Linearitas Akurasi dan presisi

7 dalam pembawa serta mengurangi jumlah pelarut yang digunakan dibandingkan dengan metode penguapan pelarut. Verifikasi Metode Analisis Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode analisis kurkumin dengan spektrofotometri UV-Visibel yang divalidasi oleh Sharma et al. 2012.

1. Linearitas

Pengukuran linearitas dilihat dengan koefisien korelasi r. Pengukuran dilakukan dengan membuat 14 seri konsentrasi baku kurkumin dengan konsentrasi 0,01 µgmL; 0,02 µgmL; 0,04 µgmL; 0,09 µgmL; 0,17 µgmL; 0,22 µgmL; 0,43 µgmL; 0,53 µgmL; 1,07 µgmL; 2,15 µgmL; 3,23 µgmL; 4,31 µgmL; 5,38 µgmL; 6,46 µgmL. Hasil uji linearitas yang didapat r untuk kurkumin pada medium disolusi sebesar 0,998, hal tersebut telah memenuhi persyaratan AOAC 2002 tentang linearitas yang baik yaitu 0,99. Gambar 1. Kurva korelasi konsentrasi dengan absorbansi n=3 y = 0.1307x + 0.0015 R² = 0.9963 r = 0,998 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2 4 6 8 A bso rba nsi Konsentrasi µgmL Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi 8

2. Akurasi dan presisi

Pengukuran akurasi dapat dilihat dari kedekatan konsentrasi terukur dengan konsentrasi sebenarnya, sedangkan pengukuran presisi dapat dilihat dari nilai coefficient of variation CV. Kedekatan konsentrasi dihitung dengan cara menghitung banyaknya analit yang didapatkan kembali setelah 9 kali pengukuran pada 3 tingkat konsentrasi yang berbeda, sedangkan presisi diukur dari analisis 9 kali pengukuran kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi yang digunakan untuk mengukur akurasi dan presisi yaitu 0,54; 3,23 dan 5,38 µgmL. Tabel I. Hasil Perhitungan Parameter Akurasi dan Presisi Keterangan Konsentrasi teoritis µgmL Konsentrasi perhitungan µgmL Perolehan kembali CV Rendah Rep I 0,54 0,53 98,84 0,83 Rep II 0,54 0,54 100,26 Rep III 0,54 0,53 98,84 Sedang Rep I 3,23 3,29 102,01 1,83 Rep II 3,23 3,35 103,67 Rep III 3,23 3,42 105,80 Tinggi Rep I 5,38 5,58 103,71 2,42 Rep II 5,38 5,82 108,11 Rep III 5,38 5,83 108,26 Berdasar hasil perhitungan yang terdapat pada Tabel I, dapat dilihat nilai perolehan kembali berada pada rentang 98,84-108,26. Hasil tersebut masih memenuhi persyaratan yang diberikan oleh AOAC 2016 tentang perolehan kembali untuk sampel dengan konsentrasi 1 µgmL, yaitu 80- 110. Nilai CV yang didapat menunjukkan hasil sebesar 0,83-2,42. Hasil tersebut masih memenuhi persyaratan dari AOAC 2016 tentang nilai CV yaitu sebesar 11 untuk konsentrasi 1 µgmL. Setelah didapatkan nilai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 linearitas, akurasi dan presisi, dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan valid dan dapat dipakai untuk penelitian ini. Uji Drug Load Campuran Fisik dan Dispersi Padat Pengujian drug load dilakukan untuk mengetahui kadar kurkuminoid sebenarnya pada rasio yang digunakan serta mengetahui kehilangan obat pada proses pembuatan sistem. Hasil dari uji drug load dapat dilihat pada Tabel II. Tabel II. Hasil Uji Drug Load Campuran Fisik CF dan Dispersi Padat DP Sampel n=3 CF 1:2 CF 1:4 CF 1:9 DP 1:2 DP 1:4 DP 1:9 112,79 104,97 94,46 105,51 84,72 66,26 106,47 93,87 91,77 103,09 105,17 68,71 101,87 97,24 100,58 107,22 91,81 66,26 x̄ ± SD 107,01 ± 5,49 98,69 ± 5,69 95,60 ± 4,52 105,27 ± 2,08 93,90 ± 10,38 67,08 ± 1,41 CV 5,13 5,76 4,73 1,97 11,06 2,11 Tabel II menunjukkan nilai persen perolehan kembali recovery dari uji drug load. Nilai recovery yang diharapkan yaitu sebesar 100. Pada tabel terdapat ketidaksesuaian nilai drug load dengan drug load sebenarnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh terjadinya kehilangan saat proses pembuatan sediaan. Selain itu dapat dilihat bahwa rasio 1:9 lebih kecil dibandingkan dengan drug load lainnya. Hal tersebut dapat dikarenakan terjadinya ketidakstabilan pada kurkumin karena pengaruh hidrolisis yang terjadi karena sediaan masih mengandung molekul air. Semakin tinggi PEG yang digunakan maka semakin mudah sediaan menyerap molekul air di sekitarnya karena PEG bersifat higroskopis. Uji Kelarutan Campuran Fisik dan Dispersi Padat Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan antara kelarutan campuran fisik dengan dispersi padat pada dapar fosfat pH 6,0 tanpa ada 10 penambahan sodium lauryl sulphate SLS 0,5. Hasil dari uji kelarutan dapat dilihat pada Tabel III. Tabel III. Hasil Uji Kelarutan Campuran Fisik CF dan Dispersi Padat DP Sampel n=3 DP 1:2 CF 1:2 DP 1:4 CF 1:4 DP 1:9 CF 1:9 0,75 0,38 0,86 0,07 1,44 0,44 0,71 0,30 0,88 0,07 1,34 0,39 0,65 0,30 0,88 0,04 1,34 0,40 x̄ ± SD 0,70 ± 0,05 0,33 ± 0,04 0,87 ± 0,01 0,06 ± 0,02 1,37 ± 0,06 0,41 ± 0,03 CV 6,56 13,48 1,34 26,57 6,74 4,35 Peningkatan 2,1 kali 14,5 kali 3,3 kali Keterangan: SD = standar deviasi, CF = campuran fisik, DP = dispersi padat Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan kelarutan antara dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik. Peningkatan yang terjadi masing- masing sebesar 2,1 kali, 14,5 kali dan 3,3 kali untuk rasio 1:2, 1;4 dan 1:9. Perbandingan hasil kelarutan antara dispersi padat dan campuran fisik dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Perbandingan Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik Peningkatan kelarutan paling besar terjadi pada rasio 1:4. Setelah diuji statistik dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kelarutan yang signifikan pada 0.70 0.87 1.37 0.33 0.06 0.41 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1:2 1:4 1:9 Ko n sen tr asi µ g m L Perbandingan Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik Dispersi Padat Campuran Fisik 11 dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik p0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan dari kurkumin. Uji statistik juga dilakukan pada hasil uji kelarutan antar rasio dispersi padat. Hasil dari uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil uji kelarutan tiap rasio dispersi padat p0,05. Selain itu dilakukan uji statistik pada peningkatan tiap rasio. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan bahwa peningkatan tiap rasio berbeda secara signifikan dengan nilai p sebesar 0,02 p0,05. Uji Disolusi Campuran Fisik dan Dispersi Padat Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui pelepasan kurkumin pada medium disolusi secara in vitro. Metode uji disolusi yang digunakan adalah USP tipe IImetode dayung paddle. Medium disolusi yang digunakan adalah dapar fosfat pH 6,0 dan SLS 0,5. Menggunakan dapar fosfat pH 6,0 karena kurkumin paling stabil pada pH 6,0 Wang et al., 1997. Pada penelitian ini medium disolusi menggunakan surfaktan yaitu sodium lauryl sulphate SLS. Penggunaan surfaktan didasarkan oleh British Pharmacopeia 2011 untuk obat golongan BCS class II. Penggunaan surfaktan dalam medium disolusi akan lebih mencerminkan kondisi saluran pencernaan dibandingkan penggunaan pelarut organik. Penggunaan SLS dengan konsentrasi 0,5 didasarkan pada penelitan Rahman et al 2009 karena konsentrasi tersebut sudah melebihi nilai Critical Micelle Concentration CMC SLS sebesar 0,03. Rahman juga mencoba menggunakan beberapa konsentrasi SLS pada disolusi kurkumin, yaitu dari konsentrasi 0,1-3 dan didapatkan bahwa konsentrasi 0,5 merupakan konsentrasi yang efektif digunakan pada disolusi kurkumin. Volume medium yang digunakan sebanyak 500 mL dan suhu yang digunakan 37±0,5 o C. Laju disolusi dapat dinyatakan dengan persamaan Noyes- Whitney. Persamaan Noyes-Whitney dinyatakan sebagai berikut: 12 Persamaan Noyes-Whitney menunjukkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan laju disolusi obat dengan kelarutan yang rendah, dimana dMdt adalah laju disolusi. Pada persamaan tersebut, S menunjukkan luas permukaan zat padat, kemudian h yang menunjukkan tebal lapisan difusi, Cs adalah konsentrasi senyawa pada larutan dengan kondisi jenuh pada suhu uji sedangkan C merupakan konsentrasi zat terlarut dalam bulk solution pada waktu t Sinko, 2006. Pada penelitian ini pembuatan dispersi padat berperan pada peningkatan pembasahan zat aktif sehingga konsentrasi jenuh akan meningkat. Jika konsentrasi jenuh meningkat maka laju disolusi akan meningkat. Selain itu, pembuatan dispersi padat juga dapat mengecilkan ukuran partikel sehingga laju disolusi juga akan meningkat. Hasil uji disolusi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Kurva Rata-Rata Persen Terdisolusi vs Waktu menit A. Rasio 1:2; B. Rasio 1:4; C. Rasio 1:9; dan D. Nilai Dissolution efficiency Menit ke-120 Keterangan : Uji statistik tidak berbeda secara signifikan p0,05 Pelepasan obat terjadi ketika kapsul mulai pecah pada menit ke-4 hingga menit ke-120. Waktu yang digunakan sesuai dengan penelitian Tran et al 2015 yaitu dari menit ke-0 hingga 120 menit. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 Kurva pada gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan disolusi pada ketiga rasio dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik. Profil disolusi antara 1:4 dan 1:9 memiliki kemiripan yaitu pada menit ke-10 obat telah terlepas ± 87. Berdasarkan hasil tersebut pelepasan obat terjadi secara fast release. Berdasarkan kurva pada gambar 3 juga dapat diihat bahwa terjadi penurunan pada dispersi padat 1:9. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tercapainya titik jenuh pada sediaan sehingga tidak dapat terdisolusi lebih tinggi lagi. Selain itu, sudah tidak ada lagi sampel yang tersisa dalam chamber disolusi sehingga disolusi tidak dapat meningkat lebih tinggi lagi. Pada penelitian Singh et al. 2013 hasil dari uji disolusi dispersi padat kurkumin dan PEG 6000 menggunakan metode hot melt dengan rasio 1:6 menunjukkan obat telah terlepas sebanyak 98,78 pada menit ke-10 namun mengalami penurunan drastis hingga mencapai 10 pada menit ke-90. Hal tersebut menunjukkan tercapainya kondisi jenuh dalam medium disolusi. Rasio 1:6 merupakan rasio yang paling baik pada penelitian tersebut. Pada penelitian ini rasio 1:4 da 1:9 menunjukkan kondisi yang sama yaitu tercapainya kondisi jenuh. Namun yang membedakan adalah pada rasio 1:9 persen terdisolusi mulai turun pada menit ke-120. Mekanisme peningkatan laju disolusi dipengaruhi oleh konsentrasi dalam kondisi jenuh. Jika konsentrasi jenuh meningkat maka laju disolusi semakin tinggi. Pada peneitian Madhavi et al. 2011 menunjukkan terjadi peningkatan disolusi kurkumin dari 16 menjadi 70 setelah dibuat dispersi padat dengan metode penguapan pelarut. Berdasarkan penelitian tersebut PEG 6000 terbukti dapat meningkatkan laju disolusi. Pada penelitian ini, yang membedakan adalah metode yang digunakan, yaitu metode pelelehan pelarutan. Profil yang didapatkan berbeda dikarenakan metode yang digunakan berbeda. Pada metode pelelehan-pelarutan didapatkan nilai persen terdisolusi yang lebih besar dibandingkan metode yang digunakan oleh penelitian lain tersebut karena obat dilarutkan pada pelarut yang sesuai lebih dulu. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai Dissolution Efficiency DE pada menit ke-120. Dissolution efficiency adalah perbandingan antara luas di bawah kurva profil disolusi dengan luas segiempat seratus persen zat aktif larut dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 medium pada waktu tertentu Fudholi, 2013. Nilai DE 120 kemudian diuji statistik untuk mengetahui signifikansi. Pada penelitian didapatkan nilai DE 120 untuk dispersi padat masing-masing 60,40; 89,02 dan 92,23 untuk rasio 1:2, 1:4 dan 1:9. Peningkatan dissolution efficiency antara dispersi padat dengan campuran fisik masing-masing 1,4 kali, 1,6 kali dan 1,6 kali untuk rasio 1:2, 1:4 dan 1:9. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan bahwa antara dispersi padat dan campuran fisik terdapat perbedaan yang signifikan p0,05. Perbandingan nilai DE 120 dispersi padat dan campuran fisik dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai dissolution efficiency paling besar terjadi pada rasio 1:9. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada rasio 1:9 memiliki jumlah pembawa paling banyak, sehingga pembasahan partikel akan lebih baik. Nilai dissolution efficiency rasio 1:4 dan 1:9 memiliki kemiripan sehingga perlu dilakukan uji statistik untuk melihat perbedaan antara kedua rasio tersebut. Setelah dilakukan uji analisis didapatkan bahwa nilai dissolution efficiency dispersi padat rasio 1:4 dan 1:9 tidak berbeda secara signifikan p0,05. Pada rasio 1:4 ekstrak yang digunakan lebih banyak dibandingkan rasio 1:9. Oleh karena itu rasio 1:4 dipilih sebagai rasio yang dapat dikembangkan lagi karena rasio 1:4 memiliki nilai drug load yang lebih besar dibandingkan dengan rasio dispersi padat 1:9. Untuk mengetahui pengaruh proporsi ekstrak terhadap disolusi kurkumin maka dilakukan uji statistik pada nilai DE antar formula dispersi padat. Nilai DE antar dispersi padat diuji dengan Uji Kruskal-Wallis dan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan P0,05. Dapat disimpulkan bahwa rasio ekstrak temulawak dan PEG 6000 berpengaruh secara signifikan terhadap disolusi kurkumin sehingga perbedaan rasio mempengaruhi hasil uji disolusi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai drug load yang didapatkan tidak sesuai dengan drug load yang sebenarnya dilihat dari nilai recovery yang belum 100. Hasil yang didapat pada uji kelarutan dapat disimpulkan bahwa pembuatan dispersi padat dengan pembawa PEG 6000 terbukti dapat meningkatkan kelarutan kurkumin dengan perbedaan kelarutan yang 15 signifikan dibandingkan dengan campuran fisik p0,05. Hasil dari uji disolusi dilihat dengan nilai dissolution efficiency. Hasil yang didapat menunjukkan pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan disolusi kurkumin secara signifikan dilihat dari perbandingan dissolution efficiency dispersi padat dan campuran fisik p0,05. Nilai dissolution efficiency tertinggi terdapat pada rasio dispersi padat 1:9 yaitu 92,23 ± 0,40. Pengaruh rasio ekstrak dan pembawa terbukti berpengaruh terhadap disolusi kurkumin secara signifikan p0,05. SARAN Pembuatan dispersi padat perlu memperhatikan kondisi kelembapan ruangan agar hasil dispersi padat yang didapat lebih cepat kering. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dari dispersi padat ekstrak dan pembawa. Beberapa karakteristik yang dapat diteliti lebih lanjut adalah distribusi molekul obat pada pembawa menggunakan Differential Scanning Calorimetry , pengukuran partikel menggunakan X-Rays Diffraction, serta interaksi obat dengan pembawa menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy. 16 DAFTAR PUSTAKA Afifi, S., 2015. Solid Dispersion Approach Improving Dissolution Rate of Stiripentol: A Novel Antiepileptic Drug. Iranian Journal of Pharmaceutical Research , 14 4, 1001 –1014. AOAC, 2002, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Method for Dietary Supplements and Botanicals. AOAC, 2016, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals. Bley, H., Fussnegger, B., and Bodmeier, R., 2010. Characterization and Stability of Solid Dispersions Based on PEGPolymer Blends. International Journal of Pharmaceutics , 390 2, 165 –173. British Pharmacopeia, 2011, British Pharmacopeia, The British Pharmacopeia Commission, London Devaraj, S., Ismail1, S., Ramanathan, S., Marimuthu, S., and Fei, Y.M., 2010. Evaluation of The Hepatoprotective Activity of Standardized Ethanolic Extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Journal of Medicinal Plants Research, 4 23, 2512 –2517. Ferreira, V.H., Nazli, A., Dizzell, S.E., Mueller, K., and Kaushic, C., 2015. The Anti-Inflammatory Activity of Curcumin Protects The Genital Mucosal Epithelial Barrier from Disruption and Blocks Replication of HIV-1 and HSV- 2. PLoS ONE, 10 4, 1 –18. Fudholi, A., 2013, Disolusi Pelepasan in Vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 137- 143. Goel, A., Kunnumakkara, A.B., and Aggarwal, B.B., 2008. Curcumin as ‘Curecumin’: From Kitchen to Clinic. Biochemical Pharmacology, 75 4, 787 –809. Kharwade, M., Mahitha, K., Subrahmanyam, C.V.S., and Babu, P.R.S., 2012. Cosolvency – An Approach for the Solubility Enhancement of Lornoxicam, 5 8, 4204 –4206. Leuner, C. and Dressman, J., 2000. Improving Drug Solubility For Oral Delivery Using Solid Dispersions. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics . Mogal, S.A., Gurjar, P.N., Yamgar, D.S., and Kamod, A.C., 2012. Solid Dispersion Technique for Improving Solubility of Some Poorly Soluble Drugs. Der Pharmacia Lettre , 4 5, 1574 –1586. Mohammed, N. a and Habil, N.Y., 2015. Evaluation of Antimicrobial Activity of Curcumin Against Two Oral Bacteria. Science Publishing Group, 3 17, 18 – 21. 17 Patil, M.P. and Gaikwad, N.J., 2011. Characterization of Gliclazide-Polyethylene Glycol Solid Dispersion and Its Effect on Dissolution. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences , 47 1, 161 –166. Prasanthi, N.L., Rao, N.R., and Manikiran, S.S., 2010, Studies on Dissolution Enhancement of Poorly Water Soluble Drug Using Water Soluble Carriers, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research , 32, 95-97 Rahman, S., Telny, T., Ravi, T., and Kuppusamy, S., 2009, Role of Surfactant and pH in Dissolution of Curcumin, Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 712, 139. Rosidi, A., Khomsan, A., Setiawan, B., Riyadi, H., and Briawan, D., 2016. Antioxidant Potential of Temulawak Curcuma xanthorrhiza roxb. Pakistan Journal of Nutrition , 15 6, 556 –560. Serajuddin, A.T.M., 2007. Salt Formation to Improve Drug Solubility. Advanced Drug Delivery Reviews , 59 7, 603 –616. Sharma, K., Agrawal, S.S., and Gupta, M., 2012. Available online http:www.ijddr.in Covered in Official Product of Elsevier , The Netherlands Development and Validation of UV Spectrophotometric Method for The Estimation of Curcumin in Bulk Drug and Pharmaceutical Dosage Forms, 4 2, 375 –380. Singh, D.P., Jayanthi, C., Hanumanthachar, K.J., and Bharathi, G., 2013. Enhancement of Aqueous Solubility of Curcumin by Solid Dispersion Technology. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 25, 4109-4120 Sinko, P.J., 2006, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 423-445. Sumiwi, S.A. and Sidik, 2008. Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. botany, etnobotany, chemistry, pharmacology and there benefit, 27 –28. Tonnesen, H.H., Masson, M., and Loftsson, T., 2002, Studies of Curcumin and Curcuminoid. XXVII. Cyclodextrin Complexation: Solubility, Chemical and Photochemical Stability, International Journal of Pharmaceutics, 2441-2, 127-135 Tran, K.A., Tran, T., Vo, T.V., Tran, T.V., Tran, P.H., 2015, Investigation of Solid Dispersion Methods to Improve the Dissolution Rate of Curcumin, International Conference on Biomedical Engineering in Vietnam , 46, 293-297 Wang, Y., Yu, C., Gan, Z., and Xie, Z., 2015. Preparation and in Vitro Dissolution of Curcumin Tablets, Ic3me, 516 –522. Wang, Y.J., Pan, M.H., Cheng, A.L., Lin, L.I., Ho, Y.S., Hsieh, C.Y., and Lin, J.K., 1997. Stability of Curcumin in Buffer Solutions and Characterization of Its Degradation Products. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 18 15 12, 1867 –1876. Yao, E.C. and Xue, L., 2014. Therapeutic Effects of Curcumin on Alzheimer ’ s Disease, December, 145 –159. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 LAMPIRAN Lampiran 1. Certificate of Analysis COA ekstrak temulawak dari PT. Phytochemindo Reksa 20 Lampiran 2.Penentuan panjang gelombang maksimum 1. Hasil overlay spectrum scanning panjang gelombang maksimum 21

2. Scanning panjang gelombang maksimum pada konsentrasi rendah