhadap jenis produk dan wilayah tertentu
dikurangi. Konsentrasi negara tujuan dan produk ekspor suatu negara dapat turun
dengan menerapkan kebijakan diversifikasi ekspor secara vertikal maupun
horisontal yang efektif. Diversifikasi vertikal dilakukan dengan cara merubah
produk ekspor primer menjadi produk ekspor manufaktur agar nilai tambah
produk tersebut meningkat, sedangkan diversifikasi horisontal dilakukan dengan
cara mengurangi ketergantungan ekspor pada produk yang harga dan jumlah
produksinya berfluktuasi secara ekstrim, memperluas pasar ekspor atau dengan
menambah jenis produk yang dapat diekspor (Samen 2010).
Kamboja merupakan negara di kawasan ASEAN yang konsentrasi negara
tujuan ekspornya mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Kondisi tersebut mengindikasikan
terjadinya peningkatan keranjang penerimaan ekspor Kamboja yang ditargetkan
dapat menstimulus peningkatan kontribusi ekspor terhadap PDB. Target lain dari
menurunnya konsentrasi negara tujuan ekspor adalah semakin kuatnya negara
menghadapi guncangan eksternal yang sewaktu-waktu terjadi dan pada akhirnya
dapat memperkuat tingkat stabilitas perekonomian negara tersebut. Di sisi lain,
konsentrasi negara tujuan ekspor negara anggota ASEAN selain Kamboja
mengalami peningkatan yang mengindikasikan ekspor negara anggota ASEAN
lainnya semakin terfokus pada pasar ekspor tertentu, hal ini dapat berpengaruh
pada kondisi perekonomian yang rentan tidak stabil jika sewaktu-waktu terjadi
krisis global yang membuat harga produk atau daya beli di pasar ekspor negara
anggota ASEAN lainnya menurun. Peristiwa ekonomi seperti itu dapat
mempengaruhi stabilitas perekonomian negara-negara anggota ASEAN selain
Kamboja lebih signifikan.

5
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Indonesia

Singapore

Malaysia

Philippines

Vietnam

Cambodia

Thailand

Brunei Darussalam

2014

Sumber: World Integrated Trade Solution (2016)

Gambar 3 Indeks diversifikasi ekspor negara anggota ASEAN
Konsentrasi negara tujuan dan produk ekspor yang menurun diharapkan
mampu meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi setiap negara,
khususnya di ASEAN. Negara-negara di wilayah ASEAN yang sebagian besar
pendapatan nasionalnya diperoleh dari ekspor perlu melakukan diversifikasi
ekspor agar kondisi perekonomian tetap stabil saat terjadi guncangan eksternal
seperti krisis. Evolusi hubungan antara indeks diversifikasi ekspor dan
pertumbuhan ekonomi di wilayah ASEAN cukup fluktuatif seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4. Penurunan konsentrasi ekspor yang cukup signifikan
terjadi di Kamboja, dimana fenomena tersebut telah mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Kamboja. Sebagian besar indeks diversifikasi ekspor
dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif di kawasan ASEAN.
Sedangkan pada kasus Vietnam dan Kamboja menunjukkan anomali hubungan
antara kedua variabel tersebut, dimana indeks diversifikasi ekspor dan
pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang berlawanan arah.

0
PDB per Kapita

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

0
HHMCI

0.06
0.055

PDB per Kapita

2014

0.02

2000

0.065

2013

0.04

4000

0.07

2012

0.06

6000

2011

8000

0.08
0.075

2010

0.08

2009

10000

Indonesia

4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

2008

0.1

2007

Malaysia

12000

HHMCI

6

PDB per Kapita

0.08

40000

2014

2013

2012

2011

2010

2009

0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0

PDB per Kapita

0.1

50000

2008

2007

HHMCI

Singapura

60000

Thailand

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

2014

2013

0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0

2012

2011

2009

2008

2007

2010

Filipina

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

HHMCI

Brunei Darussalam
50000

0.3

40000

0.25
0.2

0.06 30000

20000

0.04 20000

10000

0.02 10000
2014

2012

2011

2010

2009

2013

0.1

2000

0.08

1500

0.06

1000

0.04

500

0.02

PDB per Kapita

2014

2013

2012

2011

0
2010

0
2009

2014

2012

2011

2010

2009

2008

2013

HHMCI

HHMCI

Vietnam

2500

2008

0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0

PDB per Kapita

2007

Kamboja

2007

0

HHMCI

1200
1000
800
600
400
200
0

PDB per Kapita

0.05
2007

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

PDB per Kapita

0.1

0

0
2007

0

0.15

2008

30000

HHMCI

Sumber: World Integrated Trade Solution dan World Bank (2016)

Gambar 4 Evolusi hubungan indeks diversifikasi ekspor dan PDB per kapita
(USD) negara anggota ASEAN
Saat ini banyak negara mulai membenahi sistem dalam mekanisme
ekspornya dengan melakukan kebijakan diversifikasi sebagai upaya jangka
panjang untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi negaranya. Kebijakan
setiap negara di wilayah ASEAN yang diberlakukan untuk mencapai keberhasilan
diversifikasi ekspor tentunya memiliki persamaan dan perbedaan yang
disesuaikan dengan kondisi ekonomi negaranya. Kebijakan diversifikasi ekspor
negara yang efektif perlu diadopsi oleh negara lainnya atau dijadikan bahan

7
evaluasi untuk kebijakan yang sudah diterapkan. Penerapan kebijakan
diversifikasi ekspor pada umumnya misalnya dengan menambah jenis produk
yang berorientasi ekspor, meningkatkan penggunaan teknologi untuk produk
ekspor, meningkatkan jumlah produk yang dapat diekspor dan memperluas pasar
ekspor (Samen 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kebijakan negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai
keberhasilan diversifikasi ekspor?
2. Bagaimana pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan
ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN?
Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menelaah kebijakan negara-negara anggota ASEAN untuk dapat
mencapai keberhasilan diversifikasi ekspor.
2. Menganalisis pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan
ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis maupun pihakpihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain:
1. Bagi pemerintah atau institusi terkait diharapkan dapat memberikan masukan
dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan
keputusan terkait perdagangan internasional.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam
penelitian-penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan
ekonomi, serta mengkaji kebijakan diversifikasi ekspor yang diterapkan di
kawasan ASEAN. Analisis kualitatif terkait kebijakan diversifikasi ekspor
menggunakan data lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja dan
Vietnam. Sedangkan, pada analisis kuantitatif menggunakan data empat negara
yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand dengan tahun pengamatan
sebanyak 21 tahun, mulai dari tahun 1994 hingga 2014.
Adapun variabel yang digunakan pada analisis kuantitatif dalam penelitian
ini untuk melihat pengaruh diversifikasi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di
kawasan ASEAN diantaranya adalah pertumbuhan PDB per kapita, jumlah tenaga
kerja, jumlah investasi menggunakan proksi gross capital formation, indeks
diversifikasi ekspor horisontal menggunakan proksi dari Hirschman-Herfindahl
dan indeks diversifikasi ekspor vertikal menggunakan proksi tingkat teknologi
ekspor (percentage of manufactured exports).

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan transaksi jual beli barang dan jasa
yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk di negara lainnya
atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antarindividu (individu dengan individu), individu dengan pemerintah suatu
negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lainnya.
Perdagangan Internasional tercermin dari kegiatan ekspor dan impor dimana hal
tersebut menjadi salah satu komponen dalam pembentukaan PDB suatu negara
(Produk Domestik Bruto) dari pendekatan pengeluaran. Peningkatan ekspor bersih
menjadi faktor penting untuk dapat meningkatkan nilai PDB suatu negara.
Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional memiliki dua
alasan untuk melakukan perdagangan internasional. Pertama, negara-negara
tersebut melakukan perdagangan karena memiliki perbedaan sumberdaya antara
negara satu dengan negara lainnya, seperti perbedaan permintaan dan penawaran
sumberdaya yang dimiliki atau yang ingin dimiliki (Krugman 1980). Perbedaan
penawaran disebabkan oleh faktor produksi dan teknologi, sedangkan perbedaan
permintaan disebabkan oleh jumlah penduduk, selera masyarakat dan pendapatan.
Kedua, negara-negara tersebut melakukan perdagangan bertujuan untuk mencapai
skala ekonomi yang lebih tinggi di dalam produksi. Setelah terjadi perdagangan,
kekuatan permintaan dan penawaran tersebut menentukan harga relatif (pada saat
keseimbangan) di masing-masing negara.
Integrasi Ekonomi
Definisi integrasi ekonomi yang ditandai dengan adanya mobilitas barang
dan jasa antarwilayah, serta faktor ini sejalan dengan definisi integrasi menurut
United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD
mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk
memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas
negara. Menurut Salvatore (1997), teori integrasi ekonomi mengacu pada
penghapusan kebijakan hambatan-hambatan tarif maupun non-tarif dalam suatu
wilayah pabean tertentu. Maksudnya adalah negara-negara yang tergabung dalam
integrasi ekonomi kawasan tertentu akan menghapuskan tarif dalam perdagangan
anatarnegara anggota, namun setiap negara akan menerapkan kebijakan hambatan
tarif maupun non-tarif tersendiri jika melakukan perdagangan dengan negara nonanggota pabean. Integrasi ekonomi memiliki berbagai tingkatan mulai dari
pengaturan perdagangan preferensial, kemudian dikembangkan menjadi
pembentukan kawasan bebas, selanjutnya menjadi persekutuan pabean, pasaran
bersama dan terkahir akan ada penyatuan ekonomi secara komprehensif.
Pembentukan integrasi ekonomi akan memunculkan dampak-dampak
kesejahteraan bagi negara-negara anggotanya. Salah satu diantaranya adalah
dengan minimnya biaya administrasi karena berkurangnya jumlah kantor pabean,
fungsi patrol perbatasan dan sebagainya. Biaya-biaya besar yang terjadi pada

9
perdagangan internasional akan lenyap atau berkurang setelah terbentuknya
integrasi ekonomi. Selain itu, negara-negara yang membentuk persekutuan akan
mengalami perbaikan kondisi nilai tukar perdagangannya ketika efek diversi
terjadi yaitu dengan peningkatan penawaran produk ekspor yang dimiliki. Kondisi
sebaliknya, efek kreasi dapat terjadi jika setelah membentuk integrasi suatu negara
mengalami peningkatan impor yang cukup signifikan dan hal ini akan
memperburuk nilai tukar perdagangannya.
Menurut Balassa integrasi ekonomi dilakukan melalui konsep yang dinamis
yaitu melalui penghapusan hambatan perdagangan antarnegara, maupun dalam
konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam hambatan. Balassa
membagi tahapan integrasi menjadi enam tahap, yaitu:
1. Preferential Trading Area (PTA)
Wilayah integrasi perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk
komoditas-komoditas tertentu dari negara tertentu dengan melakukan
pengurangan tarif, namun tidak menghilangkannya secara penuh.
2. Free Trade Area (FTA)
Suatu kawasan integrasi ekonomi dimana tarif dan kuota antaranegara
anggota dihapuskan, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka
terhadap negara bukan anggota.
3. Custom Union (CU)
Merupakan FTA yang menghapuskan hambatan pergerakan komoditas
antarnegara anggota dan menerapkan tarif yang sama terhadap negara bukan
anggota.
4. Common Market (CM)
Merupakan CU yang juga menghapuskan hambatan-hambatan pada
pergerakan faktor-faktor produksi (barang, jasa, aliran modal). Kesamaan harga
dari faktor-faktor produksi diharapkan dapat menghasilkan alokasi sumberdaya
yang efisien.
5. Economic Union
Merupakan suatu CM dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi
nasional yang signifikan (termasuk kebijakan struktural).
6. Total Economic Integration
Penyatuan moneter, fiskal dan kebijakan sosial yang diikuti dengan
pembentukan lembaga supranasional dengan keputusan-keputusan yang mengikat
bagi seluruh negara anggota.

10
Secara teoritis, tahapan integrasi Balassa menunjukkan bahwa semakin
tinggi tahapan integrasi ekonomi, semakin kompleks persyaratan kebijakan yang
diperlukan. Meskipun tahapan integrasi Balassa menunjukkan urutan untuk
mencapai tahapan integrasi yang lebih tinggi, tidak ada keharusan untuk
mengikuti urutan atau tahapan integrasi tersebut secara kaku dari satu tahap ke
tahap berikutnya. Tipe integrasi yang akan dibentuk bergantung pada kesepakatan
di antara negara-negara yang berpartisipasi dalam pabean.

ASEAN Free Trade Area
Asosiasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) berkomitmen
untuk meliberalisasi perdagangan yang tercermin dengan terwujudnya ASEAN
Preferential Trade Arrangement (PTA) yang diperkenalkan pada tahun 1976.
Selanjutnya, pada tahun 1992 negara-negara anggota ASEAN membentuk tipe
integrasi yang lebih tinggi yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA
disepakati pada 28 Januari 1992 di Singapura. Awalnya ada enam negara yang
menyepakati AFTA, yaitu: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung tahun 1995, sedangkan Laos dan
Myanmar pada tahun 1997. Kemudian Kamboja mulai bergabung pada tahun
1999.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan kawasan perdagangan bebas
ASEAN dimana tidak berlaku hambatan tarif maupun hambatan non tarif bagi
negara-negara anggota ASEAN. Penghapusan tarif menjadi nol persen di kawasan
ASEAN dilakukan secara bertahap dari tahun 1992 hingga tahun 2010. Sejak
tahun 2010 terdapat sekitar 8000 produk yang termasuk dalam daftar tarif
perdagangan produk kawasan ASEAN sebesar nol persen. Kebijakan tersebut
diharapkan mampu meningkatkan frekuensi dan efisiensi perdagangan di kawasan
ASEAN. Di sisi lain, tujuan utama pembentukan AFTA adalah untuk
meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis pasar dunia, menarik investasi dan meningkatkan
perdagangan antaranggota ASEAN.
Pertumbuhan Solow
Perbedaan pendapatan nasional antarnegara dapat disebabkan karena adanya
perbedaan modal, tenaga kerja dan teknologi yang dimiliki. Model pertumbuhan
Solow menjelaskan bagaimana pertumbuhan tenaga kerja, pertumbuhan investasi
dan pertumbuhan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta melihat
implikasinya terhadap pendapatan atau output barang dan jasa suatu negara secara
agregat. Kenaikan ouput perekonomian dalam model pertumbuhan Solow
disebabkan karena peningkatan jumlah modal dan tenaga kerja. Peningkatan
jumlah modal tersebut dapat dilihat melalui peningkatan jumlah tabungan maupun
investasi. Sedangkan peningkatan tenaga kerja dapat dilihat dari peningkatan
jumlah populasi yang masuk dan bersaing dalam pasar tenaga kerja. Oleh karena

11
itu penawaran barang dalam model Solow menyatakan bahwa output bergantung
pada persediaan modal dan tenaga kerja yang tersedia:
……………………………………………………………...(1)
dimana:
Y
= Output atau pendapatan nasional
K
= Jumlah kapital (persediaan modal)
L
= Jumlah tenaga kerja
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi melalui
skala pengembalian konstan (constant return to scale). Dalam teori ini,
perkembangan teknologi diasumsikan sebagai variabel eksogen. Hubungan antara
output, modal dan tenaga kerja per pekerjadapat ditulis dalam bentuk fungsi
sebagai berikut.
y = f(k) ………..……………………………………………………….......(2)
Berdasarkan persamaan 2 terlihat bahwa output per pekerja (y) adalah
fungsi dari kapital per pekerja (k). Sesuai dengan fungsi produksi yang berlaku
hukum “the law of deminishing return”, dimana pada titik produksi awal,
penambahan kapital per pekerja akan menambah output per pekerja lebih banyak,
tetapi pada titik tertentu penambahan kapital per pekerja tidak akan menambah
output per pekerja dan bahkan akan bisa mengurangi output per pekerja.
Sedangkan fungsi investasi dituiskan sebagai berikut.
i = sf(k) .......................................................................................................(3)
Berdasarkan persamaan 3 persamaan tersebut, tingkat investasi per pekerja
(i) merupakan fungsi dari kapital per pekerja (k). Kapital sendiri dipengaruhi oleh
besarnya investasi dan penyusutan dimana investasi akan menambah kapital dan
penyusutan akan menguranginya.
Δk = i - γk …..………………………………..............................................(4)
dimana γ adalah tingkat penyusutan kapital. Tingkat tabungan yang tinggi akan
berpengaruh terhadap peningkatan kapital dan akan meningkatkan pendapatan
sehingga memunculkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Tetapi dalam kurun
waktu tertentu pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan jika telah
mencapai apa yang disebut steady-state level of capital atau kondisi mapan.
Kondisi ini terjadi jika investasi sama dengan penyusutan sehingga akumulasi
modal menurun.
Selain tingkat tabungan, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan
populasi. Pertumbuhan populasi lebih bisa menjelaskan pertumbuhan ekonomi
secara berkelanjutan. Populasi meningkatkan jumlah tenaga kerja dan dengan
sendirinya akan mengurangi jumlah kapital per pekerja. Tingkat pertumbuhan
populasi dan tingkat penyusutan secara bersama-sama akan mengurangi jumlah

12
kapital. Pengaruh pertumbuhan populasi secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut.
Δk = sf(k) - (γ + n)k .....................................................................................(5)
dimana n adalah tingkat pertumbuhan populasi. Dalam teori ini diprediksi bahwa
negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang tinggi akan memiliki PDB per
kapita yang rendah (Mankiw 2007). Kemajuan teknologi dalam teori Solow
dianggap sebagai faktor eksogen. Dalam perumusan selanjutnya fungsi produksi
adalah Y =f (K,L,E), dimana E adalah efisiensi tenaga kerja. Selanjutnya y adalah
Y/LE dimana LE menunjukkan jumlah tenaga kerja efektif. Pengaruh dari
kemajuan teknologi terhadap perubahan modal dapat dirumuskan sebagai
Δk = sf(k) - (γ + n + g) k ............................................................................(6)
dimana g menggambarkan kemajuan teknologi melalui efisiensi tenaga kerja.
Dampak dari kemajuan teknologi akan dapat memunculkan pertumbuhan
ekonomi secara berkelanjutan karena mengoptimalkan efisiensi tenaga kerja yang
terus tumbuh.
Menurut teori Solow ada beberapa hal yang dilakukan untuk memacu
pertumbuhan ekonomi. Pertama, meningkatkan porsi tabungan akan
meningkatkan akumulasi modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kedua,
meningkatkan investasi yang sesuai dalam perekonomian baik dalam bentuk fisik
maupun non-fisik. Ketiga, mendorong kemajuan teknologi dapat meningkatkan
pendapatan per tenaga kerja sehingga pemberian kesempatan untuk berinovasi
pada sektor swasta akan berpengaruh besar dalam pertumbuhan ekonomi
(Mankiw 2007).

PDB per Kapita
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita merupakan penjumlahan nilai
tambah dalam perekonomian dikurangi pajak produk dan ditambah subsidi,
kemudian dibagi dengan jumlah populasi suatu negara. Terdapat dua macam jenis
PDB per kapita yaitu PDB per kapita atas dasar harga konstan yang berguna untuk
mengetahui pertumbuhan riil ekonomi per kapita atau daya beli penduduk suatu
negara dan PDB per kapita atas dasar harga berlaku yang menunjukkan PDB per
kapita penduduk di tahun tertentu. Menurut Fitzsimons et al. (1999) menyatakan
peningkatan PDB per kapita negara pengekspor akan meningkatkan kemampuan
produksi negara tersebut, sedangkan meningkatnya PDB per kapita negara
pengimpor akan meningkatkan daya beli negara tersebut sehingga permintaan
akan impor suatu komoditi akan mengalami peningkatan. PDB per kapita suatu
negara lebih merepresentasikan kemampuan konsumsi masyarakat. Negara maju
rata-rata memiliki tingkat PDB per kapita yang jauh lebih tinggi dibandingkan
PDB per kapita negara berkembang, umumnya PDB total negara yang besar
karena ekonomi yang efisien didukung dengan jumlah penduduk yang terkendali.

13
…………………………………….(7)

Diversifikasi Ekspor
Teori perdagangan internasional klasik menyatakan bahwa negara sebaiknya
fokus untuk melakukan spesialisasi daripada melakukan diversifikasi pada produk
ekspornya. Selain itu, Model Hecksker-Ohlin juga menyatakan bahwa setiap
negara seharusnya melakukan spesialisasi untuk dapat melakukan ekspor secara
intensif (Markusen et al. 1995). Akan tetapi, menurut teori perdagangan modern,
diversifikasi ekspor dewasa ini sangat dibutuhkan karena meningkatnya jenis
komoditas dengan harga dan volume yang volatil, sehingga hal ini dapat
mempengaruhi kestabilan perekonomian dalam jangka panjang. Oleh karena itu,
setiap negara membutuhkan kebijakan yang diharapkan mampu menjaga
kestabilan pertumbuhan ekonominya, khususnya kestabilan variabel ekspor saat
terjadi guncangan eksternal.
Diversifikasi ekspor merupakan kebijakan untuk melakukan perubahan pada
komposisi produk ekspor primer menjadi manufaktur maupun dengan
memperluas negara tujuan ekspor atau dengan menambah sektor ekonomi yang
terlibat dalam ekspor suatu negara (Samen 2010). Diversifikasi ekspor merupakan
salah satu strategi yang diterapkan banyak negara berkembang untuk merubah
produk ekspor tradisional menjadi produk ekspor non-tradisional. Semakin
banyaknya jenis produk suatu negara yang dapat diekspor dapat menurunkan
ketidakstabilan penerimaan ekspor, meningkatkan pendapatan ekspor,
meningkatkan nilai tambah produk dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang
lebih stabil. Selain itu, adanya kebijakan diversifikasi ekspor dapat meningkatkan
kemampuan penggunaan masyarakat suatu negara akan teknologi dan
meningkatkan skala ekonomi melalui proses learning by doing. Jadi, suatu negara
melakukan diversifikasi ekspor bertujuan utama untuk memperbesar perolehan
pendapatan nasional dari neraca perdagangannya, dimana dapat dilakukan dengan
pengenalan produk baru pada tujuan ekspor lama atau sebaliknya yaitu dengan
melakukan penjualan produk lama terhadap pasar ekspor baru (Kamunganga
dalam Olaleye et al. 2013).

Indikator Diversifikasi Ekspor Horisontal
Di dalam berbagai literatur, terdapat beberapa variasi untuk mengukur
tingkat diversifikasi ekspor horisontal suatu negara. Ukuran yang paling banyak
digunakan untuk mengukur tingkat diversifikasi ekspor horisontal adalah dengan
menggunakan concentration ratio (konsentrasi produk maupun negara tujuan).
Ukuran lain yang juga sering digunakan meliputi yaitu Commodity-Specific
Cumulative Export Experience Function (CSCEEF), the Absolute Deviation of the
Country Commodity Shares dan the Commodity Specific Traditionalist Index.
Pada penelitian ini akan menggunakan ukuran concentration ratio karena
ukuran ini paling sering digunakan oleh beberapa peneliti di tingkat internasional.

14
Concentration ratio sendiri memiliki beberapa ukuran yang sudah dikembangkan
oleh para ekonom meliputi yaitu the Hirschman index, the Ogive index, the
entropy index, the Herfindahl index, the Aggregate Specialization Index dan the
Hirschman-Herfindahl Index. Pengukuran-pengukuran tersebut hampir sama
secara konsep dan pendekatannya. The Hirschman Index merupakan pengukuran
konsentrasi ekspor yang paling banyak digunakan untuk mengukur konsentrasi
komoditas perdagangan. Berikut pendekatan matematis dari salah satu ukuran
concentration ratio yaitu Hirschman-Herfindahl Index (HHI):

HHI =

……………………………………………..(8)

dimana xij merupakan nilai ekspor komoditi j dari negara i atau nilai ekspor
dari negara i ke negara j, ni merupakan jumlah komoditi yang diekspor atau
jumlah negara tujuan ekspor, sedangkan Xi merupakan nilai ekspor total negara i.
Semakin tinggi nilai HHI artinya semakin tinggi konsentrasi ekspor suatu negara
pada sedikit jenis produk atau negara tujuan ekspor (Samen 2010).
Indikator Diversifikasi Ekspor Vertikal
Diversifikasi ekspor secara vertikal dapat dilihat melalui peningkatan nilai
tambah pada produk ekspor. Peningkatan nilai tambah produk ekspor dapat terjadi
apabila pemanfaatan teknologi dalam produksi juga mengalami perubahan yang
positif. Menurut Aditya dan Acharyya (2013), indikator diversifikasi ekspor
secara vertikal dapat dilihat dari seberapa besar teknologi yang digunakan dalam
proses produksi barang ekspor. Salah satu proksi diversifikasi ekspor vertikal
menurut Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) adalah percentage of manufactured
exports.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai perkembangan maupun dampak diversifikasi ekspor
terhadap pertumbuhan ekonomi sudah dilakukan di tingkat nasional dan banyak
dilakukan pada skala internasional. Pada skala internasional, Hesse (2008)
melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh diversifikasi ekspor terhadap
pertumbuhan ekonomi. Penelitian tersebut menggunakan model panel dinamis
sebagai alat analisisnya dengan jumlah data deret waktu sebanyak 35 tahun,
namun data deret waktu tersebut dibagi ke dalam enam struktur data sehingga
menghasilkan enam estimasi panel dinamis yang lebih spesifik, sedangkan data
penampang lintangnya berjumlah 96 negara. Dari hasil penelitian tersebut,
variabel-variabel independen yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi meliputi yaitu rata-rata lama menempuh pendidikan formal penduduk,
jumlah investasi yang masuk dan keterbukaan perdagangan suatu negara.
Sedangkan variabel independen yang berpengaruh negatif meliputi yaitu lag dari
pertumbuhan PDB per kapita, pertumbuhan populasi dan konsentrasi ekspor.

15
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa diversifikasi
ekspor akan menyebabkan turunnya konsentrasi ekspor yang selanjutnya dapat
menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Berbeda dengan Hesse (2008), Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006)
menggunakan metode analisis dan proksi variabel yang berbeda melalui
penelitiannya dengan topik yang sama yaitu tentang dampak diversifikasi ekspor
terhadap pertumbuhan ekonomi, namun fokus observasi penelitian tersebut pada
satu negara yaitu Chile. Data yang digunakan adalah data tahunan. Penelitian ini
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai landasan teori dalam
pembuatan modelnya, sedangkan Hesse (2008) menggunakan model pertumbuhan
endogen sebagai landasan teorinya. Model deret waktu yang digunakan dalam
penelitian Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) tersebut adalah model VAR
dengan variabel meliputi yaitu total produksi, akumulasi kapital, jumlah tenaga
kerja, jumlah sektor ekspor dan rasio ekspor manufaktur terhadap total ekspor.
Temuan yang menarik dalam penelitian Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) ini
adalah dengan bertambahnya jumlah sektor ekspor lebih berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Chile daripada dengan meningkatkan rasio ekspor
produk manufaktur terhadap total ekspor. Selain itu, adanya error correction
model (ECM) dalam penelitian tersebut mampu mengoreksi hubungan jangka
pendek yang fluktuatif menuju keseimbangan jangka panjang antara diversifikasi
ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan lain yang penting dari penelitian
Herzer dan Nowak-Lehnmann (2006) tersebut adalah melakukan diversifikasi
ekspor dengan berbasis pada pemanfaatan natural resources memainkan peran
penting dalam proses pertumbuhan negara berkembang, utamanya pada
pemanfaatan hasil pertanian dan pertambangan.
Selanjutnya, pada penelitian terbaru terkait diversifikasi ekspor oleh Aditya
dan Acharyya (2013) dari Jadavpur University, India. Landasan teori yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah teori pertumbuhan Harrod-Domar dan
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hesse (2008). Peneliti tersebut
menggunakan sampel sejumlah 65 negara dengan periode 40 tahun (1965-2005)
yang ditelaah melalui pendekatan model panel dinamis. Variabel-variabel yang
digunakan meliputi yaitu produk domestik bruto (PDB) riil, nilai ekspor barang
dan jasa, nilai investasi, indeks konsentrasi komoditas dan tingkat teknologi
ekspor. Variabel yang menjadi variabel dependen adalah variabel PDB riil,
berbeda dengan Hesse (2008) yang menjadikan pertumbuhan PDB