Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasaan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta (survei Pada Pegawai Disnakersostrans Kab. Purwakarta)

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan kemampuan memanfaatkan dan mendayagunakan potensi, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan tantangan perkembangan bak regional, nasional maupun global.

Sumber daya manusia adalah salah satu faktor terpenting dalam penyatuan, faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan dalam usaha untuk mencapai tujuannya, karena sumber daya manusia suatu perusahaan dapat mengendalikan dan menggerakan faktor-faktor produksi lainnya serta aktivitas-aktivitas yang dimiliki perusahaan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan.

Berbicara soal organisasi, maka ada pihak yang memerintah yang disebut pimpinan/pemimpin dan ada pihak yang diperintah/bawahan. Dengan demikian guna meningkatkan kepuasan kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang pemimpin dalam menggerakan bawahannya untuk berkerjasama dalam melaksanakan tugasnya secara efektif dan efesien. Suatu organisasi akan berhasil atau gagal, salah satunya tergantung pada gaya kepemimpinan dari para atasannya, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan suatu pekerjaan dari semua jabatan yang ada dibawah tanggung jawabnya.


(2)

Dalam suatu organisasi atau perusahaan seorang pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda dan tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan dari masing-masing gaya kepemimpinan.

Dengan adanya kelemahan dan kekuatan dari gaya kepemimpinan, maka dalam hal ini penulis mengkhususkan pada gaya kepemimpinan situasional dimana kualitas gaya kepemimpinan ini mempunyai dampak terhadap baik buruknya kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan ini pada gilirannya merupakan sarana untuk mengarahkan segenap kekuatan dibawahnya sehingga secara bersama-sama mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.

Karena pada kenyataanya para pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membentuk kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan perusahaan dan kebutuhan karyawan.

Mengingat pentingnya gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin, maka seorang pemimpin yang baik harus dapat memberikan sumbangan yang positif bagi organisasi dalam hal ini meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Berdasarkan survei awal yang penulis lakukan melalui wawancara kepada pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi dimana pegawai dituntut untuk melakukan tugasnya dengan baik, tetapi pada pelaksanaannya dilapangan para atasan tidak memberikan dukungan-dukungan secara positif.


(3)

Namun dari wawancara dengan pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi diduga belum optimalnya pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional yang dilakukan pimpinan yang berdampak pada ketidakpuasan kerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya, contoh : terlalu kakunya pimpinan dalam mengimplementasikan dan menafsirkan aturan tentang angka kredit sehingga pegawai kesulitan memperoleh kesempatan untuk mengumpulkan angka kredit tersebut yang berakibat pada terlambatnya naik pangkat pegawai fungsional. Tentunya hal ini perlu digaris bawahi sebagai bukti menurunya kepuasan kerja dikarenakan ketidaksesuaian dengan pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional dimana karyawan sudah tidak optimis lagi dalam mendapatkan angka kredit sebagai syarat kenaikan pangkat.

Contoh lain yaitu adakalanya seorang pegawai yang kurang berprestasi mendapatkan promosi jabatan karena dekat dengan atasan. Hal ini dikhawatirkan bagi beberapa pegawai yang merasa tidak puas dengan apa yang terjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk menganalisis masalah dengan judul : “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta”.


(4)

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Gaya kepemimpinan situasional yang tidak berjalan secara tepat dengan ketentuan yang sudah ditetapkan yang salah satunya dikarenakan kedekatan antara seorang pegawai dengan atasan yang kemudian dijadikan acuan dalam kenaikan pangkat serta promosi jabatan. Hal ini dapat mengakibatkan rasa tidak puas terhadap apa yang telah karyawan kerjakan.

1.2.2 Rumusan Masalah

Dalam menganalisa pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja karyawan, sering di jumpai banyak kendala dalam penelitian ini, sehingga peneliti membatasi pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gaya kepemimpinan situasional dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

2. Bagaimana kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi

3. Sejauhmana pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, mengolah informasi dan menganalisis data yang diperlukan sehingga dapat diperlukan mengambil kesimpulan terhadap masalah yang diteliti dalam hal ini


(5)

yaitu mengetahui Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

2. Untuk mengetahui Kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan karja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

1.4 Kegunaan Penelitiaan 1.4.1. Kegunaan Praktis

1. Pengembangan Ilmu Manajemen

Dari hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat dijadikan sebagai pembanding antara ilmu-ilmu manajemen (secara teori) dengan keadaan yang terjadi dilapangan (praktek) sehingga dengan adanya pembanding tersebut akan dapat lebih memajukan ilmu manajemen yang sudah ada untuk diterapkan pada dunia usaha secara nyata serta dapat menguntungkan pihak lain.


(6)

2. Bagi Penulis

Diharapkan dapat menambah wawasan pemikiran dan pengalaman dalam melakukan penelitian, sehingga penulis dapat melakukan penelitian-penelitian berkelanjutan.

1.4.2. Kegunaan Akademis

1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, terutama mengenai analisis pelatihan kerja pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan Membandingkan antara ilmu pengetahuan dan teori-teori sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang telah dipelajari dengan kenyataan empiris yang terjadi dalam dunia usaha.

2. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini mudah-mudahan dapat menjadi tambahan informasi serta gambaran bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan kajian yang sama mengenai dengan analisis pelatihan kerja pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. 3. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya mengenai analisis pelatihan kerja pengaruhnya terhadap produktivitas kerja


(7)

karyawan serta sebagai bahan pembanding antara teori yang didapat dalam bangku kuliah dengan pelaksanaan dilapangan.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penyusunan usulan penelitian untuk skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi, Jalan Veteran No. 03 Ciseureuh, Purwakarta.

Waktu penelitian yang penulis laksanakan yaitu kisaran bulan Agustus sampai bulan November 2010.


(8)

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Gaya Kepemimpinan Situasional

2.1.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Situasional

Perkataan pemimpin/leader mempunyai macam-macam pengertian. Definisi mengenai pemimpin banyak sekali yaitu sebanyak pribadi yang meminati masalah pemimpin tersebut. Oleh karena itu gaya kepemimpinan merupakan dampak interaktif dari faktor individu/pribadi dengan faktor situasi.

“Teori Kepemimpinan Situasional “ dari Harsey dan Blanchard (dikutip oleh Miftah Thoha,(1996:64) mengemukakan bahwa : gaya kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara :

1. kadar bimbingan dan arahan (prilaku tugas) yang diberikan oleh pemimpinan. 2. tingkat dukungan emosional (prilaku hubungan) yang disediakan pemimpin. 3. tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi

atau tujuan tertentu.

Sedangkan pendapat (Paul Hersey dan Kennth Blonchard, (1996:193) adalah :” Suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan prilakunya sendiri, berhubungan dengan tugas-tugas spesifik yang harus dilakukannya”.


(9)

Menurut Paul Hersey dan Blanchard (dikutip Miftah Thoha, (1996:64) gaya kepemimpinan situasional didasarkan pada saling berhubungan diantaranya hal-hal berikut ini:

a. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan b. Jumlah dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pemimpin

c. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu

Konsepsi ini telah dikembangkan untuk membantu orang untuk menjalankan gaya kepemimpinan dengan tanpa memperhatikan perannya yang lebih efektif didalam interaksinya dengan orang lain. Konseptual melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan para pengkutnya. Dengan demikian walaupun terdapat banyak variabel-variabel situasional yang penting lainnay misalnya : organisasi, tugas-tugas pekerjaan, pengawasan dan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam gaya kepamimpinan situasional ini hanyalah pada prilaku pemimpian dan bawahannya saja.

Prilaku pengikut atau bawahan ini amat penting atau mengetahui gaya kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu, ia menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dipunyai pemimpin.

Perilaku tugas adalah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota kelompok atau para pengukut,


(10)

menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, dan bagai mana tugas-tugas tersebut harus dicapai. Perilaku hubungan adalah perilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antara pribadi di antara dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan pada bawahan untuk menggunakan potensinya.

Berdasarkan teori gaya kepemimpinan situasional dari beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan situasional adalah pola prilaku yang diperlihatkan seorang pemimpin pada saat memimpin pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain baik sebagai individu maupun kelompok.

2.1.1.2 Gaya dasar Kepemimpinan Situasional

Dalam hubungannya dengan prilaku pemimpin ini, ada dua hal yang biasanya dilakukan terhadap bawahannya atau pengikutnya menurut Hersey dan Blanchard yang dikutip oleh Miftah Thoha,( 2003:65) yakni : prilaku mengarahkan atau prilaku mendukung.

a. Perilaku mengarahkan adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasai satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang saharusnya bias dikerjakan, dimana melakukan hal tersebut, bagaimana melakukannya dan melakukan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya.


(11)

b. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan.

Kedua norma prilaku tersebut ditempatkan pada dua poros yang terpisah dan berbeda seperti dibawah ini sehingga dengan demikian dapat diketahui 4 (empat) gaya dasar kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (dikutip oleh Miftah Thoha, (2003:65)

Empat gaya dasar kepemimpinan situasional terlihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Perilaku Mendukung

Sumber : Miftah Thoha, (2003:65)

Gambar 2.1

Empat Gaya Dasar Kepemimpinan Situasional

Tinggi Dukungan Dan Rendah Pengarahan

(Partisifasi) G3

Tinggi Pengarahan Dan Tinggi Dukungan

(Konsultasi) G2

Rendah Dukungan Dan Rendah Pengarahan

(Delegasi) G4

Tinggi Pengarahan Dan Rendah Dukungan

(Instruksi) G1 Tinggi

Perilaku Mengarahkan Rendah


(12)

Gaya 1 (G1), seorang pemimpin menunjukan perilaku yang banyak memberikan pengarahan dan sedikit dukungan. Pemimpin ini memberikan instruksi yang spesifik tentang peranan dan tujuan bagi pengikutnya, dan secara ketat mengawasi tugas mereka. Dalam hal ini pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu merekatentang apa, bagaimana, bilamana dan dimana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.

Gaya 2 (G2), pemimpin menunjukan perilaku yang banyak mengarahkan dan banyak memberikan dukungan. Dalam gaya ini dirujuk sebagai Konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikutu dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut serta ide-ide dan saran-saran mereka. Tetapi tetap pemimpin harus terus memberikan pengawasan dan pengarahan dalam penyelesaian tugas-tugas pengikutnya.

Gaya 3 (G3), perilaku pemimpin menekankan pada banyak memberikan dukungan dan sedikit pengarahan. Gaya ini dirujuk sebagai Partisifasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuat keputusan yang dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin dan pengikut saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah, komunikasi dua arah ditingkatkan, dan


(13)

pemimpin juga mmendukung usaha-usaha mereka dalam menyelesaikan tugas pengikutnya.

Gaya 4 (G4), perilaku pemimpin yang memberikan sedikit dukungan dan sedikit pengarahan. Gaya ini dirujuk sebagai Delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuat keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melakasanakan pengontrolan atas tugas-tugasnya, karena mereka memiliki kemampuan dan keyakina untuk mengemban tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.

Sesuai dengan uraian tersebut diatas, bahwa empat gaya dasar kepemimpinan merupakan hal yang penting bagi seorang pemimpin dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin itu sendiri dalam mempengaruhi bawahannya dalam hal ini perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung yang nantinya akan melibatkan hubungan kerja yang berorientasi akan tugas.

2.1.1.3 Teori-teori kepemimpinan

Beberapa teori kepemimpinan, yaitu : a. Teori Sifat Kepemimpinan

Teori ini sering disebut juga “great man”, lebih lanjut menyatakan bahwa seseorang itu dilahirkan membawa atau tidak ciri-ciri atau sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin, atau dengan kata lain, individu yang lahir


(14)

telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan dia dapat menjadi seorang pemimpin.

Keith Davis mengiktisarkan ada 4(empat) ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :

1. Kecerdasan (intelligence)

2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (social motuorty and breadth)

3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi 4. sikap-sikap hubunga manusiawi

Ciri-ciri yang dikemukakan Davis diatas hanyalah salah satu daftar diantara banyak kemungkinan sifat-sifat penting kepemimpinan organisasi.

b. Teori kelompok

Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pimpinan dan bawahannya. Kepemimpinan itu merupakan suatu proses pertukaran (exchange process) antara pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi tentang peranan yang diharapkan kedua belah pihak.

c. Teori Situasional (contingency)

Setelah baik pendekatan sifat maupun kelompok terbukti tidak memadai untuk mengungkapkan teori kepemimpinan menyeluruh, perhatian dialihkan pada aspek-aspek situasional kepemimpinan, Fred Fieder telah mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektifitas kepemimpinan, yang dikenal


(15)

sebagai Contingency model of leadership effectiveness. Model ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau menyenangkan.

Situasi-situasi tersebut digambarkan oleh Fiedler dalam tiga dimensi empiri, yaitu :

a. Hubungan pimpinan anggota b. Tingkat dalam stuktur tugas

c. Posisi kekuasaan pemimpin yang didapat melalui wewenang formal

Situasi-situasi itu menguntungkan bagi pemimpin bila ketiga dimensi diatas adalah berderajat tinggi, bila setuasi terjadi sebaliknya maka akan sangat tidak menguntungkan bagi pemimpin. Atas dasar penemuannya, Fiedler berkeyakinan bahwa situasi-situasi menguntungkan yang dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan akan menetukan efektivitas pelaksanaan kerja kelompok.

Penemuan Fiedler menunjukan bahwa dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan, tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan (task-directedatau “hard-nosed”) adalah secara efektif. Tetapi bila situasi yang sangat menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat (terletak pada range tengah), tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang toleran dan lunak (“lenient”) akan sangat efektif.


(16)

Gambar 2.2 akan meringkas dan menjelaskan hubungan antara kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan.

Sumber : (Sukanto Reksohadi Prodjo dan T.Hani Handoko, (1994) Gambar 2.2

Model Kepemimpinan Fieder

Sebagai contoh, mengapa tiap pemimpin yang orientasi tugas, sukses dalam situasi yang sangat menguntungkan Fiedler memberikan penjelasan bahwa dalam kondisi yang sangat menguntungkan dimana pemimpin mempunyai

O

Menguntungkan

Sangat

Menguntungkan + _

_ Tidak Menguntungkan Sangat tidak

Menguntungkan O

Hubungan manusiawi Orientasi tugas


(17)

kekuasaan, dukungan informal dan struktur tugas yang relative baik, kelompok siap untuk diarahkan dan mengharapkan pentunjuk apa yang harus dikerjakan.

d. Teori Path-Goal

Telah diakui secara luas bahwa teori kepemimpinan dikembangkan dan mempergunakan kerangka dasar teori motivasi. Ini merupakan pengembangan yang wajar, sebab kepemimpinan itu erat hubungannya dengan motivasi disatu pihak dan dengan kekuasaan dipihak lain. Teori Path-Goal ini menganalisa pengaruh (dampak) kepemimpinan (terutama prilaku pemimpin) terhadap motivasi bawahan kepuasan dan pelaksanaan kerja. Teori ini memasukan 4 (empat) tipe atau gaya pokok prilaku kepemimpinan yaitu :

a. Kepemimpinan Direktif (Directive Leadership)

Bawahan tahu jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus diberikan oleh pemimpin. Disini tidak ada partisipasi oleh bawahan (pemimpin yang otokratis). Hasil penemuan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan direktif mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan dan harapan bawahan melakukan pekerjaan mendua (ambiguous), dan mempunyai hubungan yang negatif dengan kepuasan dan harapan bawahan yang melakukan tugas-tugas yang jelas.

b. Kepemimpinan Suportif (Supportive Leadership)

Kepemimpinan yang selalu menjelaskan, sebagai teman, mudah didekati dan dan menunjukan diri sebagai orang yang sejati bagi bawahan. Gaya


(18)

kepemimpinan ini mempunyai pengaruh yang sangat positif pada kepuasan bawahan yang bekerja dengan tugas-tugas yang penuh tekanan, frustasi dan tidak memuaskan.

c. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)

Kepemimpinan mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut serta melaksanakannya dengan baik. Diperoleh penemuan bahwa untuk bawahan yang melaksanakannya tugas-tugas mendua dan tidak rutin, makin tinggi orientasi pemimpin akan berprestasi, makin banyak bawahan yang percaya bahwa usaha mareka akan menghasilkan pelaksanaan kerja yang efektif.

Gaya-gaya kepemimpinan ini dapat digunakan oleh pemimpin yang sama dalam berbagai situasi yang berbeda. Baik model Fiedler maupun teori Path-Goal memasukan tiga variabel penting dalam kepemimpinan, yaitu : pemimpin, kelompok dan situasi.

2.1.1.4 Gaya-gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing pemimpin mempunyai gaya yang ingin memancarkan kepemimpinannya.


(19)

Menurut Susilo Martoyo (1996:146) gaya kepemimpinan diantaranya : 1. Gaya Kepemimpinan Direktif Otokratif

Gaya kepemimpinan ini memberikan peluang yang sangat luas kepada pemimpin untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan bawahan untuk mengemukakan pendapat sangat terbata. Pemimpin merupakan pusat komando, pusat perintah terhadap bawahan.

2. Gaya Kepemimpinan Persuasif

Pemimpin melaksanakan otoritas dan kontrol terutama dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pemimpin memperhatikan masukan-masukan dari bawahan, bawahan mendapat kebebasan terbatas untuk mengemukakan pendapatnya, mereka diikut sertakan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini, putusan pimpinan merupakan keputusan bersama meskipun jumlah/persentase masukan dari bawahan masih terhitung mini.

3. Gaya Kepemimpinan Konsultatif

Pemimpin memberikan kempatan yang luas kepada bawahan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Cara yang ditempuh adalah menyajikan rancangan yang bersifat sementara. Rancangan tersebut ditawarkan kepada bawahan, yang masih terbuka kemungkinan adanya perubahan. Dengan cara ini pemimpin berkesempatan menguju gagasannya kepada bawahannya melalui proses konsultasi. Cara ini juga memberikan peluang yang luas bagi bawahan untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dalam membuat suatu keputusan manajemen.


(20)

4. Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Pemimpin memberikan kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahan untuk mengemukakan pendapatnya. Pemimpin dan bawahan bekerjasama secara penuh dalam team. Cara lain, pemimpin dan bawahan bekerja dalam team tetapi pemimpin tidak berperan langsung melainkan mendelegasikan kepada staff senior. Pendelegasian pembuatan keputusan menunjukan adanya kebebasan bertindak dalam batas tertentu, meskipun bawahan sangat dominant tapi tetap tanggung jawab berada pada pimpinan.

5. Gaya Kepemimpinan Musyawarah

Kepemimpinan berdasarkan tata nilai kebersamaan yang diwujudkan dalam bentuk kekeluargaan dan gotong royang, tindakan pemimpin ditandai oleh rasa tolong menolong, saling membantu dan berkerja sama berdasarkan kasih saying, serta tetap berpegang pada efisiensi dan efektif. Tindakan yang dilakukan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan mengikuti prosedur penentuan masalah, pengumpulan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan.

2.1.2 Kepuasan kerja

2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi.


(21)

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evakuasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

Adapun pengertian kepuasan kerja menurut H.Malayu S.P Hasibuan edisi refisi (2002;203) adalah :

“Sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasai dalam dan luar pekerjaan.”

Kepuasan kerja menurut Sondang P.Siagian (2001;295) adalah : “Suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif tentang pekerjaannya”.

Kepuasan kerja menurut T. Hani Handoko (2000:199) adalah : “Keadaan emosional yang menyenangkan dengan cara bagaimana para karyawan memandang pekerjaan mereka.”

Seperti yang dinyatakan oleh Luthan (2002:230) bahwa kepuasan kerja adalah emosi yang menyenangkan atau positif yang merupakan hasil dari prestasi kerja atau pengalaman.


(22)

Menurut Mathis dan Jackson (2001:98), kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevakuasi pengalaman kerja seseorang

Perasaan ketidakpuasan kerja karyawan muncul pada saat harapan-harapan mereka tidak terpenuhi secara formal, kepuasan kerja adalah tingkat perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Wood, Wallace, dan Zeffane (2001:113), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut: “job statisfactionis the degree to which individuals feel positively about there jobs. As a concept, job statisfaction also indicated the degree to which expectation in someone’s psychological contract are fulfilled” Artinya, kepuasan kerja adalah tingkat perasaan positif yang dimiliki idividu terhadap pekerjaan mereka. Artinya, kepuasan kerja juga menunjukan terpenuhinya harapan-harapan individu secara psikologis.

Berdasarkan definisi kepuasan kerja dari beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi/perasaan karyawan baik yang menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan yang ditandai dengan upah atau imbalan, keadaan pekerjaan, kesempatan promosi, penyelia dan rekan kerja.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Anwar Perabu (2006:478) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara prktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :


(23)

1. Faktor Intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa oleh setiap diri karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya.

2. Faktor Ekstrinsik, yaitu yang menyangkut hal-hal yang berasal dari luar karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, system penggajian dan sebagainya.

Kepuasan kerja seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya gaji, tetapi terkait dengan pekerjaan itu sendiri, dengan faktor lain seperti hubungan dengan atasan,rekan sekerja, lingkungan kerja, dan aturan-aturan. Berdasarkan para ahli mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang berkaitan dengan beberapa aspek menurut Marihot (2006:291), yaitu :

1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima sesorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan.

3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.

4. Atasan, yaitu sesorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-caraatasan dapat tidak menyenangkan bagi sesorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik


(24)

jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

6. Lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik dan psikologis.

Untuk menungkatkan kepuasan kerja, perusahaan harys merespons kebutuhan peegawai, dan hal ini sekali lagi secara tidak langsung telah dilakukan pada berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, tindakan lain masih perlu dilakukan dengan cara yang disebut peningkatan kualitas kehidupan kerja.

2.1.2.3 Teori Kepuasan Kerja

Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori yang dikemukakan oleh Edward Lawyer yang dikenal dengan Equty Model Theory atau teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan dengan pembayaran perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang dipresepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatan karyawan, yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan ;

b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak mau pindah ke empat lain


(25)

Menurut Anwar Perabu (2006:475) Tentang teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal adalah :

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat Discrepancy, tetapi merupakan Discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2. Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas., tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukun pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya.

Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti : upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualitas diri .sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang diperusahaan yang sama, atau di tempat lain atau bias pula dengan dirinya dimasa lalu. Menurut teori ini,setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio


(26)

input hasil orang lain/ bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.

3. Teori dua faktor (Two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidak puasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu.

Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah factor-faktor atau situasi yand g dibutuhkan sbagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.

Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun tidak terpuaskan.


(27)

2.1.2.4 Keputusan Penting Menyangkut Kepuasan Kerja

Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau Relative Deprivation Theory, ada 6 (enam) keputusan penting menyangkut kepuasan dengan pembayaran menurut Anwar Perabu (2006:478) adalah :

a. Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan b. Perbedaan antara pengeluaran dengan permintaan

c. Ekspektasi untuk menerima pembayaran lebih d. Ekspektasi yang rendah terhadap masa depan

e. Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan

f. Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang buruk.

2.1.3 Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kepuasan Kerja Pada masa era reformasi sekarang ini mencari seorang pemimpin yang tepat memang tidak gampang, hal tersebut disebabkan terlalu banyaknya suplay tenaga professional yang tersedia tetapi cenderung kurang siap untuk menjadi pemimpin yang matang. Walaupun punya pendidikan yang sangat tinggi sayangnya tidak didukung oleh pengalaman yang cukup, atau banyak pengalaman namn kurang didukung oleh pendidikan dan wawasan yang luas. Ketimpangan-ketimpangan tersebut bagi seorang pemimpin perusahaan/organisasi memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap keharmonisan dan kinerja dari perusahaan/organisasi.

Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja


(28)

seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi.

Dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang baik kepada bawahan maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat, karena karyawan akan merasa diperhatikan oleh atasnnya. Jadi ada hubungan yang baik/seimbang antara atasan dan bawahan yaitu, pemimpin memperoleh hasil yang memuaskan dari karyawan dan karyawan terpenuhinya kepuasan kerja yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat dari Lucky (2000;19)mengemukakan bahwa “Menurut teori gaya kepemimpinan situasional efektivitas seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya sangat ditentukan hubungan pemimpin-bawahan, struktur tugas dan kekuatan posisi pemimpin. Efektivitas ketiga aspek kepemimpinan situasional ini akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.”

2.2 Kerangka Pemikiran

Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektivitas manajer apabila kepemimpinan telah efektif maka diharapkan karyawan pun dapat berkerja secara efektif pula. Karena kita ketahui bahwa keberadaan pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.

Dalam menjalankan kepemimpinan seorang pemimpin tentu memiliki cara-cara tersendiri agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, hal ini bisa disebut gaya kepemimpinan.


(29)

Oleh kerena itu pemimpin dibebani tanggung jawab untuk mengarahkan setiap tindakan yang dapat memungkinkan setiap individu mau memberikan kontribusinya sebaik mungkin demi tujuan organisasi. Agar bawahan mau menyumbangkan tenaga dan ide-ide bagi tujuan organisasi, maka pimpinan harus berusaha melaksanakan fungsi kepemimpinan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan timbulnya kepuasan kerja karyawan.

Ada pun pengertian gaya kepemimpinan situasional menurut Paul Hersey dan Kennth Blonchard (1996:193) adalah :” Suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri,

berhubungan dengan tugas-tugas spesifik yang harus dilakukannya.”

Indikator gaya kepemimpinan situasional menurut Paul Hersey dan Kennth Blonchard (1997;161) :

1. perilaku tugas

adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk mengorganisasikan dan menentukan peran-peran para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang dilaksanakan, kapan, dimana dan bagaimana tugas-tugas dapat selesai.

2. perilaku hubungan

adalah berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dan individu atau para anggota kelompoknya.

Bila gaya kepemimpinan dilakukan dengan baik diharapkan kepuasan kerja karyawan pun meningkat.


(30)

Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi prilaku kerja seperti malas, rajin dan produktif atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis prilaku yang sangat penting dalam organisasi.

Ada pun pengertian kepuasan kerja menurut (Marihot tua Efendi (2005:291) adalah : “Sikap atau rasa seseorang puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja”.

Adapun idikator-indikator kepuasan kerja menurut (Marihot tua Efendi (2005:291) meliputi antara lain :

1. Gaji

adalah jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

2. Pekerjaan itu sendiri

adalah isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan.

3. Rekan sekerja

adalah teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.


(31)

5. Promosi

adalah kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. 6. Lingkungan kerja

adalah lingkungan fisik dan psikologis.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional atau perasaan karyawan baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan yang ditandai dengan gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja.

Dalam penegakan kepuasan, seorang pemimpin tidaklah cukup dengan menentukan dan mengeluarkan peraturan kerja yang harus dilaksanakan oleh pegawai, karena pegawai adalah manusia yang memiliki sifat salah dan benar dalam artian pegawai cenderung melakukan suatu kesalahan.

Untuk memperkuat mengenai gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja Lucky (2000;19)mengemukakan bahwa :

“Menurut teori gaya kepemimpinan situasional efektivitas seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya sangat ditentukan hubungan pemimpin-bawahan, struktur tugas dan kekuatan posisi pemimpin. Efektivitas ketiga aspek kepemimpinan situasional ini akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.”

Berikut ini adalah tabel hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja pegawai yang dapat dijadikan perbandingan dengan usulan penelitian penulis.


(32)

Tabel 2.1

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

NO PENELITI TAHUN

PENELITIAN JUDUL KESIMPULAN PERBEDAAN PERSAMAAN

1. Sita Surya Ningrum 2006 Pengaruh Gaya Kepemim pinan Situasiona l Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Klinik Umum Dan Rumah Bersalin Al-Khoiriyah Sidoarjo Terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kepuasan kerja pegawai dimana nilai t hitung sebesar 0.714 dan nilai t tabel adalah sebesar 2.056, hal ini menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. 1. Teknik analisis yang digunakan 2. Tempat penelitian berbeda 3. Jumlah Populasi dan Sampel 1. Sama-sama menggunaka n kuesioner dalam pengumpula n datanya. 2. Gaya Kepemimpin an Situasional sebagai variabel X dan Kepuasan Kerja Karyawan sebagai variabel Y 2 Akhmad Mahfud 2010 Pengaruh Gaya Kepemim pinan Situasiona l Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Kusuma Satria Dinasasri Terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan situasional dengan kepuasan kerja karyawan dengan nilai thitung X1 sebesar 3,228 dan X2 sebesar 5,134 lebih 1. Teknik analisis yang digunakan 2. Tempat Penelitian 1. Teori Penghubung yang digunakan. 2. Menggunak an koefisien determinasi untuk mengetahui besarnya pengaruh Gaya Kepemimpi


(33)

NO PENELITI TAHUN

PENELITIAN JUDUL KESIMPULAN PERBEDAAN PERSAMAAN

Wisata Jaya Divisi Agrowisat a besar dari ttabel yaitu 1,672 nan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai 3 Endah Suryanti 2004 Pengaruh Gaya Kepemim pinan Situasiona l Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. PLN Unit Pelayanan Bandung Utara Terdapat hubungan positif yang signifikan atau berarti antara gaya kepemimpinan situasional dengan kepuasan kerja karyawan, dimana nilai Masing-masing variabel adalah 0.664 dan 0.658. 1. Indikator gaya kepemimpi nan situasional (variabel X) 2. Jumlah Populasi dan Sampel 3. Tempat Penelitian 1. Kepuasan Kerja Pegawai sebagai variabel Y 2. Menggunaka n uji t

Dari uraian diatas, tampak jelas pengaruh gaya kepemimpinan berperan penting dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Dengan melandaskan pada pendapat para ahli, teori-teori yang relevan dan berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dilakukan paradigma sebagai berikut :


(34)

Gaya kepemimpinan Situasional (Variabel X) Prilaku tugas :

- Menetapkan tujuan - Mengorganisasi situasi

kerja

- Menetapkan batas waktu - Memberikan arahan

spesifik

Prilaku hubungan : - Memberikan dukungan - Melibatkan bawahan

dalam diskusi

- Memudahkan interaksi - Menyimak pendapat

bawahan

Harsey dan Blanchard (1996:64)

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian

Kepuasan kerja (Variable Y) a. Gaji

b. Pekerjaan itu sendiri c. Rekan sekerja d. Atasan

e. Promosi

f. Lingkungan kerja Marihot tua Efendi

(2005:291) Lucky


(35)

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2002:39) hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas mengenai teori-teori tentang variabel X (gaya kepemimpinan situasional) dan variabel Y (kepuasan kerja) serta teori-teori yang menghubungkan kedua variabel, maka penulis membuat hipotesis bahwa“Gaya Kepemimpinan Situasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.”


(36)

36

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan suatu permasalahan yang dijadikan sebagai topik penulisan dalam rangka menyusun suatu laporan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data – data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut yang berjudul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional terhadap Kepuasan Kerja pegawai Dinas Tenaga Kerja , Sosial Dan Transmigrasi”. Oleh karena itu yang menjadi objek penilitian adalah gaya kepemimpinan situasional dan kepuasan kerja karyawan.

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu gaya kepemimpinan situasional (Independent Variable) dan kepuasan kerja karyawan (Dependent Variable). Kedua variabel tersebut akan diuji bagaimana pengaruhnya antara variabel yang satu dengan yang lainnya melalui serangkaian pengujian. Adapun unit observasinya adalah Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi yang beralamatkan di jl. Veteran No. 03 Ciseureuh, Purwakarta.


(37)

3.2 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode verifikatif. Metode deskriptif dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian kesatu dan kedua. Menurut Nazir (2003 : 54) mengatakan bahwa :

“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.”

Adapun deskriptif ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran

sesungguhnya tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial, Dan Transmigrasi Kab. Purwakarta. Sedangkan Sugiyono (2001:16) mengatakan bahwa :

“Metode verifikatif adalah metode yang digunakan untuk memilih metode

penelitian, menyusun instrument penelitian, mengumpulkan data dan

menganalisanya.”

Metode verifikatif juga digunakan untuk menguji kebenaran dari suatu hipotesis, sehingga metode verifikatif ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga, yaitu untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial, Dan Transmigrasi Kab. Purwakarta.


(38)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data.

3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melihat pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja karyawan dengan melakukan observasi, wawancara dan penyebaran angket/kuesioner pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Tranmsigrasi. Desain penelitian yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah metode penelitian lapangan, yaitu suatu metode penelitian yang mengambil sample dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

Dalam penelitian ini populasi yang diteliti mempunyai tingkatan atau berstrata, maka sampel ini diambil stratum sehingga setiap strata atau tingkatan mempunyai sampel yang mewakili dalam penelitian untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel X (gaya kepemimpinan) dengan variabel Y (kepuasan kerja karyawan).

Penulis menggunakan analisis korelasi rank spearman, karena untuk mempermudah menganalisis data.

3.2.2 Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, satu variabel bebas X

(Independent variable) Yaitu Gaya Kepemimpinan Situasional dan satu variabel


(39)

Adapun definisi dan istilah variabel menurut Sugiyono (2001:21) adalah sebagai berikt:

1. Variabel bebas (Independent variable)

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab berubahnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah gaya kepemimpinan situasional.

2. Variabel terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah merupaka variabel yang dapat dipengaruhi oleh

variabel lain (Independent variable). Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel terikat adalah kepuasan kerja karyawan.

Untuk lebih jelasnya tentang hubungan variabel tersebut digunakan desain secara detail dalam tabel :

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran No.

Kuesioner Skala Sumber Data Gaya Kepemimpinan Situasional (X) Suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung

 Perilaku tugas  Menetapkan tujuan

 Mengorganisasi situasi kerja  Menetapkan batas waktu  Memberikan arahan spesifik  Memberikan dukungan  Melibatkan bawahan dalam

1,2 3 4 5,6 7 8,9 Ordinal Pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi


(40)

jawab dalam mengarahkan prilakunya sendiri, berhubungan dengan tugas-tugas spesifik yang harus dilakukannya

(Paul Hersey dan Kennth Blonchard, (1996:193)  Perilaku Hubungan diskusi

 Memudahkan interaksi  Menyimak pendapat

bawahan 10,11 12 Kepuasan Kerja (Y)

Sikap atau rasa seseorang puas atau tidak puas

terhadap pekerjaannya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan,  Gaji  Pekerjaan itu sendiri  Rekan sekerja  Atasan

Gaji yang diterima sesuai pekerjaan

Gaji yang diterima selalu tepat waktu

 pekerjaan yang dimiliki sesuai dengan keahlian dan pengalaman

pekerjaan yang dimiliki karyawan sesuai keinginan Hubungan yang harmonis

dengan rekan kerja

Kerjasama dengan rekan kerja sangat diperlukan dalam menunjang kelancaran bekerja

atasan memberikan tugas berlaku andil 1,2 3,4 5,6 7,8 Ordinal Pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi


(41)

3.2.3. Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1. Sumber Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian mengenai “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kab. Purwakarta” adalah data primer dan sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari obyek penelitian. Menurut Umi Narimawati (2007:47) menyatakan bahwa :

“Ada dua cara pokok untuk memperoleh data primer, yaitu dengan cara berkomunikasi dengan obyek yang diteliti atau responden dan melakukan

observasi. Komunikasi dengan responden dilakukan dengan cara

promosi dan lingkungan kerja (Marihot tua Efendi,(2005:291)  Promosi  Lingkungan kerja

 atasan selalu memberikan bimbingan apabila karyawan menghadapi kesulitan dalam bekerja

Pemberian promosi jabatan kepada karyawan yang berprestasi

kesempatan karyawan untuk mendapatkan kenaikan jabatan

Lingkungan kerja yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan

Lingkungan kerja yang nyaman akan cepat menyelesaikan pekerjaan

9,10


(42)

menggunakan kuesioner. Kuesioner dapat secara tertulis maupun lisan. Sedang observasi dilakukan dengan tanpa pertanyaan”.

Dalam penelitian ini data primer yang diambil langsung dari seluruh pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kab. Purwakart. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah sebagai berikut :

1) Interview, langsung dilakukan dengan pihak terkait di perusahaan tempat obyek penelitian yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti oleh

penulis. Terdapat dua tipe yaitu : interviewterbuka dan interview tertutup.

2) Kuesioner, teknik pengumpulan data dengan form yang berisikan

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada obyek penelitian guna mendapat informasi.

2. Data Sekunder

Data yang secara tidak langsung diperoleh oleh peneliti guna mendukung data yang sudah ada sehingga lebih lengkap adalah tergolong data sekunder. Menurut Umi Narimawati (2007:51) menyatakan bahwa : “Data sekunder merupakan data yang sudah ada; data tersebut sudah dikumpulkan sebelumnya untuk tujuan-tujuan yang tidak mendesak”. yaitu : dokumentasi perusahaan, jurnal, makalah, buku, dan penelitian terdahulu.


(43)

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data 1.Populasi

Menurut Umi Narimawati (2008:72) menyatakan bahwa :

”Populasi merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian”.

Sedangkan Sugiyono (2004:72) mengemukakan bahwa :

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan krakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Tranmsigrasi yang berjumlah 66 orang.

2.Sampel

Menurut Umi Narimawati (2008:77) menyatakan bahwa : “Sample itu bermakna sebagai komponen-komponen yang merupakan dan mewakili populasi”.


(44)

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

penarikan sampling jenuh.

Menurut Sugiyono (2007:68) dikemukakan tentang Sampling Jenuh, yaitu teknik pengumpulan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.

Pada penelitian ini jumlah populasinya sebesar 66 orang, karena jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka metode penarikan sampel yang penulis pilih adalah sampling jenuh atau sensus, dimana seluruh pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi dijadikan sampel.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1) Wawancara

Melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan dan mempunyai wewenang untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dan mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang tengah diteliti oleh penulis.


(45)

2) Kuesioner

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti.

Menghasilkan kesimpulan yang bisa jika datanya kurang reliabel dan kurang valid, sedangkan kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.

3.2.4.1 Uji Validitas

Uji validitas ini bertujuan menguji sejauh mana alat ukur,dalam hal ini kuesioner mengukur mengukur apa yang hendak diukur. Menurut Sugiyono (2003:124) alat ukur yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus teknik

korelasi pearson produck moment, guna menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pernyataan-pernyataan mana yang valid dan mana yang tidak valid, dengan mengkonsultasikan data tersebut dengan tingkat signifikan r kritis =0,3, apabila alat ukur tersebut berada <0,3 (tidak valid).

Pengujian statistic mengacu pada kriteri :  r hitung < r kritis maka tidak valid

 r hitung > r kritis maka valid


(46)

Untuk pengujian validitas instrument penelitian, penulis menggunakan

program SPSS 17.0 for windows.

Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional No Item Koefisien Validitas Titik Kritis Validitas

1 0,617 0,300 Valid

2 0,322 0,300 Valid

3 0,490 0,300 Valid

4 0,529 0,300 Valid

5 0,592 0,300 Valid

6 0,565 0,300 Valid

7 0,568 0,300 Valid

8 0,607 0,300 Valid

9 0,525 0,300 Valid

10 0,419 0,300 Valid

11 0,325 0,300 Valid

12 0,358 0,300 Valid

Koefisien Reliabilitas 0,841

Titik Kritis 0,700

Reliabilitas Reliabel

Berdasarkan tabel di atas, diketahui semua item pertanyaan mengenai gaya kepemimpinan situasional memiliki koefisien validitas lebih dari titik kritis 0,300 sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-12 pertanyaan mengenai gaya kepemimpinan situasional dinyatakan valid. Sedangkan koefisien reliabilitas yang diperoleh sebesar 0,841, lebih besar dari titik kritis 0,700 sehingga pertanyaan-pertanyaan mengenai gaya kepemimpinan situasional dinyatakan reliabel.


(47)

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja Pegawai No Item Koefisien Validitas Titik Kritis Validitas

1 0,327 0,300 Valid

2 0,594 0,300 Valid

3 0,725 0,300 Valid

4 0,776 0,300 Valid

5 0,330 0,300 Valid

6 0,352 0,300 Valid

7 0,408 0,300 Valid

8 0,399 0,300 Valid

9 0,519 0,300 Valid

10 0,594 0,300 Valid

11 0,725 0,300 Valid

12 0,776 0,300 Valid

Koefisien Reliabilitas 0,793

Titik Kritis 0,700

Reliabilitas Reliabel

Berdasarkan tabel di atas, diketahui semua item pertanyaan mengenai kepuasan kerja pegawai memiliki koefisien validitas lebih dari titik kritis 0,300 sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-12 pertanyaan mengenai kepuasan kerja pegawai dinyatakan valid. Sedangkan koefisien reliabilitas yang diperoleh sebesar 0,793, lebih besar dari titik kritis 0,700 sehingga pertanyaan-pertanyaan mengenai kepuasan kerja pegawai dinyatakan reliabel.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner di atas, maka kuesioner yang diajukan telah memenuhi syarat valid dan reliabel sehingga layak digunakan dalam penelitian.


(48)

3.2.4.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relative konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Jadi dengan kata lain reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya dan diandalkan. (Sugiyono.2003:126). Teknik perhitungan reliabilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teknik Belah Dua

(Split Half Method) dengan rumus Spearman Brown. Untuk itu perhitungan dapat

dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.0 For Windows.

Adapun langkah-langkah uji reliabilitas adalah sebagai berikut :

1. Item variabel dibagi menjadi dua, yaitu belahan pertama (total ganjil) dan belahan kedua (total genap) lalu dikelompokkan dalam kelompok 1 dan kelompok 2. 2. Skor untuk masing-masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor untuk

kelompok 1 dan kelompok 2.

3. Korelasi skor total kelompok 1 dan skor 2 pada program SPSS 11.0 for windows.

Kemudian output hasil korelasi dimasukan pada persamaan Spearman Brown dibawah ini :

b b

r

r

Ri

1

)

(

2

Dimana : Ri =Reliabilitas instrument seluruh instrument


(49)

Hasil reliabilitas X_Gaya Kepemimpinan Situasional


(50)

Tabel 3.4

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional Kepuasan Kerja Karyawan

Variabel Koefisien

Reliabilitas Titik Kritis Keterangan

x 0. 841 0.700 Reliabel

y 0. 793 0.700 Reliabel

Berdasarkan tabel 3.7 dapat diketahui bahwa dari semua item pertanyaan

Pelaksanaan Pelatihan positif dan > r kritissebesar 0,700 maka dapat disimpulkan

bahwa semua item butir pertanyaan Kepuasan kerja karyawan sudah reliabel dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian

3.2.4.3 MSI

Pada prinsipnya, menaikkan data dari skala ordinal menjadi data interval merupakan hal yang relatif mudah, namun karena setiap attribute harus dinaikkan satu per satu, maka pekerjaan ini menjadi rumit dan membosankan karena membutuhkan ketelitian dan waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi masalah ini,

peneliti menggunakan program Methode of Succesive Interval (MSI) pada Ms.Excel

yang digunakan untuk mentransformasikan dari data ordinal menjadi data interval. Lagkah-langkah untuk melakukan transformasi data ordinal menjadi interval menurut Harun Al Rasyid adalah :

a. Menentukan frekuensi tiap responden (berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan, hitung berapa banyak responden yang menjawab skor 1-5 untuk setiap pertanyaan)


(51)

b. Menentukan proporsi setiap responden yaitu dengan cara membagi freuensi dengan jumlah sampel

c. Menentukan proporsi secara berurutan untuk setiap responden sehingga diperoleh proporsi kumulatif yang dianggap menyebar mengikuti sebaran normal baku

d. Menentukan nilai Z untuk masing-masing proporsi kumulatif yang dianggap menyebar mengikuti sebaran normal baku

e. Menghitung Scale Of Value (SV) untuk masing-masing proporsi

responden, dengan rumus :

dimana :

Density at lower limit = Kepadatan Batas Bawah

Density at upper limit = Kepadatan Batas Atas

Area under lower limit = Daerah di Bawah Batas Bawah

Area under upper limit = Daerah di Bawah Batas Atas

f. Mengubah Scale Of Value (SV) terkecil menjadi sama dengan satu (1)

dan mentransformasikan masing-masing skala menurut prubahan skala

Densityatlowerlim - Densityatupperlim Scale Of Value =


(52)

terkecil sehingga diperoleh Transformed Scale Of Value(TSV) dengan rumus :

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.2.5.1 Rancangan Analisis

1. Metode Analisis Deskriptif/Kualitatif

Analisis Deskriptif/kualitatif digunakan untuk menggambarkan tentang ciri-ciri responden dan variabel penelitian, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji statistik.

Analisis kualitatif digunakan dengan menyusun tabel frekuensi distribusi untuk mengetahui apakah tingkat perolehan nilai (skor) variabel penelitian masuk dalam kategori: sangat setuju, setuju, cukup, tidak setuju, sangat tidak setuju.

Selanjutnya untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dapat dilhat dari perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Skor aktual diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi bobot yang diberikan (1,2,3,4, dan 5). Sugiyono (2004:89), mengatakan bahwa jawaban responden kemudian diberi skor dengan menggunakan skala likert, seperti terdapat pada tabel 3.8 berikut ini :


(53)

Tabel 3.5

Pernyataan Skala Likert

Sumber : Sugiyono (2004:89)

Sedangkan skor ideal diperoleh melalui perolehan prediksi nilai tertinggi dikalikan dengan jumlah kuesioner dikalikan jumlah responden.

Sumber : Umi Narimawati (2007:84)

Jawaban Skala Nilai (Positif)

Sangat setuju 5

Setuju 4

Cukup 3

Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1

% Skor =

Skor aktual Skor ideal


(54)

Selanjutnya hasil perhitungan perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal dikontribusikan dengan tabel 3.9 sebagai berikut :

Tabel 3.6

Kriteria Persentase Skor Tanggapan Responden Terhadap Skor Ideal

No % Jumlah Skor Kriteria

1 20.00 - 36.00 Tidak Baik

2 36.01 - 52.00 Kurang Baik

3 52.01 - 68.00 Cukup

4 68.01 - 84.00 Baik

5 84.01 – 100 Sangat Baik

Sumber : Umi Narimawati (2007:84)

a. Gaya kepemimpinan Situasional

Untuk variabel sumber gaya kepemimpinan situasional dari 2 indikator dengan 12 item kuesioner dengan jumlah responden 66, maka akan diperoleh kriteria berikut ini :

Skor Aktual : jawaban seluruh responden 66 atas kuesioner 12 yang diajukan. Skor Ideal : Bobot tertinggi 5 X 66 X 12 = 3.960


(55)

b. Kepuasan Kerja

Untuk variabel sumber produktivitas kerja karyawan dari 6 indikator dengan 12 item kuesioner dengan jumlah responden 66, maka akan diperoleh kriteria berikut ini :

Skor Aktual : jawaban seluruh responden 66 atas kuesioner12 yang diajukan.

Skor Ideal : Bobot tertinggi 5 X 66 X 12 = 3.960

2. Metode Analisis Verifikatif/ Kuantitatif

a. Analisis Korelasi Pearson Product Moment

Analisa terhadap data-data yang telah dikumpulkan untuk menyatakan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat , maka digunakan korelasi.

“Korelasi digunakan untuk melihat kuat lemahnya hubungan antara variabel bebas dan tergantung” (Jonathan Sarwono,2006: 37)

Kuat lemahnya hubungan antara variabel X dan variabel Y dalam penelitian

ini, dibuktikan dengan menggunakan analisis Korelasi Pearson Product Moment,

karena dalam penelitian ini penulis mempergunakan metode penelitian analisis

deskriptif dan skala pengukuran rasio. Analisis Korelasi Product Moment

digunakan untuk mengukur kuat atau lemahnya hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan gaya kepemimpinan situasional terhadap kepusan kerja pegawai.


(56)

Rumus dari analisis Korelasi Product Momentadalah:

   

 

2 2

2

 

2

Y

Y

n

X

X

n

Y

X

XY

n

r

Sumber: Sugiyono, 2008 Keterangan :

r = Koefisien korelasi

X = Gaya Kepemimpinan Situasional Y = Kepuasan Kerja Karyawan n = Banyaknya sampel

Kuat atau tidaknya hubungan antara kedua variabel dapat dilihat dari beberapa

kategori koefisien korelasi mempunyai nilai -1 ≤ r ≤ +1 dimana :

1. Jika nilai r  0, artinya terjadi hubungan linear positif, yaitu semakin besar nilai

variabel X (independent), maka semakin besar pula nilai variabel Y (dependent).

2. Jika nilai r 0, artinya terjadi hubungan linear negatif, makin kecil nilai variabel

X (independent), maka semakin kecil nilai variabel Y (dependent).

3. Jika Nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X (independent)dengan variabel Y (dependent).

4. Jika nilai r =1 atau -1, artinya terjadi hubungan linear sempurna yaitu berupa garis lurus untuk r yang semakin mengarah angka 0, maka garis semakin tidak lurus.

Penafsiran nilai koefisien korelasi menurut Sugiyono (2010:231) lebih jelasnya dinyatakan sebagai berikut :


(57)

Tabel 3.7

Interprestasi Tingkat Hubungan Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,199 Sangat rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Sangat Kuat

Sugiyono (2010:231)

b. Koefesien Determinasi

Digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh gaya kepemimpinan situasional dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Tenaga Kerja,

Sosial Dan Transmigrasi. Rumus koefesien determinasi yang digunakan Sugiyono

(2003:216) adalah sebagai berikut :

0 0 2

100

x r Kd

Keteranagan : Kd = Koefesien determinasi

r2  Kuadrat koefesien determinasi

Dimana :

Kd = 0 maka pengaruh variabel X terhadap variabel Y, lemah


(58)

Pengaruh tinggi rendahnya koefisien determinasi tersebut digunakan pedoman

yang dikemukakan oleh Guilford yang dikutip oleh Supranto (2001:227) adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.8

Tinggi Rendahnya Koefisien Determinasi

Pernyataan Keterangan

>4% Pengaruh rendah sekali

5% - 16% Pengaruh rendah tapi pasti

17% - 49% Pengaruh cukup berarti

50% - 81% Pengaruh tinggi atau kuat

>80% Pengaruh tnggi sekali

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis

Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengatasi apakah pengaruh yang berarti (signifikan) atau tidak antara variabel X dan variabel Y yang didasarkan atas aturan berikut :

Ho : ρ = 0, berarti tidak ada pengaruh antara Gaya Kepemimpinan Situasional

Terhadap Kepuasan Kerja.

H1 : ρ ≠ 0, berarti terdapat Pengaruh antara Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja.


(59)

Untuk penguji hipotesis tersebut, maka dilakukan tes signifikan terhadap r dengan rumus sebagai berikut :

2

1 2 s s

r n r t

 

 (Sudjana, 1996:377)

Dimana : t = Statistik uji korelasi

r = Koefisien korelasi antara variabel X dan Variabel Y n = Banyaknya sampel dalam penelitian

Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai t yang diperoleh dari table

ditribusi Studentt dengan  =0,05 (uji dua pihak) dengan dk = n – 2

penguji hipotesis akan diuraikan sebagai berikut :

Ho : = 0 artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan

situasional terhadap kepuasan kerja

H1 :  ≠0 artinya ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan

situasional terhadap kepuasan kerja

Untuk menentukan apakah H0 diterima atau ditolak, digunaka uji signifikan yaitu :

Bila nilai t hitung < nilai t tabel, maka Ho diterima


(60)

Maka dengan demikian akan dapat diketahui apakah analisis ini ditolak/diterima.

Gambar 3.1

Kurva Hipotesis Daerah Penerimaan dan Penolakan -t tabel +t tabel

Daerah

Penolakan H0

Daerah

Penerimaan H1

Daerah


(61)

61

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kantor Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta

Sejarah Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa dan tantangan politik yang berkembang sejak proklamasi 17 Agustus 1945. sejarah berdirinya Republik Indonesia sampai sekarang, Kementerian atau Departemen di serahi tugas untuk menangani masalah Ketenagakerjaan berulang kali mengalami perubahan, baik berupa pembentukan baru, penyesuaian maupun penggabungan perubahan organisasi tersebut di sebabkan oleh berkembangnya beban kerja yang harus di tangani.

Dalam periode ini perang kemerdekaan yaitu masa Kabinet Presidentil, masalah perburuhan berada di bawah dan di tangani oleh Kementerian Sosial. Keadaan ini berlanjut sampai masa Kabinet Syahrir III. Penggantian Kabinet – kebinet yang berulang kali, serta lahirnya partai – partai politik yang mewarnai gerak kaum buruh, menjadikan penanganan masalah perburuhan semakin pelik, apabila di sertai oleh memburuknya keadaan ekonomi dan di dalam keadaan perang.

Maklumat presiden Nomor 7 tahun 1947 yang di umumkan tanggal 3 Juli 1947 tentang susunan Kabinet Amir Syaripudin, telah di lantik Menteri Perburuhan. Namun


(62)

61

pokok kementerian perburuhan mulai berfungsi, setelah adanya pelimpahan Organisasi Jawatan Perburuhan, Personil dan Mata anggarannya. Oleh karena itu tanggal 25 Juli berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep – 288/MEN/1992 ditetapkan sebagai Hari Departemen Tenaga Kerja. Setelah Amir Syaripudin jatuh dan diganti oleh Kabinet Hatta tugas pokok kementerian perburuhan mencakup pula tugas urusan – urusan sosial, sehingga nama Kementerian Perburuhan berubah menjadi Kementerian Perburuhan dan Sosial.

Pada masa Kabinet Hatta terjadi peristiwa clash II yang diikuti dengan bentuknya Kabinet Darurat, dimana Kementerian kabinet dan perburuhan urusan sosial, di perluas tugas dan fungsinya, dilakukan penertiban dan pembersihan. Sejalan dengan itu terjadi perubahan nama Organisasi Kementerian Perburuhan menjadi Departemen Tenaga Kerja.

Struktur organisasi Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Keputusan Menteri Presium Kabinet AMPERA Nomor : 75 / U / Kep / II / 1966, mengalami penyempurnaan termasuk Departemen Tenaga Kerja, yang di atur keputusan Presiden pada masa transisi yaitu pada masa penertiban dan pembersihan aparatur Pemerintah dari unsur yang terlibat G30S/PKI tercatat 3 kali penggantian kabinet.


(63)

61

Dalam perkembangan Organisasi Departemen NAKERTRANSKOP mengalami perubahan dengan di pindahkannya urusan koperasi ke Departemen Perdagangan. Kemudian di sempurnakan kambali setelah masalah urusan transmigrasi di limpahkan ke Departemen Transmigrasi.

Penyempurnaan organisasi tersebut bersifat menyeluruh, dari yang semua menganut pendekatan ” Holding Company Type ” beralih ke pendekatan ” Itegrated ”. Struktur organisasi yang baru di atur dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 tahun 1984. struktur organisasi ini kemudian di sempurnakan lagi khususnya yang menyangkut oarganisasi tingkat kantor pusat, yang selanjutnya tertuang dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : kep- 525 / MEN / 1988 yang mencakup kepada Kepres Nomor 30 Tahun 1987, dan masa Kabinet Pembangunan VI Struktur Organisasi diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep- 28 / MEN / 1994, mengacu pada Kepres nomor 108 Tahun 1993.

Kabinet Pembangunan VI merupakan awal pembangunan jangka panjang II merupakan Kebangkitan Nasional II, Organisasi Departeman Tenaga Kerja bertambah 2 ( dua ) unit eselon I yaitu Direktorat Jenderal Bilanttas dan Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja.


(64)

61

penyempurnaan Peraturan Perundang – undangan Ketenagakerjaan, perubahan undang – undang Nomor 25 tahun 1997.

Kabinet pambangunan VII hanya berlangsung selama kurang lebih 2 ( dua ) bulan, yaitu sampai tanggal 21 Mei 1998 saat dimana Bapak Soeharto menyerahkan jabatan presiden kepada Bapak Prof. DR. BJ. Habibie. Dalam Kabinet pembangunan VII maupun kabinet reformasi Pembangunan yang di bentuk oleh Bapak Presiden BJ.Habibie Departemen Tenaga Kerja tidak mengalami perubahan nama maupun struktur organisasi.

Sejarah dengan era Reformasi, Departemen Tenaga Kerja telah melakukan strategi Reformasi Ketenagakerjaan, dengan menempatkan posisinya didalam membela dan memihak pekerja. Keterpihakan tersebut telah dilakukan secara nyata telah dirasakn oleh pekerja dengan melaksanakan secara benar peraturan perundangan Ketenagakerjaan dengan peninjauan kembali Undang – undang No : 25 Tahun 1997, dan terakhir pada tanggal 25 Maret 2003 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu telah di ratipikasi konvisi ILO Nomor 87 ke dalam Kepres Nomor : 83 tahun 1997 tentang kebebasan berserikat bagi para pekerja., Pengusaha Konvensi ILO Nomor 105 ke dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1999 mengenai Diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.


(65)

61

Kemudian dengan di berlakukannya PP 41 tahun 2007 maka Kabupaten Purwakarta SOTK baru dengan Peraturan Bupati No : 43 Tahun 2008 Dinas Tenaga Kerja berubah menjadi Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kabupaten Puwakarta

4.1.2 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta

a. Visi Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta

Terwujudnya iklim ketenagakerjaan, ketransmigrasian dan kesejahteraan sosial yang kondusif tahun 2013.

b. Misi Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta

1. Meningkatkan kompetensi tenaga kerja dalam rangka penempatan dan perluasan lapangan kerja;

2. Meningkatkan pembinaan, pemberdayaan sarana hubungan industrial, perlindungan tenaga kerja dan pengawasan ketenagakerjaan;

3. Meningkatkan peran dan fungsi potensi sumber kesejahteraan sosial dalam penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial;


(66)

61

BAGAN STRUKTUR ORGANI SASI

DI NAS TENAGA KERJA, SOSI AL DAN TRANSMI GRASI KABUPATEN PURWAKARTA

SUBBAGI AN

PROGRAM SUBBAGI ANKEUANGAN

BI DANG SOSI AL BI DANG PENGAWASAN TENAGA KERJA BI DANG PEMBI NAAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BI DANG

PELATI HAN,PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN TRANSMI GRASI

SEKSI PELATI HAN, PRODUKTI VI TAS DAN

PEMAGANGAN SEKSI PENEMPATAN TENAGA KERJA

SEKSI KELEMBAGAAN HUBUNGAN

I NDUSTRI AL SEKSI PERSYARATAN KERJA SEKSI PENGAWASAN NORMA KERJA SEKSI PENGAW ASAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

SEKSI REHABI LI TASI SOSI AL

DAN BENCANA ALAM SEKSI PARTI SI PASI DAN PENGEMBANGAN SOSI AL

U P T D

KELOMPOK JABATAN FUNGSI ONAL

K E P A L A

SEKRETARI AT

PERDA KABUPATEN PURWAKARTA NO. 10 TH. 2008 TGL. 22 SEPTEMBER 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DI NAS DAERAH

SUBBAGI AN UMUM & KEPEGAWAI AN

SEKSI TRANSMI GRASI

SEKSI PERSELI SI HAN HUBUNGAN

I NDUSTRI AL

SEKSI PENGAWASAN

JAMSOSTEK

SEKSI PERLI NDUNGAN DAN

BANTUAN SOSI AL

Gambar 4.1


(67)

61

Responden yang akan dianalisis meliputi jenis kelamin, umur, status pernikahan, pendidikan dan lama masa kerja. Analisis ini berguna untuk memberikan gambaran tentang responden yang dijadikan responden yang dapat memperkuat analisis yang dilakukan.

Tabel 4.1

Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 48 72,73

Perempuan 18 27,27

Total 66 100,00

Sumber : Angket penelitian

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden yang merupakan pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Purwakarta berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 48 orang (72,73%) dan sisanya perempuan sebanyak 18 orang (27,27%). Alasannya karena pada bidang-bidang pekerjaan tertentu sangat dibutuhkan tenaga kerja laki-laki, seperti contoh : bagi instruktur yang mengajar/ melatih di desa-desa, contoh lain pengawas ketenagakerjaan yang harus melakukan pengawasan ke perusahaan-perusahaan yang lokasinya cukup jauh.


(68)

61

21-30 tahun 2 3,03

31-40 tahun 11 16,67

41-50 tahun 26 39,39

51-60 tahun 27 40,91

Total 66 100,00

Sumber : Angket penelitian

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden berumur 51-60 tahun yakni sebanyak 27 orang (40,91%) dan paling sedikit berumur 21-30 tahun sebanyak 2 orang (3,03%). Hal ini disebabkan sulitnya kaderisasi/ rekrut pegawai negeri sipil dengan kuota yang sangat dibatasi bagi daerah-daerah tertentu.

Tabel 4.3

Frekuensi Status Pernikahan Responden

Status Frekuensi %

Menikah 66 100,00

Total 66 100,00

Sumber : Angket penelitian

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa semua responden telah menikah (100%).


(69)

61

SD 2 3,03

SMP 3 4,55

SMA 21 31,82

D2 2 3,03

D3 7 10,61

S1 28 42,42

S2 3 4,55

Total 66 100,00

Sumber : Angket penelitian

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden berpendidikan S1 yakni sebanyak 28 orang (42,42%) dan paling sedikit berpendidikan SD dan D2, masing-masing sebanyak 2 orang (3,03%). Jadi sebagian besar pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta yang menjadi responden dalam penelitian ini pendidikan terakhirnya adalah Sarjana (S1). Ini dikarenakan Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta lebih meningkatkan kualitas pekerjaan maka dibutuhkan pegawai yang professional, terampil, berkualitas, berpengetahuan dan berwawasan luas serta memenuhi persyaratan minimal S1 untuk menduduki jabatan struktural.


(1)

x

4.1.3 Struktur Organisasi DISNAKERSOSTRAN

Kabupaten Purwakarta………. 66

4.2 Pembahasan Penelitian……… 67 4.2.1 Profil Responden……… 67 4.2.2 Pelaksanaan Gaya Kepemmimpinan Situasional pada

DISNAKERSOSTRAN Kabupaten

Purwakarta……….. 70

4.2.3 Kepusan Kerja Pegawai pada

DISNAKERSOSTRAN Kabupaten Purwakarta………….. 89 4.2.4 Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional

terhadap Kepuasan Kerja Pegawai pada

DISNAKERSOSTRAN Kabupaten

Purwakarta………...……… 107

4.2.4.1 Analisis Korelasi

Pearson Product Moment………... 107 4.2.4.2 Koefisien Determinasi……… 108 4.2.4.3 Uji Hipotesis……… 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan……… 110

5.2 Saran……… 111

DAFTAR PUSTAKA ……… 113 LAMPIRAN


(2)

113

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Prabu Mangkunegara, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Kartini Kartono. 2003. Pemimpin Dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Malayu Hasibuan. 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara

Marihot Tua Efendi. 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Miftah Thoha. 2003, Kepemimpinan Dalam Manajemen Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Moekijat. 1995, Manajemen Kepegawaian. Bandung : Andi Offset. Moh. Nazir. 2003, Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Paul Hersey and Kenneth H. Blanchard, Management and Organizational Behavior(Englewood Cliffs,. NJ: Prentice-Hall, 1996)

(www.google.com)

Sondang P. Siagian. 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Sudjana. 1996, Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV. Alfabeta.

Susilo Martoyo, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : PT. BPFE T. Hani Handoko. 1996, Manajemen Perencanaan dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta : PT. BPFE.

Umi Narimawati. 2007. Riset Manajemen Sumber daya Manusia Aplikasi Contoh & Perhitungannya. Jakarta: Agung Media


(3)

114

Veithzal Rivai. 2005,Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek. Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Internet :

http://repository.unikom.ac.id/repo/sector/perpus/view/jbptunikompp-gdl-maickotenn-18818.pdf

http://eprints.umm.ac.id/3947/1/PENGARUH_GAYA_KEPEMIMPINAN_TERH ADAP_KEPUASAN_KERJA_KARYAWAN_DI_PT.pdf

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-s1-2004-endahsurya-516


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi:

Nama : Tiara Alpine

Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 16 April 1988

Alamat : Bumi Asri C. 109, Cijerah Bandung

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

No. Telp/ HP : 022-6041595/ 085721775588

2. Riwayat Pendidikan : 1993-1994 : Tk Nurul Ilmi

1994-2000 : SDn Perumnas Cijerah 2 Bandung 2000-2003 : SLTPN 41 Bandung

2003-2006 : SMA BPI 2 Bandung 2006-2011 : UNIKOM Bandung


(5)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta.

Nama : Tiara Alpine

NIM : 21206095

Program Studi : Manajemen Jenjang : Strata 1

Fakultas : Ekonomi

Bandung, Februari 2011 Menyetujui, Pembimbing

Rizki Zulfikar, S.E., M.Si. NIP. 4127.34.02.019

Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi

Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, S.E., M.Si. NIP. 4127.34.02.015

Ketua Program Studi Manajemen

Linna Ismawati, S.E., M.Si. NIP. 4127.34.02.008


(6)

ii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Komputer Indonesia maupun di Perguruan Tinggi lain.

2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai bahan acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Bandung, Februari 2011 Yang Membuat Pernyataan,

Tiara Alpine


Dokumen yang terkait

Pengaruh Mutasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan

10 105 102

Penagruh Dispilin Pegawai Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi Tahun 2009

0 7 96

Pengaruh Sistem Komputerisasi Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mandailing Natal

0 3 98

PENGARUH MUTASI DAN PERAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS TENAGA KERJA DAN SOSIAL (DISNAKERSOS) KABUPATEN DAIRI.

1 10 31

PENGARUH PENGAWASAN KEPALA DINAS TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN CIREBON.

1 16 67

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI PADA DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN SIGI | Affandy | Katalogis 6785 22597 1 PB

0 0 12

this PDF file ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Pada Kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Mamuju Utara) | Makkaratte | Katalogis 1 PB

0 0 13

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI KASUS PADA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN KUDUS)

0 0 13

PENGARUH KARAKTERISTIK PEKERJAAN, DISIPLIN KERJA, DAN HUBUNGAN INTERPERSONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN KUDUS

0 1 13

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN KUDUS

0 2 11