Pengalaman Karies dan Status Periodontal pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan

(1)

PENGALAMAN KARIES DAN STATUS PERIODONTAL

PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA

DI RSJ MAHONI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperolehi gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MOHD AFIQ MOHD NAWAWI NIM : 070600185

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/

Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2013

Mohd Afiq Mohd Nawawi

Pengalaman Karies dan Status Periodontal Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan.

ix + 30 halaman

Gangguan jiwa merupakan suatu penyimpangan keadaan ideal dari suatu kesehatan mental. Penyimpangan ini mencakup penyimpangan pikiran, perasaan dan tindakan yang menyebabkan individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat atau lingkungannya. Kesehatan rongga mulut dan kebutuhan perawatan pada penderita gangguan jiwa penting dan masih kurang mendapat perhatian masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman karies, status periodontal dan kebutuhan perawatannya pada penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita gangguan jiwa yang mengalami skizofrenia dan depresi di RSJ Mahoni Medan. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling) yaitu sebanyak 107 orang yang terdiri atas 40 orang pasien rawat inap dan 67 orang rawat jalan. Pengumpulan data karies gigi dilakukan dengan cara pemeriksaan menggunakan indeks Klein,


(3)

sedangkan status periodontal dan kebutuhan perawatan menggunakan indeks CPITN (Community Peridontal Index for Treatment Needs).

Hasil penelitian menunjukkan penderita gangguan jiwa mempunyai skor DMFT yang tinggi yaitu 11,18 ± 5,50 dengan rerata DMFT pada laki-laki 11,43 dan perempuan 10,74. Persentase status periodontal penderita gangguan jiwa juga cukup tinggi, yang mempunyai kalkulus 54,2%, ada perdarahan 15,9%, poket dengan kedalaman 4-5 mm 25,2%, dan poket dengan kedalaman ≥ 6 mm 1,9%. Oleh karena itu, persentase yang membutuhkan perawatan edukasi dan skeling paling tinggi yaitu 79,4%. Hal ini menunjukkan penderita gangguan jiwa memerlukan perhatian dari keluarga dan pihak rumah sakit dalam melakukan upaya pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI…. ... iii

KATA PENGANTAR… ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 4

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Gangguan Jiwa ... 5

2.1.1 Penyebab Gangguan Jiwa ... 6

2.1.2 Klasifikasi Gangguan Jiwa ... 8

2.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut ... 10

2.2.1 Pemeliharaan Kesehatan Gigi danMulut ... 11

2.2.2 Indeks Karies dan Periodontal ... 12

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Jenis Penelitian ... 16

3.2 Lokasi Penelitian ... 16

3.3 Populasi dan Sampel ... 16

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Pengumpulan Data ... 17


(5)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden Penderita Gangguan Jiwa di RSJ

Mahoni Medan ………... ... 19 4.2 Rerata Pengalaman Karies (DMFT) ……….. 19 4.3 Rerata Pengalaman Karies (DMFT) Berdasarkan

Jenis Kelamin ……… ... 20 4.4 Persentase Status Periodontal ……… 21 4.5 Persentase Status Periodontal Berdasarkan Jenis Kelamin …. . 21 4.6 Persentase Kebutuhan Perawatan ……… . 22 BAB 5 PEMBAHASAN ... 24 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ……… 27

6.2 Saran ……….. 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria untuk Community Periodontal Index for Treatment Needs

(CPITN) ... 15 2. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita

Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan ……….. 19 3. Rerata DMFT Pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni

Medan……….. 20

4. Rerata Pengalaman Karies (DMFT) Berdasarkan Jenis Kelamin Pada

Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan……… .. 20 5. Persentase Status Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ

Mahoni Medan………. 21

6. Persentase Status Periodontal Berdasarkan Jenis Kelamin Pada

Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan………... 22 7. Persentase Kebutuhan Perawatan Pada Penderita Gangguan Jiwa


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Prob Periodontal WHO ... 14


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 2. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Direktur Rumah Sakit Jiwa Mahoni

3. Kuesioner Pengalaman Karies dan Status Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni


(9)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/

Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2013

Mohd Afiq Mohd Nawawi

Pengalaman Karies dan Status Periodontal Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan.

ix + 30 halaman

Gangguan jiwa merupakan suatu penyimpangan keadaan ideal dari suatu kesehatan mental. Penyimpangan ini mencakup penyimpangan pikiran, perasaan dan tindakan yang menyebabkan individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat atau lingkungannya. Kesehatan rongga mulut dan kebutuhan perawatan pada penderita gangguan jiwa penting dan masih kurang mendapat perhatian masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman karies, status periodontal dan kebutuhan perawatannya pada penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita gangguan jiwa yang mengalami skizofrenia dan depresi di RSJ Mahoni Medan. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling) yaitu sebanyak 107 orang yang terdiri atas 40 orang pasien rawat inap dan 67 orang rawat jalan. Pengumpulan data karies gigi dilakukan dengan cara pemeriksaan menggunakan indeks Klein,


(10)

sedangkan status periodontal dan kebutuhan perawatan menggunakan indeks CPITN (Community Peridontal Index for Treatment Needs).

Hasil penelitian menunjukkan penderita gangguan jiwa mempunyai skor DMFT yang tinggi yaitu 11,18 ± 5,50 dengan rerata DMFT pada laki-laki 11,43 dan perempuan 10,74. Persentase status periodontal penderita gangguan jiwa juga cukup tinggi, yang mempunyai kalkulus 54,2%, ada perdarahan 15,9%, poket dengan kedalaman 4-5 mm 25,2%, dan poket dengan kedalaman ≥ 6 mm 1,9%. Oleh karena itu, persentase yang membutuhkan perawatan edukasi dan skeling paling tinggi yaitu 79,4%. Hal ini menunjukkan penderita gangguan jiwa memerlukan perhatian dari keluarga dan pihak rumah sakit dalam melakukan upaya pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan suatu penyimpangan keadaan ideal dari suatu kesehatan mental yang merupakan indikasi adanya gangguan jiwa. Penyimpangan ini mencakup atas penyimpangan pikiran, perasaan dan tindakan yang menyebabkan individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Penyimpangan ini juga dapat mengenal setiap orang tanpa mengenal umur, ras, agama maupun status sosial ekonomi.1,2 Walaupun gejala utama terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin pada tubuh (somatogenik), lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik). Biasanya bukan penyebab tunggal, tetapi ada beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi, sehingga timbul gangguan badan atau jiwa. Misalnya seseorang yang mengalami penyakit kronis yang tidak sembuh-sembuh dapat menyebabkan daya tahan psikologisnya juga menurun sehingga mengalami depresi.2

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2011 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu pada data tersebut, kini diperkirakan jumlahnya semakin meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22% mengidap gangguan kejiwaan. Pada tahun 2008 peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah pasien meningkat 100 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya. Rumah Sakit Jiwa Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk


(12)

menjalani rawat inap, sementara pada tahun 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita per hari.2

Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu bagian yang penting dan terintegrasi dengan kesehatan tubuh, yang saling memiliki keterkaitan satu dan yang lainnya dan akan mempengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling banyak dijumpai adalah karies gigi dan penyakit periodontal.3

Penelitian yang dilakukan di Taiwan oleh Yu Chu pada tahun 2011 pada penderita gangguan jiwa skizofrenia menunjukkan prevalensi karies mencapai 98,5%. Hal ini menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa umumnya tidak menerima perawatan gigi dengan baik dan memiliki oral higiene yang buruk.4 Penelitian Zusman et al. pada tahun 2010 yang dilakukan di Israel melaporkan skor DMFT pada pasien yang mengalami gangguan jiwa sebesar 24,3±8,6, rerata gigi karies sebesar 2,84±4, dan rerata kehilangan gigi (missing teeth) sebesar 20±11,0.5 Kecenderungan penderita gangguan kejiwaan dan perilaku menyimpang salah satunya akan mengakibatkan ketidakmampuan untuk merawat gigi sendiri termasuk merawat kebersihan mulutnya.3

Penelitian yang dilakukan oleh Persson pada tahun 2009 melaporkan bahwa kebutuhan perawatan gigi pada penderita gangguan jiwa sangat minim. Hal ini dapat dilihat dari minimnya jadwal kunjungan ke dokter gigi dibandingkan jadwal kunjungan ke praktisi medis psiakiter. Hal ini disebabkan karena kecemasan terhadap perawatan gigi dan terbatasnya sumber daya keuangan yang menyebabkan kebersihan mulut buruk dan banyaknya gigi yang hilang.6


(13)

Banyak orang yang mengalami semacam gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan tuntutan di tempat kerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jayakumar (2011) melaporkan bahwa banyak penderita gangguan jiwa khususnya lansia yang rentan terhadap penyakit gigi dan mulut, status kesehatan periodontal dan oral higiene buruk. Hal ini terkait dengan gangguan jiwa yang dialami mengakibatkan penderita mengabaikan kesehatan gigi dan mulut. Selain itu terkait dengan takut melakukan pengobatan, biaya pengobatan yang mahal dan ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan gigi serta efek samping dari obat.7

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan tentang pengalaman karies dan kebutuhan perawatan pada penderita gangguan jiwa.


(14)

1.2Rumusan Masalah

Bagaimana pengalaman karies dan kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengalaman karies penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.

2. Untuk mengetahui status periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.

3. Untuk mengetahui pengalaman karies penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan berdasarkan jenis kelamin.

4. Untuk mengetahui status periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan berdasarkan jenis kelamin.

5. Untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.

1.4Manfaat Penelitian

1. Sebagai pengetahuan tentang perlunya perhatian dan kesadaran terhadap kesehatan mulut penderita gangguan jiwa agar dapat ditingkatkan lagi.

2. Sebagai masukan bagi pihak Rumah Sakit Jiwa untuk memperhatikan kesehatan mulut pasien penderita gangguan jiwa.

3. Sebagai bahan informasi dan masukan tentang perlunya perhatian terhadap kesehatan mulut penderita gangguan jiwa.


(15)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem syaraf yang menjalankan fungsi sosial manusia, kerja dan fisik individu.1-3

Terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh karena ketidakmampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam dirinya, tidak terpenuhi kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan, perasaan rendah diri sehingga perasaan kehilangan sesuatu yang berlebihan. Di samping itu juga banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa melipuyti biologis, psikologis, sosial dan lingkungan. Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, penyebab gangguan jiwa kompleks. Pada seseorang dapat terjadi lebih dari satu penyebab atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Yang termasuk ke dalam klasifikasi gangguan jiwa adalah skizofrenia, depresi, kecemasan, psikopat (gangguan kepribadian) atau retardasi mental.2


(16)

2.1.1Penyebab Gangguan Jiwa

Menurut Santrock (1999) penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :2 1. Berdasarkan biologis/jasmaniah

a. Keturunan

Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.

b. Jasmaniah

Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.

c. Temperamen

Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.

d. Penyakit dan cedera tubuh

Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.

2. Berdasarkan psikologis

Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang tua yang


(17)

dingin, acu tak acuh, kaku dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.

3 Berdasarkan sosio-kultural

Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat. Faktor budaya bukanlah penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan warna gejala-gejala gangguan jiwa. Di samping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan dalam kebudayaan seperti cara membesarkan anak-anak, sistem nilai pembelajaran norma-norma, ketegangan akibat faktor ekonomi, dan tekanan dari lingkungan.

Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Colemen yaitu :2 1. Penyebab primer (primary cause)

Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan muncul.

2. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)

Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa. 3. Penyebab yang pencetus (precipatating cause)

Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan gangguan jiwa.

4. Penyebab menguatkan (reinforcing cause)

Kondisi yang cenderung mempertahankan atau mempengaruhi tingkah laku maladaptif yang terjadi.


(18)

5. Multiple Cause

Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan penyebab lainnya.

2.1.2Klasifikasi Gangguan Jiwa

Klasifikasi berdasarkan The diagnosis statistical manual of mental disorder dibagi menjadi :2,8

1. Gangguan jiwa psikotik

Gangguan jiwa psikotik yang meliputi gangguan otak organik ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realitas, ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya skizofrenia, demensia.

a. Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan berbagai tingkat kepribadian diorganisasi yang mengurangi kemampuan individu untuk bekerja secaa efektif dan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gejala klinis skizofrenia sering bingung, depresi, menarik diri atau cemas. Hal ini berdampak pada keinginan dan kemampuan untuk melakukan tindakan oral higiene.3

b. Demensia

Demensia diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan kejiwaan. Demensia terkait dengan hilangnya fungsi otak. Demensia melibatkan masalah progresif dengan


(19)

memori, perilaku, belajar dan komunikasi yang mengganggu fungsi sehari-hari dan kualitas hidup.3 Ada dua jenis demensia, yaitu :3

1) Kerusakan kognitif reversibel

Sering dikaitkan dengan obat-obatan, resep atau lainnya, endokrin, kekurangan gizi, tumor dan infeksi.

2) Kerusakan kognitif ireversibel

Alzheimer dan vaskular demensia merupakan kerusakan kognitif ireversibel yang paling umum. Alzheimer memiliki resiko meliputi usia, genetika, kerusakan otak, sindroma down. Demensia vaskular melibatkan kerusakan kognitif yang permanen akibat penyakit serebrovaskular. Tingkat keparahan dan durasi gangguan tergantung pada penyakit serebrovaskular dan respon individu terhadap pengobatan.

2. Gangguan jiwa neurotik

Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang lainnya merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam jiwanya, namun umumnya penderita tidak menyadari bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang dirasakan dengan konflik emosinya. Gangguan ini tanpa ditandai kehilangan intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala obsesi, fobia dan kompulsif.

3. Depresi

Depresi merupakan penyakit jiwa akibat dysphoria (merasa sedih), tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung, gelisah atau kombinasi dari karakteristik ini.3 Penderita depresi sering mengalami kesulitan dengan memori, konsentrasi atau


(20)

mudah terganggu dan juga sering mengalami delusi atau halusinasi. Ketika seseorang dalam keadaan depresi ada penurunan signifikan dalam personal higiene dan mengganggu kebersihan mulut.3

4. Gangguan jiwa fungsional

Gangguan jiwa fungsional tanpa kerusakan struktural dan kondisi biologis yang diketahui jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.

5. Gangguan jiwa organik

Gangguan jiwa organik adalah kesehatan yang buruk diakibatkan oleh suatu penyebab spesifik yang mengakibatkan perubahan struktural di otak, biasanya terkait dengan kinerja kognitif atau demensia.

6. Gangguan retardasi mental

Gangguan retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti dan tidak lengkap yang terutama ditandai oleh rendahnya keterampilan yang berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif (daya ingat, daya pikir, daya belajar), bahasa, motorik dan sosial.

2.2Status Kesehatan Gigi dan Mulut

Menurut WHO (World Health Organization) kesehatan gigi dan mulut berarti bebas nyeri mulut kronis dan nyeri wajah, kanker mulut dan tenggorokan, luka mulut, cacat lahir seperti bibir sumbing dan langit-langit, penyakit periodontal, kerusakan gigi dan kehilangan gigi, dan penyakit lain atau gangguan yang mempengaruhi rongga mulut.9


(21)

Status kesehatan gigi adalah gambaran keadaan kesehatan pasien pada waktu tertentu. Dari definisi ini, status kesehatan gigi dan mulut diartikan sebagai gambaran keadaan rongga mulut pasien yang meliputi status gigi.9

2.2.1Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut

Upaya menjaga mulut agar tetap bersih adalah dengan menyikat gigi dan menggunakan benang gigi (flossing) untuk mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Tujuannya adalah untuk mencegah penumpukan plak, yaitu suatu lapisan lunak yang terdiri dari bakteri dan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan dorsum lidah. Plak yang tidak dibersihkan secara reguler ini akan melekat pada celah gigi dan pada pit dan fisur gigi dan kemudian menghasilkan asam yang dapat merusak/mengikis permukaan enamal gigi sehingga terjadi lobang pada gigi.10,11

Plak juga mengiritasi gingiva dan menyebabkan penyakit periodontal, sekiranya keadaan ini tidak dirawat, maka akan terjadi kehilangan gigi. Menyikat gigi dan dental flossing dapat menyingkirkan plak. Penggunaan pasta gigi berfluor dapat membantu melindungi gigi dengan mengikat ion-ion fluor pada enamel gigi untuk menguatkan permukaan enamal gigi. Selain menyikat gigi dan flossing, berkumur dengan obat kumur juga dapat mencegah penumpukan plak dan sekaligus memberikan nafas yang segar. Lidah juga merupakan tempat penumpukan plak, oleh karena itu sekarang disarankan pemakaian pembersih lidah dan palatum untuk mengurangi debris, plak dan sejumlah mikroorganisme yang tertumpuk di lidah. Di samping menjaga kebersihan rongga mulut sehari-hari, kunjungan berkala ke dokter


(22)

gigi amat perlu untuk mendapatkan perawatan pencegahan penyakit gigi dan mulut lainnya.10

Pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan oleh individu, masyarakat dan tenaga profesional. Perhatian yang lebh diberikan pada pencegahan primer penyakit yang berorientasi plak.10 Tindakan pencegahan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut primer yang dilaksanakan di masyarakat adalah : fluoridasi air minum, program penggunaan table fluor, program kumur-kumur dengan larutan fluor dan program pit dan fisur silen di sekolah.10,11

Tindakan pencegahan primer dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh tenaga profesional adalah topikal aplikasi fluor (TAF), pit dan fisur silen, pemberian konseling diet, professional mechanical tooth cleaning (PMTC) dan pengukuran risiko serta evaluasi karies gigi.10,11

Tindakan pencegahan primer dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh individu sendiri adalah menyikat gigi, menggunakan pasta gigi (dentifrice), pembersih interdental dan obat kumur.10.11

2.2.2Indeks Karies dan Periodontal

1. Indeks Karies

Indeks karies adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu kelompok terhadap suatu penyakit. Ukuran-ukuran ini digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Indeks yang digunakan


(23)

adalah indeks Klein. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena biasanya gigi tersebut tidak tumbuh.11,13 Karies dapat dideteksi dengan visual atau menggunakan sonde dan dihitung dengan menggunakan indeks Klein.13 Indeks ini digunakan untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Indeks Klein meliputi :

D = Decayed : Gigi yang mengalami karies atau yang belum ditambal.

M = Mi : Missing indicated = gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut/ radiks

= Me : Missing extracted = gigi tetap dengan lesi yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

F = Filling : Gigi yang sudah ditambal baik. T = Tooth : Satuan gigi

2. Indeks Periodontal

Indeks periodontal komunitas untuk kebutuhan perawatan menurut WHO dikenal sebagai Communtiy Index of Periodontal Treatment Needs/CPITN. Indeks ini digunakan oleh Ainamo, dkk yang merupakan anggota komite ahli WHO. Untuk pemeriksaaannya didesain suatu prob khusus yaitu prob WHO dengan ujung bulat berdiameter 0,5 mm. Pada bagian 3,5 mm – 5,5 mm dari prob dibuat band yang berwarna hitam sepanjang 2 mm. Tujuannya adalah untuk mengetahui kedalaman saku dan mendeteksi ada tidaknya kalkulus. Ujung prob yang bulat memudahkan pemeriksaan kalkulus subgingiva dan mengetahui dasar saku. Prob ini dapat mencegah terjadinya pengukuran berlebih. Yang penting diingat pada waktu probing,


(24)

prob harus tetap sejajar dengan aksis panjang gigi kecuali pada waktu memeriksa bagian interproksimal. Pada bagian ini, biasanya prob sedikit dimiringkan sehingga memudahkan untuk memeriksa bagian interproksimal yang biasanya berakhir pada titik kontak gigi tetangganya.

Untuk survei epidemiologis diperiksa 6 gigi indeks yang mencakup enam sektan di lengkung rahang, tetapi hanya yang terburuk yang dicatat. Sebaliknya untuk kebutuhan perawatan yang diperiksa tergantung pada usia pasiennya. Bagi pasien anak-anak dan remaja, gigi yang diperiksa dari keenam sektan adalah : 16, 11, 26, 31, 36 dan 46, sedangkan bagi pasien berusia 20 tahun atau lebih, diperiksa semua gigi pada setiap sektan, kecuali gigi molar ketiga. 16

Gambar 1. Prob Periodontal WHO


(25)

Tabel 1. Kriteria untuk Community Index of Periodontal Treatment Needs/CPITN 14 Status Periodontal Kebutuhan Perawatan

0 = Periodonsium sehat 0 = Tidak membutuhkan perawatan 1 = Secara langsung atau dengan

bantuan kaca mulut terlihat perdarahan gingival setelah probing

I = Memerlukan perbaikan oral higiene.

2 = Sewakti probing terasa adanya kalkulus, tetapi seluruh bagian prob berwarna hitam* masih terlihat.

II = Perbaikan oral higiene + skeling profesional.

3 = Saku dengan kedalaman 4 atau 5 mm (tepi gingival berada pada bagian prob berwarna hitam)

III= Perbaikan oral higiene + skeling profesional.

4 = Saku dengan kedalaman 6 mm (bagian prob berwarna hitam tidak terlihat lagi)

IV= Perbaikan oral higiene +skeling profesional + perawatan

komprehensif ** * Bagian prob pada kalibrasi antara 3,5 mm sampai 5,5 mm

** Perawatan komprehensif bisa berupa skeling dan penyerutan akar di bawah anastesi lokal, dengan atau tanpa prosedur untuk aksessibilitas.

Kebutuhan perawatan meliputi :

1. Perbaikan oral higiene : Status oral higiene pasien dinilai berdasarkan banyak atau sedikitnya penumpukan plak, debris makanan, materi alba dan stein pada permukaan gigi. Perbaikan oral higiene dapat dilakukan dengan memberi edukasi cara menyikat gigi yang tepat dan benar.

2. Skeling profesional yaitu proses penyingkiran kalkulus dan plak dari permukaan gigi, baik supragingival maupun subgingival.

3. Penyerutan akar yaitu prosedur untuk menyingkirkan sisa kalkulus yang tertinggal dan sebagian sementum yang tercemar toksin bakteri sehingga didapatkan permukaan akar gigi yang rata, keras dan bersih.


(26)

4. Perawatan komprehensif merupakan tindakan kombinasi skeling dan penyerutan akar menggunakan anastesi lokal, dengan atau tanpa prosedur untuk bedah


(27)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah bentuk survei untuk mengetahui pengalaman karies dan kebutuhan perawatan penderita gangguan jiwa.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSJ Medan, Jalan Mahoni 18 Medan, Sumatera Utara.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita gangguan jiwa skizofrenia dan depresi. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling) yaitu sebanyak 107 orang yang terdiri atas 40 orang pasien rawat inap dan 67 orang rawat jalan.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

a. Jenis kelamin : pria dan wanita

b. Pengalaman karies dan status periodontal.

c. Pengalaman karies dihitung dari penjumlahan D, M dan F dari indeks Klein, dimana,

D = Lubang pada gigi, tambalan dengan lubang, warna hitam pada pit dan fisur, dan sonde tersangkut.


(28)

M = Gigi hilang atau indikasi cabut

F = Tambalan permanen yang baik pada gigi

d. Status periodontal adalah keadaan jaringan periodontal, dilihat ada atau tidaknya perdarahan, kalkulus dan saku patologis dengan menggunakan indeks CPITN.

e. Kebutuhan perawatan adalah kategori perawatan dengan kriteria : 0 = Tidak membutuhkan perawatan

1 = Memerlukan peningkatan oral hygiene/edukasi

4= Memerlukan peningkatan oral hygiene/edukasi dan skeling

5=Memerlukan peningkatan oral higiene/edukasi, skeling dan perawatan komprehensif.

3.5 Pengumpulan Data

Langkah-langkah cara pengumpulan data yaitu :

a. Pengumpulan data dilakukan pada ruangan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit.

b. Setiap pasien yang memenuhi kriteria dikumpulkan di ruang pemeriksaan, kemudian didudukkan di bangku yang telah disediakan. Posisi pemeriksa dan subjek saling berhadapan.

c. Pemeriksaan karies dilakukan dengan menggunakan kaca mulut datar dan sonde tajam ½ lingkaran dengan penerangan headlamp untuk mengetahui skor


(29)

DMFT. Hasil pemeriksaan dicatat pada lembar pemeriksaan yang tersedia. Indeks karies yang digunakan adalah indeks DMFT menurut Klein.

d. Pemeriksaan status periodontal dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan prob WHO yang ujungnya merupakan sebuah bola kecil berdiameter 0,5 mm. Prob ini diipergunakan sebagai alat untuk melihat adanya perdarahan atau dalamnya poket. Untuk memudahkan melihat dalamnya poket, pada prob tersebut terdapat daerah yang diberi warna hitam. Jika kedalaman poket kurang dari 3,5 mm maka seluruh warna hitam masih terlihat. Bila dalamnya poket 4-5 mm, maka hanya sebagian saja dari warna hitam yang masih tampak. Sedangkan untuk poket sedalam 6 mm atau lebih, seluruh bagian sonde yang berwarna hitam tidak tampak lagi. Hasil pemeriksaan dicatat pada lebar pemeriksaan yang telah tersedia.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menghitung rerata DMFT dan persentase status periodontal dan kebutuhan perawatan pada penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan.


(30)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden laki-laki sebanyak 63,6%, dengan kisaran usia dari 20-49 tahun, lebih banyak daripada perempuan 36,4% dengan kisaran usia 20-39 tahun (Tabel 2).

Tabel 2. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan (n=107)

Karakteristik Responden N %

Laki-laki (20 - 49 tahun)

68 63,6 Perempuan

(20 – 39 tahun)

39 36,4

Jumlah 107 100

4.2 Rerata Pengalaman Karies (DMFT)

Tabel 3 menunjukkan rerata DMFT 11,18 ± 5,50 dengan rerata missing paling tinggi yaitu 6,78 ± 5,92, diikuti rerata decay 3,90 ± 2,17, dan filling 0,50 ± 1,05. Hal ini menunjukkan bahwa kehilangan gigi lebih banyak dialami oleh penderita gangguan jiwa daripada gigi yang mengalami kerusakan dan tambalan.


(31)

Tabel 3. Rerata DMFT Pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan Pengalaman Karies X SD

Decay 3,90 2,17 Missing 6,78 5,92

Filling 0,50 1,05 DMFT 11,18 5,50

4.3 Rerata Pengalaman Karies (DMFT) Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4 menunjukkan rerata DMFT pada laki-laki yaitu 11,43±5,58 dengan decay 4,09±2,28, missing 6,99±6,03, filling 0,35±0,89. Sedangkan rerata DMFT pada perempuan yaitu 10,74±5,41 dengan decay 3,56±1,95, missing 6,41±5,78 dan filling 0,77±1,26.

Tabel 4. Rerata Pengalaman Karies (DMFT) Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan

Jenis Kelamin

D M F DMFT Jumlah

X SD X SD X SD X SD Laki-laki 4,09 2,28 6,99 6,03 0,35 0,89 11,43 5,58 68 Perempuan 3,56 1,95 6,41 5,78 0,77 1,26 10,74 5,41 39 Total 3,90 2,17 6,78 5,92 0,50 1,05 11,18 5,50 107


(32)

4.4 Persentase Status Periodontal

Tabel 5 menunjukkan status periodontal penderita gangguan jiwa di RSJ Mahoni, persentase responden yang ada kalkulus paling banyak yaitu 54,2%, dan yang mengalami perdarahan 15,9%, yang mempunyai kedalaman saku 4-5 mm 25,2%. Persentase yang mempunyai jaringan periodontal yang sehat 2,8%, sedangkan yang mempunyai kedalaman saku ≥ 6 mm sebanyak 1,9%.

Tabel 5. Persentase Status Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan

Status Periodontal n %

Sehat 3 2,8 Ada Perdarahan 17 15,9 Ada Kalkulus 58 54,2 Poket 4 – 5 mm 27 25,2 Poket ≥ 6 mm 2 1,9

Jumlah 107 100

4.5 Persentase Status Periodontal Berdasarkan Jenis Kelamin

Persentase status periodontal berdasarkan jenis kelamin dihitung dengan melihat skor sektan yang paling tinggi. Tabel 6 menunjukkan baik responden laki-laki maupun perempuan mempunyai persentase ada kalkulus lebih banyak yaitu masing-masing 52,9% dan 56,4%. Selain itu persentase jaringan periodontal yang sehat pada laki-laki hanya 2,9% dan 2,6% pada perempuan. Yang mempunyai kedalaman poket 4-5 mm pada laki-laki lebih tinggi pada laki-laki (30,9%) daripada perempuan


(33)

(15,4%) sedangkan pada persentase yang ada perdarahan lebih banyak pada perempuan yaitu 23,1% daripada laki-laki yaitu 11,8%.

Tabel 6. Persentase Status Periodontal Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan

Jenis Kelamin

Status Periodontal

Total Sehat Ada

perdarahan

Ada kalkulus

Poket 4-5 mm

Poket ≥ 6 mm

n % n % n % n % n % n % Laki-laki 2 2,9 8 11,8 36 52,9 21 30,9 1 1,5 68 100 Perempuan 1 2,6 9 23,1 22 56,4 6 15,4 1 2,6 39 100 Jumlah 3 2,8 17 17,45 58 54,6 27 23,1 2 2,05 107 100

4.6 Persentase Kebutuhan Perawatan

Persentase kebutuhan perawatan disesuaikan dengan skor yang paling tinggi dari tabel status periodontal. Tabel 7 menunjukkan persentase penderita gangguan jiwa yang tidak membutuhkan perawatan hanya 2,8%, yang perlu dilakukan edukasi 15,9%, yang memerlukan edukasi dan skeling 79,4%, sedangkan yang memerlukan edukasi dan skeling serta perawatan komprehensif hanya 1,9%.


(34)

Tabel 7. Persentase Kebutuhan Perawatan Penderita Gangguan Jiwa di RSJ Mahoni Medan

Kebutuhan perawatan n %

Tidak membutuhkan perawatan 3 2,8

Edukasi 17 15,9

Edukasi dan skeling 85 79,4

Edukasi, skeling dan perawatan komprehensif

2 1,9


(35)

BAB 5 PEMBAHASAN

Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata DMFT pada penderita gangguan jiwa di RSJ Mahoni Medan 11,18 ± 5,50 dengan rerata, missing 6,78 ± 5,92 yang paling tinggi, sedangkan decay 3,90± 2,17, dan filling 0,50 ± 1,05. Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Lewis pada tahun 2001 melaporkan rerata DMFT 19,1. Petersson pada tahun 2003 menyatakan bahwa penderita gangguan jiwa mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya karies dan kerusakan jaringan periodontal karena keterbatasan mental, penurunan kemampuan fisik dan penurunan fungsi pergerakan untuk melakukan tindakan pemeliharaan rongga mulut. Tabel 4 menunjukkan tingginya rerata DMFT pada laki-laki yaitu 11,43 ± 5,58 dengan, rerata missing 6,99 ± 6,03, decay 4,09 ± 2,28 filling 0,35 ± 0,89. Sedangkan rerata DMFT pada perempuan yaitu 10,74 ± 5,41 dengan decay 3,56 ± 1,95, missing 6,41 ± 5,78, filling 0,77 ± 1,26. Pada penelitian ini responden laki-laki mempunyai skor DMFT yang lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini mungkin disebabkan faktor usia di mana usia responden laki-laki berkisar 20-49 tahun, sedangkan pada responden perempuan lebih muda yaitu berusia 20-39 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Kumar pada tahun 2006 menyatakan bahwa skor DMFT dipengaruhi oleh usia. Semakin tinggi usia, semakin tinggi skor DMFTnya. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Lewis (2001), dan Kenkre (2000).17


(36)

Tabel 5 menunjukkan persentase status periodontal penderita gangguan jiwa yang cukup tinggi, persentase yang ada kalkulus 54,2%, yang mengalami perdarahan setelah dilakukan probing 15,9%, yang mempunyai poket dengan kedalaman 4-5 mm 25,2%, yang mempunyai poket dengan kedalaman ≥ 6 mm sebanyak 1,9%, sedangkan yang mempunyai jaringan yang sehat hanya 2,8%. Tabel 6 menunjukkan baik responden laki-laki maupun perempuan mempunyai persentase ada kalkulus lebih banyak yaitu masing-masing 52,9% dan 56,4%. Selain itu persentase jaringan periodontal yang sehat pada laki-laki hanya 2,9% dan 2,6% pada perempuan. Yang mempunyai kedalaman poket 4-5 mm lebih tinggi pada laki-laki (30,9%) daripada perempuan (15,4%) sedangkan pada persentase ada perdarahan lebih banyak pada perempuan yaitu 23,1% daripada laki-laki yaitu 11,8%.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kumar pada tahun 2006, hanya 1,9% responden yang mempunyai jaringan periodontal yang sehat. Shweta pada tahun 2010 menyatakan bahwa semua penderita gangguan jiwa mempunyai jaringan periodontal yang parah dan kebutuhan perawatan yang tinggi. Pada penelitian Shweta tersebut, persentase responden yang mempunyai kalkulus cukup tinggi yaitu 76%. Kumar pada tahun 2006 menyatakan bahwa kondisi jaringan periodontal penderita gangguan jiwa bisa bertambah parah karena lama sakit yang dialami.17

Tabel 7 menunjukkan persentase responden yang memerlukan edukasi dan skelin paling tinggi yaitu 79,4%, yang memerlukan hanya edukasi 15,9%, sedangkan yang memerlukan edukasi, skeling dan perawatan komprehensif 1,9%. Oleh karena persentase responden yang mempunyai jaringan periodontal yang sehat hanya 2,8%,


(37)

maka yang tidak membutuhkan perawatan hanya 2,8%. Hal ini menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa mempunyai kebutuhan perawatan yang tinggi.


(38)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan penderita gangguan jiwa mempunyai skor DMFT yang tinggi yaitu 11,18 ± 5,50 dengan rerata DMFT pada laki-laki 11,43 dan perempuan 10,74. Persentase status periodontal penderita gangguan jiwa juga cukup tinggi, yang mempunyai kalkulus 54,2%, yang ada perdarahan 15,9%, poket dengan kedalaman 4-5 mm 25,2%, poket dengan kedalaman ≥ 6 mm 1,9% sehingga persentase yang membutuhkan edukasi dan skeling paling tinggi yaitu 79,4%. Edukasi diberikan dengan menginstruksikan cara penyikatan gigi yang benar kepada perawat dan keluarga pasien penderita gangguan jiwa untuk meningkatkan status oral higiene penderita gangguan jiwa, sedangkan perawatan skeling dilakukan untuk menyingkirkan kalkulus dan plak dari permukaan gigi, baik supragingival maupun subgingival

6.2 Saran

Disarankan kepada pihak keluarga penderita gangguan jiwa di RSJ Mahoni agar lebih memperhatikan dan membantu dalam melakukan pembersihan gigi dan mulut. Selain itu pihak rumah sakit jiwa juga diharapkan berperan dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan mengadakan program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada penderita di Rumah Sakit Jiwa.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

1. Marisi IT. Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di rumah sakit jiwa Propinsi Sumatera Utara. Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara 2006; 2 (1): 18-26.

2. Emnina E. Hubungan dukungan keluarga dengan lama hari rawat pasien gangguan jiwa peserta jamkesmas di rumah sakit jiwa daerah Provsu Medan. Skripsi. Indonesia: Bagian Ilmu Keperawatan USU, 2010: 1-61.

3. Avval N. Oral health status and kebutuhan perawatan of the institutionalized chronic psychiatric patients in two ontario psychiatric care centres. Tesis. Kanada: Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Toronto, 2008: 1-98.

4. Yu Chu K, Yang N.P, Chou Pesus. Oral health status of inpatients with schizophrenia in Taiwan. Journal of Dental Science 2011; 6: 170-5.

5. Zusman SP. An assessment of the dental health of chronic institutionalized patients with psychiatric disease in Israel. Special Care Dentist 2010; 30(1): 18-22.

6. Persson K, Axtellius B. Monitoring oral health and dental attendance in an outpatient psychiatric population. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing 2009; 16: 263-71.

7. HL Jayakumar. Periodontal health among elderly psychiatric patients in Bangalore city India. Pakistan Oral and Dental Journal 2011; 31 (1): 126-34.


(40)

8. Longley AJ. Mental illness and the dental patient. The journal of dental hygiene 2003; 77(11): 190-204.

9. Sondang P, Taizo H. Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan pemeliharaan. Medan : USU Press, 2008: 69-89.

10.Pintauli S. Analisis hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap status kesehatan gigi dan mulut siswa SD dan SMP di Medan. J Pendidikan dan Kebudayaan 2010 ; 16(4) : 376-89

11.Anonymous. WHO Fact sheet, What is oral health<http://www.who.int/

mediacentre/ factsheets/fs318/en/index.html> (14 Desember 2011).

12.Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 33-4.

13.Sihite JN. Hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies dan indeks oral higiene pada murid SMP. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi USU, 2011: 11-5.

14.Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi & mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan. Medan: USU Press, 2010: 15-9.

15.Daliemunthe SH. Periodonsia. Edisi revisi. Medan: Bagian Periodonsia FKG USU, 2008: 45-59

16.Daliemunthe SH. Periodonsia. Edisi kedua. Medan: Bagian Periodonsia FKG USU, 2005: 58-9.

17.Ujaoney Shweta, B . Oral health status and dental treatment needs in institutionalised versus non-institutionalised psychiatric patient. Journal of Disability and Oral Health2010; 11(4) 163-70.


(41)

(1)

Tabel 5 menunjukkan persentase status periodontal penderita gangguan jiwa yang cukup tinggi, persentase yang ada kalkulus 54,2%, yang mengalami perdarahan setelah dilakukan probing 15,9%, yang mempunyai poket dengan kedalaman 4-5 mm 25,2%, yang mempunyai poket dengan kedalaman ≥ 6 mm sebanyak 1,9%, sedangkan yang mempunyai jaringan yang sehat hanya 2,8%. Tabel 6 menunjukkan baik responden laki-laki maupun perempuan mempunyai persentase ada kalkulus lebih banyak yaitu masing-masing 52,9% dan 56,4%. Selain itu persentase jaringan periodontal yang sehat pada laki-laki hanya 2,9% dan 2,6% pada perempuan. Yang mempunyai kedalaman poket 4-5 mm lebih tinggi pada laki-laki (30,9%) daripada perempuan (15,4%) sedangkan pada persentase ada perdarahan lebih banyak pada perempuan yaitu 23,1% daripada laki-laki yaitu 11,8%.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kumar pada tahun 2006, hanya 1,9% responden yang mempunyai jaringan periodontal yang sehat. Shweta pada tahun 2010 menyatakan bahwa semua penderita gangguan jiwa mempunyai jaringan periodontal yang parah dan kebutuhan perawatan yang tinggi. Pada penelitian Shweta tersebut, persentase responden yang mempunyai kalkulus cukup tinggi yaitu 76%. Kumar pada tahun 2006 menyatakan bahwa kondisi jaringan periodontal penderita gangguan jiwa bisa bertambah parah karena lama sakit yang dialami.17

Tabel 7 menunjukkan persentase responden yang memerlukan edukasi dan skelin paling tinggi yaitu 79,4%, yang memerlukan hanya edukasi 15,9%, sedangkan yang memerlukan edukasi, skeling dan perawatan komprehensif 1,9%. Oleh karena


(2)

maka yang tidak membutuhkan perawatan hanya 2,8%. Hal ini menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa mempunyai kebutuhan perawatan yang tinggi.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan penderita gangguan jiwa mempunyai skor DMFT yang tinggi yaitu 11,18 ± 5,50 dengan rerata DMFT pada laki-laki 11,43 dan perempuan 10,74. Persentase status periodontal penderita gangguan jiwa juga cukup tinggi, yang mempunyai kalkulus 54,2%, yang ada perdarahan 15,9%, poket dengan kedalaman 4-5 mm 25,2%, poket dengan kedalaman ≥ 6 mm 1,9% sehingga persentase yang membutuhkan edukasi dan skeling paling tinggi yaitu 79,4%. Edukasi diberikan dengan menginstruksikan cara penyikatan gigi yang benar kepada perawat dan keluarga pasien penderita gangguan jiwa untuk meningkatkan status oral higiene penderita gangguan jiwa, sedangkan perawatan skeling dilakukan untuk menyingkirkan kalkulus dan plak dari permukaan gigi, baik supragingival maupun subgingival

6.2 Saran

Disarankan kepada pihak keluarga penderita gangguan jiwa di RSJ Mahoni agar lebih memperhatikan dan membantu dalam melakukan pembersihan gigi dan mulut. Selain itu pihak rumah sakit jiwa juga diharapkan berperan dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan mengadakan program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada penderita di Rumah Sakit Jiwa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Marisi IT. Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di rumah sakit

jiwa Propinsi Sumatera Utara. Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara 2006; 2

(1): 18-26.

2. Emnina E. Hubungan dukungan keluarga dengan lama hari rawat pasien

gangguan jiwa peserta jamkesmas di rumah sakit jiwa daerah Provsu Medan.

Skripsi. Indonesia: Bagian Ilmu Keperawatan USU, 2010: 1-61.

3. Avval N. Oral health status and kebutuhan perawatan of the institutionalized chronic psychiatric patients in two ontario psychiatric care centres. Tesis. Kanada: Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Toronto, 2008: 1-98.

4. Yu Chu K, Yang N.P, Chou Pesus. Oral health status of inpatients with schizophrenia in Taiwan. Journal of Dental Science 2011; 6: 170-5.

5. Zusman SP. An assessment of the dental health of chronic institutionalized patients with psychiatric disease in Israel. Special Care Dentist 2010; 30(1): 18-22.

6. Persson K, Axtellius B. Monitoring oral health and dental attendance in an outpatient psychiatric population. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing 2009; 16: 263-71.

7. HL Jayakumar. Periodontal health among elderly psychiatric patients in Bangalore city India. Pakistan Oral and Dental Journal 2011; 31 (1): 126-34.


(5)

8. Longley AJ. Mental illness and the dental patient. The journal of dental hygiene 2003; 77(11): 190-204.

9. Sondang P, Taizo H. Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan pemeliharaan. Medan : USU Press, 2008: 69-89.

10.Pintauli S. Analisis hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut

terhadap status kesehatan gigi dan mulut siswa SD dan SMP di Medan. J

Pendidikan dan Kebudayaan 2010 ; 16(4) : 376-89

11.Anonymous. WHO Fact sheet, What is oral health<http://www.who.int/ mediacentre/ factsheets/fs318/en/index.html> (14 Desember 2011).

12.Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 33-4.

13.Sihite JN. Hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan

pengalaman karies dan indeks oral higiene pada murid SMP. Skripsi. Medan:

Fakultas Kedokteran Gigi USU, 2011: 11-5.

14.Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi & mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan.

Medan: USU Press, 2010: 15-9.

15.Daliemunthe SH. Periodonsia. Edisi revisi. Medan: Bagian Periodonsia FKG USU, 2008: 45-59

16.Daliemunthe SH. Periodonsia. Edisi kedua. Medan: Bagian Periodonsia FKG USU, 2005: 58-9.


(6)