Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

(1)

KEWENANGAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR

REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI

KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

M FEBRIYANDRI S 110200452

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

KEWENANGAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR

REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI

KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

M FEBRIYANDRI S 110200452

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Internasional

NIP. 195612101986012001 Dr. Hj. Chairul Bariah, SH., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sutiarnoto, SH., M.Hum

NIP. 195610101986031003 NIP. 196403301993031002 Arif, SH., M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK *M Febriyandri S Dr. Sutiarnoto, SH., M.Hum

***Arif, SH., M.H

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) hadir sebagai lembaga internasional yang dibawahi oleh PBB untuk mengatasi permasalahan pengungsi. UNHCR dibentuk pada Desember 1950, yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan Konvensi Pengungsi 1951, yang dikukuhkan kembali pada 2001.

Permasalahan dalam penelitian ini adalaj peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) terhadap penduduk sipil pada konflik bersenjata. Hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi Internasional. Kewenangan United Nation High Commisioner for Refugees

(UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki.

Sifat Penelitian ini adalah deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, analisis dokumen, tidak dituangkan dalam bentuk angka-angka. Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) terhadap penduduk sipil pada konflik bersenjata. UNHCR dibentuk sebagai sebuah manifestasi penegakan HAM di mana mempunyai peranan khusus dalam penegakan HAM yang menyangkut penanganan pengungsi. Secara umum konsep ini berisikan pencegahan bagaimana agar pengungsi ada pemulangan kembali, bantuan dalam proses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan dan penyelenggaraan keamanan fisik bagi para pengungsi, pemajuan dan pembantuan pemulangan kembali secara sukarela dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali. Hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi Internasional. hak – hak dan menjaga keadaan para pengungsi, UNHCR memiliki tujuan utama untuk mencari solusi jangka panjang bagi para pengungsi yang akan memberikan mereka kesempatan untuk membangun kembali hidup mereka sepantasnya dalam damai Kewenangan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki mengkoordinir penyediaan dan pemberian bantuan, mengelola atau membantu manangani tenda-tenda penampungan individu atau sistem penampungan, merancang proyek-proyek khusus untuk kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan orang-orang lanjut usia yang merupakan 80% dari suatu populasi “normal” pengungsi.

* Peneliti

** Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II


(4)

KATA PENGHANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji dan syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmad, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara. Dan tidak lupa pula shalawat beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan yang diridhoi Alllah SWT.

Adapun skripsi ini berjudul : “ KEWENANGAN UNITED NATION

HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM

PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisanya, oleh karena itu penulis berharap adanya massuka dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan dating.

Pelaksanaa penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua orang tua saya Jaya Satria S.E dan Tengku Gentiana karena telah memberikan yang terbaik untuk saya serta semua pihak yang banyak membantu, membimbing dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :


(5)

1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selau pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syarifuddin, SH.MH.DFM selaku pembantu Dekan II dan Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dr.Hj.Chairul Bariah SH.M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masuka, arahan-arahan, serta bimbingan di dalam pelaksanaa penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr.Sutiarnoto SH.Mhum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan di dalam pelaksaan penulisan skripsi ini. 4. Bapak Arif SH.MH, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

membantu penulis, dalam memberikan masuka, arahan-arahan, serta bimbingan di dalam pelaksaan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen pengajar Fakultas Hukum USU Medan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuanya baik dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

6. Kepada Kakak penulis Dwi Desy Jayanti SH dan adik Alyvia Jingga Salsabila, terima kasih atas segala perhatian, kasih saying, dan motivasi serta doanya. Terima kasih telah menjadi bagian dari


(6)

motivator yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini.

7. Kepada Sahabat terbaik penulis dan yang sudah dianggap sebagai abang kandung, Syamsir Meisyawaldi Amd yang selalu ada membantu saya dalam keadaan senang maupun susah.

8. Kepada Sahabat terbaik dari SMP sampai dengan Kuliah,

KUBUCOLAE ( Hafizul Haque, Tengku Azlanshah Alsani, Nurul Fadhillah, Tania Taramaya, Farahdiba Nadine Amd, Khairunissa Nurfiezry, Amanda Kwayis, Ragil Pratama, Rio Riezky Yuliandre, Yoga Pradistya, Cut Nirza Amanda, Tengku Anwari Faiz & Soraya Rizka)

9. Kepada 5 Sahabat di Kampus yg tidak pernah lepas dari awal, Tengku Azlanshah Alsani, Ibnu Hidayah, Nurul Fatimah,Nida Syafwani & Tri Yanto Jeremiah terima kasih telah menjadi sahabat terbaik selama menjalani perkuliahan ini dari awal sampai akhir.

10.Kepada Anggota GK dan Wolverine yg selalu membuat penulis kehilangkan rasa stress yang berlebihan dan selalu membuat penulis tertawa disaat senang maupun sedih dan CK dalam segala hak perkulinerian ( Dinda Anwar, Natasya Rehulina, Fitri Apriliani, Assyfa Humairah, Grace Dina Sitinjak ).

11.Kepada teman-teman seperjuangan Internasional Law Students Asscociation (ILSA) semoga angkatan kita tahun ini semuanya lulus menjadi sarjana yang bermanfaat.


(7)

12.Kepada Teman seperjuangan Skripsi dari awal ( Nurul Efrida & Tengku Devy Malinda) yang sama-sama merasakan perjuangan skripsi ini dari awal hingga akhir.

13.Kepada Team yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup, Marching Band Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan warna-warni kehidupan selama menjalankan perkuliahan dari semester II sampai sekarang, semoga kita GPMB tahun 2015 ini amin.

14.Kepada Aidil Hafiz Wijaya Kesuma S.S, Rocky Tanaka Amd, Dicky Triardi Amd, Syamsul Sanjaya, Taufan Setiawan Amd, Lisa Listiana, Ginda Sumardhika Amd, Nelfi Okmita Amd, Hayati Amd , Ivanaliza J Amd, Auli A Rahman SOS, Ashela Risa SKM, Wahyuni Mardiono, Syarifah Meutia Zahra, selaku abang, kakak, teman dan adik di Marching Band yang selalu menjadi teman bicara disaat senang maupun susah dan banyak memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis.

15.Kepada Rekan-rekan dan adik-adik G1-G5 Marching Band Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

16.Kepada Mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Stambuk 2011, selama menjalani perkuliahan.

Medan, 30 Maret 2015 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Tinjauan Pustaka ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL ... 19

A. Pengertian Pengungsi ... 19

B. Penentuan Status Pengungsi ... 25

C. Pengaturan Hukum Internasional mengenai Pengungsi ... 32

D. Tugas dan Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR). ... 41

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA YANG WILAYAHNYA TERDAPAT PENGUNGSI INTERNASIONAL ... 49

A. United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) ... 49

B. Sejarah United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR)... 54


(9)

D. Pengungsi Vietnam di Indonesia……… 65

BAB IV PERAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI ... 69

A. Upaya Perlindungan Pengungsi pada Konflik Suriah di wilayah Turki ... 69

B. Kasus konflik Suriah ... 72

C. Peran United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAK *M Febriyandri S Dr. Sutiarnoto, SH., M.Hum

***Arif, SH., M.H

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) hadir sebagai lembaga internasional yang dibawahi oleh PBB untuk mengatasi permasalahan pengungsi. UNHCR dibentuk pada Desember 1950, yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan Konvensi Pengungsi 1951, yang dikukuhkan kembali pada 2001.

Permasalahan dalam penelitian ini adalaj peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) terhadap penduduk sipil pada konflik bersenjata. Hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi Internasional. Kewenangan United Nation High Commisioner for Refugees

(UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki.

Sifat Penelitian ini adalah deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, analisis dokumen, tidak dituangkan dalam bentuk angka-angka. Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) terhadap penduduk sipil pada konflik bersenjata. UNHCR dibentuk sebagai sebuah manifestasi penegakan HAM di mana mempunyai peranan khusus dalam penegakan HAM yang menyangkut penanganan pengungsi. Secara umum konsep ini berisikan pencegahan bagaimana agar pengungsi ada pemulangan kembali, bantuan dalam proses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan dan penyelenggaraan keamanan fisik bagi para pengungsi, pemajuan dan pembantuan pemulangan kembali secara sukarela dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali. Hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi Internasional. hak – hak dan menjaga keadaan para pengungsi, UNHCR memiliki tujuan utama untuk mencari solusi jangka panjang bagi para pengungsi yang akan memberikan mereka kesempatan untuk membangun kembali hidup mereka sepantasnya dalam damai Kewenangan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki mengkoordinir penyediaan dan pemberian bantuan, mengelola atau membantu manangani tenda-tenda penampungan individu atau sistem penampungan, merancang proyek-proyek khusus untuk kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan orang-orang lanjut usia yang merupakan 80% dari suatu populasi “normal” pengungsi.

* Peneliti

** Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia internasional pengungsi telah dikenal sejak lama dimana pengungsi merupakan sekumpulan kelompok orang yang meninggalkan negara atau tempatnya akibat rasa takut dan rasa tidak nyaman yang mengancam keselamatan mereka. Pengungsi adalah persoalan klasik yang sering timbul dalam sejarah peradaban umat manusia. Seperti terjadinya bencana alam dan pengungsi yang diakibatkan konflik bersenjata yang terjadi di negara atau tempatnya, serta adanya rasa takut yang mengancam keselamatan mereka. Pengungsi yang melintasi batas negara dan masuk dalam suatu wilayah yang memiliki kedaulatan memang pantas mendapat perhatian sebab merupakan persoalan universal

Pada awalnya perpindahan penduduk secara domestik hanyalah sebuah persoalan domestik suatu negara tetapi seiring dengan banyaknya negara yang menaruh perhatian terhadap persoalan ini sehingga kemudian menjadi persoalan bersama. Ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat tinggal sebelumnya, mereka meninggalkan sebagian besar hidup, rumah, kepemilikan dan keluarganya. Permasalahan ini menimbulkan problematika salah satunya nasib orang-orang tersebut. Bagaimana mereka mampu bertahan dalam kondisi yang sulit, bagaimana mereka mengusahakan kehidupan yang lebih baik untuk mereka sendiri dan keturunanya sebab Pengungsi tersebut tidak dapat dilindungi oleh negara asalnya karena mereka terpaksa meninggalkan negaranya.


(12)

Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka menjadi tanggung jawab komunitas internasional.1

PBB memperingatkan bahwa masalah pengungsi kini kian kompleks. Konflik lama yang tak kunjung tuntas membuat para pengungsi tak bisa kembali

Kerjasama antar negara penting untuk mengatasi masalah pengungsi, terutama jika terjadi perpindahan massal yang mendadak menyeberangi perbatasan negara. Gerakan internasional bisa mengurangi beban yang ditanggung negara-negara perbatasan secara signifikan, upaya yang dilakukan dapat berupa penyelesaian krisis politik di negara asal pengungsi, bantuan dan keuangan serta materi kepada negara-negara pemberi suaka untuk membantu pengungsi. Perwujudan kepedulian Internasional dimulai pada tahun 1951 dimana diadakannya suatu Konvensi Internasional mengenai status pengungsi dan pada tahun 1967 diadakanya konvensi internasional juga mengenai status pengungsi.

Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) mencatat, sekitar 15,4 juta orang dipaksa mengungsi meninggalkan negara mereka. Sementara 27 juta orang tercatat dipaksa mengungsi di dalam negara mereka sendiri. PBB mencatat bahwa sebagian besar pengungsi ada di negara-negara miskin. PBB mencatat sepertiga pengungsi dunia berasal dari Afghanistan. Jumlah pengungsi terbesar berikutnya berasal dari Irak, Somalia, Kongo dan Sudan. Laporan itu juga mengungkapkan bahwa empat dari lima pengungsi di dunia tinggal di negara miskin seperti Pakistan, Iran dan Suriah.

1

UNHCR : Pengungsi. Sebagaimana dimuat di dalam


(13)

ke kampung halamannya. Sementara konflik baru menimbulkan gelombang pengungsi baru.2

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) hadir sebagai lembaga internasional yang dibawahi oleh PBB untuk mengatasi permasalahan pengungsi. UNHCR dibentuk pada Desember 1950, yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan Konvensi Pengungsi 1951, yang dikukuhkan kembali pada 2001. Sejak didirikan, UNHCR telah membantu lebih dari 50 juta pengungsi dengan memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk makanan,

Dalam perjalanan sejarah kemudian dikenal adanya organisasi internasional yang dibentuk oleh PBB. Sebelumnya lembaga yang khusus menangani pengungsi bernama IRO (The International Refugees Organization)

dan setelah beberapakali mengalami masa fluktuasi sampai akhirnya lembaga yang paling eksis adalah lembaga terakhir yang dibentuk dengan nama United Nations High Commisioner for Refugee (selanjutnya disebut UNHCR) di bentuk berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB No. 428 (V), dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951. Awal pembentukan UNHCR adalah untuk masa tiga tahun yaitu dari 1 Januari 1951 namun masa kerja itu diperpanjang sampai dengan 31 Desember 1953. Tetapi karena lembaga ini dipandang punya kapabilitas dalam menangani pengungsi maka beberapa waktu berikutnya masa kerjanya diperpanjang.

2

Pengungsi Dunia Capai Jumlah Tertinggi dalam 15 tahun Terakhir.Sebagaimana di muat di dala


(14)

penampungan, dan bantuan medis, dan lembaga ini dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1954 dan 1981.3

Beberapa kasus permohonan pengungsi yang pernah ditangani oleh UNHCR diantaranya yaitu pengungsi asal Irak di Amerika pada tahun 2003 pengungsi asal Afrika, Timur Tengah, dan Asia di Perancis pada tahun 1990, serta pengungsi asal Afrika yang datang ke Belanda, Yunani, dan Italia. Untuk kasus di Indonesia, UNHCR pertama kali menangani kedatangan pengungsi asal Vietnam dan Kamboja yang melarikan diri ke negara-negara di Asia Tenggara dengan menggunakan perahu. Manusia pengungsi asal Vietnam ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan manusia perahu. Jumlah manusia perahu yang semakin meningkat mendorong PBB untuk menyelenggarakan Konferensi Internasional di Jenewa pada bulan Juli 1979.4

Dalam melaksanakan tugasnya, UNHCR berpedoman kepada mandat yang diberikan oleh Majelis Umum PBB dan Economic and Social Council

(ECOSOC). Dalam Statuta UNHCR tahun 1951 menyebutkan tentang fungsi utama UNHCR adalah “Memberikan perlindungan internasional dan mencari solusi permanen untuk masalah pengungsi dengan membantu pemerintah untuk memfasilitasi pemulangan sukarela para pengungsi tersebut, atau asimilasi mereka dalam komunitas-komunitas nasional baru”. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut UNHCR kemudian melakukan koordinasi, membuat penghubung dengan pemerintah-pemerintah, Badan khusus PBB, LSM dan organisasi-organisasi antar pemerintah untuk UNHCR mencari solusi permanen terhadap beragam masalah

3

Richard W. Mansbach dan Kirsten L. Rafperty, Pengantar Politik Global, (Bandung:Nusa Media, 2012), hlm. 748.

4


(15)

yang dihadapi oleh para pengungsi sebagi bentuk kepedulian internasional terhadap pengungsi Internasional.

Berdasarkan uraian diatas makan penulis melakukan penelitian dengan judul “ Kewenangan United Nation High Comissioner for Refugees (UNHCR) dalam Perlindungan Konflik Suriah di Wilayah Turki “

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan pengungsi internasional dalam Hukum Internasional? 2. Bagaimana hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi

Internasional?

3. Bagaimana peran United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun Tujuan Penulisan ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengaturan pengungsi internasional dalam Hukum Internasional

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi Internasional.

3. Untuk mengetahui kewenangan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki.


(16)

Manfaat penulisan di dalam pembahasan skripsi ditujukan kepada berbagai pihak terutama :

1. Secara Praktis sebagai bahan masukan bagi masyarakat luas tentang apa itu

United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dan fungsinya

2. Secara Teoritis sebagai bahan masukan penambahan referensi tentang perkembangan United Nation High Commisioner for Refugges (UNHCR) dalam menangani perlindungan pengungsi konflik bersenjata.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan atas ide atau gagasan penulis dan telah dilakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum USU oleh Petugas Pustaka bahwa judul skripsi Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki., ini tidak ditemukan dan tidak ada yang mirip. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tulisan ini adalah asli.

Skripsi ini asli ditulis dan diproses melalui pemikiran penulis, referensi dari peraturan-peraturan, buku-buku, kamus hukum, internet, bantuan dari pihak-pihak yang berkompeten dalam bidangnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


(17)

E. Metode Penelitian

Metode Penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum normative, penelitian hukum normative ini digunakan dengan uraian sebagai berikut :

1. Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.5

2. Sumber data

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian. Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

Sumber data yang akan menjadi sumber Informasi yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang telah jadi, dikumpulkan dan diolah menjadi data yangsiap pakai. Data sekunder dalam penulisan ini terdiri dari :

5

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hal 1.


(18)

a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan masalah penelitian, yakni berupa Konvensi internasional tahun 1951 tentang status pengungsi, UNHCR dan sebagainya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dan buku-buku teks, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, artikel, internet, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain baik di bidang hukum maupun di luar bidang hukum yang digunakan untuk melengkapi data penelitian ini.

3. Teknik Pengumpul data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik studi literature, yang ditujukan untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi-informasi sekunder yang diperlukan dan relevan penelitian, yang bersumber dari buku-buku, media pemberitaan, jurnal, serta sumber informasi lainya. Bentuk bisa berupa data-data yang terdokumentasikan melalui situs-situs internet yang relevan.

4. Analisis data

Jenis Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif merupakan proses kegiatan yang meliputi, mencatat,


(19)

mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukan pola, hubungan-hubungan, dan memaparkan temuan-temuan dalam bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain. Analisis data kualitatif merupakan metode untuk mendapat data yang mendalam dan suatu data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah. Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Hukum Internasional

Berikut ini akan diuraikan secara panjang lebar difinisi hukum internasional dari masa kemasa sampai pada tingkat kesepakatan sebuah definisi, yaitu sebagai berikut :

Grotius (pelopor terbesar hukum internasional) menguraikan bahwa hukum internasional adalah hukum yang membahas kebiasaan-kebiasaan (custom)

yang diikuti negara pada zamanya.6

Peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas kepada orang-perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara. Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa), perlindungan

6

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Terj. Bambang Iriana, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 11.


(20)

lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia serta hukum humaniter.7

Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi internasional itu sendiri. 8 Memang ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu, tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.9

2. United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR)

Fenomena kemanusiaan khususnya pengungsi telah terjadi pasca Revolusi di Rusia serta runtuhnya kekaisaran Ottoman. Disaat itu, jutaan orang mengungsi ke luar wilayah negara asalnya. Keberadaan mereka di luar negaranya berakibat tidak adanya lagi perlindungan hukum dari negara asalnya. Kondisi tersebut kemudian mendorong LBB membentuk Komisaris Tinggi LBB untuk Pengungsi. Tugas utama badan tersebut untuk menetapkan status hukum dan memastikan diberikannya perlindungan internasional kepada pengungsi. Era LBB telah merintis disusunnya instrumen internasional untuk perlindungan pengungsi.10

7

C. de Rover, To Serve & To Protect – Acuan Universal Penegakan HAM, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 4

8

Ibid., hlm 8 9

J.G. Starke, Op. Cit. hlm 40-44 10


(21)

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah sebuah badan kemanusiaan PBB untuk urusan pengungsi yang berdiri pada 14 Desember 1950. Sebelumnya PBB juga pernah mendirikan sebuah badan kemanusiaan untuk mengatasi masalah pengungsi pada tahun 1944-1949 bernama United Nations Relief and Rehabilitation Administration (UNRRA) dan dilanjutkan oleh

International Refugee Organization (IRO). Kedua badan tersebut didirikan pada awal perang dunia kedua untuk membantu pengungsi Eropa yang terpencar akibat peperangan. Mulanya UNHCR adalah lembaga ad-hoc yang berdurasi tiga tahun untuk menyelesaikan tugasnya, setelah itu akan dibubarkan. Namun pada tahun berikutnya, pada 28 Juli 1951, Konvensi PBB tentang status pengungsi dijadikan sebuah dasar hukum dalam membantu pengungsi dan statuta dasar kerja UNHCR. UNHCR sendiri Berkantor pusat di Jenewa, Switzerland.

2. Pengungsi

Pengungsi adalah sekumpulan orang yang tidak ingin tinggal kembali di tempatnya akibat suatu hal yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka, bisa dikarenakan Bencana alam, konflik bersenjata maupun alasan alasan lain yang dapat membuat sekumpulan orang merasa tidak nyaman berada di tempatnya, pengungsi dibagi menjadi empat bagian yaitu :

a. Pengungsi Internal

Secara global, orang-orang yang harus mengungsi dalam negeri sendiri atau

Internally Displaced People (IDPs) telah berkembang secara luas di berbagai bagian di dunia ini sebagai akibat bencana alam dan bencana yang disebabkan oleh manusia. Sampai saat ini, jumlah orang yang mengungsi dari negara


(22)

mereka karena bencana yang disebabkan manusia telah menjadi populasi yang besar yang menjadi perhatian UNHCR.

b. Pengungsi

Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi pengungsi sebagai “seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara teresebut. Ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat tinggal sebelumnya, mereka meninggalkan sebagian besar hidup, rumah, kepemilikan dan keluarganya. Pengungsi tersebut tidak dapat dilindungi oleh negara asalnya karena mereka terpaksa meninggalkan negaranya. Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka menjadi tanggung jawab komunitas internasional. Pengungsi dalam kriteria refugee adalah pengungsi yang meninggalkan negaranya dalam keadaan terpaksa sehingga wajar tidak memiliki dokumen perjalanan yang lengkap.

F. Pencari Suaka

Seringkali terminologi pencari suaka dan pengungsi menimbulkan kebingungan. Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan. Seorang pencari suaka yang meminta perlindngan akan dievaluasi melalui prosedur penentuan status pengungsi (RSD), yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah


(23)

registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview tersebut akan melahirkan alasan-alasan yang melatar belakangi keputusan apakah status pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu buah kesempatan untuk meminta banding atas permintaannya akan perlindungan internasional yang sebelumnya ditolak.

G. Orang - orang Tanpa Kewarganegaraan

Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi pengungsi sebagai “seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara teresebut. Ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat Seseorang yang stateless adalah seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan di negara manapun.

3. Perlindungan Pengungsi

Perlindungan pengungsi merupakan suatu bentuk kepedulian internasional dimana perlindungan ini diatur dalam konvensi tahun 1951 dan protokol 1967 yang mengatur prinsip-prinsip dan hak-hak serta kewajiban bagi pengungsi. Pengungsi sendiri sangat membutuhkan perlindungan, dimana bentuk perlindunganya adalah segala bentuk kebutuhan hidup bagi para pengungsi. Dalam konvensi 1951 tertera bahwa bahwa semua negara, yang mengakui sifat sosial dan kemanusiaan masalah pengungsi, akan melakukan segala tindakan di


(24)

dalam kekuasaan mereka, untuk mencegah agar masalah ini tidak menyulut ketegangan antara Negara-negara.11

Pemberontakan Suriah 2011-2012 adalah persoalan kaum Muslimin karena para mujahid yang berperang melawan rezim Bashar di sana hakikatnya demi kepentingan Islam. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba'ath dan mengganti dengan sistem Islam yang kaffah di bawah naungan Khilafah. Pemerintah Suriah mengerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi, tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan "gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir

Disini terlihat bahwa setiap Negara berkewajiban melindungi pengungsi serta memberikan perlindungan bagi pengungsi Prinsip yang diakui dalam hukum internasional adalah prinsip non refoulement, artinya negara tidak boleh mengusir pencari suaka atau pengungsi yang masuk di wilayahnya. Prinsip ini sudah menjadi hukum kebiasaan internasional sehingga harus dilaksanakan oleh semua negara.

4. Konflik Suriah

11


(25)

sipil dan tentara pembelot dibentuk unit pertempuran, yang dimulai kampanye pemberontakan melawan Tentara Suriah.12

Para pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi bersenjata tidak memiliki kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik tersebut telah dijelaskan sektarianisme sebagai memainkan peran utama. Pihak oposisi didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka

adal

banyak adalah orang Kristen di negara ini. 5. Wilayah Turki

Republik Turki Türkiye Cumhuriyeti) disebut Türkiye

Türkiye) adalah sebuah negara besar di kawasan

Wilayahnya terbentang dari Semenanjung

timur laut

tenggara; da

bagian dari Turki digunakan untuk menandai batas wilaya sehingga Turki dikenal sebagai negara13

12

Perang Saudara Suriah. Dimuat di dalam

13

Turki. Dimuat di dalam februari 2015


(26)

antara

2 (302,535 sq mi); darat: 770,760 km2

(297,592 sq mi), laut: 9,820 km2 (3,792 sq mi). Turki membentang lebih dari 1,600 km (994 mi) dari barat ke timur tapi umumnya kurang dari 800 km (497 mi) dari utara ke selatan. Total luas daratan sekitar 783,562 km2 (302,535 sq mi), dengan rincian 756,816 km2 (292,208 sq mi) berada di

23,764 km2 (9,175 sq mi) berada di

Anadolu) adalah semenanjung besar dan menyerupai persegi panjang yang terletak sebagaimana jempatan antara Eropa dan Asia. Wilayah Anatolia Turki merupakan 97% dari total wilayah negara itu. Wilayah itu juga dapat disebut asia kecil, Asiatic Turkey ata14

Seiring dengan terjadinya konflik bersenjata di Suriah , Jumlah pengungsi Suriah telah meningkat menjadi 5,8 juta. Turki sendiri merupakan salah satu Negara yang paling banyak di datangi oleh pengungsi Suriah. Karena letak Turki yang strategis dan Turki merupakan Negara yang damai dan dapat memberikan perlindungan bagi pengungsi internasional. Turki merupakan Negara dalam urutan pertama yang paling banyak menampung pengungsi Suriah terdapat 1,9 juta jiwa, termaksud 450.000 anak-anak dan 270.000 perempuan berada di Turki selebihnya pengungsi tersebut melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Lebanon, Yordania.

14

Geografi Turki. Di muat di dala pada tanggal 27 februari 2015


(27)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian :

Bab I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, tujuan Penulisan, Manfaat penulisan, Metode penelitian, Keaslian penulisan serta Sistematika Penulisan.

BAB II PERANAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK BERSENJATA

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Pengertian Pengungsi, Penentuan Status Pengungsi serta Pengaturan Hukum Internasional mengenai Pengungsi dan Tugas dan Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR).

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA YANG WILAYAHNYA

TERDAPAT PENGUNGSI INTERNASIONAL

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang definisi United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), Sejarah

United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), serta hak-hak pengungsi dalam konflik Perang,


(28)

Bab IV KEWENANGAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Upaya Perlindungan Pengungsi pada Konflik suriah di wilayah Turki, kasus konflik Suriah dan Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini adalah bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.


(29)

BAB II

PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. Pengertian Pengungsi 1. Pengertian Secara Umum

Istilah dan definisi pengungsi (refugee) pertamakali muncul pada waktu Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses pembangunan sebuah bangsa.15 Para pengungsi yang merupakan korban dari perang dunia adalah orang-orang yang sangat miskin dan tidak dapat mencari penghidupan serta memperbaiki taraf kehidupan mereka tanpa adanya bantuan perlindungan dari negara dimana mereka berada. Kepergian mereka juga karena terpaksa, akibatnya mereka tidak tidak mengurus dokumen-dokumen (surat-surat) perjalanan yang sangat dibutuhkan sewaktu mereka berjalan melintasi batas negara mereka untuk pergi mengungsi ke negara lain. Keadaan yang sangat sulit dan memprihatinkan ini yangmengilhami timbulnya definisi tentang pengungsi 16

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa akar kata dari istilah pengungsi adalah ungsi dan kata kerjanya adalah mengungsi, yaitu pergi mengungsi (menyingkirkan) diri dari bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang memberikan rasa aman), pengungsi adalah kata benda yang berarti orang yang mengungsi adalah penduduk suatu negara yang pindah ke negara pengungsi

15

Peter J.Taylor, Political Geography World Economy, Nation State and Locality, Es Sex : Longman, ed. 1993. dalam Achmad Romsan, Pengantar Hukum PengungsiInternasional : Hukum Internasional dan Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional, (Jakarta : UNHCR, 2003), hlm.28.

16

Daniele Joly, Haven or Hell : Asylum Policies and Refugee in Europe, London : Mac Millan Press,1966


(30)

politik lain karena aliran politik yang bertentangan dengan politik penguasa negara asalnya.17

Berdasarkan pendapat di atas, terlihat bahwa pengungsi terjadi karena adanya bahaya. Misalnya bencana alam (natural disaster) seperti banjir, gempa, gunung meletus, kekeringan. Mengungsi juga bisa terjadi karena bencana buatan manusia (manmade disaster), seperti konflik bersenjata, pergantian rezim politik, penindasan kekebasan fundamental, pelecehan hak asasi manusia, dan sebagainya. Mengungsi dapat dilakukan dalam lingkup satu wilayah negara ataupun ke negara lain karena adanya perbedaan haluan politik.18

17

Kamus Besar bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, hlm 675

18

Achmad Romsan, dkk, 2003. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional , Bandung : Sanic Offset. hlm 35

Defenisi dari pengungsi adalah seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang sebabkan alasan atas nama ras, agama kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari negara tersebut.

Pengertian pengungsi menurut penulis dalam skripsi ini adalah sekumpulan orang yang meninggalkan wilayah tempat tinggal mereka dikarenakan natural disaster atau bencana alam seperti gempa, tsunami, longsor dan segala jenis bencana alam dan masalah antara masing-masing kelompok yang mengakibatkan konflik bersenjata atau perang sehingga mereka harus meninggalkan wilayahnya agar tidak terlibat dalam konflik bersenjata atau perang tersebut.


(31)

2. Pengertian Menurut Pendapat Para Ahli

Definisi pengungsi menurut pendapat para ahli adalah : a. Malcom Proudfoot

Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dengan melihat keadaan para pengungsi akibat Perang Dunia II. Walaupun tidak secara jelas dalam memberikan pengertian tentang pengungsi, pengertiannya yaitu :

“These forced movements, ...were the result of the persecution, forcible deportation, or flight of Jews and politicalopponents of the authoritarians governments; the transference of ethnic population back to their homeland or to newly created provinces acquired by war or treaty; the arbitatry rearrangement of prewar boundaries of sovereign states; the mass flight of the air and the terror of bombarment from the air and under the threat or pressure of advance or retreat of armies over immense areas of Europe; the forced removal of populations from coastal or defence areas under military dictation; and the deportation for forced labour to bloster the German war effort’.

" Gerakan-gerakan ini paksa, ... adalah hasil dari penganiayaan , deportasi paksa , atau penerbangan Yahudi dan politicalopponents dari pemerintah otoriter ; pemindahan penduduk etnis kembali ke tanah air mereka atau provinsi yang baru dibuat diakuisisi oleh perang atau perjanjian ; penataan ulang arbitatry batas sebelum perang dari negara-negara berdaulat ; penerbangan massa udara dan teror bombarment dari udara dan di bawah ancaman atau tekanan dari muka atau mundur tentara di daerah besar Eropa ; pemindahan paksa penduduk dari daerah pesisir atau pertahanan di bawah dikte militer ; dan deportasi untuk kerja paksa untuk bloster upaya perang Jerman

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengungsi adalah orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi secara paksa, atau pengusiran orang- orang Yahudi dan perlawanan politik pemerintah yang berkuasa, pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian, penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya tekanan atau


(32)

ancaman dari para militer di beberapa wilayah Eropa pindahan secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah pertahanan berdasarkan perintah militer, serta pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang Jerman.

b. Pietro Verri

Pietro Verri memberikan definisi tentang pengungsi dengan mengutip bunyi Pasal 1 UN Convention on the Status of Refugees tahun 1951 adalah ‘applies to many person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution’. Jadi menurut Pietro Verri pengungsi adalah orang-orang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi masih dalam lingkup wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi Tahun 1951.

Berdasarkan pendapat Malcom Proudfoot dan Pietro Verri penulis menyimpulkan bahwa pengertian pengungsi adalah, sekumpulan orang yang meninggalkan wilayah negaranya akibat konflik bersenjata atau perang yang mengakibatkan rasa takut yang luar biasa akibat adanya penganiyaan, penyiksaan dan ancaman penyiksaan, pengusiran adanya perlawanan politik , perbedaan ras yang mengakibatkan kesenjangan sosial dan mengakibatkan konflik tersebut.

3. Pengertian Menurut Organisasi Internasional

Adapun Pengertian Pengungsi Menurut Organisasi Internasional yaitu : a. United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR)

Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam Resolusi 428 (V), bulan Desember 1959. United Nations High Commissioner for Refugees (Komisi Tinggi PBB


(33)

untuk Urusan Pengungsi) di bentuk pada bulan Januari 1951. UNHCR memberikan pengertian pengungsi dengan menggunakan dua istilah, yaitu pengungsi mandat dan pengungsi statuta. Istilah yang dipergunakan ini bukan istilah yuridis, melainkan untuk alasan praktis atau kemudahan saja. Pengertian istilah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pengungsi Mandat adalah orang-orang yang diakui statusnya sebagai pengungsi oleh UNHCR sesuai dengan fungsi, wewenang atau mandat yang ditetapkan oleh statute UNHCR.

2. Pengungsi statuta adalah orang-orang yang berada di wilayah negara-negara pihak pada Konvensi 1951 (setelah mulai berlakunya konvensi ini sejak tanggal 22 April 1954) dan/atau Protokol 1967 (sesudah mulai berlakunya Protokol ini sejak 4 Oktober 1967). Jadi antara kedua istilah ini hanya dipakai untuk membedakan antara pengungsi sebelum Konvensi 1951 dengan pengungsi menurut Konvensi 1951. Kedua kelompok yang dalam instrumen-instrumen internasional masuk dalam kategori pengungsi yang dapat mendapat perlindungan UNHCR.

b. Menurut Konvensi tahun 1951 tentang status pengungsi

Dalam Pasal 1A (2) Convention Relating to the Status of Refugee 1951, yang dimaksud dengan pengungsi adalah:

1. Telah dianggap sebagai pengungsi menurut Perjanjian 12 Mei 1926 dan Perjanjian 30 Juni 1928, atau Konvensi 10 Februari 1938, Protokol 14 September 1939 atau Konstitusi Organisasi Pengungsi Internasional.


(34)

2. “…. any person who: “As a result of events occuring before 1 January 1951 and owing to welfounded fear of being persecuted for reason of race, religion, nationality, membership of a particular social group orpolitical opinion, is outside the country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is unwilling to avail himself of the protection of that country; or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual residence as a result of such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return it.

Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 serta disebabkan rasa takut yang benar-benar berdasarkan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik, berada di luar negara asal kewarganegaraannya dan tidak dapat atau disebabkan rasa takut yang dialami yang bersangkutan tidak mau memanfaatkan perlindungan negara tersebut atau mereka yang tidak berkewarganegaraan dan sebagai akibat dari peristiwa tersebut berada di luar negara bekas tempat tinggalnya, semula tidak dapat akan disebabkan rasa ketakutan, tidak bersedia kembali ke negara itu.

3. Dalam hal seseorang yang memiliki lebih dari satu kewarganegaraan, istilah negara kewaraganegaraannya akan berarti masing-masing negara, dimana dia menjadi warga negara, dan seseorang tidak akan dianggap tidak mendapatkan perlindungan negara kewarganegaraannya bila tanpa adanya alasan yang dapat diterima, didasarkan rasa takut yang benar-benar ia alami tidak memanfaatkan perlindungan salah satu dari negara dimana dia adalah warga negaranya.


(35)

Pengertian tentang pengungsi di Konvensi 1951 ini kemudian diperluas dalam Pasal 1 (2) Protocol Relating to the Status of Refugees

1967 yang berbunyi:

“For the purpose of the present Protocol, the term “refugee” shall, except as regards the application of paragraph 3 of this article, mean any person within the definition of article 1 of the Convention as if the words “As a result of events occuring before 1 january 1951 and …” and the words “… a result of such events”, in article 1 A (2) were omitted”.

Pietro Verri memberikan defenisi tentang refugee dengan mengutip bunyi Pasal 1 UN Convention on the Status of Refugee tahun 1951 yakni:

“Applies to any person who fled the country of his nationality to avoid persecution or threat of persecution”.

Pengertian ini memperlihatkan bahwa pengungsi adalah orang-orang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi masih dalam lingkup wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi tahun 1951.19

B. Penentuan Status Pengungsi

Status pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutip yang menciptakan status yang baru. Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi

19


(36)

Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, misalnya L dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu sudah ada sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh karena itu, pengakuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah pengungsi

Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua tahap:

1. Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee.

2. Fakta dihubungkan dengan persyaratan –persyaratan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak.

Pada awalnya status pengungsi bukanlah bernama pengungsi, mereka adalah pencari suaka, dimana pencari suaka ini adalah orang yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan perlindungan namun permohonannya sedang dalam proses penentuan. Apabila permohonan seorang pencari suaka itu diterima, maka ia akan disebut sebagai pengungsi, dan ini memberinya hak serta kewajiban sesuai dengan undang-undang negara yang menerimanya.

Penentuan praktis apakah seseorang disebut pengungsi atau tidak, diberikan oleh badan khusus pemerintah di negara yang ia singgahi atau badan PBB untuk pengungsi UNHCR. Prosentase permohonan suaka yang diterima


(37)

sangat beragam dari satu negara ke negara lain, bahkan untuk satu negara yang sama. Setelah menunggu proses selama bertahun-tahun, para pencari suaka yang mendapatkan jawaban negatif tidak dapat dipulangkan ke negara asalnya, yang membuat mereka terlantar. Para pencari suaka yang tidak meninggalkan negara yang disinggahinya biasanya dianggap sebagai imigran tanpa dokumen. Pencari suaka, terutama mereka yang permohonannya tidak diterima, semakin banyak yang ditampung di rumah detensi.

Sangat tidak memungkinkan bagi pencari suaka untuk meninggalkan negeri asal mereka tanpa membawa dokumen yang memadai dan visa. Maka, banyak pencari suaka terpaksa memilih perjalanan yang mahal dan berbahaya untuk memasuki negara-negara secara tidak wajar di mana mereka dapat memperoleh status pengungsi.20

1. Registrasi atau pendaftaran terhadap para pencari suaka.

Sering sekali terminologi pencari suaka dan pengungsi menimbulkan kebingungan. Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan.

Pencari suaka yang telah terdaftar kemudian dapat mengajukan permohonan status pengungsi melalui prosedur penilaian yang mendalam oleh UNHCR, yang disebut sebagai Penentuan Status Pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD). Prosedur ini antara lain meliputi :

20


(38)

Sebelum memulai tahap ini, petugas UNHCR yang ahli dibidangnya memberikan formulir isian dan memberikan semacam briefing mengenai proses yang akan dilakukan ini kepada para pencari suaka. Briefing yang dilakukan adalah ditemani oleh seorang interpreter terpercaya berdasarkan kebutuhan pada saat registrasi, bahasa apakah yang digunakan.

Kemudian selanjutnya, para pencari suaka memasuki tahap registrasi. Dalam tahap registrasi ini, para pencari suaka dicatat seluruh detailnya, mulai dari nama, asal, suku, agama, warganegara, bahasa yang digunakan, tanggal keberangkatan dari Negara asal, tempat transit, data keluarga, alasan lari dari negaranya, dan lain sebagainya.

Setelah tahap ini selesai, UNHCR akan memberikan suatu semacam attestation letter, atau suatu surat yang menerangkan bahwa orang tersebut sedang mengikuti proses penentuan status pengungsi. Karena ini masih tahap awal, maka attestation letter yang dikeluarkan adalah asylum seeker certificate. Jangka waktu sertifikat ini biasanya bervariasi. Untuk mereka yang berkategori minor, wanita, atau orangtua, atau sering kita sebut sebagai golongan rentan (vulnerable), biasanya mereka akan mendapatkan waktu wawancara tahap awal lebih cepat. Jangka waktu sertifikat ini tergantung jangka waktu tahap awal wawancara tersebut. Tetapi untuk golongan yang biasa, mereka biasanya akan mendapatkan sertifikat dengan jangka waktu 2 bulan. Setelah dua bulan, mereka diminta datang kembali ke UNHCR untuk kemudian mendapatkan renewal dari sertifikat yang telah diberikan tersebut beserta mendapatkan kepastian tanggal wawancara tahap awal tersebut. Pemilihan tanggal wawancara juga berdasarkan ketersediaan


(39)

interpreter yang ada, seperti misalnya apabila interpreter bahasa Belanda hadir pada hari jumat, maka jadwal mereka pun ditempatkan pada hari jumat. Penelitian yang meneliti soal ini, menyatakan bahwa jadwal wawancara yang disusun oleh pihak UNHCR sudah mencapai tahun berikutnya. Jadi bisa saja dia daftar tahun ini, namun mendapatkan jadwal wawancara tahun depannya.

Attestation letter yang dikeluarkan oleh UNHCR ini memiliki prinsip non-refoulement, prinsip yang sudah diakui dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu suatu negara tidak boleh mengembalikan orang yang diduga sebagai pengungsi ke negara dimana orang tersebut takut akan dipersekusi atau dianiaya.21 2. Wawancara (interview)

Wawancara tahap awal atau yang disebut sebagai 1st instance interview

adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang officer UNHCR untuk menggali lebih dalam mengenai kasus seorang pencari suaka sebelum diberikan rekomendasi untuk diterima atau ditolak kasusnya. Dalam setiap wawancara ini, biasanya mereka ditemani oleh seorang interpreter yang sudah terlatih. Pertanyaan yang diajukan bersifat detail, dan pihak officer UNHCR sudah menyatakan bahwa segala pernyataan yang diajukan selama proses wawancara bersifat rahasia dan tidak akan ada pihak lain yang tahu kecuali UNHCR sendiri.

Sebelum dimulainya wawancara, biasanya para officer sudah mengetahui nomor kasus yang akan dihadapi sekaligus mengadakan riset kecil-kecilan mengenai Negara asal pencari suaka, informasi negaranya, kasus-kasus lain yang

21

diakses pada tanggal 5 maret 2015


(40)

serupa dengan alasan pencari suaka tersebut melarikan diri dari negaranya, dan lain sebagainya.

Proses wawancara ini biasanya memakan waktu cukup lama. Satu orang pencari suaka biasanya memakan waktu sekitar 4 sampai 5 jam.22

3. Penentuan status pengungsi

Proses penentuan status pengungsi atau biasa disebut dengan proses

Refugee Status Determination (RSD), adalah suatu tahap dimana officer yang telah selesai melakukan wawancara di tahap pertama, bertanggung jawab terhadap penyelesaian kasus tersebut, hingga memberikan laporan dan rekomendasi apakah kasus mereka ditolak ataukah diterima oleh UNHCR. Dalam tahap ini, para officer ini menulis semacam laporan yang telah ditentukan formatnya oleh UNHCR pusat di Geneva, dalam bahasa Inggris, yang tebalnya mencapai minimal 10 halaman untuk satu kasus. Ditahap ini, mereka menggali segala informasi yang didapat di tahap wawancara, dari informasi Country of Information (CoI), berita-berita update mengenai daerah konflik dimana pencari suaka tersebut mengaku berasal dari sana, serta pedoman dari UNHCR pusat mengenai berbagai hal tertentu. Selain itu, untuk beberapa kasus tertentu, seringkali para officer ini juga berkorespondensi dengan para officer lainnya dibelahan dunia lainnya yang kebetulan pernah menangani suatu kasus atau pencari suaka tersebut pernah mencari suaka di negara lainnya.

Tugas para officer ini hampir menyerupai tugas seorang hakim. Namun bedanya, Jika seorang hakim untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak

22


(41)

harus menggunakan suatu majlis, dan dibantu seorang panitera untuk mencatat putusan, maka untuk officer UNHCR ini, mereka sendirilah yang mengerjakannya mulai dari tahap wawancara, menggali kasus, hingga memberikan rekomendasi dan mengetiknya. Mereka ini terkadang masih harus mengerjakan kasus lainnya yang apabila dihitung-hitung berjumlah sekitar 20 kasus perbulannya.23

4. Pemberian Status/Penolakan Kasus

Setelah seorang officer menyelesaikan suatu kasus, maka officer tersebut memberikan rekomendasi kasus tersebut kepada officer yang lebih tinggi untuk dilakukan review ulang. Seringkali diperiksa mulai dari inti kasus tersebut, alasan, dasar pemberian rekomendasi, bahkan hingga grammar dan titik koma penulisan. Ini semua bertujuan untuk menciptakan suatu rekomendasi yang berkualitas. Setelah direview dan dirasa cukup mendaaptkan perbaikan, maka officer yang lebih tinggi ini biasanya memanggil officer yang mengerjakan kasus tersebut untuk mengetahui lebih detail lagi kenapa kasus tersebut sampai diterima atau ditolak. Setelah itu, barulah finalisasi.

Bagi mereka yang diterima kasusnya dan dinyatakan layak sebagai pengungsi internasional, maka mereka diberikan status sebagai pengungsi internasional. Pihak UNHCR segera mengabarkan orang tersebut untuk diberikan kabar gembira, dan meminta dia untuk datang ke UNHCR untuk menukar attestation letter mereka yang tadinya asylum seeker certificate menjadi refugee certificate.

23


(42)

Sedangkan bagi mereka yang kasusnya ditolak, UNHCR mempunyai hak untuk tidak memberikan alasannya, dan mereka mempunyai hak untuk mengajukan banding yang jangka waktunya diberikan selama satu bulan. Permintaan banding diberikan secara tertulis, disertai alasannya. Biasanya para pencari suaka yang ditolak ini kemudian memberikan berbagai fakta baru ataupun cerita lainnya dengan harapan status mereka akan dipikirkan kembali oleh UNHCR.

Apabila permintaan banding mereka diterima oleh pihak UNHCR, maka UNHCR akan memberikan jadwal baru untuk mereka datang kembali melakukan interview tambahan atau appeal interview. Namun interview tersebut bukanlah suatu keharusan. Apabila officer yang menangani merasa sudah cukup informasi yang diberikan pada saat pengajuan surat banding, maka hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan.

C. Pengaturan Hukum Internasional mengenai Pengungsi

Hukum internasional adalah bagi

berskala

sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja


(43)

zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa at

Bentuk hukum internasional mengenai pengungsi berupa konvensi-konvensi :

1. The fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civillian persons in time of war

Konvensi yang dibuat di Jenewa pada 12 Agustus 1949 ini selain mengatur tentang perlindungan korban perang juga mengatur tentang pengungsi karena pengungsi termaksud dalam kategori orang-orang yang dilindungi. Para pengungsi yang tidak mendapat perlindungan dari Negara manapun tidak boleh diperlakukan seperti musuh. Pengaturan tersebut terdapat dalam Pasal 44 konvensi ini yang menyatakan sebagai berikut :

“in applying the measures of control mentioned in the present convention, the detaining power shall not treats the as the enemy aliens exclusively on the basic of their nationality de jure of an enemy state, refugees who do not, in fact, enjoy the protection of any government.”

Konvensi ini juga mempunyai protokol tambahan yaitu protocol

additional to the Geneva conventions of 12 Auguts 1949.24

24

Protokol ini disebut juga dengan The Protocol Additional of 1977

Dalam protokol ini pengaturan tentang pengungsi terdapat dalam Pasal 73 yang menyatakan :

Persons who, before the beginning of the hostilities, were considered as stateless persons or refugees under the relevant international instrument accepted by the parties concerned or under the national legislation of the state of refugees or state of residence shall be protected persons within the meaning of parts I and III of the Fourth Convention, in all circumstance and without any adverse distinction.


(44)

2. Convention Relating to the status of Refugees

Konvensi ini disahkan tanggal 28 Juli 1951 oleh United Nations Conference of plenipotentiaries on the status of refugees and stateless persons

yang dikuatkan dengan resolusi majelis umum perserikatan bangsa-bangsa (PBB) No.429 (V) tanggal 14 Desember 1950. Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 22 April 1954. Konvensi ini memuat definisi pengungsi yang sangat umum dalam Pasal 1A (2) Convention Relating to the status of refugees 1951.

Dalam konvensi 1951 sebagai konvensi yang melindungi pengungsi dan memberikan bantuan kepada pengungsi, ada beberapa perlindungan yang diberikan dari konvensi ini.25

Ketiga, seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak dan

Pertama, tidak ada diskriminasi. Negara-negara peserta Konvensi tidak boleh memperlakukan pengungsi berdasarkan politik diskriminasi baik yang berkenaan dengan ras, agama atau negara asal maupun warna kulit dan mereka mempunyai kebebasan untuk menjalankan agamanya (Pasal 3 dan 4).

Kedua, mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status pribadi mereka diatur oleh hukum dimana mereka ditempatkan (place of residence). Hak yang berkaitan dengan perka-winan juga harus diakui oleh negara peserta Konvensi dan Protokol (Pasal 12).

25

Sri Setianingsih Suwardi, “Aspek Hukum Masalah Peng-ungsi Internasional”, Jurnal HI, Vol.2 No.1 Tahun 2004, Jakarta:LPHI FH UI,hlm.35.


(45)

menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30).

Keempat, negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang sepanjang perkumpulan itu bersifat non-profit dan non-politis (Pasal 15) Ini merupakan hak berserikat.

Kelima, seorang pengungsi akan mempunyai kebebasan untuk berperkara di depan peradilan (Pasal 16).

Keenam, berhak untuk mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok Pasal 17, 18 dan 19.

Ketujuh, setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warganegara lainnya atas hak memperoleh pendidikan 164 dasar Pasal 22.

Kedelapan, setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan Pasal 20 dan 22. Ini merupakan hak atas kesejahteraan sosial.

Kesembilan, setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen perjalananan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali karena alasan keamanan dan kepentingan umum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara peserta


(46)

Konvensi Pasal 27 dan 28. Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkan di atas, Konvensi juga telah menggariskan kewajiban pengungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Konvensi : Every refugee has duties to the country in which he finds himself, wihch require in particular that he conform to its laws and regulations as well as to measures taken for maintenance of public order. Berdasarkan Pasal 2 di atas, setiap pengungsi berkewajiban untuk mematuhi semua hukum dan peraturan atau ketentuan-ketentuan untuk menciptakan ketertiban umum di negara dimana dia ditempatkan.

3. Protocol Relating to the status of Refugees 1967

Protokol ini disetujui oleh Economic and Social Counsil melalui resolusi 1186(XLI) pada 18 November 1966 oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi 2198 (XXI). Protokol ini mulai berlaku pada tanggal 4 oktober 1947. Negara dapat menjadi peserta protokol 1967 ini tanpa harus menjadi peserta konvensi 1951. Dalam Pasal 1 (2) protokol ini, pengertian pengungsi dalam konvensi 1951 diperluas dengan meniadakan kata-kata “ sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan…” dan juga meniadakan kata-kata”… sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud”. Pasal 1(2) protokol 1967 menyatakan sebagai berikut :

For the purpose of the present protocol, the term “refugees” shall, except as regard the application of paragraph 3 of this article, mean any person within the definition of article 1 of the convention as if the words “As a results of events occurring before 1 January 1951 and…” and the word “… a results of such event”. In article 1(2) were omitted.

Perluasan definisi pengungsi dan protocol relating to the status of refugees dimaksud untuk mengatasi permasalahan pengungsi yang terjadi setelah perang


(47)

dunia II, terutama pengungsi yang timbul akibat konflik politik Afrika tahun 1950 dan 1960.

4. The Convention Relating to the Status of Stateless Persons (1954)

Konvensi yang mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki warga negara ini disahkan melalui sebuah konfrensi yang dihadiri oleh wakil berkuasa penuh negara-negara pada tanggal 28 September 1954 melalui sebuah Resolusi Dewan Sosial dan Ekonomi nomor 526 (XVII) tanggal 26 April 1954 dan diberlakukan pada tanggal 6 Juni 1960, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 39 Konvensi. Secara lengkap Konvesi 1954 ini bernama Convention Relating to the Status of Stateless Persons.26

Konvensi tahun 1954 ini terdiri dari 42 Pasal yang termuat dalam 6 Bab. Beberapa Pasal yang perlu diketahui seperti Pasal 1 yang memberikan rumusan tentang “stateless person”, kewajiban umum yang harus dipatuhi oleh mereka, hak asasi yang melekat kepada dirinya sebagai manusia, seperti hak untuk menjalankan agama dan pendidikan agama kepada anak-anak mereka, hak kelangsungan tempat tinggal, hak untuk memiliki benda-benda bergerak dan tidak bergerak, termasuk juga hak atas karya seni dan hak milik industri, hak untuk berserikat, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak. Hak dibidang kesejahteraan, misalnya perumahan, pendidikan umum, kebebasan untuk bergerak. Negara peserta Konvensi tahun 1954 juga diharuskan menerbitkan kartu identitas terhadap orang-orang yang tidak memiliki warga negara yang ada di

26


(48)

negaranya, juga termasuk dokumen perjalanan. Konvensi ini juga mengatur tentang para pelaut (seamen) yang tidak memiliki warga negara.

5. The Convention on the Reduction of Statlessness (1961)

Konvensi ini disahkan pada tanggal 30 Agustus tahun 1961 melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 896 (IX) tanggal 4 Desember 1954. Konvensi tahun 1961 terdiri dari 21 Pasal. Secara garis besar mengatur tentang pengurangan terhadap jumlah orag-orang yang tidak memiliki warga negara didalam wilayah Negara Pihak dengan memberikan status kewarganegaraan terhadap anak-anak mereka yang lahir di negara itu. Pemberian status kewarganegaraan itu merupakan suatu kewajiban yang diberikan oleh Konvensi tahun 1961 dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di negara itu.

Suatu hal yang patut diketahui adalah terhadap anak-anak yang lahir dari orang-orang yang tidak memiliki status warga negara diatas sebuah kapal laut, pesawat udara dianggap lahir di dalam wilayah Negara bendera di negara mana pesawat atau kapal itu didaftarkan. Konvensi ini juga mengatur tentang hilangnya status kewarganegaraan dari orang-orang yang tidak memiliki warga negara melalui perkawinan, berakhirnya perkawinan atau karena mendapatkan status kewarganegaraan yang lain.27

6. Kawasan Afrika

Dalam kawasan ini terdapat sebuah instrument yang mengatur tentang masalah pengungsi yang ada di afrika yaitu Convention Governing the Specific Aspects of Refugees Problems in Africa. Konvensi ini disahkan dalam siding luar

27


(49)

biasa keenam Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan pada 10 September 1969 di Addis Ababa. Latar belakang lahirnya konvensi ini adalah banyaknya pengungsi yang timbul di Negara-negara Afrika.

Konvensi ini memperluas pengertian pengungsi dan pengertian yang sudah ada di dalam konvensi 1951 dan protokol 1967. Pada Pasal 1 ayat 2 Convention Governing the specific Aspects of Refugees Problems in Africa, definisi pengungsi meliputi mereka yang menjadi pengungsi akibat agresi, pendudukan, dominasi asing atau peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terganggunya ketertiban umum baik disebagian atau diseluruh wilayah Negara. Pasal 1 ayat 2 menyatakan sebagai berikut :

For the purposes of this convention, the term “refugees” shall also aplly to every person who, owing to well-founded fear of being persecuted for reasons of race, religion, nationality, membership of a particular social group or political opinion, is outside the country of his nationality an is unable or, owing to such fear, is unwilling to avail himself of the protection of that country, or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual residences as a results of such event in unable or, owing to such fear, is unwilling.

Konvensi ini mengatur tentang pemberian tempat tinggal pengungsi;28 kewajiban pengungsi terhadap Negara dimana ia ditempatkan;29 prinsip non diskriminasi terhadap pengungsi;30 pemulangan pengungsi secara sukarela;31 serta dokumen perjalanan untuk pengungsi.32

28

Convention Governing the Specific Aspect of Refugees Problems in Africa, Pasal 2 ayat 5

29

Ibid., Pasal 3 ayat 1 30

Ibid., Pasal 4 31

Ibid., Pasal 5 ayat 1 32


(50)

7. Kawasan Amerika Latin

Seperti halnya kawasan Afrika yang terjadi perpindahan missal sebagai akibat peperangan, konflik sipil, kekerasan, dan kerusuhan politik di kawasan ini maka disahkanlah Cartagena Declaration of Refugees dalam Kolokium yang berjudul “ Perlindungan terhadap pengungsi Amerika Tengah, Meksiko dan Panama: Problem Yuridis Humaniter”. Kolokium tersebut diselenggarakan di Cartagena, Kolombia pada 19-22 November 1984.

Pengertian pengungsi dalam deklarasi ini pun mengalami perluasan hal ini tertuang dalam bagian III (3) yang menyatakan :

In addition to containing the elements of the 1951 convention and the 1967 protocol, includes among refugees persons who have fled their country because their lives, safety or freedom have been threatened by generalized violence, foreign aggression, internal conflicts, massive violation of human rights or other circumstance which have seriously disturbed public order.

Walaupun dalam deklarasi ditambahkan alasan lain seseorang menjadi pengungsi tetapi pemberian status pengungsi tetap harus memperhatikan kriteria-kriteria dasar yang terdapat dalam konvensi 1951 dan protokol 1967. Selain itu deklarasi ini juga berisi anjuran untuk ikut serta dalam konvensi 1951 dan protokol 1967.33

8. Kawasan Eropa

Instrumen yang terkait dengan pengungsi dalam kawasan ini antara lain

Agreement of the Abolition of Visas for Refugees34

33

Cartagena Declaration of Refugees, bagian II huruf (a) 34

Disahkan pada 20 April 1959

yang mengatur tentang kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada para pengungsi yang memiliki


(51)

dokumen perjalanan35 untuk melakukan perjalanan di wilayah Negara peserta

European Agreement on Transfer of Responsibility for Refugees36

D. Tugas dan Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Bersenjata

yang mengatur tentang pengalihan tanggung jawab terhadap para pengungsi yang telah tinggal dua tahun disuatu Negara peserta kepada Negara peserta lain dan Reccomendation on the Protection of Persons not Formally Recognized as Refugees Under 1951 Convention berisi tentang rekomendasi untuk tidak menolak permohonan seseorang di perbatasan, atau memulangkan seseorang ke tempat ia terancam akan persekusi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membentuk badan UNHCR guna memenuhi hak-hak para pengungsi sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pada butir kedua DUHAM disebutkan hak-hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak untuk mendapat kebebasan dan keamanan pribadi, dimana kondisi ini tidak mereka dapat di negaranya dan juga tidak mampu diberikan oleh pemerintah. Terhadap para pengungsi tersebut, UNHCR memiliki fungsi utama untuk memberikan perlindungan internasional, memberikan solusi jangka panjang bagi persoalan pengungsi serta mempromosikan hukum pengungsi internasional.

Lembaga UNHCR memiliki prosedur pemberian bantuan yang berkaitan dengan pemebuhan Hak Asasi Manusia (HAM) berupa perlindunan internasional.

35

Dokumen perjalanan ini harus sesuai dengan ketentuan Konvensi 1951 ataupun perjanjian tentang dikeluarkanya Dokumen perjalanan untuk pengungsi tanggal 15 Oktober 1946.

36


(52)

Secara umum konsep ini berisikan pencegahan pemulangan kembali, bantuan dalam memproses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamana fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali.37

1. Advocacy / pembelaan

UNHCR bertugas untuk memimpin dan mengkoordinasi langkah-langkah internasional dalam memberikan perlindungan kepada pengungsi dan menyelesaikan permasalahan –permasalahan pengungsi karena konflik atau kondisi perang. UNHCR juga memberikan keamanan dan hak dari para pengungsi, menjamin bahwa setiap orang berhak untuk mencari suaka, mendapat tempat yang aman di wilayah lain ataupun di Negara lain. Selain itu fokus UNHCR juga pada orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan atau bekas pengungsi di Negara lain yang sudah merasa aman untuk kembali ke negeranya. Diantara orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada individu – individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak didampingi suaminya, anak – anak dibawah 18 tahun, orang tua atau manula dan orang cacat. Bentuk Tugas dari UNHCR dalam menangani pengungsi konflik bersenjata adalah sebagai berikut :

UNHCR melakukan pembelaan dan melindungi pengungsi, pencari suaka, pengungsi internal dan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Pembelaan merupakan dasar dari strategi perlindungan. tehadap mereka dengan

37


(53)

gunakan dalam kombinasi dengan kegiatan seperti penyebaran informasi , pemantauan dan negosiasi. Ini dapat membantu mengubah kebijakan dan layanan di tingkat nasional, regional ataupun global untuk melindungi orang-orang dengan cara bernegosiasi.

Dalam pencarian suaka, UNHCR bekerja dalam struktur politik, ekonomi, dan sosial nasional yang secara langsung mempengaruhi kehidupan pengungsi dan orang lain yang menjadi perhatian untuk membawa kebijakan, praktik dan hukum menjadi sesuai dengan standar internasional. Dalam situasi pengungsian paksa, UNHCR berusaha melobby pemerintah dan para pengambil keputusan lainnya, mitra non-pemerintah dan masyarakat luas untuk mengadopsi praktek menjamin perlindungan dari orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR.

2. Assistance / pertolongan

UNHCR menyediakan bantuan darurat dalam bentuk air bersih dan sanitasi dan perawatan kesehatan, barak pengungsian,dan barang-barang bantuan lainnya, seperti selimut, alas tidur, jerigen, barang rumah tangga dan kadang-kadang makanan. Bantuan penting lainnya yang kami sediakan, atau membantu menyediakan, termasuk pendaftaran pengungsi, bantuan dan saran pada aplikasi suaka, pendidikan, konseling dan sebagianya bagi orang – orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana alam ataupun karena Negara mereka sedang dalam kondisi perang. Sekin itu UNHCR juga terlibat dalam program integrasi atau reintegrasi lokal bersama dengan pemerintahda dalam proyek-proyek yang menghasilkan pendapatan yang bertujuan untuk pemulihan infrastruktur dan bantuan lainnya.


(54)

3. Suaka dan Migrasi

UNHCR bekerja sama dengan pemerintah di seluruh dunia untuk membantu mereka merespon beberapa tantangan terkait dengan orang – orang yang mencari suaka ke Negara lain. Setiap harinya banyak orang diseluruh dunia yang berjuang untuk mencari suaka ke Negara lain demi kehidupan yang lebih baik dan terlepas dari konflik di negara mereka. Namun banyak sekali dari mereka yang bergerak secara illegal berjuang mencari suaka ke Negara lain.Untuk mengatasi tantangan untuk melindungi pengungsi di arus migrasi campuran , Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi menyelenggarakan konferensi dua hari regional tentang Perlindungan Pengungsi dan Migrasi Internasional di Dakar , Senegal, pada bulan November 2008 . Hal ini didasarkan pada Dialog Tantangan Perlindungan diluncurkan oleh UNHCR di Jenewa pada bulan Desember 2007. 4. Solusi berkelanjutan

Tujuan utama UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan pengungsi, membantu mencari solusi jangka panjang yang akan memungkinkan mereka untuk membangun kembali kehidupan mereka dalam martabat dan kedamaian. Ada tiga solusi terbuka untuk pengungsi UNHCR di mana dapat membantu repatriasi, integrasi lokal, atau membangun pemukiman di negara ketiga dalam situasi di mana tidak mungkin bagi seseorang untuk kembali pulang kee negaranya atau tetap di negara tempat mereka mengungsi. UNHCR membantu menemukan solusi berkelanjutan bagi pengungsi di seluruh dunia setiap tahunya. Tapi untuk beberapa juta pengungsi dan sejumlah besar pengungsi internal di belahan dunia lain, solusi ini tidak berhasil. UNHCR telah menyoroti


(55)

situasi ini berlarut-larut dalam upaya menemukan solusi bagi pengungsi seperti di Gaza.

5. Siap – siaga tehadap kedaan darurat

UNHCR sering dihadapkan dengan kondisi darurat tiba-tiba membutuhkan tanggapan segera . Peperangan dan bencana alam. UNHCR menyediakan bantuan darurat sipil dan rehabilitasi jangka panjang bagi para pengungsi. Untuk mempersiapkan dan menanggapi keadaan darurat , UNHCR telah mengumpulkan orang dengan berbagai keterampilan kunci yang siap untuk bergerak di mana saja dan pada saat itu juga. UNHCR dapat memobilisasi lebih dari 300 personil terlatih dalam waktu 72 jam. Badan ini juga telah mendirikan stok darurat barang bantuan non - pangan di Kopenhagen dan Dubai. Untuk mempertahankan kesiapsiagaan, UNHCR telah mengembangkan program pelatihan yang diadakan secara berkala termasuk Workshop Manajemen Darurat (WEM) yang mempersiapkan semua relawan UNHCR dalam perencanaan pembangunan tim, sistem operasional keuangan dan administrasi, kemitraan operasional, komunikasi dan keterampilan negosiasi, keamanan, koordinasi informasi dan telekomunikasi, dan perlindungan kemanusiaan. UNHCR juga berkontribusi terhadap inisiatif antar-lembaga untuk meningkatkan peringatan dini dan kesiap siagaan.

6. Perlindungan

Pemerintah biasanya menjamin hak asasi manusia dan keamanan fisik warga mereka. Tetapi ketika orang menjadi pengungsi proteksi dari pemerintah serasa menghilang. Pengungsi tidak memiliki perlindungan dari negara mereka


(56)

sendiri. UNHCR memberikan Perlindungan terhadap 33,9 juta orang yang tidak berkewarganegaan termasuk di dalamnya menjamin hak-hak asasi orang yang ingin mencari suaka. Di banyak negara, staff UNHCR bekerja bersama dengan mitra lain di berbagai lokasi mulai dari kota-kota besar hingga ke camp-camp terpencil dan daerah perbatasan. Mereka berusaha untuk memberikan perlindungan dan meminimalkan ancaman kekerasan tempat pengungsian atupun di negara suaka. Mereka juga berusaha untuk menyediakan setidaknya minimal perawatan tempat tinggal, makanan, air dan bantuan medis kepada setiap eksodus pengungsi, sementara itu mereka juga mempriopritaskan kebutuhan khusus bagi perempuan, anak, orang tua dan orang cacat. kegiatan inti di bidang perlindungan, berusaha untuk membantu negara-negara memenuhi kewajiban hukum internasional untuk melindungi pengungsi. Melalui program livelihood, UNHCR juga mengembangkan kapasitas: membantu para pengungsi menjadi mandiri di tempat-tempat pengungsian mereka dan meningkatkan kemungkinan menemukan solusi berkelanjutan bagi pengungsi.

Seperti penjelasan di atas, bahwa UNHCR adalah sebuah lembaga yang mempunyai prosedur tetap dalam memberikan bantuan yang berkaitan dengan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) berupa perlindungan internasional, Kalau menyinggung penerapan HAM yang efektif maka penerapan HAM harus dilihat secara kontekstual. Asas-asas yang ada dalam HAM yang sifatnya universal tapi di sisi lain tidak bisa diterapkan secara sama di dalam konteks yang berbeda-beda. Asas-asas HAM yang sifatnya universal dalam artian bahwa tidak ada satupun


(1)

sekolah dan orang-orang usia produktif. Biasanya pendidikan yang diberikan adalah pendidikan bahasa. Seperti yang dilakukan UNHCR kepada pencari suaka, Selain itu, UNHCR juga mencari jalan untuk menemukan solusi berkelanjutan untuk mengatasi masalah pengungsi dengan membantu mereka kembali ke tanah airnya jika keadaan memungkinkan, atau dengan membantu mereka untuk membaur di negara suakanya, atau dengan menempatkannya di negara ketiga. Mengenai pentingnya penyelesaian terhadap masalah pengungsi internasional, maka UNHCR terus berupaya bersama negara-negara untuk menjelaskan, mengklarifikasi dan mengembangkan keberadaan badan hukum internasional ini. Pada tahun 2001, konferensi pengungsi global yang paling penting dalam kurun waktu setengah abad mengadopsi suatu deklarasi penting yang menegaskan kembali komitmen negara-negara peserta Konvensi Pengungsi 1951. Melalui proses konsultasi global, UNHCR lalu menyusun seperangkat tujuan yang disebut “Agenda Perlindungan” yang hingga kini terus menjadi panduan bagi pemerintah dan organisasi-organisasi kemanusiaan dalam upaya untuk memperkuat perlindungan pengungsi di seluruh dunia.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) terhadap penduduk sipil pada konflik bersenjata. UNHCR dibentuk sebagai sebuah manifestasi penegakan HAM di mana mempunyai peranan khusus dalam penegakan HAM yang menyangkut penanganan pengungsi. Secara umum konsep ini berisikan pencegahan bagaimana agar pengungsi ada pemulangan kembali, bantuan dalam proses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan dan penyelenggaraan keamanan fisik bagi para pengungsi, pemajuan dan pembantuan pemulangan kembali secara sukarela dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali.

2. Hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi Internasional. hak – hak dan menjaga keadaan para pengungsi, UNHCR memiliki tujuan utama untuk mencari solusi jangka panjang bagi para pengungsi yang akan memberikan mereka kesempatan untuk membangun kembali hidup mereka sepantasnya dalam damai

3. Kewenangan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki mengkoordinir penyediaan dan pemberian bantuan, mengelola atau membantu manangani tenda-tenda penampungan individu atau sistem penampungan, merancang proyek-proyek khusus untuk kelompok rentan


(3)

seperti perempuan, anak-anak, dan orang-orang lanjut usia yang merupakan 80% dari suatu populasi “normal” pengungsi. Setelah situasi darurat sudah sedikit mereda, UNHCR memberikan pendidikan bagi mereka utamanya anak-anak usia sekolah dan orang-orang usia produktif

B. Saran

1. Hendaknya UNHCR memberikan pemahaman mendalam bagi para pengungsi mengenai bagaimana seharusnya mereka bersikap dalam menunggu solusi jangka panjang karena hambatan yang dihadapi UNHCR tidak hanya berasal dari dalam tetapi juga kondisi keterbatasan negara penerima sehingga UNHCR pun tidak dapat memaksa sebuah negara untuk menerima pengungsi

2. UNHCR sebagai salah satu badan pengungsi internasional dalam menanangani konflik Suriah lebih memperhatikan anak-anak, perempuan dan orang-orang tua.

UNHCR lebih mempermudah dan mempercepat proses status pencari suaka, menjadi pengungsi, sebab tahapan-tahapan status pencari suaka menjadi pengungsi yang dibuat oleh UNHCR dikatakan cukup menyita waktu si pencari suaka, yang membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk menjadi pengungsi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Andi Ulfah Tiara Patunru, Peranan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Terhadap Pengungsi Korban Perang Saudara Di Suriah, Makasar: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2014 Betts, Alexander,”Towards a soft law framework for the protection of vanurable

irregular imgrants”. International Journal of Refugees Law Vol.22 No.2 2010 Oxford University Press.

C. de Rover, To Serve & To Protect – Acuan Universal Penegakan HAM, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000

Edwards, Alice, Human Rights, Refugees and The Right to Enjoy Assylum, 2005. Joly, Daniele, Haven or Hell : Asylum Policies and Refugee in Europe, London :

Mac Millan Press,1966

J.Taylor, Peter, Political Geography World Economy, Nation State and Locality, Es Sex : Longman, ed. 1993. dalam Achmad Romsan, Pengantar Hukum PengungsiInternasional : Hukum Internasional dan Prinsip-prinsip Perlindungan Internasional, Jakarta : UNHCR, 2003.

Kamus Besar bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995.

Mansbach, Richard W. dan Kirsten L. Rafperty, Pengantar Politik Global, Bandung:Nusa Media, 2012.

Romsan, Achmad, dkk, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional , Bandung : Sanic Offset.2003.

Starke, J.G, Pengantar Hukum Internasional, Terj. Bambang Iriana, Jakarta: Sinar Grafika, 2010

Suwardi, Sri Setianingsih, “Aspek Hukum Masalah Peng-ungsi Internasional”, Jurnal HI, Vol.2 No.1 Tahun 2004, Jakarta:LPHI FH UI

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009


(5)

Peraturan Perundang-Undangan

Konvensi 1951 Mengenai Status Pengungsi

Protokol ini disebut juga dengan The Protocol Additional of 1977 Document Series Symbol: ST/HR/, Secretariat Center for Human Rights. Convention Governing the Specific Aspect of Refugees Problems in Africa Cartagena Declaration of Refugees, bagian II huruf (a) Disahkan pada 20 April 1959.

Konvensi 1951 ataupun perjanjian tentang dikeluarkanya Dokumen perjalanan untuk pengungsi tanggal 15 Oktober 1946.

Disahkan pada 16 Oktober 1980

Internet

UNHCR: Pengungsi. Sebagaimana dimuat di dalam tanggal 18 Februari 2015

Pengungsi Dunia Capai Jumlah Tertinggi dalam 15 tahun Terakhir.Sebagaimana di muat di dala Perang Saudara Suri

diakses pada tanggal 26 Februari 2015.

Turki. Dimuat di dalam februari 2015

Geografi Turki. Di muat di dala diakses pada tanggal 27 februari 2015

diakses pada tanggal 5 maret 2015

Maret 2015

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/11169/ diakses pada tanggal 6 Maret 2015


(6)

UNHCR,”Pengenalan tentang Perlindungan Internasional : Melindungi orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR “

Resolusi Majelis Umum, 12 Februari 1946

UNHCR: Pengungsi di Seluruh Dunia Lampaui 50 Juta Jiwa

eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (1): 49-58 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013

01:07 WIB.(an-najah.net) –


Dokumen yang terkait

Upaya United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013

1 29 111

Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

2 27 134

Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

1 24 134

PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 3 9

SKRIPSI PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 2 13

PENDAHULUAN PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 5 21

PENUTUP PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 2 5

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Pengungsi 1. Pengertian Secara Umum - Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

0 0 18

LEMBAR PENGESAHAN KEWENANGAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 9