TRANSISI DEMOKRASI LOKAL DALAM KOMUNITAS ELITE POLITIK MINANGKABAU MODERN
Studi Kasus pada Nagari Jawi- Jawi Kabupaten Solok
1
Tengku Rika Valentina, Andri Rusta
2
, Nicky Nia Gustriani
3
Abstrak
Adanya kegamangan dari para elite nagari dan pemuka adat ketika menjadikan nagari sebagai sebuah basis demokrasi lokal, mereka dihadapkan kepada dua pilihan yaitu
tetap mempertahankan model demokrasi tradisional nagari atau mengganti dan merubahnya menjadi sebuah demokrasi yang moderen, terpola dan terstruktur serta ada
aturan yang disahkan secara konstitusional dengan memasukan unsur- unsur demokrasi barat dalam pemerintahan nagari. Disisi lain negara ternyata tidak sepenuhnya
menerapkan desentralisasi dan devolusi, dimana desentralisasi yang diberikan terhadap pemerintahan terendah harus juga diikuti dengan devolusi supaya bisa membentuk sebuah
negara demokrasi baru. Negara masih terlampau jauh masuk dalam wilayah lokal, dengan membuat aturan formal disertai dengan dasar hukum yang mengikat yang ditujukan
kepada perangkat pemerintahan lokal.
Kata kunci: demokratisasi,demokrasi lokal, elite nagari.
Bab 1. Pendahuluan
Di pentas studi ilmu politik dewasa ini, demokrasi liberal elektoral- prosedural telah memenangi pertarungan pemaknaan tentang konsep demokrasi.
Demokrasi prosedural meraih kemenangannya pada tahun 1970-an setelah berhasil menggeser pemahaman subtantifis demokrasi. Upaya ke arah ”demokrasi
akar rumput ini” mengandaikan institusi- institusi atau pranata sosial ditingkat lokal
4
. Melihat bahwa demokrasi merupakan bagian penting dari political
1
Penelitian ini dibiayai oleh Dana DIPA Unand tahun 2009
2
Staf pengajar jurusan Ilmu Politik, FISIP. Unand
3
Mahasiswa S1 pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fisip. Unand
4
Pranata sosial yang dimaksudkan disini adalah penjelasan alam UU No 22 tahun 1999 jo UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 200 ayat 2 menyatakan bahwa
“Desa dapat dibentuk dan dihapus atau digabung dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarat, undang-undang tersebut memberi peluang kearah diwujudkannya
pemerintahan terendah yang lebih otonom, demokratis dan dinamis sesuai dengan asal usulnya”. Pemerintah Sumatera Barat dalam menyikapi realisasi dari UU No 22 tahun 1999 Jo UU no 32
tahun 2004 tentang Pemerintah daerah pada pasal 200 ayat 2 tersebut adalah dengan membentuk kembali nagari sebagai unit pemerintahan terendah melaui Perda No. 9 tahun 2000 tentang
Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari, dimana pemerintahan daerah memberi peluang pada daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri termasuk menyesuaikan bentuk- bentuk pemerintahan nagari, berdasarkan asal usul kondisi sosial budaya masyarakat setempat
berdasarkan “adat basandi syarak syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai, alam takambang jadi guru” adat bersendikan agama, agama bersendikan Al’quran, agama
mengatur adat memakai alam dunia bisa dijadikan sebagai guru atau pedoman hidup, maksudnya
1
institusion, maka institusionalisasi demokrasi kedalam lembaga yang otonom yang menjamin kelangsungan proses demokratisasi menjadi suatu hal yang
penting. Institusi lokal sebagai sebagai basis masyarakat mayoritas, apa bila tidak bisa di transformasikan menjadi kekuatan demokrasi maka sangat mungkin akan
sulit membangun demokrasi yang sesungguhnya. Dari sini akan terlihat erat kaitan antara demokrasi dengan institusi lokal, dengan pembaharuan relasi
masyarakat dengan negara, sekaligus dengan demokrasi yang substansial. Nagari menjadi kajian yang cukup menarik untuk diangkat kepermukaan
dalam kaitannya dengan proses demokrasi. Menuju kearah tingkatan demokratisasi di tingkat grasroot. Nagari dalam tradisi Minangkabau merupakan
identitas kultural yang menjadi lambang mikrokosmik dari sebuah tatanan yang makrokosmik yang lebih luas. Di dalam nagari sebenarnya terkandung sistem yang
memenuhi persyaratan embrional dari dari sebuah sistem negara. Nagari adalah ’negara’ dala artian miniatur dan merupakan ’republik kecil’ yang sifatnya self-
contained, otonom dan mampu membenahi diri sendiri. Sebagai sebuah lembaga, nagari bukan saja dipahami sebagai kualitas teritorial, tetapi juga mencakup
kualitas geneologis, ia adalah lembaga pemerintah dan sekaligus merupakan lembaga kesatuan sosial utama yang dominan. Sebagai kesatuan masyarakat yang
otonom nagari merupakan republik mini dengan terotorial yang jelas bagi anggotamya, punya pemerintahan sendiri, adat sendiri, yang mengatur tatanan
kehidupan angotanya. Disamping nagari pada taraf pemerintahan mempunyai unsur utama
legislatif Badan Perwakilan Nagari , eksekutif Pemerintahan Nagari dan yudikatif Kerapatan Adat Nagari, ia juga merupakan kesatuan holistik bagi
peranan tatanan sosial budaya lainnya. Ikatan bernagari bukan saja primodial konsaguinal sifatnya, tetapi juga struktural fungsional dalam artian teritorial
pemerintahan yang efektif. Kejatuhan Orba telah mengantarkan sebuah ”republik kecil nagari
”memasuki masa transisi menuju sebuah konsep demokrasi. Sebelum sampai
dengan pemberian wewenang yang lebih besar pada pemerintah daerah untuk mengelola potensi daerahnya, diyakini akan dapat memberi manfaat yang lebih besar dibanding pada masa
sebelumnya, dengan melalui dukungan kebijakan desentralisasi yang memberikan keleluasaan pada daerah untuk menjadi daerah otonom yang lebih mandiri
.
2
lokus permasalahan, ada sebuah pertimbangan disini ketika proposal kecil ini dibuat, adalah semangat untuk mengkaji kembali transisi demokrasi pada tingkat
lokal di Sumatera Barat, yang sebelumnya telah dihadapkan pada kondisi anomalie yang membingungkan. setelah reorganisasi pemerintahan desa kedalam
pemerintahan nagari melalui Perda No 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari, elite- elite Minangkabau kembali perhatian pada adat dan
institusi yang merupakan bagian dari pemerintahan lokal, tetapi hanya sebatas pada semangat wawasan yang populis, nostalgia, dan berorenatasi pada masa
kejayaan pemerintahan nagari sebelum kemerdekaan. sayangnya, semangat nostalgia pemerintahan lokal di Sumatera Barat itu sendiri sangat bertolak
belakang dengan identitas Minangkabau. elite Minangkabau agak ambigu dalam memahami makna dari sebuah demokrasi lokal, sementara daerah lain di
Indonesia menunjukan perhatian yang kuat dalam identitas kedaerahan mereka, identitas minangkabau terasa ambivalen.
Bab 2. Perumusan Masalah.