Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan

(1)

PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN

KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA

ASMA USIA 20-30 TAHUN DI RSUP HAJI

ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

TIRUMAGAL BALAKRISHNAN NIM: 100600203

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Tirumagal Balakrishnan

Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan.

x + 38 halaman

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan. Asma merupakan salah satu penyakit yang dapat berperan sebagai faktor risiko karies gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita asma. Rancangan penelitian adalah case-control. Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) sedangkan sebagai kontrol, yaitu penderita pengunjung Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP H.Adam Malik. Jumlah sampel adalah 60 orang, 30 orang penderita asma dan 30 orang yang bukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil sesuai kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sesuai dengan yang ditentukan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan data pemeriksaan klinis rongga mulut menggunakan Index Oral Hygiene Simplified (OHIS) dan Indeks DMFT oleh Klein. Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik. Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi yaitu 5,13 ± 1,99 dibandingkan bukan penderita asma yaitu 3,67 ± 1,95. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara status oral higiene (p=0,0001) dan pengalaman karies (p=0,008) pada penderita dan bukan penderita


(3)

asma. Hal ini menunjukkan penderita asma mempunyai status oral higiene yang buruk dan pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma. Daftar Rujukan: 30 (1996-2013)


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 September 2014 Pembimbing: Tanda Tangan

Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 25 September 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Rika Mayasari Alamsyah drg., M.Kes ANGGOTA : 1. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., PhD., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji atas segala saran, dukungan dan keluangan waktu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing atas bimbingan, keluangan waktu, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM., selaku dosen penguji atas keluangan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Ika Andryas, drg., selaku penasehat akademik yang banyak memberikan motivasi dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Direktur RSUP H.Adam Malik Medan yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga penulis persembahkan kepada orangtua penulis, Ayah Balakrishnan Periannan dan Ibu Chandrespary Swamienathan, adik penulis Barathan Balakrishnan atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

Sahabat-sahabat tersayang penulis Brr Latif, Jeevamalar Sri, Nurain, Michelle, Colvin, Syafiqah, Dinesh dan teman-teman seangkatan lainnya yang tidak


(7)

dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, doa, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan mutu kesehatan gigi masyarakat.

Medan, 25 September 2014 Penulis,

(Tirumagal Balakrishnan) NIM: 100600203


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL………..

HALAMAN PERSETUJUAN………... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………... KATA PENGANTAR….………... DAFTAR ISI……….……….

DAFTAR TABEL………...………... DAFTAR GAMBAR………...……….. DAFTAR LAMPIRAN………...………...

iv vi viii ix x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………... 1.2 Rumusan Masalah……….. 1.3 Tujuan Penelitian………... 1.4 Hipotesis………... 1.5 Manfaat Penelitian……….

1 3 3 3 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma………... 2.1.1 Etiologi dan Klasifikasi Asma……….. 2.1.2 Patofisiologi Asma………. 2.1.3 Gambaran Klinis Asma……….. 2.1.4 Penanggulangan Asma…..………..………... 2.2 Indeks Oral Higiene……….. 2.3 Karies Gigi……… 2.3.1 Faktor Risiko Karies Gigi……….. 2.3.2 Indeks Karies Gigi………... 2.4 Oral Higiene dan Karies Gigi pada Penderita Asma... 2.5 Kerangka Konsep………...

5 5 6 8 9 10 12 13 14 16 18 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian………. 19 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 19 3.3 Populasi dan Sampel……… 19


(9)

3.4 Variabel dan Definisi Operasional……… 21

3.4.1 Variabel Penelitian………... 21

3.4.2 Definisi Operasional………... 21

3.5 Metode Pengumpulan Data………... 25

3.6 Pengolahan dan Analisis Data………... 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden……….. 4.2 Klasifikasi Penderita Asma dan Jenis Obat Asma yang digunakan………... 4.3 Frekuensi Penggunaan Obat Asma Salbutamol oleh Penderita Asma……… 4.4 Rata-rata Skor Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma……… 4.5 Persentase Status Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma……… 4.6 DMFT Rata-rata Pada Penderita dan Bukan Penderita Asma…. 4.7 Perbedaan Status Oral Higiene dan Pengalaman Karies pada Penderita dan Bukan Penderita Asma……….…… 27 27 28 28 29 30 30 BAB 5 PEMBAHASAN………. 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………... 34

DAFTAR PUSTAKA……….. 36 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis……….

2. Kriteria Indeks Debris………...

3. Kriteria Indeks Kalkulus……….………...

4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies……. 5. Persentase karakteristik responden penderita dan bukan penderita asma di

RSUP H.Adam Malik……… 6. Persentase bentuk obat asma Salbutamol yang digunakan berdasarkan

klasifikasi penderita asma di RSUP H.Adam Malik (n==30)………... 7. Persentase frekuensi penggunaan obat asma Salbutamol di RSUP H.Adam

Malik ………... 8. Rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma

di RSUP H.Adam Malik………...………. 9. Persentase status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di

RSUP H.Adam Malik………...………. 10.DMFT rata-rata pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP

H.Adam Malik………...……… 11.Hasil uji statistik perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan

penderita asma di RSUP H.Adam Malik………..….………… 12.Hasil uji statistik perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan

penderita asma di RSUP H.Adam Malik………...

6 11 12 13

27

28

28

29

29

30

31


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perbandingan brokial penderita asma dan brokial normal……… 7

2. Patofisiologi asma………. 8

3. Faktor etiologi terjadinya karies………... 13

4. Obat asma dalam bentuk sirup... 17

5. Obat asma (Inhaler bubuk kering)………... 17


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan 2. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 3. Surat keterangan pelaksanaan penelitian dari RSUP H.Adam Malik Medan 4. Output analisis perhitungan statistik


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Tirumagal Balakrishnan

Perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan bukan penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik Medan.

x + 38 halaman

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan. Asma merupakan salah satu penyakit yang dapat berperan sebagai faktor risiko karies gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita asma. Rancangan penelitian adalah case-control. Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) sedangkan sebagai kontrol, yaitu penderita pengunjung Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP H.Adam Malik. Jumlah sampel adalah 60 orang, 30 orang penderita asma dan 30 orang yang bukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil sesuai kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sesuai dengan yang ditentukan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan data pemeriksaan klinis rongga mulut menggunakan Index Oral Hygiene Simplified (OHIS) dan Indeks DMFT oleh Klein. Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik. Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi yaitu 5,13 ± 1,99 dibandingkan bukan penderita asma yaitu 3,67 ± 1,95. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara status oral higiene (p=0,0001) dan pengalaman karies (p=0,008) pada penderita dan bukan penderita


(14)

asma. Hal ini menunjukkan penderita asma mempunyai status oral higiene yang buruk dan pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma. Daftar Rujukan: 30 (1996-2013)


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronis pada saluran pernafasan yang ditandai rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran pernafasan.1 Insidens penderita asma sebanyak 300 juta orang dan diperkirakan penderita asma akan mencapai 400 juta orang pada tahun 2025.2 Menurut Asthma and Allergy Foundation

of America 2010, insidens tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak adalah sekitar

7-10%, yaitu pada umur 5–14 tahun, sedangkan pada orang dewasa, angka insidens asma lebih kecil yaitu sekitar 3-5%.1 Menurut studi yang dilakukan oleh Australian

Institute of Health and Welfare pada tahun 2007, insidens asma pada kelompok umur

18–34 tahun adalah 14%, sedangkan >65 tahun menurun menjadi 8,8%. Penyakit asma di usia dewasa lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Angka kematian di dunia akibat penyakit asma setiap tahun diperkirakan berjumlah 255,000 orang.1,3

Di Indonesia, prevalensi asma sebanyak 4,5% menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di berbagai propinsi di Indonesia pada tahun 2013. Prevalensi asma tertinggi adalah di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Angka kematian di Indonesia akibat penyakit asma sebanyak 63,584 orang pada setiap tahun.4

Mekanisme dasar asma adalah proses inflamasi pada saluran pernafasan. Peradangan pada saluran pernafasan dan keterbatasan aliran udara menyebabkan berbagai gejala sesuai dengan tingkat keparahan asma, yang menentukan kebutuhan pengobatan asma. Peran asma sebagai penentu potensi risiko karies gigi pertama kali dipelajari pada akhir tahun 1970.5 Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras gigi oleh asam organis. Karies paling banyak dijumpai di rongga mulut sehingga merupakan masalah


(16)

utama kesehatan gigi dan mulut.6 Prevalensi karies gigi masih tinggi, bahkan di

negara maju.5

Penelitian Thomas et al pada tahun 2010 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asma dan karies. Asma menimbulkan sesak nafas yang menyebabkan penderita asma cenderung bernafas melalui mulut dan ini menyebabkan xerostomia. Selain itu, penggunaan obat-obatan asma juga menyebabkan xerostomia, penurunan pH saliva dan peningkatan bakteri

Lactobacillus dan Streptococcus mutans di dalam rongga mulut. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ersin et al pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa asma dilihat melalui status penyakit dan farmakoterapi, mempunyai beberapa risiko seperti penurunan aliran saliva dan pH saliva yang menyebabkan meningkatnya risiko karies pada penderita asma. Mereka juga menunjukkan bahwa lama penyakit dan durasi pengobatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko karies pada penderita asma. Bakteri Streptococcus mutans paling berperan dalam menyebabkan karies.2

Studi Reddy et al pada tahun 2003 menunjukkan bahwa penderita asma mempunyai prevalensi karies yang tinggi hingga mencapai angka 78% dan ini meningkat sejalan dengan meningkatnya keparahan penyakit asma. Penelitian Shashikiran et al pada tahun 2007 menunjukkan bahwa penderita asma, terutama yang menggunakan inhalasi Salbutamol, memiliki prevalensi karies yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.2

Penelitian yang dilakukan oleh Stensson et al pada tahun 2010 menunjukkan bahwa rata-rata skor DFS (Decay, Filling Surface) pada 20 subjek penderita asma usia 18-24 tahun adalah 8,6 ± 10,6 sedangkan pada kelompok kontrol 4,0 ± 5,2. Pengalaman karies pada kelompok penderita asma di dalam penelitian ini terlihat tinggi disebabkan penggunaan kombinasi dua jenis obat asma oleh penderita asma, yaitu obat asma golongan beta-2 agonis dan glukokortikosteroid.7 Penderita asma dengan status kebersihan mulut yang kurang baik mempunyai tingkat pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan orang yang sehat.2


(17)

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies gigi pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik. Rumah sakit ini dipilih karena banyaknya jumlah penderita asma usia 20-30 tahun di RSUP H.Adam Malik.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

2. Untuk mengetahui pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

3. Untuk mengetahui perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

4. Untuk mengetahui perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

1.4 Hipotesis

1. Ada perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

2. Ada perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi agar penderita asma menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.


(18)

2. Bagi Departmen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebagai referensi tentang status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita asma.

3. Bagi peneliti diharapkan agar penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma

Menurut Nelson pada tahun 2007, asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada saluran pernafasan tersebut.1 Asma merupakan sindrom yang kompleks dengan karakteristik obstruksi jalan nafas, hiperresponsif bronkus dan inflamasi pada saluran pernafasan. Asma menyerang semua ras dan etnik di seluruh dunia dan pada berbagai usia.7

2.1.1 Etiologi dan Klasifikasi Asma

Menurut Patino dan Martinez pada tahun 2003, faktor lingkungan dan faktor genetik memiliki peran yang besar terhadap terjadinya asma.8 Menurut Strachan dan

Cook dalam kajian meta analisis yang dijalankan oleh mereka, menyimpulkan bahwa orang tua yang merokok merupakan penyebab utama terjadinya asma pada anak.9 Menurut Corne et al paparan terhadap infeksi juga bisa menjadi pencetus terjadinya asma. Infeksi virus terutama rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi saluran pernafasan bagian atas memicu terjadinya eksaserbasi asma.10 Gejala ini merupakan

tanda-tanda asma bagi semua golongan usia.9 Ada juga teori yang menyatakan bahwa

paparan infeksi virus yang lebih awal pada anak lebih memungkinkan untuk anak tersebut diserang asma.11

Selain faktor lingkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh terhadap terjadinya asma. Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan Immunoglobin E (IgE) diturunkan dalam keluarga. Penderita yang alergi terhadap alergen sering mempunyai riwayat keluarga yang juga menderita asma dan ini membuktikan bahwa faktor genetik merupakan faktor predisposisi asma.12


(20)

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan gambaran klinis4

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru Intermiten Bulanan APE  80%

* Gejala < 1x/minggu * Tanpa gejala di luar serangan

* Serangan singkat

*  2x/sebulan * VEP1  80%

nilai prediksi APE

 80% nilai terbaik

* Variabiliti APE < 20%

Persisten Ringan Mingguan APE > 80% * Gejala > 1x/minggu,

tetapi < 1x/ hari * Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

* > 2x/sebulan

* VEP1  80%

nilai prediksi APE

 80% nilai terbaik * Variabiliti APE 20-30%

Persisten Sedang Harian APE 60 – 80% * Gejala setiap hari

* Serangan mengganggu aktivitas dan tidur * Membutuhkan bronkodilator setiap hari

* >1x/seminggu * VEP1 60-80%

nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik

* Variabiliti APE > 30%

Persisten Berat Kontinyu APE  60% * Gejala terus menerus

* Sering kambuh

* Aktivitas fisik terbatas

* Sering * VEP1  60%

nilai prediksi APE  60% nilai terbaik

* Variabiliti APE > 30%

APE=arus puncak ekspirasi(aliran ekspirasi/saat membuang nafas puncak), VEP1=volume ekspirasi

paksa dalam 1 detik.

2.1.2 Patofisiologi Asma

Individu dengan asma memiliki respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast pada paru-paru. Paparan yang berulang terhadap antigen mengakibatkan terjadinya ikatan antara


(21)

antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat.13 Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar saluran nafas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.8,14,15

Setelah penderita asma terpapar alergen, maka akan segera timbul gejala sesak nafas. Penderita akan merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi.14 Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.16

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru, akibatnya akan timbul suara mengi ekspirasi memanjang

(wheezing), yaitu suara nafas seperti musik yang terjadi karena adanya penyempitan

jalan udara yang merupakan ciri khas asma sewaktu penderita berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputihan.8,17


(22)

Gambar 2. Patofisiologi asma19

2.1.3 Gambaran Klinis Asma

Batuk kering yang intermiten dan mengi merupakan gejala kronis yang sering dikeluhkan penderita asma. Pada anak yang lebih tua dan dewasa akan mengeluhkan sukar bernafas dan terasa sesak di dada. Simptom respiratori ini bisa lebih parah pada waktu malam terutama apabila terpapar lebih lama dengan alergen. Penderita asma sering mengeluhkan mereka mudah letih dan ini membatasi aktivitas fisik mereka.8

Kebanyakan penderita asma juga mengalami alergi rinitis dan eksema. Alergi rinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal yang ditandai dengan nasal kongesti, rinorea, bersin dan iritasi konjuntiva. Penderita asma yang alergi rinitis bisa juga mengalami gangguan tidur, aktivitas yang terbatas, iritabilitas, gangguan mood dan


(23)

kognitif yang bisa menggangu aktivitas seharian mereka. Hidung yang terasa gatal akan menyebabkan penderita asma sering terlihat menggosok hidung dengan tangan dan ini mendorong mereka bernafas melalui mulut.18

2.1.4 Penanggulangan Asma

Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran nafas. Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten.19,20

Obat asma yang sering digunakan yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin, dan kortikosteroid sistemik.8 Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler, dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah menurunkan hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti Salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin merupakan obat golongan simpatomimetik. Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronis berat yang tidak dapat lepas dari bronkodilator.21,22 Antikolinergik dapat

digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromid dalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan.19,20,23 Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh penderita karena efektif, aman, dan harganya murah. Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin per oral


(24)

terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang.25

Obat asma yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller.8 Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada kortikosteroid.25 Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronis yang berat. Efek samping yang sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa.8,19

2.2 Indeks Oral Higiene

Tingkat oral higiene seseorang dilihat dari keberadaan plak dan kalkulus pada gigi. Plak dental adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.6 Plak terbagi atas plak

supragingival dan plak subgingival. Plak supragingival berada pada atau koronal dari tepi gingiva, sedangkan plak subgingival berada apikal dari tepi gingiva.26

Penumpukan plak dental sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur oral higiene. Lokasi dan laju pembentukan plak adalah bervariasi antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral higiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran saliva.6,26 Jenis bakteri yang terdapat dalam plak adalah bakteri jenis Streptococcus

dan Laktobacillus. Bakteri dalam plak yang diakui sebagai penyebab utama karies

adalah Streptococcus mutans, oleh karena mempunyai sifat asidogenik dan asidurik.6 Kalkulus adalah massa terkalsifikasi atau berkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri atas plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya, kalkulus dapat


(25)

dibedakan atas kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus berperan dalam mempertahankan dan memperparah penyakit periodontal dengan jalan menahan plak sehingga berkontak rapat ke gingiva dan menciptakan daerah dimana penyingkiran plak sulit dilakukan dan bahkan tidak mungkin.26

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu.6 Untuk mendapatkan data tentang tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat digunakan indeks pengukuran kebersihan mulut.26 Indeks-indeks pengukuran kebersihan mulut yang ada adalah Oral Hygiene

Index (OHI) dan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion,

indeks plak O’Leary, indeks plak Loe & Silness dan indeks Plaque Formation Rate (PFRI).6,28

Pada penelitian ini indeks kebersihan mulut yang dipilih adalah Oral Hygiene

Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion. Indeks ini merupakan indeks

yang populer digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada penelitian-penelitian epidemiologis. Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Indeks ini terdiri dari 2 komponen, yakni Indeks Debris dan Indeks Kalkulus.28

Tabel 2. Kriteria Indeks Debris28

Skor Kriteria

0 1 2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi


(26)

Tabel 3. Kriteria Indeks Kalkulus28

Skor Kriteria

0 1

2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

2.3 Karies gigi

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum; disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.6

Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial. Ada 4 faktor yang memegang peranan yaitu faktor host, faktor agen atau mikroorganisme, faktor substrat atau diet, dan faktor waktu. Faktor host adalah morfologi gigi, struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Faktor agen atau mikroorganisme yang paling berperan yaitu bakteri Streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies. Faktor substrat yang berperan adalah sukrosa. Sedangkan waktu yang diperlukan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.6,29


(27)

Gambar 3. Faktor etiologi terjadinya karies6

2.3.1 Faktor Risiko Karies

Adanya hubungan sebab akibat dalam terjadinya karies sering diidentifikasi sebagai faktor risiko. Oleh karena itu, individu dengan risiko karies yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai faktor risiko karies yang lebih banyak.

Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6

Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah

Plak Plak banyak, berarti banyak bakteri yang dapat memproduksi asam

Plak sedikit, jumlah bakteri yang memproduksi asam juga berkurang, oral higiene baik Bakteri Bakteri kariogenik banyak,

sehingga menyebabkan pH rendah, plak mudah melekat

Bakteri kariogenik sedikit

Pola makan Konsumsi karbohidrat tinggi terutama sukrosa, makanan yang mudah melekat

Konsumsi karbohidrat rendah, dan diet makanan yang tidak mudah melekat

Sekresi saliva Aliran saliva berkurang mengakibatkan gula bertahan dalam waktu lama (daya proteksi saliva menurun)

Sekresi saliva yang optimal, sehingga dapat membantu membersihkan sisa-sisa makanan


(28)

Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6

(lanjutan)

Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah

Bufer saliva Bufer saliva rendah akan mengakibatkan pH rendah dalam waktu lama

Kapasitas bufer yang optimal, pH rendah hanya sementara

Fluor Tidak ada pemberian fluor, remineralisasi berkurang

Mendapat aplikasi fluor, remineralisasi meningkat

Karies juga dipengaruhi oleh faktor-faktor modifikasi seperti: 1. Umur

Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.

2. Jenis kelamin

Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT.

3. Sosial ekonomi

Karies dijumpai lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sebaliknya. Ada dua faktor sosial ekonomi yang berperan, yaitu pekerjaan dan pendidikan.6

2.3.2 Indeks Karies Gigi

Untuk mendapatkan data tentang pengalaman karies seseorang digunakan indeks karies. Ada beberapa indeks karies, seperti indeks DMFT Klein, indeks DMFT Mohler, indeks DMFT WHO dan indeks Significant Caries (SiC).28


(29)

Indek karies yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks Klein. Indeks ini di perkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi permanen (DMFT). Indeks ini tidak menggunakan skor. Pada kolom yang tersedia langsung diisi menggunakan kode, kemudian dijumlahkan sesuai kode.28

DMFT Klein (gigi permanen)

D= Decayed = gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum ditambal.

M = a. Mi = missing indicated = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.

b. Me = missing extracted = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

F = Filled = gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

T = Tooth

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Semua gigi permanen yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.

2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D.

3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.

4. Semua gigi permanen yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M.

5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M. 6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.

7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F.

8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M.


(30)

2.4 Oral Higiene dan Karies Gigi pada Penderita Asma

Oral higiene yang jelek dan karies gigi dapat ditemukan pada penderita asma. Karies gigi adalah suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis dan merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.6 Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asma dan karies.2,9-12,25

Asma dapat menimbulkan gejala sesak nafas dengan meningkatnya kecepatan pernafasan, dan karena usaha penderita untuk menghirup nafas sebesar-besarnya maka penderita menghirup udara melalui mulut.7,8 Ini dikenali sebagai mouth

breathing. Mouth breathing adalah kebiasaan bernafas melalui mulut daripada

hidung. Mouth breathing dapat menimbulkan xerostomia.7

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran saliva. Xerostomia merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, dan merupakan salah satu efek samping dari obat-obatan asma yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.26

Pada penderita asma, penggunaan obat-obatan asma terutama yang termasuk dalam golongan beta-2 agonis mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva.27 Hasil penelitian Ryberg

et al menunjukan bahwa produksi saliva berkurang hingga 26% - 36% pada penderita

asma yang menggunakan obat inhalasi golongan beta-2 agonis.2,30 Saliva berfungsi

untuk membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman serta mempunyai peran sebagai antibakterial dan sistem bufer.6 Penurunan pH saliva dan jumlah saliva yang kurang menyebabkan peningkatan bakteri Lactobacilli dan

Streptococcus mutans di dalam rongga mulut yang menyebabkan terbentuknya

karies.2

Selain itu, tingkat karies yang lebih tinggi pada penderita asma juga dikaitkan dengan adanya karbohidrat yang difermentasi (fermentable carbohydrate) dalam obat asma. Beberapa inhaler bubuk kering mengandung gula (lactose monohydrate)


(31)

sehingga penderita dapat mentoleransi rasa obat tersebut . Inhalasi obat yang mengandung gula, dikombinasikan dengan penurunan laju aliran saliva dapat menyebabkan peningkatan risiko karies. Kenny dan Somay menyatakan bahwa penggunaan jangka panjang obat oral cair yang mengandung gula dapat menyebabkan peningkatan karies. Studi Reddy et al menunjukkan bahwa prevalensi karies tertinggi pada penderita asma terlihat pada mereka yang menggunakan obat asma dalam bentuk sirup.2

Gambar 4. Obat asma dalam bentuk sirup18

Gambar 5. Obat asma (Inhaler bubuk kering)18


(32)

2.5 Kerangka Konsep

Bukan penderita asma (kontrol) Penderita Asma

(kasus) 1) Jenis dan Frekuensi Penggunaan Obat asma

2) Status Oral Higiene - Skor Debris - Skor Kalkulus 3) Pengalaman Karies


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol yaitu penelitian non eksperimental yang mempelajari faktor risiko dan efek menggunakan kelompok kasus dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini kelompok kasus adalah penderita asma dan kelompok kontrol adalah bukan penderita asma.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik. Rumah sakit ini dipilih karena jumlah penderita asma banyak dan mudah ditemui karena penderita melakukan rawat jalan secara berkala.

Penelitian ini dilaksanakan mulai Juli 2013 dan selesai bulan September 2014. Penelitian dimulai dengan mempersiapkan proposal penelitian dan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah penderita asma yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) dan bukan penderita asma, yaitu penderita pengunjung Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP H.Adam Malik yang sesuai dengan kriteria inklusi dan bersedia dilakukan penelitian.

Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus perhitungan besar sampel sebagai berikut:

Z(1-α)2 P (1-P) n =


(34)

Keterangan:

P merupakan nilai perkiraan proporsi populasi kasus karies akibat asma 50%.

Convidence level = 95%

Absolute precision (d) = 20%

Z(1-α) = 1,96

Angka-angka di atas dimasukkan kembali ke rumus besar sampel: (1,96)2 x 0,5 (1 - 0,5)

n = = 24,1

=

24 orang (0.2)2

Berdasarkan perhitungan dengan tingkat kemaknaan (α) 5% dengan

convidence level 95% diperoleh besar sampel minimal 24 orang. Jumlah ini ditambah

25% untuk menghindari apabila ada data dari responden yang dipilih tidak lengkap sehingga harus dikeluarkan saat akan dilakukan perhitungan secara statistik. Pada penelitian ini ditambah sebanyak 6 orang sampel menjadi 30 sampel. Oleh karena itu, diperlukan 30 orang penderita asma yang berobat di Poli Pulmonologi (Asma) dan 30 orang bukan penderita asma yang berobat di Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP H.Adam Malik.

Sampel diambil dengan menggunakan cara purposive sampling, di mana pemilihan subjek penelitian bertitik tolak pada ciri-ciri karakteristik populasi yang ditetapkan dalam kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sampel sesuai dengan yang sudah ditentukan.

Kriteria Inklusi: a. Umur 20-30 tahun

b. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan.

Kriteria Eksklusi: a. Merokok


(35)

mulut misalnya leukemia, anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus c. Melakukan skeling selama 6 bulan terakhir

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian a) Usia

b) Jenis kelamin

c) Jenis dan frekuensi penggunaan obat asma d) Faktor risiko : - Penderita asma

- Bukan penderita asma e) Faktor efek : - Status oral higiene

- Pengalaman karies

3.4.2 Definisi Operasional 1. Usia

Usia adalah ulang tahun terakhir penderita. Usia yang diambil yaitu 20-30 tahun.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah perempuan dan laki-laki. 3. Jenis dan frekuensi penggunaan obat asma:

- Jenis obat asma adalah pengobatan yang diperoleh oleh penderita asma dari dokter/konsultan medis:

a. Salbutamol b. Terbutalin c. Fenoterol d. Prokaterol e. Isoprenalin

f. Ipratropium bromid g. Flovent


(36)

h. Montelukast

- Frekuensi penggunaan obat asma adalah kekerapan pemakaian obat asma (inhaler/tablet/sirup) oleh penderita asma untuk melegakan pernafasan.

a. 3 kali atau lebih sehari b. 1-2 kali sehari

c. 2-3 kali seminggu

d. 1 kali seminggu atau kurang 4. Penderita asma

Penderita asma adalah penderita yang didiagnosa menderita penyakit asma minimal 4 tahun oleh dokter dan diperoleh melalui rekam medik penderita yang sedang berobat di Poli Pulmonologi (Asma). Penderita asma dinilai melalui derajat asma berdasarkan gambaran klinis, yaitu:

a. Asma ringan (Asma intermiten dan asma persisten ringan): Gejala asma berlaku secara bulanan atau mingguan dimana penderita menunjukkan gejala asma lebih dari 1 kali per minggu tetapi kurang dari 1 kali per hari. Gejala pada malam hari bisanya berlaku lebih dari 2 kali dalam sebulan. Serangan asma pada tahap ini dapat mengganggu aktivitas dan tidur.

b. Asma sedang (Asma persisten sedang): Gejala asma berlaku secara harian dimana penderita menunjukkan gejala pada setiap hari. Serangan asma pada tahap ini dapat mengganggu aktivitas dan tidur dan menyebabkan penderita membutuhkan bronkodilator setiap hari. Gejala pada malam hari bisanya berlaku lebih dari 1 kali dalam seminggu.

c. Asma berat (Asma persisten berat): Gejala asma berlaku secara terus menerus dan sering kambuh. Aktivitas fizik penderita adalah terbatas. Penderita sering menunjukkan gejala pada malam hari.

5. Bukan penderita asma

Bukan penderita asma adalah penderita yang didiagnosa tidak menderita penyakit asma dan diperoleh di Poli Mata dan Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUP H.Adam Malik.


(37)

6. Status Oral Higiene

Status oral higiene adalah status kebersihan rongga mulut yang terdiri atas indeks debris dan indeks kalkulus menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) dari Greene dan Vermillion, 1964.

a. Indeks Debris

Skor Kriteria

0 1 2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

1. Gigi yang diperiksa adalah yang telah erupsi sempurna. Jika gigi yang dipilih untuk diperiksa itu tidak ada, maka yang diperiksa gigi tetangga atau gigi yang bersebelahan.

2. Jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah gigi tertentu dengan permukaan yang diperiksa tertentu pula.

Bukal Labial Bukal 6 1 6 6 1 6 Lingual Labial Lingual

Jumlah skor DIS = Jumlah gigi yang diperiksa


(38)

b. Indeks Kalkulus

Skor Kriteria

0 1

2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Jumlah skor

CIS = Jumlah gigi yang diperiksa

Cara pemeriksaan indeks kalkulus adalah sama dengan indeks debris. Indeks

Oral Hygiene Simplified adalah Indeks Oral Debris Simplified ditambah dengan

Indeks Calculus Simplified.

Tingkat kebersihan Skor debris Skor oral higiene Baik

Sedang Buruk

0,0 – 0,6 0,7 – 1,8 1,9 – 3,0

0,0 – 1,2 1,3 – 3,0 3,1 – 6,0 O.H.I.S = D.I.S + C.I.S


(39)

7. Pengalaman Karies

Pengalaman karies adalah jumlah DMFT dengan menggunakan indeks kriteria Klein.

D = Decayed = gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum

ditambal.

M = a. Mi = missing indicated = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut.

b. Me = missing extracted = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

F = Filled = gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

T = Tooth

3.5 Metode Pengumpulan Data

Responden yang menderita asma diperoleh melalui rekam medik penderita yang berkunjung ke Poli Pulmonologi (Asma) di RSUP Haji Adam Malik. Responden diberikan lembar penjelasan penelitian. Bila responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka responden menandatangani lembar informed

consent. Pengumpulan data responden didapat dengan melakukan wawancara

menggunakan kuesioner. Pengumpulan data skor oral higiene diperoleh dengan memeriksa rongga mulut menggunakan kaca mulut dan sonde yang berbentuk sabit tanpa menggunakan zat pewarna. Pemeriksaan skor oral higiene dilakukan dengan menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) untuk mengukur debris dan kalkulus yang menutupi permukaan gigi dan terdiri atas dua komponen, yaitu Indeks debris dan Indeks kalkulus. Untuk mengukur indeks debris, sonde ditempatkan pada insisal gigi kemudian digerakkan ke arah mesial dan distal, selanjutnya bergerak ke arah gingival setiap 1/3 permukaan gigi dan skor diberikan sesuai kriteria. Pengukuran skor indeks kalkulus dilakukan dengan menempatkan ujung sonde pada daerah subgingival terlebih dahulu, kemudian digerakkan dari mesial ke distal dan naik ke arah insisal dan diberi skor sesuai kriteria. Pengukuran dilakukan pada gigi


(40)

16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya.

Pengumpulan data pengalaman karies diperoleh dengan memeriksa rongga mulut menggunakan kaca mulut dan sonde berbentuk sabit. Pemeriksaan pengalaman karies gigi permanen dilakukan dengan menggunakan indeks DMFT dari Klein. Cara pemeriksaan yaitu memeriksa gigi anak untuk melihat apakah gigi responden tersebut terdapat karies, tambalan, dan pencabutan gigi. Kemudian karies, tambalan dan pencabutan gigi dijumlahkan pada responden tersebut.

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu 2 orang tenaga peneliti lainnya. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pengukuran maka kepada pengumpul data dilakukan kalibrasi sehingga diperoleh interpretasi yang sama.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dan tabulasi dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisis data untuk melihat perbedaan status oral higiene dan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma dengan menggunakan uji


(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Persentase responden penderita dan bukan penderita asma yang berusia 20-25 tahun adalah lebih banyak dibandingkan yang berusia 26-30 tahun, yaitu penderita asma 66.67% dan bukan penderita asma 56,67%.

Persentase responden penderita dan bukan penderita asma perempuan adalah lebih banyak, yaitu penderita asma 70% dan bukan penderita asma 73,33% (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase karakteristik responden penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Karakteristik Responden Asma (30) Non-Asma (30)

n % n %

Usia (tahun) 20 – 25 26 – 30

20 10 66,67 33,33 17 13 56,67 43,33 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 9 21 30 70 8 22 26,67 73,33

4.2 Klasifikasi Penderita Asma dan Jenis Obat Asma yang digunakan Pada penelitian ini, seluruh responden penderita asma menggunakan obat asma jenis Salbutamol. Persentase penderita asma ringan maupun sedang yang menggunakan obat asma bentuk inhaler Salbutamol lebih banyak daripada yang menggunakan bentuk tablet Salbutamol, yaitu 83% sedangkan bentuk tablet hanya 17% (Tabel 6).


(42)

Tabel 6. Persentase bentuk obat asma Salbutamol yang digunakan berdasarkan klasifikasi penderita asma di RSUP H.Adam Malik (n=30)

Kelompok Penderita Asma

Obat Salbutamol

Inhaler Tablet Total

n % n % n %

Ringan Sedang 12 13 75 93 4 1 25 7 16 14 53 47

Total 25 83 5 17 30 100

4.3 Frekuensi Penggunaan Obat Asma Salbutamol oleh Penderita Asma Persentase penderita asma yang menggunakan obat asma Salbutamol bentuk inhaler maupun tablet dengan frekuensi penggunaan 1-2 kali sehari lebih banyak, yaitu 57% dibandingkan frekuensi penggunaan 2-3 kali seminggu 26% dan 1 kali seminggu atau kurang 17% (Tabel 7).

Tabel 7. Persentase frekuensi penggunaan obat asma Salbutamol di RSUP H.Adam Malik

Obat Salbutamol

Frekuensi penggunaan 1-2 kali sehari 2-3 kali

seminggu

1 kali seminggu

atau kurang Total

n % n % n % n %

Inhaler Tablet 14 3 56 60 6 2 24 40 5 - 20 - 25 5 83 17 Total 17 57 8 26 5 17 30 100

4.4 Rata-rata Skor Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma Rata-rata skor debris pada penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 1,15 ± 0,32 dibandingkan dengan bukan penderita asma 0,78 ± 0,27. Rata-rata skor kalkulus


(43)

pada penderita asma adalah 0,53 ± 0,40 sedangkan pada bukan penderita asma lebih rendah, yaitu 0,23 ± 0,26.

Secara keseluruhan, rata-rata skor oral higiene penderita asma lebih tinggi, yaitu 1,68 ± 0,67 dibandingkan bukan penderita asma 1,02 ± 0,48 (Tabel 8).

Tabel 8. Rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Kelompok

Penderita n

Indeks Debris Indeks Kalkulus OHIS x

¯ ± SD ± SD ± SD Asma

Non-Asma

30 30

1,15 ± 0,32 0,78 ± 0,27

0,53 ± 0,40 0,23 ± 0,26

1,68 ± 0,67 1,02 ± 0,48

4.5 Persentase Status Oral Higiene Penderita dan Bukan Penderita Asma Persentase status oral higiene pada penderita asma sebanyak 60% termasuk kategori sedang, kategori baik 33,33% dan kategori buruk 6,67%, sedangkan pada bukan penderita asma kategori baik 70%, kategori sedang 30% dan kategori buruk tidak ada (Tabel 9).

Tabel 9. Persentase status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Kelompok

Penderita n

Oral Higiene

Baik Sedang Buruk

n % n % n %

Asma Non-Asma 30 30 10 21 33,33 70 18 9 60 30 2 - 6,67 -


(44)

4.6 DMFT Rata-rata Pada Penderita dan Bukan Penderita Asma

Decay (D) rata-rata penderita asma adalah 2,67 ± 1,35 dan bukan penderita

asma 1,80 ± 1,50. Missing indicated (Mi) rata-rata penderita asma adalah 0,13 ± 0,43 dan bukan penderita asma 0,03 ± 0,18. Missing extracted (Me) rata-rata penderita asma adalah 0,23 ± 0,50 dan bukan penderita asma 0,17 ± 0,38. Filling (F) rata-rata asma adalah 2,33 ± 1,06 dan bukan penderita asma 1,73 ± 1,02.

Secara keseluruhan, skor DMFT rata-rata penderita asma lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99 dibandingkan bukan penderita asma 3,67 ± 1,95 (Tabel 10).

Tabel 10. DMFT rata-rata pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik Kelompok Penderita Decay (D) Missing Indicated (Mi) Missing Extracted (Me) Filling

(F) DMFT

x

¯ ± SD x¯ ± SD x¯ ± SD x¯ ± SD x¯ ± SD

Asma Non-Asma

2,67 ± 1,35 1,80 ± 1,50

0,13 ± 0,43 0,03 ± 0,18

0,23 ± 0,50 0,17 ± 0,38

2,33 ± 1,06 1,73 ± 1,02

5,13 ± 1,99 3,67 ± 1,95

4.7 Perbedaan Status Oral Higiene dan Pengalaman Karies pada Penderita dan Bukan Penderita Asma

Rata-rata skor higiene pada penderita asma lebih tinggi, yaitu 1,68 ± 0,67 dibandingkan bukan penderita asma 1,02 ± 0,48. Dari hasil uji statistik, diperoleh ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma (Z=-4,100; p=0,0001). Hal ini menunjukkan status oral higiene penderita asma lebih buruk dibandingkan bukan penderita asma (Tabel 11).


(45)

Tabel 11. Hasil uji statistik perbedaan status oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Kelompok

Penderita n

OHIS

Hasil uji statistik x

¯ ± SD Asma 30 1,68 ± 0,67

p=0,0001 Non-Asma 30 1,02 ± 0,48

Skor DMFT rata-rata penderita asma lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99 dibandingkan bukan penderita asma 3,67 ± 1,95. Dari hasil uji statistik, diperoleh ada perbedaan yang signifikan antara skor DMFT rata-rata kelompok penderita dan bukan penderita asma (Z=-2,664; p=0,008). Hal ini menunjukkan pengalaman karies pada penderita asma lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma (Tabel 12).

Tabel 12. Hasil uji statistik perbedaan pengalaman karies pada penderita dan bukan penderita asma di RSUP H.Adam Malik

Kelompok

Penderita n

DMFT

Hasil uji statistik x

¯ ± SD Asma 30 5,13 ± 1,99

p=0,008 Non-Asma 30 3,67 ± 1,95


(46)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan status oral higiene pada penderita asma dengan rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik (Tabel 8). Persentase status oral higiene penderita asma terbanyak adalah kategori sedang 60%, sedangkan pada bukan penderita asma sebanyak 70% termasuk kategori baik (Tabel 9). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dikemukan oleh Mehta et al yang menunjukkan terdapatnya peningkatan plak yang signifikan pada kelompok penderita asma dibandingkan kelompok kontrol.7 Hal ini mungkin disebabkan

terjadinya perubahan pada fungsi kalenjer saliva, yaitu penurunan aliran saliva dan pH saliva akibat penggunaan obat-obatan asma yang menyebabkan peningkatan plak di dalam rongga mulut penderita asma.2,7,27

Skor DMFT rata-rata kelompok penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99 dibandingkan kelompok bukan penderita asma 3,67 ± 1,95. Decay (D) rata-rata terlihat lebih tinggi daripada missing indicated (Mi), missing extracted (Me) dan

filling (F) rata-rata, baik pada penderita dan bukan penderita asma (Tabel 10). Hasil

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stensson et al yang menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu adanya peningkatan pengalaman karies pada kelompok penderita asma, namun hasil penelitian Stesson et al adalah sedikit berbeda dibandingkan penelitian ini karena perbedaan penggunaan indeks pengalaman karies (DFS rata-rata kelompok penderita asma 8,6 ± 10,6 dan kelompok kontrol 4,0 ± 5,2).7 Peningkatan pengalaman karies pada kelompok penderita asma di dalam penelitian ini mungkin disebabkan asma menimbulkan gejala sesak nafas yang menyebabkan penderita asma cenderung bernafas melalui mulut dan ini menyebabkan xerostomia sehingga meningkatnya risiko karies.2,5,7 Seluruh responden penderita asma di dalam

penelitian ini menggunakan obat asma jenis Salbutamol disebabkan harganya yang murah dan mempunyai efek samping yang lebih kecil. Penggunaan obat asma


(47)

Salbutamol bentuk inhaler dengan frekuensi penggunaan 1-2 kali sehari adalah paling banyak (Tabel 6 dan 7) dan ini mungkin disebabkan obat bentuk inhaler lebih efektif untuk penanganan gangguan pernafasan dan lebih praktis untuk dibawa kemana-mana. Penggunaan obat asma terutama golongan beta-2 agonis (Salbutamol) mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem saraf dan menghambat sekresi saliva.27 Penurunan jumlah saliva menyebabkan peningkatan bakteri Lactobacilli dan Streptococcus mutans di dalam rongga mulut dan meningkatkan risiko karies.2 Selain itu, tingkat oral higiene seseorang juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya karies. Hasil penelitian ini menunjukkan status oral higiene penderita asma paling banyak termasuk dalam kategori sedang (Tabel 9).

Berdasarkan uji statistik, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor oral higiene (p=0,0001) dan pengalaman karies (p=0,008) pada penderita dan bukan penderita asma (Tabel 11 dan 12). Hal ini menunjukkan penderita asma mempunyai status oral higiene yang lebih buruk dan pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma. Perbedaan pengalaman karies yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan kajian meta-analisis yang dijalankan oleh Alavaikko et al yang melaporkan 14 studi menunjukkan adanya perbedaan pengalaman karies yang signifikan pada kelompok penderita dan bukan penderita asma. Risiko karies adalah dua kali lebih besar pada penderita asma dibandingkan dengan bukan penderita asma.5


(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Status oral higiene pada penderita asma dengan rata-rata skor oral higiene 1,68 ± 0,67 termasuk kategori sedang dibandingkan dengan bukan penderita asma lebih rendah yaitu 1,02 ± 0,48 dan termasuk kategori baik.

2. Skor DMFT rata-rata penderita asma adalah lebih tinggi, yaitu 5,13 ± 1,99 dibandingkan bukan penderita asma, yaitu 3,67 ± 1,95. Baik pada penderita maupun bukan penderita asma, terlihat decay (D) rata-rata lebih tinggi dibandingkan missing

indicated (Mi), missing extracted (Me) dan filling (F) rata-rata.

3. Ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor oral higiene pada penderita dan bukan penderita asma (p=0,0001). Hal ini menunjukkan status oral higiene penderita asma lebih buruk dibandingkan bukan penderita asma.

4. Ada perbedaan yang signifikan antara skor DMFT rata-rata kelompok penderita dan bukan penderita asma (p=0,008). Hal ini menunjukkan pengalaman karies pada penderita asma lebih tinggi dibandingkan bukan penderita asma.

6.2 Saran

1. Diharapkan dokter/konsultan medis peka terhadap kesehatan gigi dan mulut penderita asma dengan merujuk mereka yang mempunyai kesehatan gigi dan mulut yang kurang baik ke Poli Gigi dan Mulut.

2. Melihat tingginya decay rata-rata, maka penderita dan bukan penderita asma perlu dianjurkan untuk melakukan penambalan ke dokter gigi. Gigi yang telah mengalami kerusakan parah (missing indicated) sebaiknya dilakukan pencabutan. Demikian juga dengan gigi yang telah dicabut (missing extracted), sebaiknya dilakukan pemasangan gigi tiruan.


(49)

3. Diharapkan penderita asma dapat menjaga dan melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan sikat gigi secara teratur dan sebaiknya berkumur setelah menggunakan obat asma bentuk inhaler untuk memperbaiki oral higiene agar kesehatan rongga mulut lebih baik.

4. Diharapkan penderita asma memeriksa kesehatan gigi dan mulut secara rutin ke dokter gigi minimal 3 bulan sekali dan untuk bukan penderita asma 6 bulan sekali.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Asthma and Allergy Foundation of America. Asthma facts and figure landover 2010. http://www.aafa.org/display.cfm?id=9&sub=42#_ftn4 (Oktober 1. 2013). 2. Thomas MS, Parolia A, Kundabal M, Vikram M. Asthma and oral health: a

review. J Aus Dent Assoc 2010; 55: 128-33.

3. American Lung Association. Epidemiology and statistics unit research and health education division. Trends in asthma morbidity and mortality, 2012: 1-2, 22. 4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. http://

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201 3.pdf (Oktober 2. 2013).

5. Alavaikko S. Jaakkola MS. Tjäderhane L. Asthma and caries: a systematic review and meta-analysis. Am J Epidemiol 2012: 1-11.

6. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan dan pemeliharaan. Medan: USU Press, 2012: 4-10, 28-32.

7. Stensson M, Wendt LK, Koch G, Oldaeus G. Oral health in young adults with long-term, controlled asthma. Acta Odontologica Scandinavica 2011; 69 (3): 158-64.

8. National Heart, Lung, and Blood Institute Department of Health and Human Resources. Expert panel report 3: guidelines for the diagnosis and management of asthma, 2007: 11-27, 213-9.

9. Eder W, Ege MJ, Mutius E. The asthma epidemic. N Engl J Med 2006; 355 (21): 2226-35.

10.Carlsen KH, Sterk PJ. Infection: friend or foe to the development of asthma. Eur Respir J 2001; 18: 744-7.

11.Sly PD, Kusel M, Holt PG. Do early-life viral infections cause asthma. J Allergy Clin Immunol 2010; 125: 1202-5.

12.World Health Organization. Genetics and asthma. http://www.who.int/genomics/ about/Asthma.pdf (Oktober 10. 2013).


(51)

13.Barnes PJ, Chung KF, Page CP. Inflammatory mediators of asthma: an update. J Pharmrev ASPET 1995; 50 (4): 520-4, 548-50.

14.Barnes PJ. Pathophysiology of asthma. Br J Clin Pharmacol 1996; 42: 3-10. 15.Welsh DA, Thomas DA. Obstructive lung disease. In: Ali J, Summer W, Levitzky

M. eds. Pulmonary pathophysiology, 2nd ed., Louisiana: Lange/McGraw-Hill Co 2005: 85-8.

16.Morris MJ. Asthma. http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#aw 2aab6b2b2 (Oktober 10. 2013).

17.Supriyatno B. Terapi kombinasi pada serangan asma akut anak. Maj Kedokt Indon 2010; 60 (5): 232-6.

18.Bourdin A, Gras D, Vachier I, Chanez P. Upper airway 1: allergic rhinitis and asthma: united disease through epithelial cells. Thorax 2009; 64: 999-1004. 19.Anonymous. Asthma medications. Asthma Society of Canada 2007: 6-11.

20.Meiyanti, Mulia JI. Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronkial. J Kedokter Trisakti 2000; 19 (3): 125-32.

21.Anonymous. Bronchodilators and asthma. http://www.webmd.com/asthma/guide /asthma_inhalers_bronchodilators (Oktober 15. 2013).

22.Alsagaff H, Mukty HA. Asma bronkial. In: Dasar-dasar ilmu penyakit paru. 7 th ed., Unair Press, 2010: 263-70.

23.Baigelman W, Chodosh S. Bronchodilator action of the anticholinergic drug, ipratropium bromide (Sch 1000), as an aerosol in chronis bronchitis and asthma. http://journal.publications.chestnet.org/ (September 27. 2013).

24.Anonymous. Xanthines: clinical indications for use of xanthines. http://web. carteret.edu/keoughp/LFreshwater/PHARM/NOTES/Xanthines.htm (Oktober 15. 2013).

25.Anonymous. Intal Inhaler: cromolyn sodium inhalation. http://www.rxlist.com/ intal-drug/patient-images-side-effects.htm (Oktober 15. 2013).

26.Daliemunthe SH. Periodonsia. 2nd ed., Medan: Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2008: 107-9, 118, 119.


(52)

27.Shashikiran N, Reddy VVS, Krishnam RP. Effect of antiasthmatic medication on dental disease: dental caries and periodontal disease. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2007: 65-8.

28.Natamiharja L. Indeks-indeks untuk penyakit gigi (Bahan Ajar). Medan: Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2001: 3, 17-20.

29.Ilmu Kedokteran Gigi Anak (Bahan Kuliah). Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011: 80, 117-20.

30.Turnar MD, Ship JA. Dry mouth and its effects on the oral health of elderly people. J American Dental Assoc 2007; 138 (2): 15S-20S.


(53)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUESIONER PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA ASMA USIA 20-30

TAHUN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

____________________________________________________________________ Data responden (Kasus)

A. Nama : ……….. B. Umur : ……… tahun

C. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Apakah Anda menderita penyakit sistemik lain (leukemia, 1. anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus)

selain asma? A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.1 dijawab ya, wawancara dihentikan. 2. Apakah Anda ada mengunjungi ke dokter gigi untuk 2. membersihkan karang gigi (scalling) dalam 6 bulan terakhir?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.2 dijawab ya, wawancara dihentikan. 3. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok? 3.

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.3 dijawab ya, wawancara dihentikan.

No: Tanggal:


(54)

4. Sudah berapa lama Anda menderita penyakit asma? 4. A. > 4 tahun

B. < 4 tahun

5. Derajat asma responden berdasarkan gambaran klinis: 5. A. Ringan (Asma intermiten dan asma persisten ringan)

- mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi) lebih dari 1 kali/minggu, tetapi kurang dari 1 kali/hari - Gejala malam bisanya berlaku lebih dari 2 kali dalam sebulan.

- Serangan asma dapat mengganggu aktivitas dan tidur. B. Sedang (Asma persisten sedang)

- Mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi) setiap hari, tetapi hanya 1 kali/hari

- Gejala malam bisanya berlaku lebih dari 1 kali dalam seminggu.

- Serangan asma dapat mengganggu aktivitas dan tidur sehingga pasien membutuhkan bronkodilator setiap hari. C. Berat (Asma persisten berat)

- Mengalami gejala asma (sesak nafas, batuk kering, mengi) secara terus menerus yaitu lebih dari 1 kali/hari

- Sering menunjukkan gejala malam - Aktivitas fizik pasien adalah terbatas

6. Pengobatan apakah yang Anda peroleh dari dokter/konsultan 6. medis Anda?

A. Obat inhaler/semprot B. Obat tablet/sirup C. Kedua-duanya


(55)

7. Apakah jenis obat asma yang Anda gunakan? 7. Obat inhaler/semprot:

A. Salbutamol (reliever - agonis beta-2) B. Terbutalin (reliever - agonis beta-2) C. Fenoterol (reliever - agonis beta-2) D. Prokaterol (reliever - agonis beta-2) E. Isoprenalin (reliever - agonis beta-2)

F. Ipratropium bromid (reliever– antikolinergik) G. Fluticason (controller– antihistamin)

Obat tablet/sirup

H. Montelukast tab (controller - antihistamin) I. Sirup Salbutamol (reliever - agonis beta-2)

J. Bukan salah satu di atas, sebutkan ………...

8. Seberapa sering Anda menggunakan obat semprot untuk 8. melegakan pernafasan?

A. 3 kali atau lebih sehari B. 1-2 kali sehari

C. 2-3 kali seminggu

D. 1 kali seminggu atau kurang

9. Seberapa sering Anda menggunakan obat tablet/sirup untuk 9. melegakan pernafasan?

A. 3 kali atau lebih sehari B. 1-2 kali sehari

C. 2-3 kali seminggu


(56)

PEMERIKSAAN KONDISI ORAL HIGIENE

Pemeriksaan Indeks Debris

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0 1 2 3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Jumlah skor

Indeks Debris (DI) = = = 3. Jumlah gigi yang diperiksa


(57)

Pemeriksaan Indeks Kalkulus

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0 1 2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Jumlah skor

Indeks Kalkulus (CI) = = = 4. Jumlah gigi yang diperiksa

OHIS = DI + CI


(58)

PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES Indeks DMFT

D = M = F = DMFT = 6.

Kriteria:

D = Gigi dengan karies yang belum ditambal.

Mi = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut. M/e = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut. F = Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

0 = Gigi tidak ada kelainan/sehat. -- = Gigi yang belum tumbuh. X = Gigi yang tidak tumbuh.

7

6

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

6

7


(59)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUESIONER PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA ASMA USIA 20-30

TAHUN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

____________________________________________________________________ Data responden (Kontrol)

A. Nama : ……….. B. Umur : ……… tahun

C. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

1. Apakah Anda menderita penyakit sistemik (asma, leukemia, 1. anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus)?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.1 dijawab ya, wawancara dihentikan. 2. Apakah Anda ada mengunjungi ke dokter gigi untuk 2. membersihkan karang gigi (scalling) dalam 6 bulan terakhir?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.2 dijawab ya, wawancara dihentikan. 3. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok? 3.

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.3 dijawab ya, wawancara dihentikan. No: Tanggal:


(60)

PEMERIKSAAN KONDISI ORAL HIGIENE Pemeriksaan Indeks Debris

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0 1 2 3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Jumlah skor

Indeks Debris (DI) = = = 3. Jumlah gigi yang diperiksa


(61)

Pemeriksaan Indeks Kalkulus

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0 1 2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Jumlah skor

Indeks Kalkulus (CI) = = = 4. Jumlah gigi yang diperiksa

OHIS = DI + CI


(62)

PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES Indeks DMFT

D = M = F = DMFT = 6.

Kriteria:

D = Gigi dengan karies yang belum ditambal.

Mi = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut. M/e = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut. F = Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

0 = Gigi tidak ada kelainan/sehat. -- = Gigi yang belum tumbuh. X = Gigi yang tidak tumbuh.

7

6

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

6

7


(1)

Pemeriksaan Indeks Kalkulus

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0 1 2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Jumlah skor

Indeks Kalkulus (CI) = = = 4. Jumlah gigi yang diperiksa

OHIS = DI + CI


(2)

PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES Indeks DMFT

D = M = F = DMFT = 6.

Kriteria:

D = Gigi dengan karies yang belum ditambal.

Mi = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut. M/e = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut. F = Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

0 = Gigi tidak ada kelainan/sehat. -- = Gigi yang belum tumbuh. X = Gigi yang tidak tumbuh.

7

6

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

6

7

7

6

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

6

7


(3)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KUESIONER PERBEDAAN STATUS ORAL HIGIENE DAN PENGALAMAN KARIES PADA PENDERITA DAN BUKAN PENDERITA ASMA USIA 20-30

TAHUN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

____________________________________________________________________ Data responden (Kontrol)

A. Nama : ………..

B. Umur : ……… tahun

C. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki

2. Perempuan

1. Apakah Anda menderita penyakit sistemik (asma, leukemia, 1. anemia, jantung koroner, aterosklerosis, Diabetes Melitus)?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.1 dijawab ya, wawancara dihentikan. 2. Apakah Anda ada mengunjungi ke dokter gigi untuk 2. membersihkan karang gigi (scalling) dalam 6 bulan terakhir?

A. Ya B. Tidak

*Bila pertanyaan No.2 dijawab ya, wawancara dihentikan. 3. Apakah Anda memiliki kebiasaan merokok? 3.

A. Ya

No: Tanggal:


(4)

PEMERIKSAAN KONDISI ORAL HIGIENE Pemeriksaan Indeks Debris

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0 1 2 3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Jumlah skor

Indeks Debris (DI) = = = 3. Jumlah gigi yang diperiksa


(5)

Pemeriksaan Indeks Kalkulus

16 11 26

46 31 36

Skor Kriteria

0 1 2

3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Jumlah skor

Indeks Kalkulus (CI) = = = 4. Jumlah gigi yang diperiksa

OHIS = DI + CI


(6)

PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES Indeks DMFT

D = M = F = DMFT = 6.

Kriteria:

D = Gigi dengan karies yang belum ditambal.

Mi = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan harus dicabut. M/e = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut. F = Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna.

0 = Gigi tidak ada kelainan/sehat. -- = Gigi yang belum tumbuh. X = Gigi yang tidak tumbuh.

7

6

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

6

7

7

6

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

6

7