Analisis kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan desain model kurikulum berwawasan lingkungan sekolah menengah atas (Studi kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)

(1)

KURIKULUM BERWAWASAN LINGKUNGAN

SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi Kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul:

Analisis Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi ) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Oktober 2007

Nita Noriko P-062024274


(3)

NITA NORIKO, 2007. ANALISIS KEBIJAKAN KURIKULUM BERBASIS

KOMPETENSI (KBK) DAN DESAIN MODEL KURIKULUM BERWAWASAN

LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi Kasus pada Sekolah

Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi).

M.

SYAMSUL MA’ARIF, sebagai Ketua

Komisi Pembimbing, SURJONO HADI SUTJAHJO dan HASIM sebagai Anggota

Komisi Pembimbing.

Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di antaranya dapat disebabkan

oleh terbatasnya wawasan sebagian masyarakat Indonesia terhadap lingkungan.

Wawasan tentang lingkungan hidup dan kecakapan mengelola sumberdaya alam yang

berkelanjutan dapat dibangun dengan pembekalan melalui jalur pendidikan formal.

Berpijak dari adanya fenomena kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia

maka tujuan penelitian ini adalah membuat Analisis Kebijakan Kurikulum 1994 dan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang berkaitan dengan kompetensi lingkungan

hidup siswa, menemukan faktor penting dalam PLH untuk meningkatkan kompetensi

siswa tentang lingkungan hidup melalui KBK, menemukan faktor kendala utama dalam

PLH, menemukan langkah stratgis dalam PLH melalui KBK, membuat Model Kurikulum

Berwawasan Lingkungan, dan membuat alternatif skenario implementasi Kurikulum

Berwawasan Lingkungan pada tingkat SMA.

Hasil analisis kebijakan menunjukkan komponen pendukung Pendidikan

Lingkungan Hidup (PLH) pada sekolah yang menggunakan KBK, Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan, dan Kurikulum 1994 bervariasi pada setiap sekolah dan pada

umumnya belum dilengkapi secara utuh. Kompetensi siswa tentang lingkungan hidup

belum mencapai ketuntasan belajar. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi siswa

tentang lingkungan hidup bukan dipengaruhi oleh jenis kurikulum dan jurusan, tetapi lebi

disebabkan oleh faktor kondisi sekolah. Berdasarkan hasil Analisis Prospektif dapat

diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) faktor penting dalam pelaksanaan PLH, yaitu

Manajemen Berbasis Sekolah yang mendukung PLH, Program Kegiatan PLH, dan

Inovasi dalam Metode PLH. Hasil analisis

Interpretative Structural Modelling (ISM)

menemukan 3 (tiga) faktor kendala utama dalam PLH yaitu Kebijakan Pemerintah yang

masih

top down,

Manajemen Berbasis Sekolah yang belum mendukung PLH, dan Tim

Monitoring dan Evaluasi PLH yang belum efektif.

Sedangkan langkah strategis dalam

Kurikulum Berwawasan Lingkungan adalah mengadakan diskusi tentang lingkungan

melalui kegiatan ekstra kurikuler. Selanjutnya dari hasil Analisis Prospektif dan ISM

dibuat Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan yang dalam penerapannya di

lapangan dapat dilakukan melalui tiga skenario.

Kata Kunci: Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)


(4)

ABSTRACT

NITA NORIKO, 2007. The Policy Analyze Competency Based Curriculum (KBK) and

Design Model Curriculum Having Environment Concept Senior High School

(Case Study on Senior High School in Jakarta and Bekasi).

SYAMSUL MA’ARIF, as

a Chairman, SURJONO HADI SUTJAHJO and HASIM as members of the Advisory

Commitee.

The limited environmental concept of a part of Indonesian is one of causes of the environmental destruction cases. The environmental concept and the ability for continuously managing natural resources can be built by provision through formal educational line. On the basis of the environmental destruction phenomena in Indonesia, the purposes of this reseach are to analyze the policy on Competency Based Curriculum (KBK), to find out main constrain factors for grading up compentency of students on environment through KBK, to find out main constrain factors in Environmental Education, to design an educational policy model on KBK under the environmental concept in Senior High School (SMA) level and to make an alternative educational policy scenario on KBK under the environmental concept in SMA level. The research result show that the supporting components of Environmental Education (PLH) in school using KBK and Curriculum 1994 are various in each school and they have yet to be fully equipped. Competency of student’s behaviors on environment concept has yet to reach learning completely. This condition is not caused by their lack of concept and behavior competency because the data shows that their concept and behavior competency have reached the Minimum Competency Limit Standard (SKBM). Beside, this condition is also not caused by the types of curriculum and department but is more caused by the school condition factors. Based on Prospective Analysis, there are three important in the implementation of PLH namely School Based Management, Activity Program Supporting the PLH and Innovation in Learning Method PLH. The results of Interpretative Structural Modeling (ISM) shows that there are constrain factors which can be included in the controlled inputs in the Input Output Diagram as well as activities supporting the PLH. Based on the result of Prospective Analysis and ISM, environmental base KBK Model is created, of which in its field application can be carried out through three scenarios.

Key words: Competency Based Curriculum (KBK), Environmental Education (PLH)


(5)

Hak cipta milik Insitut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.


(6)

ANALISIS KEBIJAKAN KURIKULUM BERBASIS

KOMPETENSI (KBK) DAN DESAIN MODEL

KURIKULUM BERWAWASAN LINGKUNGAN

SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi Kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)

Oleh

NITA NORIKO

P. 062024274

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

DOKTOR

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Nama : NITA NORIKO Nomer Pokok : P-062024274

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng. Ketua

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Dr. Drh. Hasim, DEA Anggota Anggota

Diketahui

2. Ketua Program Studi PSL 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSc.


(8)

R1WAYAT H1DUP

Nita Noriko lahir di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1964, merupakan anak pertama dari H. Siradjuddin Sanusi dan Hj. Siti Rafi’ah. Penulis mengikuti pendidikan SD, SMP dan SMA di Jakarta. Selanjutnya mengikuti pendidikan S1 pada jurusan Biologi di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta (1983), pendidikan S2 pada jurusan Biologi Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta (1990), dan pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di IPB (2003 - sekarang).

Penulis saat ini bertugas sebagai Dosen pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat dan Fisioterapi Universitas Indonusa Esa Unggul, Guru Yayasan Pesantren Islam Al Azhar, Guru SMAN 8 Jakarta, dan Pengajar Bimbingan Belajar BTA. Penghargaan yang telah diterima adalah Guru Teladan Kotamadya Bekasi tahun 2000, Pembina Asian Physic Olympiade 2001 terbaik II, Pembina Lomba Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) terbaik ke II tingkat Nasional tahun 2002.

Karya ilmiah yang dipublikasikan diantaranya adalah Pengaruh Ekstrak Bawang Putih Terhadap Pertumbuhan Sel Kanker Mencit, Kurikulum Imtaq dan Biologi, serta Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) melalui Kurikulum SMA. Kursus yang pernah diikuti adalah Genetika Manusia, HIV dan AIDS, Biotechnologi, Organic Farming, E-Learning, Life Science, Patologi dan Anatomi, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Evaluasi Pengajaran, Penyusunan Modul untuk Siswa Akselerasi, dan Persiapan Sekolah Bertaraf Internasional. Penulis menikah dengan Ir Supriatna, MSi pada tanggal 19 Juli 1987 dan dikaruniai 3 orang anak yaitu: Valdi Sina Ilman, Fildza Ilmi Khumaira dan Muhammad Fahman Al Ghifari.

Bogor, Oktober 2007


(9)

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas hidayah Nya

penyusunan Draft Disertasi ini dapat diselesaikan. Judul Disertasi ini adalah

Analisis

Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Desain Model

Kurikulum Berwawasan Lingkungan Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus pada

Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi).

Penulisan disertasi dilatarbelakangi oleh banyaknya kerusakan sumberdaya alam

yang terjadi di Indonesia yang disertai dengan penurunan kualitas lingkungan. Hal ini

terjadi tidak terlepas dari perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang disebabkan oleh

terbatasnya wawasan sumberdaya manusia terhadap lingkungan. Karena itu pembekalan

bagi para siswa khususnya Sekolah Menengah Atas tentang pentingnya pengelolaan

sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan sangat diperlukan sebagai bagian dari

upaya peningkatan kualitas lingkungan. Dalam rangka menyiapkan sumberdaya

manusia yang kompeten dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian

lingkungan dibutuhkan suatu Disain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr Ir M Syamsul Ma’arif,

M Eng, Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS, Dr. Drh. Hasim, DEA atas segala

bimbingannya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Terimakasih yang

sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Prof. Dr. Ir. Marimim, MSc selaku

Sekretaris Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB atas segala bantuannya .

Kepada Dr. Ir. Eti Riani saya ucapkan terima kasih karena telah memberikan

bantuan dan dukungan moril dalam mcnghadapi berbagai tantangan selama proses

penyelesaian disertasi ini. Terima kasih juga saya haturkan kepada para penguji

disertasi selain pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir Cecep Kusmana, Prof. Dr. Ir. Drajat

Martianto, MSi , Dr. Drs. Adisyahputra, MS dan Dr . Ir. Kholil, M Com Ucapan

terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada ibunda Hj. Siti Rafi’ah dan

ayahanda H. Siradjuddin Sanusi atas segala dorongan dan do’anya. Terimakasih


(10)

juga saya sampaikan kepada yang suami saya tercinta Ir Supriatna, MSi dan

anak-anakku Valdi Sina Ilman, Fildza Ilmi Khumaira, Muhammad Fahman Al Ghifari

yang telah memberikan izin, semangat, dorongan dan do’a dalam menempuh

pendidikan..

Saya menyadari bahwa disertasi ini merupakan rancangan kajian yang relatif

singkat dan terbatas serta jauh dari sempurna, oleh sebab itu masih diperlukan banyak

masukan dari berbagai pihak untuk menjadi disertasi yang final. Wassalamualaikum

Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bogor, 31 Oktober 2007


(11)

KATA PENGANTAR………...

i

DAFTAR ISI………

iii

DAFTAR TABEL………

vi

DAFTAR GAMBAR………

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...

viii

I. PENDAHULUAN………

1

1.1. Latar Belakang………...

1

1.2. Identifikasi Masalah ...

6

1.3. Tujuan Penelitian………

7

1.4. Manfaat Penelitian . ……… ..

8

1.5. Kerangka Pikir Penelitian ………..

8

1.6. Lingkup Penelitian ……….

9

1.7. Nilai Kebaruan (Novelty) ………..

11

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… ………

14

2.1. Kondisi Lingkungan Hidup dan Pendidikan …… ………..

14

2.2. Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta Kaitannya dengan

PLH ………...………

22

2.3. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) …..………

43

2.4. Sejarah Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia ………..

47

2.5. Upaya Meningkatkan Kompetensi Lingkungan … . ………..

51

2.6. Komite Sekolah dan PLH….………..

57

2.7. PLH di Beberapa Negara ...

58

2.8. Teori Organisasi dan Pendidikan ………….………

62

2.9. Analisis Kebijakan……….. 72

2.10.Berpikir Sistemik (System Thinking) ... 73

2.10.1. Analisis Prospektif ... 77

2.10.2. Teknik Permodelan Interpretasi Struktural (ISM) ...

80

III. METODOLOGI PENELITIAN ……….

82

3.1. Lokasi Penelitian……….

82

3.2. Jenis dan Sumber Data ……….. ………

83

3.3. Definisi Operasional dan Kriteria ...………...

83

3.3.1. Kriteria Kompetensi ……….

84

3.3.2. Kriteria Pakar ………...

85

3.4.

Tahapan Penelitian ……….

85

3.4.1. Tahap 1 ………..

87

3.4.2.

Tahap 2 .……….. 89

3.4.3.

Tahap 3 ………... 89


(12)

3.4.5.

Tahap 5 ………... 89

IV. KONDISI UMUM SEKOLAH YANG DITELITI…….………….. ….

90

4.1. Kondisi Umum SMA Negeri 81 Jakarta .. ………….….…………...

90

4.1.1. Bidang Akademik ………..

91

4.1.2. Bidang Kesiswaan ………..

93

4.1.3. Bidang Humas dan Umum ………..

96

4.1.4. Bidang Sarana dan Prasarana ………..

97

4.1.5. Bidang Bimbingan Konseling ...………..

97

4.2. Kondisi Umum SMA Islam Al Azhar 4 Bekasi ………

98

4.2.1. Bidang Kurikulum ………..

100

4.2.2. Bidang Agama ……….

100

4.2.3. Bidang Bimbingan Konseling ……….. 100

4.2.4.

Bidang Ketahanan Sekolah, Kesejahteraan, Humas,

Sarana dan Prasarana ……….

101

4.3. Kondisi Umum SMA Islam Al Azhar 1 Jakarta ………... 101

4.3.1. Bidang Kurikulum ………...

102

4.3.2. Bidang Agama ……….

103

4.3.3. Bidang Kesiswaan ………..

103

4.4. Kondisi Umum SMA Negeri 77 Jakarta……….………..

104

4.4.1. Bidang Akademis ………...

105

4.4.2. Bidang Kesiswaan ……….

105

4.4.3. Bidang Sarana dan Prasarana ………..

106

4.5. Kondisi Umum SMA Labschool Jakarta ……….…..

109

4.5.1. Bidang Kurikulum ………..

110

4.5.2. Bidang Kesiswaan ………..

113

4.6. Kondisi Umum SMA Negeri 27 Jakarta ……….

114

4.7. Kondisi Umum SMA Negeri 8 Jakarta ... 115

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ….………...

118

5.1. Analisis Kebutuhan ……….

118

5.2. Formulasi Masalah ………..

120

5.3. Identifikasi Sistem ………..

120

5.4. Model KBK dalam Pelaksanaan PLH ………...

122

5.5. Kondisi Eksisting Pelaksanaan PLH ...………

125

5.5.1. SMA Negeri 81 Jakarta ……….

126

5.5.2. SMA Islam Al Azhar 4 Bekasi ………..

127

5.5.3. SMA Islam Al Azhar 1 Jakarta ………..

127

5.5.4. SMA Labschool Jakarta …………..……….

128

5.5.5. SMA Negeri 27 Jakarta ………..

129

5.5.6. SMA Negeri 77 Jakarta ………..

130

5.5.7. SMA Negeri 8 Jakarta ... 131

iv


(13)

5.8. Analisis Mata Pelajaran pada KBK……… …………...

144

5.8.1. Mata Pelajaran Biologi ………

144

5.8.2. Mata Pelajaran Geografi ……….

146

5.8.3. Mata Pelajaran Kimia ………..

147

5.8.4. Mata Pelajaran Fisika ………..

148

5.8.5. Mata Pelajaran Ekonomi ………

149

5.8.6. Mata Pelajaran Ilmu Sosial dan Kewarganegaraan ………....

150

5.9. Model Kendala dalam PLH ……….………...

151

5.10. Model Langkah Strategis PLH melalui KBK ... 161

5.11. Desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan SMA ... 163

5.12. Skenario PLH melalui KBK ... ………

172

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………... ………. 175

6.1. Kesimpulan ... 175

6.2. Saran... 175

DAFTAR PUSTAKA……… 175

LAMPIRAN ………. 190

v


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

Teks

Halaman

2. 1. Perbedaan Kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi …...

35

2. 2 Kriteria Manajemen Berbasis Sekolah ……….

45

2. 3. Pedoman Penilaian Pengaruh Variabel ……….

78

3.1. Analisis Kebutuhan Stakeholder Pendidikan ……….

87

5.1. Daftar Kebutuhan Stakeholder Pendidikan ………

118

5.2. Hasil Verfikasi Model dengan Kondisi Eksisting ...

125

5.3. Hasil Penelitian Ketuntasan Belajar tentang Lingkungan Hidup …….

133


(15)

Gambar Teks

Halaman

1. 1. Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 10

1. 2. Kerangka Pikir Penelitian ………. …

13

2. 1. Model PLH Berdasarkann Kondisi Setempat ... 61

2. 2. Model PLH dengan Pelatihan ... 62

2. 3. Proses Konversi Organisasi Pembelajaran ……….…..

64

2. 4. Urutan Langkah Kesuksesan Organisasi ……….

66

2. 5. Dua Dimensi Kreasi Pengetahuan ……… ..

70

2. 6. Sistem Terbuka ..……….……..

74

2. 7. Sistem Tertutup ………....

75

2. 8. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan……….

79

2. 9. Langkah –langkah dalam Analisis Prospektif………. .

79

3. 1. Bagan Alir Tahapan Penelitian ………...……… .. … 86

5. 1. Identifikasi Sistem ………..

121

5. 2. Identifikasi Sistem yang Disederhanakan ...

122

5. 3. Siklus Pengetahuan ...

141

5. 4. Diagram Model Struktural Elemen Kendala dalam PLH melalui KBK ...

154

5. 5. Matriks Driven Power Dependence untuk Elemen

PLH melalui KBK...

160

5.6. Matriks Driven Power Dependence untuk Elemen

Langkah Strategis PLH melalui KBK...

162

5. 7. Model PLH melalui KBK ...……… ...

167

5. 8. Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan SMA ... 171


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Evaluasi Sekolah ... ...

190

2.

Komponen Penukung PLH melalui KBK ... ...

198

3.

Diagram Cartisian Komponen Pendukung PLH melalui KBK...

199

4.

Kuesioner Kognitif (Pengetahuan) Siswa ...

226

5.

Kuesioner Afektif (Sikap) Siswa...

230

6.

Kuesioner Psikomotorik (Perilaku) Siswa...

233

7. Kuesioner Kognitif (Pengetahuan) Guru...

236

8. Kuesioner Afektif (Sikap) Guru ...

240

9. Kuesioner Psikomotorik (Perilaku) Guru ...

243

10. Peta Indikator ...

246

11. Kuesioner Pendapat Guru...

248

12. Pendapat Stakeholder Tentang Penidikan Lingkungan melalui

KBK (Kurikulum 2004) untuk Siswa SMA ...

249

13. Hasil Kompetensi Lingkungan Hidup Siswa ...

252

14. Hasil Analisis Statistik Kompetensi Pengetahuan ...

264

15. Hasil Analisis Statistik Kompetensi Perilaku (Psikomotorik (Kognitif...

265

16. Struktural Self Interaction Matrix Elemen Kendala dalam PLH...

266

17. Struktural Self Interaction Matrix Elemen Kendala dalam PLH...

267


(17)

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya alam dalam konteks lingkungan hidup erat kaitannya dengan

sumberdaya manusia, karena kemampuan manusia dalam mengelola lingkungan

hidup akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Untuk menciptakan lingkungan

yang berkualitas baik menurut Wahjoedi (1990) diperlukan adanya kondisi

keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara unsur-unsur sumberdaya alam, dan

sumberdaya manusia melalui upaya konservasi alam. Konservasi sumberdaya alam

adalah suatu usaha pengelolaan sumberdaya alam yang pemanfaatannya dilakukan

secara bijaksana dan berkelanjutan. Pengelolaan terhadap sumberdaya alam perlu

menjamin adanya kesinambungan antara persediaan dan penggunaannya. Wawasan

tentang lingkungan hidup dan kecakapan mengelola sumberdaya alam yang

berkelanjutan dapat dibangun dengan pembekalan melalui jalur pendidikan formal

(Soeryani, 2005). Pendidikan lingkungan dalam era kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang selalu berkembang harus memberdayakan manusia untuk mampu

beradaptasi dalam kehidupan yang selalu berubah. Oleh karena itu pendidikan

lingkungan harus mampu memberdayakan manusia untuk tegar tetapi lentur dengan

kearifan agar mampu menghasilkan kompromi dalam berbagai hal yang memerlukan

pendekatan dari dimensi yang berbeda. Dengan demikian faktor penting untuk

membentuk dasar kearifan manusia dalam berperilaku terhadap lingkungan adalah

melalui pendidikan lingkungan hidup (PLH). Konsep PLH adalah program

pendidikan yang diarahkan untuk menciptakan pengetahuan, sikap, dan perilaku

seseorang agar memiliki wawasan konservasi

yang bermuara

pada peningkatan

kualitas hidup.

Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di antaranya dapat

disebabkan oleh terbatasnya wawasan sebagian masyarakat Indonesia terhadap

lingkungan (Kusuma, 2003). Tiga pilar utama untuk memperbaiki kualitas

lingkungan adalah kebijakan yang berpihak pada pelestarian lingkungan,

kelembagaan, dan pendidikan dalam arti luas baik formal atau informal (Soerjani,


(18)

2

1991). Dengan demikian peranan pendidikan terhadap upaya perbaikan kualitas

lingkungan sangat penting. Sholahuddin (2001) mengemukakan untuk menumbuhkan

sikap positif terhadap lingkungan diperlukan pengetahuan yang baik terhadap

lingkungan.

Zahara (2002) juga mengemukakan bahwa perilaku berwawasan

lingkungan perlu dikembangkan dalam rangka terbinanya keserasian manusia dan

lingkungan.

Usaha memasukkan wacana tentang lingkungan hidup ke dalam kurikulum

di sekolah menengah telah dilakukan melalui Kurikulum 1984 (Soekmono, 1984)

dan 1994 secara terintegrasi dalam mata pelajaran. Selain itu pelatihan guru SMA

untuk Pendidikan Lingkungan Hidup juga telah dilakukan. Akan tetapi keberhasilan

penanaman tentang wawasan lingkungan pada siswa SMA masih dipertanyakan

mengingat masih kurangnya perhatian dari masyarakat sebagai produk dari

pendidikan terhadap lingkungan. Sikap dan perhatian masyarakat yang rendah

terhadap lingkungan diantaranya terbentuk akibat pendidikan formal yang selama ini

berlangsung kurang menanamkan wawasan tentang lingkungan. Sejauh ini metode

pembelajaran cenderung teori dan jarang dikaitkan dengan lingkungan siswa berada.

Akibatnya siswa dan lulusan SMA yang tidak melanjutkan pendidikan tidak

mampu menerapkan materi yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah

yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama yang berkaitan dengan

lingkungan. Demikian pula halnya dengan lulusan SMA yang melanjutkan

diharapkan dengan bekal kompetensi lingkungan hidup yang dimiliki akan

menimbulkan dampak keberpihakan terhadap lingkungan hidup.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia menyebabkan tingginya

angka putus sekolah. Data menunjukkan pada tahun 2003 terdapat 88 % dari

lulusan SMA tidak melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Jumlah

pengangguran yang berasal dari lulusan pendidikan sekolah dasar dan menengah

meningkat sebanyak 4 juta orang pada tahun 1997, menjadi 6 juta orang pada tahun

2001. Jumlah pengangguran lulusan sekolah menengah terus meningkat dari 2.1 juta

pada tahun 1997 menjadi 2.5 juta orang pada tahun 2000. Pada tahun 2002 angka

pengangguran di Indonesia mencapai 40 juta orang (Depdiknas, 2001). Peningkatan


(19)

angka putus sekolah menimbulkan masalah lingkungan karena berkaitan dengan

tuntutan kebutuhan ekonomi yang cenderung memicu manusia untuk memanfaatkan

sumberdaya alam dengan cara yang keliru misalnya menjadi peladang berpindah,

membakar hutan, ikut dalam kegiatan illegal loging, penggunaan logam-logam berat

untuk pertambangan

illegal, penggunaan bahan kimia berbahaya dalam industri

rumah tangga, pembuangan limbah dengan tidak memperhatikan jenis limbah,

rendahnya perhatian masyarakat terhadap pengelolaan sampah, dan pemanfaatan

racun potas untuk menangkap ikan.

Beberapa contoh perilaku masyarakat yang menimbulkan masalah

lingkungan dan sering dijumpai sehari-hari ditunjukkan pada kenyataan berikut ini.

Setiap hujan turun sejak tahun 1990 di daerah Kelurahan Pekayon Kecamatan

Pasar Rebo Jakarta Timur terjadi penimbunan limbah busa di saluran pembuangan

yang berasal dari rumah tangga setinggi 2 sampai 10 meter hingga menutupi rumah

warga. Menurut Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan

BPLHD sumber limbah tersebut mengandung detergen dan terindikasi mengandung

senyawa aktif biru metilene dan fosfat. Sumber air yang masuk ke Situ Tipar

bersumber dari permukiman di sekitarnya seperti permukiman penduduk di bagian

Timur jalan raya Bogor, Pasar PAL di jalan Raya Bogor, Pasar Cisalak, dan industri

kecil tahu tempe. Disamping itu juga berasal dari beberapa industri besar yang

sebenarnya telah memiliki pengolahan limbah sendiri (Republika, 23 Desember

2004).

Contoh lain adalah limbah cair dari sabun cuci juga memenuhi Pintu Air

Pejompongan Tanah Abang Jakarta karena warga telah terbiasa membuang limbah

rumah tangga ke pintu air tersebut (Republika, 8 Desember 2005).

Adanya ancaman bagi keanekaragaman hayati dikemukakan oleh Balai

Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta yaitu perburuan dan perdagangan satwa

langka yang dilakukan oleh masyarakat. Satwa liar yang banyak diburu dan

diperdagangkan tersebut adalah Siamang, Burung Merak, Kakak Tua Jambul

Kuning, Nuri Kepala Hitam, Dara Mahkota, Kakak Tua Raja, Rangkong, Elang

Bondol, Elang Ular, dan Arwana Irian. Jika keadaan ini terus dibiarkan maka akan

terjadi gangguan terhadap ekosistem (Republika, 14 Desember 2004).


(20)

4

Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menekankan bahwa kurikulum disusun

diantaranya dengan memperhatikan tuntunan dunia kerja, keragaman potensi daerah

dan lingkungan, pembangunan daerah dan nasional, serta dinamika perkembangan

global. Perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

pada tahun 2004 merupakan upaya Pemerintah untuk mempersiapkan sumberdaya

manusia Indonesia agar memiliki kompetensi terutama dalam menghadapi pasar

bebas di negara-negara ASEAN dan Asia Pasifik (APEC) yang sering dikaitkan

dengan isu-isu tentang lingkungan hidup. Karena itu KBK yang mulai

dilaksanakan pada tahun 2004 perlu memberikan muatan pendidikan lingkungan

hidup. Hal ini juga terkait dengan masalah lingkungan yang dihadapi Indonesia

dimana pemecahannya harus dilakukan secara holistik. Dengan demikian dunia

pendidikan juga diharapkan berperan dalam membantu mengatasi masalah kerusakan

lingkungan. Pembekalan lingkungan hidup melalui pendidikan adalah salah satu

alternatif pemecahan masalah lingkungan namun dampaknya baru dapat dirasakan

setelah selang waktu yang panjang.

Disamping KBK Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi

menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijadikan

dasar bagi upaya pembenahan sistem pendidikan di Indonesia agar ikut berperan

dalam pelestarian lingkungan hidup. Kebijakan Pemerintah yang dituangkan dalam

undang-undang tersebut dan Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pada intinya menjelaskan bahwa sebaiknya kabupaten/kota

yang secara operasional menangani pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu

program-program pendidikan dan penerapan kurikulum seyogyanya ditangani oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota, sementara peran Pemerintah Pusat lebih banyak sebagai

inisiator dan pendamping. Keberhasilan otonomi pendidikan membutuhkan

komitmen, visi, dan misi daerah untuk terus meningkatkan kualitasnya. Bupati

melalui Dinas Pendidikan saat ini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan

kualitas pendidikan di daerahnya baik melalui sistem penerimaan siswa, pembinaan

profesionalisme guru, rekruitmen Kepala Sekolah, penentuan sistem evaluasi, dan


(21)

hal lainnya (Suryadi, 2004). Jika dikaitkan dengan penerapan KBK yang

pengembangannya di lapangan dapat disesuaikan dengan kondisi dan potensi tiap

daerah maka KBK diharapkan dapat ikut berperan untuk memajukan daerah melalui

bekal kompetensi.

KBK yang diterapkan di seluruh Indonesia menitikberatkan pada pembekalan

kompetensi berupa kecakapan hidup (life skill). Pembekalan ini menurut Departemen

Pendidikan Nasional (2001) meliputi kecakapan mengenal diri (self awarness),

kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill),

kecakapan akademik (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill).

Penanaman kecakapan mengenal diri dapat menimbulkan kompetensi kemampuan

mengukur potensi yang dimiliki dan dikembangkan sehingga seseorang dapat

mengikuti tuntutan perubahan dengan melihat peluang yang dikaitkan dengan potensi

yang dimiliki. Kecakapan berpikir rasional dapat melahirkan kompetensi untuk

memecahkan masalah, pengambilan keputusan dari pengumpulan informasi.

Kecakapan sosial akan menanamkan sikap kemampuan berkomunikasi, berinteraksi,

dan empati dengan lingkungan sekitar. Sedangkan kecakapan akademis merupakan

kemampuan berpikir ilmiah yang dicirikan dengan logis, obyektif sistematis,

terencana, andal, valid, dan akumulatif. Kecakapan vokasional adalah kompetensi

ketrampilan pada kejuruan tertentu seperti pertanian, perbengkelan, perikanan, dan

pertamanan.

Target kecakapan hidup yang merupakan tujuan dari KBK memerlukan

media untuk melatih siswa. Media tersebut dapat berupa wahana untuk menanamkan

wawasan lingkungan yang menitikberatkan pada kompetensi pengelolaan

sumberdaya alam berkelanjutan. Penanaman wawasan lingkungan hidup melalui

proses dan media pembelajaran tentunya akan menyentuh kecakapan-kecakapan

yang diharapkan yaitu self awarness, social skill, vocational skill, academic skill dan

thinking skill.

Pembekalan bagi para peserta didik yang berada di daerah agraris dapat

berupa kompetensi dalam bidang pertanian dan perkebunan yang dilakukan secara

terpadu dengan perikanan dan peternakan. Pada daerah pesisir kompetensinya dapat


(22)

6

meliputi pengembangan sektor bahari berupa budidaya rumput laut, mutiara,

tambak, dan keramba jala apung. Bagi peserta didik yang berada di sekitar kota besar

pembekalannya dapat berupa bidang industri, jasa, pelayanan kesehatan,

perbengkelan, manajemen dan pemasaran, serta komputerisasi. Dengan kecakapan

hidup yang telah dibekali dari sekolah tingkat dasar hingga menengah maka siswa

yang putus sekolah diharapkan dapat mempertahankan hidupnya dengan

mengembangkan potensi sumberdaya alam daerahnya yang pada akhirnya dapat

memberikan kontribusi untuk membangun daerah tanpa merusak sumberdaya alam

yang ada. Sedangkan bagi yang melanjutkan pendidikan dapat dijadikan pengalaman

belajar yang berguna pada tingkat pendidikan selanjutnya dan bekal pada waktu

terjun di masyarakat. Oleh sebab itu memperbaiki kualitas lingkungan melalui jalur

pendidikan sudah saatnya diperhatikan dengan seksama.

1.2. Identifikasi Masalah

KBK diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia

Indonesia secara utuh termasuk kompetensi pada aspek lingkungan hidup. Timbulnya

masalah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan adanya gejala

penurunan kualitas lingkungan. Umumnya masalah lingkungan disebabkan oleh

reaksi alam terhadap ulah manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam tanpa

memperhatikan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Upaya untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya alam dapat berhasil jika dilakukan secara

menyeluruh dari berbagai aspek tak terkecuali pendidikan. Peranan pendidikan

dalam mempersiapkan sumberdaya manusia menghadapi masalah diantaranya dari

aspek Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Sarana dan Prasarana, Pendanaan,

Sumberdaya Manusia, Program Kegiatan , Kerjasama Kelembagaan, dan Ketahanan

Sekolah, demikian pula halnya dalam memberikan pembekalan tentang lingkungan

hidup. Berdasarkan adanya berbagai masalah yang dihadapi Pendidikan di

Indonesia maka masalah penelitian dibatasi pada lima hal yaitu :

1.

Apakah KBK dapat memberikan bekal kompetensi siswa tentang

lingkungan hidup?


(23)

2.

Apa kendala utama PLH melalui KBK ?

3.

Apa langkah strategis dalam PLH ?

4.

Bagaimana model Kurikulum Berwawasan Lingkungan ?

5.

Bagaimana alternatif skenario pelaksanaan model Kurikulum Berwawasan

Lingkungan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian sebelumnya maka pembekalan wawasan lingkungan bagi

siswa melalui jalur pendidikan secara formal sangat diperlukan. Program pendidikan

lingkungan yang selama ini diberikan kepada siswa SMA serta upaya pendidikan

lingkungan hidup masih memerlukan perhatian mengingat banyaknya kasus-kasus

perusakan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat secara langsung. Berpijak

dari hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1. Tujuan Umum :

Membuat analisis kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi tentang kompetensi

lingkungan hidup siswa, desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan

Sekolah Menengah Atas dan alternatif skenario implementasi model Kurikulum

Berwawasan Lingkungan.

1.3.2. Tujuan khusus :

1.

Membuat analisis kebijakan KBK yang berkaitan dengan PLH

2.

Menemukan kendala utama PLH melalui KBK

3.

Menemukan langkah strategis dalam PLH

4.

Membuat model Kurikulum Berwawasan Lingkungan

5.

Membuat alternatif skenario dalam pelaksanaan Model Kurikulum Berwawasan

Lingkungan.

1. 4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu proses

pembuatan model kebijakan pendidikan lingkungan yang diharapkan dapat

mengaplikasikan

system thinking yang selanjutnya dapat diterapkan dalam


(24)

8

penyusunan kebijakan. Manfaat praktis penelitian ini adalah berupa bahan kajian dan

pertimbangan Depdiknas untuk berperan serta dalam memperbaiki kualitas

lingkungan melalui Desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan. Disamping

itu model ini dapat juga dijadikan dasar dalam pengembangan Pendidikan

Lingkungan Hidup di Indonesia.

1.5. Kerangka Pikir Penelitian

Kebijakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Kompetensi (KBK) diharapkan

dapat memberikan bekal kompetensi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan

perilaku (psikomotor) kepada siswa SMA tentang lingkungan. Hal ini berkaitan

dengan prinsip KBK yaitu pendidikan berbasis luas dengan memperhatikan potensi

sumberdaya alam setempat serta menekankan kecakapan berpikir rasional,

kecakapan

sosial,

kecakapan

akademik,

dan

kecakapan

vokasional.

Dengan demikian diharapkan siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolah setelah

tamat SMA maupun yang dapat melanjutkan pendidikan jika terjun di masyarakat

akan dapat menerapkan kompetensi tentang lingkungan yang dimilikinya. Untuk

mengetahui sejauh mana KBK dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup

(PLH) memberikan kompetensi lingkungan hidup diperlukan analisis kebijakan

dengan melakukan penelitian terhadap kondisi nyata. Jika pelaksanaannya telah

sesuai dengan yang diharapkan maka kebijakan tersebut dapat diteruskan dan jika

tidak maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:

1.

Menemukan faktor penting untuk meningkatkan kompetensi siswa tentang

lingkungan hidup melalui KBK

2.

Menemukan kendala utama PLH melalui KBK

3.

Menemukan langkah penting dalam PLH


(25)

5. Membuat alternatif skenario dalam pelaksanaan Model Kurikulum

Berwawasan Lingkungan

Diharapkan disain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan dapat

dijadikan rekomendasi untuk kebijakan selanjutnya sehingga dapat diaplikasikan

dengan beberapa alternatif skenario pelaksanaan. Dengan demikian penerapan Model

ini akan memberikan pengaruh terhadap kompetensi lingkungan hidup siswa yang

pada akhirnya akan ikut berperan dalam memperbaiki kualitas lingkungan. Kerangka

pikir penelitian ini selengkapnya disajikan pada Gambar 1.1.

1.6. Lingkup Penelitian

Lingkungan hidup merupakan sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem

yang dibangun oleh komponen-komponen yang saling terkait dan selalu bersifat

dinamis. Tujuan dari sistem tersebut adalah pembangunan berkelanjutan dengan

sumberdaya manusia sebagai komponen penting untuk menggerakkan sistem

tersebut, seperti yang disajikan pada gambar 1.1. Organisasi pembelajaran

merupakan faktor penting dalam meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia

melalui pemberdayaan masyarakat. Menurut Tilaar (2000) ada empat pemain inti

dalam pemberdayaan masyarakat yaitu masyarakat lokal, Universitas, Lembaga

Pemerintahan Daerah dan Lembaga Pendidikan. Dengan demikian pendidikan

khususnya pendidikan formal merupakan salah satu pilihan yang strategis dalam

membekali kompetensi lingkungan hidup. Sesuai dengan tujuan penelitian maka

lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis kebijakan KBK yang dilanjutkan dengan

desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan dan skenario implementasinya.


(26)

10

Gambar 1.1. Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Berkelanjutan

INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Kebijakan

yang

memperhatikan

perbaikan

lingkungan

lokal

Kebijakan

yang

memperhatikan

perbaikan

lingkungan

global

Perilaku yang

mendukung

Pembangunan

Berkelanjutan

Penegakan

Hukum

SDM : Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat

Regulasi

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


(27)

Keterangan :

Indikator ekonomi : tersedianya lapangan pekerjaan, penghasilan rumah tangga,

tingkat kemiskinan, kemampuan memiliki rumah, biaya kesehatan, jumlah

pengangguran, penyediaan tenaga kerja, penyediaan latihan kerja, pertumbuhan

industri, keanekaragaman industri, keanekaragaman tenaga kerja, kewirausahaan,

dan inovasi teknologi.

Indikator Sosial :

populasi dan sumberdaya, tingkat kejahatan, pelayanan pada

masyarakat, perpustakaan, keadilan dan hukum, kelahiran bayi normal, keikut

sertaan dalam pemilihan, kemampuan menulis pada orang dewasa, kesehatan fisik

inividu, kesehatan mental individu, asuransi kesehatan, partisipasi masyarakat.

jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat.

Indikator Ekologi :

tingkat pencemaran, penerapan program perlindungan alam,

energi, tingkat pemanasan global, standar industri ramah lingkungan, air, limbah cair

dan padat, area hijau, pengelolaan sumberdaya, teknologi pertanian,

keanekaragaman hayati, tanah, tersedianya pedesterian. (Haryadi dan Setiawan,

2002).

1.7. Nilai Kebaruan ( Novelty)

Penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan belum

tercapainya kompetensi lingkungan hidup yang diharapkan. Hal ini dikemukakan

oleh Sholahuddin (1993) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara materi pelajaran IPA di SMA dengan sikap siswa untuk

melestarikan lingkungan. Mashudi (1999) juga menegaskan pemberian materi

pelajaran IPA belum dapat menumbuhkan sikap positif dalam pelestarian lingkungan.

Oleh sebab itu dengan diberlakukannya KBK atau Kurikulum 2004 dan

pengembangannya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) agar tujuan

pembelajaran PLH dapat dicapai, maka analisis kebijakan khususnya tentang PLH

perlu dilakukan.


(28)

12

Analisis kebijakan terhadap KBK tentang kompetensi lingkungan hidup siswa

selama ini belum pernah dilakukan, demikian pula pembuatan desain model

Kurikulum Berwawasan Lingkungan. Penelitian ini dapat mengetahui implementasi

PLH dalam KBK dan kompetensi lingkungan hidup siswa SMA. Di samping itu

melalui penelitian ini dapat ditemukan kendala utama, dan langkah strategis dalam

pelaksanaan PLH melalui KBK. Untuk mengimplementasikan Kurikulum

Berwawasan Lingkungan dibuat skenario pelaksanaan.


(29)

12% lulusan SMA

melanjutkan pendidikan (2003)

88% lulusan SMA tidak

melanjutkan pendidikan (2003)

KBK ( Kurikulum 2004)

Gambar 1.2. Kerangka Pikir Penelitian

!

Kondisi Nyata

Ya

Tidak

LULUSAN SMA

"

KBK

K.

1994


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Kondisi Lingkungan Hidup dan Pendidikan

Perhatian masyarakat dunia terhadap lingkungan hidup baru berlangsung pada sekitar tahun 1972, yaitu sejak ditandatanganinya Deklarasi Stockholm. Sejak saat itu mulai disadari bahwa ternyata keadaan lingkungan hidup sangat memprihatinkan dan banyak mengalami kerusakan yang berarti. Pencemaran atmosfer yang pada sebelum abad 21 hanya berskala lokal telah berubah menjadi global dan diikuti dengan pemanasan bumi. Air laut juga mengalami pencemaran yang terus meningkat dari pencemaran yang bersifat sporadis menjadi pencemaran limbah padat, cair, bahan beracun dan berbahaya (B3), kerusakan terumbu karang, dan instrusi garam terhadap air tanah. Permasalahan air bersih yang pada awalnya hanya berupa pencemaran pada skala lokal menjadi masalah terbatasnya air yang berkualitas dan makin sulitnya air bersih diperoleh. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Yudhoyono (2007) bahwa kondisi sumberdaya air di Indonesia yang sudah mencapai tahap kritis akibat tekanan, pengelolaan, serta kuantitas dan kualitas sumberdaya air. Padahal Indonesia merupakan negara sebagai penyedia 6 % sumber air dunia dan 21% di Asia Pasifik.

Permasalahan lainnya adalah terbentuknya lahan kritis, banjir, penggundulan hutan, kekeringan, penciutan lahan pertanian produktif, penggurunan, longsor yang semakin luas, terancamnya sumberdaya hayati, kebakaran hutan, dan illegal logging. Di beberapa daerah kawasan hutan yang seharusnya merupakan kawasan konservasi sekarang ini jumlahnya berkurang karena terdesak oleh kegiatan masyarakat sekitar seperti penebangan liar, permukiman penduduk, serta perambahan hutan yang tak terkendali (Wildensyah, 2007). Sejalan dengan itu menurut Siburian (2006) pengambilan kayu dari hutan oleh masyarakat disebabkan rendahnya pengetahuan tentang dampak lingkungan yang ditimbulkan. Godwin Limberg peneliti Cifor dalam Kompas Senin 24 September 2007 halaman 23 mengemukakan bahwa adanya perambahan hutan pada Taman Nasional Kutai.

Menurut Asdak (2002) banjir bandang di wilayah hilir Daerah Aliran Sungai berhubungan dengan penebangan hutan di wilayah hulu DAS. Hal ini


(31)

disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang keterkaitan antara vegetasi, air dan tanah. Tingkat pemahaman masyarakat juga berkaitan dengan tingkat keberhasilan perbaikan kampung oleh pemerintah, masyarakat, maupun swasta dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejateraan, sehingga banyak program perbaikan kampung yang belum dapat dicapai. Keadaan yang sama juga terjadi pada upaya rehabilitasi hutan Mangrove yang kondisinya mengkhawatirkan. Keadaan ini disebabkan penebangan oleh masyarakat, pembangunan tambak, dan abrasi seperti yang terjadi di kecamatan Pemangkat kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Upaya rehabilitasi yang mengalami hambatan disebabkan oleh rendahnya partisipasi masyarakat. Sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Risyanto dan Widyastuti (2004) mengemukakan ada kaitan antara perilaku penduduk dan kualitas air sungai Gajahwong dengan sumber pencemar limbah rumah tangga, pertanian, dan industri. Rendahnya pendidikan masyarakat juga merupakan penyebab pemanfaatan bahan peledak untuk menangkap ikan oleh nelayan di pulau Kodinggareng Sulawesi Selatan sehingga merusak terumbu karang (Bachtiar dkk, 2003).

Rario dkk (2005) mengemukakan pengetahuan petani dalam penggunaan pestisida berhubungan nyata dan berpengaruh besar terhadap persepsi dan perilaku penggunaan pestisida. Selain itu dikemukakan pula bahwa persepsi tentang pestisida berhubungan nyata dan berpengaruh besar terhadap perilaku penanganan pestisida seperti alasan penggunaan, cara penyimpanan, dan pemusnahan. Irham dan Mariyono ( 2001) juga mengemukakan banyak petani menggunakan pestisida dengan dasar pencegahan tanpa mempertimbangkan keadaan serangan hama dan penyakit sehingga penggunaannya cenderung berlebih.

Kegiatan masyarakat yang menimbulkan masalah lingkungan juga dikemukakan oleh Agus dkk (2005). Penambangan emas tanpa izin di desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah telah menurunkan kualitas air sungai akibat penggunaan merkuri dalam penambangan dan terindikasi telah melewati baku mutu air. Dampak merkuri terhadap makhluk hidup adalah bersifat racun, sulit untuk dihancurkan dan dapat terakumulasi pada tiap makhluk hidup dalam jaring makanan. Sungai Kahayan di Kalimantan


(32)

16

Tengah juga tengah mengalami tekanan lingkungan karena adanya limbah merkuri yang berasal dari penambangan emas tradisional. Dampak merkuri yang mencemari sungai telah diindikasikan ada pada ikan Baung (Mytus nemurus) yang biasa dikonsumsi masyarakat.

Kegiatan masyarakat lainnya yang dapat merusak lingkungan adalah pembuang limbah domestik, industri, dan pertanian ke dalam badan air. Menurut Sudarso dkk (2005) kondisi waduk Saguling telah terkontaminasi Pb dan Cu seingga menimbulkan gangguan pada ekosistem perairan disamping blooming algae. Penelitian terhadap pembuangan limbah rumah tangga yang berasal dari permukiman, perdagangan, rekreasi di Makasar yang kemudian dialirkan langsung ke tempat yang lebih rendah seperti sungai dan laut telah melampaui baku mutu untuk kualitas air golongan 1 yaitu air yang dapat digunakan untuk minum dengan parameter DO, fosfat, BOD, dan deterjen.

Sahubawa (2001) mengemukakan bahwa aktifitas masyarakat selama 15 tahun terakhir di perairan teluk Ambon seperti pembuangan limbah domestik dan industri dan pengrusakan hutan mangrove telah menurunkan kecerahan perairan yang menghambat proses fotosintesis tumbuhan air dan pertumbuhan ikan. Penelitian terhadap perilaku petani juga telah dilakukan oleh Baroroh dan Utami (2001) yang mengemukakan bahwa pada umumnya petani kentang dan kubis di dataran tinggi Dieng Jawa Tengah tidak melaksanakan teknik konservasi tanah yang memadai untuk dapat menekan erosi dan aliran permukaan, kehilangan hara yang akibatnya menurunkan produktifitas dan kerugian ekonomi. Pengolahan tanah budidaya sayuran yang dilakukan oleh petani kurang memperhatikan aspek garis kontur, dan petani membuat guludan yang memotong garis kontur dengan alasan bahaya penyakit layu yang disebabkan oleh jamur (Phytopthora infestan). Cara pengolahan tanah dengan guludan searah lereng pada kemiringan yang curam dan curah hujan yang tinggi sangat potensial menimbulkan erosi yang tinggi. Akibatnya dapat mengurangi kemampuan lahan dalam berproduksi.

Lebih jauh dikemukakan oleh Fujisaki (1995) bahwa kerusakan lingkungan secara lokal akibat aktifitas manusia dapat menimbulkan kerusakan dalam skala global. Hal ini juga dijelaskan oleh Rich dan Neilsen (2004) serta Verma dkk (2004).Perubahan iklim yang terjadi saat ini disebabkan oleh perilaku manusia (BBC World Service dalam Republika 17 Oktober 2007 halaman 14).


(33)

Cowwie dkk (2007) juga mengemukakan bahwa pemanasan global terjadi akibat aktifitas manusia. Hal lain yang dilaporkan Cowie dkk (2007) adalah perubahan lingkungan global yang terjadi merupakan sinergi dari perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, dan desertifikasi. Dengan demikian maka diperlukan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan global (Hohne dkk, 2007).

Upaya pelestarian sumberdaya hayati yang telah dilakukan selama ini adalah pelestarian flora dan fauna dalam habitatnya. Akan tetapi upaya tersebut belum dapat mengimbangi tingkat kerusakan yang terjadi sehingga perlu diperluas dengan upaya pelestarian tingkat plasma nutfah, jenis, dan ekosistem. Upaya penanggulangan kesehatan manusia juga mengalami perubahan dari pengendalian penyakit kekurangan gizi dan penyakit menular terutama di negara berkembang menjadi penyakit yang berkaitan dengan penurunan kualitas lingkungan hidup. Penyakit-penyakit tersebut adalah gangguan pernafasan, jantung, alergi, stress, dan kanker. Belajar dari permasalahan lingkungan seperti yang dikemukakan di atas, maka tujuan pembangunan seharusnya bukan hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kemakmuran tetapi juga harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan hidup dan sumberdaya alam serta pemerataan pembangunan yang nyata pada tingkat lokal, nasional, regional, dan global (Soeriatmadja, 2004).

Masalah lingkungan saat ini menurut Perhimpunan Cendekiawan Ilmu Lingkungan Se Indonesia (2005) adalah emisi karbondioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan pencemar lainnya yang menyebabkan berlangsungnya pemanasan global yang memberikan dampak pada perubahan iklim. Selain itu juga pemanasan global merupakan dampak dari deforestasi, degradasi hutan, devegetasi (Schlamadinger dkk, 2007). Hal ini juga dilaporkan oleh Povellato dkk (2007) bahwa diperlukan strategi untuk mengurangi gas rumah kaca karena dampaknya terhadap pemanasan global. Ozon telah mengalami kerusakan karena terlepasnya CFC yang menurut Derwent dkk (2007) juga dapat disebabkan oleh alkohol, ester, ketone, ether, alkana, cyckloalkana dan glycol.

Ribuan spesies tumbuhan dan hewan setiap tahun punah akibat penebangan hutan, dan kerusakan lingkungan alam seperti trace (kelumit) dari bahan kimia (toksik) dijumpai pada banyak danau dan ekosistem lainnya


(34)

18

termasuk lautan. Hujan asam yang disebabkan oleh emisi sulfur dioksida dari pusat pembangkit tenaga listrik dengan pembakaran batu bara jatuh di daerah sangat luas di bumi. Sumberdaya air terkuras oleh pemakaian berlebihan di banyak daerah di dunia. Jalur transportasi air tercemar dan terdegradasi oleh limpasan limbah cair rumah tangga dan pertanian, serta pembuangan limbah kimia. Bappenas (2003) dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Universitas Indonesia menggambarkan SDA dan lingkungan hidup Indonesia pada tahun 2025 sebagai berikut :

1. Total populasi diperkirakan akan mencapai 260 juta dengan persebaran yang semakin terkonsentrasi di daerah perkotaan yaitu 70% dari total penduduk dan terkonsentrasi di daerah pesisir. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi aktifitas ekonomi dan sosial ke arah konsekuensi upaya ekspansif termasuk penggunaan lahan.

2. Kebutuhan SDA yang melebihi ketersediaannya dapat mengakibatkan perambahan aktifitas ekonomi dan sosial ke wilayah-wilayah yang memiliki penurunan kualitas lingkungan, terutama di hutan-hutan konservasi. Selain berkurangnya keanekaragaman hayati juga berkurangnya luas hutan dan bertambah luas daerah dan volume erosi tanah sehingga menyebabkan bencana banjir.

3. Perubahan daerah rawa dan ruang hijau yang berfungsi untuk menyimpan air akan beralih fungsi menjadi tanah persawahan dan pemukiman. Fenomena di atas menggambarkan adanya resiko degradasi kualitas sumberdaya air, khususnya di daerah perkotaan oleh besarnya tekanan penduduk dan pengelolaan sumberdaya air.

4. Indonesia akan mengalami berkurangnya nilai sumberdaya laut akibat kebijakan pembangunan di masa lalu yang sekarang masih berjalan tanpa disadari.

5. Permasalahan pengelolaan sumberdaya air, tanah, dan udara serta unsur-unsur yang terkait dapat menimbulkan konflik sosial, budaya, dan ekonomi sebagai akibat kelangkaan ketesediaan SDA.

6. Penyediaan energi yang terbatas akibat cadangan minyak yang semakin menipis dan bergeser pada gas alam. Pendistribusian sumberdaya energi


(35)

yang tidak merata akan memungkinkan terjadinya konflik sosial dan ekonomi.

Perubahan kualitas lingkungan dan sumberdaya alam yang cepat serta bersifat global tidak dapat dihindari oleh setiap individu, masyarakat, dan pemerintah. Namun demikian kini telah ada kesadaran masyarakat dunia termasuk Indonesia untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Disamping adanya kesadaran juga diperlukan upaya untuk menyatukan pandangan terhadap masalah dunia dan melakukan satu aksi untuk menyelamatkan planet bumi sebagai tempat yang aman dan berkelanjutan (sustainable development). Untuk dapat merealisasikan hal tersebut maka pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses transformasi kesadaran yang menjadi satu kesatuan nilai pengetahuan, sikap, dan perilaku.

Kondisi lingkungan global yang cenderung kian memburuk memicu lahirnya program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan atau Education for Sustaianable Development (ESD) yang dicanangkan melalui resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Nomor 57 tahun 2004. Ada tiga tahapan untuk dapat memahami ESD yaitu memahami konsep sustainable development dan memahami peran pendidikan dalam merealisasi sustainable development. Hal ini mempresentasikan visi baru bagi pendidikan yaitu visi yang menolong masyarakat berbagai usia untuk mengerti dunia tempat tinggal secara baik, sanggup menghadapi kompleksitas dan keterkaitan masalah seperti ekonomi, ekologi, dan sosial. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Universitas Indonesia (2006) pendidikan untuk sustainable development merupakan:

1. Pendidikan yang mendorong orang untuk memperoleh keahlian, kapasitas, nilai, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjamin terwujudnya pembangunan berkelanjutan.

2. Pendidikan merata di semua tingkat dan konteks sosial (keluarga, sekolah, tempat kerja, dan komunitas).

3. Pendidikan yang menghasilkan warga negara yang bertanggung jawab serta mengusung nilai demokrasi dengan mengizinkan individu dan

komunitas-komunitas memperoleh haknya dan menjalankan


(36)

20

4. Pendidikan berdasarkan prinsip pembelajaran seunur hidup.

5. Pendidikan yang membantu pembangunan individu yang seimbang Powers (2004) mengemukakan bahwa kesempatan yang diberikan kepada sekolah untuk mempengaruhi masyarakat dengan cara memberikan bekal kompetensi pengetahuan, sikap, dan pengalaman kepada siswa dapat membentuk tingkah laku masyarakat yang positif terhadap lingkungan sehingga terbentuk lingkungan alami dan sosial yang sehat. Sebagai produk dari sikap individu, masyarakat, dan pemerintah terhadap lingkungan maka kualitas lingkungan berhubungan dengan sikap atau perilaku. Sikap merupakan refleksi dari pemahaman pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran, sedangkan perilaku adalah tindakan yang merefleksikan pengetahuan dan sikap. Proses pembelajaran merupakan rangkaian informasi pendidikan baik formal maupun informal yang senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian dunia pendidikan dituntut untuk mengantisipasi cepatnya perubahan sehingga perlu segera menangkap informasi lingkungan yang saat ini mendapat perhatian yang besar, khususnya jika dikaitkan dengan kondisi sumberdaya alam dan kualitas lingkungan yang semakin menurun. Pendidikan dasar dan menengah dinilai dapat menanamkan norma, cara pandang, dan etika yang dibangun melalui transfer pengetahuan secara formal untuk selanjutnya akan menjadi jiwa peradaban bangsa.

Pada Rencana Pembangunan Berkelanjutan Menteri Negara Lingkungan Hidup (2004) dijelaskan bahwa indikator keberhasilan dalam bidang Pendidikan adalah memberikan pengetahuan, pemahaman dan wawasan mengenai pembangunan berkelanjutan melalui penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan formal, informal, dan nonformal sehingga dihasilkan sumberdaya manusia Indonesia yang berbudaya, paham, tanggap, dan kreatif terhadap tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Ada dua hal yang mendasar yang harus dibenahi yaitu kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan penegakan hukum yang masih kurang dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) adalah upaya untuk memberikan kesadaran terhadap lingkungan. Namun berkaitan dengan pelaksanaan PLH, Kusumo (2003) mengemukakan bahwa PLH dengan sasaran sustainable development yang sudah dilaksanakan di Indonesia mengalami beberapa hambatan yaitu berupa:


(37)

1. Terbatasnya jumlah tenaga pengajar yang dapat menyusun materi ajar PLH dan yang menguasai pengetahuan lingkungan hidup. Dengan demikian diperlukannya pendidikan lingkungan hidup untuk calon guru seperti yang dikemukakan oleh Heimlich dkk (2004) melalui penelitiannya di Amerika.

2. Terbatasnya kualitas dan kuantitas bahan dan materi ajar tentang lingkungan hidup.

3. Masih kurangnya inisiatif dan partisipasi dari masyarakat dalam pengembangan dan pelaksanaan PLH

4. Masih terbatasnya jaringan kerjasama antara pihak terkait baik pemerintah, swasta, industri, peruguan tinggi, lembaga pendidikan formal dan non formal, serta lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup.

5 Masih terbatasnya sarana dan prasarana

6. Terbatasnya dana dalam pengembangan dan pelaksanaan PLH.

Selain itu menurut Saragih ( 2000) Pandangan dan cara hidup masyarakat sukar diperbaiki dalam jangka waktu yang singkat. Pola pikir dan pola hidup yang sudah tumbuh dan berkembang di masyarakat tidak dapat dikendalikan dan diperbaiki dengan cara perundangan. Untuk memperbaiki hal seperti itu cara pendidikan formal maupun informal mungkin efektif walaupun tidak dapat dilakukan dalam kurun waktu yang singkat.

Pelatihan tentang lingkungan hidup sudah mulai digalakkan pada tahun 1989/1990 hingga sekarang terhadap guru-guru Sekolah Dasar dan Menengah dengan nama Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan hidup (PKLH), Pelaksanaan PKLH Dikdasmen didukung oleh 12 Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG). Pengamatan PPPG menunjukkan bahwa kemampuan tenaga kependidikan untuk mengajarkan lingkungan hidup telah dapat ditingkatkan tetapi implementasinya di sekolah masih lemah. Alkarhami (2000) juga mengemukakan bahwa PLH yang disampaikan melalui Kurikulum 1984 belum memberikan hasil yang menggembirakan. Realita sehari-hari hampir semua lulusan sekolah belum menampilkan kinerja ramah lingkungan. Dengan demikian kondisi aktual di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan nasional belum menyentuh paradigma lingkungan hidup. Hasil evaluasi terhadap


(38)

22

Proyek PLH Dikdasmen yang dilakukan oleh oleh IPB (2001) memperlihatkan bahwa:

1. Pola pelatihan yang belum efektif

2. Metode pengajaran lebih didominasi ceramah

3. Kurikulum sangat padat waktu terbatas dan sulit diintegrasikan ke dalam kurikulum.

4. Penegakan hukum yang masih rendah.

5. Tidak ada target yang jelas dalam pelaksanaan PLH. 6. Keterlibatan lembaga lain masih rendah.

2.2. Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendiikan (KTSP) serta Kaitannya dengan PLH

Salah satu kelengkapan penyelenggaraan pendidikan yang sangat penting adalah kurikulum. Kurikulum Tahun 1994 yang selama sepuluh tahun dilaksanakan pada SMA telah mendapat evaluasi dari kalangan masyarakat. Hasilnya antara lain menyimpulkan bahwa materi kurikulum ini dinilai sangat padat dan sukar dipahami oleh siswa bahkan oleh guru. Selain itu kurang menyentuh kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh materi tentang pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang terdapat pada lingkungan sekitar dan potensi daerah tidak dituangkan dan digali dalam Kurikulum Pendidikan 1994. Padahal materi lingkungan hidup sangat penting mengingat kenyataannya sumberdaya alam bersifat terbatas sehingga jika pemanfaatannya atau pengelolaannya keliru dapat menyebabkan kerusakan atau kepunahan. Pemanfaatan SDA yang unrenewable perlu dilakukan secara hemat maupun mencari alternatif pengganti agar kehidupan dapat berlangsung secara berkelanjutan. Demikian juga halnya dengan SDA yang bersifat renewable juga tidak dapat diabaikan karena sumberdaya ini dapat mengalami kepunahan yang akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem secara keseluruhan. Mempertahankan eksistensi SDA bukan hal yang mudah karena membutuhkan upaya dan kesungguhan. Oleh sebab itu dalam mendukung keberlangsungan kehidupan, selain diperlukan kompetensi untuk mengelola SDA juga diperlukan kompetensi untuk mempertahankan keberadaan SDA. Kompetensi tersebut dapat berupa


(39)

pembekalan kompetensi akan teknologi yang ramah lingkungan di berbagai bidang misalnya pertanian, industri, dan informasi sehingga siswa memiliki kompetensi yang handal dan mampu bersaing secara global.

Djajadiningrat (2001) mengemukakan individu perlu peduli terhadap lingkungan karena individu merupakan bagian integral dari seluruh mata rantai lingkungan hidup, dan sebagai pengelola SDA manusia adalah pelaku aktif yang bertindak sebagai konsumen, produsen, dan pembina ekosistem. Perwujudan pembangunan berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui masyarakat yang hidup dalam prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan. 2. Memperbaiki kualitas lingkungan manusia.

3. Melestarikan lingkungan hidup dan keragaman bumi. 4. Menghindari pemborosan sumberdaya yang tak terbarukan.

5. Berusaha untuk tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi. 6. Mengubah sikap dan gaya hidup.

7. Mendukung kreatifitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sekitarnya.

8. Menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan dan pelestrian.

9. Menciptakan kerjasama global.

Dengan demikian untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) memiliki peranan yang sangat besar. Menurut Dewan Riset Nasional (2003) isu pokok bidang lingkungan salah satunya adalah PLH. Selain itu isu lingkungan juga meliputi pembangunan yang belum berwawasan lingkungan, konservasi dan rehabilitasi, peluang pengelolaan dan penyelamatan SDA, serta peningkatan kemampuan hukum dan institusi.

PLH merupakan kunci penting untuk menjawab rasa ingin tahu sebagai dasar kearifan manusia dalam berperilaku. Perilaku yang menjamin kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan perlu dikemas dalam berbagai program pembangunan yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup. PLH dalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang harus memberdayakan setiap individu untuk mampu beradaptasi dalam kehidupan yang selalu bergolak. Oleh karena itu PLH harus mampu memberdayakan


(40)

24

manusia untuk tegar tetapi lentur dengan kearifan agar mampu menghasilkan kompromi dalam berbagai hal yang memerlukan pendekatan dari dimensi yang berbeda (Soeryani, 2005). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soemarwoto (1981) bahwa sikap manusia terhadap ekosistem adalah faktor penentu kualitas lingkungan. Penurunan SDA, erosi, polusi, kepunahan spesies dan berbagai masalah adalah refleksi hubungan manusia dan lingkungannya. Sebagai konsekuensinya pendidikan lingkungan hidup harus mendapat perhatian yang besar.

Untuk mencapai hal tersebut SDM masyarakat sekolah khususnya Kepala Sekolah dan guru perlu terus melakukan pembelajaran khususnya mengenai lingkungan dengan kesadaran yang tinggi. Karena itu tuntutan agar terus menerus untuk memutakhirkan pengetahuan menjadi suatu keharusan. Agar lulusan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai dengan standar mutu nasional dan internasional dengan tidak mengabaikan lingkungan. Dengan demikian maka kurikulum perlu dikembangkan dengan pendekatan Kurikulum Berwawasan Lingkungan. Melalui upaya ini diharapkan terjadi peningkatan kompetensi SDM terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sehingga dapat dicapai perbaikan kualitas lingkungan yang berdampak pada kesejahteraan bangsa. Upaya untuk mencapai kesejahteraan bangsa SDA bukan merupakan faktor yang utama, tetapi yang lebih besar peranannya adalah kompetensi dari SDM yang dimiliki.

Adanya perubahan yang cepat menyebabkan perlunya pembaruan paradigma kompetensi lulusan Sekolah Menengah, khususnya SMA. Kompetensi yang diharapkan dari pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat sekolah menengah mengalami perubahan yaitu dari penguasaan materi menjadi kompetensi untuk dapat mengembangkan materi pembelajaran yang berpijak pada Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan (PBBL). Menurut Soeriatmadja (2004) pembaruan pendidikan di tingkat SMA baik IPA maupun IPS pada abad 21 adalah berperan aktif dalam PBBL. Hal ini berbeda dengan pendidikan SMA pada abad 20 yang terfokus pada peningkatan dan penguasaan pelajaran, dan lebih pada pengembangan lokal dan nasional. Materi IPA dan IPS yang pada


(41)

awalnya bersifat spesialisasi menjadi interdisiplin dan bergerak menuju pola holistik.

Pembelajaran dalam PBBL memuat tiga aspek yaitu tujuan ekonomi, ekologi, dan sosial. Tujuan utama pembelajaran ekonomi adalah memberikan pemahaman tentang pertumbuhan ekonomi, pemerataan, ekoefisiensi, dan stabilitas. Tujuan utama pembelajaran ilmu sosial adalah pemberdayaan sumberdaya manusia, partisipasi masyarakat, kebersamaan, identitas budaya, pembinaan kelembagaan, dan pengentasan kemiskinan. Sedangkan target pembelajaran ekologi adalah kemampuan mengidentifikasi ekologi, keutuhan ekosistem, pelestarian keanekaragaman hayati khususnya pada daerah tropika, daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan hidup (carrying capacity), pengenalan IPTEK yang ramah lingkungan, penghematan sumberdaya alam, dan tanggap terhadap isu lingkungan global. Adapun tujuan akhir ke tiga aspek tersebut adalah kemampuan menjalin dan membina kemitraan dalam masyarakat (Soeriatmadja, 2004). Dalam pencapaian kompetensi tersebut di atas materi dan metode pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat usia, lingkungan, dan potensi daerah.

Pembekalan pemahaman terhadap pelestarian lingkungan sebaiknya telah ditanamkan sejak dini dan secara formal di tingkat sekolah dasar. Tetapi sangat disayangkan upaya pembekalan terhadap pelestarian lingkungan masih kurang memadai dan hanya diberikan pada pelajaran tertentu seperti Biologi dan Geografi secara terbatas dan kurang mengangkat serta menganalisis isu kerusakan sumberdaya alam di daerah sekitarnya.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta adanya tuntutan otonomi dan demokratisasi dalam bidang pendidikan telah merubah cara pandang dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia. Sejalan dengan itu penyelenggaraan pendidikan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang semula bersifat sentralistik perlu diubah menjadi desentralistik. Dengan demikian pengembangan kurikulum dapat disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Hamid (2000) mengemukakan keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan ekonomi merupakan suatu realita dalam masyarakat.


(1)

189

Verma, P, George, K.V., Singh, H.V, Matthew, T.P, and Singh R.N. Stimulating Water Movement and Its Uptake by Plant Roots in Unsaturated Zones. The International Journal of Environmental Studies 61 (1): 39-48.

www. men lh.go.id. Sejarah Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia. 1 September 2007.

Wahjoedi. 1990. Konsep dan Persoalan Pengembangan Pendidikan Konservasi Sumberdaya Alam di IKIP/FKIP. Seminar dan Lokakarya Pendidikan Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan IKIP Yogyakarta.

Waspodo, A. 2003. Kebebasan Individu Sebagai Bentuk Komitmen Sosial. Econosain, Volume 1 No1.

Weimer, D.L. dan Vinning, A.R. 1999. Policy Analysis: Concept and Practice (3rd Edition). Prentice Hall.

Wieldansyah.2007. Hutan dan Fenomena Banjir Tahunan.Environmental Magazine.Vol 2

Willems, P. and De Lange. 2007. Concept of Technical Support to Science Policy Interfacing With to The Implementation of The European Water Framework Directive. Environmental Science and Policy Vol 10: 464-473.

Wright, K. 2005 . Personal Knowlege Management: Supporting Iniviual Knowlege Worker Performance. Knowledge Management Research & Practice Vol 3: 156-165. Young, R. 1993 . Promoting Source Reduction Behavior The Role of Motivation

Information. Environmental and Behavior Vol 25 (1): 70-141.

Zahara T. 2002. Perilaku Berwawasan Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan Dilihat dari Keinovatifan dan Pengetahuan Tentang Lingkungan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (36).

Zais, R.S. 1976. Currícullum: Principles and Foundation. New Cork: Harper and Row Publisher.


(2)

ANALISIS KEBIJAKAN KURIKULUM BERBASIS

KOMPETENSI (KBK) DAN DESAIN MODEL

KURIKULUM BERWAWASAN LINGKUNGAN

SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi Kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)


(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul:

Analisis Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Desain Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi ) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Oktober 2007

Nita Noriko P-062024274


(4)

ABSTRAK

NITA NORIKO, 2007. ANALISIS KEBIJAKAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) DAN DESAIN MODEL KURIKULUM BERWAWASAN LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi Kasus pada Sekolah

Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi). M. SYAMSUL MA’ARIF, sebagai Ketua

Komisi Pembimbing, SURJONO HADI SUTJAHJO dan HASIM sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di antaranya dapat disebabkan oleh terbatasnya wawasan sebagian masyarakat Indonesia terhadap lingkungan. Wawasan tentang lingkungan hidup dan kecakapan mengelola sumberdaya alam yang berkelanjutan dapat dibangun dengan pembekalan melalui jalur pendidikan formal.

Berpijak dari adanya fenomena kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia maka tujuan penelitian ini adalah membuat Analisis Kebijakan Kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang berkaitan dengan kompetensi lingkungan hidup siswa, menemukan faktor penting dalam PLH untuk meningkatkan kompetensi siswa tentang lingkungan hidup melalui KBK, menemukan faktor kendala utama dalam PLH, menemukan langkah stratgis dalam PLH melalui KBK, membuat Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan, dan membuat alternatif skenario implementasi Kurikulum Berwawasan Lingkungan pada tingkat SMA.

Hasil analisis kebijakan menunjukkan komponen pendukung Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) pada sekolah yang menggunakan KBK, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan Kurikulum 1994 bervariasi pada setiap sekolah dan pada umumnya belum dilengkapi secara utuh. Kompetensi siswa tentang lingkungan hidup belum mencapai ketuntasan belajar. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi siswa tentang lingkungan hidup bukan dipengaruhi oleh jenis kurikulum dan jurusan, tetapi lebi disebabkan oleh faktor kondisi sekolah. Berdasarkan hasil Analisis Prospektif dapat diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) faktor penting dalam pelaksanaan PLH, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah yang mendukung PLH, Program Kegiatan PLH, dan Inovasi dalam Metode PLH. Hasil analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) menemukan 3 (tiga) faktor kendala utama dalam PLH yaitu Kebijakan Pemerintah yang masih top down, Manajemen Berbasis Sekolah yang belum mendukung PLH, dan Tim Monitoring dan Evaluasi PLH yang belum efektif. Sedangkan langkah strategis dalam Kurikulum Berwawasan Lingkungan adalah mengadakan diskusi tentang lingkungan melalui kegiatan ekstra kurikuler. Selanjutnya dari hasil Analisis Prospektif dan ISM dibuat Model Kurikulum Berwawasan Lingkungan yang dalam penerapannya di lapangan dapat dilakukan melalui tiga skenario.

Kata Kunci: Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)


(5)

ABSTRACT

NITA NORIKO, 2007. The Policy Analyze Competency Based Curriculum (KBK) and

Design Model Curriculum Having Environment Concept Senior High School

(Case Study on Senior High School in Jakarta and Bekasi). SYAMSUL MA’ARIF, as

a Chairman, SURJONO HADI SUTJAHJO and HASIM as members of the Advisory

Commitee.

The limited environmental concept of a part of Indonesian is one of causes of the environmental destruction cases. The environmental concept and the ability for continuously managing natural resources can be built by provision through formal educational line. On the basis of the environmental destruction phenomena in Indonesia, the purposes of this reseach are to analyze the policy on Competency Based Curriculum (KBK), to find out main constrain factors for grading up compentency of students on environment through KBK, to find out main constrain factors in Environmental Education, to design an educational policy model on KBK under the environmental concept in Senior High School (SMA) level and to make an alternative educational policy scenario on KBK under the environmental concept in SMA level. The research result show that the supporting components of Environmental Education (PLH) in school using KBK and Curriculum 1994 are various in each school and they have yet to be fully equipped. Competency of student’s behaviors on environment concept has yet to reach learning completely. This condition is not caused by their lack of concept and behavior competency because the data shows that their concept and behavior competency have reached the Minimum Competency Limit Standard (SKBM). Beside, this condition is also not caused by the types of curriculum and department but is more caused by the school condition factors. Based on Prospective Analysis, there are three important in the implementation of PLH namely School Based Management, Activity Program Supporting the PLH and Innovation in Learning Method PLH. The results of Interpretative Structural Modeling (ISM) shows that there are constrain factors which can be included in the controlled inputs in the Input Output Diagram as well as activities supporting the PLH. Based on the result of Prospective Analysis and ISM, environmental base KBK Model is created, of which in its field application can be carried out through three scenarios.

Key words: Competency Based Curriculum (KBK), Environmental Education (PLH)


(6)

Hak cipta milik Insitut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.