Asumsi Penelitian MODEL ANALISIS WACANA JURNALISTIK BERBASIS TEKNIK BINGKAI (FRAMING) UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI BERWACANA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA).

21 dipandang sebagai instrumen untuk mengembangkan dan melestarikan ilmu pengetahuan. Dengan mengintegrasikan beberapa teori lintas disiplin ilmu diharapkan ilmu bahasa semakin kaya dan fungsional dalam menjawab berbagai persoalan keilmuan dan persoalan sosial.

1.6 Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian diperlukan untuk memandu dan menjadi landasan penelitian ini. Asumsi dalam penelitian ini dirumuskan dalam pernyataan- pernyataan berikut ini. 1 Model analisis wacana jurnalistik dipandang dapat memberikan alternatif model analisis wacana dalam pembelajaran wacana di SMA mengingat banyak unsur-unsur kejurnalistikan yang diamanatkan dalam kurikulum bahasa Indonesia. Pengembangan model wacana didasarkan pada paradigma konstruksionis yang digagas Berger dan Luckman Eriyanto, 2007:13 serta Gergen 1999. Paradigma konstruksionis berpandangan bahwa manusia dan masyarakat sebagai produk dialektis, dinamis, dan plural secara terus- menerus. Proses dialektis tersebut memiliki tiga tahapan, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Tahap eksternalisasi merupakan tahap pencurahan atau ekspresi diri manusia, tahap objektivasi adalah tahap hasil yang telah dicapai dari usaha eksternalisasi, dan tahap internalisasi berupa proses penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran diri. Pengembangan analisis wacana jurnalistik dilakukan agar terumuskan model 22 analisis wacana yang menempatkan wacana jurnalistik sesuai dengan karakteristik dan hakikat wacana tersebut. 2 Analisis bingkai framing berita digunakan untuk menentukan bingkai berita dan konstruksi peristiwa yang ditulis wartawan dalam sebuah berita. Bingkai yang digunakan berdasarkan pada model yang dikembangkan Pan dan Kosiki 1993. Pada dasarnya berita disusun berdasarkan konstruksi dan bingkai yang dikembangkan wartawan. Analisis ini meliputi perangkat sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Berdasarkan model analisis bingkai framing tersebut dikembangkan model analisis wacana jurnalistik dengan perangkat analisis kategori, sintaksis, skrip, tematik, diksifrasa dan retoris. Kategori diartikan bagaimana wartawanpenulis memahami fakta atau peristiwa, sintaksis diartikan bagaimana wartawan menyusun fakta, skrip diartikan bagaimana wartawan mengisahkan fakta, tematik diartikan bagaimana wartawan menuliskan fakta, diksifrasa diartikan bagaimana wartawan memilih fakta, dan retorik diartikan bagaimana wartawan menekankan fakta. 3 Pembelajaran wacana jurnalistik membutuhkan paradigma dan teknik analisis wacana yang sesuai dengan karakteristik wacana jurnalistik, yakni paradigma konstruksionis, yang menempatkan bahasa sebagai objek kajian yang dinamis- fungsional. Pendekatan tersebut akan memosisikan bahasa sebagai sebuah konstruksi yang dinamis. Gergen 1999 menyebutkan setidaknya ada empat asumsi yang melekat pada pendekatan konstruksionis. Pertama, dunia ini tidaklah tampak nyata secara objektif pada pengamat, tetapi diketahui melalui pengalaman yang umumnya dipengaruhi oleh bahasa. Kedua, kategori 23 linguistik yang dipergunakan untuk memahami realitas bersifat situasional, karena kategori itu muncul dari interaksi sosial dalam kelompok orang pada waktu dan tempat tertentu. Ketiga, bagaimana suatu realitas dipahami pada suatu waktu dan ditentukan oleh konvensi komunikasi yang berlaku pada waktu tersebut. Karena itu, stabilitas dan instabilitas pengetahuan banyak bergantung pada perubahan sosial ketimbang realitas objektif di luar pengalaman. Keempat, pemahaman realitas yang terbentuk secara sosial membentuk banyak aspek kehidupan lain yang penting, bagaimana kita berpikir dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari umumnya ditentukan oleh bagaimana kita memahami realitas. 4 Buku teks merupakan sumber belajar yang sangat penting bagi peningkatan kompetensi berwacana peserta didik. Wacana dalam buku ajar hendaknya disusun sesuai dengan kebutuhan peserta didik, baik aspek struktur bahasa maupun isi wacana. Wacana yang dikutip dari berbagai sumber media massa harus mendapatkan penyuntingan yang memadai sehingga wacana-wacana tersebut sesuai dengan kebutuhan pembelajaran bahasa. Wacana yang bersumber dari media massa mengandung dinamika sesuai yang berkembang di masyarakat. Menurut Hoed 2004:6 bahasa tidak hanya dipandang sekadar sebuah teks, tetapi juga struktur dan makna. Dua fakta yang tidak dapat dipisahkan, yaitu fakta wacana dengan fakta bahasa. Fakta wacana berkaitan dengan posisi pembicara dan topik yang dibicarakan, serta pertukaran makna dan teksnya, sedangkan fakta bahasa berkaitan dengan sintaksis, semantik, dan tata bahasa. Kedua fakta tersebut saling berkaitan dalam membangun ideologi. 24 5 Guru bahasa Indonesia hendaknya memiliki kemampuan dalam memahami dan menganalisis wacana jurnalistik berdasarkan paradigma konstruksionis. Kompetensi para guru diperlukan mengingat kajian terhadap wacana jurnalistik tidak hanya dapat dilakukan secara struktural, yaitu melalui analisis unsur penyusunan berita 5W+H, tetapi kajian ini harus juga bersifat fungsional, yaitu menggali kognisi, konstruksi, dan bingkai yang digunakan wartawan. Kemampuan ini dapat dikelompokan ke dalam tujuan psikomotorik berbahasa, sebagaimana dikembangkan Stern 1992: 69 yang mencakup domain kemampuan mekanik mechanical skllls, kemampuan pengetahuan knowledge skills, kemampuan mentransfer transfer skills, kemampuan berkomunikasi communication skills, dan kemampuan kritis criticism skills.

1.7 Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Analisis kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan desain model kurikulum berwawasan lingkungan sekolah menengah atas (Studi kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)

0 15 359

Analisis kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan desain model kurikulum berwawasan lingkungan sekolah menengah atas (Studi kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)

0 16 177

PERBEDAAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA ANTARA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DENGAN PERBEDAAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA ANTARA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DENGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK).

0 1 14

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM MEMBENTUK KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN.

0 1 81

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PRIBADI DAN SOSIAL SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS.

2 3 13

Model Bimbingan dan Konseling Kolaboratif untuk Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa di Sekolah Menengah Atas.

1 4 32

(ABSTRAK) IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) SWASTA SE-KABUPATEN TEMANGGUNG.

0 0 2

Pengembangan Panduan Layanan Bimbingan untuk Meningkatkan Keterampilan Manajemen Waktu Belajar menggunakan Teknik Behavior Analysis bagi Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

0 1 17

Pengembangan model manajemen sekolah berbasis multikuktural pada sekolah menengah atas (SMA) di eks karisidenan PATI

0 0 9

LOMBA KOMPETENSI SISWA IT NETWORK SYSTEM

0 0 19