Upaya United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013

(1)

UPAYA UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES

(UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON TAHUN 2011-2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Fatahillah 1110113000078

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAKSI

Skripsi ini menganalisa upaya United Nations High Commissioner for

Refugee (UNHCR) dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon

tahun 2011-2013 dengan fokus penelitian pada upaya UNHCR dalam menangani permasalahan tempat tinggal dan pemasalahan kesehatan pengungsi Suriah di Lebanon. Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan wawancara. Kerangka pemikiran yang digunakan penulis untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah konsep organisasi internasional, konsep pengungsi dan konsep keamanan manusia (human security). Dari hasil analisa dengan menggunakan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi suriah di Lebanon, yaitu melalui UNHCR sebagai inisaiator, fasilitator dan determinator. Ketiga upaya UNHCR tersebut merupakan bantuan langsung kepada pengungsi untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pengungsi. Selain itu, UNHCR juga membantu pengungsi untuk mendapatkan solusi berkelanjutan (durable solution) yaitu, integrasi lokal(local integration), pengembalian secara sukarela (voulentary

repatriation) dan pemukiman kembali di negara ketiga (resettlement). Walaupun

demikian, upaya UNHCR dalam menjalankan perannya tersebut belum maksimal karena terhambat oleh kurangnya tempat tinggal yang disediakan untuk pengungsi, minimnya akses kesehatan kepada pengungsi dan minimnya dana oprasional.

Kata Kunci: UNHCR, pengungsi, Suriah, Lebanon, organisasi internasional dan keamanan manusia (human security)


(6)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulilahirobil Alamin penulis ucapkan kepada Allah SWT sebagai rasa

Syukur, karena skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Meskipun banyak hambatan yang dihadapi oleh penulis selama menyelesaikan skripsi ini, baik yang berasal dari diri penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat keridhoan Allah dan bimbingan serta dukungan dari banyak pihak, akhirnya skripsi dengan judul “Upaya United

Nations High Commissiner for Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi

Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013” ini dapat selesai dan bisa digunakan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menempuh studi di Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terselesaikannya skripsi ini juga merupakan hal utama yang menjadi tanggungjawab penulis, sehingga bantuan banyak pihak merupakan hal yang sangat berarti. Oleh karena itu ucapan terimakasih disampaikan kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Kepada kedua orang tua penulis, H. Damyati dan Hj. Bandiyah penulis

yang selalu mendo’akan serta memberikan dukungan selama ini. Semua

ini tidak lepas dari hasil kerja keras dan perjuangan kalian untukku, terima kasih ayah dan Ibu.

2. Bapak Faisal Nurdin Idris, M.Sc., selaku pembimbing skripsi yang juga telah banyak memberikan batuan serta masukan bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Debbie Affianty, M.Si, selaku ketua jurusan sekaligus juga sebagai dosen yang telah mengajarkan banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan. Dan juga Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik.


(7)

4. Seluruh dosen-dosen Fisip UIN khususnya Jurusan Hubungan Internasional yang telah mengajarkan banyak ilmu serta menambahkan banyak pengalaman selama penulis penempuh pendidikan di kampus. 5. Kepada Kak Hendri, Kak Hamdi, Teh Eli, Muf, Aqil dan seluruh keluarga

yang selama ini juga telah membantu penulis selama perkuliahan, maupun

yang mendo’akan bagi kesuksesan penulis di masa yang akan datang. 6. Kepada teman-teman dari keluarga besar HI B 2010,terlebih kepada

Khairur Rasyid, Dede, Mely, Fahmi, Eko, Rizal, Whisnu, Chandra, Kalian semua luar biasa, sukses selalu untuk kita semua.

7. Nining Fitriati terima kasih atas do’a dan dukungannya. Terima kasih untuk semangatnya setiap hari, semoga semua yang kita cita-citakan dapat tercapai.

8. Kepada pak Kushartoyo staff ICRC, Ibu Mitra Salima Staff UNHCR, Ibu Mitra staff BKSAP DPR RI, Keluarga Besar BKSAP DPR RI, Keluarga Besar Dompet Dhuafa, Keluarga Besar KKN Kompak dan Keluarga Besar Litbang Kompas yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa. 9. Kepada semua teman-teman Pondok Pesantren Daarul Falah, Qori,

Firman, Jamil, Amin, Fauzi, Wahid, Wahyu, Yadi beserta keluarga HIKADA Jakarta,dan lain-lain yang selalu memberikan dukungannya.


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

LAMPIRAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Kerangka Pemikiran ... 10

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penelitian ... 22

BAB II : KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah ... 25

B. Pengungsi Suriah di Lebanon... 20

C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon ... 33

1. Masalah Tempat Tinggal ... 34


(9)

D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah ... 33

1. Membuka Perbatasan Lebanon ... 39

2. Membentuk Komite Tripartit ... 40

BAB III : UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES(UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya ... 42

1. Instrumen UNHCR dalam Memberikan Perlindungan terhadap Pengungsi ... 45

a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi ... 45

b. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 ... 47

B. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait Masalah Pengungsi ... 49

1. Bantuan Langsung (Asisstance) ... 50

2. Solusi Berkelanjutan (Durabel Solution) ... 52

a. Repatrasi Sukarela (Voulentary Repatration) ... 52

b. Integrasi Lokal (Local Integration) ... 53

c. Pemukiman Kembali (Resettlement) ... 54

BAB IV : PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON OLEH UNHCR TAHUN 2011-2013 A. Upaya UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon ... 56

1. UNHCR sebagai Inisiator ... 57


(10)

a. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Tempat

Tinggal ... 60

b. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Kesehatan ... 63

3. UNHCR sebagai Determinator ... 67

B. Interaksi UNHCR dengan Pemerintah Lebanon ... 75

C. Hambatan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon ... 77

1. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Tempat Tinggal ... 78

2. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Kesehatan ... 80

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... xv LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel. IV.1. Jumlah Keluarga dan Pengungsi yang telah Menerima Bantuan Tempat Tinggal tahun 2013 ... 59 Tabel. IV.2. Jumlah Pengungsi yang telah Menerima Bantuan Kesehatan ... 64 Tabel. IV.3. Negara-Negara yang Telah Menerima Pengungsi Suriah Sejak tahun 2013 ... 72


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar. II.1. Syrian Refugee in the Region, 31 December 2013 ... 28


(13)

DAFTAR SINGKATAN AJEM : Association Justice and Misericorde

CHF : Cooperative Housing Foundation International CISP : Comitato Internazionale per lo Sviluppo dei Popoli CLMC : Caritas Lebanon Migrant Center

DRC :Danish Refugee Council

Depsos : Departemen Sosial

DUHAM : Deklarasi Unuversal Hak Asasi Manusia

FSA :Free Syrian Army

IR :Islamic Relief

IDPs :Internal Displacement Persons

IMC :International Medical Corps

IRO :International Refugge Organization

IOCC :International Orthodox Christian Charities

LSM : Lembaga Suadaya Masyarakat

AMEL:Lebanese Popular Association for Popular Action

MoU :Memorandum of Understanding

NCB :National Coordinator Bereu

NRC :Norwegian Refugee Council

PIK : Pusat Informasi Kompas PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

PU-AMI :Première Urgence - Aide Médicale Internationale

RSD :Refugee Status Determination

SNC :Syrian National Council

SHEILD :Social Humanitarian Economical Intervention for Local Development


(14)

CSIS :The Centre for Strategic and International studies

HRC :The High Relief Committee in Lebanon

UN :United Nations

UNHCR :United Nations High Commissioner for Refugees

UNDP :United Nations Depelovment Programme


(15)

DAFTAR LAMPIRAN


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Skripsi ini akan membahas mengenai upaya penanganan Komisi Tinggi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi atau United Nations High

Commissioner for Refugees (UNHCR) terhadap pengungsi Suriah di Lebanon pada

tahun 2011-2013. Penanganan pengungsi Suriah di Lebanon oleh UNHCR tersebut sebagai peran UNHCR dalam melaksanakan mandat yang diemban UNHCR dalam melindungi dan menjaga hak-hak pengungsi.

Demonstrasi anti-pemerintah di Daraa pada Tanggal 23 Maret 2011 mengawali konflik internal antara pendukung rezim Bashar al Assad dan kelompok oposisi. Konflik internal tersebut merupakan gerakan masyarakat yang menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al Assad, gerakan masyarakat pada awalnya terjadi di kota Daraa, Deir ez-Zor, Douma, Homs Hama dan Idlib kemudian meluas hingga seluruh wilayah Suriah.1

Upaya yang dilakukan kelompok oposisi Suriah dalam menurunkan kekuasaan Presiden Bashar al Assad telah menjadi konflik antara pemerintah dengan kelompok oposisi Suriah. Konflik dalam negeri Suriah merupakan konflik terpanjang

1Broto Wardoyo, “Anatomi Penyelesaian Konflik Internal di Suriah”

Analisis CSIS (vol. 43 No.2. Juni 2014): 181.


(17)

dibandingkan dengan negara-negara Arab lainnya yang terkena dampak Arab spring. Dengan demikian konflik di Suriah sebagai konflik yang memiliki dampak terburuk

Arab spring, dengan jumlah korban jiwa hingga 130.433 jiwa.2

Krisis kemanusiaan yang terjadi di Suriah mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa, luka-luka dan hancurnya tempat tinggal. Hal demikian menjadikan masyarakat Suriah memilih untuk pergi meninggalkan Suriah menuju negara-negara yang berbatasan langsung dengan Suriah. Seperti Lebanon, Turki, Yordania, Irak dan Mesir menjadi tujuan pengungsi untuk mencari perlindungan dan menghindari konflik. Dengan demikian konflik Suriah yang terjadi sejak tahun 2011 telah berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengungsi ke negara-negara tetangga Suriah.

Menurut laporan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) pada tahun 2011-2012,3 jumlah pengungsi Suriah di wilayah negara-negara tetangga Suriah mencapai 515.061 yang tersebar di Lebanon 156.612 jiwa, Yordania 144.997 jiwa, Turki 137.756 jiwa, Iraq 65.527 jiwa dan Mesir 10.169 jiwa. Jumlah pengungsi tersebut mengalami peningkatan dalam jangka waktu tiga tahun selama konflik berlangsung. Sebagaimana dalam laporan UNHCR tahun 2013 jumlah pengungsi

2

Angka tersebut dilaporkan oleh Syrian Observatory for Human Right. Lembaga yang menyampaikan bahwa jumlah sebenarnya di lapangan bisa saja lebih tinggi dari yang tercatat. Angka tersebut dicatat per akhir Desember 2013 dan dikutip oleh situs berita Hufffington Post dalam http:huffingtonpost.com/2013/12/31/death-toll-syria_n_4524443.html. dalam jurnal Broto Wardoyo,

“Anatomi Penyelesaian Konflik Internal di Suriah” Analisis CSIS (vol. 43 No.2. Juni 2014): 181. 3 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Stories from Syrian Refugees, Discovering the human faces of a tragedy” [database on-line] tersedia di http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.phpinternet; diakses pada 10 Februari 2014.


(18)

Suriah di negara-negara tetangga Suriah mencapai 2.352.426 jiwa yang tersebar di Turki 352.242 Jiwa, Lebanon 858.641 jiwa, Iraq 212.181 jiwa, Yordania 576. 354 jiwa dan Mesir 131.707 jiwa.4

Dari data UNHCR pada tahun 2011 hingga tahun 2013, dijelaskan bahwa Lebanon merupakan negara yang menjadi tujuan pengungsi terbesar dibandingkan negara tetangga lainnya. Arus besar pengungsi menuju Lebanon dikarenakan faktor geografis Lebanon yang berbatasan langsung dengan Suriah di Utara dan Timur. Hal tersebut menjadikan mayoritas pengungsi Suriah menuju wilayah-wilayah Lebanon seperti wilayah Lebanon Selatan, Beirut, Lebanon Utara, dan Bekka.5 Selain faktor geografis, terdapat faktor historis antara Lebanon dan Suriah yang menjadikan Lebanon dengan Suriah memiliki hubungan yang kuat baik sosial, ekonomi dan politik.6

Sebagai negara yang berbatasan langsung dan memiliki hubungan kuat dengan Suriah, Lebanon telah memberikan perhatian serius terhadap para pengungsi Suriah. Perhatian serius Lebanon tersebut karena Lebanon dan Suriah memiliki kesamaan latar belakang secara geografis maupun historis. Oleh karena itu, dalam

4

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1.

5World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure:

the impact of the Syrian refugee crisis on host communities in Lebanon,” World Vision Lebanon (July 2013): 9.

6 Picard, Elizabeth and Ramsbotham, Alexander “Reconciliation, reform and resilience -


(19)

membantu pengungsi Suriah, Lebanon membuat kebijakan dengan membuka perbatasannya dan memberikan bantuan-bantuan kepada pengungsi secara langsung.

Bantuan langsung yang diberikan masyarakat Lebanon ditunjukan dengan memberikan tempat tinggal bersama dengan kerabat atau teman, menyewakan toko-toko kosong atau bangunan kosong dan membuat tenda di tanah milik masyarakat Lebanon. Begitu juga masyarakat Lebanon telah menunjukkan kebaikannya kepada pengungsi Suriah, dengan cara berbagi sumber daya utama seperti air, listrik, dan menerima hak-hak pendatang baru untuk mengakses pelayanan kesehatan dan tempat tinggal.7

Namun konflik yang terjadi di Suriah selama tiga tahun mengakibatkan peningkatan arus pengungsi menuju Lebanon. Hal ini terlihat sejak tahun 2011 berjumlah 3.798 jiwa kemudian pada tahun 2012 berjumlah 525.0618 dan pada tahun 2013 berjumlah 2.352426 jiwa.9 Peningkatan arus pengungsi tersebut telah menimbulkan permasalahan bagi Lebanon seperti permasalahan sosial antara pengungsi Suriah dengan masyarakat Lebanon yang diakibatkan oleh masalah tempat tinggal dan masalah kesehatan.10

7World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure,” 5. 8

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Stories from Syrian Refugees, Discovering the human faces of a tragedy” [database on-line] tersedia di http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.phpinternet; diakses pada 10 Februari 2014.

9

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1.

10

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, 8.


(20)

Permasalahan tempat tinggal dan kesehatan menjadi permasalahan sosial bagi penduduk Lebanon dengan pengungsi Suriah, dipicu oleh padatnya wilayah Lebanon oleh pengungsi Suriah. Kepadatan penduduk di wilayah Lebanon karena Pemerintah Lebanon memilih untuk tidak membangun kamp-kamp untuk pengungsi Suriah. Hal tersebut diakibatkan karena kamp untuk pengungsi sebelumnya yaitu kamp pengungsi Palestina telah berkembang menjadi negara dalam negara, sehingga mengancam keamanan dalam negeri.11 Sebagaimana yang terjadi pada tahun 1960an terjadi gerakan pengungsi Palestina yang dimulai dari kamp-kamp pengungsian Palestina.12

Walaupun demikian, kehadiran pengungsi Suriah di wilayah Lebanon menjadikan Lebanon tetap menerima pengungsi Suriah, dan berperan aktif dalam memfasilitasi, dan berkoordinasi dengan United Nations High Commissioner for

Refugge (UNHCR), hal demikian karena Lebanon terikat oleh prinsip non

refoulment13dan deklarasi hak asasi manusia beserta Memorandum of Understanding

(MoU) dengan UNHCR terkait penanganan pengungsi.14

Oleh karena itu, dalam menghadapi tingginya arus pengungsi menuju wilayah Lebanon maka pemerintah Lebanon melalui Kementrian Sosial, Kementrian Luar

11

Björn Zimprich, “Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders Policy,” [database on-line]; tersedia di http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-heavy-burden-of-the-open-borders-policy internet : diakses pada 12 Februari 2015.

12

Rosemary Sayigh, Palestinians: from Peasants to Revolutionaries. (London:Zed Press, 1979) .116

13

Prinsip non refoulment merupakan larangan pemulangan atau pengembalian pengungsi ke tempat/Negara asalnya, yang merupakan dasar dari perlindungan internasional terhadap pengungsi.

14The Assessment Capacities Project (ACAPS), Legal Ststus of Individuals Fleeing Syria,” Syria Needs Analysis Project (June 2013):5.


(21)

Negeri dan Kementrian Keamanan Lebanon untuk berkoordinasi dan bekerjasama dengan UNHCR dalam melindungi para pengungsi Suriah.15

Kerjasama antara pemerintah Lebanon dengan UNHCR dilakukan karena UNHCR merupakan unit dari PBB yang menangani secara khusus masalah pengungsi. UNHCR juga merupakan organisasi internasional yang memiliki mandat khusus dalam menangani masalah-masalah pengungsi. Mandat khusus tersebut dilakukan dengan mencarikan solusi berkelanjutan berupa repatriation (pemulangan pengungsi ke negara asalnya), integration (integrasi di negara pemberi suaka), dan

resettlement (pemukiman kembali ke negara ketiga). Selain mencarikan solusi

berkelanjutan UNHCR juga bertugas menyediakan bantuan jangka pendek yang bersifat material.16

Berdasarkan paparan di atas maka penelitian ini menarik untuk dianalisa karena berkaitan dengan penanganan masalah kemanusian oleh UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani pengungsi secara global. Untuk itu dalam penelitian ini akan membahas mengenai upaya UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon, dengan fokus penelitian pada permasalahan tempat tinggal dan permasalahan kesehatan pengungsi. Sedangkan periode penelitian dibatasi mulai

15United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) “country operations profile –

Lebanon,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet: diakses pada 15 Agustus 14.

16

Putri K.T.M, Peranan UNHCR dalam menangani Krisis Pengungsi Bhutan di Nepal pada tahun 2000-2004 (Depok:Fisip UI 2008). 8.


(22)

tahun 2011-2013 dengan alasan bahwa pada tahun tersebut adalah awal terjadinya konflik dan peningkatan pengungsi Suriah ke Lebanon.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menangani pengungsi Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013 ?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan dampak konflik Suriah terhadap kemanusiaan. 2. Untuk mengetahui permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

3. Untuk menganalisa upaya United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

Untuk itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian berikutnya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian-penelitian ini adalah sebagai berikut:


(23)

1. Diharapkan mampu berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan, terutama disiplin ilmu Hubungan Internasional khususnya dalam masalah kemanusiaan.

2. Diharapkan dapat bermanfaat untuk dapat menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa Hubungan Internasional

3. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi publik mengenai kemanusiaan khususnya permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian mengenai pengungsi yang berada di Lebanon telah dilakukan, salah satunya yaitu oleh Mona Christophersen dan Cathrine Thorleifsson pada tahun 2013 yang berjudul ”Lebanese Contradictory Responses toSyrian

Refugees Include Stress, Hospitality, Resentment”. Secara umum dalam tulisannya menerangkan bahwa masuknya pengungsi Suriah ke Lebanon diterima dengan baik oleh penduduk Lebanon. Christophersen dan Cathrine Thorleifsson juga menjelaskan bahwa terjadi pergeseran sikap penduduk Lebanon kepada pengungsi Suriah, hal tersebut dikarenakan adanya persaingan pekerjaan antara pengungsi Suriah dengan penduduk Lebanon sehingga menimbulkan ketegangan komunal.17

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nora Berneis and Julia Bartl dengan

judul “Understanding the Heightening Syrian Refugee Crisis and Lebanon’s Political

17

Christophersen dan Cathrine Thorleifsson, ”Lebanese Contradictory Responses toSyrian

Refugees Include Stress, Hospitality, Resentment” American University of Beirut, The Issam Fares Institute for Public Policy and International Affairs, (June 2013):1-4.


(24)

Polarization” Dalam penelitian ini Nora Berneis and Julia Bartl mengungkapkan bahwa tingginya arus pengungsi Suriah ke Lebanon memerlukan bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Suriah di wilayah Lebanon, namun dalam memberikan bantuannya tersebut harus memasukan realitas politik dan sosial. Hal ini karena pengungsi tidak hidup dalam kamp pengungsiaan melainkan hidup bersama penduduk Lebanon secara langsung. Oleh karena itu, dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi sejumlah kelompok non-negara seperti Organisasi Internasional dan Organisasi Masyarakat (LSM) memiliki peran penting dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Suriah.18

Kemudian dalam sebuah artikel yang berjudul “Responding to the Syrian

refugee crisis in Lebanon: lessons learned” yang ditulis oleh Siân Herbert tahun

2013 disebutkan bahwa Lebanon sebagai negara yang mengalami banyak gelombang pengungsi sepanjang sejarah, karena memiliki banyak daerah yang ditempati oleh pengungsi seperti pengungsi pengungsi asal Palestina, pengungsi asal Irak dan pengungsi asal Suriah. Dalam artikel ini juga mengidentifikasi permasalahan utama dari kehadiran para pengungsi di Lebanon yaitu: Memahami hubungan sejarah antara pengungsi dan masyarakat setempat untuk memahami bagaimana perpecahan

18

Nora Berneis and Julia Bartl, “Understanding the Heightening Syrian Refugee Crisis and Lebanon’s Political Polarization” Carthage Center for Research and Information, Lebanese


(25)

sektarian mempengaruhi kebijakan dan keputusan pemerintah Lebanon dalam menangani permasalahan pengungsi.19

Skripsi ini mencoba menjelaskan upaya penanganan pengungsi oleh United

Nations High Commissioner for Refugge (UNHCR) di Lebanon pada tahun

2011-2013. Berbeda dengan penelitian sebelumnya mereka tidak membahas upaya yang dilakukan UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani permasalahan pengungsi di Lebanon, mereka hanya membahas mengenai masalah yang ditimbulkan oleh pengungsi. Akan tetapi skripsi ini mencoba menganalisa permasalahan yang paling mendasar pada pengungsi dan menjelaskan upaya yang dilakukan UNHCR untuk melindungi hak-hak para pengungsi terutama pengungsi Suriah.

E. Kerangka Pemikiran

Untuk menganalisa upaya UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon, maka penelitian ini menggunakan konsep organisasi internasional, pengungsi, dan keamanan manusia (human security). Konsep-konsep tersebut digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa peran UNHCR dalam penanganan masalah kemanusiaan yaitu masalah pengungsi. Dalam konsep keamanan manusia, masalah pengungsi yang penulis teliti mencakup keamanan kesehatan

(health security), keamanan masyarakat (community security), dan keamanan

individu (personal security).

19Siân Herbert, “Responding to the Syrian refugee crisis in Lebanon: lessons learned” Helpdesk Research Report, (Agustus 2013): 1-12.


(26)

1. Konsep Organisasi Internasional

Diantara kajian utama studi Hubungan Internasional adalah organisasi internasional yang merupakan salah satu aktor dalam hubungan internasional. Pada awalnya organisasi internasional didirikan dengan tujuan mempertahankan peraturan-peraturan agar dapat berjalan tertib dalam rangka mencapai tujuan bersama dan sebagai wadah hubungan antar bangsa dan negara agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin dalam konteks hubungan internasional.20

Organisasi Internasional memiliki peran penting dalam memberikan pedoman untuk bertindak pada situasi tertentu di lingkungan internasional. Hal demikian menjadikan organisasi internasional berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi antar negara secara internasional untuk mencapai kepentingan nasional setiap negara.21 Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat M. Virally bahwa organisasi internasional merupakan suatu persekutuan yang dibentuk dengan persetujuan para anggotanya, dan memiliki sistem yang tetap untuk perangkat-perangkat dan badan-badan yang memiliki tugas untuk mencapai tujuan kepentingan bersama, dengan cara mengadakan kerjasama antara para anggotanya.22

20

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005): 91

21

Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 92. 22

M. Virally, Definition and Classification of International Organization: A Legal Approach, in in G. Ab-Saab (ed). The Concept of International Organization, 51 (1981) dalam buku Sumaryo suryokusumo, Pengantar hukum Internasional (PT. Tatanusa : Jakarta Indonesia 2007): 1.


(27)

Peranan organisasi internasional dalam hubungan internasional saat ini telah diakui karena keberhasilannya dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi suatu negara. Bahkan saat ini organisasi internasional dinilai dapat mempengaruhi tingkah laku negara secara tidak langsung. Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana untuk menangani masalah-masalah yang muncul melalui kerjasama tersebut.23

Menurut Harold K. Jackobson untuk mencapai kepentingan bersama tersebut, organisasi memiliki fungsi-fungsi sebagi berikut:24

a. Fungsi informasi merupakankegiatan pengumpulan data, analisa data, pertukaran data, dan informasi. Untuk menjalankan fungsi ini, organisasi internasional dapat menggunakan staffnya atau menyediakan suatu forum dimana konstituennya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

b. Fungsi normatif meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu norma standar. Fungsi ini tidak memasukan instrumen yang memiliki efek mengikat secara hukum, tetapi sebatas pertanyaan-pertanyaan yang mempengaruhi lingkungan domestik dan internasional.

c. Fungsi pembuatan peraturan yang hampir sama dengan fungsi normatif tetapi lebih menekankan pada efek mengikat secara hukum. Agar produk yang

23

Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 95. 24

Harold K. Jackobson, Network or Interdependence, (Alfred A Knopf, New York, 1979), 89-90.


(28)

dihasilkan mengikat secara hukum. Maka negara anggota harus melakukan ratifikasi atas suatu peraturan dan peraturan itu berlaku bagi yang meratifikasi saja.

d. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan dimana dalam hal tersebut organisasi internasional menetapkan ukuran-ukuran pelanggaran dan menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran suatu peraturan.

e. Fungsi operasional yang meliputi penggunaan sumber daya organisasi.

Dalam menjalankan fungsi organisasi internasional tersebut, menurut Andre Pariera aktivitas organisasi internasional akan menampilkan sejumlah peranannya sebagai inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator dan determinator.25 Dari beberapa peran organisasi internasional tersebut, dalam konteks penelitian ini terdapat tiga peran yang relevan dengan peran UNHCR, yaitu sebagai inisiator, fasilitator dan determinator. Peran inisiator mengacu pada upaya organisasi internasional untuk mengajukan suatu masalah kepada masyarakat internasional agar mendapatkan solusi. Begitu pula peran fasilitator adalah upaya organisasi internasional untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam menangani suatu masalah. Sedangkan Peran determinator merupakan upaya organisasi internasional dalam memberikan keputusan terhadap suatu masalah

25

Andre Pariera, ed. Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.). hal 135.


(29)

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa konsep organisasi internasional digunakan untuk memahami dan menjelaskan peran UNHCR dalam menangani pengungsi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini konsep organisasi internasional dijadikan alat analisis untuk mengetahui peran organisasi ineternasional terkait dengan upaya UNHCR menangani masalah pengungsi Suriah di Lebanon.

2. Konsep Pengungsi

Pengertian atau istilah pengungsi secara umum memiliki beragam pengertian. Sebagaimana dalam buku pengantar hukum pengungsi internasional yang ditulis oleh Achmad Romsan bahwa terdapat dua pendapat ahli yang berhubungan dengan pengertian atau batasan dari istilah pengungsi, yaitu Malcom Proudfoot dan Pietro Verri.

Menurut pandangan Proudfoot bahwa pengungsi merupakan suatu kelompok orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi secara paksa, atau pengusiran orang-orang dan perlawanan politik pemerintah yang berkuasa. Dapat pula dalam bentuk pengembalian etnik tertentu ke negara asal tertentu mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian atau penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi. Perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya tekanan dan ancaman. Perpindahan secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah


(30)

pertahanan berdasarkan perintah militer secara pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang.26

Sedangkan Pietro Verri dalam mendefinisikan pengungsi merujuk pada Pasal 1 konvensi 1951 khususnya pada kalimat ‘applies to many person who has fled the

country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution’. Dalam

pandangannya pengungsi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang meninggalkan negaranya karena adanya ketakutan yang tidak terhingga serta adanya kemungkinan atau potensi penyiksaan.27

Berdasarkan pengertian pengungsi menurut kedua pandangan di atas. Maka penelitian ini lebih menekankan kepada pengertian yang dijelaskan oleh Pietro Verri, karena pandangan Pietro Verri merujuk kepada Pasal 1 konvensi 1951 mengenai status pengungsi yang merupakan dasar utama organisasi internasional terutama UNHCR dalam menentukan status pengungsi di seluruh dunia.

Sebagaimana dalam pasal 1A (2) dari Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi mendefinisikan pengungsi sebagai setiap orang yang:

As a result of event occurring before 1 January 1951 and owing to well founded fear of being persecuted for reasons of race, relegion, nationality, membership of a particular social group or political opinion, is outside the country of

26

Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional (Bandung: Sainc Offset, 2003) h. 36.

27


(31)

his nationality and is unable or, owing to such fear is unwilling to avail himself of

such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to it.28

Terjemahan Resmi:29

Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan disebabkan oleh ketakutan yang beralasan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat, atau karena ketakutan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan Negara itu, atau seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan dan karena berada di luar Negara dimana ia sebeumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud, tidak dapat atau karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke Negara itu.

Dalam mendefinisikan arti pengungsi terlebih dahulu dilihat dari penyebab terjadinya pengungsi. Sebagaimana menurut Irawati Handayani konsep pengungsi memiliki dua pengertian, hal tersebut dilihat dari dua faktor yang menyebabkan adanya pengungsi. Pertama pengungsi yang disebabkan oleh peristiwa alam (natural

disaster) dan pengungsi yang disebabkan oleh perbuatan manusia (human made

disaster).30 Oleh karena itu, dalam penelitian ini lebih melihat kepada definisi

pengungsi yang disebabkan oleh manusia (human made disaster). Seperti pengungsi Suriah di Lebanon, karena permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon merupakan permasalahn kemanusiaan yang diakibatkan oleh konflik dalam negeri.

Dengan demikian, konsep pengungsi yang telah dijelaskan di atas digunakan sebagai dasar organisasi internasional dalam menentukan status kepengungsian

28

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Convention and Protocol

Relating to the Status of Refugees, [database on-line]; diakses dari:

http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html internet: pada 1 Maret 2014. 29

Terjemahan dari : Konvensi dan Protokol Mengenai Status Pengungsi, (Jakarta:UNHCR Media Relation and Information Service, 2010), 21.

30 Irawati Handayani, “Perlindungan terhadap Pengungsi D

omestik (Internal Displaced Person) dalam Sengketa Bersenjata Internal Menurut Hukum Internasional,” Bandung: Jurnal HI UNPAD, (Vol.1 No. 2, 2001): 158.


(32)

seseorang. Sebagaimana tercantum dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi, sehingga konsep pengungsi dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi menjadi landasan UNHCR, dalam menjalankan peranannya sebagai organisasi internasional yang menangani pengungsi.

3. Konsep Keamanan Manusia (Human Security)

Dimensi keamanan dalam studi Hubungan Internasional yang pada mulanya berfokus pada keamanan negara, mengalami pergeseran dari perspektif tradisional yang terbatas pada perang dan damai menuju perspektif non-tradisional yang lebih mengedepankan keamanan manusia (human security). Oleh karena itu, keamanan tidak lagi terfokus pada interstate relations tetapi juga pada keamanan untuk masyarakat.31

Pergeseran isu keamanan pasca Perang Dingin yang pada awalnya fokus terhadap keamanan negara berubah menjadi keamanan manusia (human security) merupakan sebuah reaksi terhadap masalah-masalah dunia yang dihadapi saat ini. Seperti perdagangan manusia (human trafficking), terorisme, masalah pangan, perdagangan senjata ilegal dan permasalaan pengungsi akibat konflik kekerasan fisik, pelanggaran hak asasi manusia dan sebagainya.32

Konsep keamanan manusia (human security) pertama kali dikenal melalui publikasi United Nations Depelovment Programme (UNDP) yang berjudul “Human

31

Simon Dalby, Environmental Dimension of Human Security, in Environmental Security: Approach and Issues, edited by Rita Floyd and Richard Mattew (London: Routledge 2013), 102-103

32


(33)

Depelovment Report 1994” yang menjelaskan mengenai definisi keamanan manusia

(human security), aspek penting dalam keamanan manusia (human security) dan

komponen utama keamanan manusia (human security). Dalam publikasinya UNDP mendefinisikan keamanan manusia (human security)sebagai berikut:33

“Human security can be said to have two main aspects. It means, first, safety

from such chronic threats as hunger, disease and repression. And second, it means protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily

life – whether in homes, in jobs or in communities. Such threats can exist at

all levels of national income and development.”

Keamanan manusia dapat dikatakan memiliki dua aspek utama. Pertama, keamanan dari ancaman kronis seperti kelaparan, penyakit dan represi. Dan kedua, itu berarti perlindungan dari gangguan mendadak dan menyakitkan dalam kehidupan sehari-hari - baik di rumah, di pekerjaan atau di masyarakat. Ancaman tersebut bisa ada di semua tingkat pendapatan dan pembangunan nasional (diterjemahkan oleh Penulis).

Dalam publikasi UNDP terdapat tujuh komponen utama dalam keamanan manusia (human security). yaitu: keamanan ekonomi (economic security), keamanan pangan (food security), keamanan kesehatan (health security), keamanan lingkungan

(environmental security), keamanan individu (personal security), keamanan

masyarakat (community security), dan keamanan politik (political security).34Dari ketujuh komponen tersebut penelitian ini menggunakan tiga komponen, yaitu keamanan kesehatan (health security), keamanan masyarakat (community security), dan keamanan individu (personal security). Hal ini terkait dengan permasalahan

33

United Nations Development Programme (UNDP), Human Development Report 1994, (New York: Oxford University Press, 1994), 23.

34


(34)

tempat tinggal dan kesehatan yang menjadikan adanya kesenjangan sosial antara pengungsi dan masyarakat Lebanon.

a. Keamanan kesehatan (health security)

Menurut Shahrbanou Tadjbakhsh bahwa ancaman kesehatan termasuk cedera dan penyakit, membutuhkan akses perawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang aman dan terjangkau oleh masyarakat. Ancaman terhadap keamanan kesehatan lebih besar bagi masyarakat miskin di daerah pedesaan, terutama perempuan dan anak-anak.35 Oleh karena itu, keamanan kesehatan bertujuan menjamin perlindungan dari penyakit dan gaya hidup yang tidak sehat terutama di negara berkembang, hal ini karena kurang gizi dan kurangnya pasokan obat-obatan, air bersih dan kelengkapan kesehatan lainnya.36

b. Keamanan individu (personal security)

Keamanan individu bertujuan melindungi orang dari kekerasan fisik baik dari aparatur negara, negara lain, sesama individu hingga pelecehan. Bagi banyak orang, sumber utama keresahan adalah kejahatan, terutama kejahatan yang disertai kekerasan fisik.37 Berkaitan dengan keamanan individu (personal security), menurut Shahrbanou Tadjbakhshbahwa keamanan individu adalah mereka yang dikaitkan dengan ancaman kriminalitas, persepsi individu dan ketakutan; seperti, takut

35

Shahrbanou Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts and implications, (Canada: Routledge, 2007), 14.

36

United Nations Development Programme (UNDP), Human Development, 27. 37


(35)

kehilangan akses ke layanan kesehatan dalam proses reformasi asuransi kesehatan, atau takut kehilangan pekerjaan.38

Begitupula mencakup ancaman dari negara melalui penyiksaan fisik, ancaman dari negara-negara lain (perang), dari terorisme internasional maupun antar negara, dan dari individu atau geng (kekerasan jalanan), kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap anak-anak (pelecehan, prostitusi, tenaga kerja) dan bahkan kekerasan terhadap diri sendiri (bunuh diri atau penyalahgunaan obat). Oleh karena itu, dimensi ini umumnya dikaitkan dengan kebebasan dari rasa takut.39

c. Keamanan komunitas (community security)

Keanekaragaman budaya yang membentuk sebuah komunitas/masyarakat memerlukan keamanan dari ancaman yang menindas, diskriminasi terhadap kelompok-kelompok etnis atau adat dan pengungsi.40 Sebagaimana dijelaskan dalam laporan UNDP 1994 bahwa keamanan komunitas bertujuan melindungi orang dari hilangnya hubungan dan nilai tradisional, serta dari kekerasan sektarian, religi dan etnis. Komunitas tradisional, terutama kelompok etnis dan kepercayaan minoritas sering kali merasa terancam. Sekitar setengah dari seluruh jumlah Negara di dunia pernah mengalami ketegangan antar etnis.41

38

Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts, 14. 39

Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts, 14. 40

Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts,15. 41


(36)

Dari penjelasan konsep keamanan manusia (human security) diatas, maka permasalahan pengungsi termasuk kedalam konsep keamanan individu (personal

security), tetapi masalah pengungsi berdampak kepada masalah lainnya, yaitu

masalah tempat tinggal dan kesehatan. Oleh karena itu, masalah pengungsi termasuk kedalam keamanan komunitas (comunity security) dan keamanan kesehatan (health

security). Kemudian dampak yang dihadirkan oleh arus pengungsi mendorong

perlunya penanganan yang serius dan komprehensif oleh aktor negara dan organisasi internasional (UNHCR).

F. Metode Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui penelitian kepustakaan

(library research)dan wawancara. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mencari

buku, artikel jurnal, catatatan, maupun hasil penelitian dari penelitian terlebih dahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan wawancara dilakukan dengan mewawancarai Mitra Suryono yg merupakan staff informasi publik dan dokumentasi di kantor UNHCR Jakarta untuk mendapatkan informasi mengenai oprasi UNHCR secara umum.

Selain dengan penelitian kepustakaan (library research) dan wawancara, dalam mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, dilakukan pula dengan mengunjungi perpustakaan-perpustakaan. Perpustakaan-perpustakaan tersebut seperti perpustakaan Universitas Indonesia, perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Universitas lainnya. Selain itu, dalam mendapatkan


(37)

data tersebut penulis juga mengunjungi pusat-pusat dokumen seperti pusat dokumen

United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) Jakarta, The International

Commitee of Red Cros Jakarta(ICRC), The Centre for Strategic and International

studies (CSIS) dan Pusat Informasi Kompas (PIK).

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka data tersebut dianalisa dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah penelitian yang mengupayakan gambaran secara spesifik mengenai suatu situasi, mekanisme dan proses berdasarkan data dan fakta melalui proses analisis.42 Dengan demikian hasil penelitian ini berupa analisa yang didapatkan dengan cara mengoprasionalisasi data dengan kerangka konseptual yang menghasilkan kesimpulan terhadap upaya UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon.

G. Sistematika Penelitian

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pertanyaan Penelitian

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka

E. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian

42

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007) 4.


(38)

G. Sistematika Penelitian

BAB II : KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON

A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah B. Pengungsi Suriah di Lebanon

C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon 1. Masalah Tempat Tinggal

2. Masalah Kesehatan

D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah 1. Membuka Perbatasan Lebanon

2. Membentuk Komite Tripartit

BAB III : UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR

REFUGEES(UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH

PENGUNGSI

A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya

1. Instrumen UNHCR dalam Memberikan Perlindungan terhadap Pengungsi a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi

b. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 B. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait Masalah Pengungsi


(39)

2. Solusi Berkelanjutan (Durabel Solution)

a. Repatrasi Sukarela (Voulentary Repatration) b. Integrasi Lokal (Local Integration)

c. Pemukiman Kembali (Resettlement)

BAB IV : PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON OLEH UNHCR TAHUN 2011-2013

A. Upaya UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon 1. UNHCR sebagai Inisiator

2. UNHCR sebagai Fasilitator

a. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Tempat Tinggal b. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Kesehatan 3. UNHCR sebagai Determinator

B. Interaksi UNHCR dengan Pemerintah Lebanon

C. Hambatan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon 1. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Tempat Tinggal 2. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Kesehatan


(40)

BAB II

KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON

Bab ini menjelaskan mengenai konflik Suriah dan permasalahan-permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. Bagian ini akan dimulai dengan pembahasan mengenai konflik Suriah dan arus pengungsi Suriah, Pengungsi Suriah di Lebanon, permasalahan yang dihadapi pengungsi Suriah di Lebanon, dan respon pemerintah Lebanon terhadap pengungsi Suriah. Keterkaitan bab ini dengan kerangka pemikiran dalam penelitiaan ini dilihat dari dampak krisis Suriah yang mengakibatkan meningkatnya arus pengungsi menuju Lebanon sehingga menjadi permasalahan kemanan manusia (human security) yang membutuhkan penanganan dari organisasi internasional.

A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah

Pada tahun 2011 Suriah mengalami konflik internal akibat dampak Arab

Spring di wilayah Timur Tengah. Sama halnya dengan negara Timur Tengah lainnya

yang terkena dampak Musim Semi Arab (Arab Spring), konflik Suriah juga diawali dengan aksi demonstrasi masyarakat Suriah. Gerakan demonstrasi masyarakat Suriah dimulai dari tuntutan masyarakat Suriah di kota Dera’a yang menuntut pembebasan anak-anak sekolah yang ditangkap polisi Suriah.43

43

Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-Anak Penyulut Revolusi, (Jakarta: Gramedia, 2013), 114.


(41)

Penangkapan anak-anak sekolah tersebut karena mereka menulis slogan revolusi yang diteriakan rakyat di Tunisia, Mesir dan Libya yang bertuliskan Assahab

yoreed eskaat el nizam yang artinya rakyat ingin menumbangkan rezim. Grafiti yang

ditulis oleh anak-anak tersebut dianggap oleh pemerintah sebagai aksi provokasi kepada masyarakat sehingga pemerintah melalui Mukhabarat,44memerintahkan agar anak-anak tersebut ditangkap. Anak-anak tersebut ditangkap dan disiksa dengan berlebihan sehingga membuat para orang tua dan pimpinan kabilah sangat marah kepada rezim.45

Demonstrasi yang dilakukan di Suriah berkembang menjadi demonstrasi publik yang bertujuan untuk perubahan pemerintahan. Tuntutan masyarakat Suriah tersebut diakibatkan karena perekonomian Suriah mengalami penurunan dan kecewa terhadap pemerintahan Assad yang telah lama memerintah Suriah.46 Namun tuntutan-tuntutan masyarakat Suriah melalui gerakan demonstrasi dihalangi oleh pihak keamanan, dengan cara penembakan terhadap para demonstran yang mengakibatkan jatuhnya korban tewas dari masyarakat Suriah. Penembakan terhadap para demonstran tersebut menjadikan masyarakat Suriah semakin marah terhadap rezim Assad sehingga mengakibatkan bentrokan antara demonstran dengan pemerintah.47

44

Mukhabaratmerupakan salah satu dinas intelejen atau keamanan yang mengontrol, mengawasi penduduk dan bertugas mempertahankan rezim.

45

Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, 114-115. 46Wardoyo, “Anatomi Penyelesaian”, 185. 47


(42)

Berkembangnya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Suriah dalam menurunkan kepemimpinan Presiden Bashar Al-Assad, menjadikan masyarakat Suriah bergabung dalam beberapa kelompok oposisi. Terdapat empat kelompok oposisi yaitu:48Syrian National Council (SNC),49Free Syrian Army (FSA),50National Coordinator Bereu (NCB),51 dan gerakan-gerakan akar rumput yang sifatnya lokal.52

Terbentuknya kelompok-kelompok oposisi menjadikan adanya dua kelompok yang saling bertentangan. Dua kelompok tersebut yaitu pihak oposisi yang ingin menjatuhklan kekuasaan Presiden Bashar al Assad dan pihak pemerintah yang mempertahankan kekuasaan Presiden Bashar al Assad. Dengan adanya kedua kelompok yang saling bertentangan tersebut menjadikan konflik dalam negeri menjadi konflik berkepanjangan di Suriah dan mengakibatkan ratusan ribu masyarakat Suriah pergi meninggalkan wilayahnya untuk mengungsi di wilayah-wilayah yang aman.

48Wardoyo, “Anatomi Penyelesaian”, 186. 49

Syrian National Council (SNC) didirikan oleh tokoh-tokoh anti rezim di pengasingan dan berbasis di Istambul. SNC terdiri dari berbagai faksi yaitu dari Ikhwanul Muslimin, National Bloc, Local Coordinating Committe dan beberapa kelompok minoritas termasuk beberapa faksi kecil dari kelompok Kurdi.

50

Free Syrian Army (FSA) merupakan struktur oposisi utama bersenjata yang beroperasi di Suriah yang aktif selama perang saudara di Suriah. Tentara Pembebasan Suriah (FSA) terdiri dari para personel angkatan bersenjata Suriah yang memberontak. FSA didominasi oleh kelompok menengah kebawah Sunni, mereka yang terlibat dalam Ikhwanul Muslimin dan beberapa kelompok radikal Islam.

51

National Coordinator Bureu (NCB) berisis kelompok-kelompok nasionalis, kiri, dan beberapa faksi kelompok Kurdi. Kelompok ini berbasis di Suriah dan kelompok ini dipandang oleh Bashar al Assad sebagai wakil dari pihak oposisi untuk diajak bernegosiasi.

52

Gerakan-gerakan akar rumput yang sifatnya lokal gerakan ini mencakup hampir seluruh wilayah Suriah, kelompok ini dikoordinatori oleh Revolutionary Council dan dalam tingkatan nasional masuk kedalam Syrian Revolution General Commission (SRGC).


(43)

Pada awalnya masyarakat Suriah hanya pergi dari desa ke desa untuk mencari perlindungan namun situasi dalam negeri yang tidak menentu menjadikan masyarakat Suriah pergi meninggalkan negaranya untuk mendapatkan perlindungan di negara-negara tetangga.53 Oleh karena itu, kekerasan dan konflik dalam negeri menjadikan warga Suriah sebagai pengungsi dalam negeri. Konflik dalam negeri menjadikan masyarakat Suriah kehilangan anggota keluarga, hancurnya rumah-rumah dan hilangnya pekerjaan. Menurut UNHCR jumlah pengungsi dalam negeri (Internal

Displacement Persons (IDPs) ) di Suriah dari 2.016.500 jiwa pada tahun 2012

meningkat menjadi 6.520.800 jiwa pada akhir tahun 2013.54

Peningkatan jumlah pengungsi dalam negeri (Internal Displacement Persons

/IDPs ) tersebut berdampak kepada negara-negara tetangga Suriah. Menurut laporan

UNHCR bahwa per tanggal 31 Desember 2013 jumlah pengungsi Suriah yang menuju negara-negara tetangga mencapai 2.352.426 jiwa, tersebar di Turki 352.242 jiwa, Lebanon 858.641 jiwa, Iraq 212.181 jiwa, Yordania 576. 354 jiwa dan Mesir 131.707 jiwa. (lihat gambar II.1).55

53 Lisa Schlein, “UNHCR

: Konflik Suriah, Krisis Darurat Kemanusiaan Terbesar Saat

Ini,”Voa indonesia.com Kamis, 30 Oktober 2014 [Berita On-line]; tersedia di http://www.voaindonesia.com/content/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaan-terbesar-saat-ini-/2432852.html internet; diakses pada 23 September 2014.

54 United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Time Series –

Internally displaced person in Syrian Arab Republic,” [database on-line]; tersedia di http://popstats.unhcr.org/PSQ_TMS.aspx?SYR=2001&EYR=2013&POPT=ID&DOGN=N&DPOPT= N internet; diakses pada 23 September 2014.

55

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013), 1.


(44)

Gambar. II.1. Syrian Refugee in the Region, 31 December 2013

Sumber: UNHCR, Syrian Regional Response Plan 5, 2013 Final Report. Dari gambar II.1. di atas terlihat bahwa pada akhir tahun 2013, lebih dari 2,3 juta pengungsi Suriah telah mencari suaka menuju Republik Lebanon (Lebanon), Kerajaan Yordania (Jordan), Republik Turki (Turki), Republik Irak (Irak), dan Republik Arab Mesir (Mesir). Negara-negara tersebut menerima jutaan pengungsi dengan baik. Tingkat rata-rata kedatangan pengungsi menuju negara-negara tetangga Suriah hampir 150.000 pengungsi per bulan.56

Jika melihat gambar II.1. maka terlihat bahwa persebaran pengungsi Suriah yang melarikan diri menuju negara-negara tetangga tersebut sebagian besar menuju Lebanon yang mencapai 585.641 jiwa. Sedangkan, arus pengungsi yang menuju wilayah Turki, Irak, Yordania dan Mesir lebih sedikit dibandingkan dengan arus

56


(45)

pengungsi yang menuju Lebanon. Begitu juga, luas wilayah Lebanon dibandingkan dengan negara tetangga Suriah, Lebanon merupakan negara yang memiliki luas wilayah terkecil.

B. Pengungsi Suriah di Lebanon tahun 2011-2013

Masuknya pengungsi Suriah ke Lebanon merupakan dampak dari terjadinya konflik dalam negeri di Suriah yang menempati sebagian besar wilayah-wilayah di Lebanon. Mayoritas pengungsi yang berada di Lebanon menempati wilayah Utara Lebanon dan Bekaa. Pengungsi yang berada di Lebanon utara merupakan pengungsi Suriah yang berasal dari Tal Kalakh dan Homs dengan tujuan untuk berlindung di Wadi Khaled, Akroom, Halba, Old Akkar, Tall Bire, Tripoli dan sekitarnya (Minieh, Dennieh) dan Bire. Sedangkan pengungsi yang berada di Bekaa merupakan pengungsi Suriah yang berasal diri Baba Amr dan Quseir untuk mencari perlindungan di Aarsal, Al Faqiha, Macharii al-QAA dan Hermel.57

Jalur yang digunakan oleh pengungsi untuk pergi meninggalkan Suriah menuju Lebanon yaitu melalui jalur darat. Jalur darat tersebut dengan melewati jalan raya antara Damaskus di Suriah dan Beirut di Lebanon. Jalan raya tersebut merupakan pintu masuk perbatasan antara Lebanon dengan Suriah. Terdapat lima perbatasan resmi antara Lebanon dan Suriah, yaitu Aarida (antara Homs dan Lebanon utara), El Abboudi (antara Tartous dan Lebanon utara), QAA Baalbek (di ujung utara

57 Hala Naufal, “Syrian Refugees

in Lebanon: the Humanitarian Approach under Political


(46)

lembah Bekaa) Al-Masnaa (antara Damaskus dan Bekaa) dan Wadi Khaled (antara Lebanon utara dan Homs).58

Masuknya masyarakat Suriah ke Lebanon melalui perbatasan-perbatasan kedua negara menjadikan terjadinya peningkatan jumlah pengungsi di Lebanon dari jumlah pengungsi pada akhir November 2011 mencapai 3.798 jiwa dan pada akhir Januari 2012 berjumlah 6.374 kemudian meningkat pada akhir September 2012 mencapai 156.612.59 Jumlah pengungsi yang masuk ke Lebanon tidak semuanya memasuki Lebanon secara resmi atau legal dan terdaftar tetapi ada juga yang masuk ke Lebanon dengan illegal dan tidak terdaftar.

Terdapat lima kelompok warga Suriah yang menuju Lebanon yaitu, Kelompok pertama yang terdiri dari warga negara ganda yang memiliki kedua paspor Lebanon dan Suriah. Kelompok kedua yaitu warga Suriah yang datang ke Lebanon melalui jalur hukum dan diperpanjang izin tinggal mereka di akhir masa dari tinggal di Lebanon. Kelompok ketiga adalah yang konsisten yang dating dari Suriah ke Lebanon melalui jalur resmi, tapi tidak bisa memperpanjang izin tinggal karena biaya perpanjangan, dengan demikian warga Suriah tersebut tinggal secara ilegal di Lebanon. Kelima kelompok terdiri dari warga Suriah yang masuk Lebanon secara ilegal dan tidak memiliki identitas dokumen yang masih berlaku. Banyaknya kelompok yang masuk ke Lebanon menjadikan sulitnya untuk mengetahui jumlah

58The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals Fleeing Syria,” Syria Needs Analysis Project (June 2013): 5.


(47)

warga Suriah yang masuk ke Lebanon terlebih pemerintah Lebanon menerapkan kebijakan pintu terbuka dengan membuka perbatasan antara Lebanon dan Suriah.60

Berikut merupakan gambaran penyebaran pengungsi Suriah di wilayah-wilayah Lebanon pada akhir Desember 2013 :

Gambar II.2. Wilayah Persebaran Pengungsi Suriah di Lebanon

Sumber : UNHCR, Syria Refugee Response Lebanon: Places of Origin of Syrian Refugees Registered in Lebanon.

Dari gambar II.2. dijelaskan mengenai penyebaran pengungsi di wilayah-wilayah Lebanon yang meliputi Lebanon Utara berjumlah 239.748 dan yang belum terdaftar berjumlah 10.380, Beirut yang terdaftar 187.808 dan yang belum terdaftar

60

Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries:


(48)

35.448, wilayah Bekka yang terdaftar 274.835 dan yang belum terdaftar 5.275, wilayah Lebanon Selatan yang terdaftar 103.451 dan yang belum terdaftar 1.703.61

Pada awal kedatangannya, masyarakat Lebanon menerima dengan senang hati kedatangan pengungsi Suriah. Namun karena konflik dalam negeri Suriah yang berkepanjangan berdampak kepada terjadinya ketegangan sosial antara masyarakat Lebanon dengan pengungsi Suriah.62 Ketegangan sosial yang diakibatkan oleh tingginya jumlah pengungsi Suriah yang masuk ke Lebanon yang mencapai 858.242 jiwa63 sedangkan jumlah penduduk Lebanon 4,965,914 jiwa64 berdampak kepada munculnya permasalahan-permasalahan seperti persaingan pekerjaan dan peningkatan kemiskinan.65

Permasalahan persaingan pekerjaan ditandai dengan masuknya pekerja Suriah yang merupakan sebagian besar pekerja tidak terampil dengan pendidikan rendah mengancam pekerja Lebanon, terutama dalam pembangunan, pertanian dan pada tingkat lebih rendah pada sektor jasa. Dengan masuknya pengungsi Suriah kepada sektor pekerjaan masyarakat Lebanon, maka pengungsi Suriah telah menjadikan

61 United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Syria Refugee Response

Lebanon: Places of Origin of Syrian,” 1.

62

Midgley and Johan Eldebo, “Advocacy Report, Under Pressure, the impact of the Syrian refugee crisis on host communities in Lebanon,” World Vision Lebanon, (July 2013): 16.

63

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1.

64

Head of Statistics Department “Statistical Bulletin,” [database on-line]; tersedia di http://www.moph.gov.lb/Statistics/Documents/StatisticalBulletin2012.pdf internet: diakses pada 19 Februari 2015.

65

Sawsan Masri And Illina Srour “Assessment of the Impact of Syrian Refugees in Lebanon


(49)

adanya penurunan upah dan kesempatan kerja yang terbatas bagi warga negara Lebanon. 66

Dengan turunnya upah dan kesempatan kerja yang terbatas menimbulkan tingginya angka kemiskinan bagi masyarakat Lebanon. Kemiskinan telah meningkat menjadi 53 persen di Utara, 42 persen di Selatan dan 30 persen di Beqaa, dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional dari 28 persen.67 Kondisi kesenjangan sosial tersebut diperburuk karena adanya kecemburuan sosial yang diakibatkan karena bantuan-bantuan dari lembaga internasional yang diberikan secara gratis kepada pengungsi Suriah seperti pemukiman dan pelayanan kesehatan. Hal demikian menjadikan permasalahan bagi pengungsi Suriah dan penduduk Lebanon yang diakibatkan oleh kepadatan penduduk di wilayah Lebanon dan persaingan akses pelayanan kesehatan.68

C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon

Konflik yang terjadi di Suriah sejak tahun 2011 menjadikan sumber daya bagi pengungsi maupun masyarakat Lebanon berkurang, seperti air, listrik makanan dan akses kesehatan menjadi ancaman bagi pemerintah Lebanon dan penduduk Lebanon. Permasalahan dalam negeri tersebut diakibatkan oleh meningkatannya jumlah pengungsi Suriah menuju Lebanon sehingga terjadi kepadatan penduduk di

66

Sawsan Masri And Illina Srour “Assessment of the Impact of Syrian Refugees in Lebanon and Their Employment, 36.

67

68World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure,” 6.


(50)

wilayah Lebanon. Hal demikian berdampak kepada hubungan antara penduduk Lebanon dan pengungsi Suriah terjadi ketegangan sosial.

Kepadatan penduduk di Lebanon tersebut karena Pemerintah Lebanon mengeluarkan kebijakan untuk tidak mendirikan kamp resmi, dengan tidak adanya kamp resmi tersebut memiliki efek negatif secara langsung kepada pengungsi Suriah. Pengungsi Suriah, yang datang ke Lebanon secara legal atau ilegal, menetap bersama keluarga angkat, di sekolah, di masjid-masjid, dan beberapa dari mereka menyewa tempat, berkemah di tempat-tempat umum atau di gedung-gedung.69

1. Masalah Tempat Tinggal

Tujuan utama masyarakat Suriah meninggalkan negara asalnya adalah untuk mencari perlindungan di negara tetangga. Tempat tinggal menjadi kebutuhan utama para pengungsi dalam mendapatkan perlindungan. Hal tersebut karena ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat tinggal sebelumnya, mereka meninggalkan sebagian besar hidup, rumah, kepemilikan dan keluarganya sehingga membutuhkan tempat tinggal sementara.

Konflik yang berkepanjangan di Suriah menjadikan masyarakat Suriah di Lebanon menetap semakin lama, bahkan sebagian besar masyarakat Suriah yang berada di kota-kota menyewa akomodasi, tinggal di toko-toko kosong atau menyewa ruang diatas tanah milik masyarakat Lebanon. Semakin banyaknya masyarakat Suriah

69

Björn Zimprich, “Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders Policy,” [database on-line]; tersedia di http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-heavy-burden-of-the-open-borders-policy internet : diakses pada 12 Februari 2015.


(51)

yang menyewa tempat tinggal berdampak kepada terjadi peningkatan harga sewa di Lebanon yang menjadikan pengungsi harus membayar harga sewa lebih tinggi, dan berdampak pula kepada terjadinya kepadatan penduduk di kota-kota Lebanon.70

Sedangkan di wilayah-wilayah perbatasan Lebanon dengan Suriah, sebagian besar pengungsi tinggal bersama keluarga angkat pengungsi yang berada di Lebanon, di rumah-rumah pribadi atau di gedung-gedung sekolah, sebagaimana yang terjadi di Wadi Khaled atau di Lembah Bekaa. Presentase pengungsi yang tinggal bersama keluarga angkat Lebanon mencapai 80 persen sedangkan 20 persen yang tidak memilikinya sehingga tinggal di sekolah atau shelters dan bangunan kosong di Wadi Khaled. Hal demikian, menjadikan Lebanon penuh sesak, yang berdampak kepada terjadinya kepadatan penduduk di Lebanon.71

Kepadatan penduduk yang terjadi di wilayah-wilayah Lebanon tersebut menjadikan sulitnya tempat tinggal bagi pengungsi suriah. Selain itu, kondisi tempat penampungan yang tidak mendukung, mempersulit kondisi pengungsi, khususnya di musim dingin membuat para pengungsi kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Hal demikian berdampak kepada kurangannya pangan dan kebutuhan dasar lainnya untuk menunjang kehidupan pengungsi di kamp-kamp penampungan.

2. Masalah Kesehatan

70

World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure,” 14.

71Sam Van Vliet and Guita Hourani, “Refugees of The Arab Spring: The Syrian Refugees in


(52)

Selain masalah tempat tinggal, masalah kesehatan merupakan tantangan terbesar yang dihadapi oleh pengungsi Suriah di Lebanon. Hal tersebut dikarenakan masuknya pengungsi Suriah menjadikan adanya peningkatan permintaan pelayanan kesehatan, sedangkan rumah sakit di Lebanon mengalami kekurangan tenaga kesehatan (spesialis dan perawat) yang dihadapi dengan peningkatan penyakit menular serta munculnya penyakit baru (leishmaniasis), dan peningkatan resiko epindemi seperti penyakit yang terbawa air, campak, dan tuberkulosis. 72

Kondisi kesehatan pengungsi yang kurang baik terjadi karena padatannya penduduk di Lebanon mengakibatkan kurangannya air dan infrastruktur senitasi air sehingga menimbulkan resiko terhadap peningkatan infeksi penyakit. Oleh karena itu, penularan penyakit tersebar di penduduk Lebanon dan pengungsi Suriah, hal demikian menjadikan peningkatan permintaan untuk layanan kesehatan meningkat juga secara signifikan.73

Sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Organisasi Kesehatan Dunia atau

World Health Organization (WHO) di Suriah Elizabeth Hoff mengatakan, “penyakit

yang ditularkan melalui air sedang meningkat di tengah para pengungsi Suriah. Tifoid infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella hepatitis A, dan penyakit lain

72

United Nations, “Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian

Conflict” (September 2013): 66.

73 United Nations, “Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian


(53)

telah menyebar luas di tengah mereka”.74 Dari pernyataan Wakil Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Suriah, menggambarkan bahwa buruknya tempat tinggal para pengungsi dengan fasilitas senitasi air yang buruk. Hal demikian menjadikan penyebaran penyakit di wilayah pengungsi dengan mudah sehingga kematian akibat kekurangan gizi, depresi, dan kekurangan obat-obatan dan dokter, merupakan masalah kesehatan serius yang mengancam pengungsi Suriah.

Data yang dihimpun oleh The Amel Association sejak Januari 2013 menjelaskan lebih dari 90.000 kehilangan tempat tinggal dan menjadikan berbagai penyakit menjangkit para pengungsi. Penyakit-penyakit tersebut antara lain 47% terjangkit penyakit kulit (leishmaniasis, scabies, lice, and staphylococcal skin

infection); 27% penyakit pencernaan, 19% penyakit pernapasan, 7% malnutrisi bagi

anak-anak, 2% penyakit menular (measles, jaundice, and typhoid); dan 13% penyakit mental yang diakibatkan oleh trauma akibat konflik.75

Selain permasalahan tingginya penyakit yang tersebar kepada pengungsi permasalahan kesehatan lainnya adalah masalah minimnya akses kesehatan. Masalah akses kesehatan yang dihadapi pengungsi Suriah di Lebanon antar lain, masalah dalam pelayanan kesehatan umum, masalah pada kehamilan dan persalinan, masalah yang dialami oleh pasien dengan penyakit kronis, permasalahan dalam layanan

74 Iran Indonesian Radio (Irib), “Perang da

n Kondisi Tragis Pengungsi Suriah,”Iran

Indonesian Radio, 12 Januari 2014 Iran, [berita on-line]; tersedia di

http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/75255Perang_dan_Kondisi_Tragis_Pengungsi_Suriah internet; diakses pada 22 Oktober 2014.

75Marwan M Refaat and Kamel Mohanna, “Syrian refugees in Lebanon: facts and solutions,” (Vol 382 August 31, 2013): 2.


(54)

darurat medis dan situasi di mana operasi yang diperlukan. Masalah-masalah ini diakibatkan karena permintaanpelayanan kesehatan oleh pengungsi Suriah di Lebanon melebihi kapasitas sistem kesehatan Lebanon.76

Tingginya permintaan akses kesehatan disebabkan karena kebijakan pemerintah Lebanon, untuk meberikan akses kesehatan yang sama dengan masyarakat Lebanon. Akan tetapi, sistem perawatan kesehatan di Lebanon sebagian besar dimiliki oleh pihak swasta dan organisasi kesehatan, Oleh karena itu, warga Lebanon dan pengungsi Suriah harus membayar uang untuk layanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.77

D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah

Status hukum pengungsi di Lebanon adalah masalah yang belum terselesaikan. Hal demikian karena Lebanon tidak memiliki undang-undang dan peraturan yang efektif mengenai pengungsi, dalam kebijakan Lebanon juga menegaskan bahwa Lebanon bukan sebagai Negara suaka dan Lebanon bukanlah pihak dalam Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau Protokol 1967.78 Oleh karena itu, Lebanon memiliki hak untuk tidak memberikan

76

Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries, 38. 77

Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries, 38. 78

Björn Zimprich, Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders Policy,


(55)

status pengungsi atau izin tinggal permanen untuk orang asing yang datang ke negaranya karena alasan keamanan.79

Lebanon sebagai Negara yang bukan termasuk kedalam pihak yang menandatangani Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau Protokol 1967 menjadikan mekanisme perlindungan bagi pengungsi lemah, sehingga masyarakat Suriah yang melarikan diri dari konflik tidak diakui sebagai pengungsi dan diperlakukan sesuai dengan peraturan yang normal yang berlaku untuk semua warga negara Suriah. Walaupun Lebanon belum meratifikasi, Lebanon terikat oleh hak untuk mencari suaka, yang termasuk dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang termasuk dalam Konstitusi dan resmi menyatakan bahwa itu terikat oleh prinsip non refoulement.80

Selain itu, dalam menjalankan Deklarasi Hak Asasi Manusia Lebanon telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNHCR pada September 2003 untuk mengelola isu-isu pengungsi di Lebanon. Dalam MoU resmi tersebut, pemerintah Lebanon mengakui hak pengungsi untuk tetap di Lebanon jika hidup pengungsi atau kebebasan pengungsi berada dalam bahaya di negara asal,

79

Oytun Orhan,.et.al. “The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries:

Findings, Conclusions and Recommendations,” ORSAM Report No: 189 (April 2014):34. 80The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals,” 5.


(56)

dengan harapan bahwa pengungsi akan dimukimkan ke negara ketiga dalam waktu 9 bulan.81

Oleh karena itu, dalam melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNHCR maka Lebanon melakukan kebijakan-kebijakan untuk menjaga hak-hak pengungsi yang masuk ke dalam wilayah Lebanon yaitu, membuka perbatasan antara Lebanon dan Suriah, dan membentuk Komite Tripartit antara Pemerintah Lebanon dengan UNHCR.

1. Membuka Perbatasan Lebanon

Meskipun Lebanon bukanlah pihak yang menandatangani Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau Protokol 1967 pemerintah Lebanon tetap membantu pengungsi Suriah untuk mendapatkan perlindungan dengan membuka perbatasannya dan telah memainkan peran yang sangat aktif dalam memfasilitasi, koordinasi dan respon perencanaan dengan organisasi internasional untuk menangani pengungsi Suriah di Lebanon.82

Perbatasan-perbatasan yang dibuka oleh Lebanon adalah perbatasan resmi antara Lebanon dan Suriah. Perbatasan tersebut yaitu perbatasan Aarida merupakan perbatasan antara Homs dan Lebanon utara, perbatasan El Abboudi merupakan perbatasan antara Tartous dan Lebanon utara, perbatasan QAA Baalbek merupakan

81The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals,” 5.

82United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR) Lebanon, “Overview Working environment,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet; diakses pada 09 September 2014.


(57)

perbatasan di ujung utara lembah Bekaa, perbatasan Al-Masnaa merupakan perbatasan antara Damaskus dan Bekaa dan Wadi Khaled merupakan perbatasan antara Lebanon utara dan Homs.83

Kebijakan Lebanon dalam membuka perbatasannya untuk menerima pengungsi Lebanon merupakan sebagai bentuk bantuan kemanusiaan dan kepedulian pemerintah Lebanon. Sebagaimana diungkapkan oleh Duta Besar Lebanon untuk PBB Nawaf Salam mengatakan "Lebanon tidak akan menutup perbatasannya. Lebanon tidak akan memulangkan kembali pengungsi siapapun, Lebanon akan terus

menyediakan bantuan bagi semua pengungsi Suriah."84 Dari pernyataan pemerintah

Lebanon tersebut menunjukan komitmen pemerintah Lebanon untuk membantu permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

2. Membentuk Komite Tripartit

Selain membuka perbatasannya untuk pengungsi Suriah, pemerintah Lebanon juga berupaya melakukan koordinasi dengan organisasi internasional. Koordinasi tersebut yaitu dengan membentuk komite tripartit sebagai payung utama untuk menyalurkan bantuan kepada para pengungsi Suriah. Komite tripartit tersebut dipimpin oleh the Lebanese High Relief Commission (HRC) bekerjasama dengan

83The Assessment Capacities Project (ACAPS), “Legal Status of Individuals Fleeing Syria,” Syria Needs Analysis Project (June 2013): 5.

84 Antara, “Lebanon berjanji terus buka perbatasan bagi pengungsi Suriah,” antara news, Kamis, 11 Juli 2013, [berita on-line]; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/384683/lebanon-berjanji-terus-buka-perbatasan-bagi-pengungsi-suriahinternet; diakses pada 22 Oktober 2014.


(58)

Departemen Sosial (Depsos) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Komite tripartit ini bekerja di bawah naungan PBB.85

Kementerian Sosial sebagai koordinator respon utama yang memiliki tugas untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya ketimpangan kebijakan antara pusat dan daerah serta memastikan bahwa implementasi bantuan sejalan dengan kebijakan Pemerintah dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Dengan demikian Kementerian Urusan Sosial mengkoordinasikan respon atas nama Pemerintah. Sedangkan UNHCR, sebagai lembaga yang mendapat mandat untuk perlindungan pengungsi bertanggung jawab untuk membantu pemerintah dalam mengkoordinasikan pengungsi. UNHCR didukung oleh tim kemanusiaan negara yaitu the Lebanese High Relief Commission (HRC). Tugas UNHCR juga memimpin mitra organisasi lain dalam perlindungan,

shelter, distribusi produk Non-makanan dan hubungan sosial pengungsi.86

85

Vliet and Hourani, Refugees of The Arab Spring, 25.

86 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Syria R

egional Response


(1)

United Nations, “Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian Conflict” (September 2013).

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Refugee Status Determination, Identifying who is a refugee,” UNHCR, (1 September 2005).

Vliet, Sam Van and Guita Hourani, “Refugees of The Arab Spring: The Syrian Refugees in Lebanon” The American University In Cairo, (Paper April 2011-April 2012 No. 2/ August 2012).

Wimmer,Alice “UNHCR Monthly, Update Health” UNHCR, (November 2013).

World Vision Lebanon, “Advocacy Report Under Preasure: the impact of the Syrian refugee crisis on host communities in Lebanon,” World Vision Lebanon (July 2013).

Internet

Antara, “Lebanon berjanji terus buka perbatasan bagi pengungsi Suriah,” antara news, Kamis, 11 Juli 2013, [berita on-line]; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/384683/lebanon-berjanji-terus-buka-perbatasan-bagi-pengungsi-suriahinternet; diakses pada 22 Oktober 2014.

Iran Indonesian Radio (Irib), “Perang dan Kondisi Tragis Pengungsi Suriah,”Iran Indonesian Radio, 12 Januari 2014 Iran, [berita on-line]; tersedia di http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/75255Perang_dan_Kondisi_Tragis_Peng ungsi_Suriah internet; diakses pada 22 Oktober 2014.


(2)

Schlein,Lisa “UNHCR: Konflik Suriah, Krisis Darurat Kemanusiaan Terbesar Saat Ini,”Voa indonesia.com Kamis, 30 Oktober 2014 [Berita On-line]; tersedia di

http://www.voaindonesia.com/content/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaan-terbesar-saat-ini-/2432852.html internet; diakses pada 23 September 2014.

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) “country operations profile – Lebanon,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet: diakses pada 15 Agustus 14.

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Convention and Protocol Relating to the Status of Refugees, [database on-line]; diakses dari: http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html internet: pada 1 Maret 2014.

United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Time Series – Internally displaced person in Syrian Arab Republic,” [database on-line]; tersedia di http://popstats.unhcr.org/PSQ_TMS.aspx?SYR=2001&EYR=2013&POPT=ID&DO GN=N&DPOPT=N internet; diakses pada 23 September 2014.

United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), “Syria Refugee Response Lebanon: Places of Origin of Syrian Refugees Registered in Lebanon,” [database on-line]; tersedia di http://relifweb.int/map/leebanon/syria-refugee-response-lebanon-places-origin-syrian-refugees-registed-lebanon-31-December internet; diakses pada Rabu, 18 Juni 2014.

United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR) Lebanon, “Overview Working environment,” [database on-line]; tersedia di


(3)

http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet; diakses pada 09 September 2014.

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “What We Do, Help to The Uprooted and Statess,” [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbf.html internet: diakses pada 09 Oktober 2014.

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “What We Do, Help to The Uprooted and Statess, [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbf.html internet: diakses pada 09 Oktober 2014.

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Public Health, [database online] tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49c3646cdd.html internet; diakses pada 15 November 2014.

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), “Stories from Syrian Refugees, Discovering the human faces of a tragedy” [database on-line] tersedia di http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.php internet; diakses pada 10 Februari 2014.


(4)

Lampiran 1 : Hasil Wawancara Nama / Narasumber : Mitra Salima Suryono

Jabatan : Staff Media Relation and Public Hari/Tanggal/Tahun : Selasa, 09 September 2014

Tempat Wawancara : Kantor UNHCR Indonesia Jl. Kebon Sirih, Menara Ravindo lantai 14.

Tanya : Bagaimana peran UNHCR di wilayah pengungsi ?

Jawab : Peran UNHCR di wilayah pengungsi berbeda-beda tergantung di wilayah oprasinya.

Tanya :Bagaimana upaya UNHCR mengatur masalah pengungsi, sedangkan negaranya tidak meratifikasi Konvensi 1951 tentang status pengungsi ? Jawab : Untuk negara yang belum meratifikasi tidak ada legal fremwork yang

mengatur pencari suaka atau pengungsi. sehingga penanganan nya secara ad hoc dan tetap ada koordinasi. Meskipun tidak ada kerangka hukum yang mengatur tapi negara yang belum meratifikasi menghargai adanya prinsip non refoulment, yaitu prinsip untuk tidak mengembalikan pengungsi secara paksa. Tanya : Bagaimana UNHCR membangun hubungan dengan negara yang belum

menandatangani konvensi 1951 tentang pengungsi ?

Jawab : UNHCR membangun hubungan dengan negara yang belum meratifikasi konvensi 1951 tentang pengungsi adalah melalui koordinasi antara negara penerima dengan UNHCR untuk menangani penyelesaian masalah pengungsi, karena masalah pengungsi merupakan masalah kemanusiaan dan harus ditangani bersama.

Tanya : Bagaimana Upaya-Upaya UNHCR dalam Memperjuangkan dan Mempertahankan Hak-hak Pengungsi ?


(5)

Jawab : UNHCR membantu pemerintah dalam hal memberikan perlindungan internasional dengan cara registrasi, setelah itu mendapatkan sertifikat kemudian akan diberikan jadwal/schedule untuk interview, interview dilakukan secara individual dibantu oleh penerjemah, disitulah pengungsi dapat menjelaskan mengapa dia mengungsi, yang disebut dengan refugee status determination, setelah itu akan di putuskan apakah pencari suaka lulus sebagai pengungsi atau tidak. Bagi yang tidak lulus dapat mengajukan banding dan memulai proses dari awal. Kalo dia tidak lulus maka akan di berikan kepada negara. bagi yang lulus akan dicarikan solusi jangka panjang. Tanya :Bagaimana UNHCR menjalankan Solusi jangka Panjang di negara yang

belum meratifikasi konvensi 1951 tersebut ?

Jawab : Solusi jangka panjang ada tiga, yaitu integrasi lokal, pemulangan secara sukarela dan pemukiman kembali ke negara ketiga. Integrasi lokal tidak dimungkinkan karena belum meratifikasi Pemulangan secara sukarela ini hanya memungkinkan kalau yang bersangkutan sukarela untuk pulang kenegara asal dan dengan catatan negara nya sudah aman, tapi opsi ini kecil unyuk dilakukan dan tidak banyak yang menempuh jalur ini. Opsi yang ketiga yaitu pemukiman kembali ke negara ketiga.Ini merupakan opsi yang besar kemungkinan dapat dilaksanakan. UNHCR akan membantu proses penempatan pengungsi ke negara ketiga.

Tanya : Bagaimana UNHCR mengidentifikasi pencari suaka yang datang ke negara tujuan ?

Jawab : Identifikasi yang dilakukan UNHCR terhadap pencari suaka adalah melalui verifikasi yang dilakukan UNHCR bersama pemerintah untuk menentukan apakah mereka pengungsi atau bukan, identifikasi tersebut berdasarkan Konvensi status pengungsi 1951. Proses verifikasi yang dilakukan UNHCR dilakukan melalui mekanisme kerjasama dengan pemerintah terlebih dahulu.


(6)

Kerjasama tersebut melalui tahapan yang dilakukan UNHCR dengan pembuktian terhadap hal-hal mengenai keadaan pencari suaka, kejadian atau peristiwa yang terjadi pada diri pencari suaka. Setelah itu UNHCR mencari kesesuaian antara definisi pengungsi sebagaimana tercantum dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dengan fakta-fakta yang diberikan oleh pencari suaka.Setelah dilakukannya verifikasi oleh UNHCR maka UNHCR dapat menentukan bantuan yang akan didapat oleh pengungsi sesuai dengan hak dan kewajiban pengungsi.

Tanya : Bagaimana UNHCR melakukan verifikasi tersebut ?

Jawab : Adapun proses verifikasi yang dilakukan UNHCR mengenai tahapan Refugee Status Determination atau yang disebut RSD, RSD merupakan proses Registrasi dan Aplikasi untuk pengajuan ststus pengungsi. Dalam registrasi tersebut pencari suaka mengisi formulir registrasi dan aplikasi RSD; Memberikan informasi dasar seperti: nama, kebangsaan, usia, keluarga, kebutuhan khusus (konseling, penerjemah, atau perlindungan tertentu), situasi dan alasan yang membuatnya meninggalkan negaranya; Mengambil foto pencari suaka dan salinan dokumen-dokumen yang dimiliki; Pemberian informasi soal proses RSD dan peraturan negara di mana pencari suaka berada. Setelah itu, UNHCR akan melakukan registration interview; dalam registration interview UNHCR akan menerbitkan sertifikat atau kartu pencari suaka berisi nama, kebangsaan dan nomer file atau kasusnya. Nomer ini akan menjadi rujukan bagi UNCHR dan proses RSD yang akan, sedang atau telah dijalani.Setelah proses registrasi telah dijalankan maka pencari suaka dapat melakukan wawancara. Dalam wawancara tersebutUNHCR akan membaca informasi yang diberikan pencari suaka saat registrasi, dokumen-dokumen pendukung, mencari informasi soal situasi negara asalnya, mengidentifikasi alasan kepergiannya, apakah ada informasi yang belum tersedia, dan sebagainya.


Dokumen yang terkait

Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

7 112 91

Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

2 27 134

PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM) DAN HUBUNGANNYA DENGAN UNITED NATION HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI IMIGRAN DAN PENGUNGSI DI INDONESIA

3 17 20

Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

1 24 134

PELAKSANAAN HUMANITARIAN ASSISTANCE OLEH UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN TERHADAP INTERNALLY DISPLACED PERSONS (IDPs) DI NAGORNO KARABAKH.

0 4 12

PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 3 9

SKRIPSI PELAKSANAAN HUMANITARIAN ASSISTANCE OLEH UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN TERHADAP INTERNALLY DISPLACED PERSONS (IDPs) DI NAGORNO KARABAKH.

2 9 12

PENDAHULUAN PELAKSANAAN HUMANITARIAN ASSISTANCE OLEH UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN TERHADAP INTERNALLY DISPLACED PERSONS (IDPs) DI NAGORNO KARABAKH.

0 2 17

PENUTUP PELAKSANAAN HUMANITARIAN ASSISTANCE OLEH UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN TERHADAP INTERNALLY DISPLACED PERSONS (IDPs) DI NAGORNO KARABAKH.

0 6 12

PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI VIETNAM DI PULAU GALANG KEPULAUAN RIAU PADA TAHUN 1979-1996 OLEH UNHCR (UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES) DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1951 DAN UNDANG-UNDANG N.

0 0 1