meningkat dengan penemuan baru tetapi belum ada yang menandingi golongan barbiturat dari segi keamanan untuk dipasarkan Djamhuri, 1990. Adapun yang
termasuk golongan obat hipnotik-sedatif non barbiturat diantaranya adalah benzodiazepin, kloralhidrat dan bromid. Penelitian ini menggunakan obat
golongan hipnotik-sedatif non-barbiturat yaitu benzodiazepin Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi, 1994.
Peranan obat-obat hipnotik pada insomnia telah menjadi perdebatan sejak bertahun-tahun. Beberapa penelitian memperlihatkan perbedaan kecil dalam
kualitas dan kuantitas tidur dari pasien yang menghadapi plasebo dibandingkan dengan yang mendapat hipnotik. Obat-obat hipnotik, pada pemakaian pertama,
memang cenderung mengurangi jeda-jeda pemutus tidur dan memungkinkan orang untuk lebih cepat jatuh tertidur dan tidur lebih lama. Namun pada
pemakaian seterusnya dari beberapa obat misalnya, barbiturat, perbedaan- perbedaan ini akan menghilang. Pada kasus benzodiazepin, hilangnya aktivitas
pada pemakain selanjutnya tidak terjadi; namun bila pemberiannya dihentikan, maka pola tidur semula yang buruk akan kembali. Kebanyakan obat-obat hipnotik
mengurangi tidur REM, dan benzodiazepin khususnya mengurangi jumlah gelombang lambat EEG pada waktu tidur Walsh, 1997.
3. Simplisia
a. Pengertian Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang spontan dikeluarkan dari sel murni. Simplisia hewani atau zat-zat
yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat kimia murni. Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik telah diolah atau
belum, tidak berupa zat kimia murni Anonim, 1979. b. Pengeringan Simplisia
Proses pengeringan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air, dengan demikian dapat dicegah terjadinya reaksi enzimatik atau pertumbuhan
bakteri dan cendawan sehingga penurunan mutu dapat dicegah, selain itu mudah dihaluskan dan mudah dalam penyimpanan. Pengeringan bagian-bagian tanaman
atau tanaman sendiri yang telah dipanen dan dibersihkan, dapat dilakukan secara langsung di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam atau diangin-
anginkan di tempat yang teduh ataupun dipanaskan pada suhu tertentu di ruang pengeringan. Suhu pengeringan tergantung pada bahan simplisia dan cara
pengeringan. Suhu yang terbaik tidak melebihi 60 C Anonim, 1985.
4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih sesuai dengan zat yang diinginkan
larut. Tiap-tiap bahan mentah obat disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai macam unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan
kondisi dari ekstraksi Ansel, 1989. Ekstrak adalah sedian pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai
pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet Anonim, 1995. Kriteria cairan penyari haruslah memenuhi syarat antara lain murah dan mudah didapat, stabil
secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak menguap dan mudah terbakar, selektif yaitu menarik zat yang berkhasiat Anonim, 1986.
Metode dasar penyarian yang dapat digunakan adalah infundasi, maserasi, perkolasi, penyarian dengan Soxhlet. Pemilihan terhadap metode tersebut
disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik. Dalam penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Istilah
maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang artinya ”merendam”, merupakan proses paling tepat untuk simplisia yang sudah halus dimungkinkan
untuk direndam dalam menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat yang mudah larut akan melarut Ansel, 1989.
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Proses pengerjaan dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa teresebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel Anonim, 1986.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain- lain Anonim, 1986.
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat
ditambahkan bahan pengawet yang diberikan pada awal penyarian Anonim, 1986.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan
kerugiannya menggunakan cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna Anonim, 1986.
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi
dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai,
sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. kemudian endapan
dipisahkan Anonim, 1986. Dalam penelitian ini cairan penyari yang digunakan adalah etil asetat. Etil
asetat merupakan cairan tidak berwarna dengan bau khas Anonim, 1979.
5. Tanaman