Kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka perjanjian Lombok

(1)

151

1. Nama : Intan Sarah Augusta 2. Tempat dan Tanggal Lahir : Pontianak, 3 Agustus 1988 3. Nomor Induk Mahasiswa : 44306033

4. Prodi : Ilmu Hubungan Internasional 5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)

7. Agama : Islam

8. Alamat : Jalan Ahmad Yani gg. Marhaban no. 141 9. No. Telpon : 085213885775

10.Berat Badan : 60 Kg 11.Tinggi Badan : 155 Cm 12.Status Marital : Belum Kawin 13.Orang Tua

a. Nama Ayah : A. Iman Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jalan Cendrawasih No. 55, Pontianak b. Nama Ibu : Yanti Wardhyanti

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jalan Cendrawasih No. 55, Pontianak 14.Moto :‎‎‎‎‎“It’s Always Darkest Before The Dawn” 15.Emai : [email protected]


(2)

PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2006-2014 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Berijazah

2. 2003-2006 SMA Fons Vitae 1, Jakarta Berijazah

3. 2000-2003 SMP Negeri 1, Pontianak Berijazah

4. 1994-2000 SD Muhammadiyah 2, Pontianak Berijazah

PENGALAMAN BERORGANISASI

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2007-2008 Ketua HIMA Ilmu Hubungan Internasional Unikom

-

PENGALAMAN KEGIATAN

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2007 Panitia, Lomba Debat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Bersertifikat 2. 2008 Panitia, Bandung Circle Community Seminar

UNI EROPA dan ISU-ISU GLOBAL “Implikasi‎ Kemerdekaan‎ Kosovo‎ Terhadap‎ Stabilitas‎Eropa”

Bersertifikat

3. 2009 Panitia, Makrab Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM

Bersertifikat

SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2007 Peserta, Table Manner Course Jayakarta Hotel

Bersertifikat 2. 2007 Peserta, Ceramah‎ Umum‎ “Peningkatan‎

Kualitas Mahasiswa Sebagai Salah Satu Wujud Pelaksanaan Moto Unikom „Quality is Our Tradition’

Bersertifikat

3. 2008 Peserta, Simulation “13th ASEAN Summit

Meeting on Global Warming” Bersertifikat 4. 2008 Peserta, Seminar ”Linguistic Intellectual

Front of Public” Bersertifikat

5. 2008 Peserta, Seminar “Diaspora‎ :‎ Warna‎ &‎


(3)

Internasional UNIKOM

KEAHLIAN/BAKAT

No Uraian

1. Operasionalisasi Microsoft Office 2. Bahasa Inggris Aktif & Pasif 3. Internet

Bandung, Maret 2014


(4)

Maritime Security Cooperation Between Indonesia-Australia Through Lombok Treaty Framework

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Sidang Sarjana pada

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Oleh,

INTAN SARAH AUGUSTA NIM. 44306033

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Bandung


(5)

v

Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kerjasama Keamanan Maritim Indonesia-Australia Dalam Kerangka Perjanjian Lombok”. Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia.

Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan maupun pengalaman peneliti. Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan semangat berbagai pihak yang sangat besar artinya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia. 2. Ibu Hj. Prof. Aelina Surya, Dra., selaku Pembantu Rektor III

Universitas Komputer Indonesia.

3. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional dan Pembimbing. Terima kasih atas segala bimbingan, bantuan yang telah diberikan, serta masukan serta ilmu


(6)

vi

terima kasih yang sebesarnya kepada Pak Budi. Memberikan masukan, saran, arahan serta motivasi kepada saya selama proses perkuliahan dan untuk semua ilmu yang saya dapat dari Bapak semasa perkuliahan hingga sekarang dan terima kasih banyak atas pinjaman bukunya.

5. Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP., selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional. Terima kasih untuk bantuan dalam skripsi ini dan memberi masukan serta pengetahuan kepada saya. Juga untuk segala kesempatan dan motivasi selama perkuliahan.

6. Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si., selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional. Terima kasih untuk segala ilmu dan pengetahuan yang telah Ibu ajarkan kepada saya semasa perkuliahan, juga untuk segala masukan, pinjaman buku serta kritik yang sangat membangun untuk penulisan skripsi ini.

7. Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si., Banyak rasa terima kasih yang ingin saya sampaikan kepada Ibu atas segala dorongan, motivasi dan saran yang telah diberikan selama ini.

8. Teteh Dwi Endah Susanti, S.E., selaku Sekertariat Ilmu Hubungan Internasional. Makasih Teh buat bantuannya dalam hal administrasi maupun hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perkuliahan.


(7)

vii maupun tidak langsung.

10.Seluruh staf dan karyawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, atas respon dan bantuannya yang sangat membantu saya ketika melakukan penelitian disana.

11.Untuk Mama atas segala doa dan upaya yang telah Mama berikan kepada Intan sampai Intan menyelesaikan kuliah dan terima kasih atas segala kesabarannya. Untuk adik-adik tersayang Indra Prasetyo dan Safira Dyanti atas segala dukungan dan pengertiannya. Dan Intan juga mengucapkan terima kasih kepada Om Herman Kayun, Papa Djoni Mudjiono dan Papa A. Subandi Pasni atas segala dukungannya dalam hidup Intan.

12.Untuk Cemmy tersayang. Terima kasih atas semua pengorbanan yang kamu berikan, terima kasih untuk 3 tahun yang luar biasa dalam hidup aku. Atas segala tangis dan tawa yang kita jalani bersama. Terima Kasih. 13.Terima kasih untuk keluarga besar di Pontianak, terutama untuk Almh.

Nenek tercinta, Tante Tas, Mak Nil, Tante Tatiek di Johor, Alm. Om Wis, Alm. Om Pul, Om Mo, Tante Tis, Mama Rini, Mba Nina, Mba Dedes, dan untuk semua Keluarga Besar Haroena yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(8)

viii

argumen yang kita lewati setiap waktu pada pengerjaan skripsi saya.Derliana, terima kasih segala omelannya, perhatiannya, memberikan bantuan disaat akhir bulan, susah senang bersama, sepiring berdua . Amir Mubarak dan Edoardo Mote, yang selalu jadi tempat bertukar pikiran dan teman disaat susah

15.Shinta Surya Ningsih, Agta Julita, Yundha Trianzani Putri, atas segala dukungannya sebagai sahabat terbaik.

16.Teman-teman di HI 2006. Ciptani Sita Permana, Hario Setiadi, Anggie Chintamy, Triya W Sakti, Adi Rusdinsyah, Imannuel Keintjem, Tri Farida, Riesta Gema, Aditya N Saputra,Susi Pesta, Taufik Rizaka, Luiza Moniz, Helder Olivio, Nopi Jusarohwati, Maman Supriyadi, Yerichielli Mendrofa, Putri Cahaya, Ira Merdekawati, M Irawan, Miranti Purnama, dan Bayu Saputra.

17.Teman-teman lain yang memberikan dukungan selama penyusunan skripsi Hegar Julius Budihartono, “Adam” Budi Santoso, Reza Fauzan Annas, Imannuel Hutahaean, Beatrice Dian Maya, Akbarizal Alireksa. Yang udah duluan jadi sarjana meninggalkan saya sendiri. 18.Untuk Adhi Wardana, Krisna, Anda, Landung, Panji, Al, Kiki, Ira


(9)

ix

atas bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian semua selalu ada dalam doa terima kasih terdalamku.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti terbuka untuk menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan di masa mendatang.

Bandung, Februari 2014


(10)

x

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9


(11)

xi

2.2.1 Hubungan Internasional ... 15

2.2.2 Kerjasama Internasional ... 17

2.2.2.1 Pengertian Kerjasama Internasional ... 17

2.2.2.2 Negara Dalam Kerjasama Internasional... 18

2.2.2.3 Kerjasama Bilateral ... 20

2.2.2.4 Kerjasama Keamanan Maritim ... 21

2.2.3 Hukum Internasional ... 22

2.2.3.1 Pengertian Hukum Internasional ... 22

2.2.3.2 Sumber-sumber Hukum Internasional ... 24

2.2.3.3 Hukum Laut Internasional dan UNCLOS (United Nations Conference on the Law of the Sea) ... 25

2.2.4 Perjanjian Internasional ... 34

2.2.4.1 Tahap-tahap Membuat Perjanjian Internasional ... 41

2.2.4.2 Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional ... 42

2.2.4.3 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional ... 43

2.2.5 Konsep Pertahanan dan Keamanan ... 44

2.2.6 Teori Geopolitik ... 45


(12)

xii

3.1.1.1 Indonesia Sebagai Negara Maritim ... .49

3.1.1.1.1 Perbatasan Maritim Indonesia-Australia ... 53

3.1.1.2 Pemerintahan Indonesia ... 55

3.1.1.3 Tentara Nasional Indonesia (TNI) ... 57

3.1.1.3.1 Kekuatan Pertahanan TNI Angkatan Laut ... 60

3.1.2 Gambaran Umum Australia ... .61

3.1.2.1 Pemerintahan Australia ... 64

3.1.2.2 Australian Defence Force (ADF) ... 70

3.1.2.2.1 Kekuatan Pertahanan Royal Australian Navy (RAN) ... 71

3.1.3 Perjanjian Lombok ... 73

3.1.3.1 Sejarah Kerjasama Pertahanan Keamanan Indonesia-Australia ... 73

3.1.3.2 Kerjasama Keamanan Maritim Indonesia-Australia ... 77

3.1.3.3 Isi Perjanjian Lombok ... 85

3.2 Metode Penelitian... 90


(13)

xiii

3.2.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 93

3.2.4.1 Lokasi Penelitian ... 93

3.2.4.2 Waktu Penelitian ... 94

3.2.5 Sistematika Penulisan ... 94

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Yang Menjadi Latar Belakang Pemerintah Indonesia Melakukan Kerjasama Keamanan Maritim Dengan Pemerintah Australia ... 97

4.2 Program Yang Dilakukan Pemerintah Indonesia-Australia Dalam Menjalankan Kerjasama Keamanan Maritim Dalam Kerangka Perjanjian Lombok ... 106

4.2.1 Latihan Bersama ... 106

4.2.2 Join Rescue SAR dan AMSA ... 110

4.2.3 Patroli Bersama ... 112

4.3 Kendala Yang Dihadapi Pemerintah Indonesia-Australia Dalam Menjalankan Kerjasama Keamanan Maritim Dalam Kerangka Perjanjian Lombok ... 114

4.3.1 Kendala Sumber Daya Manusia (SDM) ... 114

4.3.2 Keterbatasan Alat Utama Sistem Pertahanan Negara (Alutsista) Indonesia ... 117


(14)

xiv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 130

5.2 Saran ... 132

5.2.1 Saran Untuk Pemerintah Indonesia ... 132

5.2.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 134

LAMPIRAN... 140


(15)

134

Buku

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori Dan Praktik Indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama

Anwar, Chairul. 1989. Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa. Jakarta: Djambatan

Bakrie, Connie Rahakundini. 2007. Pertahanan Negara Dan Postur TNI Ideal. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Bogdan, Robert C. Dan Steven J. Taylor, 1992, Introduction to Qualitative Research Methotds : A Phenomenological Approach in the Social Sciences, alih bahasa Arief Furchan, John Wiley dan Sons, Surabaya, Usaha Nasional

Cohen, Saul Bernard. 2003. Geopolitics of The World System. London: Bowman and Uttz Publisher

Coulumbis, Theodore dan James H. Wolfe. 1999. Pengantar Hubungan Internasional: Kekuatan dan Keadilan. Bandung: Putra Bardin

Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi: Antara Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Hanson, Gordon H. 2007. The Economic Logic of Illegal Immigration. USA: Council on Foreign Relations Press


(16)

Heckmann, James. 2004. Law and Employment: Lessons From Latin America and the Carribean. USA: Chicago Press

Jackson, Robert H. dan Sorensen Georg. 2007. Introduction to International Relations: Theories and Approaches. UK: Oxford University Press

Koers, Albert W. 1994. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Kusumaadmaja, Mochtar. 2003. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung: PT. Alumni Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global. Bandung: PT. ALUMNI

Muhaimin, Yahya A. 2008. Bambu runcing & mesiu : Masalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana

Nasution, Dahlan. 1991. Politik Internasional: Konsep dan Teori. Jakarta: Erlangga

Palma, Mary Ann E. 2009. Legal and Political Responses to Maritime Security Challenges in the Strait of Malacca and Singapore. Canada.

Parthiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju

Perwita, A.A. Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Plano, Jack C. dan Olton, Roy. 1999. The International Relation Dictionary. California: ABC-CLIO

Rana, Kishan S. 2002. Bilateral Diplomacy. New Delhi: Manas Publications Rudy, T. May. 2006. Hukum Internasional 1. Bandung: PT. Refika Aditama. ________. 2009. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT. Refika Aditama


(17)

Sugiono, Muhadi. 2006. Global Governance Sebagai Agenda Penelitian Dalam Studi Hubungan Internasional. Jakarta.

Taylor, Brendan. 2007. Australia As An Asia-Pasific Regional Power: Friendship In Flux?. Routledge.

Karya Ilmiah/Skripsi/Tesis

Amri, Ahmad Almaududy. 2012. Foreign Affairs and Defence Ministers Meeting Indonesia-Australia: Upaya dalam Meningkatkan Hubungan Bilateral di Bidang Keamanan. Depok.

Rujukan Elektronik

BPHN. Melalui http://www.bphn.go.id/data/documents/07uu047.doc [27/07/2013]. Laut Dan Pesisir. Melalui http://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/SitePages/Mo

dulOnline/LihatModulOnline.aspx?ModulOnlineID=104 [21/02/2014]

Alur Laut Kepulauan Indonesia. Melalui http://pustaka.pu.go.id/new/istilah-bidang-det ail.asp?id=1139 [03/09/2013].

Hubungan Antara Indonesia dan Australia. Melalui http://www.dfat.gov.au/ aii/publications/bab11/ [03/09/2013].

Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui http://www.bakosurtanal. go.id/artikel/show/peta-negara-kesatuan-republik-indonesia [21/02/2014]


(18)

Siapkah Indonesia Dengan Adanya jalur ALKI. Melalui http://ristek. go.id/index .php/module/News+News/id/10867 [21/02/2014]

Paket Bantuan Keselamatan Transportasi Australia. Melalui http://www.international. okezone.com/read/2010/05/13/18/332353/paket-bantuan-keselamatan-transpor tasi-indonesia [07/01/2014]

Patroli Bersama Indonesia-Australia. Melalui http://beritahankam.blogspot .com/2010 /05/patroli-bersama-indonesia-australia.html [07/01/2014]

Penyelundupan Manusia Terus Meningkat. Melalui http://pencarisuakaindonesia. blogspot.com/2011/03/penyelundupan-manusia-atau-people.html [03/02/2014] Kerjasama Dua Angkatan Laut. Melalui

http://www.beritaindonesia.co.id/hankam/1272-kerjasama-dua-angkatan-laut- [05/02/2014]

TNI AL Adakan Latihan Multiratelal “KAKADU Excercie 2012” Di Australia http://www.tnial.mil.id/tabid/79/articleType/ArticleView/articleId/9376/Defaul t.aspx [05/02/2014]

Alutsista. Melalui http://urang-jampang.blogspot.com/2008/09/alutsista.html [05/02/2014] Basarnas Gelar Latihan Bersama Dengan Aussar. Melalui http://forumpedulidemokrasi.

wordpress.com/2009/11/10/basarnas-gelar-latihan- [6/02/2014]

AL Australia Dan Koarmatim Gelar Latihan Bersama. Melalui (http://www.tni.mil.id/view -14282al+australia+dan+koarmatim+gelar+latihan+bersama.html


(19)

Angkatan laut Indonesia Australia Gelar Latihan Bersama New Horizon 2011. Melalui http://ikahan.com/2011/11/angkatan-laut-australia-indonesia-gelar-latihan-bersama-new-horizon-2011/ [10/02/2014]

Anggaran Pertahanan RI tidak Masuk Akal. Melalui http://beritahankam.blogspot. com/2009/05/anggaran-pertahanan-ri-tidak-masuk akal.html [11/02/2014] Penyerapan Anggaran Kementerian Pertahanan 100 Persen. Melalui http://www.tempo.

co/read/news/2010/12/30/078302735/Penyerapan-AnggaranKementerian-Perta hanan-100-Persen [11/02/2014]

Strategi Penguatan Sumber Daya Manusia Pertahanan. Melalui http://ikal.or.id/ index.php/strategi-penguatan-sumber-daya-manusia-pertahanan.html

[10/02/2014]

Analisis Terhadap Defending Australia in The Asia Pasific Century : Force 2030. Melalui http://www.fkpmaritim.org/analisis-terhadap-defending-australia-in-the-asia-pacific-century-force-2030/ [25/02/2014]

Pengamat UGM : Kasus Imigran Gelap, Australia Harus Bersikap Adil. Melalui http://www.ugm.ac.id/id/berita/8714pengamat.ugm:.kasus.imigran.gelap.austr alia.perlu.bersikap.adil

Ship, Boats, And Craft. Melalui http://www.navy.gov.au/fleet/ships-boats-craft [04/03/2014]

Alexander Downer Speech, Security Through Cooperation. Melalui http://www.Foreign minister.gov.au/speeches/1996/regsec5.html [04/03/204]


(20)

Tentang Australia. Melalu http://www.indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesan/sistem _pe merintahan.html [05/03/2014]

About Us. Melalui http://defence.gov.au/ips/aboutus.htm [05/03/2014]

Dokumen Dalam Website

http://www.strahan.dephan.go.id/sekilas_hasil_dialog_ri_aus.doc [07/12/2013] http://www.bphn.go.id/data/documents/07uu047.doc [07/12/2013]

http://www.treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/1192 [07/01/2014] http://www.strahan.kemhan.go.id/web/produk/perbatasan.pdf [07/01/2014]

http://www.lesperssi.org/89-almanak-reformasi-sektor-kemanan-indonesia-2009.pdf [04/02/2014]

http://www.dephan.go.id/kemhan/files/04f92fd80ee3d01c8e5c5dc3f56b34e3.pdf [21/01/2014]

http://www.defence.gov.au/whitepaper2009/docs/defence_white_paper_2009.pdf [25/02/2014]


(21)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena hubungan internasional dapat dilihat dengan dua cara yang berbeda. Pertama dipandang sebagai fenomena sosial dan kedua dipandang sebagai salah satu disiplin ilmu. Sebagai fenomena sosial, aspek cakupan hubungan internasional ini sangat luas, yakni segala aktivitas kehidupan manusia yang kompleks dan bersifat internasional. Sebuah hubungan internasional dapat terjalin karena adanya perbedaan kepentingan, ketidakmerataan kekayaan alam, perbedaan letak geografis, dan lain-lain. Sehingga menuntut sebuah negara untuk melakukan kerjasama dengan negara lain dengan tujuan untuk mencapai pemenuhan kebutuhan dalam negerinya, baik berupa hubungan di bidang politik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan (hankam), atau hubungan-hubungan lainnya.

Globalisasi mengaburkan batas-batas wilayah suatu negara sehingga ruang gerak manusia, materi maupun nilai-nilai cenderung bersifat lebih fleksibel dan tidak mengalami hambatan yang begitu signifikan, kedaulatan tetap merupakan suatu privilege (keistimewaan) bagi tiap negara yang tidak mungkin atau setidaknya belum mungkin bisa dilenyapkan dari sistem internasional. Tidak ada negara di dunia ini yang hidup terisolir tanpa berhubungan dengan negara lain. Batas antar negara yang satu dengan yang lain ditandai oleh kewenangan untuk melaksanakan yurisdiksi


(22)

eksekutif di wilayah teritorial masing-masing negara sesuai dengan tujuan kebijakan pemerintahannya. Pelaksanaan yurisdiksi eksekutif merupakan implementasi riil dari manifestasi utama kedaulatan suatu negara karena terkait erat dengan penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, serta pengamanan terhadap keutuhan wilayah (Debe, 2009: 152).

Keamanan maritim adalah salah satu isu yang keamanan kawasan yang paling banyak dibicarakan pada abad ke-21. Alasannya adalah isu ini terkait dengan fungsi wilyah maritim yang makin strategis bagi kepentingan nasional suatu negara yang mendorong upaya untuk meningkatkan keamanan masing-masing negaranya.

Secara geografis Indonesia terletak di daerah yang strategis dan memiliki wilayah yang luas baik daratan maupun lautan, serta didalamnya terkandung kekayaan sumber daya alam, maka pemerintah Indonesia harus secara seksama menjaga kedaulatan Indonesia. Salah satunya dilakukan dengan cara menjaga keamanan wilayah perairan Indonesia, khususnya yang berbatasan dengan negara lain, untuk mencegah dan mengatasi segala bentuk ancaman.

Maka dari itu keamanan maritim sangat penting bagi Indonesia dalam upaya menjaga kedaulatan negaranya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ialah bekerjasama dengan pemerintah Australia membuat sebuah forum dialog di bidang pertahanan.

Forum dialog di bidang pertahanan dan keamanan tersebut pada awalnya bernama Pertemuan Informal Indonesia-Australia, namun pada pertemuan kedua di Yogyakarta, kedua delegasi sepakat untuk memberi nama Pertemuan Informal


(23)

Indonesia-Australia menjadi Indonesia-Australia Defence Strategic Dialogue (IADSD). Forum dialog ini pertama kali diadakan pada tahun 2001 di Jakarta. Sejak tahun 2004 forum ini dilaksanakan secara bergantian di Indonesia dan Australia setiap satu tahun sekali.

Pada 13 November 2006 Indonesia dan Australia menandatangani Framework Agreement on Security Cooperation di Pulau Lombok, Indonesia. Perjanjian yang dikenal juga dengan nama Perjanjian lombok ini merupakan kerangka kerjasama yang telah dimatangkan oleh kedua negara selama bertahun-tahun. Perjanjian kerjasama keamanan yang ditandatangani menteri luar negeri kedua negara mengatur kerjasama pada 10 bidang. Kesepuluh bidang itu meliputi pertahanan, keamanan maritim, intelejen, kontra terorisme, pencegahan proliferasi senjata pemusnah massal, tanggap darurat bencana alam, penegakan hukum, keselamatan dan keamanan penerbangan, kerjasama di dalam organisasi internasional dan kerjasama antar masyarakat.

Perjanjian kerangka kerjasama keamanan tersebut dilatarbelakangi oleh keperluan Indonesia memasukkan jaminan pengakuan Australia atas kedaulatan Republik Indonesia (RI) ke dalam suatu kerangka perjanjian. Demikian juga terhadap pernyataan tidak mendukung gerakan-gerakan separatis di Indonesia. Selain itu juga dimaksudkan untuk mewadahi dan mengembangkan berbagai kerjasama keamanan bilateral yang sudah ada.

Sebagai implementasi dari perjanjian lombok, maka pada tahun berikutnya, ditahun 2007 dan seterusnya forum dialog IADSD dilaksakan untuk


(24)

mengimplementasikan poin-poin kerjasama yang telah disepakati pada Perjanjian Lombok. Forum dialog ini telah berjalan sejak tahun 2001 dan terus dilakukan sejak tahun 2004 sampai sekarang. Dalam IADSD terdapat beberapa hasil kesepakatan yang diperoleh dalam poin kerjasama keamanan maritim, yaitu Join (Save and Recue) SAR Operation Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Australian Maritime Safety Autority (AMSA), latihan bersama patroli laut TNI angkatan laut Indonesia dan Royal Autralian Navy (RAN).

Salah satu faktor yang mendasari adanya bentuk kerjasama di bidang keamanan maritim adalah faktor geografi, dimana Indonesia memiliki karakteristik geografi yang terbuka, utamanya dimensi maritim. Ancaman keamanan saat ini lebih banyak di dominasi oleh ancaman yang banyak memanfaatkan jalur laut seperti penyelundupan manusia (people smugling), narkotika, penyelundupan senjata, penyelundupan barang, pembajakan laut, nelayan ilegal, terorisme maritim, yang juga memiliki peluang terhadap adanya peningkatan gerakan separatis dan konflik, khususnya di wilayah Indonesia Timur.

Perjanjian keamanan yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia memiliki arti yang sangat penting bagi kedua negara, baik pada tingkat konsep maupun hubungan bilateral kedua negara. Jika melihat dari realitas dan dinamika hubungan bilateral yang selalu mengalami pasang surut, maka perjanjian keamanan ini merupakan prestasi tertinggi dalam meletakkan kerangka kerjasama keamanan bagi kedua negara, khususnya pasca pembatalan perjanjian keamanan Indonesia-Australia pada tahun 1999.


(25)

Bagi Indonesia perjanjian keamanan ini memiliki arti penting dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia. Terutama jaminan kedaulatan dari pemerintah Australia atas Integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sisi lain perjanjian keamanan memberikan keuntungan khusus bagi Indonesia berupa peningkatan kemampuan kontrol wilayah dan geografi, terkait dengan Joint Exercises (latihan bersama) Patroli Keamanan Maritim Terkoordinasi antara TNI Angkatan laut dan AMSA, kerjasama intelijen, sebagai implementasi dari kerjasama keamanan.

Sedangkan bagi Australia, dengan perjanjian keamanan ini Australia sangat berharap bahwa pemerintahnya dapat meningkatkan kerjasama dengan pemerintah Indonesia di bidang keamanan, untuk menghadapi ancaman kejahatan transnasional yang banyak memanfaatkan dimensi maritim. Selain menjaga kepentingan dan keamanan, kerjasama keamanan ini juga dipilih oleh pemerintah Australia guna mencegah serangan terorisme dan para pelaku teror masuk ke dalam teritorial negaranya.

Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk memperkuat dan mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama di bidang pertahanan dan militer atas dasar saling menghormati kemerdekaan masing-masing, kedaulatan dan integritas teritorial, tidak campur tangan dalam urusan internal masing-masing, kesetaraan, saling manfaat dan menjunjung tinggi perdamaian seperti yang tercantum dalam Piagam PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dan norma-norma yang diakui secara universal hukum internasional lainnya.


(26)

Maka berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitan yang berjudul :

“Kerjasama Keamanan Maritim Indonesia–Australia Dalam Kerangka Perjanjian Lombok”

Penelitian yang akan dilakukan ini berkaitan dengan beberapa mata kuliah pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, antara lain:

1. Pengantar Hubungan Internasional. Dimana pada mata kuliah ini mulai mengetahui dinamika yang terjadi dalam konteks hubungan Internasional, baik itu antara state actors maupun non-state actors dalam sistem internasional.

2. Hubungan Internasional di Kawasan Asia Pasifik. Dalam mata kuliah ini kita mempelajari interaksi yang dilakukan oleh negara yang berada di kawasan Asia Pasifik.

3. Politik Luar Negeri. Dalam mata kuliah ini membantu menjelaskan berbagai tindakan yang dilakukan oleh negara dalam interaksinya terhadap negara lain serta kebijakan politik luar negeri suatu negara untuk menghadapi perubahan yang terjadi diluar wilayahnya demi pencapaian kepentingan nasional.

4. Hukum Internasional. Dalam mata kuliah ini kita mempelajari tentang batas-batas yurisdiksi yang dimiliki oleh masing-masing negara dan membahas Hukum Laut Internasional.


(27)

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dapat di identifikasikan dalam beberapa pertanyaan berikut :

Rumusan masalah mayor:

“Bagaimana kerjasama keamanan maritim Indonesia–Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok?”

Rumusan masalah minor:

1. Faktor apa yang menjadi latar belakang Pemerintah Indonesia melakukan kerjasama keamanan maritim dengan Pemerintah Australia?

2. Program apa saja yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia–Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok?

3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia–Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok?

4. Keuntungan yang diperoleh pemerintah Indonesia dari kerjasama keamanan maritim tersebut?

1.2.1 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diajukan untuk mempersempit fokus terhadap masalah. Dari permasalahan yang ada, penulis membatasi masalah dalam kerjasama keamanan


(28)

maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok yang dilakukan pada tahun 2007-2010. Perjanjian keamanan sebagai payung hukum kerjasama keamanan kedua negara memberikan keuntungan khusus bagi Indonesia berupa peningkatan kemampuan kontrol wilayah dan geografi, terkait dengan ancaman keamanan yang masuk melalui laut seperti, penyeludupan senjata, narkotika, people smugling, penyeludupan barang serta terorisme dan ancaman lainnya serta peningkatan kegiatan kerjasama pertahanan dan kerjasama lainnya yang telah ada dan pembangunan kapasitas dalam bidang keamanan udara dan maritim sesuai dengan hukum internasional. Pembatasan tahun ini diambil karena perjanjian yang baru ditandatangani pada tahun 2006 dan diratifikasi tahun 2007 untuk melihat hasil kerjasama keamanan maritim dalam kerangka perjanjian ini. Dan dibatasi sampai pada tahun 2010 karena untuk melihat perkembangan dari kerjasama yang telah dilakukan terkait dana yang telah dikeluarkan selama kurun waktu 2007-2010.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisa kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia dalam upaya menangani ancaman-ancaman yang ada di wilayah perairan perbatasan kedua negara.


(29)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan penelitian yang dilakukan hendaknya memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah :

1. Penelitian dalam penulisan skripsi ini diharapkan untuk dapat mengetahui, memahami, dan meneliti berbagai faktor atau alasan Pemerintah Indonesia mengadakan kerjasama keamanan maritim dengan pemerintah Australia. 2. Mengetahui, memahami dan meneliti program yang dilakukan oleh

pemerintah Indonesia-Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok.

3. Mengetahui, memahami, dan meneliti kendala yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia-Australia dalam menjalankan kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok.

4. Mengetahui, memahami, dan meneliti keuntungan yang diperoleh pemerintah Indonesia dari kerjasama tersebut.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan teori–teori ilmu hubungan internasional yang akan menambah khasanah keilmuan, menambah wawasan serta dapat berguna sebagai tambahan informasi dan pembelajaran yang tertarik membahas


(30)

terkait dengan topik penelitian yang dibahas kali ini. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dapat dijadikan masukan untuk keperluan referensi akademis bagi yang berminat mengadakan penelitian lanjutan untuk masalah yang sama.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan bagi pemerintah. Penelitian ini juga untuk meneliti lebih lanjut agar program kerjasama pemerintah dapat lebih tepat sasaran dan sebagai bahan pertimbangan serta evaluasi program kerjasama. Selain itu sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk meraih gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.


(31)

11

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada tinjauan pustaka ini, penulis menguraikan tentang kajian-kajian yang diperoleh dari jurnal-jurnal ilmiah dan hasil penelitian pihak lain yang dapat dijadikan asumsi-asumsi yang memungkinkan terjadinya penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan oleh penulis.

Penelitian sebelumnya yang penulis jadikan acuan dalam tinjauan pustaka adalah tesis yang ditulis oleh Ahmad Almaududy Amri dari Universitas Indonesia pada tahun 2012, yang berjudul Foreign Affairs and Defence Ministers Meeting Indonsesia-Australia: Upaya dalam Meningkatkan Hubungan Bilateral di Bidang Keamanan. Dalam tesis ini diuraikan tentang bentuk baru dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia yaitu Foreign Affairs and Defence Ministers Meeting (FADMM). Ide ini mulai mengemuka saat Presiden RI melakukan kunjungan ke Canberra pada bulan Maret 2010 dimana kedua negara menyepakati untuk menyelenggarakan pertemuan tahunan FADMM. Dasar pemikiran pembentukan FADMM adalah sebagai langkah upaya mendorong dan mewujudkan kesepakatan dalam Perjanjian Lombok dan rencana aksi. Selain itu, Indonesia memiliki kepentingan dalam pembentukan forum ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan FADMM selain menguntungkan bagi Indonesia khususnya di bidang


(32)

keamanan, dapat pula meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Australia, mengurangi ketegangan antara kedua negara, meningkatkan rasa saling percaya dan mencegah terjadinya konflik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja yang mendorong Indonesia untuk membentuk FADMM. Selain itu akan diketahui pula peran FADMM dalam meningkatkan hubungan bilateral Indonesia dan Australia di bidang keamanan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka akan diperoleh pula pemahaman tentang kebijakan Pemerintah Indonesia melalui kebijakan luar negerinya untuk meningkatkan hubungan bilateral di bidang keamanan dengan membuat forum yang mengikutsertakan menteri luar negeri dan menteri pertahanan kedua negara.

Sementara itu, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim dalam jurnal terbitan tahun 2006 yang berjudul Mencermati Perjanjian Keamanan Indonesia-Australia, mengkaji bagaimana perjanjian kerjasama keamanan maritim kedua negara menguntungkan kedua negara dari kepentingan nasional masing-masing negara. Selain itu jurnal ini juga membahas tentang keamanan maritim dikaitkan dengan kepentingan nasional Australia. Dan bagaimana Ambisi Australia untuk mempertahankan posisinya sebagai aktor regional mendorong negara itu untuk dengan segala cara berupaya mengamankan kepentingan nasionalnya. Dalam konteks

Framework Agreement on Security Cooperation.

Penelitian terdahulu yang juga digunakan dalam penelitian ini yaitu skripsi yang ditulis oleh Susi Pesta Romauli Boru Aritonang dari Universitas Komputer Indonesia pada tahun 2011, yang berjudul Pengaruh Kebijakan Maritim Australia


(33)

Australia’s Maritime Identification Zone (AMIZ) Terhadap Batas Yurisdiksi Perairan Indonesia. Dalam skripsinya penulis membahas tentang Kebijakan Pertahanan dan

Keamanan Maritim Australia yaitu Australia’s Maritime Identification Zone (AMIZ),

disebabkan oleh persepsi Australia tentang ketidakmampuan Australia untuk mengatasi ancaman serta keikutsertaan Australia dalam kerjasama dengan negara sukutunya Amerika Serikat dalam hal pertahanan missile.

Australia merasa perlu untuk melakukan deteksi dini terhadap kapal-kapal yang memasuki perairan Australia. Namun, dirasakan kekhawatiran oleh beberapa negara yang berada di kawasan Asia-Pasifik, akibat daya jangkau 1000-1500 mil laut yang terdapat dalam kebijakannya tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan merasa bahwa daya jangkau 1000-1500 mil laut tersebut memasuki dua per tiga wilayah perairan Indonesia. Berdasarkan permasalah tersebut dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu Bagaimana Pengaruh Kebijakan Maritim Australia Australia’s Maritim Identification Zone (AMIZ) terhadap Batas Yurisdiksi Perairan Indonesia Metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dan studi kepustakaan, dimana dengan menggunakan metode ini dapat diambil hipotesis untuk mengidentifikasikan permasalahan tersebut, hipotesis tersebut adalah Kebijakan Maritim Australia berupa pemberlakuan Australia’s Maritime Identification Zone (AMIZ) yang mempunyai jangkauan radar 1000-1500 mil telah mempengaruhi batas Yurisdiksi Perairan Indonesia ditandai dengan 2/3 wilayah Indonesia yang masuk dalam wilayah operasional AMIZ.


(34)

Hasil uji dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Australia dalam menerapkan kebijakan pertahanan maritimnya yaitu Australia’ss Maritime Identification Zone (AMIZ) telah memberikan pengaruh terhadap Yurisdiksi dari negara lain khususnya Indonesia yang mana sebagian dari wilayah Perairan Indonesia masuk dalam jangkauan AMIZ.

Yang membedakan penelitian ini dari ketiga karya ilmiah diatas yaitu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerjasama keamanan maritim yang dilakukan antara Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok. Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah kerjasama keamanan maritimantara Indonesia-Australia dan Perjanjian Lombok. Peneliti mencoba memahami dan menganalisis bagaimana kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam mengatasi ancaman-ancaman yang terdapat di wilayah perairan perbatasan kedua negara.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif. Sebagian besar data dikumpulkan melalui studi pustaka dan penelusuran website. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan pendekatan teori yang berhubungan dengan Hubungan Internasional, Kerjasama Internasional, Perjanjian Internasional, Hukum Laut Internasional, Kepentingan Nasional dan teori Geopolitik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan segala bentuk kerjasama keamanan maritim Indonesia-Australia dalam kerangka Perjanjian Lombok dari tahun 2007 sampai 2010.


(35)

2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Hubungan Internasional

Ilmu hubungan internasional merupakan bagian dari ilmu sosial yang khusus mempelajari masyarakat internasional atau sociology of international relations. Ilmu hubungan internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur politik saja, tetapi juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, hankam dan lain sebagainya.

Istilah hubungan internasional memiliki banyak definisi. Secara keseluruhan hubungan internasional merupakan studi yang terbentuk dari ilmu-ilmu yang bersifat interdisipliner dan melengkapi satu sama lain. Hal ini digunakan oleh para ahli untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi didalam hubungan antar negara, sehinga pada akhirnya memberikan berbagai definisi terhadap studi hubungan internasional itu sendiri. Hubungan internasional juga dapat ditujukan kepada semua bentuk interaksi antara anggota-anggota masyarakat yang berbeda, baik yang didukung oleh pemerintah maupun tidak.

Dalam mempelajari ilmu Hubungan Internasional terdapat tujuan dasar mempelajari ilmu ini, seperti yang disampaikan oleh DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” yaitu:

“Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku

internasional, yaitu perilaku antara aktor negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama,


(36)

pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi didalam organisasi internasional” (Perwita & Yani, 2005:4-5).

Menurut The Dictionary of World Politics, hubungan internasional adalah istilah yang digunakan untuk melihat seluruh interaksi antara aktor-aktor negara dengan melewati batas-batas negara. Sedangkan Mc. Clelland mendefinisikan hubungan internasional secara jelas sebagai studi tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. Hubungan internasional akan berkaitan dengan segala bentuk interaksi antara masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun warga negara. Hubungan internasional mencakup pengkajian terhadap politik luar negeri dan politik internasional, dan meliputi segala segi hubungan diantara berbagai negara didunia (Perwita & Yani, 2005:4).

DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam buku “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” menyatakan bahwa:

“Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (Perwita & Yani, 2005:3).

Sesuai dengan definisi hubungan internasional yang telah diuraikan dan sesuai dengan fenomena kerjasama keamanan maritim antara Indonesia dan Australia, dalam hal ini, hubungan, interaksi serta dinamika kedua negara ini dalam menjalankan kerjasama maritim tersebut.


(37)

2.2.2 Kerjasama Internasional

2.2.2.1 Pengertian Kerjasama Internasional

Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktor-aktor internasional lainnya. Keharusan tersebut diakibatkan adanya saling ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber daya–sumber daya yang dibutukan oleh para aktor internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari beberapa negara dan tidak dapat dipenuhi sendiri secara maksimal oleh satu negara saja, namun dari bantuan dan kerjasama negara lain.

Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam kerjasama internasional adalah:

1. Negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi


(38)

dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil.

2. Kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara–negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri (Sugiono, 2006; 6).

2.2.2.2 Negara Dalam Kerjasama Internasional

Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup bersama-sama dalam satu kelompok. Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya, seperti dalam hal mencari makan, melawan bahaya dan menanggulangi bencana serta melanjutkan keturunan.

Pada awalnya kelompok manusia ini hidup dari hasil perburuan kelompoknya, setelah sumber buruan habis, maka mereka pindah ke lokasi lain dengan cara hidup nomaden. Kemudian sejalan dengan perkembangan peradaban, mereka mulai hidup secara menetap pada satu tempat tertentu dan mereka mulai mengenal bagaimana beternak dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhannya. Kemudian terjadi pertentangan-pertentangan antarkelompok untuk memperebutkan satu wilayah tertentu, dan untuk mempertahankan hak hidup mereka pada lokasi yang mereka anggap baik bagi sumber penghidupan kelompoknya, mereka memilih seseorang atau


(39)

sekelompok kecil orangnya yang ditugaskan untuk mengatur dan memimpin kelompoknya. Kemudian dengan meluasnya kepentingan kelompok yang ada dan untuk dapat mengatasi kesulitan yang mereka hadapi, baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar, mereka merasakan perlu adanya suatu organisasi seperti dikenal sekarang yang mengatur tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam kelompok yang bergabung menjadi kelompok yang lebih besar (Rudy, 2009: 65-66).

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelompok kecil yang kemudian bergabung menjadi kelompok yang lebih besar juga merupakan suatu bentuk organisasi pada zaman dahulu. Kemudian dari sinilah mulai berkembang menjadi kerajaan atau negara sebagai perwujudan dari kelompok manusia yang lebih tertib dan teratur sebagaiman persyaratan sebagai suatu organisasi. Kemudian kerajaan atau negara dengan kerajaan atau negara lain saling berhubungan yang pada mulanya adalah hubungan perdagangan yang lama kelamaan berkembang serta meluas ke bidang-bidang lain seperti kebudayaan, politik, militer, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini, terdapat keadaan yang memudahkan pencapaian tujuan masing-masing dan dalam konteks hubungan inilah sering terjadi benturan kepentingan diantara negara yang berhubungan, bahkan dapat berkembang menjadi konflik bersenjata, yang dalam sejarah dunia telah terbukti beberapa kali bahkan beratus kali terjadi peperangan antar bangsa (Rudy, 2009: 66-67).


(40)

2.2.2.3 Kerjasama Bilateral

Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara, contohnya :

1. Penandatanganan atau perjanjian 2. Tukar menukar duta besar 3. Kunjungan kenegaraan

Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi kedutaan besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup kedutaan besar terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara (Djelantik, 2008: 85-87).

Kerjasama bilateral adalah suatu kerjasama politik, budaya dan ekonomi di antara 2 negara. Kebanyakan kerjasama internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran kedutaan besar, dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubungan bilateral adalah kerjasama multilateral; yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu negara berlaku semaunya sendiri (freewill).

“Dalam diplomasi bilateral konsep utama yang digunakan adalah sebuah negara

akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan membuat hubungan baik dan berkepanjangan antar negara” (Rana, 2002: 15-16).

Kerjasama bilateral adalah kerjasama yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak (Rudy, 2002: 127). Perjanjian Bilateral akan muncul bila dua negara saling sepakat akan adanya kepentingan yang


(41)

sama. Jika bentuk perjanjian berupa kerjasama dan lingkupnya hanya terbatas pada dua negara saja maka kerjasama itu memiliki kecenderungan untuk bertahan lama, kerjasama tidak akan dilakukan bila suatu negara bisa mencapai tujuannya sendiri. Sehingga dalam hal ini terlihat bahwa kerjasama hanya akan terjadi, karena adanya saling ketergantungan antar negara-negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya masing-masing.

2.2.2.4 Kerjasama Keamanan Maritim

Palma mendefinisikan keamanan maritim dengan kondisi terbebasnya suatu negara dari berbagai ancaman terhadap kepentingan nasionalnya di laut. Ancaman tersebut baik berupa ancaman militer, maupun non-militer seperti tindakan kekerasan untuk memaksa, mendorong sebuah kepentingan dan tujuan politik, menantang kedaulatan sebuah negara, mengabaikan hukum, baik nasional dan internasional, pemanfaatan secara illegal sumber daya laut, transportasi illegal terhadap barang dan orang melalui laut (Palma, 2009: 1).

Marry Ann Palma lebih lanjut membagi permasalahan keamanan maritim ke dalam dua kategori, yakni, pertama, keamanan maritim sebagai keamanan nasional, yang mempunyai tujuan melindungi integritas wilayah dari sumber ancaman internal (konflik komunal dan separatisme). Kedua, keamanan maritim sebagai kepentingan keamanan yang berdampak regional. Setiap negara pasti memiliki kebijakan terhadap adanya ancaman eksternal (transnational crime), yang mana kebijakan atau jurisdiksi


(42)

nasional tersebut berimplikasi pada dinamika regional di suatu kawasan (Palma, 2009: 26).

2.2.3 Hukum Internasional

2.2.3.1 Pengertian Hukum Internasional

Hukum Internasional juga merupakan salah satu kajian dalam hubungan internasional. Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku dan terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaati dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain dan meliputi juga :

1. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu.

2. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.

Pada dasarnya hukum internasional didasarkan atas beberapa pemikiran sebagai berikut :


(43)

1. Masyarakat internasional yang terdiri dari sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka (independen) dalam arti masing-masing berdiri sendiri tidak berada dibawah kekuasaan yang lain (multi state system).

2. Tidak ada suatu badan yang berdiri diatas negara-negara baik dalam bentuk negara (world state) maupun badan supranasional yang lain.

3. Merupakan suatu tertib hukum koordinasi antar anggota masyarakat internasional sederajat. Masyarakat Internasional tunduk pada hukum internasional sebagai tertib hukum yang mengikat secara koordinatif untuk memelihara & mengatur berbagai kepentingan bersama (Rudy, 2006: 2). Negara-negara memiliki kepentingan bersama dalam membangun dan memelihara ketertiban nasional sehingga mereka dapat hidup berdampingan dan berinteraksi atas dasar stabilitas, kepastian dan dapat diramalkan. Untuk tujuan itu, negara-negara diharapkan menegakkan hukum internasional untuk menjaga komitmen perjanjian mereka dan mematuhi aturan, konvensi, dan kebiasaan tatanan hukum internasional. Mereka juga diharapkan mengikuti praktek-praktek diplomasi yang telah diterima dan mendukung organisasi internasional. Hukum internasional, hubungan diplomatik dan organisasi internasional hanya dapat bertahan dan berjalan lancar jika pengharapan tersebut umumnya disadari oleh seluruh negara sepanjang waktu (Jackson & Sorensen, 2007: 6).


(44)

2.2.3.2 Sumber-sumber Hukum Internasional

Menurut Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) pasal 38, ayat 1, dinyatakan bahwa tata urutan sumber-sumber material hukum internasional, yaitu:

1. Traktat-traktat dan konvensi-konvensi. 2. Kebiasaan internasional.

3. Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.

4. Keputusan-keputusan yudisial dan opini-opini hukum, sebagai alat tambahan bagi penetapan kaidah hukum.

Dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional tidak memasukkan keputusan-keputusan badan arbitrasi sebagai sumber hukum internasional karena dalam prakteknya penyelesaian sengketa melalui badan arbitrasi hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakatan para pihak dalam perjanjian. Dilain pihak, prinsip-prinsip umum hukum dimasukkan kedalam Pasal 38 tersebut sebagai sumber hukum, sebagai upaya memberikan wewenang kepada mahkamah internasional untuk membentuk kaidah-kaidah hukum baru apabila ternyata sumber-sumber hukum lainnya tidak dapat membantu mahkamah dalam menyelesaikan suatu sengketa. Prinsip-prinsip umum tersebut harus digunakan secara analog dan diperoleh dengan jalan memilih konsep-konsep umum yang berlaku bagi semua sistem hukum nasional (Mauna, 2005: 8-9).


(45)

2.2.3.3 Hukum Laut Internasional dan UNCLOS (United Nations Conference on the Law of the Sea)

Pada awal sejarah perkembangan hukum laut, terdapat beberapa ukuran yang dipermasalahkan untuk menetapkan lebar laut teritorial sebagai jalur yang berbeda di bawah kedaulatan negara pantai atas jalur maritim ini benar-benar berlaku. Definisi hukum laut adalah: “Sekumpulan atau serangkaian peraturan yang menyangkut tentang wilayah laut” (Koers, 1994: 5).

Dua perkembangan penting setelah berakhirnya Perang Dunia II, adalah : 1. Penerimaan Umum atas Landas kontinen Zona Ekonomi Eksklusif.

2. Keputusan-keputusan international Court of Justice dalam perkara Anglo Norwegian Fisheries Case (yaitu mengenai pertimbangan bahwa jalur maritim bukanlah suatu perluasan semua terbatas dari wilayah kekuasaan daratan suatu negara sebagai suatu wilayah tambahan yang berdampingan) dimana demi alasan-alasan ekonomi, keamanan, dan geografis negara pesisir itu berhak untuk melaksanakan hak-hak kedaulatan eksklusif, yang hanya tunduk pada pembatasan-pembatasan seperti hak lintas damai dari kapal-kapal asing (Rudy, 2006 : 2).

Sejak laut dimanfaatkan sebagai jalur pelayaran, perdagangan dan sebagai sumber kehidupan seperti penagkapan ikan, semenjak itu pulalah ahli-ahli hukum mulai memusatkan perhatiannya pada hukum laut. Ahli-ahli hukum berusaha meletakkan konsep-konsep dasar tentang hukum laut, seperti halnya Summer yang membagi teori-teori tentang lautan secara legalistik dalam empat bagian:


(46)

1. Perairan pedalaman 2. Laut Teritorial 3. Zona Tambahan 4. Laut Lepas

Dalam perkembangannya hukum laut melewati beberapa konsepsi yaitu: 1. Konsepsi Cornelius van Bijnkerhoek 1702.

2. Konferensi Liga Bangsa-bangsa di Den Haag tahun 1930. 3. Konsepsi UNCLOS I I958.

4. Konsepsi UNCLOS II 1960.

5. Konsepsi UNCLOS III 1982 (Rudi, 2006: 2-8).

Konferensi PBB mengenai hukum laut yang pertama dan kedua (tahun 1958 dan 1960) belum dapat menyelesaikan beberapa masalah, seperti:

1. Lebar laut teritorial secara tepat.

2. Masalah lintas damai bagi kapal-kapal perang setiap waktu melintasi selat-selat yang merupakan jalan raya maritim internasional dan yang seluruhnya merupakan perairan laut territorial.

3. Hal lintas dan terbang lintas dalam hubungannya dengan perairan kepulauan.

4. Masalah perlindungan dan konservasi spesies-spesies khusus untuk kepentingan ilmiah atau fasilitas kepariwisataan.

Pada tahun 1973 diadakan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ke III, yang dikenal sebagai United Nations Conference on the


(47)

Law of the Sea (UNCLOS). Konferensi ini berakhir dengan pengesahan naskah akhir konvensi dan penandatanganannya di Montego Bay, Jamaika pada tanggal 10 Desember 1982 oleh 119 negara dan mencakup hal-hal:

1. Kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut yang ada, misalnya kebebasan-kebebasan dilaut lepas dan hak lintas damai dilaut territorial.

2. Pengembangan hukum laut yang sudah ada, seperti ketentuan mengenai lebar laut territorial menjadi maksimum 12 mil laut dan kriteria landas kontinen.

3. Penciptaan aturan-aturan baru, seperti asas negara kepulauan, zona ekonomi eksklusif dan penambangan didasar laut internasional (Rudy, 2006: 17-18).

Adapun yang menjadi sasaran utama dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ini yaitu :

a. Konvensi akan mendorong pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasioanal karena, meskipun banyak klaim yang bertentangan oleh negara-negara pantai, namun secara universal telah disepakati batas-batas mengenai laut territorial, mengenai zona tambahan, mengenai zona ekonomi eksklusif dan mengenai landas kontinen.

b. Kepentingan masyarakat internasional dalam hal kebebasan pelayaran di perairan maritim akan diperlancar oleh adanya kompromi mengenai status zona ekonomi eksklusif, dengan rezim hukum lintas damai melalui laut territorial, dengan rezim hukum lintas transit melalui selat-selat yang


(48)

digunakan untuk pelayaran internasional, dan dengan rezim hukum lintas alur laut kepulauan.

c. Kepentingan masyarakat internasional dalam hal pelestarian dan pemanfaatan kekayaan hayati laut akn ditingkatkan dengan melalui pelaksanaan sungguh-sungguh ketentuan konvensi yang berkaitan dengan zona ekonomi eksklusif.

d. Ketentuan baru yang penting telah dibuat guna melindungi dan melestarikan lingkungan laut dari pencemaran.

e. Konvensi memuat ketentuan baru mengenai ilmiah kelautan yang mengupayakan keseimbangan yang layak antara kepentingan negara-negara pantai di zona ekonomi eksklutif serta dilandas kontinen di mana penelitian tersebut dilakukan.

f. Kepentingan masyarakat internasional dalam hal penyelesaian secara damai penyelesaian sengketa internasional akan dilakukan dengan sistem penyelesaian sengketa wajib sebagaimana diatur dalam konversi.

g. Prinsip bahwa kekayaan dasar laut dalam merupakan warisan bersama umat manusia telah dijabarkan dalam lembaga dan persetujuan yang adil dan dapat dilaksanakan.

Unsur-unsur kesederajatan internasional dapat dijumpai dalam konvensi seperti pembagian hasil di landas kontinen di luar batas 200 mil, yang memberikan akses kepada negara-negara tidak berpantai dan negara-negara yang keadaan geografisnya tidak menguntungkan untuk menuju sumber-sumber kekayaan hayati di zona


(49)

ekonomi eksklusif negara-negara tetangganya, hubungan-hubungan antara nelayan-nelayan jarak jauh, dan pembagian keuntungan dari eksploitasi sumber kekayaan alam di dasar laut (Tunggal, 2010: 1).

Adapun ketentuan-ketentuan dalam UNCLOS yaitu : a. Laut Teritorial dan Zona Tambahan

Menurut Konvensi Hukum Laut 1982, kedaulatan dari negara pantai menyambung keluar dari wilayah daratan dan perairan pedalamannya atau perairan kepulauannya ke kawasan laut yang disebut Laut Teritorial. Kedaulatan ini menyambung ke ruang udara di atas laut teritorial, demikian pula ke dasar lautan dan tanah dibawahnya, serta negara-negara akan melaksanakan kedaulatannya atas laut territorial dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan konvensi ini dan aturan-aturan lain dari hukum laut internasional (Anwar, 1989: 20).

Batas laut teritorial tidak melebihi 12 mil laut diukur dari garis pangkal normal. Untuk negara-negara kepulauan yang mempunyai karang-karang di sekitarnya, garis pangkalnya adalah garis pasang surut dari sisi karang ke arah laut. Bagian ini juga membahas tentang perairan kepulauan, mulut sungai, teluk, instalasi pelabuhan, penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan serta lintas damai (Rudy, 2006: 18).

Zona tambahan, menentukan bahwa negara pantai dalam zona tersebut boleh melaksanakan pengawasan yang diperlukan guna mencegah


(50)

pelanggaran undang-undang menyangkut bea cukai, fiskal, imigrasi, dan saniter dalam wilayahnya namun tidak boleh lebih dari 24 mil laut (Rudy, 2006: 18).

b. Selat yang digunakan untuk Pelayaran Internasional

Rezim lintas melalui selat-selat yang digunakan untuk pelayaran internasional tak mempengaruhi status hukum perairannya atau pelaksanaan kedaulatan dan yuridiksi oleh negara yang berbatasan dengan selat-selat tersebut terhadap perairan, dasa laut, tanah dibawahnya serta ruang udara diatasnya (Rudy, 2006: 18).

Negara-negara selat, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan konvensi, dapat membuat peraturan perundang-undangan mengenai lintas laut transit melalui selat tersebut yang bertalian dengan:

1. Keselamatan pelayaran dan pengendalian pencemaran. 2. Pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran.

3. Pencegahan penangkapan ikan, termasuk penyimpanan alat penangkapan ikan dalam palka.

c. Zona Ekonomi Eksklusif

Merupakan suatu wilayah diluar dan berdampingan dengan laut territorial yang tidak melebihi jarak 200 mil laut. Angka yang dikemukakan mengenai lebarnya zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. Dimana angka yang dikemukakan ini tidak menimbulkan kesukaran yang dapat diterima oleh negara-negara berkembang dan juga negara-negara


(51)

maju. Semenjak dikemukakannya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil dari garis pangkal tetap dijadikan pegangan. Sekiranya lebar laut wilayah 12 mil sudah diterima, seperti kenyataan sekarang ini, sebenarnya lebar zona ekonomi tersebut 200 mil - 12 mil = 188 mil. Sebagaimana telah dikemukakan, hak-hak negara pantai atas kedua zona laut tersebut berbeda yaitu kedaulatan penuh atas laut wilayah dan hak-hak berdaulat atas zona ekonomi untuk tujuan eksploitasi sumber-sumber kekayaan yang terdapat didaerah laut tersebut (Mauna, 2005: 365).

Adapun prinsip dari Zona Ekonomi Eksklusif yaitu bila negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas laut wilayahnya dan sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, terhadap zona ekonomi eksklusif, Pasal 56 konvensi hanya memberikan hak-hak berdaulat kepada negara pantai untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin (Mauna, 2005: 363-340).

d. Landas Kontinen

Landas Kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak diluar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah diwilayah daratannya hingga pinggiran luar


(52)

tepian kontinen atau hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal dimana lebar laut territorial diukur dalam hal pinggiran laut tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut berdasarkan Hukum Laut 1982 Pasal 76 KHL 1982.

e. Laut Lepas

Adalah bagian laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, laut teritorial atau perairan pedalaman negara-negara kepulauan. Juga membahas tentang hak pelayaran, imunitas yuridiksional dan kasus-kasus tabrakan atau kecelakaan-kecelakaan pelayaran lainnya.

f. Aturan Pulau

Sebuah pulau adalah suatu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah, yang dikelilingi oleh air yang ada diatas permukaan air pada air pasang. Laut teritorial, zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang ditetapkan bagi pulau-pulau caranya sama dengan ketentuan-ketentuan konvensi mengenai hal-hal tersebut dalam kaitannya dengan wilayah daratan lainnya, akan tetapi batu karang yang tidak dapat mendukung kediaman manusia atau kehidupan ekonomi tersendiri tidak mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif atau Landas Kontinen.

g. Laut Tertutup dan Setengah Tertutup

Yaitu suatu teluk, lembah laut atau laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih Negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau samudera oleh suatu alur sempit atau yang seluruhnya atau sebagian terdiri dari laut


(53)

territorial dan Zona Ekonomi Eksklusif dua negara atau lebih. Negara-negara yang berbatasan dengan suatu laut demikian harus bekerjasama berdasarkan konvensi.

h. Aturan akses Negara Tidak Berpantai Ke dan Dari Laut serta Kebebasan Transit

Yaitu aturan yang memberikan kebebasan transit kepada negara tak berpantai yang ditetapkan dengan perjanjian (Rudy, 2006: 20). Rezim ini berkaitan dengan hak negara-negara tersebut untuk ikut memanfaatkan sumber kekayaan alam yang terkandung dalam Zona Ekonomi Eksklusif dan Kawasan dasar laut internasional.

i. Kawasan Dasar Laut Internasional

Yaitu peraturan-peraturan mengenai penambangan sumber daya alam didasar laut.

j. Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut.

Memuat peraturan-peraturan pelestarian lingkungan laut dan pencegahan pencemaran lautan.

k. Riset Alamiah Pengembangan dan Alih Teknologi Kelautan, Penyelesaian Sengketa dan Ketentuan Penutup

Yaitu bagian yang mengatur mengenai riset kelautan bagi tujuan damai, memajukan teknologi kelautan, penyelesaian sengketa melalui Mahkamah Internasional dan prinsip itikad baik negara penandatangan Konvensi (Rudy, 2006: 18-19).


(54)

Dalam UNCLOS 1982 dikenal 8 zona pengaturan (regime) yang berlaku di laut, yaitu :

1. Perairan Pedalaman (internal waters) 2. Perairan kepulauan (archipelagic waters) 3. Laut teritorial (territorial waters)

4. Zona tambahan (contiguous zone)

5. Zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone ) 6. Landas kontinen (continental shelf)

7. Laut lepas (high seas)

8. Kawasan dasar laut internasional (international seabed area) (Tunggal, 2010:39-40).

2.2.4 Perjanjian Internasional

Pada Statuta Mahkamah Internasional pasal 38, sumber-sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh negara-negara beradab, dan keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya menurut sumber hukum internasional (Mauna, 2001: 84).

Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, semua dokumen sepanjang bersifat lintas negara, sepanjang yang menjadi pihak adalah pemerintah Indonesia, diperlakukan sebagai perjanjian internasional dan disimpan dalam Ruang


(55)

Perjanjian (treaty room) Kementerian Luar Negeri. Perjanjian yang dibuat Pemerintah dengan organisasi non pemerintah juga dianggap sebagai perjanjian internasional. Setelah lahirnya Undang-Undang tersebut, Indonesia telah menunjukkan konsistensi tentang perjanjian (Agusman, 2010: 24).

Dalam Konvensi Wina 1969 dan 1986 telah memuat definisi tentang perjanjian internasional, yaitu perjanjian internasional yang dibuat antara negara (dan organisasi internasional) dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik yang terkandung dalam instrumen tunggal atau dalam dua atau lebih instrumen yang terkait.

Selanjutnya, definisi ini diadopsi oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional dengan sedikit modifikasi, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik, yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan Negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain.

Dari pengertian ini, maka terdapat beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional menurut Konversi Wina 1969 dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, yaitu:

1. Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international agreement), sehingga tidak mencakup perjanjian-perjanjian yang berskala nasional seperti perjanjian antarnegara bagian atau antara Pemerintah Daerah dari suatu negara nasional.


(56)

2. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law), sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non subjek hukum internasional, seperti perjanjian antara negara dengan perusahaan multinasional.

3. Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional (governed by international law) yang oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional disebut dengan “diatur dalam hukum internasional serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik”. Perjanjian-perjanjian yang tunduk pada hukum perdata nasional tidak mencakup dalam kriteria ini (Agusman, 2010: 20).

Dapat disimpulkan bahwa yang disebut perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu:

1. Adanya Subjek Hukum Internasional

Negara adalah subjek hukum internasional yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional.

2. Rejim Hukum Internasional

Suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional (Mauna, 2001: 88).


(57)

T. May Rudy menggolongkan perjanjian internasional menjadi dua bagian, Treaty Contract dan Law Making. Berikut penjelasannya:

“Penggolongan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal adalah penggolongan perjanjian dalam Treaty Contract dan Law Making Treaties. Treaty Contract dimaksudkan perjanjian seperti kontrak atau perjanjian hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak yang mengadakan perjanjian itu” (Rudy, 2002:44).

Perjanjian internasional dibedakan sesuai dengan materi dari perjanjian itu sendiri. Pada umumnya bentuk dan nama perjanjian menentukan bahwa materi yang diatur oleh perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama yang berbeda tingkatannya. Namun demikian, secara hukum perbedaan tersebut tidak relevan dan tidak harus mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam suatu perjanjian internasional. Adapun bentuk dan nama perjanjian internasional adalah sebagai berikut:

1. Traktat (Treaty)

Traktat adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal yang sangat penting yang mengikat negara secara menyeluruh yang umumnya bersifat multilateral.

2. Konvensi (Convention)

Konvensi adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal yang penting dan resmi dan bersifat multilateral. Konvensi biasanya bersifat “law making treaty” dengan pengertian yang meletakkan kaidah -kaidah hukum bagi masyarakat internasional.


(58)

Merupakan suatu persetujuan yang sifatnya kurang resmi dibandingkan traktat atau konvensi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara. 4. Persetujuan (Agreement)

Persetujuan adalah bentuk perjanjian internasional yang umumnya bersifat bilateral, dengan substansi lebih kecil lingkupnya dibanding materi yang diatur dalam traktat atau konvensi.

5. Memorandum Saling Pengertian (Memorandum Of Understanding atau MOU)

MOU digunakan untuk menggambarkan perjanjian yang tidak formal yang tidak membutuhkan prosedur yang tidak terlalu mengikat.

6. Pengaturan (Arrangement)

Pengaturan adalah bentuk lain dari perjanjian yang dibuat sebagai pelaksana teknis dari suatu perjanjian yang telah ada.

7. Statuta (Charter)

Merupakan himpunan peraturan-peraturan penting mengenai pelaksanaan fungsi lembaga internasional, himpunan peraturan-peraturan yang dibentuk berdasarkan persetujuan internasional mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi dari suatu entitas khusus dibawah pengawasan internasional, dan sebagai alat tambahan pada konvensi yang menetapkan peraturan-peraturan yang akan diterapkan.


(59)

Istilah ini dapat berarti traktat sebenarnya, misalnya Deklarasi Paris 1856, dapat juga berarti dokumen yang tak resmi yang dilampirkan pada suatu traktat atau konvensi yang memberi penafsiran atau menjelaskan ketentuan-ketentuan traktat atau konvensi, bisa juga berarti persetujuan tak resmi mengenai hal-hal yang kurang penting, atau juga berarti resolusi atau konfrensi diplomatik yang mengungkapkan suatu prinsip atau asas atau desideratum untuk ditaati oleh semua negara, misalnya deklarasi tentang larangan paksaan militer, politik atau ekonomi dalam penutupan traktat yang diterima oleh Konfrensi Wina 1968-1969 mengenai hukum traktat (deklarasi boleh diratifikasi, boleh juga tidak).

9. Proses Verbal

Istilah ini pada mulanya berarti rangkuman dari jalannya serta kesimpulan dari suatu konfrensi diplomatik, tetapi dewasa ini juga untuk catatan-catatan istilah dari suatu persetujuan yang dicapai oleh para peserta misalnya proses verbal yang ditandatangani di Zurich tahun 1982 oleh wakil-wakil Italia dan Swiss untuk mencatat kesepakatan pendapat mereka mengenai ketentuan-ketentuan Traktat Perdagangan diantara mereka. Istilah ini juga dipakai untuk mencatat suatu pertukaran atau himpunan ratifikasi atau untuk suatu persetujuan administratif yang sifatnya kurang penting atau untuk membuat perubahan kecil dalam konvensi. Proses Verbal umumnya tidak membutuhkan ratifikasi.


(60)

Adalah suatu dokumen yang mencatat laporan akhir acara suatu konferensi yang mengadakan suatu Konvensi. Ketentuan penutup juga merangkum istilah-istilah rujukan dalam suatu konfrensi, dan menyebutkan satu persatu negara atau kepala negara yang hadir, delegasi-delegasi yang turut serta dalam konferensi, dan dokumen-dokumen yang diterima oleh konferensi. Final Act juga memuat resolusi, deklarasi dan rekomendasi yang diterima konvensi yang tak dicantumkan sebagai ketentuan-ketentuan konvensi. Ketentuan Penutup ditandatangani tetapi tidak diratifikasi.

11. Ketentuan Umum (General Act)

Yang sebenarnya adalah traktat, tetapi dapat bersifat resmi dan tidak resmi.

12. Pertukaran Nota Diplomatik/Surat (Exchange Of Notes/Letters)

Pertukaran nota diplomatik adalah suatu pertukaran penyampaian atau pemberitahuan resmi posisi pemerintah masing-masing yang telah disetujui bersama mengenai suatu masalah tertentu.

13. Modus Vivendi

Modus vivendi biasa digunakan sebagai instrumen kesepakatan yang bersifat sementara dan informal

14. Agreed Minutes/Summary Records/Record Of Discussion

Adalah suatu kesepakatan antara wakil-wakil lembaga pemerintahan tentang hasil akhir atau hasil sementara dari suatu pertemuan teknis (Agusman, 2010: 32-34).


(61)

Menurut Muchtar Kusumaadmadja dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Internasional”, perjanjian internasional terbagi menjadi perjanjian bilateral, dan perjanjian multilateral (Kusumaadmadja, 2003:122).

Perjanjian Bilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak. Perjanjian bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, perjanjian bilateral bersifat tertutup. Artinya, tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut (Rudy, 2002: 127).

Bentuk perjanjian bilateral yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Australia dalam Framework Agreement on Security Cooperation atau dikenal juga dengan Perjanjian Lombok ini adalah Treaty yang ditandatangani di Lombok, 13 November 2006 oleh menteri luar negeri kedua negara. Treaty adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal yang sangat penting yang mengikat negara secara menyeluruh yang umumnya bersifat multilateral.

2.2.4.1 Tahap-tahap Membuat Perjanjian Internasional

Adapun dalam membuat suatu perjanjian internasional diharuskan melewati beberapa tahap yaitu:

1. Perundingan (Negotiation)

Kebutuhan negara akan hubungan dengan negara lain untuk membicarakan berbagai masalah yang timbul diantara negara-negara itu


(1)

dapat mengambil langkah-langkah yang tepat. Indonesia menempatkan keamanan kawasan yang mengitari Indonesia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kepentingan pertahanan Indonesia secara utuh.

Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasionalnya menjadi bagian dari kepentingan strategis negara-negara lain. Oleh karena itu, penyelenggaraan fungsi pertahanan negara Indonesia diarahkan untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global. Pada lingkup regional, kepentingan pertahanan Indonesia adalah terwujudnya kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman dan stabil, terbebas dari konflik antar sesama anggota kawasan. Dinamika lingkungan keamanan strategis tersebut mengindikasikan tantangan yang besar dan kompleks bagi pertahanan negara dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah. Ancaman yang dihadapi pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa semakin berkembang menjadi multidimensional, fisik dan nonfisik, serta berasal dari luar dan dari dalam negeri.

Kerjasama pertahanan Indonesia dan Australia dalam bidang kerjasama maritim lebih merupakan keberlanjutan dari kerjasama-kerjasama yang sudah ada sebelumnya. Kerjasama keamanan maritim ini juga turut menyumbang keamanan kawasan. Prinsip dasar kerjasama pertahanan Indonesia dan Australia memiliki kesamaan kepentingan. Kesamaan kepentingan itu berupa saling mendorong untuk pemahaman antara masing-masing militer kedua negara dalam hal kebiasaan dan sudut pandang agar tidak terjadi konflik yang sifatnya sensitif. Selain itu untuk


(2)

mendukung peningkatan kapasitas bagi ketahanan kawasan. Dan yang paling penting adalah memperkuat keamanan maritim. Kerjasama bilateral dalam bidang pertahanan, dalam hal ini keamanan maritim merupakaan salah satu poin penting dalam menjaga keamanan kawasan dari ancaman agar tetap stabil dan aman.

Keuntungan lain yang akan didapat oleh pemerintah Indonesia dari kerjasama yang dijalankan bersama pemerintah Australia ini adalah dalam segi teknologi melalui pengadaan GMDSS yang sangat bermanfaat dalam melakukan kontrol lalu lintas di wilayah laut.

Namun dari semua itu keuntungan yang paling nyata dirasakan oleh Indonesia adalah dengan terjalinnya kerjasama keamanan maritim dalam kerangka Perjanjian Lombok menjadi titik balik makin membaiknya hubungan Indonesia dengan Australia yang pasca lepasnya Timor Timur dari wilayah NKRI menjadi tidak stabil.

Hal ini juga sebagai penegasan bagi pemerintah Australia agar tidak lagi mencampuri urusan politik dalam negeri Indonesia. Hal tersebut sangat penting bagi Indonesia, karena sebagai negara berdaulat Indonesia berhak untuk menjalankan urusan perpolitikan negaranya tanpa campur tangan pihak asing yang hanya akan dapat memperkeruh situasi dan membuat buruk citra Indonesia dimata dunia internasional sebagai negara yang dapat diintervensi kedaulatannya oleh negara lain.


(3)

130 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan peelitian yang telah dilakukan serta apa yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Maka peneliti dapat mengambil kesimpulan dari Kerjasama Keamanan Maritim Indonesia-Australia Dalam Kerangka perjanjian Lombok.

1. Letak geografis merupakan salah satu faktor utama yang menentukan masa depan dari suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Kondisi geografis suatu negara akan menentukan peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh secara global. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki geografi yang terbuka, hal ini akan berdampak pada bentuk ancaman keamanan.

2. Kerjasama keamanan yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia telah berlangsung cukup lama dan telah mengalami pasang surut terkait hubungan politik kedua negara. Khususnya dalam kerjasama keamanan maritim, dimana tiap kerjasama keamanan pertahanan yang terjalin merupakan interoperabilitas, artinya kerjasama keamanan maritim yang dijalankan merupakan kapasitas dari suatu sistem yang dapat berinteraksi dengan sistem lainnya melalui kesepakatan bersama.


(4)

3. Terlepas dari situasi politik kedua negara yang dinamis, baik Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia berjuang untuk terwujudnya kepentingan nasional masing-masing negara dalam menjaga keamanan wilayahnya masing-masing. Dengan adanya ancaman-ancaman yang terjadi di wilayah laut perbatasan kedua negara yang secara langsung mengancam keamanan Indonesia dan Australia, maka kedua negara diharapkan tetap menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

4. Kerjasama yang telah ada dan yang telah dilaksanakan dalam upaya menjaga keamanan wilayah laut di perbatasan kedua negara mencakup latihan bersama oleh TNI Angkatan Laut dan RAN Australia, latihan patroli bersama kedua angkatan laut masing-masing negara, Join Rescue SAR dan AMSA, serta pemberiaan dana bantuan oleh Australia untuk Indonesia pada program keselamatan penerbangan dan maritim digunakan untuk pemasangan Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS). 5. Kerjasama ini dapat dikatakan cukup berhasil, hal ini dapat terlihat dari

peningkatan jumlah imigran gelap yang berhasil ditangani oleh pemerintah Indonesia. Dalam hal hubungan antara Indonesia-Australia menjadi lebih baik dan solid.

6. Dalam pelaksanaan kerjasama ini masi banyak hambatan dan keterbatasan yang dialami oleh kedua negara agar tercapai hasil yang diharapkan dalam peenuhan kepentingan nasional kedua negara. Diantara kendala tersebut


(5)

berasal dari kendala kultural yang berasal dari pemerintah Indonesia dan Australia, yang berupa kendala dalam hal komunikasi dan perbedaan budaya serta kendala teknis dari pemerintah Indonesia terkait kurangnya anggaran pemerintah untuk Departemen Pertahanan untuk peremajaan, pengadaan dan perawatan alutsista.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Pemerintah Indonesia

Agar kerjasama keamanan maritim kedua negara dapat berjalan secara lancar, stabilitas hubungan politik kedua negara harus dapat dijalankan dan dipertahankan sebaik mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengesampingkan perilaku-perilaku politik yang dapat merugikan kerjasama keamanan maritim yang telah dilaksanakan.

Pemerintah Indonesia juga harus lebih memperhatikan anggaran yang disalurkan bagi Departemen Pertahanan, karena keamanan merupakan hal yang utama bagi suatu negara agar terhndar dari segala bentuk ancaman yang mengancam kepentingan nasional Indonesia. Selain itu diharapkan pemerintah Indonesia dapat lebih memberikan perhatian kepada sektor pertahanan melalui peremajaan dan perawatan serta penambahan alutsista yang menunjang sistem pertahanan Indonesia. Masih kurangnya alutsista yang dimiliki Indonesia menjadi hambatan bagi TNI Angkatan Laut untuk mengamankan wilayah laut NKRI.


(6)

Saran lain untuk Pemerintah Indonesia adalah penguatan SDM di bidang pertahanan agar mampu bersaing dengan negara lain serta berguna untuk penunjang alutsista dalam hal pengoperasian teknologi, agar pengamanan di wilayah laut dapat berjalan dengan sempurna tanpa ada hambatan.

5.2.2 Saran Untuk penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah khazanah keilmuan, memperluas pemahaman, menambah wawasan, dan memberikan masukan dalam hal kerjasama keamanan maritim. Hasil Pengetahuan ini juga dapat dijadikan referensi umumnya bagi mahasiswa yang melakukan penelitian berkaitan dengan penelitian ini khususnya bagi mahasiswa program studi Ilmu Hubungan Internasional dan dapat digunakan sebagai pedoman pustaka lebih lanjut.

Peneliti secara sadar sangat menyadari kekurangan penelitian yang telah disusun, dari awal penulisan skripsi hingga peneliti mendapatkan hasil dari apa yang telah diteliti. Peneliti menyarankan apabila dilakukan penelitian lanjutan sebaiknya diberikan tambahan informasi atau data yang lebih banyak, penelitian sebaiknya melengkapinya dengan metode wawancara, menggunakan jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dan lokasi pekerjaan yang lebih luas sehingga responden yang didapat pun dapat lebih bervariasi.