Perspektif Sosiologis Tinjauan Pustaka

11 4. Reaktif : Perilaku menyimpang yang berkenaan dengan rekasi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan seseorang. Artinya apabila ada reaksi dari masyarakat atau agen kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap terhadap si pelaku, maka perilaku itu telah dicap menyimpang, demikian pula si pelaku, juga dikatakan menyimpang. Dengan demikian apa yang menyimpang dan apa yang tidak tergantung dari ketetapan-ketetapan dari anggota masyarakat terhadap suatu tindakan.

1.5.3 Perspektif Sosiologis

Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang Setiadi dan Kolip, 2011: 215-227 yaitu : a. Sikap mental yang tidak sehat Yang disebut dengan mental adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa, kehendak, dan pikiran manusia. Adapun yang dimaksud dengan sikap mental yang tidak sehat adalah keadaan jiwa seseorang atau sekelompok orang yang tidak stabil sehingga berperilaku di luar perilaku manusia lain pada umumnya. Beberapa perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh depresi, deprivasi sosial dan psikopati. - Depresi adalah keadaan emosional di dalam diri seseorang yang menunjukkan adanya suatu penurunan aktifitas dan semangat yang cukup berarti. Biasanya ini ditandai dengan adanya perasaan tertekan, sedih, tidak berdaya, dan ketidakpastian. Dan biasanya ini 12 disebabkan oleh kekecewaan, terjerat persoalan yang berat, dan apa yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. - Deprivasi sosial adalah keadaan yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang akibat tidak diperolehnya kebutuhan sosial, sehingga merasa tersisih dari masyarakatnya. Keadaan ini yang menyebabkan putusnya kontak dengan masyarakat di sekelilingnya sehingga merasa terisolasi baik secara fisiologi maupun terisolasi secara psikologi. Contohnya seperti keadaan seorang lansia diantara keluarga yang tidak lagi bersimpatik, atau keadaan seorang siswa yang gagal naik kelas diantara teman-temannya. - Psikopati atau kepribadian anti sosial adalah gangguan keperibadian yang tidak jelas sebab musababnya. Bentuk gangguannya bisa beraneka ragam, namun selalu ditandai oleh sikap tidak bertanggung jawab dan perilaku yang destruktif. b. Ketidakharmonisan dalam keluarga Ketidakharmonisan dalam keluarga muncul ketika keluarga tidak lagi mampu menjadi ruang untuk saling memenuhi kebutuhan antar anggota keluarga. Artinya terjadi kegagalan anggota keluarga dalam menjalankan fungsi keluarga yang sebenarnya, diantaranya fungsi sex dan reproduksi, fungsi pemeliharaan, fungsi sosialisasi dan lain sebagainya. 13 c. Pelampiasan rasa kecewa Kekecewaan muncul tatkala seseorang atau sekelompok orang tidak terpenuhi keinginan dan harapannya. Bentuk kekecewaan ini biasa dilampiaskan melalui perilaku menyimpang. d. Dorongan kebutuhan ekonomi Dorongan kebutuhan ekonomi merupakan dorongan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi karena semakin sulitnya pemenuhan kebutuhan tersebut membuat seseorang atau sekelompok orang melakukan perilaku menyimpang. e. Pengaruh lingkungan dan media massa Lingkungan yang tidak sehat dan media massa yang menyuguhkan produk media yang tidak sehat sangat berkontribusi atas terjadinya berbagai perilaku menyimpang, hal ini sangat bisa dirasakan pada kasus penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Kebanyakan orang akan hidup dengan mengidentifikasi perilaku orang-orang di lingkungan mereka dan mengkonsumsi apa yang diberikan oleh media massa, kemudian mereka mempraktekkannya. f. Keinginan untuk dipuji Keinginan untuk dipuji terutama di kalangan anak-anak adalah sesuatu hal yang wajar. Akan tetapi jika keinginan ini tidak terpenuhi maka mereka akan mencari langkah lain. Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja merupakan bentuk pelampiasan akibat dari apa yang dicarinya tidak ditemukan. 14 g. Proses belajar yang menyimpang Yang dimaksud dengan proses belajar yang menyimpang adalah proses dimana kebanyakan anak-anak mengidentifikasi perilaku di lingkungannya yang menyimpang, terutama dari kelompok seusia dan sepermainan dengan mereka. h. Ketidaksanggupan menyerap norma Ketidaksanggupan menyerap norma merupakan bentuk kelemahan seseorang menyerap norma-norma dan nilai yang konformis dan sosial. Dan mereka lebih banyak menyerap norma-norma yang tidak conform dan asosial. i. Proses sosialisasi sub-kultur menyimpang Subkultur menyimpang merupakan sekumpulan norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan, atau gaya hidup yang berbeda dari kultur dominan. Asal mula terjadinya subkultur menyimpang karena adanya interaksi antar kelompok orang yang mendapakan status atau cap menyimpang, melalui interaksi dan intensitas pergaulan mereka maka terbentuklah perasaan senasib dan seide. j. Kegagalan dalam proses sosialisasi Jika sosialisasi merupakan proses mengenalkan anak, remaja, atau pendatang baru akan kebiasaan orang yang ada di lingkungan tempat tinggalnya, maka sosialisasi memiliki arti yang luas. Contohnya seorang anak yang sedang belajar di tempat yang jauh dari orang tuanya, maka akan terbebas dari pengawasan dan bisa jadi terjerumus 15 ke dalam pergaulan dengan orang yang berkebiasaan berperilaku menyimpang. k. Adanya ikatan sosial yang berlainan Perbedaan ikatan sosial antar kelompok dengan perbedaan nilai dan norma yang ada akan menimbulkan perbedaan nilai dan norma yang adakalanya menimbulkan perbedaan penilaian tentang perilaku masing-masing anggota masyarakatnya. Pelanggaran terhadap peraturan dan tata-tertib pondok pesantren yang dilakukan oleh para santriwati bisa ditelaah lewat pemikiran aliran ilmiah scientists. Yaitu memposisikan pelanggaran tersebut sebagai bentuk perilaku menyimpang yang dapat dijelaskan dengan mengkaji tentang perilaku itu sendiri dan berusaha mencari penjelasan atas dasar sebab-sebab terjadinya perilaku tersebut. Sedangkan teori yang dipakai adalah teori kontrol atau juga sering disebut teori pengendalian yang dikemukakan oleh Walter Reckless dan kemudian dikembangkan oleh Travis Hirschi. Ide utama dari teori kontrol adalah bahwa penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran pada hukum. Oleh sebab itu, para ahli teori kontrol menilai perilaku menyimpang adalah konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk menaati hukum Setiadi dan Kolip, 2011: 241. 16 Menurut Reckless teori kontrol mengungkapkan bahwa adanya desakan kuat yang mendorong seseorang melakukan tindakan menyimpang. Reckless mengambil gagasan bahwa seseorang terdorong untuk menyimpang disebabkan oleh desakan-desakan yang datang dari luar diri dan dari dalam diri. Desakan- desakan dari luar seperti kemiskinan, pengekangan, perselisihan, status minoritas, godaan, kebingungan, periklanan dan lain sebagainya. Sedangkan desakan- desakan yang datang dari dalam berupa kegagalan, kegelisahan, kekecewaan, pemberontakan, perasaan rendah diri dan lain-lain. Selain itu Teori kontrol yang dikemukakan oleh Reckless menjelaskan adanya desakan-desakan yang menyekat dan menahan seseorang untuk berperilaku menyimpang. Yang menyekat tersebut terdiri juga dari luar dan dari dalam diri. Miko, Unpublished: 18-19. Teori kontrol juga disebut teori pengendalian mengemukakan adanya dua sistem kontrol yang mengekang motivasi kita untuk menyimpang dan tidak menyimpang. Yang pertama pengendalian batin inner control yang mencakup moralitas yang telah kita internalisasikan, diantaranya hati nurani, prinsip keagamaan, ide mengenai benar dan salah. Pengendalian batin pun mencakup ketakutan pada hukum, perasaan integritas, dan hasrat untuk menjadi seseorang yang baik. Sedangkan yang kedua adalah pengendalian luar kita outer control yang terdiri dari orang-orang di sekitar seperti keluarga, teman, media, sekolah, lembaga pengamanan, dan lain sebagainya yang mempengaruhi kita agar tidak menyimpang Henslin, 2006: 154. Travis Hirschi mengembangkan teori kontrol dengan mengajukan beberapa proposisi teoritisnya Narwoko dan Suyanto, 2004: 116, yaitu : 17 1. Bahwa berbagai bentuk pengingkaran terhadap aturan-aturan sosial adalah akibat dari kegagalan sosialisasi individu warga masyarakat untuk bertindak konform terhadap aturan atau tata tertib yang ada. 2. Penyimpangan dan bahkan kriminalitas atau perilaku kriminal merupakan bukti kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional, untuk mengikat individu agar tetap konform, seperti: keluarga, sekolah atau institusi pendidikan dan kelompok- kelompok dominan lainnya. 3. Setiap individu seharusnya belajar untuk konform dan tidak melakukan tindakan menyimpang atau kriminal. 4. Kontrol internal lebih berpengaruh daripada kontrol eksternal. Berdasarkan empat proposisi tersebut khusus untuk kontrol internal Hirschi mengemukakan empat unsur utama Narwoko dan Suyanto, 2004: 116- 117, yaitu 1. Attachment Kasih sayang merupakan sumber kekuatan utama yang muncul dari hasil sosialisasi di dalam kelompok primernya seperti keluaraga. Sehingga individu punya komitmen kuat untuk patuh pada aturan. 2. Commitment Tanggung jawab yang kuat pada aturan dapat memberikan kerangka kesadaran tentang masa depan. Bentuk komitmen ini antara lain berupa kesadaran bahwa masa depannya akan suram apabila dia melakukan tindakan yang menyimpang. 18 3. Involvement Artinya dengan adanya kesadaran, maka individu akan terdorong untuk berperilaku partisipatif dan terlibat dalam ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Intensitas keterlibatan seseorang terhadap aktifitas-aktifitas normatif konvensional dengan sendirinya akan mengurangi peluang seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum. 4. Believe Kepercayaan, kesetiaan, dan kepatuhan terhadap norma-norma sosial atau aturan masyarakat pada akhirnya akan tertanam kuat pada diri seseorang dan itu berarti aturan sosial telah self-enforcing dan eksistensinya juga semakin kokoh. Empat usur utama ini disebut Hirschi sebagai ikatan dengan masyarakat atau Bond to Society. Jika ikatan dengan masyarakat kuat maka kuatlah ikatan seseorang dengan persesuaian, sedangkan jika ikatan dengan masyarakat lemah maka kuatlah ikatan seseorang dengan perilaku penyimpangan. Melalui teori kontrol diharapkan bisa diketahui faktor yang menyebabkan santriwati melakukan pelanggaran tata-tertib di pondok pesantren, apakah pelanggaran tersebut pelanggaran terjadi akibat desakan dari dalam diri inner control seperti pemberontakan atau perasaan rendah diri seperti takut dianggap kampungan dan lain sebagainya, atau terjadi akibat desakan yang datang dari luar diri outer control seperti pengekangan, godaan, dan periklanan. 19 Pemilihan teori kontrol Reckless dalam penelitian ini dikarenakan teori ini sangat mampu mengungkapkan faktor-faktor terjadinya perilaku menyimpang di kalangan remaja. Meskipun teori ini lemah jika diaplikasikan pada penelitian dengan objek penelitian masalah penyimpangan orang dewasa, tetapi karena objek penelitian dalam penelitian ini adalah santriwati yang tergolong remaja, maka pemakaian teori kontrol terasa sangat cocok untuk penelitian ini.

1.5.4 Penelitian Relevan

Dokumen yang terkait

Gambaran Kebutuhan Perawatan Maloklusi Berdasarkan Malalignment Index Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Dengan Pondok Pesantren Tradisional;

0 7 17

Hubungan Tingkat Stres Dengan Gejala Gangguan Pencernaan Pada Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015

1 8 160

Hubungan tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin Ii Payaman Magelang Tahun 2015

2 46 160

TEKNIK PEMBINAAN KEDISIPLINAN SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN PUTRI IMAM SYUHODO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Teknik Pembinaan Kedisiplinan Santriwati Di Pondok Pesantren Putri Imam Syuhodo Tahun Pelajaran 2015/2016.

0 5 19

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUPPADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN WALISONGO Hubungan Religiusitas Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Santriwati Pondok Pesantren Walisongo Desawado Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora.

0 1 15

Pembinaan Ketaatan Santri dan Santriwati (Studi Kasus di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah)

0 0 16

Kata Kunci: santriwati, pengetahuan, perilaku pencegahan, skabies A. PENDAHULUAN - HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

0 1 13

PENGENDALIAN SOSIAL PELANGGARAN TATA TERTIB SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN DARUL KHAIRAT PONTIANAK

1 0 11

Konstruksi Sosial Tentang Kekerasan Pada Santriwati Yang Ada Di Pondok Pesantren Salafi (MQ) di Blitar

0 0 12

GAMBARAN PERILAKU SANTRIWATI YANG TERKENA SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-IKHSAN BEJI PURWOKERTO

0 2 15