Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

(1)

(2)

(3)

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Hegar Julius Budi Hartono

Nama Pangilan : Hegar, Ega

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 20 Juli 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Telepon : 085624388240

Status : Belum menikah

Nama Ayah : Pudiono

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Imas Rohaeti

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat Orang Tua : Jl. Kebon Kopi Komplek LPK Pasundan No.138 Rt.06 Rw.28 Kel. Cibeureum, Cimahi Selatan, Kota Cimahi 40535

Moto : “Kesabaran menolong setiap pekerjaan”


(5)

PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2008-2013

Program Studi Ilmu Hubungan

Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Berijazah

2. 2000-2006 PMDG Darussalam Gontor Berijazah

3. 1994-2000 SDN Cibeureum XI Berijazah

PELATIHAN DAN SEMINAR

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2009 Pelatihan Latihan Dasar

Kepemimpinan Prodi HI Bersertifikat

2. 2010 Table Manner Course di Hotel

Golden Flower Bandung Bersertifikat

3. 2005 Kursus Pembina Pramuka Mahir Dasar (KMD) PMDG “Daarul Ma’rifat” Kediri Jawa Timur Bersertifikat

PENGALAMAN ORGANISASI

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2008-2009 Anggota Div. Kerohanian HIMA Jurusan Ilmu

Hubungan Internasional -

2. 2008-2009 Anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Hubungan

Internasional Bandung -

4. 2006 Pengurus Bagian Pertamanan OPPM Gontor 3

Kediri -

5. 2005 Pengurus Bagian Olahraga OPPM Gontor 3

Kediri -

PELATIHAN DAN SEMINAR

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2011

Peserta, Seminar Net Preneur : Meraih Peluang Bisnis Melalui Internet, Auditorium Miracle

UNIKOM Bersertifikat

2. 2011

Lokakarya Nasional “Reformasi Dewan Keamanan PBB”

Kementrian Luar Negeri

Bersertifikat

3. 2011

Peserta, Seminar Internasional “ Revitalisasi Gerakan Non-Blok dalam Dunia yang Berubah: Peran Indonesia dan Tantangan ke Depan, Gedung KAA Bandung.

Bersertifikat

5. 2012

Peserta, Seminar Kewarganegaraan “Proud To Be Indonesian : Generasi Kebanggaan Bangsa. Auditorium Miracle UNIKOM


(6)

6. 2012

Peserta, Seminar “Reaktualisasi Nilai-nilai Pancasila di Kalangan Generasi Muda”. Auditorium Miracle UNIKOM

Bersertifikat

7. 2012

Simulasi Sidang ASEAN “Asean Community Building 2015’. Auditorium Miracle UNIKOM

Bersertifikat

PENGALAMAN KERJA

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2007-2008 Guru Magang PPM Daaru Ulil Albab Tegal -

2. 2008-2011 Kurir Pudi Multi Karya -

KEAHLIAN/BAKAT

No. Uraian

1. Operasionalisasi Microsoft Office 2. Maintenance Hardware & Software 3. Bahasa Inggris Aktif & Pasif 4 Adobe Photoshop, Corell Draw 5. Internet

Bandung, 11 September 2013

Hormat Saya


(7)

INDONESIA

2008-2011

Role of The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) in handling problems Refugees and Asylum Seekers in Indonesia

2008-2011

Skripsi

Diajukan untuk menempuh sidang Strata-1 Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Oleh,

HEGAR JULIUS BUDI HARTONO NIM. 44308003

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

2013


(8)

vi

Subhanawata’ala atas izin dan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini,

serta shalawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad S.A.W. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menemukan kesulitan dan hambatan yang disebabkan keterbatasan dan kemamupuan peneliti dan

disertai keinginan kuat dan usaha yang sungguh serta do’a, maka akhirnya penelitian

ini dapat diselesaikan sebagaimana yang diharapkan.

Untuk kedua orang tua yang aku sayangi dan hormati, Bapak Pudiono dan mamah Imas Rohaeti terima kasih atas segala do’a, dukungan, nasihat dan kasih sayangnya yang luar biasa, serta dukungan moral dan materil. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu baik itu penelitian maupun dalam penyusunan skripsi, peneliti tidak mungkin menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam dan sebesar-besarnya kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung, yang telah mengeluarkan surat pengantar untuk penelitian skripsi.

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Aelina Surya. Dra yang telah menjadi dosen pembimbing peneliti dengan memberikan pengarahan penyusunan skripsi secara cermat dan teliti. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu


(9)

atas kesabarannya dalam menghadapi dan membimbing saya, baik dalam masa proses pembuatan usulan penelitian hingga detik-detik akhir skripsi untuk disidangkan.

3. Yth. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si Ketua Prodi Hubungan Internasional UNIKOM yang telah membantu peneliti dalam proses revisi skripsi serta berjalannya usulan penelitian hingga sidang akhir penelitian. Terima kasih atas bimbingannya selama ini serta dedikasi dan pengertiannya .

4. Yth. Seluruh Bapak/ Ibu Dosen Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM yang telah membantu peneliti dalam memberikan arahan pada masa revisi bimbingan skripsi diantaranya Bapak H. Budi Mulyana. S.IP., M.Si, Ibu Dewi Triwahyuni. S.IP., M.Si dan Ibu Sylvia Octa Putri. S.IP.

5. Yth. Dwi Endah Susanti. S.E (Teh Uwi) Sekretariat Jurusan Hubungan Internasional UNIKOM yang tanpa lelah membantu peneliti dalam membantu peneliti dalam administrasi selama berkuliah di UNIKOM dan selama proses skripsi.

6. Yth. Kepala staff Associate External Relations Staff / Public Information Officer UNHCR Jakarta yang telah memberikan kesempatan peneliti untuk melakukan kunjungan penelitian.

7. Untuk keluarga tercinta, terima kasih banyak kepada kakak-kakak semua, Yosep Budi Mulyono, Antonius Budi Kurnia, yang telah


(10)

menyemangati dan mendo’akan peneliti selama ini, dan tidak lupa juga kepada Mukharomah, dan teman-teman di Kaylanet serta di Tresna Bakti yang selalu menyemangati peneliti dalam menulis skripsi ini.

8. Sahabat peneliti, Budi Santoso, Akbarizal Alireksa, Reza Fauzan Anas, Beatrice Dian, Nadea Lady dan Adi Wardana untuk dukungan, kekompakan, kebersamaan dan persahabatan yang luar biasa.

9. Teman-teman HI angkatan 2008 yang sudah lulus lebih dulu yang selalu menyemangati peneliti khususnya kepada Alfian Al Ayuby Pelu. S.IP, Chrisnanta Amijaya. S.IP, Fahmi Frizana Sinaga. S.IP dan Wenaldy Andarisma. S.IP, serta Intan Sarah Augusta tetap semangat mba, Ardhito Rahadyan dan Adik tercinta Fitria Budi Widya Hanny cepat lulus yah neng. Serta seluruh mahasiswa Hubungan Internasional Angkatan 2006-2012 terima kasih atas pertemanan dan dukungannya. 10.Semua pihak yang telah membantu sebelum dan selama pelaksanaan

penelitian skripsi yang tak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Peneliti berharap kepada siapa saja (terutama mahasiswa Hubungan Internasional) yang ingin melanjutkan/ melakukan penelitian dengan


(11)

subjek/objek yang serupa agar mampu membuat penelitian yang lebih baik dari apa yang peneliti telah susun.

Terima kasih atas saran dan kritik dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 23 Agustus 2013


(12)

x

LEMBAR PERSEMBAHAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.2.1 Rumusan masalah mayor ... 11

1.2.2 Rumusan masalah minor ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian... 12

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 12


(13)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

2.1 Tinjauan Pustaka ... 14

2.2 Kerangka Pemikiran ... 18

2.2.1 Hubungan Internasional... 18

2.2.2 Organisasi Internasional ... 20

2.2.2.1 Peranan Organisasi Internasional ... 24

2.2.3 Kerjasama Internasional ... 26

2.2.4 Pengungsi dan Pencari Suaka ... 29

2.2.4.1 Perbedaan antara Pengungsi dan Pencari Suaka ... 33

2.2.5 Pendekatan HAM dan Hukum Internasional dalam konteks urusan pengungsi... 35

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Objek Penelitian ... 39

3.1.1 United Nations High commissioner for Refugees (UNHCR) ... 39

3.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan UNHCR ... 39

3.1.1.2 Instrumen Dasar UNHCR ... 44

3.1.1.2.1 Konvensi tahun 1951 tentang Status Pengungsi .... 44

3.1.1.2.2 Protokol tahun 1967 tentang Status Pengungsi ... 46

3.1.1.3 Tugas dan Tujuan Utama UNHCR ... 47

3.1.1.3.1 Perlindungan Internasional ... 48

3.1.1.3.2 Pemberian Solusi kepada Pengungsi ... 49

3.1.1.3.2.1 Repatriasi ... 50


(14)

3.1.1.3.2.3 Pemukiman kembali ke Negara ketiga ... 52

3.1.1.4 Pendanaan bagi Aktivitas UNHCR ... 53

3.1.1.5 Prosedur UNHCR dalam proses penentuan status pengungsi ... 54

3.1.1.5.1 Refugee Status Determination (RSD) ... 56

3.1.1.5.2 UNHCR Asylum Seeker Certificate ... 61

3.1.1.5.3 UNHCR Refugee Certificate ... 62

3.1.1.6 Pedoman persyaratan UNHCR dalam menentukan status pengungsi/Eligibility ... 63

3.1.2 Kondisi Umum Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia ... 66

3.2 Metode Penelitian ... 74

3.2.1 Desain Penelitian ... 74

3.2.1.1 Informan Penelitian ... 75

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 75

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 76

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 76

3.2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 77

3.2.5.1 Lokasi Penelitian ... 77

3.2.5.2 Waktu Penelitian ... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79

4.1 Program UNHCR di Indonesia ... 80

4.1.1 Penentuan Status Pengungsi ... 80


(15)

4.1.3 Kemitraan & Pelayanan Komunitas ... 83

4.1.4 Solusi Jangka Panjang ... 84

4.1.5 Keadaan Tanpa Kewarganegaraan ... 86

4.1.6 Perlindungan ... 87

4.2 Kerjasama UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia ... 88

4.2.1 Kerjasama UNHCR dengan Pemerintah Indonesia ... 88

4.2.2 Kerjasama UNHCR dengan NGO / LSM ... 90

4.3 Kendala yang dihadapi UNHCR dalam menjalankan program-programnya di Indonesia ... 91

4.4 Peranan UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka yang berada di Indonesia ... 94

4.4.1 UNHCR berperan sebagai Inisiator ... 94

4.4.1 UNHCR berperan sebagai Fasilitator ... 96

4.4.1 UNHCR berperan sebagai Determinan ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

5.1 Kesimpulan ... 109

5.2 Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 114

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 120


(16)

114

dan Hukum Internasional (Suatu Kajian Perbandingan). Jakarta. UNHCR Indonesia.

Archer, Clive. 2003. 3rd edition International Organization. London, New York. Routledge

Baylis, John and Steve Smith. 2008. The Globalizations of World Politics. UK. Oxford University Press.

Burchill, Scott and Andrew Linkalter. 2009. Teori-teori Hubungan Internasional. Bandung. Nusa Media.

Carlsnaes, Walter, Thomas Risse, & Beth A. Simmons. 2002. Handbook of Intenational Relations. London. Penguin Books.

Fandi, Ahmad dan Tim Setia Kawan. 2004. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Pertama – Ke Empat (1999 – 2002). Jakarta. Setia Kawan. Feller, Erika, Volker Turks & Frances Nicholson. 2003. Refugee Protection in

International Law : UNHCR’s Global Consultations on International Protecting. Cambridge.

Goodwin Gill. 2002. Refugee Identity and Protection’s Fanding Prospect. 2nd ed. Oxford, Clarendon Press.

Griffits, Martin, Terry O’Callaghan, & Steven C. Roach. 2008. 2nd edition. International Relation: The Key and Concepts.London & New York. Taylor and Francis Group.

Holsti.K.J 2011. Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis Edisi ke-4 Jilid II. Jakarta. Penerbi Erlangga.

Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Kartasasmita, Koesnadi. 2002. Administrasi Internasional. Bandung. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi

Mas’oed, Moechtar. 2000. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin, dan Metodologi. Jakarta. Pustaka LP3ES.

Mingst, Karen A. 2003. Essentials of International Relations, 2nd ed. New York. W.W Norton & Company.


(17)

Nasir, Muhammad. 2003. Metodologi Penelitian. cetakan keempat Jakarta. Galia Indonesia.

Robert, Jackson dan George Sorensen. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Romsan, achmad. 2003. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional. Bandung. Sanic Offset

Rudy, Teuku May. 2011. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-masalah Global. Bandung. PT.Refika Aditama.

______________ 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung. PT.Refika Aditama.

______________ 2011. Pengantar Ilmu Politik. Bandung. PT. Refika Aditama Strarke, J.G. 2001, Pengantar Hukum Internasional I Edisi ke-10. Jakarta. PT.

Sinar Grafika

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Soeprapto, Enny. 2002. Lembaga Suaka dan Perlindungan Pengungsi Jakarta. Raja Grafindo Persada.

______________2002. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Sugiono, Muhadi. 2006. Global Governance Sebagai Agenda Penelitian Dalam Studi Hubungan Internasional. Jakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif R & D. Bandung. Alfabetis.

Wagiman. 2012. Hukum pengungsi Internasional. Jakarta. Sinar Grafika

B. JURNAL DAN KARYA ILMIAH

Havid Ajat Sudrajat, Pengungsi dalam Kerangka Kebijakan Keimigrasian Indonesia.FH UI Vol.2 No.1 Oktober 2004

Januari Nani. Peran United Nations High of Commissioner for Refugees (UNHCR) Dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh Tahun 2009-2010, ejurnal HI FISIP UNMUL vol. 1 no. 2. 2013


(18)

Jaquement Stephane, Mandat dan Fungsi dari Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR). Jurnal Hukum Internasional FH UI, Vol. 2 No.1 Oktober 2004.

Jessica Rodger, Defining the Parameters of the Non-Refoulement Principle, LLM Research Paper, Faculty of Law, Victoria University of Wellington.2005

Pramono Aris, Peran UNHCR dalam penanganan pengungsi Rohingya di Bangladesh, FISIP UI,2010.

Soeprapto Enny, Promotion of Refugee Law in Indonesia, Jurnal Hukum Internasional FH UI, Vol.2 No.1 Oktober 2004.

Setianingsih Suwardi Sri, Aspek Hukum masalah pengungsi internasional Jurnal Hukum Internasional FH UI, Vol.2 No.1 Oktober 2004.

C. DOKUMEN

1950 Statute of the Office of the UNHCR. UN General Assembly Resolutions 428 (V). 14 December 1950

Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Mengintegrasikan pendekatan berbasis hak dalam fungsi-fungsi legislative. Demos. 2010

Lembar Fakta No. 20 “Hak Asasi Manusia dan Pengungsi” PUSHAM UII.

UNHCR, An Introduction to Intern Protection : Protecting persons of concern to UNHCR, Geneva, 2005.

UNHCR, Ehancing The Independence of The Office of The Inspector General, Informal Consultative meeting, Geneva, 2005.

UNHCR Information Paper, mengupayakan penyelesaian masalah, Jakarta, 2008.

UNHCR. Procedural Standard fo RSD under UNHCR’s Mandate, 2007.

UNHCR. Protecting Refugees the role of UNHCR. Media Relations and Public Service. 2009.

D. WEBSITE

Bali Proses di akses melalui http://www.unhcr.or.id/id/bali-process-id [22/07/13].

Building Regional Coopertion Arranggement diakses melalui

http://www.dfat.gov.au/media/speeches/department/040729_bali_proc ess_millar.html [22/07/13].


(19)

Church World Service diakses melalui http://www.cwsindonesia.or.id/en/who-we-are/ [22/07/13].

Data Pengungsi dan Pencari Suaka yang ada di Indonesia periode 2008– 2011 diakses melalui http://popstats.unhcr.org/PSQ_POC.aspx [24/07/13]. Data Pengungsi dan Pencari Suaka berdasarkan Negara Asal tahun 2008

http://www.unhcr.org/static/statistical_yearbook/2008/08-TPOC-TB_v5_external_PW.zip [24/07/13].

Data Pengungsi dan Pencari Suaka berdasarkan Negara Asal tahun 2009 http://www.unhcr.org/static/statistical_yearbook/2009/09-TPOC-TB_v5_external_PW.zip [24/07/13].

Data Pengungsi dan Pencari Suaka berdasarkan Negara Asal tahun 2010 http://www.unhcr.org/static/statistical_yearbook/2010/10-TPOC-TB_v5_external_PW.zip [24/07/13].

Data Pengungsi dan Pencari Suaka berdasarkan Negara Asal tahun 2011 http://www.unhcr.org/static/statistical_yearbook/2011/11-TPOC-TB_v5_external_PW.zip [24/07/13].

Data statistic population online diakses melalui

www.unhcr.org/statistics/populationdatabase [31/03/13].

Indonesia Perlu Ratifikasi Konvensi Tentang Pengungsi diakses Melalui http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f351aacc4a70/indonesia-perlu-ratifikasi-konvensi-tentang-pengungsi [29/9/12].

Instrumen dasar UNHCR diakses melalui

http://himahiunhas.org/index.php/kajian-strategis/isu-isu-internasional/51-pengungsi [04/01/2013].

Imigran Ilegal Saat Diketahui Berada Di Indonesia Dikenakan Tindakan

Keimigrasian diakses melalui

http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=375&Itemid=34 [29/9/12].

Kemitraan & Pelayanan Komunitas diakses Melalui

http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/kemitraan-a-pelayanan-komunitas [10/12/12].

Konvensi tahun 1951 tentang status pengungsi diakses melalui

http://pusham.uii.ac.id/files.php?type=data&lang=id&id=12 pada tanggal [04/01/2013].


(20)

Konvensi tentang pengungsi diakses melalui www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f351aacc4a70/indonesia-perlu-ratifikasi-konvensi-tentang-pengungsi [22/04/2013].

Mandat Statelessness UNHCR diakses Melalui

http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/keadaan-tanpa-kewarganegaraan [10/12/12].

Merajut Kisah Pengungsi Vietnam di Pulau Galang diakses melalui

www.travel.kompas.com/read/2009/03/03/11194614/Merajut.Kisah.P engungsi.Vietnam.di.Pulau.Galang [15/01/13].

Penentuan Status Pengungsi diakses Melalui http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/penentuan-status-pengungsi [10/12/12].

Pencari Suaka diakses Melalui http://www.unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu/pencari-suaka [10/12/12].

Pengungsi terdampar di pulau Nias diakses melalui

http://harianandalas.com/Hukum-Kriminal/Puluhan-Pengungsi-Sri-Lanka-Terdampar-di-Nias-2-Tewas [04/09/2013].

Perlindungan Pengungsi di Indonesia diakses Melalui

http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan [10/12/12].

Populasi data online diakses melalui

www.unhcr.org/statistics/populationdatabase [31/03/13].

Relasi dengan Pemerintah & Peningkatan Kapasitas diakses Melalui

http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/relasi-dengan-pemerintah-a-peningkatan-kapasitas [10/12/12].

Solusi Jangka Panjang di Indonesia diakses Melalui

http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dan-kegiatan/solusi-jangka-panjang [10/12/12].

Sumber dana UNHCR diakses melalui www.

UNHCR.org/page/49c3646c119.html [31/03/2013].

UNHCR berperan sebagai Inisiator diakses melalui

http://www.unhcr.or.id/id/hari-pengungsi-sedunia-2012 [30/08/2013].

UNHCR berperan sebagai Fasilitator diakses melalui

http://www.unhcr.or.id/id/donasi-untuk-sekolah-dan-rumah-sakit [01/09/2013].


(21)

UNHCR memfasilitasi tenaga pengajar sukarela diakses melalui http://jrs.or.id/vacancies/english-tutor-volunteer-bogor-jawa-barat/ [01/09/2013].


(22)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas international. Integrasi tersebut mengacu pada hubungan antar negara-negara yang interdependen, dimana perilaku sebuah negara dalam komunitas internasional sangat mempengaruhi hubungan dan kondisi negara lain (Kegley, 2004: 15).

Ilmu Hubungan Internasional sebagai studi yang tidak hanya mempelajari hubungan antar negara, namun juga menekankan pada hubungan transnasional yang melibatkan masyarakat, kelompok, dan organisasi. Walaupun demikian, keberadaan sebuah negara tetap menjadi aktor penting dalam dinamika nasional. Negara sebagai aktor utama yang bertugas untuk memperjuangkan serta melindungi kehidupan warga negaranya. Ketika menyangkut kesejahteraan hidup masyarakatnya, baik di dalam maupun di luar wilayah kedaulatan negara tersebut.

Aktor negara merupakan aktor utama dalam kancah perpolitikan dunia. Namun, dewasa ini muncul aktor-aktor lain yang mempunyai peranan besar dalam menentukan stabilitas politik dunia. Aktor tersebut antara lain Organisasi Internasional yang saat ini sudah menjadi bagian dari subbidang kajian studi Hubungan Internasional. Organisasi Internasional dapat didefinisikan sebagai suatu pengaturan formal yang melintasi batas-batas nasional yang menciptakan


(23)

suatu kondisi bagi pembentukan perangkat institusional guna mendukung kerjasama diantara anggota-anggotanya dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial dan bidang-bidang lainnya .

Isu kemanusiaan dalam kurun waktu satu abad ini telah menjadi salah satu isu penting dan sentral dalam dunia internasional. Sepanjang seratus tahun terakhir banyak konflik, peperangan dan bencana alam yang berujung pada rusaknya nilai-nilai kemanusiaan. Sejak Perang Dunia pertama dan kedua di ikuti oleh perang dingin, menyusul berbagai konflik internal atau perang saudara yang merata di seluruh belahan dunia, banyak manusia dan harta benda yang menjadi korban. Salah satu dampak yang paling nyata terlihat adalah timbulnya banyak pengungsi di seluruh dunia. Akibat perang banyak warga sipil yang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya mengungsi ke wilayah atau negara lain. Para pengungsi ini berpindah ke tempat yang baru tanpa jaminan yang layak bagi segala aspek kehidupannya. Masalah pengungsi ini telah menjadi perhatian khusus dunia, dalam hal ini negara dan organisasi internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu organisasi internasional yang yang menjadi wadah kerjasama terkemuka di dunia, dan juga melihat permasalahan pengungsi ini sebagai masalah sentral dan isu internasional. Dan untuk memfokuskan perhatian dunia international terhadap perlindungan pengungsi, pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, Perancis, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Right yang merupakan hasil rancangan Economic and Social Council (ECOSOC) sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bersifat internasional.


(24)

Deklarasi tersebut berisikan hak-hak yang melekat pada diri setiap manusia sehingga mereka diakui kemanusiaannya tanpa membedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik, status sosial, kekayaan dan kelahiran. Namun deklarasi tersebut, dirasa belum cukup untuk menjamin adanya perlindungan terhadap para pengungsi di suatu negara, terutama jika terjadi konflik internal. Sehingga diperlukan respon dari dunia internasional secara langsung dalam menangani masalah perlindungan terhadap pengungsi tersebut. Untuk itulah PBB membentuk komisi khusus United High Commissioner for Refugee (UNHCR) yang mulai beroperasi menangani permasalahan pengungsi sejak 1 Januari 1951.

UNHCR merupakan organisasi internasional yang diberi mandat oleh PBB untuk melindungi dan menyelesaikan permasalahan para pengungsi. Organisasi ini bermarkas di Jenewa, dan mempunyai dua tujuan mendasar dan saling berhubungan. Pertama, melindungi pengungsi dan kedua, mencari solusi bagaimana membantu para pengungsi membangun kembali kehidupan mereka dalam lingkungan yang normal.

Ketidakstabilan politik serta konflik yang berkepanjangan di beberapa belahan dunia, utamanya di negara-negara Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Barat, dan Asia Selatan telah menciptakan ancaman atas kehidupan masyarakatnya, Sehingga penghidupan yang layak tidak dapat di peroleh lagi oleh warga negaranya dan mendorong masyarakatnya untuk melakukan perpindahan ke negara lain. Negara tujuan utama para pengungsi dan pencari suaka tersebut adalah negara-negara maju. Penyelesaian masalah immigrant illegal di wilayah Indonesia, khususnya yang mengaku sebagai pencari suaka


(25)

(asylum seeker) dan pengungsi (refugee) semakin meningkat, menurut data UNHCR pada tahun 2010 tercatat 2882 imigran gelap yang masuk ke Indonesia (diakses melaui http://www.imigrasi.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=375&Itemid=34 pada tanggal 29/11/2012 pukul 21.42 WIB).

Masuknya immigrant illegal ke wilayah Indonesia yang jumlahnya cenderung meningkat, dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, keamanan dan ketertiban masyarakat. Tidak menutup kemungkinan mereka disusupi oleh kegiatan terorisme internasional, people smuggling dan trafficking in person atau kegiatan kriminal lainnya. Untuk mencegah terjadinya hal negatif tersebut, maka penanganan immigrant illegal ini harus dilakukan dengan baik melalui pengamanan (maximum security) serta penegakan kedaulatan Negara yang berdasarkan ketentuan hukum nasional dan internasional.

Secara internasional, penanganan pengungsi diatur dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Namun Indonesia sampai dengan saat ini, belum meratifikasi keduanya. Dengan demikian pemerintah Indonesia memberikan wewenang bagi UNHCR untuk menjalankan aktivitas mandatnya di Indonesia untuk melindungi dan untuk mengatasi permasalahan pengungsi.

Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi negara tujuan bagi para pemohon suaka dan pengungsi internasional. Menurut data UNHCR, pada tahun 2011, terdapat sebanyak 4239 pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di UNHCR. Mereka berasal dari Afghanistan, Sri Lanka, Myanmar, Iran, Irak dan Somalia (diakses melalui


(26)

http://indonesia.ucanews.com/2012/07/09/imigran-gelap-banjiri-indonesia pada tanggal 31/03/2013 pukul 09.47 WIB).

Dari data tersebut, dapat kita asumsikan bahwa Indonesia merupakan tempat strategis, baik sebagai tempat mengungsi maupun sebagai tempat transit para pengungsi. Hal ini mestinya menjadi faktor yang melatarbelakangi adanya kebutuhan yang penting dan mendesak yang perlu diakomodir oleh pemerintah, karena sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang status pengungsi.

Perlindungan pengungsi merupakan jaminan bagi mereka yang teridentifikasi sebagai pengungsi yang dilindungi dari refoulement (pemulangan paksa ke negara asal mereka dimana nyawa dan kebebasan mereka terancam atau teraniaya). Pemerintah Indonesia memberikan dukungan yang besar terhadap proses suaka, hal ini didasarkan pada ketentuan Direktorat Jenderal Imigrasi pada September 2010, untuk melindungi orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR dari ketentuan refoulement atau pemulangan kembali ke negara asal, serta menjamin akses ke UNHCR dan mengizinkan mereka untuk secara sementara tinggal di Indonesia selama menunggu solusi jangka panjang.

Secara umum, pemerintah Indonesia akan mengijinkan pencari suaka untuk diproses UNHCR, yang akan menjalankan prosedur penentuan status pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD). Mereka yang teridentifikasi sebagai orang yang membutuhkan perlindungan internasional, akan dibantu oleh UNHCR dan diberi izin tinggal sementara di Indonesia oleh pemerintah selama mereka menanti solusi jangka panjang yang akan diidentifikasi oleh UNHCR.


(27)

Sejauh ini pemerintah Indonesia belum memiliki mekanisme nasional untuk menangani pengungsi dan pencari suaka. Di tingkat lapangan, aparat pemerintah kita seringkali mengalami kebingungan dalam menangani pengungsi dan pencari suaka yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Mereka dipandang sebagai immigrant illegal yang melanggar hukum imigrasi Indonesia. Mereka pun ditahan oleh otoritas imigrasi Indonesia di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Indonesia yang tersebar di 13 lokasi.

Selama ditahan, status mereka sebagai pengungsi ditentukan oleh UNHCR. Jika mereka memperoleh status sebagai pengungsi, UNHCR akan memberikan perlindungan internasional kepada mereka dengan memfasilitasi pemulangan pengungsi secara sukarela atau integrasi sosial di negara baru. Adapun perlindungan internasional yang dimaksud mencakup pencegahan pemulangan secara paksa, bantuan dalam memproses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamanan fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali (Pasal 8 Statuta UNHCR).

Pemerintah Indonesia tidak dapat menentukan sendiri status mereka karena Pemerintah Indonesia bukanlah negara pihak yang menandatangani dan meratifikasi Konvensi 1951 ataupun Protokol 1967 tentang status pengungsi. Situasi ini menjadi rumit karena penentuan status oleh UNHCR dapat memakan waktu yang sangat lama. Hal ini berimbas pada beban anggaran negara yang makin membengkak untuk memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi dan pencari suaka itu.


(28)

Di samping itu, selama menunggu proses penentuan status pengungsi oleh UNHCR, para pengungsi dan pencari suaka ditahan di Rudenim. Kondisi Rudenim tak ubahnya seperti penjara, padahal mereka bukanlah pelaku kriminal, mereka justru korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di negara asalnya. Penempatan mereka di Rudenim yang mirip penjara telah melahirkan persoalan pada pelanggaran HAM para pengungsi dan pencari suaka tersebut. Banyak di antara mereka yang mengalami tekanan psikologis dan berkeinginan kuat untuk bunuh diri atau kabur dari Rudenim. Pada tanggal 13 November 2011, sebanyak 13 pengungsi dan pencari suaka kabur dari Rudenim Tanjungpinang, seorang dari mereka gagal menembus kawat berduri Rudenim dan tewas, sementara seorang lainnya yang juga gagal kabur mengalami luka parah (http:// www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f351aacc4a70/ indonesia-perlu ratifikasi-konvensi-tentang-pengungsi Diakses tanggal 29/11/2012 pada 21.55 WIB ).

Ada beberapa instrumen hukum internasional yang menekankan pentingnya perlindungan bagi pengungsi dan pencari suaka, yaitu Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM), Konvensi 1951, dan Protokol 1967. Pasal 9, 13, dan 14 DUHAM, terhadap hak-hak dan kebebasan dasar para pengungsi dan pencari suaka. Pasal 9 DUHAM menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat menjadi sasaran penangkapan yang sewenang-wenang, penahanan atau pengasingan. Kemudian Pasal 13 DUHAM (dipertegas Pasal 12 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan tinggal di dalam batas-batas wilayah setiap negara serta meninggalkan setiap negara, termasuk negaranya sendiri, dan untuk


(29)

kembali ke negaranya. Sementara itu, Pasal 14 DUHAM menyatakan bahwa setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negara lain akibat pengejaran.

Jaminan perlindungan hak-hak pengungsi dan pencari suaka diperkuat oleh Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang status pengungsi. Kedua instrumen hukum internasional ini memberikan rincian tentang definisi dan status pengungsi, hak-hak pengungsi, termasuk hak untuk dilindungi dari pemulangan paksa atau pemulangan kembali ke negara asalnya di mana kehidupan dan kebebasan mereka terancam.

Pada lingkup nasional, instrumen atau peraturan perundang-undangan nasional sudah memberikan jaminan perlindungan bagi penghormatan dan perlindungan pencari suaka. Adapun jaminan itu tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Hak untuk mencari dan mendapatkan suaka dijamin melalui ayat 2 pasal 28G UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Pada ayat 1 juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Ayat ini secara implisit mengakui bahwa setiap orang dapat berada dalam situasi ketakutan yang mendorong dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk mengungsi dan mencari suaka dari negara lain.


(30)

Jaminan hak untuk memperoleh suaka yang ada dalam konstitusi tersebut diperkuat pasal 28 UU No. 39 Tahun 1999. Disebutkan pada pasal ini bahwa setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain. Namun hak ini tidak berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip PBB.

Demikianlah, perlindungan bagi hak-hak pengungsi dan pencari suaka mempunyai landasan hukum yang jelas, baik secara internasional maupun nasional. Meskipun demikian, sejauh ini Pemerintah Indonesia belum memiliki kebijakan yang komprehensif dalam menangani pengungsi dan pencari suaka. Hal ini berimbas pada tidak adanya koordinasi, komunikasi, dan kerjasama yang tepat dalam menangani pengungsi dan pencari suaka di antara aparat penyelenggara negara. Di samping itu, Pemerintah Indonesia sampai saat ini bukanlah negara pihak yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, sehingga Pemerintah Indonesia mengalami kesulitan dalam menangani pengungsi dan pencari suaka.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti masalah tersebut dan memilih organisasi internasional sebagai kajian bahan skripsi . Dalam penelitian ini penulis membuat skripsi dengan judul :

“Peranan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011”

Peneliti mengambil rentang waktu penelitian dimulai sejak tahun 2008, dengan batas waktu penelitian hingga tahun 2011, dengan alasan, menurut data


(31)

UNHCR pada tahun tersebut arus para pengungsi dan pencari suaka yang masuk ke wilayah Indonesia meningkat drastis, pada tahun 2008, Indonesia kedatangan hanya 726 orang pencari suaka dan pengungsi, kemudian di tahun 2011, jumlah pengungsi dan pencari suaka meningkat hingga kurang lebih dari 500 %, dengan jumlah sebanyak 4239 orang. Peningkatan kedatangan pencari suaka dari tahun ke tahun, dipicu oleh situasi di beberapa negara yang dilanda konflik berkepanjangan, sehingga memaksa mereka untuk berpindah dan mencari tempat yang lebih aman untuk kelangsungan hidup yang lebih baik. Ketertarikan peneliti terhadap penelitian ini didukung oleh beberapa mata kuliah ilmu hubungan internasional yaitu antara lain:

1. Hubungan Internasional, mata kuliah yang membahas tentang hubungan antar aktor-aktor di dunia internasional yang saling berinteraksi. Negara merupakan aktor dari hubungan internasional, namun organisasi internasional pun dapat menjadi salah satu aktor dalam hubungan internasional.

2. Isu-isu Global, mata kuliah yang membahas isu-isu yang menjadi sorotan dari para pemangku kebijakan dan sejumlah besar pemerintah, atau bahkan yang menjadi sorotan pers dunia, secara terus menerus seperti masalah hak asasi manusia, gender, lingkungan hidup dan juga terorisme.

3. Organisasi dan Administrasi Internasional, Mata kuliah ini membantu menjelaskan peranan oganisasi internasional dalam membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di sebuah negara.


(32)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana peranan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia pada tahun 2008 - 2011?”

1.2.2 Rumusan Masalah Minor

Rumusan masalah mayor kemudian diturunkan menjadi rumusan minor, dimana dalam menilai peranan sebuah organisasi dapat dilakukan dengan menekankan pada pencapaian organisasi dalam mencapai tujuannya, di mana tujuan daripada UNHCR adalah melindungi pengungsi dan mencarikan solusi dalam membantu para pengungsi membangun kembali kehidupan mereka yang normal.

Dalam mencapai sasaran atau tujuan tersebut, UNHCR menetapkan dan menjalankan program dan tentunya program-program tersebut berlandaskan kepada tujuan dari UNHCR itu sendiri. Rumusan tersebut berupa:

1. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia?

2. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh UNHCR dalam menjalankan program-programnya?

3. Sejauh mana peranan UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia ?


(33)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana peranan United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia pada tahun 2008- 2011. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia.

2. Untuk mengetahui berbagai faktor kendala yang dihadapi oleh UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. 3. Untuk mengetahui sejauh mana peranan UNHCR dalam menangani

permasalahan pengungsi dan pencari suaka yang ada di Indonesia.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Diharapkan dapat berguna untuk menguji konsep-konsep yang dipergunakan dalam studi hubungan internasional, dalam menjelaskan berbagai fenomena terkait kerjasama internasional pada pola kerjasama organisasi internasional dalam memberikan bantuan terhadap negara yang membutuhkan.


(34)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi bahan kajian lebih lanjut bagi para mahasiswa dan penggiat hubungan internasional. 2. Dapat menjadi bahan referensi, masukan, dan tambahan pengetahuan

bagi peneliti lain yang hendak mengadakan penelitian dengan tema yang relevan.


(35)

14 2.1 Tinjauan Pustaka

Menurut Erika Feller, Volker Turk, dan Francer Nicholson didalam Refugee

Protection in International law : UNHCR’s Global Consultations on Intenational Protection. Meneliti kasus tentang pengungsi dan pencari suaka yang berada di Indonesia dengan tujuan suaka ke Australia. UNHCR sebagai organisasi internasional tentu saja memiliki fungsi dan peranan sebagai sebuah organisasi internasional yang mengatur permasalahan pengungsi maupun pencari suaka. Menurut Konvensi 1951 tentang status pengungsi dan Protokol 1967 dalam menjalankan mandatnya, UNHCR berperan sebagai sebuah sarana ataupun aktor netral bagi Indonesia dan Australia untuk menyelesaikan permasalahan pencari suaka secara langsung ataupun secara tidak langsung melalui beberapa langkah, tahap, ataupun proses dalam program penanganan permasalahan pencari suaka (Feller, 2003:3)

Sedangkan dalam penelitian ini, UNHCR sebagai organisasi internasional menempatkan posisinya sebagai mitra kerja Indonesia dalam menangani permasalahan pengungsi dan pencari suaka yang berada di Indonesia dengan memberikan perlindungan dan jaminan keselamatan selama berada di Indonesia, dan mencarikan solusi terbaik bagi mereka yang terdaftar sebagai pengungsi yang sesuai dengan statuta UNHCR. Sekaligus, UNHCR menjadi badan yang memproses permintaan status pengungsi di Indonesia di karenakan Indonesia


(36)

belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang status pengungsi dan Protokol 1967 dan Indonesia tidak memiliki kerangka hukum dan sistem penentuan pengungsi yang jelas di Indonesia.

Menurut Aris Pramono dalam penelitiannya yang berjudul “Peran UNHCR

dalam penanganan pengungsi Rohingya di Bangladesh” menyatakan bahwa kasus

etnis Rohingya yang pada awalnya hanya kasus domestik Myanmar, kemudian menjadi kasus yang diangkat ke forum internasional dan menjadi salah satu agenda yang harus dibahas dan dicari penyelesaiannya oleh masyarakat internasional. Aktor internasional yang berperan dalam kasus ini salah satunya adalah UNHCR, yang merupakan organisasi PBB yang memberikan perlindungan dan bantuan kepada pengungsi di dunia. Dalam penanganan pengungsi Rohingya, UNHCR berperan sebagai inisiator setelah pemerintah Bangladesh meminta bantuan UNHCR untuk menangani pengungsi Rohingya yang masuk ke negaranya. Sejak tahun 1992, UNHCR telah menjalankan peranannya sebagai penasihat, koordinator, dan pengawas perlindungan bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi Rohingya walaupun Bangladesh bukan negara penandatangan Konvensi tahun 1951 mengenai status pengungsi, UNHCR tetap menjawab panggilan tersebut dan turun tangan membawa bantuan-bantuan kemanusiaan, sebagai bagian dari pelaksanaan mandat yang di embannya.

Menurut Putri K.T.M dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan UNHCR dalam menangani Krisis Pengungsi Bhutan di Nepal rada tahun 2000-2004” menyatakan bahwa krisis pengungsi Bhutan yang terjadi di Nepal akibat kegagalan usaha bilateral diantara kedua negara tersebut untuk dapat menangani


(37)

permasalahan pengungsi. Dengan itu UNHCR diminta untuk menjalankan perananannya sebagai penasihat, koordinator, dan pengawas perlindungan bantuan kemanusiaan bagi para pengugsi. Nepal sebagai Host Coutry membutuhkan bantuan, terutama material untuk memenuhi kebutuhan pengungsi yang memasuki wilayah negaranya sejak tahun 1991. Maka dari itu, kehadiran UNHCR sangatlah dibutuhkan, mengingat ketika itu Nepal sedang dilanda kemiskinan serta tingkat pengangguran yang tinggi di negara tersebut, sehingga sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan untuk para pengungsi. Walaupun Nepal bukanlah negara penandatangan Konvensi 1951 mengenai status pengungsi, namun UNHCR tetap menjawab panggilan tersebut dan turun tangan membawa bantuan-bantuan kemanusiaan yang dibutuhkkan agar tidak terjadi krisis pengungsi yang berkepanjangan, sebagai bagian dari pelaksanaan mandat yang diembannya.

Sedangkan dalam penelitian ini, kehadiran operasional UNHCR dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia dimulai sejak adanya manusia perahu Vietnam yang berdatangan pada tahun 1970-an. Dan UNHCR menerima kesepakatan tertulis dengan pemerintah Indonesia untuk membuka kantor cabang di Jakarta pada 15 Juni 1979 (sekarang menjadi kantor perwakilan regional) dan Indonesia menyetujui untuk mendirikan suatu pusat pemrosesan regional untuk membantu pemukiman kembali para pencari suaka di Pulau Galang. Krisis pengungsi yang datang ke Indonesia kembali terjadi antara Tahun 2000 hingga 2002 dengan jumlah kira-kira 3500 pencari suaka yang dicegat oleh petugas kepolisian perairan Indonesia dalam perjalanannya ke Australia, dengan mayoritas mereka berasal dari negara yang sedang dilanda


(38)

konflik atau perang diantaranya Afghanistan, Iran, dan Irak. Dan pada 30 september 2002, Direktur Jenderal Imigrasi Indonesia mengeluarkan surat edaran yang berisi kesepakatan Indonesia dalam bekerjasama dengan UNHCR dengan memberikan akses masuk wilayah Indonesia, merujuk para pencari suaka ke UNHCR dan mengizinkan mereka untuk tinggal di Indonesia sampai ada keputusan mengenai statusnya (Jaquement,2004:17).

Menurut penelitian Anita Robets tentang “Asylum Seekers timur tengah di Indonesia dari perspektif Republik Indonesia”, Persoalan aliran asylum seekers pada saat ini melibatkan baik instansi domestik maupun instansi internasional. Dengan demikian seharusnya ada upaya nasional dan regional untuk mengkajikan efek-efek aliran ini atas negara masing-masing. Australia sebagai negara tujuan aliran migrant irregular ini harus ambil langkah langkah yang sesuai dengan tindakan-tindakan RI. Bekerjasama dalam jiwa Regional Cooperative Model benar-benar dibutuhkan untuk semua yang terlibat, khususnya untuk penanganan dalam memberikan perlindungan terhadap para asylum seekers dan pengungsi itu sendiri (Robets,2007:11).

Menurut lembar fakta no. 20 yang di terbitkan oleh Pusat Studi Hak asasi manusia (PUSHAM) UII yang berjudul “Hak asasi manusia dan Pengungsi”, bahwa pencari suaka dan pengungsi mempunyai hak dan kebebasan untuk mendapatkan perlindungan internasional dan memutuskan keluar dari negaranya untuk mencari tempat yang lebih aman yang didasari rasa takut atas penindasan yang mengancam keselamatan dari negara asalnya. Dengan demikian maka perlindungan bagi pengungsi harus dilihat dalam konteks perlindungan hak asasi


(39)

manusia yang lebih luas. Penanganan pengungsi ini terutama di dorong oleh rasa kemanusiaan untuk memberikan perlindungan dan membantu para pengungsi. Hal ini dilakukan karena mereka keluar dari negaranya dan tidak mendapat perlindungan dari negaranya.

Dalam penelitian ini, Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nila-nilai kemanusiaan, sadar akan keberadaan para pencari suaka yang berada di Indonesia yang mencari perlindungan serta jaminan keselamatan yang kian bertambah, untuk itu Indonesia berkomitmen dalam memberikan perlindungan terhadap mereka serta meningkatkan kerjasama antar negara sumber, negara transit, negara tujuan dan organisasi internasional terkait (UNHCR dan IOM) yang terwujud dalam Konferernsi Regional Tingkat Menteri pada tahun 2002 yang dinamakan The Bali Proses, dengan tujuan untuk dapat mengetahui penyebab kedatangan massal para pencari suaka, membangun manajemen perbatasan negara anggota dan kapasitas kontrol negara, serta mencegah dan memerangi dari tindak penyelundupan dan perdagangan manusia.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Hubungan Internasional

Hubungan Internasional dilaksanakan melalui banyak jalur di samping jalur pemerintah. Sebagai aktor dalam politik global negara juga tidak selalu bertindak sebagai aktor yang unitary dan kelompok-kelompok yang ada di dalamnya tidak selalu bertindak secara koheren. Selain negara pun ada banyak aktor lain seperti perusahaan multinasional, organisasi internasional (Jemadu, 2008:46).


(40)

Hubungan internasional yang pada dasarnya merupakan studi mengenai interaksi lintas batas negara oleh state actor maupun non-state actor memiliki berbagai macam pengertian. Dalam buku “Pengantar Ilmu

Hubungan Internasional” Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad

Yani menyatakan bahwa:

"Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar (Perwita & Yani. 2005: 3-4)”. Hubungan yang biasanya dilakukan masyarakat ini biasanya dilakukan dalam pasar internasional yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintahannya dan kekayaan serta kesejahteraan warga negaranya. Guna memahami seberapa pentingnya ilmu hubungan internasional, diperlukan adanya pemahaman mengenai apa yang pada dasarnya terjadi dalam negara, permasalahan maupun karakteristik dari suatu negara, apa dampaknya, seberapa penting dan bagaimana kita harus memahami isu keterlibatan organisasi internasional di Indonesia (Robert & Sorensen, 2005:5).

Berakhirnya perang dingin telah mengakhiri sistem bipolar dan berubah pada multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan yang bernuansa militer kearah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi di antara negara-negara di dunia. Pasca perang dingin, isu-isu hubungan internasional yang sebelumnya lebih terfokus pada isu-isu high politics (isu


(41)

politik dan keamanan) meluas ke isu-isu low politics (isu-isu HAM, ekonomi, lingkungan hidup, dan terorisme) (Perwita dan Yani, 2005: 7).

Pada dasarnya, ilmu hubungan internasional lebih mencakup kepada segala macam hubungan-hubungan antar bangsa di dalam lingkungan masyarakat dunia, dengan adanya kekuatan-kekuatan didalam proses mempertahankan pola hidup, pola bertindak dan pola berpikir manusia, bagi suatu unit politik internasional. Studi ini merupakan bagian dari ilmu yang lebih luas yaitu ilmu politik, dan menitik beratkan kepada pentingnya studi fenomena-fenomena politik pada peringkat global, serta kepada permasalahan terkait dengan perlindungan hak asasi manusia dalam hal ini para pengungsi yang menjadi korban dari berbagai dampak fenomena global yang terjadi pada saat ini, diantaranya bencana alam, konflik internal, perang dan ketidakstabilan politik dalam suatu negara sehingga terjadinya mobilisasi penduduk dan berbagai isu lainnya yang berkaitan dengan interaksi antara United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai organisasi internasional dengan pemerintah Indonesia yang menjadi negara transit para pengungsi dalam memberikan bantuan perlindungan internasional serta memberikan solusi dalam menangani permasalahan pengungsi dan pencari suaka.

2.2.2 Organisasi Internasional

Organisasi-organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antar-bangsa untuk adanya wadah serta alat untuk melaksanakan kerja sama internasional. Sarana untuk


(42)

mengkoordinasikan kerjasama antar-negara dan antar-bangsa kearah pencapaian tujuan yang sama dan yang perlu diusahakan secara bersama-sama. Salah satu kajian utama dalam studi hubungan internasional adalah organisasi internasional yang juga merupakan salah satu aktor dalam hubungan internasional (Perwita & Yani, 2005:91).

Teuku May Rudi mendefinisikan organisasi internasional dalam bukunya “Organisasi dan Administrasi Internasional” sebagai berikut:

“Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah, maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda (Rudy, 2005:3)”.

Berdasarkan definisi diatas, maka organisasi internasional kurang lebih harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melingkupi batas-batas negara. 2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama.

3. Mencakup hubungan antar pemerintah maupun non pemerintah. 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.

5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan (Rudy, 2005:3). Sedangkan menurut Michael Hass dalam buku Perwita dan Yani

“Pengantar Hubungan Internasional”, Pengertian organisasi internasional memiliki dua pengertian yaitu:

“Pertama, organisasi internasional sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat dan waktu pertemuan. Kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana


(43)

tidak ada aspek non lembaga dalam istilah organisasi internasional ini (Perwita dan Yani, 2005:93)”.

Menurut Clive Archer dalam bukunya International Organizations, organisasi internasional berasal dari dua kata organisasi dan internasional yang berarti aktivitas-aktivitas antara individu-individu dan kelompok-kelompok di negara lain serta juga termasuk hubungan intergovernmental yang disebut dengan hubungan transnational (Perwita dan Yani, 2005 ; 92).

Dari definisi diatas, sangat jelas bahwa UNHCR merupakan suatu organisasi internasional yang mempunyai tujuan dan fungsi khusus yakni UNHCR sebagai Organisasi yang mendapat mandat khusus dari Majelis Umum PBB untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan perlindungan untuk para pengungsi akibat perang ataupun bencana alam. Komisioner Tinggi PBB urusan pengungsi dipilih melalui sidang umum PBB setiap lima tahun. Saat ini António Guterres menjabat sebagai Komisioner Tinggi PBB untuk urusan pengungsi periode 2010-2015, dengan jumlah staff-nya berjumlah lebih dari 7,685 orang di 125 negara dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada jutaan pengungsi (diakses melalui http://www.unhcr.or.id/id/tentang-unhcr/komisioner-tinggi-unhcr pada tanggal 30/08/2013 pukul 23.00 WIB).

Menurut Schmitz, Hans, Peter, dan Sikkink, Kathryn “International Human Right” Walter Carlsnaes, Thomas Risse, dan Beth A. Simmons, dalam Handbook of International Relation, mengungkapkan organisasi internasional tidak hanya berkutat dengan isu high politic, namun juga isu ekonomi dan sosial. Sifat dari aktifitas OI juga melintasi batas wilayah


(44)

kenegaraan hingga dalam pengertian tradisional sering disamakan dengan institusi formal yang beranggotakan negara. Spesifikasi terhadap OI terbagi dalam beberapa kategori, antara lain adalah :

1. Berdasarkan keanggotaan :

1) Universal Membership, yaitu organisasi internasional yang

memiliki open-door policy seperti PBB yang sesuai dengan bab II, pasal 4 (1) pada Piagam PBB yang mempersilahkan negara-negara yang mengusung perdamaian dunia untuk menjadi anggota organisasi tersebut.

2) Limited Membership, yaitu organisasi internasional yang

menjadikan sebuah kriteria objektif sebagai dasar dalam membangun batasan atas partisipator yang dapat terlibat dalam sebuah IGO, contohnya Liga Arab (terbatas pada negara-negara berbahasa Arab).

2. Berdasarkan Purpose :

1) Multi or General Purpose Organization, yang memiliki kapabilitas untuk menangani lebih dari satu bahkan seluruh isu internasional (politik, ekonomi, sosial dan keamanan) dalam satu kawasan geografis yang mempengaruhi anggotanya, contohnya Organization of African Unity (OAU).

2) Narrow Mandated IGOs, OI yang deskripsi pekerjaannya terfokus


(45)

menganalisa itu, baik militer, ekonomi, atau sosial, contohnya WHO (World Health Organization).

Berdasarkan kategori diatas, maka UNHCR masuk kedalam Kategori OI dengan berkeanggotaan Universal dengan Mandat Khusus. Dari kategorisasi tersebut dapat dilihat bahwa UNHCR adalah sebuah OI dengan lebih dari satu atau dua negara sebagai anggotanya yang memiliki satu visi yang sama dan memfokuskan tugasnya, yaitu untuk menangani permasalahan pengungsi dunia. Para anggota merupakan representative dari negaranya yang tidak terikat dengan kondisi politik negaranya, sehingga UNHCR dan aktifitas yang dijalankannya dapat bersifat non-politis, dan sepenuhnya berkonsentrasi pada tugas-tugas kemanusiaan (Schmitz, 2002:2).

2.2.2.1 Peranan Organisasi Internasional

Peranan organisasi internasional dapat digambarkan sebagai individu yang berada dalam lingkungan masyarakat internasional. Sebagai anggota masyarakat internasional, organisasi internasional harus tunduk pada peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Selain itu, melalui tindakan anggotannya, setiap anggota tersebut melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuannya (Perwita dan Yani, 2005:29). Maka dapat dikatakan peranan UNHCR sebagai organisasi internasional adalah menjalankan fungsinya sebagai suatu organisasi internasional yang difokuskan pada urusan kemanusiaan dengan memberikan perlindungan internasional terhadap


(46)

para pengungsi dan pencari suaka dan membantu pemerintah dalam menangani permasalahan pengungsi.

Negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan suatu organisasi internasional berhak meminta bantuan berupa saran, rekomendasi atau aksi langsung berkaitan dengan masalah-masalah dimana pemerintah tidak dapat mengambil resiko dengan hanya bertindak melalui kebijakan nasionalnya. Bahkan saat ini organisasi internasional dapat mempengaruhi tingkah laku negara secara tidak langsung, dimana kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan suatu masyarakat dunia untuk bekerjasama dalam menangani suatu permasalahan.

Peranan organisasi internasional terbagi dalam 3 (tiga) kategori, adalah sebagai berikut :

1.) Sebagai instrumen, yaitu organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.

2.) Sebagai arena. organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya yang membahas dan membicarakan masalah masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negerinya, ataupun mengangkat masalah dalam negeri orang lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.


(47)

3.) Sebagai aktor independen. organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi (Archer dalam Perwita & Yani, 2005 : 95).

Jelas di atas bahwa suatu organisasi Internasional hanya bisa melakukan tugas dan fungsinya dengan mengambil keputusan dari tubuh organisasi internasional terkait. Dengan demikian semakin jelas bahwa organisasi internasional merupakan non-state actor (Aktor Non Negara) yang mempunyai kedudukan dalam sistem internasional.

Peranan organisasi internasional saat ini telah menjadi aktor dalam kancah hubungan internasional, karena peranannya sebagai sebuah wadah atau instrument bagi koalisi antar anggota atau koordinasi kebijakan antar pemerintah, seperti sebagaimana peranan UNHCR di Indonesia yang menjadi mitra kerjasama pemerintah dalam memberikan perlindungan serta mengurusi proses suaka dalam mencarikan negara baru bagi para pengungsi.

2.2.3 Kerjasama Internasional

Kerjasama Internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat yang saling tergantung satu dengan yang lain. Dalam melakukan kerjasama ini dibutuhkan suatu wadah yang dapat memperlancar kegiatan kerjasama tersebut. Tujuan dari kerjasama ini ditentukan oleh persamaan kepentingan dari masing-masing pihak yang terlibat. Kerjasama internasional dapat terbentuk karena kehidupan internasional meliputi bidang, seperti


(48)

ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 34).

Dalam usaha sebuah negara untuk menyelesaikan suatu masalah yang bersifat regional maupun internasional bisa diselesaikan bersama dengan kerjasama, dalam kerjasama ini terdapat kepentingan-kepentingan nasional yang bertemu dan tidak bisa dipenuhi di negaranya sendiri. Kerjasama menurut Holsti :

“Kerjasama yaitu proses-proses dimana sejumlah pemerintah saling mendekati dengan penyelesaian yang diusulkan, merundingkan atau membahas masalah, mengemukakan bukti teknis untuk menyetujui satu penyelesaian atau lainnya, dan mengakhiri perundingan dengan perjanjian atau perundingan tertentu yang memuaskan kedua belah pihak” (2011: 209)”.

Sedangkan kerjasama internasional menurut Kartasasmita dijelaskan dalam bukunya Administrasi Internasional adalah kerjasama internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya hubungan interdependensi dan bertambahnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional (Kartasasmita, 2002: 19).

Seperti yang dilakukan organisasi UNHCR dengan pemerintah Indonesia, kerjasama yang di jalin adalah untuk membantu pemerintah Indonesia dalam penanganan masalah pengungsi dan pencari suaka karena Indonesia sampai saat ini bukanlah negara pihak yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri (Perwita dan Yani, 2005; 33).


(49)

Menurut Muhadi Sugiono ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kerjasama internasional;

“Pertama, negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil. Kedua, kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara – negara anggotanya , tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri (Sugiono, 2006: 6)”.

Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

Pada perkembangannya, kerjasama internasional kini tidak hanya dilakukan oleh negara dengan negara saja, tetapi aktor lain seperti organisasi internasional, individu dan organisasi non-pemerintah dapat melakukan kerjasama internasional, dan aktor-aktor tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan sendiri dalam melaksanakan kerjasama internasional. Seperti


(50)

UNHCR bekerjasama dengan pemerintah Indonesia guna membantu beban berat yang mesti ditanggung negara transit (Indonesia) untuk dapat menampung dan memenuhi seluruh kebutuhan hidup, serta memberikan perlindungan internasional terhadap para pengungsi. Selain itu adanya Konferensi Regional Tingkat Menteri “The Bali Process” yang diikuti oleh lebih dari 50 negara anggota dan beberapa organisasi internasional diantaranya UNHCR dan IOM, merupakan bentuk adanya kerjasama internasional yang terjalin antara negara dan organisasi internasional dengan tujuan untuk memfokuskan pemberian perlindungan terhadap para pengungsi serta pengembangan manajemen perbatasan negara anggota.

2.2.4 Pengungsi dan Pencari Suaka

Ada banyak definisi tentang pengungsi, dari yang paling sempit sampai yang paling luas. Apabila dilihat dari definisi secara harfiah atau bahasa, istilah pengungsi internasional adalah mereka yang lari dari suatu daerah, yang karena ruang lingkupnya internasional, maka mereka melarikan diri dari suatu negara untuk kemudian memasuki wilayah negara lainnya untuk mencari pengungsian. Adapun syaratnya mereka dikatakan sebagai pengungsi internasional secara harfiah adalah mereka haruslah melewati batas wilayah suatu negara ke negara lainnya. Karena apabila mereka tidak melewati batas wilayah negaranya maka bisa dikatakan sebagai pengungsi lokal. Secara harfiah, istilah ini tidak dibedakan alasan mereka pergi dari negaranya, apakah karena alasan perang, bencana alam, ataupun karena alasan ekonomi. Istilah ini menjadi berbeda apabila didefinisikan secara legal atau hukum.


(51)

Adapun faktor-faktor pendorong yang menyebabkan mereka pergi untuk mengungsi keluar negaranya antara lain :

a. Konflik yang berkepanjangan di negara asal terkait dengan aspek politik, keamanan, sukuisme, dll.

b. Keadaan ekonomi dan kampung halaman yang buruk sebagai akibat dari konflik tersebut (keinginan untuk memperoleh kehidupan yg lebih baik).

c. Bujukan dari agen penyelundupan manusia.

Menurut konvensi PBB tentang pengungsi 1951 pengertian pengungsi adalah: “(setiap orang yang) yang mempunyai alasan ketakutan dianiaya dengan alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik, karena alasan ketakutan tersebut, mereka memilih untuk berada di luar negara kewarganegaraannya karena negara tidak dapat menjamin perlindungan atas mereka, sehingga mereka tidak memiliki kewarganegaraan dan berada di luar negara asalnya sebagai akibat dari peristiwa tersebut, timbul ketakutan dan tidak ingin kembali ke negara asalnya”

Yang dimaksud pengertian pengungsi diatas adalah orang-orang yang dipojokan atau dikesampingkan karena alasan-alasan ras, kepercayaan, nasionalitas, maupun anggota dari suatu kelompok sosial atau politik; yang berada diluar negaranya dan tidak memiliki kekuatan untuk melawan dan pemerintah negaranya tidak mampu melindungi dirinya dari perlakuan-perlakuan tersebut. Namun tidak semua orang yang berada dalam keadaan tersebut dapat dikatakan sebagai pengungsi (diakses melalui http://unhcr.org.au/unhcr/index.php?option=com_content&view=article&id= 179&Itemid=54 pada tanggal 30/08/2013 pukul 23:49 WIB).


(52)

Status pengungsi yang sah diberikan oleh badan khusus PBB yaitu UNHCR. Proses yang dibutuhkan seseorang untuk memperoleh status sebagai pengungsi membutuhkan waktu yang sangat lama dan prosedur administrasi yang berbelit-belit, karena itu banyak dari pengungsi memutuskan untuk pergi dan memasuki wialayah negara lain tanpa memiliki surat keterangan pengungsi dari UNHCR. Orang atau kelompok inilah yang dikategorikan sebagai Immigrant Illegal, walaupun sebenarnya mereka adalah bagian dari pengungsi yang tidak dapat kembali ke negara asalnya karena faktor-faktor yang telah disebutkan diatas.

Immigrant Illegal atau imigran gelap yang berstatus pengungsi adalah mereka yang meninggalkan negaranya untuk mendapatkan perlindungan di negara lain dikarenakan dirinya tidak mendapatkan perlindungan di negara asalnya. Pengungsi berhak mendapatkan perlindungan hukum atas hak-hak dan kebebasannya. Perlindungan lainnya bagi pengungsi adalah adanya prisip non-refoulment dan non rejection at the frontier yang melarang semua negara peserta Konvensi tentang status pengungsi 1951 untuk mengembalikan pengungsi ke negara asalnya selama jiwanya masih terancam.

Selain pengungsi, orang atau kelompok yang paling banyak menyebabkan Immigrant Illegal adalah pencari suaka, pada faktanya suaka merupakan bentuk perlindungan yang diberikan kepada seseorang yang menghadapi penuntutan yang nyata karena alasan-alasan selain dari tindak kejahatan umum, kejahatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip PBB.


(53)

Kata ”asylon” dalam bahasa Yunani atau ”asylum” dalam bahasa latin berarti sebuah tempat terhormat dimana seorang yang sedang dikejar berlindung. Berdasarkan alasan baik itu agama dan sipil, hak memberikan perlindungan ini diberikan kepada tempat-tempat ibadah dan kepada negara terhadap seorang warga negara asing yang berada dalam status buronan tanpa mempertimbangkan jenis perbuatan kriminal atau pelanggaran yang telah dilakukannnya. Sehingga, dalam waktu yang lama, kejahatan kejahatan umum (ordinary crime) tidak dapat diekstradisikan. Baru sejak abad ke tujuh belas beberapa ilmuwan termasuk ahli hukum dari Belanda Hugo Grotius membedakan antara kejahatan bersifat politik dan kejahatan umum, selanjutnya status Asylum hanya dapat digunakan oleh mereka yang menghadapi penuntutan (prosecution) karena alasan politik dan keagamaan. Sampai dengan pertengahan abad ke sembilan belas hampir semua Perjanjian Ekstradisi mengakui prinsip non-Ekstradisi terhadap pelaku kejahatan politik, namun dengan pengecualian terhadap mereka yang melakukan kejahatan kejahatan terhadap kepala negara (Soeprapto,2004:38).

Dalam buku “Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional” Sulaiman Hamid mengungkapkan bahwa :

”Suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada individu yang memohonnya dan alasan mengapa individu-individu itu diberikan perlindungan adalah berdasarkan alasan prikemanusiaan, agama, diskriminasi ras, politik dan sebagainya”(2002:25).


(54)

Dalam artikel 1 Draft Konvensi tentang teroterial Asylum yang disusun oleh United Nations Group of Experts ditegaskan, kriteria bagi seseorang yang bisa mendapatkan suaka, yaitu :

Sebagai negara peserta, yang berperan dalam urusan internasional dan kemanusiaan, akan mengupayakan yang terbaik untuk memberikan suaka di wilayahnya kepada setiap orang yang didasari ketakutan atas: a. penganiayaan karena alasan ras, agama, kebangsaan,

keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu, atau pendapat politik, atau untuk alasan berjuang melawan apartheid atau kolonialisme.

b. penuntutan atau hukuman yang berat atas tindakan yang timbul dari salah satu keadaan yang terdaftar di bawah (a);

yang menyebabkan tidak mau kembali ke negara asalnya.

Definisi tersebut mempunyai persamaan makna dari definisi pencari suaka menurut UNHCR, pencari suaka adalah :

“Seseorang yang telah membuat klaim bahwa dia adalah seorang pengungsi, dan sedang menunggu proses penerimaan status atas klaim tersebut. Istilah ini menggambarkan bahwa seseorang telah mendapatkan tempat tinggal sementara selama proses klaim tersebut” Dari beberapa definisi diatas, pencari suaka adalah seorang pengungsi yang sedang menunggu persetujuan mengenai permintaan yang telah dibuatnya dari negara tujuan, yang mana seseorang atau kelompok tersebut meninggalkan dari negara asalnya dikarenakan mereka merasa tidak nyaman atas kelangsungan hidup mereka di negara asalnya yang disebabkan dari ketidakstabilan politik, konflik yang berkepanjangan, pelanggaran HAM dan lain sebagainya (diakses melalui www.unhcr.org/509a836e9.pdf pada tanggal 31/08/2013 pukul 01.50 WIB).

2.2.4.1 Perbedaan antara Pengungsi dan Pencari Suaka

Pengungsi (refugee) adalah status personal yang diberikan kepada seseorang berdasarkan hukum internasional yang berlaku,


(55)

sehingga seseorang dengan status sebagai pengungsi memiliki hak dan kewajiban tertentu sebagaimana diatur oleh hukum internasional. Sedangkan pencari suaka adalah seseorang yang kepadanya prinsip dasar suaka diberlakukan. Seorang penerima suaka pada akhirnya dapat diberikan status sebagai pengungsi.

Dalam prakteknya batasan antara pengungsi dan pencari suaka sangat kabur, terutama dalam kondisi dimana terdapat pencari suaka dalam jumlah yang sangat besar, kedua status sebagai pengungsi dan pencari suaka seringkali melekat pada orang yang sama. Status sebagai pengungsi merupakan tahap berikut dari proses pencarian suaka di luar negara asal seorang pengungsi sekaligus adalah seorang pencari suaka, karena sebelum seseorang diakui sebagai pengungsi, dia adalah seorang pencari suaka, sebaliknya pencari suaka belum tentu seorang pengungsi. Pencari suaka baru menjadi pengungsi setelah diakui statusnya oleh instrument hukum internasional dan hukum nasional (Soeprapto,2004: 20).

Seorang pencari suaka yang meminta perlindungan akan dievaluasi melalui prosedur penentuan status pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD), yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview tersebut akan melahirkan alasan-alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah


(56)

status pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu buah kesempatan untuk meminta banding atas permintaannya akan perlindungan internasional yang sebelumnya ditolak.

2.2.5 Pendekatan HAM dan Hukum Internasional dalam konteks urusan pengungsi.

Hak asasi manusia merupakan kebebasan yang didapatkan oleh semua individu sebagai manusia. Hak asasi manusia dilindungi melalui sistem kesepakatan, konvensi, resolusi dan deklarasi di tingkat internasional dan juga melalui hukum kebiasaan internasional.

Menurut buku Human Rights: A Basic Handbook for UN Staff, OHCHR, UN Staff College Project yang di kutip dari International Human Right Training Programs, memberikan pemahaman bahwa :

“Hak asasi manusia dapat dipahami sebagai hak yang melekat pada manusia. Konsep hak asasi manusia mengakui bahwa setiap satu manusia berhak untuk menikmati hak asasi manusianya tanpa perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal usul nasional atau sosial, harta benda, kelahiran atau status lain. Hak asasi manusia dengan sah dijamin oleh hukum hak asasi manusia, yang melindungi individu dan kelompok dari tindakan-tindakan yang mencampuri kebebasan mendasar dan martabat manusia (2000:3)”.

Menurut Demos atau Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam buku manualnya yang berjudul “Mengintegrasikan Pendekatan Berbasis Hak dalam Fungsi-fungsi Legislatif”, memberikan pemahaman bahwa :

“Hak asasi manusia adalah hak dan kebebasan yang setiap orang punya dari sejak lahir. Hak asasi manusia bukan hak istimewa, yang perlu


(57)

dimenangkan, dan hak asasi manusia berlaku sama untuk setiap orang, tanpa memperdulikan usia, jenis kelamin, ras, etnik, kekayaan atau kedudukan sosial. Karena hak asasi manusia adalah hak yang tidak dapat diambil dari siapapun (2010:52)”.

Menurut Flowers, N. dalam bukunya yang berjudul The Human Rights Education Handbook: Effective Practices For Learning, Action, and Change, memberikan pandangan bahwa :

“Hak Asasi manusia didasari pada pemahaman bahwa setiap orang berhak mendapat penghormatan atas harkat dan martabat mereka tanpa pembedaan berdasarkan usia, budaya, kepercayaan, latar belakang etnis, ras, gender, orientasi seksual, bahasa, kekurangan fisik, maupun strata sosial. Hak asasi manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tak terpisah, termasuk diantaranya hak sebagai warga negara, hak politik, sosial, ekonomi, serta hak kolektif (2000:56)”.

Maka pendekatan HAM dalam urusan pengungsi, setidaknya berhubungan dengan tiga hal. Pertama, perlindungan terhadap penduduk sipil akibat konflik bersenjata. Kedua, perlindungan secara umum yang diberikan kepada penduduk sipil dalam keadaan biasa. Ketiga, perlindungan terhadap pengungsi baik IDP’s maupun pengungsi lintas batas (Koesparmo,2007:6-7). Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia yang diakui secara universal dapat langsung diterapkan pada pengungsi. Hal ini termasuk hak untuk hidup, perlindungan dari penyiksaan dan perlakuan buruk, hak atas kewarganegaraan, hak untuk bebas bergerak, hak untuk meninggalkan setiap negara, dan hak untuk tidak dipulangkan secara paksa. Dan pendekatan hukum internasional dalam konteks urusan pengungsi telah meletakan kewajiban dasar terhadap tingkah laku negara dalam melaksanakan perlindungan internasional. Tindakan yang bertentangan dengannya akan melahirkan tanggung jawab internasional yang mana


(1)

tentang HAM , maka negarapun harus menghormati hak-hak dasar dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan damai maupun perang, yaitu hak untuk hidup. Oleh karena itu, pemberian suaka merupakan tindakan yang harus diterima sebagai tindakan damai dan humaniter dan tidak boleh dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat terhadap para pengungsi dan pencari suaka. Setidaknya ada dua keuntungan yang diperoleh Indonesia jika meratifikasi. Pertama, pemerintah dapat menentukan sendiri status para pengungsi dan pencari suaka. Sehingga pemerintah dapat terlibat langsung dan berkontribusi dalam penanganan masalah ini sesuai kepentingan nasional. Dapat dipastikan juga bahwa pencarian suaka tidak dijadikan selubung bagi pelarian orang yang terlibat tindak pidana dan kejahatan menurut hukum internasional. Kedua, pemerintah dapat mendapat bantuan dan kerjasama internasional terkait penguatan kapasitas nasional dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka. Sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan dengan komprehensif. Selain itu beban penanganan pengungsi dan pencari suaka tidak ditanggung seluruhnya oleh pemerintah. Tapi juga ditopang oleh solidaritas dan kerjasama dengan komunitas internasional.


(2)

109 5.1 Kesimpulan

Dalam menangani para pengungsi dan pencari suaka yang berada di Indonesia, UNHCR menjadi aktor penting dalam penanganan masalah ini, yang mana UNHCR telah berusaha menjalankan mandatnya dengan berbagai upaya – upaya penanganan dalam memberikan perlindungan internasional terhadap pengungsi atau pencari suaka, yakni dengan

1. Memberikan jaminan bagi mereka yang teridentifikasi sebagai pengungsi yang dilindungi dari refoulment atau pemulangan paksa ke Negara asal mereka dimana nyawa dan kebebasan mereka terancam dan teraniaya, serta mencarikan solusi jangka panjang bagi masa depan para pengungsi dengan mengupayakan penempatan di Negara ketiga, ataupun membantu proses pemulangan sukarela ke negara asal.

2. Dalam proses menunggu keputusan akhir dari realisasi solusi jangka panjang, UNHCR menjamin para pengungsi dan pencari suaka dengan memfasilitasi segala kebutuhan dasar mereka, serta pelayanan pendidikan, kursus bahasa, layanan konseling, pelayanan kesehatan, dll.

3. Disamping melakukan tugas-tugasnya di Indonesia, UNHCR terus mengupayakan hak-hak pengungsi dengan memberikan masukan, yang mencakup proses langkah demi langkah, pemberian dukungan bagi


(3)

pemerintah dalam mengembangkan mekanisme untuk secara efektif mengatasi permasalahan dalam perlindungan pengungsi dan isu-isu migrasi tercampur dalam rangka menuju aksesi terhadap Konvensi 1951 dan protokol 1967, Dimana Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi kedua instrument hukum tentang penentuan status pengungsi tersebut.

4. UNHCR bekerjasama dengan pemerintaah Indonesia dalam penanganan pengungsi, dengan mensosialisasikan pedoman penanganan pemerintah ketika menemukan para pengungsi dan pencari suaka diperbatasan, sebelum akhirnya di serahkan ke UNHCR berupa pelatihan kepada staff imigrasi dan POLRI.

5. Disamping upaya-upaya yang dilakukan UNHCR dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, terdapat pula faktor-faktor yang menghambat mekanisme penanganannya tersebut, diantaranya Indonesia bukan Negara yang ikut meratifikasi Konvensi 1951 tentang status pengungsi dan Protokol 1967, dan tidak ada kerangka hukum nasional yang memadai untuk melaksanakannya di tingkat operasional, misalnya tidak ada prosedur administrasi keimigrasian secara spesifik, tidak ada ketentuan tentang izin tinggal temporer, mekanisme penanganan dan proses evaluasinya. oleh karenanya, terdapat perbedaan penanganan dan perlakuan terhadap pengungsi dan pencari suaka antara petugas UNHCR dengan pejabat pemerintah Indonesia.


(4)

5.2 Saran

Sebagai negara yang menjujung tinggi penghormatan dan penegakan hak asasi manusia, hendaknya perlu ada suatu pengaturan secara legal terhadap pengungsi dan pencari suaka di negara ini, baik mekanisme hukum dan kelembagaannya. Sehingga Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967 menjadi suatu hal yang mendesak untuk diratifikasi, mengingat makin bertambahnya laju masuk pengungsi Internasional ke Indonesia. Hal ini juga dapat mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi di Indonesia.

Dengan demikian proses penanganan pengungsi tersebut dapat lebih efisien, mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh UNHCR dalam hal sumber daya manusia dan biaya. Misalnya, jika telah melakukan ratifikasi maka pemerintah Indonesia dapat membuat suatu peraturan yang menempatkan proses penentuan status pengungsi di kantor-kantor Imigrasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dan menerapkan kewajiban-kewajiban yang mesti ditaati oleh para pengungsi selama berada di Indonesia. sehingga dapat tercapai suatu efisiensi yang tentunya menguntungkan bagi pengungsi untuk mendapatkan hak-haknya sesuai dengan konvensi 1951, diantaranya hak untuk tidak dihukum karena memasuki wilayah suatu Negara, hak untuk tidak dikembalikan ke negara asal, hak untuk berperkara didepan pengadilan, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk melakukan perkawinan, hak untuk mendapatkan identitas, hak untuk mendapatkan identitas dan kewajiban pengungsi adalah untuk mentaati hukum dimana ia berada dan harus memelihara ketertiban umum.


(5)

Atau jika Indonesia tidak meratifikasi Konvensi dan Protokol tersebut dengan alasan kepentingan nasional, setidaknya Indonesia mempunyai suatu kerangka hukum pengaturan tentang pengungsi dan pencari suaka yang lebih komprehensif dalam peraturan perundang-undangan keimigrasian yang diadopsi dari prinsip kemanusiaan dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka berdasarkan hukum internasional kedalam hukum nasional, minus kewajiban yang memberatkan negara, namun bukan berarti Indonesia meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Misalnya pemberian status keimigrasian temporer yang akan memudahkan pengendalian dan pengawasan orang asing. Yang mana saat ini aparatur negara hanya memiliki data-data mereka sebatas data kuantitatif, sedangkan data kualitatif hanya dimiliki oleh UNHCR.

Begitu pula, perlu adanya Peningkatan kerjasama antara UNHCR dan pemerintah Indonesia, serta negara resettlement dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka, karena masalah pengungsi tidak berdiri sendiri dan tidak mungkin dapat diselesaikan hanya oleh satu aktor. Serta perlu adanya perbaikan atau pembaharuan dan peningkatan fasilitas penampungan sementara para pengungsi yang sudah tidak memadai, karena mereka bukanlah para pelaku kriminal, melainkan korban dari pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negara asalnya.

Dan juga perlu adanya peningkatan keamanan menjamin keselamatan dan perlindungan bagi para pengungsi dan pencari suaka, dengan memprakarsai suatu kerangka hukum atau kesepakatan internasional antara negara sumber, negara transit, negara tujuan atau resettlement dan dengan organisasi international serta LSM, guna mencegah dan mengantisipasi praktik yang merugikan para pengungsi dan pencari


(6)

suaka dari para aktor yang dengan sengaja mencari peruntungan dengan memobilisasi pergerakan migrant, seperti tindak penyelundupan manusia dan Human Traficking.


Dokumen yang terkait

Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

7 112 91

Upaya United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013

1 29 111

Peranan United Nation High Commission For Refugees (UNHCR) Dalam Penanganan Pengungsian Timor Leste Di Indonesia Pasca Referendum Tahun 1999

3 62 142

Peranan United Nation High Commission For Refugees (UNHCR) Dalam Penanganan Pengungsian Timor Leste Di Indonesia Pasca Referendum Tahun 1999

1 58 142

PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM) DAN HUBUNGANNYA DENGAN UNITED NATION HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI IMIGRAN DAN PENGUNGSI DI INDONESIA

3 17 20

Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

1 24 134

PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 3 9

SKRIPSI PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 2 13

PENDAHULUAN PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 5 21

PENUTUP PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 2 5