Peranan United Nation High Commission For Refugees (UNHCR) Dalam Penanganan Pengungsian Timor Leste Di Indonesia Pasca Referendum Tahun 1999

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Luiza Moniz Da C Faria 44306032

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

iv

Pengungsi di NTT)” Program Studi Ilnu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Bandung 2011.

Masalah pengungsi merupakan masalah internasional ketika hal itu melibatkan lebih dari satu negara. Ketika persoalan ini menjadi isu internasional, maka dibutuhkan kerjasama antara negara dan organisasi internasional yang mengurus masalah pengungsian seperti UNHCR. Salah satu implementasi kerja UNHCR adalah ketika membantu ribuan pengungsi Timor Leste pasca referendum 1999 di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Hipotesis dalam skripsi ini adalah Sejak United Nations High Commision for Refugees (UNHCR) menangani para pengungsi di Nusa Tenggara Timur, Indonesia, yang berasal dari Timor Leste pasca referendum Organisasi ini telah membantu para pengungsi dalam hal memfasilitasi para pengungsi pulang ke kampong halamannya di Timor Leste, Relokasi pengungsi ke wilayah baru, pembangunan pemukiman sementara, memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan para pengungsi serta menyelesaikan masalah anak-anak yang terpisah dari orang tua mereka, dengan cara menempatkan anak-anak tersebut ke sejumlah panti sosial di Nusa Tenggara Timor Indonesia”.

Melalui penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka dan penelitian lapangan, Peneliti menyimpulkan bahwa UNHCR telah banyak membantu permasalahan mendasar persoalan pengungsi eks Timor di NTT, Indonesia melalui program strategi lima arah tersebut.

Kesimpulan dari peneliti adalah dengan masuknya United Nations High Commision for Refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi di NTT, Indonesia selama tahun 1999 – 2005, telah banyak perubahan yang lebih baik bagi kehidupan para pengungsi tersebut.


(3)

v ABSTRACT

Luiza Moniz da Conceicao Faria, 44306032, “

Role of The United

Nations High Commission for Refugees (UNHCR) in The Handing of Timor Timur in Indonesia After The 1999 Referendum (a Case Study of Refugees in NTT)The Dicipline Program Sciences, of International Relations Department, Faculty of Social and Policitacal Sciences, University of Computer Indonesia, Bandung. 2011.

Refugees is the one of international issue, when that involving more than one country. Cooperation among nations is needed in order to accomplish refugees issues. One of the implementation of UNHCR was that organization gave assistances to thousands of refugees from East Timor pasca referendum 1999 in West Timor, Indonesia.

Hypothesis of this Thesis is : since United Nation High Commission of Refugees (UNHCR) take a handle refugees in West Timor whose come from East Timor, that organization has give an assistances to help refugees come back home to East Timor, relocation refugees to the new location, developing temporer camp, meanwhile recover level of life and prosperity of refugees also accomplish the children problems whose separated with their parents, by relocation those children to the social home Nusa Tenggara Timor in Indonesia”. Researcher use qualitative method through library study and field research, then the conclusion that UNHCR has been relief the basic of problem of the refugees ex Timor in West Timor, Indonesia by Program of five’s side Strategy.

Through qualitative research methods literature and field research studies, researchers concluded that the United Nations High Commission for Refugees (UNHCR) has helped many fundamental problems of the former East Timorese refugee problem in NTT, Indonesia through a program of five strategies that direction.

The conclusion is UNHCR has been give significant progress to handle refugees problem in West Timor, Indonesia period 1999 – 2005.


(4)

iii

dan anugarah yang begitu besar dan selalu menyertai sehingga penulis peroleh semangat dan kekuatan hingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.Judul “ Peranan United Nations High Commission for Refugees (UNHCR) dalam Penanganan Pengungsi Timor Leste di Indonesia Pasca Referendum Tahun 1999 (Studi Kasus Pengungsi di NTT)

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan ini terdapat banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan maupun bahasa.oleh karna itu, dengan penuh kerendahan hati yang paling dalam penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun. Dalam penulisan skripsi banyak mendapat masukan berbagai pihak dalam segi Spiritual dan Moral dan bimbingan. Untuk itu dengan segenap hati dan rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr .Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selauku Rektor Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

2. Bapak Prof. Dr.Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,MA, selaku Dekan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). 3. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si ., Selaku Ketua Jurusan Hubungan

Internasional. Terima kasih atas semua saran dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.


(5)

iv

5. Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, Ibu Yesi Marience, S. IP, M.Si.,Dewi Triwahyuni S.IP., M.Si., Ibu Sylvia Octa Putri,S.IP. selaku dosen- dosen tetap Prodi Ilmu Hubungan Internasional, Unikom. Terima kasih atas segala bimbingan, dan ilmu- ilmu pada masa kuliah.

6. Dewi Endah Susanti, S. E (Teh Wi), selaku sekretariat jurusan hubungan internasional, UNIKOM. Terima kasih atas kerjasama dan berbagai bantuan dalam hal administrasi pada penulis.

7. Untuk kedua Orang Tua ku yang tercinta Tomas Faria dan Emilia Nunes Moniz, Terima kasih Mama…Papa atas Doa, Kasih Sayang dan dukungan moral serta materilnyayang selalu Papa dan Mama bagi Kaka sampai saat ini. Saya akan berusaha memberikan Papa dan Mama berkat yang melimpah serta kesehatan. Love u All

8. Buat Ade Ku yang tersayang Martinho dan Rojalino, tetap semangat buat masa depan kalian yang akan datang.Abin Hadomi Imi rua….

9. Buat keluarga yang berada di Timor Leste, Pai Juao,Mae Maria,Pai Toy, Mae Qita,Tiu Siku, Tia Mena,dan semua keluarga besar Nunes yang di Timor Leste yang belum disebutin namanya..Terima kasih atas Doa dan dukungannya. Tuhan Yesus menyertai kalian.

10.Eddie Tjung, Meu Amor…terima ksih banyak atas semua Doa dan dukungan selama ini.


(6)

v ini.

13.A minha Kolegas HI-1 2006.Ira,Irawan,Adi, Nopi, Tri, susi, opik, helder, Edo,terima kasih semuanya yang lupa disebutin,terima kasih atas canda dan tawa selama perkulihan semoga Tahun ini anak angkatan 2006 bisa lulus semua..Graca A Deus ……….

14.Teman- teman 2007-2008, landung,vina, Ica, lusy, Ibet, Anda, Krisna, All, dan semuanya aja yang tidak bisa disebutin satu –persatu.

15.buat Adik-Adik semester, 2009-2010. Fredy, Bili, windy, Mami, kika.semuanya yg tidak bisa di sebutin satu- persatu.

16.Vina.terima kasih sudah menjadi teman baik dan dukungan selama ini… 17.Edo, terima kasih banyak ya atas bantuan selama ini

18.Buat teman- teman timor Leste, Tedy, Theo, Nata, Feby, Aury,Eva.terima kasih banyak atas dukungan dan morilnya

Bandung, Agustus 2011


(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan Internasional adalah hubungan yang melintasi batas suatu negara, Hubungan Internasional membahas banyak hal, di antaranya diplomasi antar negara, politik luar negeri suatu negara, beserta hubungan antar negara yang satu dengan negara yang lain maupun dengan organisasi internasional. Organisasi internasional dengan negara sering bekerjasama dalam menyelesaikan masalah, baik itu masalah lingkungan hidup, hak asasi manusia, perang dan konflik.

Eks Timor Timur menjadi bagian Indonesia tahun 1976 sebagai provinsi ke-27 setelah Gubernur Jenderal Timor Portugis terakhir Mario Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah tidak mampu menguasai keadaan pada saat terjadi perang saudara. Portugal juga gagal dalam proses dekolonisasi di Timor Portugis dan selalu mengklaim Timor Portugis sebagai wilayahnya walaupun meninggalkannya dan tidak pernah diurus dengan baik. Masalah pelepasan eks Timor Timur di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara baru Republica Democratiaca di Timor Leste (RDTL) dilakukan pada saat Indonesia sedang menghadapi krisis ekonomi tahun 1997. Pergolakan sosial, politik dan ekonomi mengakibatkan munculnya gerakan separatis dibeberapa daerah Indonesia, termasuk Timor Leste (www.wikipedia.com/sejarahtimorleste, diakses pada tanggal 16 Maret 2011).


(8)

Berakhirnya rezim pemerintahan otoritarian Orde Baru yang ditandai dengan pengunduran diri mantan Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai akibat dari gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa telah membuka cakrawala baru bagi penyelesaian persoalan Timor Leste. Gerakan reformasi dilakukan sebagai bentuk ungkapan kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat Indonesia dan dilakukan pada saat terjadi krisis multi dimensi di Indonesia. Dengan momentum reformasi itu, persoalan status Timor Leste yang menarik perhatian PBB dan masyarakat internasional diharapkan memperoleh kejelasan. Penyelesaian masalah Timor Leste ini yang dilanjutkan oleh B.J Habibie dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemberian status khusus dengan otonomi luas dalam sebuah rapat kabinet pada tanggal 9 Juni 1998 Masalah pelepasan eks Timor Timur di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara baru Republica Democratiaca di Timor Leste (RDTL) yang dilakukan pada saat Indonesia sedang menghadapi krisis ekonomi tahun 1997. Pergolakan sosial, politik dan ekonomi mengakibatkan munculnya gerakan separatis dibeberapa daerah Indonesia, termasuk Timor Leste (ETAN : 2002, www.etan.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Pada saat itu, salah satu kebijakan politis Habibie yang sangat kontroversial dan fenomenal pada waktu itu adalah memberikan dua opsi atau pilihan kepada rakyat Timor Timur yakni referendum atau otonomi khusus. Rakyat eks Timor Timur memilih jalan referendum untuk menentukan nasib masa depan mereka. Maka pada tanggal 30 Agustus 1999, Misi PBB United Nation Mission for East Timor (UNAMET) mengadakan jejak pendapat (referendum)


(9)

dengan opsi tetap bergabung dengan Indonesia atau memilih lepas dari Indonesia (ETAN : 2002, www.etan.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Setelah hasil jejak pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999, masyarakat Timor Leste terpecah menjadi dua, yakni kelompok pro kemerdekaan dan kelompok pro Indonesia atau pro-integrasi. Perpecahan ini menyebabkan timbulnya ketegangan dan kekerasan antara dua kelompok, misalnya pembakaran rumah, pembunuhan, perampasan dan perampokan harta benda. Ketidakamanan di seluruh Timor Timur menyebabkan ribuan orang eks Timor Timur datang ke NTT sebagai pengungsi (Nevins, 2011 : 31).

Pasca jejak pendapat Timor Leste pada tahun 1999, yang mengakibatkan lepasnya Timor Leste dari negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan masalah baru. Pengungsi merupakan salah satu masalah yang timbul pasca jejak pendapat 1999. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya arus pengungsi Timor Leste mengungsi ke Nusa Tenggara Timur Pada tahun 1999, sekitar 250.000 orang Timor Leste mengungsi ke Nusa Tenggara Timur. Kebudayaan di antara mereka tinggal di pos-pos pengungsian yang tersebar di Kabupaten Belu dan Kupang. Sebagian dari pengungsi tersebut ada yang telah kembali ke Timor Leste, tetapi menurut UNHCR dan Pemerintah Indonesia terdapat sekitar 28.000 pengungsi yang masih tinggal di pos-pos pengungsian di Nusa Tenggara Timur (ETAN : 2002, www.etan.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Selain masalah-masalah di atas terdapat masalah baru di tempat pengungsian di wilayah Nusa Tenggara Timur. Terjadi pembunuhan terhadap 3 staf UNHCR di Atambua, Kabupaten Belu pada tanggal 6 September 2000.


(10)

Dengan terjadinya pembunuhan tersebut menyebabkan PBB menetapkan status siaga V bagi Kabupaten Belu. Hasil tersebut mengakibatkan semua LSM internasional dan badan PBB termasuk UNHCR harus menarik diri dari kabupaten Belu dan menghentikan bantuan mereka terhadap pengungsi. Sejak peristiwa tersebut kehidupan para pengungsi semakin sulit. Gejala-gejala kemiskinan yang dialami pengungsi tetap berada di pos pengungsian dapat dilihat dengan adanya kekurangan pangan, kondisi pos pengungsian yang kurang memadai, lingkungan yang tidak sehat, sehingga menyebabkan derajat kesehatan para pengungsi memburuk (www.unhcr.org, diakses pada tanggal 16 Maret 2011).

Untuk menata ke hidupan keluarga, para pengungsi tidak mempunyai akses atas tanah, baik untuk perumahan maupun untuk lahan garapan yang sesuai dengan peraturan perundangan Indonesia. Terdesak oleh kebutuhan hidup, para pengungsi menambah hutan lindung dan hutan adat. Lebih dari 2000 hektar hutan dibabat habis diubah menjadi lahan pertanian, terutama Kabupaten Belu bagian Selatan dan Utara serta sebagian dari kabupaten Timor Tengah Utara. Pencurian, pelacuran, judi dan perampasan harta milik orang lain merupakan pilihan yang terpaksa ditempuh untuk kelanjutan hidup. Status kewarganegaraan tidak jelas dan belum mengenal adat, budaya dan tata pemerintahan setempat, para pengungsi tidak dapat berintegrasi dengan baik dengan masyarakat lokal. Di samping itu pemimpin setempat agaknya ragu untuk mengatur mereka sesuai dengan aturan dan budaya setempat (UNMISET : 2002, www.un.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).


(11)

Penanganan masalah pengungsi yang dihadapi Pemerintah Indonesia, badan bantuan dana dan LSM dalam negeri menjadi lebih rumit karena selain masalah-masalah sosial di atas masih ditambah dengan beberapa masalah lain yang berkaitan dengan pemahaman masyarakat mengenai perbedaan dua negara serta hukum-hukum internasional yang harus ditaati. Hubungan sosial yang baru seiring dengan terbentuknya negara Timor Lorosa’e telah membawa relasi sosial baru yang mudah dipahami baik oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur maupun masyarakat pengungsi Timor Leste terutama dengan adanya daerah perbatasan yang memisahkan mereka karena pilihan politik (OFM : 2002, www.ofm.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Kebijakan-kebijakan lokal tak terelakan juga membawa konsekuensi politik dan menimbulkan masalah kekerabatan yang kompleks, seperti terpisahnya keluarga dan suku, serta hilangnya harta dan struktur adat maupun pemerintahan. Semua hal tersebut menambah kompleksitas permasalahan pengungsi dan beban sosial dan psikologis yang pada akhirnya juga harus ditanggung oleh masyarakat lokal (OFM : 2002, www.ofm.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Keadaan pengungsi Timor Leste lebih memprihatinkan lagi setelah UNHCR menghentikan status mereka sebagai pengungsi mulai tanggal 31 Desember 2002. Dengan demikian semua perlindungan, bantuan dan perlakuan istimewa bagi mereka sebagai pengungsi di bawah hukum internasional dihentikan. Artinya secara resmi pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia tidak lagi dianggap sebagai pengungsi dan karena status internasional sebagai pengungsi sudah dicabut maka perlindungan internasional


(12)

sebagai pengungsi juga berakhir (OFM : 2002, www.ofm.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Sekali lagi masyarakat mantan pengungsi Timor Leste diberi kebebasan untuk memilih alternatif yang ditawarkan UNHCR dan Pemerintah Indonesia, yaitu : repatriasi, transmigrasi ke daerah lain bahkan ke luar Nusa Tenggara Timur, pemberdayaan (dengan mencairkan pekerjaan atau mendirikan usaha kecil) dan penyisipan (di desa-desa dekat dengan pos pengungsi atau di permukiman baru) (OFM : 2002, www.ofm.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Menurut Pemerintah Nusa Tenggara Timur sisa pengungsi di Nusa Tenggara Timur pada akhir Desember 2002 berjumlah 28.000 orang. Dengan alasan tidak mampu lagi menampung pengungsi, maka pada bulan Februari 2003 Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur menawarkan program transmigrasi kepada pengungsi, yaitu ke luar Timor (Timor leste), Alor atau ke luar Nusa Tenggara Timur. Rupanya program ini kurang menarik bagi para pengungsi. Selain tak ingin terpisah dari rumpun suku, budaya, atau jauh dari tanah asalnya, rumah yang disiapkan untuk mereka di permukiman transmigrasi dianggap tidak layak di huni, serta tidak tersedia fasilitas dan lahan garapan untuk menunjang kehidupan dan kebutuhan keluarga. Di samping itu masyarakat adat di beberapa daerah (pulau Sumba) hanya bersedia menerima kelompok pengungsi yang agamanya sama (ETAN : 2002, www.etan.org, diakses pda tanggal 26 Juli 2011).

Ada beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya konflik antara pengungsi dan masyarakat setempat. Masyarakat mantan pengungsi dipaksa


(13)

meninggalkan hutan lindung yang sudah diubah menjadi ladang pertanian tanpa diberi alternatif penyelesaian. Masyarakat lokal tidak bersedia menerima pemukiman kembali mantan pengungsi sehingga dapat menciptakan polarisasi pergaulan antara kedua kelompok masyarakat tersebut. Penyelesaian batas antara dua negara tidak mengakomodir kepentingan kedua masyarakat yang secara tradisional telah terbentuk. Hal ini dapat digunakan sebagai alat pemicu konflik di dearah perbatasan antara dua kelompok masyarakat adat yang berbeda negara karena pilihan politik. Permasalahan pengungsi tidak diselesaikan sehingga terjadi perebutan sumber daya alam yang tersedia. Bantuan pemerintah maupun LSM Internasional lebih mengutamakan mantan pengungsi dan mengabaikan masyarakat lokal sehingga menimbulkan kecemburuan sosial dan polarisasi pergaulan, atau kedua kelompok tersebut akan saling menyingkirkan dan saling tidak peduli terhadap kebutuhan dan kepentingan satu sama lain (ETAN : 2002, www.etan.org, diakses pda tanggal 26 Juli 2011).

Dalam menangani masalah pengungsi Timor Leste di Indonesia, UNHCR melakukan strategi lima arah, salah satunuya adalah relokasi ke pulau-pulau lain. Hal tersebut menyebabkan banyaknya anak putus sekolah baik SD (Sekolah Dasar), maupun SMP (Sekolah Menengah Pertama). Hal tersebut dikarenakan jauhnya jarak antara tempat tinggal mereka dengan sekolah (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Permasalahan pengungsi Timor Leste juga terjadi pada saat UNHCR melakukan program pemulangan sukarela pengungsi Timor Leste ke Nusa Tenggara Timur. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya informasi yang


(14)

mereka dapat, sehingga pengungsi tersebut masih berada di pos pengungsian yang serba kekurangan (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Namun, bagaimana pun juga UNHCR telah banyak membantu para pengungsi melalui strategi lima arah itu sehingga sekalipun tidak semua masalah pengungsi bisa teratasi, setidaknya telah meringankan beban para pengungsi yang hidup di pemukiman-pemukiman di Nusa Tenggara Timur.

Setelah melihat penjelasan diatas, maka penulis akan merumuskan masalah ini dengan judul : “Peranan United Nations High Commission for Refugees (UNHCR) dalam Penanganan Pengungsi Timor Leste di Indonesia Pasca Referendum Tahun 1999 (Studi Kasus Pengungsi di Nusa Tengara Timor ).”

Penelitian ini juga didukung oleh beberapa mata kuliah pokok yang dipelajari di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, yaitu :

1. Pengantar Hubungan Internasional. Mata kuliah ini menjelaskan tentang bagaimana suatu tatanan dalam sistem hubungan internasional dan aspek politik dari hubungan antar negara

2. Politik Internasional. Mata kuliah ini digunakan untuk menjelaskan mengenai interaksi yang terjadi antara organisasi internasional dengan negara

3. Hubungan Internasional Kawasan. Mata kuliah ini membantu untuk memberikan gambaran tentang kerjasama regional di suatu kawasan


(15)

4. Organisasi dan Administrasi Internasional. Mata kuliah ini membantu menjelaskan peranan dari sebuah organisasi internasional dalam hubungan kerjasma didalam suatu negara, serta memberi kajian, struktur dan fungsi dari suatu organisasi internasional, latar belakang berdirinya suatu orgnisasi internasional dan lain-lain. Bagaimana Organisasi Internasional bekerjasama dengan negara atau dengan Organisasi Internasional lainnya.

5. War and peace, mata kuliah ini digunakan untuk digunakan untuk mencermati dan menganalisa bagaimana suatu perang dapat terjadi dan juga mengenai teori-teorinya serta bagaimana konflik antara dua kelompok bisa diselesaikan atau mencapai resolusi damai.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis akan membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas nanti, mengingat permasalahan yang ada masih terbilang luas dan sangat kompleks. Maka peneliti akan mencoba mengidentifikasikan masalah yang diteliti dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang menyebabkan terjadinya pengungsian besar- besaran dari Timor Leste ke Nusa Tenggara Timur?

2. Program- Program apa saja yang di lakukan UNHCR dalam penanganan pengungsi Timor Leste di Nusa Tenggara Timur?

3. Apa upaya kendala dan hambatan yang dihadapi UNHCR, dalam penanganan Pengungsi di Nusa Tenggara Timur?


(16)

4. Keberhasilan apa saja yang telah dicapai oleh UNHCR dalam penanganan pengungsi di Nusa Tenggara Timur?

1.2.1 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini berupaya untuk menentukan batas-batas permasahannya dengan jelas yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup permasalahan. Sebagai variabel independen, penelitian ini memfokuskan pada peranan UNHCR pada pengungsi Timor Leste pasca Jejak Pendapat 1999. Sementara variabel dependen adalah para pengungsi Timor Leste di Propinsi Nusa Tengara Timor.

Waktu penelitian dibatasi dari tahun 1999 – 2005. Rentang waktu ini diambil sesuai dengan masa kerja UNHCR di Timor Leste. Pada tahun 1999, UNHCR masuk ke Timor Leste untuk membantu pengungsi disana mendapatkan tempat baru yang aman bagi mereka di Nusa Tenggara Timor. UNHCR bekerja selama 6 tahun atau sampai tahun 2005 dimana masa kerjanya habis. Sementara ruang lingkup penelitian dibatasi pada para pengungsi Timor Leste yang berada di Atambua, Nusa Tenggara Timor, Indonesia.

1.2.2 Perumusan Masalah

Dengan melihat pada hasil urain yang sudah dipaparkan pada bagian identifikasi dan pembatasan masalah, maka penulis akan merumuskan permasalahan yang patut untuk dibahas dalam bentuk pertanyaan peneliti


(17)

Bagaimana peranan UNHCR dalam penanganan pengungsi Timor Leste di Nusa Tenggara Timor pasca referendum tahun 1999?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya pengungsian besar-besaran dari Timor Leste ke Atambua, Nusa Tenggara Timor?

2. Untuk mengetahui peran UNHCR dalam menangani para pengungsi Timor Leste di Atambua, Nusa Tenggara Timor, Indonesia

3. Untuk mengetahui kelanjutan nasib pengungsi saat ini setelah ditinggalkan 4. Memberikan gambaran mengenai kondisi masalah kemiskinan dan

masalah sosial yang dialami warga Timor Leste di Nusa Tenggara Timor. 5. Memberikan gambaran mengenai kesulitan dan tantangan yang dihadapi

oleh warga Timor Leste dalam meningkatkan kapabilitas dan upaya pemulihan kondisi kehidupannya karena tidak adanya kelembagaan sosial di antara mereka dengan masyarakat lokal.

6. Mengajukan alternatif langkah-langkah dan tindakan yang perlu dilakukan untuk membangun dan memberdayakan kelembagaan sosial dalam rangka penanganan masalah warga Timor Leste di Nusa Tenggara Timor.


(18)

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Mengetahui penyebab terjadinya sebuah pengungsian akibat suatu kerusuhan

2. Mengetahui bagaimana cara kerja sebuah organisasi internasional seperti UNHCR dalam sebuah daerah konflik

3. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang peristiwa pasca Jajak Pendapat 1999 di Timor Leste yang mengakibatkan terjadinya pengungsian besar-besaran dari Timor Leste.

1.4 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional 1.4.1 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya, hubungan internasonal mengacu pada seluruh bentuk interaksi hubungan antar negara. Hubungan yang terjadi di antara negara-negara tersebut dapat merupakan suatu hubungan kerjasama atau merupakan hubungan yang ditandai dengan konflik atau persaingan. Setiap negara akan melakukan interaksi dengan negara lainnya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya dan mencapai suatu kepentingan bersama. Interaksi yang terjadi antara negara tersebut didasari oleh adanya keterbatasan dari tiap negara dalam upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan nasional mereka.

Hubungn Internasional merupakan bentuk interaksi antar aktor anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lainnya. Terjadinya hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling


(19)

ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interpendensi tidak memungkinkan adanya suatu Negara yang menutup diri terhadap dunia luar.

Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebayak suatu studi tentang interaksi antara aktor yang melewati batas- batas Negara. The Dictionary of Word Politics mengartikan Hubungan Internasional sebagai suatu istilah yang digunakan untuk melihat seluruh interaksi antara aktor- aktor negara dengan melewati batas- batas negara.

“Hubungan internasional didefenisikan sebagai studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, kesatuan sub-nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestik serta individu-individu. Tujuan dasar dari studi ilmu hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku aktor negara maupun non-negara, didalam arena transaksi internasional. Perilkau ini biasa berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi dalam organisasi internsional.” (Mas’oed dalam Mochmad Yani, 2005 : 5).

Menurut Clive Archer ada beberapa fungsi dari Organisasi Internasional : a. Agregation dan articulation

Agregasi dan artikulasi kepentingan nasional negara- negara anggota organisasi internasional yang menjalankan mekanisme alokasi nilai- nilai sumber daya yang dimiliki, dimana penglokasian tersebut lebih banyak disandarkan pada perjanjian- perjanjian yang dihasilkan melalui perundingan oleh masing- masing negara anggota. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi internasional berfungsi sebagai instrumen bagi negara- negara menagregasikan serta mengartikulasikan kepentingannya, juga sebagai wadah dimana kepentingan-kepentingan yang dibahas.


(20)

b. Normas

Orgnisasi internasional memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi aktivitas- aktivitas normatife dapat dikelompokan lima kategori:

Memperbaiki prinsip- prinsip yang menentang penggunaan penggunaan kekerasan.

Deligitimasi kolonialisme barat Perhatian pada isu- isu spesifik

Mendesak pelucutan serta pengendalian senjata Mendesak setiap negara untuk bekerja sama c. Recruitmen

Recruitmen tidak hanya ditujukan kepada negara- negara berdaulat, tetapi juga ditujukan kepada kesatuan wilayah yang tidak memiliki pemerintahan sendiri bahkan juga membantu dalam memperoleh kemerdekaannya. Hal ini memperkuat kedudukan organisasi internasional dalam meningkatkan keanggotaannya secara universal.

d. Socialization

Sosialisasi berarti upaya sistematis untuk menstransfer nilai- nilai kepada seluruh anggota sistem. Berbeda dengan sistem politik dalam suatu negara yang memiliki banyak agen sosialisasi, proses sosialisasi pada level internasional berlangsung pada dua tingkat yaitu :

 Para agen sosilisasi dapat menebus batas- batas nasional dan secara langsung dapat mempengaruhi individu- individu maupun kelompok- kelompok di dalam suatu negara.


(21)

 Proses sosialisasi berlangsung diantara negara- negara yang bertindak pada level internasioanal maupun diantara wakil- wakil meraeka didalam organisasi internasional.

e. Rule Making

Berbeda dengan negara yang memiliki pusat pembuatan keputusan dalam dalam hal ini pemerintah atau parlamen,dalam sistem internasional tidak memiliki pemerintah dunia sehingga pembuatan keputusan intrnasional umumnya dilakukuan dengan berdasrkan pada perjanjian Ad-Hoc, perjanjian bilateral ataupun organisasi internasional.

f. Rule Application

Pelaksanaan keputusan organisasi diserahkan kepada kedaulatan negara, karena tidak ada lembaga otoritatif organisasi internasional yang melaksanakan tugas tersebut. Meskipun demikian, dalam batas- batas tertentu organisasi internasional dapat secara langsung melaksanakan. g. Rule Adjudication

Fungsi adjudikasi aturan dilaksanakan oleh badan kehakiman seperti law court, arbitration, tribunals, dan lain- lain. Fungsi ini selain tidak didukung oleh lembaga-lembaga dalam jumlah yang memadai (banyak organisasi yang tidak dilengkapi dengan badan seperti ini) juga bersifat tidak memaksa.

h. Information

Organisasi internasional melakukan aktivitas yang berguna namun tidak langsung terlibat dalam fungsi konvensi dari system ataupun


(22)

pengembangan dan adaptasi pertumbuhan organisasi internasional dan peningkatan semakin mudahnya pengunaan media komunikasi yang menyebabkan negara-negara berdaulat tidak dapat lagi mendominasi pertukaran informasi internasional.

i. Operation

Orgnisasi internasional dapat melakukan beberpa fungsi operasional seperti menyediakan bantuan, melakukan aktivitas yang berkaitan dengan uang dan menyediakan servis-servis teknis (1983:152-169).

Fungsi yang dilkukan UNHCR adalah fungsi agregasi dan artikulasi, karena UNHCR menjadi penyalur dana bantuan dari banyak negara untuk membantu para pengungsi di seluruh di dunia. UNHCR juga menjalankan fungsi informasi mengenai kegitan-kegiatan yang mereka lakukan keseluruh dunia, misalnya melalui internet. Fungsi operasi merupakan fungsi yang terpenting yang dijalankan oleh UNHCR, karena UNHCR banyak menjalankan operasi-operasi bantuan diberbagai daerah untuk membantu korban pengungsi.

UNHCR adalah organisasi fungsional, dimana bekerja berdasarkan fungsinya yang bersifat khusus. Adapun fungsi UNHCR adalah memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi di seluruh dunia yang dalam keadaan darurat akibat dari bencana alam, korban perang, tekanan kultur dan struktural, serta pelayanan dalam masalah perlindungan para pengungsi maupun pencari suaka (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).


(23)

Dua fungsi utama yang diberikan kepada UNHCR berdasarkan mandatnya adalah memberikan perlindungan internasional terhadap pengungsi dan mencari solusi permanen dalam pengungsi (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Aktivitas dalam memberikan perlindungan internasional terhadap pengungsi antara lain mengembangkan adopsi terhadap standar internasional untuk perawatan pengungsi dalam hukum nasional dan prosedurnya, serta pengawsan pelaksanaannya (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Aktivitas dalam pencarian solusi permanen untuk permasalahan dalam pengungsi antara lain memudahkan repatriasi sukarela pengungsi dan pengintegrasian kembali ke negara asal mereka atau jika tidak memungkinkan akan memberikan kemudahan untuk mencari perlindungan di negara-negara yang memberikan perlindungan atau negara ketiga. Aktivitas yang lain meliputi pertolongan darurat, pemberian nasehat, pendidikan dan bantuan yang legal (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Tujuan utama UNHCR adalah melindungi hak azasi dan kesejahteraan pengungsi. Selain itu UNHCR juga berusaha mencari suaka dan mencari tempat perlindungan yang aman di negara lain dan mencari tempat asalnya secara sukarela (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

UNHCR juga mempunyai partner kerja untuk melaksanakan program-programnya dalam memberikan bantuan dan perlindungan terhadap pengungsi. Semakin meningaktnya krisis kemanusiaan UNHCR berusaha untuk


(24)

mempermudah dan efisien dalam mengatasai permasalahan tersebut dengan melakukan kerjasama dengan berbagai aktor maupun organisasi kemanusiaan di seluruh dunia yang berhubungan dengan isu penting masalah perlindungan

pengungsi, pelaksanaan program dan orang-orang yang terpindah (transmifrasi) (UNHCR : 2002, www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011).

Lembaga internasional dapat dibagi menjadi dua kategori :

1. Organisasi antara pemerintah/IGO (Inter Governmental Organization) anggotanya adalah pemerintah atau instansi pemerintah suatu negara. Secara resmi kegiatan IGO berkaitan dengan masalah- masalah konflik, krisis dan penggunaan kekerasan yang banyak menyita perhatian masyarakat internasional karena ada keinginan untuk menghindari atau setidaknya memperkecil intensitasnya.

2. Organsasi non pemerintah/IGO (Non Governmental Organization), terdiri dari kelompok-kelompok agama, budaya, teknologi dan ekonomi

Berdasarkan keanggotaan dan tujuannya Internasional Governmental Organization dapat dibagi dalam empat kategori :

1. Keanggotaan umum, ruang lingkup organisasi ini bersifat global dan melaksanakan berbagai fungsi seperti keamanan, kerjasama, sosial, ekonomi, pembangunan dan pertukaran kebudayaan. Contohnya : PBB. 2. Keanggotaan umum dan tujuan terbatas, lebih dikenal sebagai organisasi

fungsional karena melakukan fungsi yang spesifik. Contohnya : UNESCO, UNICEF, UNHCR, WHO, ILO.


(25)

3. Keanggotaan terbatas dan tujuan umum, yang termasuk kedalam kategori ini adalah organisasi- organisasi regional yang berfungsi dan bertangung jawab dalam bidan keamanan, politik, sosial, dan ekonomi. Contohnya Liga Arab, ASEAN dan Uni Eropa

4. Keanggotaan terbatas dan tujauan terbatas, seperti organisasi sosial ekonomi (NAFTA) dan organisasi militer dan pertahanan (NATO) (Soeprapto, 1997: 364- 365).

Setiap organisasi internasional tentunya dibentuk untuk melaksanakan peran-peran dan fungsi- fungsi sesuai dengan sesuai dengan tujun pendirian organisasi internasional adalah sebagai berikut :

1. Wadah atau forum untuk mengalang kerjasama serta untuk mencegah atau mengurangi intensitas konflik sesama anggota.

2. Sebagai sarana untuk perundingan dan menghasilkan keputusan bersama yang saling mengungtungkan, adakalanya bertindak sebagai

3. Lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan, anatara lain : kegiatan sosial kemanusaian, bantuan untuk pelastarian lingkungan hidup, pemugaran monument bersejarah, peace keeping operation dan lain- lain (Rudy, 2005: 27).

Clive Archer dalam buku Administrasi dan Organisasi Internasional

karangan T. May Rudy menyatakan pada beberapa peranan organisasi internasional, diantaranya:

1. Instrumen (alat/ saran), yaitu untuk mencapai kesepakatan, menekan intensitas konflik dan menyelaraskan tindakan


(26)

2. Arena (forum/ wadah), yaitu untuk berhimpun berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan keputusan secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-perjanjian internasional (convention, teraty, protocol, agreement dan lain-lain)

3. Pelaku (aktor), bahwa organisasi internasional juga bisa merupakan aktor yang autonomos dan bertindak dalam kapasitasnya sendiri sebagai organisasi internasional dan bukan lagi sekedar pelaksanaan kepentingan anggota-anggotanya (2005: 29).

UNHCR merupakan badan tetap PBB yang memfokuskan kerjanya dalam bidang kemanusiaan, khususnya masalah pengungsi, UNHCR dikategorikan sebagai organisasi fungsional, karena bekerja sesuai dengan fungsinya yang bersifat khusus, yaitu memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi di seluruh dunia dalam keadaan darurat akibat bencana alam, konflik etnis dan juga akibat perang. UNHCR adalah salah satu badan dari PBB yang berada di bawah Majelis Umum dan juga Dewan Ekonomi dan Sosial yang didirikan pada tanggal 1 Januari 1951.

Dalam hal menangani pengungsi, keadaan apapun dan tanpa diskriminasi UNHCR menyediakan bantuan bagi para pengungsi seperti bahan pangan pokok dan air bersih, tempat bernaung atau perumahan yang bersifat mendasar (camp),

bahan sandang yang layak dan layanan kesehatan serta sanitasi, juga memastikan akses yang aman dan perlindungan kepada pengungsi. UNHCR juga mengusahakan kerjasama dengan negara-negara yang menjadi tempat tujuan pengungsi untuk membantu dalam memberikan asistensi kepada pengungsi.


(27)

Salah satu organisasi internasional di dunia ini yang menanggani masalah pengungsi adalah UNHCR. UNHCR memberikan perlindungan internasional atas hak dan kehidupan para pengungsi.

Dalam pasal 1 konvensi UNHCR 1951 dalam menentukan status pengungsi yang dipakai dlam skala internasional mendifinisikan pengungsi sebagai :

“Orang yang berada diluar negara asalanya atau tempat tinggal asalnya, mempunyai dasar ketakutan yang sah akan diganggu keselamatannya sebagai akibat kesekuan, agama, kewarganegaraan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politik yang dianutnya, serta tidak mampu atau tidak ingin memperoleh perlindungan bagi dirinya dari Negara asal tersebut, ataupun kembali kesana, karena mengkhawatirkan bagi keselamatan dirinya” (UNHCR : Conventional and Protocol, Relating To Status Of Refugees).

Menurut Mukadimah 1950, UNHCR berwenang memberi bantuan kepada orang yang :

“Memiliki rasan takut yang sah atau berdasar, mengalami persikusi karena alasan ras, agama, kebangsaan atau pandangan plitik, berada diluar negara, kewarganegaraannya dan tidak dapat atau karena rasa takutnya atau karena alasan kenyamanan pribadi, tidak bersedia menikmati perlindungan negara tersebut” (Revolusi Majelis Umum 428).

Program- program yang umumnya dijalankan oleh UNHCR sebagai high commission for refugees adalah sebagai berikut :

1. Mendapat mandat untuk memimpin dan mengkoordinasikan aksi internasional untuk melindungi pengungsi dan membantu resolve masalah- masalah pengungsi yang ada di dunia ini, seperti masalah pengungsi eks timor- timur di NTT Indonesia.


(28)

2. Membantu bekerja keras dan menyakinkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan suaka bila kondisinya terancam karena faktor politik, agama, dan sebagainya di negaranya sendiri.

3. Integrated locally dan memberikan tempat menetap yang baru kepada para pengungsi (www.unhcr.org-diakses pada tanggal 21 july 2011).

Prinsip utama yang melatar belakangi perlindungan internasional bagi pengungsi, perangkat-perangkat kuncinya adalah konvensi 1951 dan protokol 196727, ketentuan-ketentuan yang tercakup di dalamnya termasuk :

a) Larangan untuk memulangkan pengungsi dan pencari suaka yang beresiko menghadapi penganiayaan saat dipulangkan (prinsip non refoulement). b) Persyaratan untuk memperlakukan semua pengungsi dengan cara yang non

diskriminatif.

c) Standar perlakuan terhadap pengungsi kewajiban pengungsi kepada negara tempatnya suaka.

d) Tugas negara untuk bekerja sama dengan UNHCR dalam melaksanakan fungsi-fungsinya.

Namun lebih spesifik lagi yang dimaksud dengan prinsip non-refoulement (larangan pengusiran dan pengembalian) adalah :

1. Melarang pengembalian pengungsi dengan cara apapun ke negara atau wilayah dimana hidup atau kebebasannya terancam dikarenakan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politiknya.


(29)

2. Pengecualian hanya dapat dilakukan jika pengungsi yang bersangkutan merupakan ancaman bagi keamanan nasional atau yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang serius, berbahaya bagi masyarakat namun tidak berlaku jika individu tersebut menghadapi resiko penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau menghinakan.

3. Sebagai bagian dari hukum adat dan traktat, prinsip dasar ini mengikat semua negara.

UNHCR sebagai organisasi yang menangani masalah pengungsi, sangat berperang penting dalam mengangani ribuan pengungsi asal Timor Leste yang lari dari negara itu pasca merdeka ke Nusa Tenggara Timor, Indonesia. Disana UNHCR memainkan peranan dalam mengembalikan para pengungsi pulang ke tempat asal mereka di Timor Leste dan mencarikan tempat baru bagi para pengungsi yang menolak pulang kembali ke Timor Leste. Bagi para pengungsi yang menetap di Indonesia, UNHCR berperan dalam menyediakan pemukiman sementara sembari mengusahakan kesejahteraan para pengungsi. UNHCR juga berjasa dalam memulangkan anak-anak korban pengungsian kepada orang tua mereka yang terpisah pasca referendum.

Konflik merupakan sisi lain dari hubungan internasional di samping kerjasama. Hal ini terjadi akibat refleksi persepsi dan kepentingan yang beragam yang tidak bisa ditemukan alternatif perspektif yang sama. Menurut Miall, konflik adalah :


(30)

“Sebuah ekspresi heterogenetis kepentingan, nilai dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan.” (Miall, UNHCR sebagai Organisasi Internasional, memainkan peranannya sebagai instrument penekan konflik dengan memberikan bantuan bagi para pengungsi di daerah konflik agar kekerasan terhadap mereka dapat dihindari ataupun dikurangi. Sebagai organisasi internasional, UNHCR melakukan fungsi operasionalisasi sebagai penyedia bantaun dan pelayanan teknis bagi para pengungsi pasca Jajak Pendapat di Timor Leste 1999. Sebagai instrument penekan konflik dan penyedia bantuan, organisasi internasional seperti UNHCR lazimnya akan masuk ke wilayah-wilayah yang sedang dilanda konflik”. (Ramsbotham, Woodhiuse, 2000: 38)

Konflik merupakan sisi lain dari hubungan internasional di samping kerjasama. Hal ini terjadi akibat refleksi persepsi dan kepentingan yang beragam yang tidak bisa ditemukan alternatif perspektif yang sama.

Dalam bukunya, Miall menyebutkan bahwa konflik itu dapat terjadi negara antar negara, negara antar non negara seperti negara melawan organisasi terorisme maupun konflik yang terjadi bukan antar negara atau konflik yang horizontal yang terjadi didalam suatu negara yang mendapat perhatian dunia internasional (Miall, 1989 : 42).

Hal ini terjadi seperti ketika terjadi pemindahan kekuasaan atau negara yang baru merdeka seperti Timor Leste.

Menurutnya, faktor pembangkit konflik bukan antar negara itu dibagi berdasarkan level/ tingkatan, yakni :

1. Tingkatan global, karena sistem yang tidak sesuai

2. Tingkatan regional, karena pemukiman regional yang tidak aman

3. Tingkatan negara, karena statifikasi etnis yang sangat beragam, ekonomi lemah, aturan otoriter dan pelanggaran HAM


(31)

4. Tingkatan masyarakat, karena masyarakat yang lemah dan komunikasi yang lemah serta sikap yang dipolarisasi

5. Tingkatan elit/ individu, akibat kebijakan ekslusionis. (Miall, Ramsbotham, Woodhiuse, 2000 : 170)

Dalam kasus Timor Leste pasca Jejak Pendapat 1999, faktor pembangkit konflik ada pada tingkatan negara dan masyarakat. Pada tingkat negara dimana terdapat statifikasi etnis beragam yang secara pilihan disatu sisi ada masyarakat pribumi Timor Leste yang menginginkan kemerdekaan sementara para pendatang yang mendukung integrasi. Selain itu, legitimasi pemerintah yang masih sangat lemah serta aturan hukum yang belum jelas membuat masyarakt mencari jalan sendiri dalam mengatur kehidupan serta keamanan diri mereka. Hal ini bertambah buruk di saat ekonomi masyarakat jauh dari standar kecukupan. Sementara pada tingkat masyarakat dimana terdapat masyarakat yang lemah secara penegakan hukum dan belum maju dalam kehidupan sipil yang sebenarnya sehingga hal ini membuka peluang bagi tindakan main hakim sendiri di antara masyarakat Timor Leste pada saat itu.

Kondisi Timor Leste yang memprihatinkan pasca Jejak Pendapat itulah yang memicu pengungsian besar-besaran sebagian besar masyarakatnya ke luar dari wilayah mereka. Nasib para pengungsi ini kemudian ditangani oleh UNHCR yang masuk tidak lama pasca kerusuhan Jejak Pendapat 1999. Dengan masuknya UNHCR, berbagai strategi yang telah dilakukannya telah banyak menolong para pengungsi Timor Leste pasca Referendum 1999 ke Nusa Tenggara Timor.


(32)

1.4.2 Hipotesis

Dengan berdasarkan pada kerangka pemikiran di atas, maka peneliti menarik hipotesis yang akan di uji dalam penelitian selanjutnya yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Sejak United Nations High Commision for Refugees (UNHCR) menangani para pengungsi yang berasal dari Timor Leste pasca Referendum di Nusa Tenggara Timur, Indonesia, organisasi ini telah membantu para pengungsi dalam hal memfasilitasi para pengungsi pulang ke kampung halamannya di Timor Leste, relokasi pengungsi ke wilayah baru, pembuatan pembangunan pemukiman baru, memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraaan para pengungsi serta menyelesaikan masalah anak yang terpisah dari orang tua mereka dengan cara menempatkan anak-anak tersebut ke panti sosial di Nusa Tenggara Timur, Indonesia”.

1.4.3 Definisi Operasional

Melihat pada pembatasan masalah, maka disini akan dijelaskan suatu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah United Nations High Commision for Refugees (UNHCR), sedangkan variabel dependen adalah peranan UNHCR dalam penanganan pengungsi Timor Leste di Nusa Tenggara Timor (Indonesia).

Variabel independen yaitu United Nations High Commision for Refugees

(UNHCR). Konsep mengenai Organisasi Internasional UNHCR tersebut, terdiri dari :


(33)

1. UNHCR adalah suatu Organisasi internasional dengan misi melindungi hak-hak pengungsi, UNHCR dengan misi sosialnya dan segala program-programnya membantu para pengungsi yang mengalami kemiskinan, kekurangan makanan, masalah kesehatan dan pendidikan serta masalah anak yang terpisah dari orang tuanya.

2. Peranan UNHCR melalui program relokasi ke wilayah baru serta perbaikan taraf hidup pengungsi, yang UNHCR terapkan pada pengungsi Timor Leste di Nusa Tenggara Timor Indonesia. Peran UNHCR dalam menangani pengungsi Timor Leste sangat membantu peran pemerintah Indonesia dalam mencari jalan keluar guna menangani permasalahan pengungsi Timor Leste di Nusa Tenggara Timor yang pada tahun 1999 28.000 orang.

1.5 Metodologi Penelitian dan Teknik Penelitian 1.5.1 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan apa yang ada atau apa yang sudah ada. Penggunaan metode deskriptif analitis ini berusaha untuk mengumpulkan, menyusun dan menginterpretasikan data yang kemudian diajukan dengan menganalisa data atau fenomena tersebut pada masa sekarang. Mempergunakan metode deskriptif analitis dalam penelitian objek kajian dia atas maka dapat dilihat, “Peranan United Nations High Commission for Refugees


(34)

(UNHCR) dalam Penanganan Pengungsi Timor-Timur di Indonesia Pasca Referendum Tahun1999 (Studi Kasus Pengungsi di Nusa Tenggara Timor)

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan studi kepustakaan (library research), yaitu melalaui pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber dari buku-buku, media masa, surat kabar, majalah, artikel, internet serta lapaoran yang berupa jurnal ilmiah atau hasil catatan penting lainya yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.

1.6 Lokasi dan waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jl. Dipatiukur, Bandung – Jawa Barat, Indonesia

2. Perpustakaan Nasional, Jalan Salemba Raya No. 35 Jakarta – Indonesia 3. Keduataan Timor Leste, Jalan Mohamad Thamrin, Jakarta Selatan, Jakarta

– Indonesia

4. UNHCR, Menara Ravindo, Lantai 14 Jln. Kebon Sirih, Kav. 75 Jakarta – Indonesia 10340


(35)

1.6.2 Waktu Penelitian

Lamanya waktu penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data- data dimulai Maret 2011, hingga penyusunan laporan. dan perincian selengkapnya dituangkan ke dalam bentuk tabel :

Tabel 1.6.2

Tabel kegiatan penelitian

No Kegiatan

Waktu Penelitian 2011

Maret April Mei Juni Juli Agust 1 Pengajuan Judul

2 Pembuatan Usulan Penelitian 3 Seminar Usulan Penelitian 4 Bimbingan Skripsi

5 Pengumpulan Data 6 Rencana Sidang

1.7 Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini maka peneliti akan menjabarkannya sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang akan memaparkan Latar Belakang Penelitian,

Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, hipotesis dan Defenisi Operasinal, Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan data Bab II Tinjauan pustaka, pada bab ini peneliti menjelaskan teori-teori yang

relevan dengan subjek yang diteliti. Mengupas topik penelitian yang sama, hal ini merupakan bukti pendukung bahwa topik atau materi yang diteliti memang suatu permasalahan yang penting, sebagaimana ditunjukkan oleh kepustakaan yang dirujuk. Kepustakaan juga dapat


(36)

berupa teknik, metode atau pendekatan yang akan dipilih untuk melaksanakan penelitian yang hasilnya dideskripsikan dalam skripsi. Bab III Objek penelitian, yang memberikan gambaran umum mengenai objek

penelitian, khususnya keadaan objek penelitian dihubungkan dengan judul skripsi atau permasalahan yang diteliti.

Bab IV Hasil penelitian dan Pembahasan, merupakan kajian yang menganalisis dan membahas objek penelitian (Bab III), yang didasarkan pada tinjauan pustaka pada Bab II, dalam upaya pengujian hipotesis yang telah diajukan sebelumnya pada Bab I. Bab ini juga merupakan bagian inti dari peneliti. Dalam Bab ini dianalisis keterhubungan variabel bebas dan variabel terikat serta pemaparan hasil penelitian terhadap kedua variabel.

Bab V Penutup, merupakan bab yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran-saran dari penulis dalam konteks sebagai peneliti.


(37)

31 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Internasional

Hubungan Internasional merupakan hubungan yang melintasi batas wilayah suatu negara. Dimana dalam kehidupan Internasional, setiap negara melakukan kerjasama, diplomasi, dan lain-lain dengan negara lain. Menurut Perwira dan Yani, menjelaskan Hubungan Internasional sebagai berikut :

“Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain yang melintasi batas-batas negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar.” (2005: 3-4).

Hubungan internasional merupakan suatu hubungan melintasi batas suatu negara, segala bentuk interaksi yang melintasi batas negara disebut sebagai hubungan internasional, hubungan yang melintasi batas negara tersebut mencakup hubungan antara satu negara dengan negara lain, seperti pemerintah Timor Leste melakukan hubungan kerjasama dengan UNHCR, hal tersebut dikategorikan masuk kedalam hubungan internasional karena melintasi batas suatu negara, hubungan internasional juga mencakup kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat.


(38)

32

Dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional , Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani menyatakan bahwa :

“Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar “ (2005: 3-4).

Di era modern seperti sekarang ini, terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan, makin banyaknya kompleksitas yang dihadapi masyarakat dunia ini menciptakan ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya. Karena semakin banyak interdependensi menyebabkan tidak adanya satu negara didunia ini yang dapat menutup diri terhadap dunia luar, karena kebutuhan setiap negara makin kompleks.

Sistem internasional menjadi semakin kompleks paska berakhirnya perang dingin, dimana selama perang dingin sistem internasional lebih fokus kepada isu-isu high politic seperti perang, politik, keamanan dan militer bergeser ke low politics seperti masalah lingkungan hidup, hak asasi manusia, ekonomi, dan terorisme.

Karena hal-hal tersebut Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa:

“Dengan berakhirnya Perang Dingin dunia berada dalam masa transisi. Hal itu berdampak pada studi hubungan Internasional yang mengalami perkembangan yang pesat. Hubungan Internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan politik antar negara saja, tetapi juga subyek lain meliputi terorisme, ekonomi, lingkungan hidup, dan lain sebagainya.


(39)

Selain itu, Hubungan Internasional juga semakin kompleks. Interaksi tidak hanya dilakukan negara saja, melainkan juga aktor-aktor lain, yaitu, aktor non-negara juga memiliki peranan yang penting dalam Hubungan Internasional” (2005: 7-8).

Dalam perkembangannya, hubungan internasional pada awalnya hanya mempelajari tentang interaksi antar negara-negara berdaulat saja. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, ilmu hubungan internasional menjadi semakin luas cakupannya. Pada masa perang dunia II dan pembentukan persatuan bangsa-bangsa, ilmu hubungan internasional mendapatkan suatu dorongan baru. Kemudian pada tahun 1960-an dan 1970-an perkembangan studi hubungan internasional makin kompleks dengan maksudnya aktor IGOs (internasional Govermental Organization) dan INGOs (International Non-Goermental Organization). Pad dekade 1980-an pola hubungan internasional adalah studi tentang interaksi antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor bukan negara yang prilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan negara bangsa.

2.2 Organisasi Internasional

Organisasi Internasional adalah sebuah fenomena baru dalam waktu yang yang diharmati di dunia politik. Pertama kali munculnya organisasi internasional pada abad ke 19 menjadi kian penting selama abad ke- 20. Meskipun perserikatan bangsa-bangsa atau Uni Eropa, politik kekuasaan tradisional bukanlah kelanjutan dari organisasi internasional, meskipun dengan cara baru atau ekspresi dari sebuah proses evolusi menuju pembentukan global atau regional superstate. Mereka


(40)

dimiliki, dengan membagi dan menyatukan mereka dalam sebuah kolektif proses pengambilan keputusan. Dengan demikian organisasi internasional yang terlibat dalam isu yang tidak terhitung banyaknya suatu wilyah dari A seperti dalam pengawasan senjata sampai Z seperti dalam reformasi tanah Zimbabwe. Tanpa adanya organisasi internasinal akan sulit mengatasi banyak subtansi politik internasional kontemporer.

Organisasi internasional telah menyatu beberapa dari disiplin ilmu, khususnya hubungan internasional, hukum internasional dan kompromi politik internasional. Selain itu, diplomatik dan sejarah internasional juga menerangkan bahwa kelahiran dan pertumbuhan setiap individu dalam organisasi internasional di abad 19 dan 20. Jadi inti dari penelitian pengajaran yang relatif baru ini adalah unsur struktural hubungan internasional yang lebih utama dalam mendapatkan perhatian (Rittberger & Zangi, 2006:3).

2.2.1 Definisi Organisasi Internasional

T. May Rudi memberikan definisi tersendiri mengenai organisasi internasional beserta dengan unsur-unsurnya.

“Organisasi internasional secara sederhana dapat didefinisiskan sebagai pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang diejahwantahakan melalui pertmuan-pertemuan serta kegiatan-kegitana staf secara berkala. Organisasi Internasional juga diartikan sebagai pola kerjasama yang melintas batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepekati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda (2005 : 24).


(41)

Secara sederhana Organisasi Internasional terdiri dari unsur-unsur : 1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintas batas negara.

2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama. 3. Baik antarpemerintah atau non-pemerintahan. 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.

5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan (2005: 2-4).

Lebih lanjut T. May Rudy mengemukakan dari segi ruang lingkupnya, fungsinya, kewenangannya, dan ada beberapa macam penggolongan organisasi internasional. Dimana diungkapkan bahwa suatu organisasi internasional dapat sekaligus menyandang lebih dari satu macam penggolongan, ini semua tergantung pada segi yang ditinjau dalam menggolongkannya. Secara terperinci pengolongan organisasi internasional ada bermacam-macam menurut segi tinjauan berdasarkan 8 hal yaitu sebagai berikut :

1. Kegiatan administrasi : organisasi internasional antarpemerintah (inter- governmental organization/IGO) dan organisasi internasional non-pemerintahan (nongovernmental organization / NGO)

2. Ruang lingkup (wilayah) kegiatan dan keanggotaan : organisasi internasional gobal dan organisasi internasional regioal

3. Bidang kegiatan (operasional) organisasi, seperti bidang ekonomi, lingkungan hidup, pertambangan, komoditi (pertanian, industri), bidang bea cukai, perdagangan internasional dan lain-lain

4. Tujuan dan luas bidang kegiatan organisasi : organisasi internasional umum dan organisasi internasional khusus.


(42)

5. Ruang lingkup (wilayah) dan bidang kegiatan : global – umum, global -khusus, regional – umum dan regional – khusus.

6. Menurut taraf kewenangan (kekuasaan) : organisasi supranasional dan orgaisasi kerjasama.

7. Bentuk dan pola kerjasama : kerjasama pertahanan keamanan dan kerjasama fungsional.

8. Fungsi organisasi : organisasi politik (political organization), yaitu organisasi yang dalam kegiatannya menyangkut masalah – masalah politik dalam hubungan internasional; organisasi administratif, yaitu organisasi yang sepenuhnya hanya melaksanakan kegitan teknis secara administratif; dan organisasi peradilan yaitu organisasi yang menyangkut penyelesaian sengketa pada berbagai bidang atau aspek (politik, ekonomi, sosial dan budaya) menurut prosedur hukum dan melalui proses peradilan (sesuai dengan ketentuan internasional dan perjanjian internasional) ( Rudy, 2005: 7-10).

Organisasi internasional menurut Daniel S. Chever dan H.Haviland Jr adalah :

“Semua bentuk kerangka kerjasama di antara negara-negara dalam sebuah institusi, yang biasanya berdasarkan sebuah kesepakatan, yang bertujuan untuk mengejar keuntungan-keuntungan yang bersifat mutualisme, yang diimplementasikan melalui pertemuan periodikal dan aktivitas para staff (1954 : 25)


(43)

Menurut pengertian sederhana tersebut di atas, organisasi internasional mencakup 3 (tiga) unsur, yaitu:

1. Keterlibatan negara dalam suatu pola kerjasama 2. Adanya pertemuan-pertemuan secara berkala

3. adanya staf yang bekerja sebagai “pegawai sipil internasional

(international civil servant)

Perkembangan pesat dalam bentuk serta pola kerjasama melalui organisasi internasional, telah menonjolkan peran organisasi internasional yang bukan hanya melibatkan negara beserta pemerintah saja. Negara merupakan tetap aktor paling dominan di dalam bentuk-bentuk kerjasama internasional, namun perlu diakui eksistensi organisasi-internasional non-pemerintah yang makin hari semakin banyak jumlahnya.

Dengan demikian organisasi internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika di definisikan sebagai berikut:

“Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara dengan di dasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta di harapkan dan di proyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang di perlukan serta di sepakati bersama baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesame kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda.”

Organisasi internasional secara sederhana didefinisikan oleh Daniel Cheever dan H. Field Junior dalam buku T May Rudy, adalah:

“Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang bermanfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala” (Rudy, 2005:2-3).”


(44)

“Organisasi internasional berasal dari dua kata yaitu organisasi dan internasional. Kata internasional diartikan dalam beberapa makna,

pertama, intergovernmental yang berarti interstate atau hubungan antarwakil resmi dari negara-negara yang berdaulat. Kedua, aktivitas antar individu-individu dan kelompok-kelompok di negara lain serta juga termasuk hubungan intergovernmental yang disebut dengan hubungan transnasional. Ketiga, hubungan antara suatu cabang pemerintahan disuatu negara (seperti : departeman pertahanan) dengan suatu cabang pemerintahan di suatu negara lain (seperti : badan pertahanan atau badan intelegen) dimana hubungan tersebut tidak melalui jalur kebijakan luar negeri disebut transgovernmental. Ketiga hubungan ini termasuk dalam hubngan internasional (Perwita dan Yani : 92 : 2005).

Organisasi Internasional adalah suatu bentuk dari gabungan beberapa negara atau bentuk unik fungsi yang memeiliki tujuan bersama dalam mencapai persetujuan yang juga merupakan isi dari perjanjian atau charter.

Menurut Sumaryo Suryokusomo dalam bukunya Organisasi Internasional

karangan Ade Maman Suherman, mendifinisikan :

“Organisasi Internasional sebagai suatu proses; organisasi internasional juga menyagkut aspek- aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerjasama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahtraan serta memecahkan persoalan berasma serta mengurangi pertentangan yang timbul” (2003:48).

Berdasarkan pada perumusan definisi diatas yang mendifinisikan organisai internasional dari segi tahapan-tahapan dalam pendirian organisasi internasional dengan tujuan untuk mengurangi berbagai sengketa antarnegara anggota demi kesejahtraan bersama sesuai dengan apa yang dituangkan dalam konstitusi organisasi (Suryokusumo, 2003:48).

Pada dasarnya organisasi internasional mencakup keterlibatan negara dalam suatu kerjasama, bagaimana suatu negara menjalin kerjasama dengan organisasi internasional seperti UNHCR dan lain-lain. Dalam organisasi


(45)

internasional juga adanya pertemuan secara berkala, baik itu pertemuan tahunan, bulanan dan lain-lain, pada dasarnya setiap organisasi internasional mempunyai jadwal secara pasti pertemuan antara negara anggotanya dan juga adanya staf yang bekerja sebagai pegawai sipil internasional.

Perkembangan pesat dalam bentuk serta pola kerjasama melalui organisasi, telah makin menonjolkan peran organisasi internasional yang bukan hanya melibatkan negara beserta pemerintah saja. Negara tetap merupakan aktor paling dominan di dalam bentuk kerjasama internasional, namun perlu diakui eksistensi organisasi-organisasi internasional non-pemerintah yang makin hari makin banyak jumlahnya.

Menurut Sumaryo Suryokukumo dalam buku Organisasi Internasional karangan Ade Maman Suherman, mendefenisikan Organisasi Internasional sebagai:

“Suatu proses, organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebutyang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerjasama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertentangan yang tibul”(2003:48).

Adapula ulasan dari Lee Roy Bennet dalam buku T May Rudy yang menyatakan bahwa fungsi organisasi internasional tidak mencakup pelaksanaan kedaulatan (souveregnty) dan kekuasaan (power) sebagaimana yang dimiliki oleh negara, melainkan hanya mencakup :

1. Sebagai sarana kerjasama antar-negara dalam bidang-bidang dimana kerjasama dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi sejumlah negara.


(46)

2. Sebagai tempat atau wadah untuk menghasilkan keputusan bersama. 3. Sebagai sarana atau mekanisme administratif dalam mengejawantahkan

keputusan bersama menjadi tindakan nyata.

4. Menyediakan berbagai saluran komunikasi antar-pemerintah sehingga penyelarasan lebih mudah dicapai (2005: 28-29).

2.2.2 Fungsi Organisasi Internasional

Setiap organisasi tentunya dibentuk untuk melaksanakan fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para anggotanya

Ada beberapa fungsi organisasi internasional:

1. Tempat berhimpun bagi negara-negara bila organisasi internasional itu Inter Government Organization/IGO (antar-negara atau pemerintah) dan bagi kelompok masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat apabila organisasi internasional itu masuk kategori Inter non Government Organization/INGO (non-pemerintah)

2. Untuk menyusun atau merumuskan agenda bersama (yang menyangkut kepentingan semua anggota) dan memprakarsai berlangsungnya perundingan untuk menghasilkan perjanjian-perjanjian internasional. 3. Untuk menyusun dan menghasilkan kesepakatan mengenai aturan atau

norma atau rezim-rezim internasional.

4. Penyediaan saluran untuk berkomunikasi diantara sesame anggota dan adakalanya merintis akses komunikasi bersama dengan non anggota (bisa


(47)

dengan negara lain yang bukan anggota dan bisa dengan organisasi internasional lainnya.

5. Penyebarluasan informasi yang bisa dimanfaatkan sesame anggota (Rudy, 2005:27-28).

Masih dengan pendapat Lee Roy Bennet dalam buku T. May Rudy yang menyatakan bahwa fungsi organisasi internasional tidak mencakup palaksanaan kedaulatan (souveregenty) dan kekuasaan (power) sebagaimana yang dimiliki oleh Negara, melainkan hanya mencakup.

1. Sebagai sarana kerjasama antar Negara dalam bidang- bidang dimana kerjasma dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi sejumlah Negara. 2. Sebagai tempat atau wadah untuk menghasilkan keputusan bersama

3. Sebagai sarana atau mekanisme administratife dalam mengevaluasikan keptusan bersama menjadi tindakan nyata.

4. Menyediakan berbagai saluran komunikasi antar pemerintah hingga penyelarasan lebih mudah dicapai (2005:28-29).

2.2.3 Tujuan Organisasi Internasional

Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai begitu pula UNHCR. Tujuan dari masing-masing organisasi Internasional tentu dapat kita lihat dari piagam atau statute yang membentuk dan mendirikannya.

Menurut Feid dan Jordan dalam T May Rudy, tujuan organisasi internasional baik IGO’S maupun INGO’S dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu :


(48)

1. Untuk memelihara kepentingan anggota-anggotanya di arena Internasional (global dan regional).

2. Untuk mengimbangi organisasi internasional lainnya.

3. Untuk mengubah, memodifikasi, menyelaraskan kepentingan nasional dari negara-negara anggotanya (2005 : 31).

Sedangkan tujuan organisasi internasional menurut ulasan Colulombis dan Wolfe dalam buku Administrasi dan Organisasi Internasional karangan T May Rudy, adalah untuk :

1. Regulasi hubungan antar negara terutama melalui cara-cara penyelesaian sengketa secara damai.

2. Mencegah perang, Meminimalkan dan mengendalikan konflik internasional atau conflict management.

3. Memajukan dan meningkatkan kegiatan kerjasama ekonomi dan sosial untuk pembangunan dan kesejahteraan penduduknya.

4. Collective security atau collective defence (aliansi) sekelompok negara untuk menghadapi ancaman eksternal bersama.

2.3 Pengungsian dalam Isu Hubungan Internasional

Definisi pengungsi dalam perangkat internasional tertuang dalam Konvensi 1951, Konvensi pengungsi OAU (Organization Africa Union), Deklarasi Kartagena Amerika Latin1984 (the Latin American Cartagena Declaration) 17, serta organ khusus PBB yang mengurusi pengungsi UNHCR.


(49)

Definisi pengungsi yang utama terdapat dalam Konvensi 1951, dan didalam Konvensi 1951 definisi pengungsi terdiri dari :

a. Pasal penyertaan, menentukan kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah seorang individu dapat dianggap pengungsi. Pasal-pasal ini merupakan dasar penentuan apakah seseorang layak diberi status pengungsi. Didalam pasal penyertaan ini diatur bahwa Untuk memperoleh status pengungsi, seseorang harus mempunyai ketakutan yang beralasan karena ras, agama,kebangsaan, keanggotaannya didalam kelompok social tertentu atau pendapat politik yang dimilikinya, berada diluar Negara kebangsaannya/bekas tempat menetapnya,dan tidak dapat atau ingin dikarenakan ketakutannya itu,memperoleh perlindungan dari negaranya atau kembali kenegaranya.

b. Pasal pengecualian, menolak pemberian status pengungsi kepada seseorang yang memenuhi syarat pada pasal penyertaan atas dasar orang tersebut tidak memerlukan atau tidak berhak mendapatkan perlindungan Internasional. Didalam pasal pengecualian ini diatur bahwa walaupun kriteria pasal penyertaan seperti yang telah dijelaskan di atas terpenuhi, permohonan status pengungsi seseorang akan ditolak jika ia sudah menerima perlindungan atau bantuan dari lembaga PBB selain UNHCR, atau diperlakukan sebagai sesama warga di Negara tempatnya menetap dan melakukan pelanggaran yang serius sehingga ia tidak berhak menerima status pengungsi.


(50)

c. Pasal pemberhentian, menerangkan kondisi-kondisi yang mengakhiri status pengungsi karena tidak lagi diperlukan atau dibenarkan. Didalam pasal pemberhentian ini diatur bahwa konvensi juga menjabarkan keadaan-keadaan yang menghentikan status kepengungsian seseorang karena sudah tidak diperlukan lagi atau tidak dapat dibenarkan lagi karena tindakan sukarela dari pihak individu, atau perubahan fundamental pada keadaan di Negara asal pengungsi.

Sedangkan definisi pengungsi dari Konvensi Pengungsi OAU ini muncul dari pengalaman perang kemerdekaan di Afrika, dan pada tahun 1965 dibentuklah Commission on Refugees di Afrika. Konvensi ini mewakili perluasan yang penting dari konsep pengungsi karena mengartikan pengungsi sebagai orang-orang yang lari dari dampak tanpa pandang bulu dari perang sipil, misalnya layak dianggap pengungsi dibawah Konvensi Pengungsi OAU walau salah satu unsur penganiayaan dari Konvensi 1951 tidak ada. Menurut Konvensi Pengungsi OAU, memberikan definisi pengungsi sebagai berikut :

“Seorang pengungsi adalah seseorang yang terpaksa meninggalkan negaranya karena agresi diluar, pendudukan, dominasi asing atau kejadian-kejadian yang mengganggu ketertiban umum secara serius di salah satu bagian atau diseluruh negara asal atau negara kebangsaan”.

Definisi lain mengenai pengungsi juga terdapat didalam Deklarasi Kartagena, walaupun bagian dari definisi ini jelas dipengaruhi Konvensi Pengungsi OAU serta mencerminkan sejarah kepengungsian massal akibat perang sipil di negara-negara Amerika. Sementara deklarasi tersebut tidak mengikat secara hukum, prinsip-prinsip, termasuk definisi pengungsi telah dimasukan ke


(51)

dalam hukum nasional dan pelaksanaan negara-negara Amerika Tengah dan Latin. Deklarasi Kartagena memberikan definisi pengungsi sebagai berikut :

“Pengungsi jika mereka meninggalkan negaranya karena hidup, keselamatan atau kebebasannya telah terancam oleh kekerasan umum, agresi asing, konflik dalam negeri, pelanggaran berat atas hak azasi manusia atau keadaan-keadaan lain yang mungkin mengganggu ketertiban umum secara serius.”

Menurut Kamus Politik Dalam dan Luar Negeri, pengungsi adalah:

“Orang yang pergi menyelamatkan diri ketempat yang dirasa aman. Alasan yang utama untuk menyelamatkan diri itu selain bencana alam (banjir, kemarau panjang, letusan gunung. Wabah penyakit, dan lain-lain) adalah situasi politik (perang, pertentangan, ideologi, penganiayaan terhadap pemeluk agama atau suku bangsa, penaklukan atau penjajahan) atau situasi ekonomi yang mengecewakan” (Gunawan dan Frans, 2003 : 358).

2.4 Latar Belakang Konflik

Menurut Paul Conn : “Konflik merupakan gejala serba-hadir dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara. Konflik pada dasarnya dibedakan menjadi konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non-zero-sum conflict). Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang bersifat antagonistik sehinbgga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik menang-menang adalah situasi konflik dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut. Yang dipertaruhkan dalam situasi konflik biasanya bukan hal-hal yang prinsipiil, tetapi bukan pula hal yang penting” (2010 : 196).


(52)

Penyelesaian melalui cara-cara damai (perundingan, konsiliasi, dan lain-lain) sehingga masing-masing pihak yang bersengketa secara perlahan dapat menerima keadaan posisi yang baru (2003 : 77-78).

Dalam buku “Memahami ilmu politik”, Ramlan Surbakti mengatakan konflik pada dasarnya dilatarbelakangi oleh dua hal :

1. Konflik yang Mencakup Kemajemukan Horizontal.

Kemajemukan horizontal ialah struktur masyarakat yang majemuk secara kultural, seperti suku bangsa, daerah, agama, dan ras; dan majemuk secara sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi. Kemajemukan horizontal dapat menimbulkan konflik karena masing-masing unsur kultural berupaya mempertahankan identitas dan karakteristik budayanya dari ancaman kultur lain. Kemajemukan horizontal sosial dapat menimbulkan konflik sebab masing-masing kelompok yang berdasarkan pekerjaan dan profesi serta tempat tinggal tersebut memiliki kepentingan berbeda bahkan saling bertentangan. Dalam masyarakat yang berciri demikian ini, apabila belum ada suatu konsensus nilai yang menjadi pegangan bersama, konflik politik karena benturan budaya akan menimbulkan perang saudara ataupun gerakan separatisme.

2. Konflik yang Mencakup Kemajemukan Vertikal.

Kemajemukan vertikal ialah struktur masyarakat yang terpolarisasikan menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan. Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan konflik sebab sebagaian masyarakat yang tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan


(53)

akan memiliki kepentingan yang bertentangan dan menyebabkan kepincangan sehingga menimbulkan konflik (2010 : 194).

2.4.1 Jenis-Jenis Konflik

Menurut T. May Rudy dalam buku “Hubungan Internasional Konteporer dan Masalah-Masalah Global”, Konflik dapat digolongkan dalam beberapa jenis konflik :

1. Konflik Budaya

Konflik budaya mempunyai sifat yang lebih sempit atau terbatas. Ditinjau dari segi jumlah dari pihak yang terlibat dalam konflik, serta hal yang menyebabkan konflik yang terjadi (motivasi konflik).

2. Konflik Peradaban

Konflik peradaban bersifat lebih luas daripada konflik budaya. Lebih luasnya konflik peradaban ini bisa dilihat dari segi banyaknya pihak yang terlibat dalam konflik.

3. Konflik Etnis

Konflik etnis merupakan konflik yang berkenaan dengan kelompok sosial yang mempunyai kedudukan tertentu dipandang dari keturunan, adat, bahasa, agama, dan sebagainya.

4. Konflik Rasialisme

Konflik rasialisme adalah konflik yang timbul akibat rasa emosional atas keunggulan dan kesempurnaan ras sendiri yang berdasarkan pra-anggapan, bahwa ras lain jauh lebih rendah. Rasialisme ini tidak berdasarkan ilmu


(1)

131 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa, United Nations High Commission For Refugees (UNHCR) yang mempunyai peranan sangat besar dalam manangani maslah pengungsi Eks Timor Timur di NTT, Indonesia. Dana hal ini dapat dilihat dari pencarian dana yang dilakukan oleh UNHCR dalam memfasilitasi bantuan berupa makanan, tenda, dan lain- lain para pengungsi Eks Timor timur yang berada di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Dalam sejarahnya, UNHCR telah menangani banyak masalah pengungsi di dunia, yang sejak disahkan sebagai bagian dari PBB pada tahun 1951, UHCR telah berperan banyak dalam membantu masalah pengungsi yang ada di dunia ini. Beberapa hal diantaranya adalah, penanganan masalah pengungsi Bosnia pada tahun 1993, pengungsi Eks Timor Timur, Tutsi, dan Hutu di Rwanda, pengungsi Afganistan dan lain- lain.

Sejak didirikan pada tahun 1951 tersebut, mandat utama UNHCR adalah untuk memimpin dan mengkordinasikan aksi internasional untuk melindungi para pengungsi dan mencari penyelesaian masalah terhadap para pengungsi di seluruh dunia. Pada intinya tujuan utama UNHCR adalah menjamin keselamatan para pengungsi dan melindungi hak mereka, terutama hak untuk mendapatkan suaka ke Negara lain dan mendapatkan perlakuan yang baik dan adil di Negara tempat para pengungsi yang berada. Pada hakekatnya, ada 3 cara yang dilakukan oleh


(2)

UNHCR dalam membantu para pengungsi yaitu repatriasi sukarela, pemukiman lokal dan penindahan ke Negara ke-ketiga hal tersebut diantara ke- tiga poin itu merupakan program yang telah berhasil dilaksanakan oleh UNHCR untuk para pengungsi Eks Timor timur yang akibat dari jajak pendapat pada tahun 1999. Kerja yang dilaksanakan oleh UNHCR sudah lebih dari lima dekade, dan totalnya UNHCR telah membantu 50 juta pengungsi didunia yang mengungsi akibat perang, konflik yang terjadi di Timor Leste dikarenakan adanya jajak pendapat yang akhirnya menyebabkan pengungsian besar besaran dari Timor Leste ke Nusa Tenggara Timur.

Dalam menangani pengungsi masalah pengungsi Timor Leste di Nusa Tenggara Timur, UNHCR melakukan cara – cara sebagai berikut :

1. Melalui program UNHCR yang termasuk didalam lima strategi UNHCR seperti Fasilitasi pemulangan Pengungsi ke daerah asal mereka di Timor Leste, mencari lokasi baru bagi para pengungsi, mendirikan pemukiman sementara di lokasi baru, meningkatkan taraf hidup para pengungsi di pemukiman pengungsi serta membantu mempertemukan anak yang terpisah dari orang tua mereka pasca referendum, maka UNHCR telah banyak membantu persoalan dasar para pengungsi eks Timor Timur di daerah Pengungsian di Nusa Tenggara Timur, Indonesia

2. Masalah pengungsian warga Timor Leste di Nusa Tenggara Timur belum selesai

3. Ada beberapa persoalan mendasar yang menimpa para pengungsi disana antara lain rendahnya kualitas hidup yang dintandai dengan buruknya


(3)

133

pemukiman sementara, kurangnya pelayanan sosial dan kesehatan serta pendidikan dan lingkungan yang tidak bersih

4. Sepeninggal UNHCR, nasib para pengungsi masih belum jelas sebab tindakan real dari pemerintah sejauh ini belum mampu menjawab persoalan inti di pemukiman mereka

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakkan saran sebagai berikut :

1. Sejumlah langkah nyata perlu segera dilakukan untuk para pengungsi eks Timor Leste yang disebut sebagai warga baru di Nusa Tenggara Timur. Kesulitan hidup dan kesabaran mereka selama 12 tahun sejak pasca jajak pendapat perlu dijawab dengan langkah kongkrit. Sebagai langkah awal niatan baik pemerintah dapat dilakukan pertama-tama dengan memberikan penghargaan kepada mereka yang dianggap telah berjasa membantu Indonesia ketika selama 24 tahun berada di Timor Leste. Persoalan ini memang bisa sangat rumit secara politik, terutama citra Indonesia di dunia internasional. Namun mau tidak mau Indonesia harus mulai mencoba untuk berdamai dengan sejarahnya sendiri.

2. Kedua, sejumlah intervensi demi pemulihan ekonomi para eks pengungsi Timor Leste agar bisa memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan perlu dilakukan, antara lain melalui program pembangunan jalan raya, transmigrasi lokal, asistensi keterampilan, alat dan modal usaha.


(4)

134

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku

Ade Maman Suherman, SH.,M.Sc. 2003 Organisasi Instrukstural : Ghalia Indonesia

Atik, Dr, SH., M.S. 2010. Penanganan Pengungsi di Indonesia : Berlian Internasional

Chever Daniel S. dan Haviland Jr. 1954. Organizing for Peace : International Organization in World Affairs. Michigan. Michigan University Press

Hans. J. Morgenthau. 1991. Politik Antar Bangsa.

Krustiyatim Atik.2010. Penanggulngan Pengungsi di Indonesia. Surabaya. Brillian Internasional

Nevins, Joseph. 2008. Pembantaian Timor-Timur; Horor Masyarakat Internasional. Yogyakarta. Galang Press

P. Antonious Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional : Graha Ilmu

Rudy,Teuku May. 2002. Bisnis Internasional: Teori, Aplikasi, dan Operasionalisasi. Bandung: PT Rafika Adiutama.

Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suryadinata, Leo. 1998. Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. Jakarta: Gramedia Media Pustaka.

Viotti, Paul R. dan Kauppi, Mark V. 1999. International Relations and World Politics: Security, Economy, Identity. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Artikel dalam Situs

ETAN. 2002, refugees crisis in West Timor, dalam www.etan.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011

OFM. 2002, Franciscan Service Centre For Refugees (Fscr) - Atambua (West Timor) Indonesia, dalam www.ofm.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011


(5)

135

UNHCR. 2002, East Timor: Forced Expulsions to West Timor and the Refugee Crisis, dalam www.unhcr.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011

UNMISET. 2002, East Timor - UNMISET - Facts And Figures, dalam www.un.org, diakses pada tanggal 26 Juli 2011

http://en.wikipedia.org/wiki/Border. 21:16 WIB, 6 Oktober 2007. http://en.wikipedia.org/wiki/Marches. 21:16 WIB, 6 Oktober 2007.

http://www.deplu.go.id/?category_id=13&country_id=155&bilateral=asiatimur http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia.

http://id.wikipedia.org/wiki/Timor_Timur.

http://www.dfat.gov.au /geo/east_timor/east_timor_brief.html. http://www.unamet fact sheet.com.org.


(6)

1. Nama : Luiza Moniz Da C. Faria 2. Tempat dan Tanggal Lahir : 06 Juli 1983

3. Nomor Induk Mahasiswa : 44306032

4. Prodi : Ilmu Hubungan Internasional

5. Jenis Kelamin : Perempuan 6. Kewarganegaraan : Timor Leste

7. Agama : Khatolik

8. Alamat : Jl. Dago Barat No. 12 Bandung 9. No. Telepon Rumah : -

10. No. HP : 082116239988

11. Berat Badan : 50 Kg

12. Tinggi Badan : 160 cm

13. Status Marital : Belum Kawin 14. Orang Tua

a. Nama Ayah : Thomas Faria

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dili - Timor Leste b. Nama Ibu : Emilia Moniz Nunes

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Dili - Timor Leste


Dokumen yang terkait

Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

7 112 91

Upaya United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013

1 29 111

Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

2 27 134

Peranan United Nation High Commission For Refugees (UNHCR) Dalam Penanganan Pengungsian Timor Leste Di Indonesia Pasca Referendum Tahun 1999

1 58 142

PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM) DAN HUBUNGANNYA DENGAN UNITED NATION HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI IMIGRAN DAN PENGUNGSI DI INDONESIA

3 17 20

Peranan united nation high commissioner for refugees (UNHCR) dalam menangani masalah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia 2008-2011

1 24 134

PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 3 9

SKRIPSI PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 2 13

PENDAHULUAN PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 5 21

PENUTUP PERANAN UNHCR ( United Nation High Commission for Refugees) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENGUNGSI KORBAN KONFLIK SURIAH YANG BERADA DI NEGARA TRANSIT HONGARIA.

0 2 5