Wawasan budaya dalam penerjemahan : analisis polisemi kata Syaikh dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia
WAWASAN BUDAYA DALAM PENERJEMAHAN
(ANALISIS POLISEMI KATA SYAIKH DARI BAHASA ARAB KE DALAM
BAHASA INDONESIA)
Oleh:
SITI MARWIYAH
NI11: 101024021430
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 I1/200G M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Wawasan Budaya dalam Penel'jemahan (Analisis
Polisemi Kala Syaiklz dad Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia)" telah
dilljikan dalam sidang munaqosah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Smjana Strata I (S I) pada Jurusan
Tarjamah.
Jakarta, 22 Juni 2006
Sidang Munaqosah
Sekretaris Merangkap Anggota
Ketua Merangkap Anggota
cjWセ
セMャ G
.. Dnl. Hj. Tali Harlimah, MA
NIP. 150 240 080
Drs. . A. Salibi, MA
NIP. ISO 228 407
Pembimbing
Prof.
r. H. Ridlo Masduki
NIP. 150 062 823
セM
NIP. ISO 268 589
KATA PENGANTAR
(':!'"Y\
()4>.Y\ .ill I セ
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hlldirat Allah SWT, karena
berkat rahmat, iradah, dan hidayah-Nya skripsi ini dapatterselesaikan. Salawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan program strata 1 (S I) Universitas Negeri. Dalam skripsiini penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak penyuswJall skripsi ini tidak mungkin
herhasif. Penulis ucapkan tcrima kasih kcpada hcrbagai pihak yang telahmcmbantu
dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutamakepada:
1. Bapak Dr. H. Abdul Chaer MA, DekanFakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Bapak Drs. Abdullah M.Ag, Ketua Jurusan Tarjlllnah. Drs. Ikhwan Azizi,
Sckrctaris Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Hu:maniora Universitas islam
Negeri Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Ridlo Masduki, selakuDosen PembimbingMateridan
Metodologi Penulisan dalam penyusUtlan skripsi ini.
4. Perpustakaan Adab dan Utama Universitas Islam Negeri Jakaria,yangtelah
menyediakan data-data yang penulis butllhkatl dalampenyusunan skripsiini.
5. Kedua orang tua penu]is, Ayahanda Jayadan Tbujlda Yanih,yangtelah
membesarkan penulis dengan cinta, membiayai studi pellUlis hingga saa.tini.
Atas segala curahan kasih, kesabaran dan keikhlasan. "Maat1mn 'bidadari
badlmg'l11u ini Pak, Bu, y311g belul11 mal11pu bahagiakanl1111... " kakanda
Masrifah dan suami, atas sayang yang tak terkata. Untuk adik-adik tercinta.
tUjuh warna pe/angi yang selalu l11ewarnai hari-hariku.
6. Ternan-ternan sekelas jurusan T31jamah khususnya angkatan '01. khususnya
buat Deang atas komputer, buku-buku, sharing, diskusi n' guyonannya, Juga
buat Jamal, V'Truck, Mal11ah, Rahrnat, Anis n' teman-telJ:l311 lain yang tak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
7. Sobatku Syifa atas motivasi yang tak terhenti, SEMANGAT!! Tak Iupa buat
Adi, Lalu-ku, Lilis, Eva, Yanti, K Omenxs Gonggoatas editannya.
8. Serta berbagai pihak yang tak dapat penlilis seblltkan satu persatu, terutama
para dosen yang telah memberikan ihnunya kepada penulis semasa kliliah.
Penlilis menyadari meskiplln telah semaksirnal mungkin bemsaha dalam
penyusllnan skripsi ini, tentu masih banyak kekurang31mya, untuk itu kritik
l11embangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya permlis berharap semoga skripsi ini bennanfaat Amin...
Jakarta, !{abi'ul Akhir 1427 H
01 Juli 2006 M
PerlUlis
Siti Marwiyah
DAFfAlRISI
Hal
i
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR lSI
PEDOMAN TRANSLITERASI
v
BABI PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
I
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
7
C.
Tujuan penelitian
7
D.
Metode penelitian
8
E.
Sistematika Penulisan
8
BAB II KERANGKA TEORI
A. Wawasan Budaya dan Bahasa
9
I. Definisi Budaya
9
2. Definisi Bahasa
12
3. Hubungan antara Bahasa dan Budaya
18
4. Penyesuaian Penerjemahan berdasarkan Faktor Budaya
22
B. Tinjauan Semantik
25
I. Semantik daJam Penedemahan
25
2. Jenis Makna:
26
a. Mak"l1a Leksikal
27
b. Makna Gramatikal
28
c. Makna Kontekstual
29
d. Makna Idiom
30
e. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
30
3. Relasi Makna: PoJisemi
31
BABIII FAKTA YANG MENDUKUNGANALISIS DATA
A. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan Bahasa
35
B. Perkembangan Kata :C:;yaikh dad Masa ke Masa
37
::
BAH IV ANALISIS DATA
A. Analisis Makna kata S)'aikh dalam Bahasa dan Budaya Arab
47
B. Analisis Polisemi Kata S)!aikh
50
BAH V PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
53
55
PEDOMAN TRANSLITERASI
Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber pada pedoman
transliterasi Arab atas keputusan bersan1a Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 15811) 1987 dan No. 0543 b/u/87.
Daftar Transliterasi Arab-Latin
Konsonan
f
=u
z
=j
b
=y
q
='
t
=w
k
=.!.I
sy
=1..>'
S
]セ
=J
s
=
J
=(;:
m
]セ
d
="'
h
=C
n
=0
t
=.b
kh
=t
w
=j
z
=.b
d
=
h
=,
=t
z
=j
a/ilu'
=.
=E;.
r
=
y
=
U""
0
j
'-f
Vocal pendek
.
g
>
Vokal panjang
Tanwin
=a
4=a
- =an
=)
.,p= )
- =m
=u
J!=U
-
,
=un
Keterangan:
1. Kata sandang al- ( JI ) ditulis secara berbeda antara kata sandang yang ditulis
oleh hurufQomariyah dengan kata sandang yag diikuti oJeh hurufSyamsiyah:
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Qomariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu ai-I. Contoh .Jilll lal-Qalamul
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu huruf II diganti dengan huruf yang sama dengan
huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Contoh セ|
2. Saddah ditandai dengan huruf kembar. Contoh セNji
/al-Jannatul
3. Setiap fonem dipisah dengan tanda minus (-) seperti lal-Maktabul
4. BSu: Bahasa Sumber
5. BSa: Bahasa Sasaran
las-Syaikhul
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah unsur utama yang perlu diperhatikan dalam kehidupan ini.
Dengan beraneka ragam suku bangsa di dunia yang masing-masing memiliki bahasa
sendiri, maka tereiptalah keanekaragaman suku bahasa di dunia ini. Keanekaragaman
'.
bahasa ini menyebabkan kesuJitan dalam berkomunikasi, mengingat bahasa sebagai
alat komunikasi dan ekspresi, Sejarah membuktikan bahwa perkembangan setiap
kebudayaan selaiu berawal daTi keterpengaruhan dan pergescmn dengan kebudayaan
lain. Di sinilah pentingnya penerjemahan sehingga berbagai maeam bahasa dan
kebudayaan saling berinteraksi dan persoaJan komllnikasi teratasi.
Peran penerjemahan dan andit para penerjemahnya tidaklah keeil dalam
kerangka pembangunan kebudayaan Indonesia. PeneJjemahan merupakan peralihan
makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari
bentuk bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua melalui struktur semantik.
Maknalah yang dialihkan dan harus dipertahankan, sedang bentuk boleh diubah.
Larson merumuskan pengertian terjemah secara lebih .lengkap sebagai berikut:
"Menerjemahkan
berarti
mempelajari
leksikon,
struktur gramatikal,
situasi
komunikasi dan konteks budaya dari bahasa swnber kemudian menganalisis teks
tersebut untuk menemukan maknanya dan menemllkan kembali makna yang sama itu
2
dengan mengungkapkan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dengan bahasa
sasaran dan konteks budayanya.,,1
Bahasa dan kebudayaan merupakan dua unsur yang saling bertaut dan tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya Manusia di dalam kehidupannya sehari-hari
menggunakan bahasa untl!k berkomunikasi. Para ahli linguistik dan juga para ahli
antropologi mengutarakan bahwa antar bahasa dan kebudayaan merupakan dua
sistem yang melekat pada manllSia. Hubungan itu dapat !.';erupa hubungan timbal
balik, saling mernpengaruhi dan hubungan satu arah 2
Adapun J.e. Cattord mengatak1.iIl da!am bukunya, A. Linguistik llleol)' of
Tronslalion sebagai, ..... l1w replacemenl of le_tll/al in one language by equivalent
textual material in another language. .. (... Penerjemahanadalah penggantian materi
tekstual dalam suatu bahasa dengan rnateri tekstual yang sepadan dalarn bahasa lain).
Melalui pendekatan strukturalnya itll, Catford mcnt:oba menyadarkan pam
peneIjernah bahwa dua bahasa yang sedang ditangani oleh pam peneIjernah itu antam
bahasa sumber dengan bahasa sasaran, sesungguhnya selalu rnempunyai hubungan
limba! balik meskipun hubungan itu tidak selalu simetris. Milksudnya, kedua bahasa
itu bctapapun sangat berbcda struktur bahasanya dan juga budaya masyarakal
pernakainya, ter/ebih jika geografi.snya beIjauhan, meski demikian menumt Catfod
Mildred L. Larson. Pellcr:jemahall Berdawrkan Alakna: PedOllllw Un/uk Pemadallt111 Alltar
Balrasa, (Jakarta: Arcan, 1991), CCI-2, fL 262
I
i Abdul e1mcr, Sosiolingllistik: Perkenalan Awol, (Jaklarta: Rineka Cipta, 1995). h. 218
3
kedua bahasa lersebul pasti mempunyai padanan lerjemahannya selama kedua bahasa
itu adalah bahasa rnanusia J
PeneIjernahan yang baik hanya bisa dihasilkan oleh seorang penerjernah yang
rnemiliki kualifikasi yang linggi karena proses penerjemahan rnelibatkan dua bahasa,
yaitu bahasa surnber dan bahasa sasaran. Dengan demikian peneIjernahan juga
meJibalkan perhedaan-perbedaan buda)'ll lmluk mengungkapkan ide dan dan mak-na
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Jadi, dapat dikatakan peneIjernahan
meliputi keseJuruhan proses penemuan makna sualu kebudayaan dan menyampaikan
makna-rnakna ini kepada orang-orang dalam kebudayaanlain. 4
Penerjemah memilild lugas l,'anda. Perlama, ia dihamskan masuk dalam
suasana budaya yang ingin diketahui, bahasa, dan poJa pikir yang digunakan dengan
menjadikan simboJ-simboJ dan makna dalam bahasa sasaran sebagai milik seorang
penerjemah. Sernakin sunguh-sungguh seseorang mernahami dan mencema sistem
makna budaya yang dipelajari, semaldn efektifhasiJ dari suatlilerjemahan.
Tligas kedua, seorang penerjernah adalah menyampaikan makna budaya yang
teJah dikelemukan kepada para pembaca yang tidak mengerta) budaya atau suasana
budaya itu, bahasa surnber yang digunakan dalam teks asHnya, pemikiranpengarang
yang
mel1ulis
teks
tersebut
lni
berarti
bahwa seliaI' penerjemah harns
mengernbangkan keahlian menyampaikan dalam bentuktulisan dalam bahasa
sasaran.
, Suhendra Yusut; Tr&ty Malaya, (979), II. 53
7 FAR UIN Sya-Hid. At-Turas. Mimbar Sejarafl, L。イエセs
dat, Budaya, (Juli:2003) Vol, 9, No2. It. 145
8 [bidh. 19
6
prosedur penerjemahan apa yang dilaluinya, metode apa yang digunal[annya untuk
meneIjemahkan dan mengapa memilih metode tersebul, mengapa memilih suatu
istiJah tertentu untuk meneJjemahkan suatu konsep dan 。ケョセjォャ「
memilih istilah Jain
yang sarna rnaknanya. 9
Sekelumit
penulis
akan
berbicara
tentang
pmsedur
penerjemahan.
Pembicaraan lenlang prosedur peneJjemahan berkailan dengan lataran yang Jebih
kedl dari suatu teks yaitu kalirnat, klausa, frase, dan kata, sedangkan metode
penerjemahan berkenaan dengan keseluruhan teks sebagaj wacana yang utuh. 1O
Prosedur penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark menyerupai proses
penerjemalllUl dalam melode peneJjemahan literal (ltarjiyah), yang diJakukan pada
lataran klausa atau kalimat.
Prosedur peneljemahan menjadi sangat penting dalam taltapan penyerasian
proses peneJjernahan unlu" menyempumakan hasil lerjemahtm. Pengetahuan tenlang
prosedur peneIjemahan bermanfaat dalam proses penerjemahan, agarpeneIjemah
selalu dapal menyesllaikan perllbahan benluk gramalikal yang sesuai dengan mal:na
yang ada dalam bahasa sasaran. II
Rochayah MachaJi, Pet/oman Bagi PenCljeJJlah, (Jakarta: Gm,indo, 2000), h.9
FAH UJN SyarifHidayatul1ah, 01'. Cit. h. 81
IJ Ibid, hal. 85
9
10
7
B. Pembatasan dan Perumusan lUasaJah
Penulisan skTipsi ini terbatas pada malma kata S:yaikh dalam perspebif
budaya, eli mana pembahasan mengenai wawasan budaya daJam peneJjemahan
penulis allggap sallgat penting, karella tanpa waw'asan budaya seorallg pelleljemah
tidak akan menghasilkan penerjemahan yang baik dan me:miliki kuaJifikasi yang
tillggi. Pellulis juga mengallgkat permasalahan kata Syaikh yang merupakan salah
satu bentuk polisemi sesllai dengan konteksnya masing"masing.
Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan sebagaiberikut:
1. mengapa budaya bangsa dari bahasa sumber berpengaruh dalam bahasa
lerjemahan?
2. Bagaimana perkembangan arti kata Syatkh dalam bahasa Arab dari masa ke
masa?
3. Apa saja makna kata Syaikh sebagai kala Arab berpolisemi
yang dapal
diidentifikasi?
C. Tujnan Penelitian.
I. MengetaJllIi bagaimana suatu kala memil iki banyak mal'Tla
2, Mencoba mernbubikan kata Syaikh sebagai kata yang berpolisemi
3. mengetahlli apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang peneJjernah agar
dapat menyampaikan makna budaya BSu ke dalam BSa
8
D. Metodologi Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis. Dalam memperoleh data penulis melakukan studi kepustakaan (library
reseach), yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian daTi buku-buk"l.l,
jumal, majalah dan media lain yang berhubungan dengan penelitian. Dalam
penelitian ini penulisan melakukan pendekatan semantis dalam menganalisa data
yang akan diteliti.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dap.,1t digambarkall sebagai benl:ut
Bab [ berupa pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitiall, metode penelitian serta sistematikapenulisan.
Bab II berupa kerangka teori yang terdiri dari: wawasan bahasa dan budaya: definisi
budaya, definisi bahasa, hubungan antara bahasa dan budaya;penyesuaian
penerjemahan berdasarkan faktor budaya; tinjauan semantik: jenismakna,rnakna
.IeksikaI, makna gramatikal, makna kontekstuaI, makna idiojl1, makna denotatif dan
makna konotatif; relasi makna: polisemi.
Bab HI berupa fakta yang mendukwlg analisis data tentang kata SYl1ikh: faktor yang
mellyebabkan terjadinya perubahan bahasa; perkembanh'llll kata Syaikh dari masa ke
masa.
Bab IV berupa analisis kata Syaikh daJam bahasa dan budaya Arab; analisis polisemi
kata Syaikh.
Bab V penutup berupa kesirnpulan.
BARIl
KERANGKA TEORI
A. Wawasan Bndaya dan Bahasa
1. Definisi Budaya
Menurut Koentjaraningrat (1980), kala budaya berns'll dari bahasa sansekerta
yaitu: "buddhayah" yang merupakan bentuk jamak darikata "budhi" berarti "budi
atau akaI". Adapun istiIah culture yang mel1lpakan istiIah bahasa asing yang sarna
ar1inya dengan kebudayan, berasal dari bahasa latin, yaitu colore yang berarti
mengoIah tanah.
12
Jadi secara umum kebudayaan dapat diartikan sebagai "segaIa
sesuatu yang dihasilkan oleh aka! budi (pikiran) maI1l.lSia dengan tlljllan untuk
rnengolah tanah atau ternpat tinggalnya; alau dapal pula diartikan segala usaha
manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam
lingkun&'lUlIlya". Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang
dipelajari mengacu pada pola-pola perilaku yang jitularkan secara sosial, yang
merupakan kekhusllsan kelompok sosial tertentll. 13
Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki
manusia., dan lwnbllh bersama dengan berkemban!,'lJYa masyarakat manusia, Imlnk
memahaminya Koentjaraningrat meng!,'Unakan sesuatu yang disebutnya kerangka
J'mgalllar A11Iropologi, (Jakarta: VI, 1965), C"'t. Ke-2, lJ. 25
Widyo Nugroho, Achmad Muchji, 11m" BlIdaya Dasar. (Jakarta: PT Gunadanna. ]994),
Cet. Ke-2, h. 15
12 Koentjajaningrat,
13
10
kebudayaan yang memiJiki dua aspek toJak yaitu wujlld kebudayaa:n dan
lSI
keblldayaan, yang disebut wujud kebudayaan itu berupa:
1. Wujud gagasan
2. Perilaku
3. Fisik atau benda
Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan, siflitnya abstrak, tak dapat
diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. wujud kedua adalah yang
disebut sistem sosial (.weial sistem) yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu
sendiri, sistem sosial ini terdiri ak"tifitas-aJ....tifitas manusia yang berinteraksi satu
dengan yang lainnya dari waktu ke waktu yang selalu memrrut pada pola tertentu.
Sistem sosial ini bersifat konkret sehingga bisa diobservasi dan didokumentasi.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya
manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkret berupa benda-benda yang bisa
diraba dan diJihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di ams dalam masyarakat tidak
terpisah satu dengan lainnya.
Wujud kebudayaan di atas mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi
manusia dan masyarakat. Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi
masyarakat dan anggota-anggota masyarakat, misalnya ke.kuatan alam, kekuatan di
dalam masyarakat sendiri, yang tidak selalu baik bagi masyarakat. Kebudayaan yang
merupakan basil karya, rnsa dan cita manusia dapat digunakan untuk melindungi
manusia dari bencana alamo Di samping itu kebudayaan dapat dipergunakan untuk
II
mengatur hubungan sesama manusia. Kemudian tanpa kebudayaan, manusia tidak
bisa membentuk peradaban seperti apa yang kita punyai sekarang ini.
Adapun unsur-unsur kebudayaan meJiputi semua kebudayaan di dunia, baik
yang kecillbersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan
jaringan hubungan yang luas. Menurut kOllsep Maiinowsiid kebudayaan di dunia
memiliki tujuh unsur universal:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup man USia sehari-hari misalnya pakaian,
perurnahan, alat rurnah tangga.
b. Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi misalnya: pertanian, sistem
produksi.
c. Sistem kemasyarakatan misalnya kekerabatan, sistem perkawinan.
d. Bahasa sebagai mesin komunikasi baik lisan maupun tulis:an.
e. Pengetahuan.
f
Kesenian.
g. Sistem religi
Masing-masing unsur kebudayaan universal illi pasti meI1ielma dalam ketiga
wujud kebudayaan tersebut di atas yaitu sistem budaya, s.osial, dan unsur budaya
fisik. Manusiawi. 14
Ketika kita bicara tentang penerjemahan berarti kita bicara tentang bahasa.,
dan terdapat hubunl,ran yang sangat erat pula antara budaya dan bahasa, oleh
karena itu penulis akan memaparkall sedikit tentang bahasa.
'4
Abu A1unadll/1I111 Solsal Dasar, (Jal"llrta: Hina Aksara, t 988), NAGセc
Ke-I, h. 53-55
12
2. Definisi Bahasa
Bahasa dapat didefinisikan dalam berbagai ragam tergantung dari ciri-ciri apa
yang ingin ditonjolkan.
セiBー
I ue. rJiJ J$ 4-! .J!"Y ..:.\.,......1 :wlI
'Bahasa adalah bllllyi yang digllllakan oleh setiap bangsa atau masyarakat
untuk mengemukakan ide' ([bnu Jini dalam Hasanain, 1984:35). Definisi tersebut
dapat bersilnt luas, sehingga mencakupi semua bentuk komwlikasi 'atau secara sempit
disampaikan sedemikian mpa sehingga melibatkan seperangkat bahasa saja Berikut
ini disinggllllg isi dua deJinisi bahasa, ada ahli yang beranggapan balm'll bahasa
adalah sebuah simbol yang bersifat manasuka dan dengansistem itu snafu kelompok
sosial bekerja sama (Bloch dan trager, 1942). Namllll, ada juga ahli bahasa yang
beranggapan bahwa bahasa adalah sebuah sistem berstmk'tur mengenaibunyi dan
urutan bllllyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang diglWakan, atau yang dapat
digunakan dalam komuikasi antar individu oleh sekelompok rMnusia dan yang secara
agak tlllltas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwadan prosesproses dalam lingkungan hidup manusia (Carrol, 1959).
ApahiJa kedua isi deJinisi tersebut kita bandingkan maka dengan mudah dapat
kita lihat bahwa isi definisi yang diajukan oleh Carrol merupakan definisi yang lebih
luas calrupannya daripada definisi yang dikemukakan oJeh Bloch dan trager.
Demikianjuga, dari isi definisi tersebut kita dapat mengambilbeberap:l hal penting.
.13
Pertama, bahasa merupakan sistem yang mempunyai struktur (structured
.\)/stem) sebagaimana halnya dengan sistem lain. Bahasa memiliki pola dan
berdasarkan pola itulah bahasa digunakan. Pola (sistem gramatikal) tersebut pada
umumnya bersifat statis; perubahan mendasar jarang tetjadi dan jika terjadi tentu
melaJui proses yang cukup Jama Karena bahasa ilu memiliki pola-pola, maka bahasa
merupakan sebuah sistem, dan karena adanya sistem inilah maka bahasa dapat
dibandingkan, dialihkan, dipelajati dan diajarkan.
Salah satu ciri sistem berstruktur, sebagaimana sistem bahasa, iaJah bahwa
aktifitas berbahasa bergemk ke satu arah dan unsur-unsur yang terlibat an tidak mcnimbulkan perubahan atau
penghilanl,>an mak.-na.
Sebagai implikasi lain dari cam pandang bahwa a, lIlakna yang dapl1.t kita ambil dari kedua delinrrsi di muka ialah bahwa
bahasa itu melllwlgkinkan teJjadinya komWlikasi antalpribadi (il1lerpersonal
communication). Komunikasi inilah yang merupakan fungsi utama bahasa. Sebagai
aJat komWlikasi bahasa bertugas untuk lIlenyampaikan infonnasi atau sebagai alat
15
untuk menenma infonnasi. Dalam poSlsmya seperti
1m
bahasa sesungguhnya
mempakan alat kontTol sosial.
Dilihat dari sudut tertentu bahasa bersifat ekslusif; k:Jlidah dan konvensi yang
dimiliki olch scbuah bahas.1 hanya bcrlaku bagi sckclompok manusia, yakni petlltur
bahasa tersebut. Susllnan kata utama dalam bahasa Indonesia adalah SVO (SuNectVerb-Object), dan susllnan ini kcbctllian sama dcngan susllnan dalam bahasa Inggris.
Bahasa-bahasa lain belum tentu mengikllti system SYO. Misalnya dalam bahasa
Jepang, sllsunan yang lazim digunakan adalah SOY, sedangkan dalam bahasa Arab
adalah YSO.
lmplikasi dari perbedaan sllSunan ini adalah ba.hwa peneIjemahan harus
melakukan pergeseran struktur ketika penerjemahannya melibatkan bahasa-bahasa
JnJ.
Fungsi-Fungsi Bahasa
Dengan mengj,'Unakan teori Buhler (1935) dan Jakoloson (1960), Newmark
(l988:39ff) menggolongkan fungsi bahasH menjadi enam jenis:
I. Fungsi Ekspresif
Fugsi ekspresif berorientasi pada pembicara atau penulis sebagai sUlUber
penyampai berita. Yang dipentingkan di sini adjJ.1ah pemSllan pengarang,
bukan respons pembaca atau penerima berita. Yang dapat digolongkan dalam
jenis perwujudan fungsi ekspresif antara lain adalah ktuya sastra (puisi, novel,
9rarna dan lain-lain).
16
2. Fungsi Infonnatif
Inti fungsi infonnatif adalah situasi eksternal: ungkapan yang disampaikan
berorientasi pada fakta suatu topik baJlasan atau reaJita di JUM bahasa,
tennasuk teks lapomn tentang gagasan atau teori tertentu. Teks jenis ini
biasanya menggunakan gaya bahasa kontemporer, nonregionaJ, nonkeJas.
3. Fungsi Vokatif
Yang menjadi pusat perhatian daJam teks jenis vokatif adaJah khaJayak
pembaca atau pellerima berita. Istilah vokatif maksudnya mellgajak atau
menghimbau penerima berita untuk bertindak, berpikir, merasa atau mereaksi
seperti yang dimaksudkan dalam teks.
4. Fungsi Estatik
Tujuan utama dalam teks yang berfungsi estetikadalah untuk memberikan
rasa senang atau puas, baik melalui imma (misalnya bunyi bersajak) maupun
metafora.
5. Fungsi Fatis
FUllgsi fatis biasanya dipakai sebagai alat kontak dan alat berakrab'"3krah
antar para pemakai bahasa.
6. Fungsi metali%'l.tal
FUllgsi metalingual adalah penggunaan bahasa untuk kepentingallbahasa itu
sendiri, misalnya bahasa untuk menjelaskan, mendeJ'inisikan atau menamai.
FUllgsi metalingual sedikit banyaknya bersifat universM.
17
Ragam Bahasa
Bahasa mempunyai dua aspek utama, yaitu bentuk yang diwakili oleh bunyi,
tuJisan dan struktumya, serta makna, baik makna leksikaJ, fungsionaJ maupun
struktural. Sebagai sebuah bangsa kita memiliki bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia. Dalam penggunaan bahasa tersebut terdapat perbedaan-perbedaan, besar
atau kecil, baik dalam cara pengungkapan, pemilihan kata, maupun tata bahasanya.
Perbedaan-perbedaan yang ada disebut mgam bahasanya (Ianguage·variety).
Menurut Joos (1965),
gaya bahasa adalah mgam bahasa yang discbabkan
adanya perbedaan situasi berbahasa atau perbedaan dalam hubungan antara
pembicara (penuJis) dan pendengar (pembaca). Ragam ini dapat dibeda-bedakan Jagi:
1. Ragam beku (frozen), merupakan ragam bahasa yang paling formal (sangat
resmi). \5 Dalam bahasa Arab ragam beku dapat dijumpai dalam salat dan doa.
Salat diawali dengan takbiratul ihram '.)iS1 .ill', danditutup dengan ucapan
salam Gセ
セIlNjiG
\6
Ragam beku juga digunakan c1alam situasi-sitUllsi resmi,
atau khidmat. Dokumen-dokumen bersejarah, atauberharga, seperti undangundang, peJjanjian dan sebagainya.
2. Ragam resmi (/brmal), merupakan mgam bahasa yang dipakai dalum pidatopidato resmi, rapat-rapat resmi, rapat-rapat dinas, dan sebagainya.
" Rochayah Machali, Op. Cit., h. 17 el Seqq
16 Imam Asrori, Silllaksis Bahasa Arab' Frasa-KlausCl-Ka/imal'. (Malang: Misykat, 2004),
eel. Ke-l, h. I
18
3. Ragam operasional (consultative), adalah ragam bahasa yang digunakan di
sekolah, perguruan tinggi, dalam rapat-rapat yang berorientasi kepada
produksi, dan sebagainya. Ragam ini daJam kenyataan al1lat operasionaJ.
4. Ragam santai (casual) ialah ragam bahasa santai yang terjadi antar teman,
l1lisalnya dalam olah raga, rekreasi, dan sebagainya.
5. Ragam akrab (intimate) merupakan ragam 。セィ「
yang dipakai oleh
antartel1lan yang sangat akrab. Bahasa ini ditandai dengan ucapan-ucapan
yang pendck, kalimat-kalimat yang tidak lengkap, pel1lakaian prokel11 dan
sebagainya.
3. Hubungan antara Budaya dan Bahasa
Mengenai hubungan antara budaya atau
ォ・「オ、。ケャ [セ
danbahasa. Apakah
bahasa yang l11erupakan alat kOl11unikasi verbal milik l11anusiaitn merupakan bagian
dari unsur kebudayaan atau bukan. Kalau bahasa merupakan bagian darikebudayaan,
lalu wujud hubungannya itu bagaimana, kalaubukan merupakllnbllgian dari
kebudayaan, wujud hubungannya itu bagaimana pula.
Ada suatu hipotesis yang sangat terkenal l11engenai bilhasa dan kebudayaan.
Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar yaitu Edward Safirdan Benjamitl Lee
Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis Safir-Whort) yang mellyatakan bahwa
bahasa
l11el11pengaruhi
kebudayaan.
Atau
dengll.l1
lebih jelas,bllhasa itu
l11el11pengaruhi cara berfikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi,
bahasa itu l11cnguasai cara berpikir dan bertindak manusia. apa yang dilakukan
manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya. Misalnya, katanya, dalam
19
bahasa-bahasa yang mempunyai kategori kala atau waktu, masyarakat penutumya
sangat menghargai dan sangat terikat oleh waktu.
Segala hal yang mereka lakukan selalu sesuai deJlgan waktl! yang telah
dijadwalkan. Tetapi dalam bahasa-bahasa yang tidak JUelnpunyai kategori kala,
masyarakatnya sangat tidak menghargai waktu. Jadwal acara yang telal1 disusun
sering kali tidak dapat dipatuhi waktunya. ItuJah barangkaJi sebabnyakalau Indonesia
ada ungkapan "jam karel", sedangkan di Eropa tidak ada. Hipotesls Safir-Whorf ini
memang tidak banyak diikuti orang; tetapi hingga kini mtlsih banyakdibicarakan
orang termasuk juga dalam kajian antropologi. Yang banyak diikuti orang malah
pendapat yang ll1erupakan kebalikan dari hipotesis Sal'ir-Whorl' itu, yaitu bahwa
kebudayaanlah yang mempengaruhi bahasa. Ull1pamanya,karena masyarakat Inggris
tidak berbudaya makan nasi, maka dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk
menyatakan padi, gabah, beras, dan nasi. Yang ada cuma kata rice untuk keempat
konsep itu. Sebaliknya karena bangsa Indonesia berbudaya makan nasi, maka
keempat konsep itu ada kosakatal1ya. Masyarakat Eskimo yang schari-hari bergelut
dengan salju mempunyai lebih dan sepuluh buah kata ul1tuk menyebut bcrbagai jenis
salju. Sedangkal1 masyarakat Indonesia yang tidak dikenai salju hanyamempunyai
satu kata, yaitu salju. Ilu pun serapan dan bahasa Arab.
Kenyataan juga membuktikan, masyarakat yang kcgiatallilya Sallgat terbatas,
seperti masyarakat suku-suku bangsa yang tcrpcl1cil, hanya mcmpunyai kosakata
yang juga terbatas jUll1lahnya. Sebaliknya ll1asyarakat yangterbuka, yang al1ggotaanggota masyarakatnya ll1empunyai kegiatan yang Iuas, memilikikosakata yang
20
sangat banyak. Bandingkanlah, dalam kamus Inggns Webster's terdaftar lebih dan
600.000 buah kata; sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak lebih dari
60.000 buah kata.
Karena eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayan ini, maka ada
pakar yang menyamakan hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Atau sebagai sekeping mata uang; sisi yang satu adalah
bahasa dan sisi yang lain adalah kebudayaan. 17
Menurut Koentjaraningrat bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi,
hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di
mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Dan ada pendapat lain yang
menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif,
yakni hubllngan yang sederajat yang kedudukannya sama tinggi.
Masinambaouw (1985) malah menyeblltkan bahwa bahasa dan kebudayaan
merupakan dua sistem yang melekat pada man usia. kalau kebudayaan adalah suatu
sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat maka kebahasaan
adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi tersebut.
Dengan kata lain, hubungan yang erat itu berlaku sebagai: kebudayaan merupakan
sistem yang mengatur interaksi manusia sedangkan kebahasaan merupakan sistem
yang berfungsi sebagai sarana keberlangsungan sarana itU. IB
Chaer, Lillguislik [lllIUlll, Op.CiI., h. 70
Abdul Chaer, Leonie Agustina, SosiolillgJdslik Selmah PellgaJIlar, (Jakarta:PT Rineka
Cipta, 1995), Cel. Ke-I, h. 25
17 Abdul
18
21
Masyarakat mesti memiliki budaya bahasa karena dengan bahasalah seorang
anak memperoleh sikap, nilai, cara bcrbuat dan lain sehagainya yang kita scbut
dengan kebudayaan. Atau lewat bahasalah ia lllempelajari pola-pala kultural dalam
berpikir dan bcrtingkah laku dalam masyarakat. Nyatalah bahwa budaya itu mesti
dipeJajari, melllpeJajari ini semua adalah proses sosiaJisasi danpada pokoknya
dilakukan lewat bahasa, pertallla di rumah kemudian di sekolah sampai akhir
hayatnya. Nyatalah bahwa bahasa mengantarai individu dengan budayanya. 19
Bahasa selalu berkembang dan merupakan bagian dari kebudayaan. Dengan
bahasa yang dipcrgunakan, turut serta pengcnalan kcbudayaa.l1 tcrsebar,lcwat bahasa
pula kebudayaan yang terlibat sebagai salah satu bentllk penyebaran bentuk.
Bcrkaitan dcngan kcsatuan ini, Koentjaraningrat (1980) bcrpendapat, bahasa yang
mengansepsikan seluruh isi alam pikiran manusia ke dalam lambang-Iambang yang
berwujud nyata merupakan unsur saka guru dalam liap kebud,ayaan.
Sebagai bagian dad kcbudayaan, bahasa hanya ada dalam kcbudayaan itu
sendiri, dalam ruang lingkupnya. Tctapi bukan berarti bahwa satu bahasa hanya
lllemiliki satu bentuk kcbudayaan, bisa jadi lebih dad satu, misalnya bahasa Spanyol
yag pemakaiannya meluas hingga ke Amerika Latin, ternyata kebudayaan di negara
tersebut tidak persis sama dengan kebudayaan dad mana bahasa itu berasal. Sama
halnya bahasa Inggris yang mcluas ke Australia, Amerika Serikat, Kanada dan yang
lainnya" kendatipun lllereka secara keseluruhan berbicara dalam bahasa yang sama,
'9 A. Chaedar al-Washilah, Pellgalliar Sosiologi Bahasa, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1993)
Cet ke-I, h. 73
22
tapi tak menutup kemungkinan kebudayaan satu dengan Jainnya ada perbedaan.
Walaupun, perbedaan itu tidak selebar antara dua bahasa yang berbeda. Setiap
ungkapan .baik itu berupa kata, frase atau kaJimat hanya berarli sesuai dengan
kebudayaan yang dianutnya. 20
4. Pcnyesnaian Pcncrjcmahan Bcrdasarkan faktor Budllyll
Seliap bahasa mempunyai stmklur dan sistem masing-masing. Dengan
demikian, dalam hal ini penerjemah harus menyesuaikan din: ョセァ ・、
masing-masing
bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, dan hal yang hams diutamakan dalam
meneIjemahkan adalah pesan yang ada dalam bahasa sumber hams dapat
diterjemahkan kembali dalam bahasa sasaran. Jika perlu, pengungkapan kembaJi ilu
dilakukan dengan menggunakan unsur bahasa yang bentublya tidak sejajar dengan
bentuk dalam bahasa sumber.
Dalam
penerjemahan
semantik,
seorang
pencrjemah
hams
lebih
memperhatikan unsur eSletika, di antaranya adalah keindahanbunyi teks bahasa Arab
dengan ll1engkomproll1ikan makna selama ll1asih dalam batas kewajaran. Selain itu,
kala yang hanya sedikit ll1engandung budaya dapat
、ゥエ・セェ ュ。ィォ ョ
dengan kala yang
netral atau istilah yang fungsional.
Memang setiap bahasa juga mell1punyai ragam-ragam yang ditenlukan oleh
faktor waktu yang bembah-ubah, faktor tempat, faktor sosial budaya, faktor situasi
dan faklor medium penyampaian. Keadaan bahasa yang seperti iniJah yang patut
mendapat perhatian peneIjemah ketika melakukan aktifitasnya. Penerjemah tidak
20
Nurachman Hanafl, Teari dan セIG・ョゥ
menerjemahkan, (NTT: Nusa ludah, 1986), Cet-l, h. 32
23
akan mencoba-coba memaksakan strnktur, bentuk maupun cara berpikir penuJis
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Sebab setiap bahasa mampu menciptakan
gambaran yang lengkap dari fenomena alam yang beragam dan ada di sekelilingnya,
kemudian mengungkapkan sistem perlambangannya bempa gagasan, pesan makna
atau info11llasi dengan caranya sendiri-sendiri 21 PersoaJan konteks memiJiki
perbedaan yang mendasar dengan persoalan kosakata. Persoalan kosakata atau
semacamnya rclatif jclas sosok pcrsoalannya dan rclatif llludah ditcmukan langkahlangkah konkrit pemecahannya, serta merinci modal kemampuan yang diperlukan
untuk mengoperasikannya.
Setiap orang bisa saja sangat ringan ketika berbicara bahwa 'meneljemah itu
harns sesuai dengan konteksnya'. Sesungguhnya persoalankonteks dalam teryemahan
adalah persoalan yang paling pclik dan krusial untuk dijelaiikan dan diilustrasikan.
Apalagi memberikan SOlllSi dengan menyeblltkan langkaJl-latlgkah konkTit, jelas dan
sederhana. Konteks seeara sederhana dapat dimengerli sebagai sesuatu yang
menyertai sebuah teks, sesuai dengan pemaknaan literer kata··kata yang merajut kata
lersebut.
Pcngertian teks di sini bukan hanya sebagai suatu kesatuan leks utuh, namun
juga bagian-bagian teks yang di dalamnya tclah mangandung satuan-satuan makna.
Dcngan dcmikian, sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat pula mencakup (dan
dapat pula dikategorikan sebagai) konteks teks seeara utuh.. konteks kalimat, dan
bahkan konteks yang lebih keeil lagi.
21
Adam Makkai. Idiom SfrucflIre in Ell/dish, (Den Haag: Mouton, 1972), h. 97
24
Sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat dibagi menjadi dua: konteks
linguistik dan konteks non-lingistik. Konteks linguistik adalah segala sesuatu yang
terkait dengan kebaJJasaan teks, di mana setiap bagian dari kebahasaan saling
membantu menyampaikan pesan utuh teks, saling meqjelaskan apabila terdapat
bagiall-bagian tertentu yang kurang jeJas, dlUl saling membantu untuk meyakinkan
penerjemah apabila terdapat bagian-bagian yang meragukan. Sedangkan teks non
linguistik adalah segal a sesuatu yang menyertai teks di luar teks' aspek kebahasaan
teks, yang mencakup teks-tcks sosial politik, budaya, ideologi, sejarah dan lain-lain.
Persoalan konteks non linguistik muncul ke permukaan terutama apabila terdapat
jurang perbedaan yang serius antara latar sosial-budaya dari teks surnber dan teks
sasaran, baik dilihat dari perbedaan tingkatan maupun dari warna budaya tersebut.
Cara penyelesaian problem konteks non linguistik memang tidak mudah,
karena mencakup hal yang sangat luas. Penerjemah dituntut memiliki pemahaman,
pengetahuan atau wawasan global terhadap tema yang diterjemahkan. Setidaknya
penerjemah harus cukuP/tJllliliar istilah-istilah teknis yung terkait
22
Menerjemah suall! teks ten tang sebuah percakapan, terdapat kata-kata seperti:
F \ cセL
Fi
(ANALISIS POLISEMI KATA SYAIKH DARI BAHASA ARAB KE DALAM
BAHASA INDONESIA)
Oleh:
SITI MARWIYAH
NI11: 101024021430
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 I1/200G M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Wawasan Budaya dalam Penel'jemahan (Analisis
Polisemi Kala Syaiklz dad Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia)" telah
dilljikan dalam sidang munaqosah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Smjana Strata I (S I) pada Jurusan
Tarjamah.
Jakarta, 22 Juni 2006
Sidang Munaqosah
Sekretaris Merangkap Anggota
Ketua Merangkap Anggota
cjWセ
セMャ G
.. Dnl. Hj. Tali Harlimah, MA
NIP. 150 240 080
Drs. . A. Salibi, MA
NIP. ISO 228 407
Pembimbing
Prof.
r. H. Ridlo Masduki
NIP. 150 062 823
セM
NIP. ISO 268 589
KATA PENGANTAR
(':!'"Y\
()4>.Y\ .ill I セ
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hlldirat Allah SWT, karena
berkat rahmat, iradah, dan hidayah-Nya skripsi ini dapatterselesaikan. Salawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan program strata 1 (S I) Universitas Negeri. Dalam skripsiini penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak penyuswJall skripsi ini tidak mungkin
herhasif. Penulis ucapkan tcrima kasih kcpada hcrbagai pihak yang telahmcmbantu
dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutamakepada:
1. Bapak Dr. H. Abdul Chaer MA, DekanFakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Bapak Drs. Abdullah M.Ag, Ketua Jurusan Tarjlllnah. Drs. Ikhwan Azizi,
Sckrctaris Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Hu:maniora Universitas islam
Negeri Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Ridlo Masduki, selakuDosen PembimbingMateridan
Metodologi Penulisan dalam penyusUtlan skripsi ini.
4. Perpustakaan Adab dan Utama Universitas Islam Negeri Jakaria,yangtelah
menyediakan data-data yang penulis butllhkatl dalampenyusunan skripsiini.
5. Kedua orang tua penu]is, Ayahanda Jayadan Tbujlda Yanih,yangtelah
membesarkan penulis dengan cinta, membiayai studi pellUlis hingga saa.tini.
Atas segala curahan kasih, kesabaran dan keikhlasan. "Maat1mn 'bidadari
badlmg'l11u ini Pak, Bu, y311g belul11 mal11pu bahagiakanl1111... " kakanda
Masrifah dan suami, atas sayang yang tak terkata. Untuk adik-adik tercinta.
tUjuh warna pe/angi yang selalu l11ewarnai hari-hariku.
6. Ternan-ternan sekelas jurusan T31jamah khususnya angkatan '01. khususnya
buat Deang atas komputer, buku-buku, sharing, diskusi n' guyonannya, Juga
buat Jamal, V'Truck, Mal11ah, Rahrnat, Anis n' teman-telJ:l311 lain yang tak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
7. Sobatku Syifa atas motivasi yang tak terhenti, SEMANGAT!! Tak Iupa buat
Adi, Lalu-ku, Lilis, Eva, Yanti, K Omenxs Gonggoatas editannya.
8. Serta berbagai pihak yang tak dapat penlilis seblltkan satu persatu, terutama
para dosen yang telah memberikan ihnunya kepada penulis semasa kliliah.
Penlilis menyadari meskiplln telah semaksirnal mungkin bemsaha dalam
penyusllnan skripsi ini, tentu masih banyak kekurang31mya, untuk itu kritik
l11embangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya permlis berharap semoga skripsi ini bennanfaat Amin...
Jakarta, !{abi'ul Akhir 1427 H
01 Juli 2006 M
PerlUlis
Siti Marwiyah
DAFfAlRISI
Hal
i
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR lSI
PEDOMAN TRANSLITERASI
v
BABI PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
I
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
7
C.
Tujuan penelitian
7
D.
Metode penelitian
8
E.
Sistematika Penulisan
8
BAB II KERANGKA TEORI
A. Wawasan Budaya dan Bahasa
9
I. Definisi Budaya
9
2. Definisi Bahasa
12
3. Hubungan antara Bahasa dan Budaya
18
4. Penyesuaian Penerjemahan berdasarkan Faktor Budaya
22
B. Tinjauan Semantik
25
I. Semantik daJam Penedemahan
25
2. Jenis Makna:
26
a. Mak"l1a Leksikal
27
b. Makna Gramatikal
28
c. Makna Kontekstual
29
d. Makna Idiom
30
e. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
30
3. Relasi Makna: PoJisemi
31
BABIII FAKTA YANG MENDUKUNGANALISIS DATA
A. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan Bahasa
35
B. Perkembangan Kata :C:;yaikh dad Masa ke Masa
37
::
BAH IV ANALISIS DATA
A. Analisis Makna kata S)'aikh dalam Bahasa dan Budaya Arab
47
B. Analisis Polisemi Kata S)!aikh
50
BAH V PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
53
55
PEDOMAN TRANSLITERASI
Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber pada pedoman
transliterasi Arab atas keputusan bersan1a Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 15811) 1987 dan No. 0543 b/u/87.
Daftar Transliterasi Arab-Latin
Konsonan
f
=u
z
=j
b
=y
q
='
t
=w
k
=.!.I
sy
=1..>'
S
]セ
=J
s
=
J
=(;:
m
]セ
d
="'
h
=C
n
=0
t
=.b
kh
=t
w
=j
z
=.b
d
=
h
=,
=t
z
=j
a/ilu'
=.
=E;.
r
=
y
=
U""
0
j
'-f
Vocal pendek
.
g
>
Vokal panjang
Tanwin
=a
4=a
- =an
=)
.,p= )
- =m
=u
J!=U
-
,
=un
Keterangan:
1. Kata sandang al- ( JI ) ditulis secara berbeda antara kata sandang yang ditulis
oleh hurufQomariyah dengan kata sandang yag diikuti oJeh hurufSyamsiyah:
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Qomariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu ai-I. Contoh .Jilll lal-Qalamul
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu huruf II diganti dengan huruf yang sama dengan
huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Contoh セ|
2. Saddah ditandai dengan huruf kembar. Contoh セNji
/al-Jannatul
3. Setiap fonem dipisah dengan tanda minus (-) seperti lal-Maktabul
4. BSu: Bahasa Sumber
5. BSa: Bahasa Sasaran
las-Syaikhul
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah unsur utama yang perlu diperhatikan dalam kehidupan ini.
Dengan beraneka ragam suku bangsa di dunia yang masing-masing memiliki bahasa
sendiri, maka tereiptalah keanekaragaman suku bahasa di dunia ini. Keanekaragaman
'.
bahasa ini menyebabkan kesuJitan dalam berkomunikasi, mengingat bahasa sebagai
alat komunikasi dan ekspresi, Sejarah membuktikan bahwa perkembangan setiap
kebudayaan selaiu berawal daTi keterpengaruhan dan pergescmn dengan kebudayaan
lain. Di sinilah pentingnya penerjemahan sehingga berbagai maeam bahasa dan
kebudayaan saling berinteraksi dan persoaJan komllnikasi teratasi.
Peran penerjemahan dan andit para penerjemahnya tidaklah keeil dalam
kerangka pembangunan kebudayaan Indonesia. PeneJjemahan merupakan peralihan
makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari
bentuk bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua melalui struktur semantik.
Maknalah yang dialihkan dan harus dipertahankan, sedang bentuk boleh diubah.
Larson merumuskan pengertian terjemah secara lebih .lengkap sebagai berikut:
"Menerjemahkan
berarti
mempelajari
leksikon,
struktur gramatikal,
situasi
komunikasi dan konteks budaya dari bahasa swnber kemudian menganalisis teks
tersebut untuk menemukan maknanya dan menemllkan kembali makna yang sama itu
2
dengan mengungkapkan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dengan bahasa
sasaran dan konteks budayanya.,,1
Bahasa dan kebudayaan merupakan dua unsur yang saling bertaut dan tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya Manusia di dalam kehidupannya sehari-hari
menggunakan bahasa untl!k berkomunikasi. Para ahli linguistik dan juga para ahli
antropologi mengutarakan bahwa antar bahasa dan kebudayaan merupakan dua
sistem yang melekat pada manllSia. Hubungan itu dapat !.';erupa hubungan timbal
balik, saling mernpengaruhi dan hubungan satu arah 2
Adapun J.e. Cattord mengatak1.iIl da!am bukunya, A. Linguistik llleol)' of
Tronslalion sebagai, ..... l1w replacemenl of le_tll/al in one language by equivalent
textual material in another language. .. (... Penerjemahanadalah penggantian materi
tekstual dalam suatu bahasa dengan rnateri tekstual yang sepadan dalarn bahasa lain).
Melalui pendekatan strukturalnya itll, Catford mcnt:oba menyadarkan pam
peneIjernah bahwa dua bahasa yang sedang ditangani oleh pam peneIjernah itu antam
bahasa sumber dengan bahasa sasaran, sesungguhnya selalu rnempunyai hubungan
limba! balik meskipun hubungan itu tidak selalu simetris. Milksudnya, kedua bahasa
itu bctapapun sangat berbcda struktur bahasanya dan juga budaya masyarakal
pernakainya, ter/ebih jika geografi.snya beIjauhan, meski demikian menumt Catfod
Mildred L. Larson. Pellcr:jemahall Berdawrkan Alakna: PedOllllw Un/uk Pemadallt111 Alltar
Balrasa, (Jakarta: Arcan, 1991), CCI-2, fL 262
I
i Abdul e1mcr, Sosiolingllistik: Perkenalan Awol, (Jaklarta: Rineka Cipta, 1995). h. 218
3
kedua bahasa lersebul pasti mempunyai padanan lerjemahannya selama kedua bahasa
itu adalah bahasa rnanusia J
PeneIjernahan yang baik hanya bisa dihasilkan oleh seorang penerjernah yang
rnemiliki kualifikasi yang linggi karena proses penerjemahan rnelibatkan dua bahasa,
yaitu bahasa surnber dan bahasa sasaran. Dengan demikian peneIjernahan juga
meJibalkan perhedaan-perbedaan buda)'ll lmluk mengungkapkan ide dan dan mak-na
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Jadi, dapat dikatakan peneIjernahan
meliputi keseJuruhan proses penemuan makna sualu kebudayaan dan menyampaikan
makna-rnakna ini kepada orang-orang dalam kebudayaanlain. 4
Penerjemah memilild lugas l,'anda. Perlama, ia dihamskan masuk dalam
suasana budaya yang ingin diketahui, bahasa, dan poJa pikir yang digunakan dengan
menjadikan simboJ-simboJ dan makna dalam bahasa sasaran sebagai milik seorang
penerjemah. Sernakin sunguh-sungguh seseorang mernahami dan mencema sistem
makna budaya yang dipelajari, semaldn efektifhasiJ dari suatlilerjemahan.
Tligas kedua, seorang penerjernah adalah menyampaikan makna budaya yang
teJah dikelemukan kepada para pembaca yang tidak mengerta) budaya atau suasana
budaya itu, bahasa surnber yang digunakan dalam teks asHnya, pemikiranpengarang
yang
mel1ulis
teks
tersebut
lni
berarti
bahwa seliaI' penerjemah harns
mengernbangkan keahlian menyampaikan dalam bentuktulisan dalam bahasa
sasaran.
, Suhendra Yusut; Tr&ty Malaya, (979), II. 53
7 FAR UIN Sya-Hid. At-Turas. Mimbar Sejarafl, L。イエセs
dat, Budaya, (Juli:2003) Vol, 9, No2. It. 145
8 [bidh. 19
6
prosedur penerjemahan apa yang dilaluinya, metode apa yang digunal[annya untuk
meneIjemahkan dan mengapa memilih metode tersebul, mengapa memilih suatu
istiJah tertentu untuk meneJjemahkan suatu konsep dan 。ケョセjォャ「
memilih istilah Jain
yang sarna rnaknanya. 9
Sekelumit
penulis
akan
berbicara
tentang
pmsedur
penerjemahan.
Pembicaraan lenlang prosedur peneJjemahan berkailan dengan lataran yang Jebih
kedl dari suatu teks yaitu kalirnat, klausa, frase, dan kata, sedangkan metode
penerjemahan berkenaan dengan keseluruhan teks sebagaj wacana yang utuh. 1O
Prosedur penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark menyerupai proses
penerjemalllUl dalam melode peneJjemahan literal (ltarjiyah), yang diJakukan pada
lataran klausa atau kalimat.
Prosedur peneljemahan menjadi sangat penting dalam taltapan penyerasian
proses peneJjernahan unlu" menyempumakan hasil lerjemahtm. Pengetahuan tenlang
prosedur peneIjemahan bermanfaat dalam proses penerjemahan, agarpeneIjemah
selalu dapal menyesllaikan perllbahan benluk gramalikal yang sesuai dengan mal:na
yang ada dalam bahasa sasaran. II
Rochayah MachaJi, Pet/oman Bagi PenCljeJJlah, (Jakarta: Gm,indo, 2000), h.9
FAH UJN SyarifHidayatul1ah, 01'. Cit. h. 81
IJ Ibid, hal. 85
9
10
7
B. Pembatasan dan Perumusan lUasaJah
Penulisan skTipsi ini terbatas pada malma kata S:yaikh dalam perspebif
budaya, eli mana pembahasan mengenai wawasan budaya daJam peneJjemahan
penulis allggap sallgat penting, karella tanpa waw'asan budaya seorallg pelleljemah
tidak akan menghasilkan penerjemahan yang baik dan me:miliki kuaJifikasi yang
tillggi. Pellulis juga mengallgkat permasalahan kata Syaikh yang merupakan salah
satu bentuk polisemi sesllai dengan konteksnya masing"masing.
Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan sebagaiberikut:
1. mengapa budaya bangsa dari bahasa sumber berpengaruh dalam bahasa
lerjemahan?
2. Bagaimana perkembangan arti kata Syatkh dalam bahasa Arab dari masa ke
masa?
3. Apa saja makna kata Syaikh sebagai kala Arab berpolisemi
yang dapal
diidentifikasi?
C. Tujnan Penelitian.
I. MengetaJllIi bagaimana suatu kala memil iki banyak mal'Tla
2, Mencoba mernbubikan kata Syaikh sebagai kata yang berpolisemi
3. mengetahlli apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang peneJjernah agar
dapat menyampaikan makna budaya BSu ke dalam BSa
8
D. Metodologi Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis. Dalam memperoleh data penulis melakukan studi kepustakaan (library
reseach), yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian daTi buku-buk"l.l,
jumal, majalah dan media lain yang berhubungan dengan penelitian. Dalam
penelitian ini penulisan melakukan pendekatan semantis dalam menganalisa data
yang akan diteliti.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dap.,1t digambarkall sebagai benl:ut
Bab [ berupa pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitiall, metode penelitian serta sistematikapenulisan.
Bab II berupa kerangka teori yang terdiri dari: wawasan bahasa dan budaya: definisi
budaya, definisi bahasa, hubungan antara bahasa dan budaya;penyesuaian
penerjemahan berdasarkan faktor budaya; tinjauan semantik: jenismakna,rnakna
.IeksikaI, makna gramatikal, makna kontekstuaI, makna idiojl1, makna denotatif dan
makna konotatif; relasi makna: polisemi.
Bab HI berupa fakta yang mendukwlg analisis data tentang kata SYl1ikh: faktor yang
mellyebabkan terjadinya perubahan bahasa; perkembanh'llll kata Syaikh dari masa ke
masa.
Bab IV berupa analisis kata Syaikh daJam bahasa dan budaya Arab; analisis polisemi
kata Syaikh.
Bab V penutup berupa kesirnpulan.
BARIl
KERANGKA TEORI
A. Wawasan Bndaya dan Bahasa
1. Definisi Budaya
Menurut Koentjaraningrat (1980), kala budaya berns'll dari bahasa sansekerta
yaitu: "buddhayah" yang merupakan bentuk jamak darikata "budhi" berarti "budi
atau akaI". Adapun istiIah culture yang mel1lpakan istiIah bahasa asing yang sarna
ar1inya dengan kebudayan, berasal dari bahasa latin, yaitu colore yang berarti
mengoIah tanah.
12
Jadi secara umum kebudayaan dapat diartikan sebagai "segaIa
sesuatu yang dihasilkan oleh aka! budi (pikiran) maI1l.lSia dengan tlljllan untuk
rnengolah tanah atau ternpat tinggalnya; alau dapal pula diartikan segala usaha
manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam
lingkun&'lUlIlya". Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang
dipelajari mengacu pada pola-pola perilaku yang jitularkan secara sosial, yang
merupakan kekhusllsan kelompok sosial tertentll. 13
Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki
manusia., dan lwnbllh bersama dengan berkemban!,'lJYa masyarakat manusia, Imlnk
memahaminya Koentjaraningrat meng!,'Unakan sesuatu yang disebutnya kerangka
J'mgalllar A11Iropologi, (Jakarta: VI, 1965), C"'t. Ke-2, lJ. 25
Widyo Nugroho, Achmad Muchji, 11m" BlIdaya Dasar. (Jakarta: PT Gunadanna. ]994),
Cet. Ke-2, h. 15
12 Koentjajaningrat,
13
10
kebudayaan yang memiJiki dua aspek toJak yaitu wujlld kebudayaa:n dan
lSI
keblldayaan, yang disebut wujud kebudayaan itu berupa:
1. Wujud gagasan
2. Perilaku
3. Fisik atau benda
Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan, siflitnya abstrak, tak dapat
diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. wujud kedua adalah yang
disebut sistem sosial (.weial sistem) yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu
sendiri, sistem sosial ini terdiri ak"tifitas-aJ....tifitas manusia yang berinteraksi satu
dengan yang lainnya dari waktu ke waktu yang selalu memrrut pada pola tertentu.
Sistem sosial ini bersifat konkret sehingga bisa diobservasi dan didokumentasi.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya
manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkret berupa benda-benda yang bisa
diraba dan diJihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di ams dalam masyarakat tidak
terpisah satu dengan lainnya.
Wujud kebudayaan di atas mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi
manusia dan masyarakat. Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi
masyarakat dan anggota-anggota masyarakat, misalnya ke.kuatan alam, kekuatan di
dalam masyarakat sendiri, yang tidak selalu baik bagi masyarakat. Kebudayaan yang
merupakan basil karya, rnsa dan cita manusia dapat digunakan untuk melindungi
manusia dari bencana alamo Di samping itu kebudayaan dapat dipergunakan untuk
II
mengatur hubungan sesama manusia. Kemudian tanpa kebudayaan, manusia tidak
bisa membentuk peradaban seperti apa yang kita punyai sekarang ini.
Adapun unsur-unsur kebudayaan meJiputi semua kebudayaan di dunia, baik
yang kecillbersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan
jaringan hubungan yang luas. Menurut kOllsep Maiinowsiid kebudayaan di dunia
memiliki tujuh unsur universal:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup man USia sehari-hari misalnya pakaian,
perurnahan, alat rurnah tangga.
b. Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi misalnya: pertanian, sistem
produksi.
c. Sistem kemasyarakatan misalnya kekerabatan, sistem perkawinan.
d. Bahasa sebagai mesin komunikasi baik lisan maupun tulis:an.
e. Pengetahuan.
f
Kesenian.
g. Sistem religi
Masing-masing unsur kebudayaan universal illi pasti meI1ielma dalam ketiga
wujud kebudayaan tersebut di atas yaitu sistem budaya, s.osial, dan unsur budaya
fisik. Manusiawi. 14
Ketika kita bicara tentang penerjemahan berarti kita bicara tentang bahasa.,
dan terdapat hubunl,ran yang sangat erat pula antara budaya dan bahasa, oleh
karena itu penulis akan memaparkall sedikit tentang bahasa.
'4
Abu A1unadll/1I111 Solsal Dasar, (Jal"llrta: Hina Aksara, t 988), NAGセc
Ke-I, h. 53-55
12
2. Definisi Bahasa
Bahasa dapat didefinisikan dalam berbagai ragam tergantung dari ciri-ciri apa
yang ingin ditonjolkan.
セiBー
I ue. rJiJ J$ 4-! .J!"Y ..:.\.,......1 :wlI
'Bahasa adalah bllllyi yang digllllakan oleh setiap bangsa atau masyarakat
untuk mengemukakan ide' ([bnu Jini dalam Hasanain, 1984:35). Definisi tersebut
dapat bersilnt luas, sehingga mencakupi semua bentuk komwlikasi 'atau secara sempit
disampaikan sedemikian mpa sehingga melibatkan seperangkat bahasa saja Berikut
ini disinggllllg isi dua deJinisi bahasa, ada ahli yang beranggapan balm'll bahasa
adalah sebuah simbol yang bersifat manasuka dan dengansistem itu snafu kelompok
sosial bekerja sama (Bloch dan trager, 1942). Namllll, ada juga ahli bahasa yang
beranggapan bahwa bahasa adalah sebuah sistem berstmk'tur mengenaibunyi dan
urutan bllllyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang diglWakan, atau yang dapat
digunakan dalam komuikasi antar individu oleh sekelompok rMnusia dan yang secara
agak tlllltas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwadan prosesproses dalam lingkungan hidup manusia (Carrol, 1959).
ApahiJa kedua isi deJinisi tersebut kita bandingkan maka dengan mudah dapat
kita lihat bahwa isi definisi yang diajukan oleh Carrol merupakan definisi yang lebih
luas calrupannya daripada definisi yang dikemukakan oJeh Bloch dan trager.
Demikianjuga, dari isi definisi tersebut kita dapat mengambilbeberap:l hal penting.
.13
Pertama, bahasa merupakan sistem yang mempunyai struktur (structured
.\)/stem) sebagaimana halnya dengan sistem lain. Bahasa memiliki pola dan
berdasarkan pola itulah bahasa digunakan. Pola (sistem gramatikal) tersebut pada
umumnya bersifat statis; perubahan mendasar jarang tetjadi dan jika terjadi tentu
melaJui proses yang cukup Jama Karena bahasa ilu memiliki pola-pola, maka bahasa
merupakan sebuah sistem, dan karena adanya sistem inilah maka bahasa dapat
dibandingkan, dialihkan, dipelajati dan diajarkan.
Salah satu ciri sistem berstruktur, sebagaimana sistem bahasa, iaJah bahwa
aktifitas berbahasa bergemk ke satu arah dan unsur-unsur yang terlibat an tidak mcnimbulkan perubahan atau
penghilanl,>an mak.-na.
Sebagai implikasi lain dari cam pandang bahwa a, lIlakna yang dapl1.t kita ambil dari kedua delinrrsi di muka ialah bahwa
bahasa itu melllwlgkinkan teJjadinya komWlikasi antalpribadi (il1lerpersonal
communication). Komunikasi inilah yang merupakan fungsi utama bahasa. Sebagai
aJat komWlikasi bahasa bertugas untuk lIlenyampaikan infonnasi atau sebagai alat
15
untuk menenma infonnasi. Dalam poSlsmya seperti
1m
bahasa sesungguhnya
mempakan alat kontTol sosial.
Dilihat dari sudut tertentu bahasa bersifat ekslusif; k:Jlidah dan konvensi yang
dimiliki olch scbuah bahas.1 hanya bcrlaku bagi sckclompok manusia, yakni petlltur
bahasa tersebut. Susllnan kata utama dalam bahasa Indonesia adalah SVO (SuNectVerb-Object), dan susllnan ini kcbctllian sama dcngan susllnan dalam bahasa Inggris.
Bahasa-bahasa lain belum tentu mengikllti system SYO. Misalnya dalam bahasa
Jepang, sllsunan yang lazim digunakan adalah SOY, sedangkan dalam bahasa Arab
adalah YSO.
lmplikasi dari perbedaan sllSunan ini adalah ba.hwa peneIjemahan harus
melakukan pergeseran struktur ketika penerjemahannya melibatkan bahasa-bahasa
JnJ.
Fungsi-Fungsi Bahasa
Dengan mengj,'Unakan teori Buhler (1935) dan Jakoloson (1960), Newmark
(l988:39ff) menggolongkan fungsi bahasH menjadi enam jenis:
I. Fungsi Ekspresif
Fugsi ekspresif berorientasi pada pembicara atau penulis sebagai sUlUber
penyampai berita. Yang dipentingkan di sini adjJ.1ah pemSllan pengarang,
bukan respons pembaca atau penerima berita. Yang dapat digolongkan dalam
jenis perwujudan fungsi ekspresif antara lain adalah ktuya sastra (puisi, novel,
9rarna dan lain-lain).
16
2. Fungsi Infonnatif
Inti fungsi infonnatif adalah situasi eksternal: ungkapan yang disampaikan
berorientasi pada fakta suatu topik baJlasan atau reaJita di JUM bahasa,
tennasuk teks lapomn tentang gagasan atau teori tertentu. Teks jenis ini
biasanya menggunakan gaya bahasa kontemporer, nonregionaJ, nonkeJas.
3. Fungsi Vokatif
Yang menjadi pusat perhatian daJam teks jenis vokatif adaJah khaJayak
pembaca atau pellerima berita. Istilah vokatif maksudnya mellgajak atau
menghimbau penerima berita untuk bertindak, berpikir, merasa atau mereaksi
seperti yang dimaksudkan dalam teks.
4. Fungsi Estatik
Tujuan utama dalam teks yang berfungsi estetikadalah untuk memberikan
rasa senang atau puas, baik melalui imma (misalnya bunyi bersajak) maupun
metafora.
5. Fungsi Fatis
FUllgsi fatis biasanya dipakai sebagai alat kontak dan alat berakrab'"3krah
antar para pemakai bahasa.
6. Fungsi metali%'l.tal
FUllgsi metalingual adalah penggunaan bahasa untuk kepentingallbahasa itu
sendiri, misalnya bahasa untuk menjelaskan, mendeJ'inisikan atau menamai.
FUllgsi metalingual sedikit banyaknya bersifat universM.
17
Ragam Bahasa
Bahasa mempunyai dua aspek utama, yaitu bentuk yang diwakili oleh bunyi,
tuJisan dan struktumya, serta makna, baik makna leksikaJ, fungsionaJ maupun
struktural. Sebagai sebuah bangsa kita memiliki bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia. Dalam penggunaan bahasa tersebut terdapat perbedaan-perbedaan, besar
atau kecil, baik dalam cara pengungkapan, pemilihan kata, maupun tata bahasanya.
Perbedaan-perbedaan yang ada disebut mgam bahasanya (Ianguage·variety).
Menurut Joos (1965),
gaya bahasa adalah mgam bahasa yang discbabkan
adanya perbedaan situasi berbahasa atau perbedaan dalam hubungan antara
pembicara (penuJis) dan pendengar (pembaca). Ragam ini dapat dibeda-bedakan Jagi:
1. Ragam beku (frozen), merupakan ragam bahasa yang paling formal (sangat
resmi). \5 Dalam bahasa Arab ragam beku dapat dijumpai dalam salat dan doa.
Salat diawali dengan takbiratul ihram '.)iS1 .ill', danditutup dengan ucapan
salam Gセ
セIlNjiG
\6
Ragam beku juga digunakan c1alam situasi-sitUllsi resmi,
atau khidmat. Dokumen-dokumen bersejarah, atauberharga, seperti undangundang, peJjanjian dan sebagainya.
2. Ragam resmi (/brmal), merupakan mgam bahasa yang dipakai dalum pidatopidato resmi, rapat-rapat resmi, rapat-rapat dinas, dan sebagainya.
" Rochayah Machali, Op. Cit., h. 17 el Seqq
16 Imam Asrori, Silllaksis Bahasa Arab' Frasa-KlausCl-Ka/imal'. (Malang: Misykat, 2004),
eel. Ke-l, h. I
18
3. Ragam operasional (consultative), adalah ragam bahasa yang digunakan di
sekolah, perguruan tinggi, dalam rapat-rapat yang berorientasi kepada
produksi, dan sebagainya. Ragam ini daJam kenyataan al1lat operasionaJ.
4. Ragam santai (casual) ialah ragam bahasa santai yang terjadi antar teman,
l1lisalnya dalam olah raga, rekreasi, dan sebagainya.
5. Ragam akrab (intimate) merupakan ragam 。セィ「
yang dipakai oleh
antartel1lan yang sangat akrab. Bahasa ini ditandai dengan ucapan-ucapan
yang pendck, kalimat-kalimat yang tidak lengkap, pel1lakaian prokel11 dan
sebagainya.
3. Hubungan antara Budaya dan Bahasa
Mengenai hubungan antara budaya atau
ォ・「オ、。ケャ [セ
danbahasa. Apakah
bahasa yang l11erupakan alat kOl11unikasi verbal milik l11anusiaitn merupakan bagian
dari unsur kebudayaan atau bukan. Kalau bahasa merupakan bagian darikebudayaan,
lalu wujud hubungannya itu bagaimana, kalaubukan merupakllnbllgian dari
kebudayaan, wujud hubungannya itu bagaimana pula.
Ada suatu hipotesis yang sangat terkenal l11engenai bilhasa dan kebudayaan.
Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar yaitu Edward Safirdan Benjamitl Lee
Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis Safir-Whort) yang mellyatakan bahwa
bahasa
l11el11pengaruhi
kebudayaan.
Atau
dengll.l1
lebih jelas,bllhasa itu
l11el11pengaruhi cara berfikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi,
bahasa itu l11cnguasai cara berpikir dan bertindak manusia. apa yang dilakukan
manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya. Misalnya, katanya, dalam
19
bahasa-bahasa yang mempunyai kategori kala atau waktu, masyarakat penutumya
sangat menghargai dan sangat terikat oleh waktu.
Segala hal yang mereka lakukan selalu sesuai deJlgan waktl! yang telah
dijadwalkan. Tetapi dalam bahasa-bahasa yang tidak JUelnpunyai kategori kala,
masyarakatnya sangat tidak menghargai waktu. Jadwal acara yang telal1 disusun
sering kali tidak dapat dipatuhi waktunya. ItuJah barangkaJi sebabnyakalau Indonesia
ada ungkapan "jam karel", sedangkan di Eropa tidak ada. Hipotesls Safir-Whorf ini
memang tidak banyak diikuti orang; tetapi hingga kini mtlsih banyakdibicarakan
orang termasuk juga dalam kajian antropologi. Yang banyak diikuti orang malah
pendapat yang ll1erupakan kebalikan dari hipotesis Sal'ir-Whorl' itu, yaitu bahwa
kebudayaanlah yang mempengaruhi bahasa. Ull1pamanya,karena masyarakat Inggris
tidak berbudaya makan nasi, maka dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk
menyatakan padi, gabah, beras, dan nasi. Yang ada cuma kata rice untuk keempat
konsep itu. Sebaliknya karena bangsa Indonesia berbudaya makan nasi, maka
keempat konsep itu ada kosakatal1ya. Masyarakat Eskimo yang schari-hari bergelut
dengan salju mempunyai lebih dan sepuluh buah kata ul1tuk menyebut bcrbagai jenis
salju. Sedangkal1 masyarakat Indonesia yang tidak dikenai salju hanyamempunyai
satu kata, yaitu salju. Ilu pun serapan dan bahasa Arab.
Kenyataan juga membuktikan, masyarakat yang kcgiatallilya Sallgat terbatas,
seperti masyarakat suku-suku bangsa yang tcrpcl1cil, hanya mcmpunyai kosakata
yang juga terbatas jUll1lahnya. Sebaliknya ll1asyarakat yangterbuka, yang al1ggotaanggota masyarakatnya ll1empunyai kegiatan yang Iuas, memilikikosakata yang
20
sangat banyak. Bandingkanlah, dalam kamus Inggns Webster's terdaftar lebih dan
600.000 buah kata; sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak lebih dari
60.000 buah kata.
Karena eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayan ini, maka ada
pakar yang menyamakan hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Atau sebagai sekeping mata uang; sisi yang satu adalah
bahasa dan sisi yang lain adalah kebudayaan. 17
Menurut Koentjaraningrat bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi,
hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di
mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Dan ada pendapat lain yang
menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif,
yakni hubllngan yang sederajat yang kedudukannya sama tinggi.
Masinambaouw (1985) malah menyeblltkan bahwa bahasa dan kebudayaan
merupakan dua sistem yang melekat pada man usia. kalau kebudayaan adalah suatu
sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat maka kebahasaan
adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi tersebut.
Dengan kata lain, hubungan yang erat itu berlaku sebagai: kebudayaan merupakan
sistem yang mengatur interaksi manusia sedangkan kebahasaan merupakan sistem
yang berfungsi sebagai sarana keberlangsungan sarana itU. IB
Chaer, Lillguislik [lllIUlll, Op.CiI., h. 70
Abdul Chaer, Leonie Agustina, SosiolillgJdslik Selmah PellgaJIlar, (Jakarta:PT Rineka
Cipta, 1995), Cel. Ke-I, h. 25
17 Abdul
18
21
Masyarakat mesti memiliki budaya bahasa karena dengan bahasalah seorang
anak memperoleh sikap, nilai, cara bcrbuat dan lain sehagainya yang kita scbut
dengan kebudayaan. Atau lewat bahasalah ia lllempelajari pola-pala kultural dalam
berpikir dan bcrtingkah laku dalam masyarakat. Nyatalah bahwa budaya itu mesti
dipeJajari, melllpeJajari ini semua adalah proses sosiaJisasi danpada pokoknya
dilakukan lewat bahasa, pertallla di rumah kemudian di sekolah sampai akhir
hayatnya. Nyatalah bahwa bahasa mengantarai individu dengan budayanya. 19
Bahasa selalu berkembang dan merupakan bagian dari kebudayaan. Dengan
bahasa yang dipcrgunakan, turut serta pengcnalan kcbudayaa.l1 tcrsebar,lcwat bahasa
pula kebudayaan yang terlibat sebagai salah satu bentllk penyebaran bentuk.
Bcrkaitan dcngan kcsatuan ini, Koentjaraningrat (1980) bcrpendapat, bahasa yang
mengansepsikan seluruh isi alam pikiran manusia ke dalam lambang-Iambang yang
berwujud nyata merupakan unsur saka guru dalam liap kebud,ayaan.
Sebagai bagian dad kcbudayaan, bahasa hanya ada dalam kcbudayaan itu
sendiri, dalam ruang lingkupnya. Tctapi bukan berarti bahwa satu bahasa hanya
lllemiliki satu bentuk kcbudayaan, bisa jadi lebih dad satu, misalnya bahasa Spanyol
yag pemakaiannya meluas hingga ke Amerika Latin, ternyata kebudayaan di negara
tersebut tidak persis sama dengan kebudayaan dad mana bahasa itu berasal. Sama
halnya bahasa Inggris yang mcluas ke Australia, Amerika Serikat, Kanada dan yang
lainnya" kendatipun lllereka secara keseluruhan berbicara dalam bahasa yang sama,
'9 A. Chaedar al-Washilah, Pellgalliar Sosiologi Bahasa, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1993)
Cet ke-I, h. 73
22
tapi tak menutup kemungkinan kebudayaan satu dengan Jainnya ada perbedaan.
Walaupun, perbedaan itu tidak selebar antara dua bahasa yang berbeda. Setiap
ungkapan .baik itu berupa kata, frase atau kaJimat hanya berarli sesuai dengan
kebudayaan yang dianutnya. 20
4. Pcnyesnaian Pcncrjcmahan Bcrdasarkan faktor Budllyll
Seliap bahasa mempunyai stmklur dan sistem masing-masing. Dengan
demikian, dalam hal ini penerjemah harus menyesuaikan din: ョセァ ・、
masing-masing
bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, dan hal yang hams diutamakan dalam
meneIjemahkan adalah pesan yang ada dalam bahasa sumber hams dapat
diterjemahkan kembali dalam bahasa sasaran. Jika perlu, pengungkapan kembaJi ilu
dilakukan dengan menggunakan unsur bahasa yang bentublya tidak sejajar dengan
bentuk dalam bahasa sumber.
Dalam
penerjemahan
semantik,
seorang
pencrjemah
hams
lebih
memperhatikan unsur eSletika, di antaranya adalah keindahanbunyi teks bahasa Arab
dengan ll1engkomproll1ikan makna selama ll1asih dalam batas kewajaran. Selain itu,
kala yang hanya sedikit ll1engandung budaya dapat
、ゥエ・セェ ュ。ィォ ョ
dengan kala yang
netral atau istilah yang fungsional.
Memang setiap bahasa juga mell1punyai ragam-ragam yang ditenlukan oleh
faktor waktu yang bembah-ubah, faktor tempat, faktor sosial budaya, faktor situasi
dan faklor medium penyampaian. Keadaan bahasa yang seperti iniJah yang patut
mendapat perhatian peneIjemah ketika melakukan aktifitasnya. Penerjemah tidak
20
Nurachman Hanafl, Teari dan セIG・ョゥ
menerjemahkan, (NTT: Nusa ludah, 1986), Cet-l, h. 32
23
akan mencoba-coba memaksakan strnktur, bentuk maupun cara berpikir penuJis
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Sebab setiap bahasa mampu menciptakan
gambaran yang lengkap dari fenomena alam yang beragam dan ada di sekelilingnya,
kemudian mengungkapkan sistem perlambangannya bempa gagasan, pesan makna
atau info11llasi dengan caranya sendiri-sendiri 21 PersoaJan konteks memiJiki
perbedaan yang mendasar dengan persoalan kosakata. Persoalan kosakata atau
semacamnya rclatif jclas sosok pcrsoalannya dan rclatif llludah ditcmukan langkahlangkah konkrit pemecahannya, serta merinci modal kemampuan yang diperlukan
untuk mengoperasikannya.
Setiap orang bisa saja sangat ringan ketika berbicara bahwa 'meneljemah itu
harns sesuai dengan konteksnya'. Sesungguhnya persoalankonteks dalam teryemahan
adalah persoalan yang paling pclik dan krusial untuk dijelaiikan dan diilustrasikan.
Apalagi memberikan SOlllSi dengan menyeblltkan langkaJl-latlgkah konkTit, jelas dan
sederhana. Konteks seeara sederhana dapat dimengerli sebagai sesuatu yang
menyertai sebuah teks, sesuai dengan pemaknaan literer kata··kata yang merajut kata
lersebut.
Pcngertian teks di sini bukan hanya sebagai suatu kesatuan leks utuh, namun
juga bagian-bagian teks yang di dalamnya tclah mangandung satuan-satuan makna.
Dcngan dcmikian, sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat pula mencakup (dan
dapat pula dikategorikan sebagai) konteks teks seeara utuh.. konteks kalimat, dan
bahkan konteks yang lebih keeil lagi.
21
Adam Makkai. Idiom SfrucflIre in Ell/dish, (Den Haag: Mouton, 1972), h. 97
24
Sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat dibagi menjadi dua: konteks
linguistik dan konteks non-lingistik. Konteks linguistik adalah segala sesuatu yang
terkait dengan kebaJJasaan teks, di mana setiap bagian dari kebahasaan saling
membantu menyampaikan pesan utuh teks, saling meqjelaskan apabila terdapat
bagiall-bagian tertentu yang kurang jeJas, dlUl saling membantu untuk meyakinkan
penerjemah apabila terdapat bagian-bagian yang meragukan. Sedangkan teks non
linguistik adalah segal a sesuatu yang menyertai teks di luar teks' aspek kebahasaan
teks, yang mencakup teks-tcks sosial politik, budaya, ideologi, sejarah dan lain-lain.
Persoalan konteks non linguistik muncul ke permukaan terutama apabila terdapat
jurang perbedaan yang serius antara latar sosial-budaya dari teks surnber dan teks
sasaran, baik dilihat dari perbedaan tingkatan maupun dari warna budaya tersebut.
Cara penyelesaian problem konteks non linguistik memang tidak mudah,
karena mencakup hal yang sangat luas. Penerjemah dituntut memiliki pemahaman,
pengetahuan atau wawasan global terhadap tema yang diterjemahkan. Setidaknya
penerjemah harus cukuP/tJllliliar istilah-istilah teknis yung terkait
22
Menerjemah suall! teks ten tang sebuah percakapan, terdapat kata-kata seperti:
F \ cセL
Fi