Nasib tambang di hutan lindung

4

-

.

OPINI

-

- .- -.

- .

%

---~---

-.-

KOMPAS, SABTU, 9 J U L I 2005


.

I

7

............................................................
"

Nasib Tambang di Hutan Linduny

I

Oleh: HARIADI KARTODIHARDJO

-

ermintaan para pemohon
uji materi (iudicihl

reviav) Undang-Undang
Nornor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 1Tahun 2004 tentnng
Perubahan atas Undang-Undang
N v o r 41 Tahun 1999 tentang
Kc ,(anan tidak dipenuhi oleh
Mahkamah Konstitusi.

__Z

P

'

yang umumnya berpenghasilan
dari sektor ~ertanian.Maka. ueningkatan Gemsakan hutan. hdung akan memperparah kondisi
itu, siapa pun pelakunya.

RUU PSDA


Ini berarti 13 perusahaan perI tarnbangan yang telah mendapat

izin menambangdi hutan lindung
akan terus beroperasi. Sungguh
suatu ironi karena di tengah rusaknya sumber daya hutnn di
Indonesia, pemerintah justru
Dalam sidang jz~dicialreview
1 membuat pilihan untuk meng- UU No 19/2004 di Mahkamah
ubah bentang d a m hutan lindung Konstitusi yang penulis ikuti, keyang menjadi basis pelestarian msakan hutan oleh pemerintahlingkungan hidup.
sebagai pendukung pelaksanaan
Setahun lalu, tepatnya 15 Juli pertambangan di hutan lindung2004, rapat paripurna DPR me- justru menjadi argumen bahwa
lalui voting menyetujui perpu itu tambang di hutan lindung hanya
I untuk disahkan menjadi undang- akan merusak tidak lebih dari
undang. Keputusan DPR itu di- lima persen dari luas hutan linnilai sejurnlah koalisi dan lem- dung yang ada. Intinya, kegiatan
baga swadaya masyarakat sebagai pertambangan bukan satu-satuF - b a n g kekalahan bangsa In- nya penyebab kerusakan hutan
.csia di bawah tekanan ke- dan kontribusinya terhadap kepentingan asing.
rusakan pun tidak besar.
Seperti dalam kasus-kasus lain
Argumentasi itu, selain bersifat

sebelumnya, ketentuan seperti parsial berdasarkan kepentingan
itu dikeluarkan karena unsur ke- sektor tertentu, juga tidak ditidakpastian usaha dan adanya dasarkan pada penjelasan nyata
ancaman gugatan arbitrase dari tentang pendayagunaan sumber
perusaham-perusahaan asing
daya alam bagi bangsa Indonesia
Dari 13 perusahaan yang telah di masa depan.
diberi izih penambangan, sebagian besar perusahaan sahamnya . Tak pandang bulu
dikuasai asing dan terdaftar di
Sektor kehutanan dan pertam1 bursa saham New York Arnerika bangan bersaing untuk mengklaSerikat (Kompas, 16/7/2004).
im siapa yang paling kecil menSaat ini, kontroversi lahirnya jadi penyebab kerusakan hutan,
perpu itu-yang diduga terkait padahal kerusakan daya dukung
politik uang yang melibatkan sumber daya d a m dan dampak
anggota DPR masa itu (Kompas, negatifnya tidak pernah melihat
24/7/2004 dan 29/9/2004)-dan
siapa yang menyebabkan kerujudicial review terhadapnya ter- sakan.
jawab sudah. Tanda-tanda apaPelaksanaan sidang di MK saat
kah peristiwa demikian ini?
itu, bertepatan dengan banjir
Departemen Kehutanan dalam yang selama dua minggu mekesempatan pembahasan Renca- nenggelamkan kawasan Sungai
na Jangka Panjang Kehutanan Barito, Kalimantan Tengah, juga

awal tahun ini memaparkan hu- beberapa kabupaten di Kalimantan Indonesia yang sudah ter- tan Timur yang selama ini tidak
degradasi seluas 59,7 juta hektar, pernah banjir, tidak menjadi buksedangkan lahan hitis sudah ti nyata bahwa daya dukung summencapai 42,1 juta hektar.
ber daya alam telah rusak.
.
I

.

Masyarakat pun tidak pernah
tahu seberapa besar kekayaan
sumber daya tambang di Indonesia dan seberapa penting kekayaan itu hams dieksploitasi saat ini ketika fungsi hutan tidak
la@ memadai sebagai daya dukung lingkungan. Benarkah nilai
uang dari tambang dan penebangan hutan benar-benar menjadi benefit yang dapat mengganti
nilai korban sebagai biaya akibat
bencana dam.
Bappeda Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur, dalam pembahasan mengenai Kabupaten Konservasi awal bulan ini di Jakarta
menyatakan, akibat penebangan
kayu di kabupatennya yang
menghasilkan pendapatan Rp 7
miliar setahun, ternyata tidak

berarti apa-apa. Sebab, akibat
banjir,
kabupatennya hams
memperbaiki infrastruktur yang
rusak sebesar Rp 41 miliar.
Kabupaten Balai Karimun di
Kepulauan Riau juga hanya menerima pendapatan l'mgsung Rp
4 miliar sampai Rp 5 miliar per
tahun dari sektor tambang. Sementara kabupaten ini kehilangan Rp 8 miliar per tahun dari
fungsi-fungsi hutan lindungnya
yang ditambang.
Realitas ini menunjukkan, ada
atau tidak adanya tambang di
hutan lindung, masyarakat telah
langsung menanggung risiko atas
rusaknya sumber daya dam. Banjir, kekeringan, dan kekurangan
air bersih telah berulang kejadiannya dan menjadi pengganggu
utama bagi masyarakat miskin

Merencanakan pemanfaatan

bentang d a m yang juga sebagai
daya dukung lingkungan tidak dapat dibagi-bagi berdasarkan sektor. Pembagian oleh sektor yang
mengen~cutpada eksploitasi komoditas dari sumber daya dam.
dan menyebabkan kemsakan dan
konflik, harnpir pasti tidak dapat
dikendalikan jika tiap sektor hanya memegang undang-undangnya masing-masing. Inilah sebenarnya yang menjadi salah satu
argumen mengapa Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya
Alam (UU PSDA) diperlukan.
RUU ini antara lain dapat
membantu sektor-sektor untuk
sama-sama melihat daya dukung
bentang alam sebagai landasan
perencanaan dalam bio-region
yang disepakati, memastikan adanya kewajiban hubungan horizontal antanvilayah administrasi
dalam pengelolaan sumber daya
alam dan konflik pemanfaatannya yang selama ini tidak pernah
dilakukan, serta memandatkan
kepada pemerintah untuk melakukan inventarisasi kekayaan
sumber daya d a m sebagai argumen pemanfaatannya
Bukankah UU PSDA dapat

menjadi landasan penyelesaian
konflik, meningkatkan kepastian
usaha, dan pelestarian sumber
daya d a m di masa depan?
Kini, RUU PSDA justru dianggap bertentangan dengan kerja sektor dan pe jalanannya amat
lambat dibandingkan dengan
RUU sektor. Dari pandangan sektor terhadap RUU PSDA yang
baru-baru ini telah dibahas, Kementerian Negara Lingkungan
Hidup, Departemen Kehutanan,
serta Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral justru menolaknya.
Inikah tanda-tanda kerusakan
sumber daya d a m tak akan berujung? Semoga tidak demikian.
M A D 1 KARTODIHARDJO
Pengajar pada Fakultas
Kehutanan Institut
Pertanian Bogor