Kondisi Kebersihan Mulut dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan

(1)

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN

PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA

GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA

TUNTUNGAN

SKRIPSI

Ditujukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MICHELLE STEPHEN NIM: 110600193

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2015

Michelle Stephen

Kondisi Kebersihan Mulut dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.

ix + 39 halaman

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya gangguan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial. Kesehatan rongga mulut dan kebutuhan perawatan pada penderita gangguan jiwa penting dan masih kurang mendapat perhatian masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut penderita gangguan jiwa dan kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa serta korelasi antara kondisi kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan. Populasi pada penelitian ini adalah penderita gangguan jiwa skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan. Jumlah subjek yaitu sebanyak 29 orang terdiri dari pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap 2-5 tahun, berusia 20 – 54 tahun dan kooperatif. Data kebersihan mulut diukur dengan menggunakan Simplified Oral Hygiene Indeks (OHIS) sedangkan kebutuhan perawatan periodontal dinilai dengan menggunakan Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN).

Hasil penelitian ini menunjukkan penderita gangguan jiwa mempunyai skor Indeks Debris yang tinggi baik pada laki-laki maupun perempuan dari seluruh kelompok usia (20-60 tahun) dimana 82,8% memiliki level kebersihan oral dari debris melekat yang buruk dan 17,2% dengan level kebersihan oral dari debris yang melekat yang sedang. Tidak ada subjek yang dilaporkan dengan level kebersihan oral dari debris yang melekat yang baik. Hal yang sama diperoleh berdasarkan distribusi


(3)

status periodontal dan juga distribusi kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN. Penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil tidak ada subjek yang memiliki status periodontal dan kebutuhan perawatan dengan skor 0 (periodonsium sehat, tidak membutuhkan perawatan), 1 (pendarahan gingiva, perbaikan higiene oral) dan 2 (kalkulus, perbaikan higiene oral dan skeling). Keseluruhan subjek berada pada skor 3 (poket 4 – 5 mm, edukasi dan skeling) dan skor 4 (≥ 6mm, edukasi, skeling dan perawatan komprehensif) dimana 58,6% pada skor 3 dan 41,4% pada skor 4. Hal ini menunjukkan penderita gangguan jiwa mempunyai jaringan periodontal yang parah dan kebutuhan perawatan yang tinggi. Oleh hal itu, penderita gangguan jiwa memerlukan perhatian dari keluarga dan pihak rumah sakit dalam melakukan upaya pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut.

Korelasi positif ditemukan antara level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) dengan level higiene oral (OHIS) dengan tipe korelasi yang erat (0,87) berdasarkan kriteria Spearman. Korelasi tersebut juga signifikan secara statistik (p=0,00). Korelasi positif juga ditemukan antara level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) dengan kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) dengan tipe korelasi yang sangat kecil (0,01) berdasarkan kriteria

Spearman. Namun korelasi tersebut tidak signifikan secara statistik (p=0,93). Terdapat korelasi positif juga antara level higiene oral (OHIS) dengan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN dengan tipe korelasi yang kecil (0,22) berdasarkan kriteria Spearman. Korelasi tersebut juga tidak signifikan secara statistik (p=0,23).


(4)

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN

PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA

GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA

TUNTUNGAN

SKRIPSI

Ditujukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MICHELLE STEPHEN NIM: 110600193

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Juni 2015.

Pembimbing : Tanda tangan,

Rini Octavia Nasution, drg., SH., Sp.Perio., M.Kes.


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 16 Juni 2015

TIM PENGUJI

KETUA: Rini Octavia Nasution, drg., SH., Sp.Perio., M.Kes ………

ANGGOTA :

1. Irmansyah Rangkuti, drg., Ph.D ………

2. Krisnamurthy Pasaribu, drg., Sp.Perio ………

Mengetahui, KETUA DEPARTEMEN

Irmansyah Rangkuti, drg., Ph.D ………


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Skripsi yang berjudul Kondisi Kebersihan Mulut Dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan bertujuan untuk mengetahui tingkat kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa yang belum pernah diteliti sebelumnya di Indonesia sehingga penulis tertarik untuk meneliti hal ini. Skripsi ini juga diharapkan dapat membuka wawasan mengenai pentingnya perawatan periodontal bagi penderita gangguan jiwa sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup individu tersebut.

Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Stephen Joseph dan Ibunda Indra Nair yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan dukungan untuk penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan skripsi ini, penullis juga telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, motivasi, saran-saran serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Irmansyah Rangkuti, drg., Ph.D., selaku ketua Departemen Periodonsia di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Rini Octavia Nasution, drg., SH., Sp.Perio., M.Kes., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga,


(8)

saran dan dukungan yang sangat berharga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Drg, Hendry Rusdy, Sp.BM., M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi perhatian dan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar dan staf administrasi Departemen Periodonsia.

6. Sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang telah banyak mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Maya Fitria, S. K. M, M.Kes selaku staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah membimbing penulis dalam pengolahan data. 8. Ibu Wirda selaku staf pegawai Rumah Sakit Jiwa Tuntungan yang telah

membantu untuk mendapatkan informasi tentang penderita gangguan jiwa. 9. Tanoto Foundation Group yang sudah membantu dalam pembiayaan

penelitian ini sehingga selesai.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna karena kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, namun penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 16 Juni 2015

Penulis,

(Michelle Stephen)


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Gangguan Jiwa ... 5


(10)

2.1.2 Klasifikasi………. ... 5

2.1.3 Penyebab... 7

2.2 Kondisi Periodontal Pada Pasien Gangguan Jiwa ... 8

2.3 Profil Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan... 11

2.3.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan ... 12

2.8 Kerangka Teori……… ... 13

2.9 Kerangka Konsep..………...……….………. 14

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 15

3.1 JenisPenelitian ... 15

3.2 Lokasi Penelitian ... 15

3.3 Waktu Penelitian ... 15

3.4 Populasi……… ... 15

3.5 Besar Sampel……... 16

3.6 Alat dan Bahan ... 16

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 17

3.8 Pengolahan dan Analisis Data………. 20

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 22

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian di RSJ Tuntungan ... 22

4.2 Gambaran Perawatan Gigi dan Kebiasaan Oral ... 25

4.3 Distribusi Indeks Debris Terhadap Usia ... 26

4.4 Distribusi Indeks Debris Terhadap Jenis Kelamin ... 27

4.5 Distribusi Status Periodontal berdasarkan Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal Terhadap Usia ... 27

4.6 Distribusi Status Periodontal berdasarkan Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal Terhadap Jenis Kelamin ... 28

4.7 Distribusi Kebutuhan Perawatan Periodontal yang diukur dengan CPITN Terhadap Usia ... 29

4.8 Distribusi Kebutuhan Perawatan Periodontal yang diukur dengan CPITN Terhadap Jenis Kelamin……… ... 30

4.9. Korelasi antara kebersihan mulut berdasarkan level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris), level higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN ... 30

BAB 5 PEMBAHASAN ... 32


(11)

6.1 Kesimpulan ... 36 6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kriteria skor Indeks Debris ... 18

3.2 Kriteria skor Indeks Kalkulus ... 18

3.3 Level kebersihan oral dari debris yang melekat dan level higiene oral ... 19

3.4 Kriteria skor CPITN ... 20

4.1 Distribusi data demografis subjek penelitian ... 22

4.2 Gambaran perawatan gigi dan kebiasaaan oral ... 22

4.3 Distribusi Indeks Debris terhadap usia ... 25

4.4 Distribusi Indeks Debris terhadap jenis kelamin ... 26

4.5 Distribusi status periodontal berdasarkan indeks kebutuhan perawatan periodontal terhadap usia ... 27

4.6 Distribusi status periodontal berdasarkan indeks kebutuhan perawatan periodontal terhadap jenis kelamin ... 28

4.7 Distribusi kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN terhadap usia ... 29

4.8 Distribusi kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN terhadap jenis kelamin... 30

4.9Uji korelasi antara kebersihan mulut berdasarkan level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris), level higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN ... 31


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan ... 11 3.1 Prob WHO ... 19 4.1 Gambaran klinis rongga mulut subjek laki-laki berusia 37 tahun . 23 4.2 Gambaran klinis rongga mulut subjek perempuan berusia 52 tahun 24


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 2. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Direktur Rumah Sakit Jiwa Tuntungan 3. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian

4. Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent) 5. Kuesioner

6. Lembar hasil penelitian 7. Hasil pengolahan data


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Stuart dan Sundeen cit. Ida Tiur menyatakan gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya gangguan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial.1 Gangguan jiwa dapat merupakan sebuah kondisi yang berlanjut mulai dari stress ringan sampai kondisi mental yang parah. Beberapa bukti menunjukkan bahwa orang dengan gangguan jiwa jangka panjang lebih rentan terhadap stres, juga lebih tergantung pada orang lain, memiliki kondisi fisik yang lebih buruk dan memiliki kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.2

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan tahun 2014, terdapat satu juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar 2,03% pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di peringkat pertama secara nasional. Berdasarkan riset kesehatan dasar, pasien gangguan jiwa di Jakarta tahun 2014 meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya yang cenderung stabil.3 Data lain menunjukkan sekitar 450 juta orang saat ini menderita gangguan jiwa, dimana kelainan ini merupakan penyebab utama penyakit dan kecacatan mental di seluruh dunia.4

Hasil penelitian World Health Organisation (WHO) menunjukkan bahwa beban yang terjadi pada penderita gangguan jiwa adalah sangat besar, di mana terjadi lonjakan penyakit secara global akibat masalah kesehatan jiwa yang mencapai 8,1% dimana angka tersebut lebih tinggi dari TBC (7,2%), penyakit


(16)

kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%) dan malaria (2,6%). Berdasarkan data tersebut, kondisi gangguan jiwa memiliki angka yang lebih besar dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya. Brundtland (2001) dalam laporannya

mengenai “Kesehatan mental: Pemahaman Baru, Harapan Baru” menyatakan

bahwa pendekatan kesehatan masyarakat terutama keluarga dalam penanganan kesehatan mental memiliki peranan penting dan pemahaman keluarga dan menjadi hal utama dalam mendukung kesembuhan penderita gangguan jiwa.1

Kesadaran untuk menjaga kesehatan rongga mulut berperan penting dalam menentukan kesehatan rongga mulut seorang individu, namun hal itu sulit diperoleh pada penderita gangguan jiwa. Secara umum, kesehatan rongga mulut penderita gangguan jiwa adalah buruk seperti memiliki masalah karies gigi, jaringan periodontal dan kelainan rongga mulut lainnya.5 Penelitian yang dilakukan di Itali oleh Lucchese dkk pada tahun 2006 terhadap 293 penderita gangguan jiwa menunjukkan 66% memiliki masalah periodontal yang terdiri dari resesi dan pendarahan gingiva serta penumpukan kalkulus dan hanya 5% memiliki kondisi periodontal yang sehat.6

Selain itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Portilla MI di Pasto, Columbia pada tahun 2009 terhadap 229 penderita epilepsi menunjukkan bahwa 55% mengalami masalah periodontitis serta 54% perempuan yang menderita epilepsi dan gangguan jiwa juga mengalami masalah periodontitis. Penelitian yang dilakukan oleh Kenkre dkk pada tahun 2006 terhadap 153 penderita gangguan jiwa di India juga menunjukkan bahwa hanya 5,4% dari penderita gangguan jiwa yang diteliti memiliki kondisi gingiva yang sehat sedangkan 16% dari penderita tersebut memerlukan terapi periodontal yang lebih kompleks.5,6

Beberapa laporan dari negara-negara lain telah menunjukan penderita gangguan jiwa kronis memiliki kesehatan rongga mulut yang lebih buruk dibanding populasi lain. Faktor seperti jenis gangguan jiwa, lama tinggal, efek samping pengobatan psikotropik, ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan gigi, ketidakmampuan menjaga kesehatan gigi dan mulut, takut akan perawatan dan perilaku kesehatan rongga mulut yang buruk telah tercatat sebagai


(17)

faktor pendukung kesehatan rongga mulut yang buruk pada pasien gangguan jiwa.7,8

Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah salah satu rumah sakit provinsi di Sumatera Utara yang merawat pasien gangguan jiwa dan memiliki fasilitas rawat jalan serta rawat inap. Rerata jumlah pasien gangguan jiwa yang mendapat perawatan di rumah sakit ini adalah sebanyak 173 orang per bulan. Pasien yang datang berobat ke Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan memiliki diagnosis gangguan jiwa yang bervariasi dengan persentase terbesar adalah skizofrenia (96,9%), gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psiko aktif (2%), gangguan suasana perasaan (0,9%), gangguan mental organik dan retardasi mental (0,1%).

Berbagai penelitian telah menunjukkan pengaruh gangguan jiwa terhadap kesehatan rongga mulut khususnya kondisi kebersihan mulut, namun di Indonesia, masih belum ada data penelitian yang menunjukkan kondisi kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada penderita gangguan jiwa. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti kondisi kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan, Indonesia.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kondisi kebersihan mulut penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.

2. Bagaimanakah kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.

3. Bagaimana korelasi antara kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.


(18)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.

2. Untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.

3. Untuk mengetahui korelasi antara kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi penderita gangguan jiwa maupun keluarga mengenai pentingnya kebutuhan perawatan periodontal pada penderita gangguan jiwa.

2. Penelitian ini juga diharapkan menjadi pedoman bagi mitra terkait yaitu pihak rumah sakit jiwa untuk melakukan pelayanan yang komprehensif khususnya perawatan terhadap kesehatan rongga mulut dan jaringan periodontal pasien penderita gangguan jiwa.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Definisi

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) memberikan definisi gangguan jiwa sebagai pola psikologis atau perilaku secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau kesukaran misalnya, gejala nyeri atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas atau sangat kehilangan kebebasan.9 Gangguan jiwa dalam beberapa hal disebut sebagai perilaku abnormal, yang dianggap sama dengan sakit mental, sakit jiwa, selain itu terdapat istilah-istilah yang serupa, yaitu: distress, discontrol, disadvantage, disability, inflexibility, irrationally, syndromal pattern dan disturbance. Gangguan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang mengalami gangguan mental dan mengalami penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan dan tindakan.10

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi gangguan jiwa terdiri atas : 1. Depresi

Depresi dapat terjadi dalam jangka waktu lama atau berulang dan secara substansial mengganggu kemampuan seseorang untuk beraktifitas di tempat kerja atau sekolah dan untuk menghadapi kehidupan sehari-hari.11 Depresi merupakan penyakit gangguan jiwa akibat dysphoria (merasa sedih), tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung, marah, gelisah atau kombinasi dari karakteristik ini.12


(20)

2. Gangguan afektif bipolar

Gangguan bipolar, yang sebelumnya disebut gangguan manic-depressive, adalah gangguan afektif di mana pasien menderita episode tinggi dan depresi suasana hati. Episode pada gangguan afektif bipolar ditandai dengan kondisi hiperaktif yang mungkin melibatkan aktifitas berlebihan, seksual, pekerjaan, agama atau politik. Individu penderita gangguan ini sering tidak menyadari dirinya menderita gangguan jiwa ini walaupun mengganggu aktivitas sehari-hari. Episode depresi ditandai dengan kesedihan, apatis, insomnia, kehilangan nafsu makan dan penurunan energi. Selama periode ini, dijumpai kehilangan minat dalam hampir semua kegiatan sehari-hari.8 3. Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang berkepanjangan, dimanifestasi sebagai berbagai macam gangguan pikiran, ucapan, dan perilaku.13 Skizofrenia timbul karena beberapa ketidakseimbangan kompleks dari sistem kimia otak yang melibatkan dopamin dan glutamat. Kelainan ini mungkin merupakan gangguan perkembangan yang mengarah ke sistem saraf dimana neuron membentuk hubungan yang abnormal selama perkembangan janin. Gejala klinis skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu simtom positif termasuk halusinasi, delusi dan sering bingung serta simtom negatif seperti apatis, depresi dan menarik diri dari kehidupan sosial.8,14

4. Affective (mood) Disorder

Kelainan ini melibatkan gangguan suasana hati atau kondisi emosional berkepanjangan yang tidak disebabkan oleh gangguan mental medis lainnya. Depresi berat melibatkan suasana hati dysphoric, kehilangan minat melakukan kegiatan yang biasa dilakukan pasien atau hiburan dan hal ini dapat terjadi bersama dengan gejala lain seperti nafsu makan yang buruk, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan energi atau bunuh diri.13

5. Gangguan kecemasan

Kelompok gangguan ini melibatkan kecemasan sebagai gejala utama dan termasuk fobia, gangguan kecemasan umum, gangguan obsessif-compulsive dan gangguan pasca trauma. Patofisiologi yang mendasari gangguan kecemasan memiliki dasar biokimia, tetapi karakteristik yang tepat belum dapat dijelaskan.13 Menurut Nutt,


(21)

banyak ahli mencurigai bahwa disfungsi noradrenergik, mungkin dimeditasi melalui lokus seruleus yang terlibat dan pemberian obat untuk mengurangi kondisi ini telah terbukti sangat bermanfaat.15

6. Gangguan psikosis lain seperti:8,11

a. Demensia yang diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan kejiwaan yang terkait dengan hilangnya fungsi otak.8

b. Cacat intelektual.

c. Gangguan perkembangan termasuk autisme.

2.1.3 Penyebab

Terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh karena terpaparnya individu karena trauma dan stres pada usia muda. Penyebab lainnya adalah genetik, nutrisi, infeksi perinatal dan terpaparnya seseorang kepada bahaya lingkungan. Berbagai penyakit gangguan jiwa memiliki manifestasi dan tampilan klinis yang berbeda, di karakteristikan oleh kombinasi pikiran normal, persepsi, emosi, perilaku dan hubungan dengan orang lain.11 Pada saat ini gangguan jiwa dianggap sebagai manifestasi dari;7

a. Sosial

Kelainan sosial berfokus pada struktur sosial yand lebih besar pada kehidupan individu. Struktur ini termasuk perkawinan individu atau keluarga dan lingkungannya, status sosial dan budaya. Teori struktur sosial menunjukkan bahwa masyarakat memberikan kontribusi terhadap psikopatologis pada beberapa orang dengan menciptakan tekanan berat, atau mendorong untuk mengatasi stres tersebut dengan gejala psikopatalogis.16

b. Psikologis

Teori kelainan psikologis menunjukkan bahwa semua perilaku, pikiran dan emosi baik normal atau abnormal terjadi dan kondisi tidak sadar sehingga menimbulkan perasaan cemas dan menghasilkan perilaku maladaptif.


(22)

c. Biologis

Penyebab gangguan jiwa secara biologis adalah akibat kelainan struktural dalam otak, gangguan secara biokimiawi atau kelainan pada gen. Kelainan struktural dalam otak dapat disebabkan oleh cedera atau proses penyakit.16

2.2 Kondisi Periodontal Pada Pasien Gangguan Jiwa

Azodo dkk telah meneliti persepsi 136 orang perawat yang melakukan perawatan terhadap penderita gangguan jiwa khususnya mengenai kesehatan rongga mulut pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Nigeria berdasarkan survei melalui kuesioner. 67,6% responden melaporkan pasien dengan gangguan jiwa memiliki masalah gigi dan mulut yang lebih besar dibandingkan populasi umum lainnya. Hal ini disebabkan oleh, pemberian obat-obatan sedasi jangka panjang, kurangnya perawatan oleh keluarga, simtom psikopatologis, kurangnya kunjungan ke dokter gigi maupun penyuluhan kesehatan mengenai rongga mulut. Keluhan umum yang sering dirasakan antara lain adalah sakit kepala, sakit pada gusi dan ketidakmampuan untuk membuka mulut. 91,4% responden menyatakan terlibat dalam perawatan rongga mulut pasien gangguan jiwa namun kondisi rongga mulut pasien tersebut tetap terganggu oleh karena pasien tidak atau kurang mampu menggunakan alat bantu oral untuk mengontrol higiene oral.17

Penelitian lainnya oleh Ajithkrishnan di India pada tahun 2012 juga menemukan kesehatan periodontal yang buruk di antara pasien rawat inap dari rumah sakit jiwa. Usia dan lama tinggal di rumah sakit ditemukan signifikan berhubungan dengan status periodontal yang buruk pada laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Portilla MI di Columbia yang menunjukkan terdapat peningkatan Clinical Attachment Loss (CAL) dan kedalaman probing serta adanya pembesaran gingiva pasien gangguan jiwa dibanding pasien tanpa gangguan jiwa. MI Portilla menggunakan kriteria keparahan penyakit periodontal berdasarkan pengukuran Clinical Attachment Loss (CAL), yaitu sebagai berikut : CAL 5 mm (periodontitis parah), CAL 3 - 4 mm (periodontitis sedang) dan CAL 1 - 2 mm (periodontitis ringan).2,6


(23)

Penelitian Portilla MI juga menunjukkan hasil 100% pasien gangguan jiwa memiliki CAL minimal 2 - 3 mm, sedangkan 77,4% pasien tanpa gangguan jiwa menunjukkan CAL sebesar 2 mm dan 48,6% menunjukkan CAL sebesar 3 mm. Pada wanita, persentase CAL ditemukan lebih tinggi dimana 96,6% memiliki 4 mm dari CAL, sementara 27,7% pasien tanpa gangguan jiwa memiliki nilai yang sama. Selain itu, 49,2% pasien gangguan jiwa wanita memiliki 7 mm dari CAL sedangkan 5% dari perempuan tanpa gangguan jiwa memiliki nilai yang sama. Berdasarkan usia, 83% dan 100% pasien gangguan jiwa memiliki CAL dari 1 - 4 mm, sementara pada wanita yang sehat dengan nilai CAL yang sama jumlahnya bervariasi dari 12,5% - 99,9%. Hal ini berarti bahwa CAL pada pasien gangguan jiwa terlihat sama tetapi tidak dalam individu dengan kesehatan mental yang baik. Namun, jumlah individu dengan CAL 5 mm bervariasi sesuai dengan kelompok usia.6 Hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Luchesse dkk dimana tidak ada perbedaan usia terhadap CAL pada pasien gangguan jiwa. Di sisi lain, pasien tanpa gangguan jiwa memiliki peningkatan CAL sejalan dengan usia.2,19

Pemeriksaan higiene oral dan perdarahan gingiva pada penelitian yang dilakukan Portilla MI adalah berdasarkan Indeks Quigley - Hein dimodifikasi oleh Turesky dengan tujuan untuk mengevaluasi kebersihan mulut. Hasil penelitian ini menunjukkan indeks sebesar 3,05 yang berarti pasien memiliki lapisan plak lebih luas dari 1 mm dan mencakup kurang dari 1/3 mahkota gigi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 100% dari pasien gangguan jiwa memiliki kalkulus, sedangkan skor plak dental pada pasien dengan keterbelakangan mental menunjukkan rata-rata adalah 4. Penyakit gangguan jiwa yang diteliti Portilla MI didapat sejak lahir atau berkembang pada awal kehidupan.6 Pemeriksaan higiene oral pada penelitian yang dilakukan Kumar dkk terhadap 100 penderita gangguan jiwa yang menjalani rawat inap berdasarkan Simplified Oral Hygiene Index (OHIS) dengan tujuan untuk mengevaluasi kebersihan mulut pula menunjukkan indeks sebesar 3,3 yang berarti pasien memiliki lapisan plak lebih luas dari 1 mm dan mencakup kurang dari 1/3 mahkota gigi. Hasil penelitian Kumar dkk menunjukkan level higiene oral pada penderita gangguan jiwa yang diteliti meningkat seiring usia.20


(24)

Pemeriksaan indeks pendarahan dalam penelitian Portilla MI menunjukkan hasil yaitu 100% dari perempuan gangguan jiwa yang diteliti mengalami pendarahan gingiva. Persentase ini lebih tinggi dari penelitian yang dilaporkan oleh Lucchese dkk di Italia pada tahun 1998 yang menemukan bahwa hanya 29% pasien dengan keterbelakangan mental mengalami pendarahan gingiva. Jika dihubungkan dengan

Sulcus Bleeding Index (SBI), maka skor reratanya adalah 3,08. Skor ini juga berarti menunjukkan kondisi gingiva secara klinis berupa perubahan warna karena inflamasi dan adanya sedikit pembengkakan edematus. Pasien berusia 35 - 44 tahun memiliki SBI sebesar 3,54. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan hormon yang dihasilkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi atau dari diri sendiri dapat menyebabkan terjadinya xerostomia atau perdarahan gingiva dan beberapa efek kolateral yang sama. Berdasarkan obat-obatan yang dikonsumsi, pasien perempuan dengan gangguan jiwa yang mengkonsumsi antipsikotik-antiparkinson memiliki tingkat perdarahan gingiva yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena obat-obatan tersebut menyebabkan gingivitis dan stomatitis, sementara antiparkinson menyebabkan xerostomia.6

Portilla MI juga telah mendiagnosis penyakit periodontal berdasarkan perluasan dan tingkat keparahan dimana menemukan hasil tidak ada satu pasien gangguan jiwa memiliki kesehatan periodontal yang baik. 84,7% pasien gangguan jiwa menderita periodontitis dan 15,3% menderita gingivitis. 44,1% pasien perempuan penderita gangguan jiwa mengalami periodontitis lokalisata dan 40,6% mengalami periodontitis generalisata. 15,3% dari pasien ini menunjukkan gingivitis yang diinduksi oleh plak gigi, di mana 1,7% termasuk lokalisata dan 13,6% termasuk generalisata.6 Penelitian yang dilakukan Shweta juga melaporkan penderita gangguan jiwa memiliki kesehatan periodontal yang buruk. Hasil penelitiannya menunjukkan hanya 8% penderita gangguan jiwa yang menjalani rawat inap memiliki periodontal yang sehat.20,22

Portilla MI juga menganalisis hubungan diagnosis periodontal dengan beberapa variabel seperti usia, lamanya rawat inap, penyakit gangguan jiwa, kondisi sistemik dan obat-obatan lainnya. Berdasarkan usia, 6 kasus (50%) yang berusia 25 - 34 tahun


(25)

menderita periodontitis lokalisata taraf sedang, 8 kasus (53,3%) yang berusia 35 - 44 tahun menderita periodontitis generalisata taraf sedang dan 4 kasus (25%) yang berusia 55 - 64 tahun menderita periodontitis generalisata taraf parah. 4 pasien (40%) yang tinggal tetap di rumah sakit selama 5 - 10 tahun dan 3 perempuan (37,5%) yang tinggal kurang dari 5 tahun juga menderita periodontitis lokalisata taraf sedang. Penelitian ini juga menunjukkan 12 orang perempuan (29,3%) menderita periodontitis generalisata taraf ringan dan periodontitis lokalisata taraf sedang, dan 7 kasus (17,1%) yang dirawat di rumah sakit lebih dari 5 tahun memiliki periodontitis generalisata taraf parah.6 Penelitian yang dilakukan Shah VR dkk di India pada tahun 2011 melaporkan kalkulus dan shallow pocket sebagai prioritas utama terjadinya penyakit periodontal pada kalangan penderita gangguan jiwa dan lama tinggal serta usia memperparahkan penyakit ini.21 Namun, hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan Castro GDC dimana tidak ditemukan hubungan antara faktor psikososial dengan terjadinya penyakit periodontal seperti periodontitis.24

Berdasarkan penyakit gangguan jiwa, 9 (52,9%) penderita skizofrenia dan 4 perempuan (57,1%) dengan gangguan squizoaffective menderita periodontitis lokalisata taraf sedang. 5 orang pasien (17,2%) dengan retardasi mental menderita periodontitis generalisata taraf parah. 4 kasus (66,7%) penderita epilepsi dan

hypertyroidism menderita periodontitis lokalisata taraf sedang, 5 perempuan (41,7%) dengan penyakit gangguan jiwa jenis lainnya menderita periodontitis generalisata taraf sedang dan 2 orang pasien (16,7%) menderita periodontitis generalisata taraf parah. Berdasarkan obat–obatan yang dikonsumsi, 7 orang pasien (53,8%) yang mengkonsumsi obat menstabilkan suasana hati menderita periodontitis lokalisata taraf sedang dan 2 perempuan (22,2%) yang mengkonsumsi antipsikotik menderita periodontitis generalisata taraf parah.6

2.3 Profil Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan beralamat di Jalan Letjend. Jamin Ginting Km.10/Jl. Tali Air nomor 21 Medan. Rumah sakit ini merupakan satu-satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki


(26)

kemampuan pelayanan klasifikasi Tipe A dengan sifat kekhususannya. Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki, saat ini Rumah Sakit Jiwa Tuntungan juga merupakan Rumah Sakit Jiwa Rujukan bagi rumah sakit lain yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara dan bagi Rumah Sakit – Rumah Sakit Umum yang ada di Pulau Sumatera (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

2.3.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan

Visi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah menjadi pusat pelayanan kesehatan jiwa paripurna yang terbaik di Sumatera. Misi Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan adalah:

a) Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa paripurna terpadu dan komprehensif b) Mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik berdasarkan mutu dan

profesionalisme

c) Meningkatkan penanggulangan masalah psikososial di masyarakat melalui jejaring pelayanan kesehatan jiwa

d) Melaksanakan pendidikan dan penelitian kesehatan jiwa terpadu dan komprehensif


(27)

2.4KerangkaTeori Etiologi  Trauma  Stress  Genetik  Nutrisi  Infeksi perinatal  Bahaya lingkungan Gangguan Jiwa Klasifikasi  Depresi  Gangguan afektif bipolar  Skizofrenia

 Psikosis lain : - Demensia - Cacat

intelektual - Autisme

Kondisi yang memperparah penyakit periodontal

 Sifat gangguan jiwa

 Lama tinggal

 Efek samping pengobatan

 Ketidakmampuan mengakses layanan kesehatan

 Perilaku kesehatan rongga mulut yang buruk

Penyakit periodontal

 Debris

 Kalkulus


(28)

2.5Kerangka Konsep

Variabel Tergantung 1. Kondisi kebersihan

mulut (Indeks Debris dan OHIS)

2. Kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) Variabel bebas

Penderita skizofrenia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

Variabel tidak terkendali - Cara sikat gigi - Waktu sikat gigi - Pola makan - Kebiasaan buruk Variabel terkendali

- Usia

- Jangka waktu rawat inap


(29)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah bentuk deskriptif analitik untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan, Sumatera Utara.

3.3 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Mei 2015.

3.4 Populasi

Subjek dalam penelitian ini adalah penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang memiliki kriteria seperti berikut :

a) Kriteria inklusi:

1. Penderita skizofrenia

2. Menjalani rawat inap 2 - 5 tahun 3. Kooperatif

4. Usia 20 – 60 tahun b) Kriteria eksklusi:

1. Mempunyai penyakit sistemik 2. Mempunyai catatan kriminal


(30)

3.5 Besar sampel

Sampel penelitian ini diambil dari populasi penderita gangguan jiwa yang mendapat perawatan di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan dengan perhitungan jumlah sampel untuk penelitian ini menggunakan rumus;

n = Zα 2

. P . Q/d2

Keterangan :

Zα = simpangan baku alpa, untuk αsebesar 5%, maka Zα = 1,96 P = proporsi kasus dari penelitian sebelumnya

Q = 1- P

d = selisih yang diharapkan

Maka jumlah sampel yang dibutuhankan dalam penelitian ini adalah :

n = (1,962)(0.21)(1-0.21) / (1.5)2

= 30 orang

3.6Alat dan bahan A. Alat

1. Prob WHO 2. Prob UNC 3. Kaca mulut 4. Pinset 5. Sonde 6. Neirbekken 7. Gelas kumur

B. Alat Tulis 1. Form penelitian


(31)

2. Pulpen C. Bahan

1. Masker

2. Hand scone

3. Kapas 4. Tisu 5. Dettol 6. Aqua

3.7Metode Pengumpulan Data

1. Subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan serta menandatangani lembar

Informed Consent dan mengisi kuesioner (lampiran 4 dan 5).

2. Pemeriksaan klinis untuk menentukan status kebersihan mulut dinilai dengan Indeks Debris dan level higiene oral berdasarkan Simplified Oral Hygiene Index (OHIS). Kebutuhan perawatan periodontal dinilai berdasarkan Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN). Teknik dan kriteria kedua indeks tersebut adalah sebagai berikut:

a) Level higiene oral (Simplified Oral Hygiene Index / OHIS)

- Pemeriksaan level higiene oral dilakukan untuk mengetahui tingkat kebersihan mulut melalui pengukuran indeks debris dan indeks kalkulus.

- Alat yang digunakan adalah kaca mulut dan sonde berbentuk sabit saja tanpa menggunakan zat pewarna plak. Setiap permukaan gigi dibagi secara horizontal atas sepertiga gingiva, sepertiga tengah dan sepertiga inisial. Untuk mengukur skor Indeks Debris, sonde ditempatkan pada sepertiga gingiva.

- Pemeriksaan dilakukan terhadap 6 gigi indeks yaitu 16, 21, 24, 36, 41, 44. Bila gigi indeks yang akan diperiksa tidak erupsi, mengalami karies yang besar atau sudah dicabut maka digunakan


(32)

gigi disebelahnya. Pemberian skor dilakukan pada daerah vestibular dan oral gigi indeks. Kriteria skor Indeks Debris dan Kalkulus ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan 3.2.

- Kriteria penilaian Indeks Debris adalah seperti dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kriteria skor Indeks Debris.

Indeks Debris Skor

Tidak dijumpai debris atau stein.

Ada debris lunak menutupi tidak > 1/3 permukaan gigi atau adanya stein (bercak) ekstrinsik tanpa debris dengan tidak memperhitungkan perluasannya.

Adanya debris lunak menutupi >1/3 tetapi belum sampai 2/3 permukaan gigi.

Adanya debris lunak menutupi lebih dari duapertiga permukaan gigi.

0 1

2

3

Skor debris bagi subjek dihitung dengan membagi jumlah skor debris dari semua gigi dengan jumlah gigi yang diperiksa dikali dua permukaan (vesribular dan oral) atau dapat dirumuskan sebagai berikut.

Skor debris = Jumlah skor debris semua gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa x 2 permukaan

- Kriteria penilaian indeks kalkulus adalah seperti pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kriteria skor Indeks Kalkulus.


(33)

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi >1/3 permukaan gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi >1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus sub-gingiva sekeliling serviks gigi atau kedua-duanya.

Adanya kalkulus supragingiva menutupi >2/3 permukaan gigi atau kalkulus sub-gingiva mengelilingi serviks gigi atau kedua-duanya. 0 1 2 3

Skor kalkulus = Jumlah skor kalkulus semua gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa x 2 permukaan

- Debris yang melekat dan level higiene oral diklasifikasikan kepada tiga kategori berdasarkan Tabel 3.3

Tabel 3.3 Level kebersihan oral dari debris yang melekat dan level higiene oral

Level kebersihan oral dari debris yang melekat

Skor Debris

Level higiene oral Skor OHIS

Baik 0,0 – 0,6 Baik 0,0 -1,2

Sedang 0,7 – 1,8 Sedang 1,3 – 3,0

Jelek 1,9 – 3,0 Jelek 3,1 – 6,0

- OHIS merupakan hasil perjumlahan indeks debris dan indeks kalkulus.

Rumus OHIS = Indeks debris + Indeks kalkulus

b) Indeks Periodontal Komunitas untuk Kebutuhan Perawatan (Community Index of Periodontal Treatment Needs/ CPITN)

- Pemeriksaan status periodontal dan kebutuhan perawatan periodontal.


(34)

- Menggunakan prob WHO (Gambar 3.1) yang memiliki ujung bulat berdiameter 0,5 mm.

Gambar 3.1. Prob WHO.12

- Pemeriksaan dilakukan terhadap 6 gigi indeks yaitu 16, 21, 24, 36, 41, 44. Bila gigi indeks yang akan diperiksa tidak erupsi, mengalami karies yang besar atau sudah dicabut maka digunakan gigi disebelahnya. Hasil pemeriksaan pada tiap gigi tersebut diberi skor. Kriteria pemberian skor untuk menentukan status periodontal dan kebutuhan perawatan ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kriteria skor CPITN.

Status Periodontal

Kebutuhan Perawatan


(35)

0 = Periodonsium sehat

1 = Secara langsung atau dengan bantuan kaca mulut terlihat perdarahan gingival setelah probing

2 = Sewaktu probing terasa adanya kalkulus, tetapi seluruh bagian prob berwarna hitam* masih terlihat.

3 = Poket dengan kedalaman 4 atau 5 mm (tepi gingival berada pada bagian prob berwarna hitam)

4 = Poket dengan kedalaman 6 mm (bagian prob berwarna hitam tidak terlihat lagi)

0=Tidak membutuhkan

perawatan

I = Memerlukan perbaikan oral higiene.

II = Perbaikan oral higiene + skeling

profesional.

III= Perbaikan oral higiene + skeling

profesional.

IV= Perbaikan oral higiene + skeling

profesional + perawatan komprehensif **

Keterangan :

* Bagian prob pada kalibrasi antara 3,5 mm sampai 5,5 mm.

** Perawatan komprehensif bisa berupa skeling dan penyerutan akar di bawah anastesi lokal, dengan atau tanpa prosedur untuk aksessibilitas.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data diproses dan diolah dengan bantuan komputer. Kebutuhan perawatan periodontal subjek dihitung dengan penyajian bentuk frekuensi dan persentase. Korelasi antara kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal dicari dengan menggunakan uji korelasi Pearson jika distribusi data normal dan uji Spearman jika distribusi data tidak normal. Kemaknaan hasil uji statistik ditentukan berdasarkan nilai p <0,05. Hasil dari koefisien diintepretasikan sebagai kekuatan korelasi yang mengacu kepada kriteria

Guillford, yaitu :


(36)

b. 0,20 - <0,40 : korelasi yang kecil c. 0,40 - <0,7 : korelasi yang cukup erat d. 0,70 - <0,90 : korelasi yang erat e. 0.90 - <1,00 : korelasi yang sangat erat


(37)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan dengan jumlah subjek sebanyak 29 orang penderita gangguan jiwa. Subjek kemudian diperiksa kondisi kebersihan mulut dengan menggunakan pemeriksaan level higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur menggunakan Indeks Periodontal Komunitas untuk Kebutuhan Perawatan (Community Indeks of Periodontal Treatment Needs / CPITN). Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan

Data demografis subjek penelitian terdiri dari jenis kelamin, usia, kebiasaan merokok dan mengkonsumsi obat antipsikosis dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi data demografis subjek penelitian

Variabel n %

Jenis kelamin

 Laki-laki

 Perempuan

Usia

 20 - 30 tahun

 31 - 40 tahun

 41 - 50 tahun

 51 - 60 tahun

15 14 6 14 5 4 51,7 48,3 20,7 48,3 17,2 13,8


(38)

Kebiasaan merokok

 Ya

 Tidak

Konsumsi obat antipsikosis

 Ya

 Tidak

7 22

29 0

24,1 75,9

100 0

Tabel 4.1 menunjukkan subjek penelitian berjumlah 29 orang. Hal ini disebabkan sewaktu penelitian salah satu subjek yang telah menyatakan kesediaannya dengan menandatangani Informed Consent telah menolak untuk dilakukan pemeriksaan. Subjek terdiri dari laki-laki 15 orang (51,7%) dan perempuan 14 orang (48,3%). Usia subjek tertinggi adalah 54 tahun sedangkan usia terendah adalah 21 tahun. Usia subjek terbanyak adalah sekitar 31 - 40 tahun (14 orang, 48.3%) dan paling sedikit pada usia subjek 51 – 60 tahun (4 orang, 13.8%). Selain itu, berdasarkan kebiasaan merokok, 22 orang (75,9%) tidak mempunyai kebiasaan merokok manakala hanya 7 orang (24,1%) mempunyai kebiasaan rokok. Keseluruhan subjek dilaporkan mengkonsumsi obat antipsikosis.

Gambaran klinis rongga mulut subjek penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan 4.2.


(39)

A B

C

Gambar 4.1. Gambaran klinis rongga mulut subjek laki-laki berusia 37 tahun.

A. Pandangan frontal B. Pandangan palatal C. Pandangan lingual

A B


(40)

Gambar 4.2. Gambaran klinis rongga mulut subjek perempuan berusia 52 tahun.

A. Pandangan frontal B. Pandangan palatal C. Pandangan lingual

Gambar 4.1 menunjukkan gambaran klinis rongga mulut salah satu subjek laki-laki berusia 37 tahun dengan Indeks Debris 3 (buruk) dan skor level higiene oral (OHIS) 3 yang termasuk kategori buruk. Jika dihubungkan dengan kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan CPITN maka pada subjek tersebut termasuk skor

4 (poket ≥ 6mm, perbaikan higiene oral, skeling dan perawatan komprehensif). Secara umum terlihat hampir seluruh gigi mengalami inflamasi, kehilangan perlekatan klinis, terdapat kalkulus supra dan subgingiva dan stein berwarna coklat kehitaman karena pasien memiliki kebiasaan merokok.

Gambar 4.2 menunjukkan gambaran klinis rongga mulut salah satu subjek perempuan berusia 52 tahun dengan Indeks Debris 2 (sedang) dan skor level higiene oral (OHIS) 3 yang termasuk kategori buruk. Jika dihubungkan dengan kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan CPITN maka pada subjek tersebut termasuk skor

4 (poket ≥6mm, perbaikkan higiene oral, skeling dan perawatan komprehensif). Secara umum terlihat hampir seluruh gigi mengalami inflamasi, kehilangan perlekatan klinis dan terdapat kalkulus supra dan subgingiva. Gambaran klinis di atas juga menunjukkan terdapat gigi tiruan cekat pada gigi 11, 12, 14, 15 dan 16 namun kondisinya tidak baik akibat oral higiene subjek yang buruk dan adanya penyakit periodontal.

4.2 Gambaran Perawatan Gigi dan Kebiasaan Oral

Gambaran perawatan gigi dan kebiasaan oral subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran perawatan gigi dan kebiasaan oral

Perawatan gigi dan kebiasaan oral


(41)

Perawatan gigi terakhir

 Tidak pernah

 Pencabutan gigi

 Pembersihan karang gigi

 Penambalan gigi

21 4 1 3 72,4 13,8 3,4 10,3 Frekuensi penyikatan gigi

 Jarang

 1 kali sehari

 1-2 kali sehari

 > 2 kali sehari

3 6 17 3 10,3 20,7 58,6 10,3 Waktu sikat gigi

 Pagi sahaja

 Pagi dan malam

 Setiap kali setelah makan

9 16 4 31,0 55,2 13,8 Permukaan gigi yang disikat

 Hanya satu permukaan

 Seluruh permukaan

5 24

17,2 82,8

Tabel 4.2 menunjukkan data perawatan gigi terakhir yang dilakukan yaitu 4 orang (13,8%) telah melakukan pencabutan, 1 orang (3,4%) melakukan pembersihan karang gigi, 3 orang (10,3%) telah melakukan penambalan dan 21 orang (72,4%) subjek lainya tidak pernah melakukan perawatan gigi. Berdasarkan frekuensi sikat gigi, 3 orang (10,3%) jarang menyikat gigi, 6 orang (20,7%) menyikat gigi 1 kali sehari, 17 orang (58,6%) menyikat gigi 1-2 kali sehari dan 3 orang (10,3%) menyikat gigi lebih dari 2 kali sehari. Berdasarkan waktu menyikat gigi, 9 orang (31,0%) menyikat gigi pada waktu pagi saja, 16 orang (55,2%) menyikat gigi pada waktu pagi dan malam dan 4 orang (13,8%) menyikat gigi setiap kali setelah makan. Berdasarkan


(42)

permukaan gigi yang disikat, diketahui 5 orang (17,2%) menyikat gigi pada satu bagian saja dan 24 orang (82,8%) menyikat keseluruhan permukaan gigi.

4.3 Distribusi Indeks Debris Terhadap Usia

Tabel 4.3 menunjukkan distribusi Indeks Debris penderita gangguan jiwa di RSJ Tuntungan terhadap usia.

Tabel 4.3 Distribusi Indeks Debris terhadap usia

Usia (Tahun)

Indeks Debris

Skor 2 (Sedang) Skor 3 (Buruk)

n % n %

20 – 30 1 16,7 5 83,3

31 – 40 2 14,3 12 85,7

41 – 20 1 20,0 4 80,0

51 – 60 1 25,0 3 75,0

Tabel 4.3 menunjukkan rerata pasien dari semua kelompok usia memiliki skor Indeks Debris 3 (buruk) dengan jumlah tertinggi pada kelompok usia 31 – 40 tahun sebanyak 85,7% dan terendah pada golongan usia 51 – 60 tahun sebanyak 75%. Sebaliknya skor Indeks Debris 2 (sedang) didapati pada subjek kelompok usia 51 – 60 tahun dengan persentase tertinggi yaitu sebanyak 25% dan kelompok usia 31 – 40 tahun dengan persentase terendah yaitu sebanyak 14,3%. Maka dari data pada Tabel 4.3 dapat dilihat hampir seluruh subjek dari seluruh kelompok usia memiliki Indeks Debris sedang hingga buruk.


(43)

Tabel 4.4 menunjukkan distribusi Indeks Debris penderita gangguan jiwa di RSJ Tuntungan terhadap jenis kelamin.

Tabel 4.4 Distribusi Indeks Debris terhadap jenis kelamin

Jenis Kelamin

Indeks Debris

Skor 2 (Sedang) Skor 3 (Buruk)

n % n %

Laki- laki 0 0 15 100

Perempuan 5 35,7 9 64,3

Tabel distribusi Indeks Debris penderita gangguan jiwa di RSJ Tuntungan terhadap jenis kelamin menunjukkan bahwa rerata subjek baik laki-laki maupun perempuan memiliki skor Indeks Debris 3 (buruk). Tabel 4.4, juga menunjukkan 100% subjek laki laki dan 64,3% subjek perempuan memiliki skor 3 skor Indeks Debris dan hanya 35,7% subjek perempuan memiliki skor Indeks Debris 2.

4.5 Distribusi Status Periodontal berdasarkan Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal Terhadap Usia

Tabel 4.5 menunjukkan distribusi status periodontal berdasarkan indeks kebutuhan perawatan periodontal terhadap usia.

Tabel 4.5 Distribusi status periodontal berdasarkan indeks kebutuhan perawatan periodontal terhadap usia


(44)

(Tahun) Skor 3(Poket 4-5mm) Skor 4(Poket ≥ 6mm)

n % n %

20 – 30 5 83,3 1 16,7

31 – 40 9 64,3 5 35,7

41 – 20 2 40,0 3 60,0

51 – 60 1 25,0 3 75,0

Penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil tidak ada subjek yang memiliki status periodontal dengan skor 0 (periodonsium sehat),1 (pendarahan gingiva) dan 2 (kalkulus). Keseluruhan subjek berada pada skor 3 (poket 4 – 5 mm) dan skor 4 (≥ 6mm). Tabel 4.5 menunjukkan persentase tertinggi bagi skor 3 (poket 4 – 5 mm) adalah pada kelompok usia 20 – 30 tahun (83,3%) dan persentase terendah adalah pada kelompok usia 51 – 60 tahun (25%). Namun, sebaliknya pada skor 4 dimana persentase tertinggi adalah pada kelompok usia 51 – 60 tahun (75%) dan terendah pada kelompok usia 20 – 30 tahun (16,7%).

4.6 Distribusi Status Periodontal berdasarkan Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal Terhadap Jenis Kelamin

Tabel 4.6 menunjukkan distribusi status periodontal berdasarkan indeks kebutuhan perawatan periodontal terhadap jenis kelamin.

Tabel 4.6 Distribusi status periodontal berdasarkan indeks kebutuhan perawatan periodontal terhadap jenis kelamin.

Jenis Kelamin

Indeks CPI

Skor 3(Poket 4-5mm) Skor 4(Poket ≥ 6mm)

n % n %


(45)

Perempuan 8 57,1 6 42,9

Penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil tidak ada subjek yang memiliki status periodontal dengan skor 0 (periodonsium sehat),1 (pendarahan gingiva) dan 2 (kalkulus). Keseluruhan subjek berada pada skor 3 (poket 4 – 5 mm) dan skor 4 (≥ 6mm). Tabel 4.6 menunjukkan bahwa baik subjek laki-laki maupun perempuan memiliki persentase tertinggi pada skor 3 (poket 4 – 5mm) yaitu masing-masing dengan persentase 60% dan 57,1%, sedangkan pada skor 4 (poket ≥ 6mm) pula didapati subjek laki-laki sebanyak 40% dan perempuan sebanyak 42,9%.

4.7 Distribusi Kebutuhan Perawatan Periodontal yang diukur dengan CPITN Terhadap Usia

Kebutuhan perawatan periodontal disesuaikan dengan skor status periodontal subjek. Distribusi kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN terhadap usia ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Distribusi kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN terhadap usia

Usia (Tahun)

Kebutuhan Perawatan Periodontal Edukasi

dan skeling

Edukasi, skeling dan perawatan komprehensif

n % n %

20 – 30 5 83,3 1 16,7

31 – 40 9 64,3 5 35,7

41 – 50 51 – 60

2 1 40,0 25,0 3 3 60,0 75,0


(46)

Tabel 4.7 menunjukkan semua kelompok usia dari subjek penelitian membutuhkan perawatan periodontal. Subjek pada kelompok usia 20 - 30 tahun memiliki persentase tertinggi dalam kebutuhkan perawatan berupa edukasi dan skeling yaitu 83,3%. Sedangkan kelompok usia yang paling menbutuhkan edukasi, skeling dan juga perawatan komprehensif adalah golongan usia 51 – 60 tahun yaitu 75%.

4.8 Distribusi Kebutuhan Perawatan Periodontal yang diukur dengan CPITN Terhadap Jenis Kelamin

Kebutuhan perawatan periodontal disesuaikan dengan skor status periodontal subjek. Distribusi kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN terhadap jenis kelamin ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Distribusi kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN terhadap jenis kelamin

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa baik subjek laki-laki maupun perempuan memiliki persentase tertinggi dalam kebutuhan perawatan berupa edukasi dan skeling yaitu masing-masing dengan persentase 60% dan 57,1%. Sedangkan, bagi yang membutuhkan edukasi, skeling dan perawatan komprehensif pada subjek laki-laki sebanyak 40% dan perempuan sebanyak 42,9%.

Jenis Kelamin

Kebutuhan Perawatan Periodontal Edukasi

dan skeling

Edukasi, skeling dan perawatan komprehensif

n % n %

Laki-laki 9 60 6 40


(47)

4.9 Korelasi antara kebersihan mulut berdasarkan level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris), level higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN

Korelasi antara kebersihan mulut berdasarkan level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris), level higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal pada penderita gangguan jiwa di RSJ Tuntungan Medan yang diukur dengan CPITN ditunjukkan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Uji korelasi antara kebersihan mulut berdasarkan level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris), level higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN, (n=29)

No Korelasi Koefisien korelasi Nilai p

1 Debris – OHIS 0,87 0,00*

2 Debris – CPITN 0,01 0,93

3 OHIS – CPITN 0,22 0,23

Keterangan :

*Nilai p signifikan apabila p <0,05

Data pada Tabel 4.9 menunjukkan terdapat korelasi positif antara level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) dengan level higiene oral (OHIS) dengan tipe korelasi yang erat (0,87) berdasarkan kriteria Spearman. Korelasi tersebut juga signifikan secara statistik (p=0,00).

Korelasi positif juga ditemukan antara level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) dengan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN dengan tipe korelasi yang sangat kecil (0,01) berdasarkan kriteria

Spearman. Namun korelasi tersebut tidak signifikan secara statistik (p=0,93). Data pada Tabel 4.9 juga menunjukkan terdapat korelasi positif antara level higiene oral (OHIS) dengan kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) dengan tipe korelasi yang kecil (0,22) berdasarkan kriteria Spearman. Korelasi tersebut juga tidak signifikan secara statistik (p=0,23).


(48)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 29 penderita gangguan jiwa yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut dan kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik untuk melihat kondisi kebersihan mulut penderita gangguan jiwa ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal.

Pada dasarnya pengetahuan penderita gangguan jiwa mengenai oral higiene adalah baik yaitu terlihat hampir keseluruh penderita gangguan jiwa melakukan penyikatan gigi 1-2 kali sehari pada waktu pagi dan malam dan menyikat keseluruhan permukaan gigi (Tabel 4.2). Walaupun demikian Indeks Debris dan status periodontal penderita gangguan jiwa buruk (Tabel 4.3 s/d Tabel 4.6). Hal ini disebabkan teknik penyikatan gigi tidak tepat dan fasilitas kesehatan gigi yang tidak lengkap di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Portilla MI yang melaporkan bahwa penderita skizofrenia adalah penyakit yang


(49)

disebabkan oleh halusinasi, gangguan pikiran, disabilitas dan menarik diri dari kehidupan sosial namun hal ini tidak terjadi sepanjang waktu. Hal itu berarti penderita skizofrenia bisa melakukan aktifitas sehari-hari dan higiene oral yang lebih baik dari penderita gangguan jiwa dari jenis lainnya.6,25

Namun berdasarkan perawatan gigi terakhir yang dilakukan, data dari Tabel 4.2 menunjukkan 72,4% tidak pernah melakukan perawatan gigi maupun ke dokter gigi sebelumnya. Hasil ini bisa dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ajithkrishnan dkk yang melaporkan bahwa kebanyakan penderita gangguan jiwa tidak melihat kepentingannya untuk menjaga kesehatan mulut mereka terkait masalah yang mereka hadapi dan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan mulut serta kurangnya motivasi dapat mengakibatkan kesehatan mulut yang buruk.2,23

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berdasarkan distribusi Indeks Debris terhadap usia dan jenis kelamin pula jelas menunjukkan bahwa baik dari keseluruh kelompok usia dan jenis kelamin memiliki persentase tertinggi pada skor Indeks Debris 3 (buruk), sedangkan hanya sebilangan kecil yang memiliki skor Indeks Debris 2 (sedang). Data dari Tabel 4.3 menunjukkan skor Indeks Debris 3 (buruk) dengan jumlah tertinggi adalah pada kelompok usia 31 – 40 tahun sebanyak 85,7% dan terendah pada golongan usia 51 – 60 tahun sebanyak 75%. Sebaliknya skor Indeks Debris 2 (sedang) didapati pada subjek kelompok usia 51 – 60 tahun dengan persentase tertinggi yaitu sebanyak 25% dan kelompok usia 31 – 40 tahun dengan persentase terendah yaitu sebanyak 14,4%. Data dari Tabel 4.4 menunjukkan 100% subjek laki laki dan 64,3% subjek perempuan memiliki skor 3 skor Indeks Debris dan hanya 35,7% subjek perempuan memiliki skor Indeks Debris 2.

Skor Indeks Debris yang tinggi ini mungkin disebabkan penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan tidak pernah ke dokter gigi untuk melakukan perawatan skeling dan juga kebiasaan oral higiene mereka yang buruk. Selain itu, obat-obatan psikotropik dapat mengurangkan laju aliran saliva sehingga menyebabkan xerostomia. Xerostomia akan menyebabkan terjadinya peningkatan


(50)

formasi plak dan kalkulus sehingga menyebabkan terjadinya karies, gingivitis dan periodontitis.27,28,30

Hasil dari data distribusi status periodontal berdasarkan indeks kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) terhadap usia yang diperoleh pada penelitian ini berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan tidak ada subjek yang memiliki status periodontal dengan skor 0 (periodonsium sehat), 1 (pendarahan gingiva) dan 2 (kalkulus). Hasil yang berbeda dilaporkan dari penelitian yang dilakukan Kumar pada tahun 2006, dimana 1,9% responden yang mempunyai jaringan periodontal yang sehat.13 Pada penelitian ini, keseluruhan subjek berada pada skor 3 (poket 4 – 5 mm) dan skor 4 (≥ 6mm). Persentase tertinggi bagi skor 3 (poket 4 – 5 mm) adalah pada kelompok usia 20 – 30 tahun (83,3%) dan persentase terendah adalah pada kelompok usia 51 – 60 tahun (25%). Namun, sebaliknya pada skor 4 dimana persentase tertinggi adalah pada kelompok usia 51 – 60 tahun (75%) dan terendah pada kelompok usia 20

– 30 tahun (16,7%).

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ajithkrisnan di India terhadap penderita gangguan jiwa yang menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa dimana persentase tertinggi bagi skor 3 (poket 4 – 5 mm) adalah pada kelompok usia 20 – 30 tahun (73,21%) dan persentase terendah adalah pada kelompok usia 51 – 60 tahun (46,5%). Namun sebaliknya pada skor 4 dimana persentase tertinggi adalah pada kelompok usia 51 – 60 tahun (41%) dan terendah pada kelompok usia 20 – 30 tahun (19,7%).2, Kumar dalam penelitiannya pada tahun 2006 menyatakan bahwa kondisi jaringan periodontal bisa bertambah parah karena usia, lama sakit yang dialami dan lama tinggal di rumah sakit jiwa.20,28 Penelitian yang dilakukan oleh Gaarden RT pada tahun 2004 pula melaporkan bahwa penyakit periodontal pada penderita gangguan jiwa diperparah dengan kebiasaan merokok.24

Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 menunjukkan seluruh kelompok usia dan jenis kelamin dari subjek penelitian membutuhkan perawatan periodontal. Subjek pada kelompok usia 20 – 30 tahun memiliki persentase tertinggi dalam kebutuhkan perawatan berupa edukasi dan skeling yaitu 83,3%, sedangkan kelompok usia yang paling membutuhkan edukasi, skeling dan juga perawatan komprehensif adalah


(51)

golongan usia 51 – 60 tahun yaitu 75%. Pada subjek laki-laki maupun perempuan memiliki persentase tertinggi dalam kebutuhan perawatan berupa edukasi dan skeling yaitu masing-masing dengan persentase 60% dan 57,1%. Sedangkan, bagi yang membutuhkan edukasi, skeling dan perawatan komprehensif pada subjek laki-laki sebanyak 40% dan perempuan sebanyak 42,9%. Hal ini menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa mempunyai kebutuhan perawatan yang tinggi. Penelitian Shweta dkk pada tahun 2010 dan penelitian Kadam NS dkk pada tahun 2014 menyatakan bahwa semua penderita gangguan jiwa mempunyai jaringan periodontal yang parah dan kebutuhan perawatan yang tinggi.20,29

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan korelasi antara kebersihan mulut berdasarkan level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris), level higiene oral (OHIS) dan kebutuhan perawatan periodontal pada penderita gangguan jiwa di RSJ Tuntungan Medan yang diukur dengan CPITN seperti pada Tabel 4.9 menunjukkan terdapat korelasi positif antara level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) dengan level higiene oral (OHIS) dengan tipe korelasi yang erat (0,87) berdasarkan kriteria Spearman. Korelasi positif ini menunjukkan apabila level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) meningkat maka level higiene oral (OHIS) juga akan meningkat. Korelasi tersebut juga signifikan secara statistik (p=0,00).

Korelasi positif juga ditemukan antara level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) dengan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN dengan tipe korelasi yang sangat kecil (0,01) berdasarkan kriteria

Spearman. Korelasi positif ini menunjukkan apabila level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) meningkat maka kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) juga akan meningkat. Namun korelasi tersebut tidak signifikan secara statistik (p=0,93). Data pada Tabel 4.9 juga menunjukkan terdapat korelasi positif antara level higiene oral (OHIS) dengan kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) dengan tipe korelasi yang kecil (0,22) berdasarkan kriteria Spearman. Korelasi positif ini menunjukkan apabila level higiene oral (OHIS) meningkat maka kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) juga akan meningkat. Korelasi tersebut juga tidak


(52)

signifikan secara statistik (p=0,23). Hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Shweta pada tahun 2010 dimana terdapatnya signifikan antara level higiene oral (OHIS) dengan kebutuhan perawatan periodontal yang diukur dengan CPITN.20

BAB 6

KESIMPULAN DAN HASIL

6.1 Kesimpulan

Dari pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa;

1. Skor Indeks Debris menunjukkan tinggi baik pada laki-laki maupun perempuan dari seluruh kelompok usia (20-60 tahun) dimana 82,8% memiliki skor 4 (buruk) dan 17,2% dengan skor 3 (sedang).

2. Status periodontal dan kebutuhan perawatan yang diukur dengan CPITN menunjukkan keseluruhan subjek berada pada skor 3 (poket 4–5 mm,

edukasi dan skeling) dan skor 4 (≥ 6mm, edukasi, skeling dan perawatan

komprehensif) dimana 58,6% pada skor 3 dan 41,4% pada skor 4.

3. Korelasi positif ditemukan antara level kebersihan oral dari debris yang melekat (Indeks Debris) dengan level higiene oral (OHIS) dengan tipe korelasi yang sangat erat (0,87) dan signifikan secara statistik (p=0,00). 4. Korelasi positif ditemukan antara level kebersihan oral dari debris yang


(53)

(CPITN) dengan tipe korelasi yang sangat kecil (0,01) dan tidak signifikan secara statistik (p=0,93).

5. Korelasi positif ditemukan antara level higiene oral (OHIS) dengan kebutuhan perawatan periodontal (CPITN) dengan tipe korelasi yang kecil (0,22) dan tidak signifikan secara statistik (p=0,23).

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan edukasi dan motivasi terhadap penderita gangguan jiwa agar lebih peduli dalam menjaga kesehatan rongga mulut sehingga dapat mencegah berkembangnya penyakit periodontal.

2. Disarankan kepada pihak keluarga penderita gangguan jiwa agar lebih memperhatikan dan membantu dalam melakukan pembersihan gigi dan mulut.

3. Pihak rumah sakit jiwa juga diharapkan berperan dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut kepada penderita di Rumah Sakit Jiwa.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Marisi IT, Daulay W. Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara 2006; 2(1): 18-26.

2. Gopalakrishnapillai AC, Iyer RR, Kalantharakath T.Prevelence of periodontal disease among inpatients in a psychiatric hospital in India. Spec Care Dentist 2012; 32(5): 196-204.

3. Anonymous. Berita Jakarta. http://beritajakarta.com/read/1373/ Penderita_ Gangguan Jiwa_di_Jakarta_Meningkat(13 November 2015)

4. World health report. http://www.who.int/whr/2001/media_centre/press

5. Sikri V, Sikri P. Community dentistry. CBS Publishers and Distributors, New Delhi 2012: 106-15.

6. Portilla MI, Mafla AC, Arteaga JJ. Periodontal status in female psychiatric patients. Creative Commons 2009;40(2):1-11.


(55)

7. Etlas A, Kartalci S, Etlas SD, Dundar S, Uslu MO. An Assessment of Periodontal Health in Patients with Skizofrenia and Taking Antipsikotic Medications. Int J Dent Hygiene. 2003; 11: 78-83.

8. Avval NF. Oral health status and treatment needs of the institutionalized chronic psychiatric patients in two Ontario psychiatric care centres. Tesis. Graduate Department of Dentistry, University of Toronto 2008:1-26.

9. Stein DJ, Philips KA, Bolton D, Fulfort KWM, Sadler JZ, Kendler KS. What is Mental/Psychiatric Disorder from DSV-IV to DSV-V. Physchol Med 2010; 40(11): 1759-65.

10.N. Moeljono, Latipun. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. 4th ed. Indonesia: Universitas Muhammadiyah Malang; 2005. 35-6.

11.Anonymous. WHO Fact sheet, Mental Disorder. http://www.who.int /mediacentre/ factsheets/fs318/en/index.html (15 Desember 2014).

12.Peterson D. Depression and dental health. Academy of General Dentistry. Nebraska 2004.http://www.dentalgentlecare.com (15 Desember 2104)

13.Goldman HH. Review of General Psychiatric: An Introduction to Clinical Medicine. 5th ed. Singapore. McGraw-Hill; 2000. 230-87.

14.Scully C. Medical problems in dentistry. 6th Elseveir, United Kingdom 2010: 276-78.

15.Daley DC. Salloum IM. Mental Illness. Singapore; McGraw-Hill; 2011. 4-7. 16.Hoeksema SN. Abnormal Psychology. 4th ed. New York. McGraw-Hill; 2007.

33-65.

17.Azodo CC, Ezeja EB, Omoaregba JO, James BO. Oral health of psychiatric

patients: the nurse’s perspective. Int J Dent Hygiene. 2012;10: 245-49.

18.Saletu A, Pirker FH, Saletu F, Linzmayer L, Anderer P, Matejka M. Controlled Clinical and Psychometric Studies on the Relation Between Periodontitis and Depressive Mood. J Clin Periodontal 2005; 32: 1219-25. 19.Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical periodontology. Edisi 9.


(56)

20.Ujaoney Shweta, B. Oral health status and dental treatment needs in institutionalized versus non- institutionalized psychiatric patient. Journal of disability and oral health. 2010; 11(4): 163-70.

21.Shah VR, Jain P, Patel N. Oral health of psychiatric patients: A cross sectional comparison study. Dental Research Journal. 2012; 9(2): 209-14.

22.Lopez R. Ramirez V, Marro P, Baelum V. Psychosocial Distress and Periodontitis in Adolescents. Oral Health Prev Dent. 2012; 10(3): 211-18. 23.David B, Clark. How Understanding Psychiatric Illness Can Help Clinician

Provide Optimal Oral Health Care. Can J Dent Hygiene 2009; 43(3): 101-06. 24.Gaarden RT, Breivik T, Hansen F, Malt UF, Gjermo PE. Negative Life Event,

Anxiety, Depression and Coping Ability (Stress) as Related to Chronic Periodontitis. Clinical and Research Report 2004; 1: 35-42.

25.Jovanovic S, Milovanovic SD, Gajic I, Mandic ML, Jankovic L. Oral Health Status of Psychiatric In-Patients in Serbia and Implications for Their Dental Care. Croat Med J 2010; 51: 443-50.

26.Castro GDC, Opermann RV, Haas AN, Winter R, Alchieri JC. Association Between Psychosocial Factors and Periodontitis. J Clin Periodontology 2006; 33: 109-14.

27.Farhadmollashahi L, Lashkaripour K, Bakhshani NM, Faghihinia M. Dental Health Status in Hospitalized Psychiatric Patients in Sistan and Baluchestan Province Iran 2014; 3(4): 1-4.

28.Chi LY, Chu KY. Oral Health of People with Psychiatric Disorders: Oral Health Care - Prosthodontics, Periodontology, Biology, Research and Systemic Conditions 2004; 18: 287-96.

29.Kadam NS, Rahul P, Gurav AN, Patil Y, Shete A, Tari RN, Dhanashree A, Shirke DT, Jadhav P. Oral Hygiene Status and Periodontal Treatment Needs among Institutionalised Intellectuall Disabled Subjects in Kolhapur District, Maharashtra India. J of Oral Disease 2014; 1-11.

30.Tomar B, Bhatia NK, Kumar P, Bathia MS, Shah RJ. The Psychiatric and Dental Interrelationship. Delhi Psychiatric J 2011; 14(1): 138-42.


(57)

(58)

(59)

(60)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi ibu/bapak,

Perkenalkan nama saya Michelle Stephen. Saya mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul "Kondisi dan kebutuhan perawatan periodontal pada penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit

Jiwa Tuntungan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi

periodontal penderita gangguan jiwa secara klinis serta untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal penderita gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tuntungan. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi tentang perlunya perhatian terhadap kesehatan periodontal penderita gangguan jiwa dan sebagai pengetahuan tentang perlunya perhatian dan kesadaran terhadap kesehatan periodontal penderita gangguan jiwa agar dapat ditingkatkan lagi serta juga sebagai pedoman bagi pihak Rumah Sakit Jiwa untuk memperhatikan kesehatan periodontal dan rongga mulut pasien penderita gangguan jiwa.

Penelitian yang akan saya lakukan, dilaksanakan dalam wawancara dan pemeriksaan rongga mulut. Dalam penelitian ini, saya akan mewawancarai ibu/bapak, setelah wawancara selesai, selanjutnya saya akan memeriksa keadaan gigi geligi ibu/bapak. Kegiatan yang saya lakukan tidak menimbulkan efek samping dan seluruh biaya penelitian akan dibebankan pada peneliti. Jika ibu/bapak bersedia, lembar persetujuan dan kuesioner dapat diisi lalu ditandatangani dan dikembalikan. Surat kesediaan ini tidak mengikat ibu/bapak dan ibu/bapak dapat mengundur diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian ini berlangsung.

Demikian mudah-mudahan keterangan saya di atas dapat dimengerti dan atas kesediaan ibu/bapak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.


(61)

LAMPIRAN 4

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahami tentang tujuan, manfaat dan risiko yang mungkin timbul dalam penelitian, serta telah diberi kesempatan untuk bertanya dan telah dijawab dengan memuaskan pada penelitian yang berjudul :

"KONDISI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN”

Saya secara sadar dan tanpa paksaan bersedia berpatisipasi dalam penelitian ini, tanpa tekanan atau paksaan siapapun, maka dengan surat ini saya menyatakan setuju menjadi subjek penelitian ini.


(62)

Tanggal : Tanda tangan (bila tidak bisa dapat digunakan cap jempol)

Nama peserta :

Umur :

Alamat :

Nama Wali :

Nama peneliti :

Nama saksi :


(63)

LAMPIRAN 5

No. Urut :

Tanggal Pemeriksaan:

PENELITIAN KONDISI DAN KUBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH

SAKIT JIWA TUNTUNGAN KUESIONER

I. Data Responden

Nama :

Jenis Kelamin :

A

Usia : ... tahun

II.Pertanyaan

1. Sudah berapa lamakah ibu/bapak tinggal di Rumah Sakit Tuntungan ? a. <5 tahun

b. 5 – 10 tahun c. > 10 tahun

2. Apakah ibu/bapak mempunyai kebiasaan merokok ? a. Ya

b. Tidak

DEPARTEMEN PERIODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(64)

3. Apakah ibu/bapak mempunyai penyakit sistemik ?

 Gula (Diabetes Mellitus)

a. Ya D1

b. Tidak

 Jantung D2

a. Ya b. Tidak

 Hipertensi

a. Ya D3

b. Tidak

4. Apakah ibu/bapak mengkonsumsi obat-obatan tertentu ? E

a. Ya b. Tidak

Jika ya, jenis obat yang dikonsumsi ...

5. Pernahkah ibu/bapak ke dokter gigi ? Perawatan gigi / jaringan pendukung gigi apa yang terakhir kali dilakukan ?

a. Tidak pernah F

b. Pencabutan gigi

c. Pembersihan karang gigi d. Penambalan gigi

e. Pembuatan protesa

6. Berapa kali ibu/bapak menyikat gigi sehari ? G

a. Jarang b. 1 kali sehari c. 1 - 2 kali sehari d. Lebih 2 kali sehari

7. Kapan saja ibu/bapak menyikat gigi ? H

a. Pagi sahaja b. Malam sahaja c. Pagi dan malam


(65)

d. Setiap kali setelah makan e. Tidak tentu

8. Permukaan gigi mana saja yang ibu/bapak sikat ? I

a. Sebelah luar saja b. Luar dan dalam

LAMPIRAN 6


(66)

STATUS PERIODONTAL DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

NO. NAMA UMUR JK SKOR CPITN

INDEKS DEBRIS

INDEKS KALKULUS

OHIS

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

LAMPIRAN 7


(67)

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

CPITN .382 29 .000 .628 29 .000

Debris .118 29 .200* .955 29 .249

OHIS .131 29 .200* .954 29 .226

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Nonparametric Correlations

Correlations

CPITN Debris OHIS

Spearman's rho CPITN Correlation Coefficient 1.000 .017 .227

Sig. (2-tailed) . .931 .237

N 29 29 29

Debris Correlation Coefficient .017 1.000 .871**

Sig. (2-tailed) .931 . .000

N 29 29 29

OHIS Correlation Coefficient .227 .871** 1.000

Sig. (2-tailed) .237 .000 .

N 29 29 29

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Crosstabs


(68)

butuh

Total Hiegien oral +

skeling profesional

Hiegien oral+skeling+komp

re

Umur 20-30 thn Count 5 1 6

% within Umur 83.3% 16.7% 100.0%

% of Total 17.2% 3.4% 20.7%

31-40 thn Count 9 5 14

% within Umur 64.3% 35.7% 100.0%

% of Total 31.0% 17.2% 48.3%

41-50 thn Count 2 3 5

% within Umur 40.0% 60.0% 100.0%

% of Total 6.9% 10.3% 17.2%

51-60 thn Count 1 3 4

% within Umur 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 3.4% 10.3% 13.8%

Total Count 17 12 29

% within Umur 58.6% 41.4% 100.0%

% of Total 58.6% 41.4% 100.0%

Umur * level Crosstabulation

Level Debris

Total

Sedang Buruk

Umur 20-30 thn Count 1 5 6

% within Umur 16.7% 83.3% 100.0%

% of Total 3.4% 17.2% 20.7%

31-40 thn Count 2 12 14

% within Umur 14.3% 85.7% 100.0%


(69)

41-50 thn Count 1 4 5

% within Umur 20.0% 80.0% 100.0%

% of Total 3.4% 13.8% 17.2%

51-60 thn Count 1 3 4

% within Umur 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 3.4% 10.3% 13.8%

Total Count 5 24 29

% within Umur 17.2% 82.8% 100.0%

% of Total 17.2% 82.8% 100.0%

JK * butuh Crosstabulation

butuh

Total Hiegien oral +

skeling profesional

Hiegien oral+skeling+komp

re

JK Laki-laki Count 9 6 15

% within JK 60.0% 40.0% 100.0%

% of Total 31.0% 20.7% 51.7%

Perempu an

Count 8 6 14

% within JK 57.1% 42.9% 100.0%

% of Total 27.6% 20.7% 48.3%

Total Count 17 12 29

% within JK 58.6% 41.4% 100.0%

% of Total 58.6% 41.4% 100.0%

JK * level Crosstabulation


(1)

butuh

Total Hiegien oral +

skeling profesional

Hiegien oral+skeling+komp

re

Umur 20-30 thn Count 5 1 6

% within Umur 83.3% 16.7% 100.0%

% of Total 17.2% 3.4% 20.7%

31-40 thn Count 9 5 14

% within Umur 64.3% 35.7% 100.0%

% of Total 31.0% 17.2% 48.3%

41-50 thn Count 2 3 5

% within Umur 40.0% 60.0% 100.0%

% of Total 6.9% 10.3% 17.2%

51-60 thn Count 1 3 4

% within Umur 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 3.4% 10.3% 13.8%

Total Count 17 12 29

% within Umur 58.6% 41.4% 100.0%

% of Total 58.6% 41.4% 100.0%

Umur * level Crosstabulation

Level Debris

Total Sedang Buruk

Umur 20-30 thn Count 1 5 6

% within Umur 16.7% 83.3% 100.0%

% of Total 3.4% 17.2% 20.7%

31-40 thn Count 2 12 14

% within Umur 14.3% 85.7% 100.0%


(2)

41-50 thn Count 1 4 5 % within Umur 20.0% 80.0% 100.0%

% of Total 3.4% 13.8% 17.2%

51-60 thn Count 1 3 4

% within Umur 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 3.4% 10.3% 13.8%

Total Count 5 24 29

% within Umur 17.2% 82.8% 100.0% % of Total 17.2% 82.8% 100.0%

JK * butuh Crosstabulation

butuh

Total Hiegien oral +

skeling profesional

Hiegien oral+skeling+komp

re

JK Laki-laki Count 9 6 15

% within JK 60.0% 40.0% 100.0%

% of Total 31.0% 20.7% 51.7%

Perempu an

Count 8 6 14

% within JK 57.1% 42.9% 100.0%

% of Total 27.6% 20.7% 48.3%

Total Count 17 12 29

% within JK 58.6% 41.4% 100.0%

% of Total 58.6% 41.4% 100.0%

JK * level Crosstabulation


(3)

Sedang Buruk

JK Laki-laki Count 0 15 15

% within JK .0% 100.0% 100.0% % of Total .0% 51.7% 51.7% Perempu

an

Count 5 9 14

% within JK 35.7% 64.3% 100.0% % of Total 17.2% 31.0% 48.3%

Total Count 5 24 29

% within JK 17.2% 82.8% 100.0% % of Total 17.2% 82.8% 100.0%

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 20-30 thn 6 20.7 20.7 20.7

31-40 thn 14 48.3 48.3 69.0

41-50 thn 5 17.2 17.2 86.2

51-60 thn 4 13.8 13.8 100.0

Total 29 100.0 100.0


(4)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 15 51.7 51.7 51.7

Perempu

an 14 48.3 48.3 100.0

Total 29 100.0 100.0

Lama tinggal di RS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2-5 thn 29 100.0 100.0 100.0

Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 7 24.1 24.1 24.1

Tidak 22 75.9 75.9 100.0

Total 29 100.0 100.0

Penyakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 29 100.0 100.0 100.0


(5)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 29 100.0 100.0 100.0

rawat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Pernah 21 72.4 72.4 72.4

Pencabutan 4 13.8 13.8 86.2

Pembersihan karang gigi 1 3.4 3.4 89.7

Penambalan 3 10.3 10.3 100.0

Total 29 100.0 100.0

frekuensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 3 10.3 10.3 10.3

1 x/hari 6 20.7 20.7 31.0

1-2 x/hari 17 58.6 58.6 89.7

>2x/hari 3 10.3 10.3 100.0

Total 29 100.0 100.0


(6)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pagi saja 9 31.0 31.0 31.0

pagi dan malam 16 55.2 55.2 86.2

setiap habis makan 4 13.8 13.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

permukaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid luar saja 5 17.2 17.2 17.2

luar dan dalam 24 82.8 82.8 100.0