Interpretasi Tutupan Lahan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Unit XIV Kabupaten Toba Samosir Menggunakan Citra Landsat 8

(1)

i

INTERPRETASI TUTUPAN LAHAN DI KESATUAN

PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) MODEL TOBA

SAMOSIR UNIT XIV MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8

SKRIPSI

ADE PUTRI N HARAHAP 111201090

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

iii

ABSTRACT

ADE PUTRI N HARAHAP :Interpretation of Land Cover in KPHL Model Toba Samosir Unit XIV use Landsat 8. Supervised by RAHMAWATY and RISWAN.

Information about land cover is very important for existence a KPH to help KPH related to the forest management. The purpose of this research were toanalyzed land cover in 2014, to classifies land cover based on land cover time and mapping land cover. This research did in April until May 2015. The method which used in this research is supervised classification using image of landsat 8. The result of this research showing that 5 land cover class in KPHL Toba Samosir Unit XIV region. They are secondary dryland forest, forest plantations, dryland farming, shrubs, and water. The recommendation are fix management strategy as more empower society in dryland farming management doing land rehabilitation use non timber forest products and manage environmental service and ecotourism.

Keywords :KPHL Model Toba Samosir Unit XIV, image of landsat 8, mapping, land cover


(4)

iv

ABSTRAK

ADE PUTRI N HARAHAP : Interpretasi Tutupan Lahan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV Menggunakan Citra Landsat 8 . Di bawah bimbingan RAHMAWATY and RISWAN.

Informasi terkini mengenai tutupan lahan sangat penting bagi keberadaan suatu KPH yaitu membantu KPH terkait pengelolaan hutan. Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis penutupan lahan tahun 2014, mengklasifikasikan tutupan lahan berdasarkan tipe tutupan lahan, dan memetakan tutupan lahan.Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Mei 2015.Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode klasifikasi terbimbing menggunakan citra Landsat 8. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa di kawasan KPHL Toba Samosir terdapat 5 kelas tutupan lahan yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering, semak belukar, dan tubuh air. Rekomendasi yang disarankan adalah dengan memperbaiki strategi pengelolaan seperti lebih memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan pertanian lahan kering, melakukan kegiatan rehabilitasi lahan, memanfaatkan Hasil Hutan Non Kayu, serta mengelola jasa lingkungan dan wisata alam.

Kata kunci : KPHL Model Toba Samosir Unit XIV, Citra Landsat 8, Pemetaan, Tutupan Lahan


(5)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi Tanggal 2 September 1992, dari ayah Alm. M. Ramli Harahap dan ibu Tasmi, S,Pd. Penulis merupakan putri ke-dua dari dua bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 068004 Medan, pada tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (MTs) Amal Shaleh Medan. Tahun 2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum (SMK) Negeri 1 Raya dan pada tahun 2011 lulus seleksi masuk USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti kegiatan Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara di Kabupaten Karo pada tahun 2013. penulis pernah mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS)–USU sebagai anggota, bergabung dalam komunitas Rain Forest divisi kreativitas, dan menjadi anggota Badan Kenaziran Mushalla (BKM) Baitul Asjjar Departemen Kehutanan USU di bidang Informasi dan Kreativitas.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Adindo Hutani Lestari, Malinau, Kalimantan Utara selama 1 (satu) bulan yaitu sejak 27 Januari 2015 sampai 27 Februari 2015. Penulis mengikuti program magang bakti rimbawan 2015 di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV selama 4 (empat) bulan yaitu sejak Agustus 2015 sampai November 2015.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Interpretasi Tutupan Lahan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Unit XIV Kabupaten Toba Samosir Menggunakan Citra Landsat 8” berhasil diselesaikan dengan baik.Skripsi ini merupakan suatu aplikasi ilmu yang didapat dari pembelajaran di ruang perkuliahan dan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).

Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih kepada kedua orangtua yaitu Alm.Bapak Ramli Harahap dan Ibu Tasmi yang telah memberi dukungan dan doanya selama ini. Terima kasih juga kepada Ibu Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D. dan Bapak Riswan Zen, S.Hut., M.Si. selaku komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberi saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada KPHL Model Kabupaten Toba Samosir Unit XIV yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

Terimakasih juga ditujukan kepada teman-teman satu tim penelitian Desrina Natalia Manalu, Tarida Olivia Hutapea, Julita Dewi, Dea Kartika Pinem, San France Manik, dan Esra Barus, Wahyunal Yuriswan, S.Hut., Nurhayati, S.Hut., yang telah membantu penulis selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini. Terima kasih juga kepada para sahabat Rizky Adyatma, Latifah N Siregar, Puput Sarah, Rizki Munaza, Ade Khana, Silviana, Devita, Uli Panjaitan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan dalam penelitian-penelitian ilmiah.


(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) ... 4

Tutupan Lahan ... 4

Penginderaan Jarak Jauh ... 5

Landsat 8 ... 6

Interpretasi citra ... 7

Klasifikasi terbimbing ... 9

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian ... 11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 13

Prosedur Penelitian ... 13

1. Pengumpulan data ... 13

2. Persiapan data ... 14

3. Analisis citra ... 16

4. Groundcheck lapangan ... 22

5. Analisis Spasial ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil klasifikasi ... 25


(8)

viii

Analisis visual... 26

Klasifikasi terbimbing ... 28

Groundcheck Lapangan ... 29

Perhitungan Akurasi (Accuracy assesement) ... 29

Analisis Penutupan lahan perkecamatan ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Matriks penaksiran akurasi hasil interpretasi ... 30 3. Rencana pemanfaatan kawasan sesuaiinterpretasi citra Landsat 8 ... 31


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Lokasi penelitian di KPHL Model Unit XIV Toba Samosir... 11

2. Tumpang tindih batas kawasan dengan citra satelit ... 17

3. Jendela Export EVF Layers to ROI ... 17

4. Jendela Select Input File to Subset Via ROI... 18

5. Jendela Spatial Subset via ROI Parameters ... 18

6. Citra yang telah berhasil di crop ... 19

7. Deliniasi training area ... 20

8. Klasifikasi terbimbing ... 20

9. Confusion matrix ... 21

10. Tutupan lahan di KPHL Unit XIV Toba Samosir ... 25

11. Persentase kelas tutupan lahan di KPHL Model Tobasa Unit XIV ... 26

12. Peta tutupan lahan perkecamatan di KPHL Tobasa Unit XIV ... 30

13.Persentase masing-masing jenis tutupan lahan di setiap kecamatan ... 31


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Titik koordinat groundcheck lapangan di KPHL Model Toba Samosir

Unit XIV ... 45 2. Dokumentasi Jenis Tutupan lahan di KPHL Model Toba Samosir

Unit XIV ... 48 3. Peta sebaran titik groundcheck di KPHL Model Toba Samosir


(12)

iii

ABSTRACT

ADE PUTRI N HARAHAP :Interpretation of Land Cover in KPHL Model Toba Samosir Unit XIV use Landsat 8. Supervised by RAHMAWATY and RISWAN.

Information about land cover is very important for existence a KPH to help KPH related to the forest management. The purpose of this research were toanalyzed land cover in 2014, to classifies land cover based on land cover time and mapping land cover. This research did in April until May 2015. The method which used in this research is supervised classification using image of landsat 8. The result of this research showing that 5 land cover class in KPHL Toba Samosir Unit XIV region. They are secondary dryland forest, forest plantations, dryland farming, shrubs, and water. The recommendation are fix management strategy as more empower society in dryland farming management doing land rehabilitation use non timber forest products and manage environmental service and ecotourism.

Keywords :KPHL Model Toba Samosir Unit XIV, image of landsat 8, mapping, land cover


(13)

iv

ABSTRAK

ADE PUTRI N HARAHAP : Interpretasi Tutupan Lahan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV Menggunakan Citra Landsat 8 . Di bawah bimbingan RAHMAWATY and RISWAN.

Informasi terkini mengenai tutupan lahan sangat penting bagi keberadaan suatu KPH yaitu membantu KPH terkait pengelolaan hutan. Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis penutupan lahan tahun 2014, mengklasifikasikan tutupan lahan berdasarkan tipe tutupan lahan, dan memetakan tutupan lahan.Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Mei 2015.Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode klasifikasi terbimbing menggunakan citra Landsat 8. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa di kawasan KPHL Toba Samosir terdapat 5 kelas tutupan lahan yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering, semak belukar, dan tubuh air. Rekomendasi yang disarankan adalah dengan memperbaiki strategi pengelolaan seperti lebih memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan pertanian lahan kering, melakukan kegiatan rehabilitasi lahan, memanfaatkan Hasil Hutan Non Kayu, serta mengelola jasa lingkungan dan wisata alam.

Kata kunci : KPHL Model Toba Samosir Unit XIV, Citra Landsat 8, Pemetaan, Tutupan Lahan


(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semua hutan di wilayah Republik Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Dalam rangka penguasaan tersebut, Negara memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan. Pengelolaan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat (Kemenhut, 2011).

Kepemerintahan yang baik dibidang kehutanan (good forestry governance) seharusnya dicirikan oleh adanya kelembagaan pengurusan hutan yang menggambarkan keseimbangan peran dan tanggung jawab pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani, serta ditopang oleh kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan lembaga penegakan hukum yang dapat dipercaya. KPH sebagai instrumen legal untuk meningkatkan kemantapan kawasan hutan dan menjamin eksistensi institusi pengelola hutan di lapangan, walapun telah dimandatkan dalam UU 41 Tahun 1999, namun masih dianggap barang baru dalam kepemerintahan kehutanan. Di tingkat tapak, pembentukan wilayah KPH diwarnai oleh tingginya tingkat konflik dengan masyarakat, baik masyarakat adat, masyarakat lokal, maupun masyarakat umum yang memiliki kepentingan terhadap kawasan hutan. Pembentukan KPH yang dilandaskan pada ketentuan hukum mengenai kawasan hutan, seringkali dibenturkan dengan proses penataan ruang yang kental dengan isu pelepasan kawasan hutan (Kemenhut, 2011).


(15)

2

Dalam perencanaan dan pengembangan suatu wilayah, diperlukan data-data penunjang antara lain peta tutupan lahan. Peta tutupan lahan adalah peta yang memberikan informasi mengenai objek-objek yang tampak di permukaan bumi (Campbel dalam Winardi dan Cahyono, 2005). Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam pemantauan terhadap perubahan tutupan lahan. Interpretasi secara visual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan.

Informasi terkini mengenai tutupan lahan sangat penting bagi keberadaan suatu KPH yaitu untuk membantu KPH terkait pengelolaan hutan, sesuai yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan yang meliputi penataan hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin, penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin, pemanfaatan hutan di wilayah tertentu, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam.

Mengingat bahwa KPHL Toba Samosir belum lama terbentuk sehingga updatedata terkait tutupan lahan di lokasi ini belum diperoleh dan lokasi KPHL ini memiliki banyak potensi yang belum terdokumentasi, maka hal ini menjadi alasan peneliti untuk memilih KPHLModel Tobas Samosir Unit XIV untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh KPHL Model Unit XIV ini dalam tahap penyusunan basis data untuk perencanaan dimasa yang akan datang.


(16)

3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisispenutupan lahan tahun 2014 dengan menggunakan tekhnologi remote sensing dan mengklasifikasikan tutupan lahan berdasarkan tipe tutupan lahan di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV. 2. Memetakan tutupan lahan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai tutupan lahan di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan, memberikan peta tutupan lahan bagi pihak pengelola KPHL untuk membantu dalam perencanaan kegiatan KPHL dimasa yang akan datang.


(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semua hutan di wilayah Republik Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Dalam rangka penguasaan tersebut, Negara memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan. Pengelolaan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat (Kemenhut, 2011).

Kepemerintahan yang baik dibidang kehutanan (good forestry governance) seharusnya dicirikan oleh adanya kelembagaan pengurusan hutan yang menggambarkan keseimbangan peran dan tanggung jawab pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani, serta ditopang oleh kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan lembaga penegakan hukum yang dapat dipercaya. KPH sebagai instrumen legal untuk meningkatkan kemantapan kawasan hutan dan menjamin eksistensi institusi pengelola hutan di lapangan, walapun telah dimandatkan dalam UU 41 Tahun 1999, namun masih dianggap barang baru dalam kepemerintahan kehutanan. Di tingkat tapak, pembentukan wilayah KPH diwarnai oleh tingginya tingkat konflik dengan masyarakat, baik masyarakat adat, masyarakat lokal, maupun masyarakat umum yang memiliki kepentingan terhadap kawasan hutan. Pembentukan KPH yang dilandaskan pada ketentuan hukum mengenai kawasan hutan, seringkali dibenturkan dengan proses penataan ruang yang kental dengan isu pelepasan kawasan hutan (Kemenhut, 2011).


(18)

2

Dalam perencanaan dan pengembangan suatu wilayah, diperlukan data-data penunjang antara lain peta tutupan lahan. Peta tutupan lahan adalah peta yang memberikan informasi mengenai objek-objek yang tampak di permukaan bumi (Campbel dalam Winardi dan Cahyono, 2005). Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam pemantauan terhadap perubahan tutupan lahan. Interpretasi secara visual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan.

Informasi terkini mengenai tutupan lahan sangat penting bagi keberadaan suatu KPH yaitu untuk membantu KPH terkait pengelolaan hutan, sesuai yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan yang meliputi penataan hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin, penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin, pemanfaatan hutan di wilayah tertentu, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam.

Mengingat bahwa KPHL Toba Samosir belum lama terbentuk sehingga updatedata terkait tutupan lahan di lokasi ini belum diperoleh dan lokasi KPHL ini memiliki banyak potensi yang belum terdokumentasi, maka hal ini menjadi alasan peneliti untuk memilih KPHLModel Tobas Samosir Unit XIV untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh KPHL Model Unit XIV ini dalam tahap penyusunan basis data untuk perencanaan dimasa yang akan datang.


(19)

3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisispenutupan lahan tahun 2014 dengan menggunakan tekhnologi remote sensing dan mengklasifikasikan tutupan lahan berdasarkan tipe tutupan lahan di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV. 2. Memetakan tutupan lahan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai tutupan lahan di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan, memberikan peta tutupan lahan bagi pihak pengelola KPHL untuk membantu dalam perencanaan kegiatan KPHL dimasa yang akan datang.


(20)

4

TINJAUAN PUSTAKA

KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan)

Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK) (Kemenhut, 2011).

Dalam rangka persiapan untuk mewujudkan kelembagaan KPH Menteri Kehutanan dapat menetapkan wilayah KPH Model yang merupakan salah satu bagian dari wilayah KPH Provinsi. KPH Model merupakan wujud awal KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi aktual di tingkat tapak yang pengembangannya difasilitasi oleh Pemerintah Pusat (Kemenhut, 2014).

Tutupan Lahan

Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra.Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat (Rahmi, 2009).Tutupan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih


(21)

5

merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan – satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami (Lillesand dan Kiefer, 1997 ).

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer.Karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk planner yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangat bersifat ekonomi (Lo, 1995).

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh unutk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, 2006).

Penginderaan Jarak Jauh

Penginderaan jauh atau inderaja (remote sensing) adalah seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui analisa terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah ataupun fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,1997).

Penginderaan jauh merupakan suatau teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan


(22)

6

fisik.Tujuan utama penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan.Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya (Lo, 1996).

Landsat 8

Satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission) telah diluncurkan pada tahun 2011 dari VAFB, CA dengan pesawat peluncur Atlas-V-401. Setelah meluncur di orbitnya, satelit tersebut dinamakan sebagai Landsat-8. Satelit LDCM (Landsat- 8) dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sikron-matahari, pada ketinggian: 705 km, inklinasi: 98.2º, periode: 99 menit, waktu liput ulang: 16 hari. Satelit LDCM (Landsat-8) dirancang membawa Sensor pencitra OLI (Operational Land Imager) yang mempunyai kanal-kanal spektral yang menyerupai sensor ETM+ (Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat-7. Sensor pencitra OLI ini mempunyai kanal-kanal baru yaitu: kanal-1: 443 nm untuk aerosol garis pantai dan kanal 9: 1375 nm untuk deteksi cirrus; akan tetapi tidak mempunyai kanal inframerah termal. Sensor lainnya yaitu Thermal Infrared Sensor (TIRS) ditetapkan sebagai pilihan (optional), yang dapat menghasilkan kontinuitas data untuk kanal-kanal inframerah termal yang tidak dicitrakan oleh OLI (Sitanggang, 2010).

Ketersediaan data citra time series yang cukup panjang meliputi seluruh wilayah Indonesia dan resolusi (spasial, temporal, radiometrik) bagus merupakan keunggulan yang dimiliki oleh citra landsat 8. Keunggulan ini tidak dimiliki oleh citra-citra lainnya, sehingga sangat mendukung upaya pemanfaatan landsat 8 ini


(23)

7

untuk berbagai keperluan, seperti monitoring perubahan penutupan lahan, deforestasi dan degradasi pada kawasan hutan.

Laju degradasi/deforestasi dapat diketahui dengan membandingkan penutupan lahan hutan pada tahun tertentu dengan tahun-tahun sebelumnya.Untuk keperluan tersebut, citra landsat masih menjadi andalan bagi para analis bidang kehutanan.Permasalahan yang muncul sebelum hadirnya landsat 8 khususnya pasca kerusakan kanal pada landsat 7 adalah adanya striping pada data setelah tahun 2003.Ini tentu sangat mengganggu khususnya dalam melakukan koreksi radiometrik pada tahap pra pengolahan.Hadirnya landsat 8 tanpa striping mengakibatkan perubahan penutupan lahan lebih mudah dianalisis. Ketersediaan informasi spasial mengenai kawasan-kawasan yang rawan degradasi akan memberi peluang lebih dini bagi upaya pencegahan kerusakan lebih lanjut.

Interpretasi citra

Interpretasi foto dapat didefinisikan sebagai "tindakan memeriksa gambar foto untuk tujuan mengidentifikasi objek dan menilai signifikansi mereka" (Colwell, empiris lebih dari 150 tahun. Yang paling dasar dari prinsip-prinsip ini adalah unsur-unsur interpretasi citra diantaranya: lokasi, ukuran, bentuk, bayangan, nada/ warna, tekstur, pola, tinggi/kedalaman dan situs/situasi/asosiasi. Unsur-unsur ini secara rutin digunakan ketika menafsirkan sebuah foto udara atau menganalisis gambar foto. Seorang juru gambar yang terlatih menggunakan banyak unsur-unsur selama analisis nya tanpa berpikir tentang mereka. Namun, pemula mungkin tidak hanya harus memaksa dirinya untuk secara sadar mengevaluasi objek yang tidak


(24)

8

diketahui sehubungan dengan unsur-unsur, tetapi juga menganalisis makna dalam kaitannya dengan objek lain atau fenomena dalam foto atau gambar.

Menurut Wahyunto, et all. dalam Daruati (2008) dalam identifikasi penggunaan lahan dengan citra landsat, selain unsur interpretasi sebagai dasar analisis, perlu diperhatikan juga beberapa faktor penutup lahan, misalnya jenis vegetasi, keadaan air genangan, dan tanah terbuka. Setiap faktor akan memberikan reflektansi yang berbeda dan dapat berpengaruh terhadap kenampakan objek tersebut. Dalam pengolahan data spasial digunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG adalah suatu sistem untuk pengolahan, penyimpanan, pemrosesan, atau manipulasi, analisis, dan penayangan data, yang mana data tersebut secara spasial terkait dengan muka bumi (Linden dalam Suharyadi dalam Daruati, 2008).

Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara visual dan interpretasi secara digital (Purwadhi dalam Daruati, 2008). Interpretasi secara visual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan.Karakteristik objek dapat dikenali.Berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti (Daruati, 2008).

Menurut Wahyunto, et al.,1993, dalam identifikasi penggunaan lahan dengan citra landsat, selain unsur interpretasi sebagai dasar analisis, perlu diperhatikan juga beberapa faktor penutup lahan, misalnya jenis vegetasi, keadaan air genangan, dan tanah terbuka. Setiap faktor akan memberikan reflektansi yang berbeda dan dapat berpengaruh terhadap kenampakan objek tersebut.


(25)

9

Setiap warna dalam citra satelit memberikan makna tertentu.warna hijau mengidentifikasi adanya vegetasi dan makin hijau warnanya berarti vegetasinya semakin lebat (hutan).Warna biru menunjukkan adanya kenampakan air dan semakin biru atau biru kehitaman berarti wilayah tersebut tergenang (body water).Bila warna biru ada kesan petak-petak yang ukurannya lebih besar dan lokasinya dekat dengan garis pantai berarti areal tersebut adalah areal tambak.Unsur pola dan site/lokasi dapat digunakan untuk membantu mengenali jenis penggunaan lahan dan tanaman/vegetasi yang tumbuh di daerah tersebut.Sebagai contoh, bila ada kenampakan hijau (warna) pada wilayah berpetak-petak (pola) yang lokasinya di wilayah dataran (lokasi), hal itu mengidentifikasikan adanya lahan sawah yang ditanami padi.Warna hijau (vegetasi) pada wilayah berpola aliran radial sentrifugal menunjukkan adanya vegetasi/tanaman tahunan atau hutan yang tumbuh di daerah berlereng (berbukit-bergunung) (Saripin, 2003).

Klasifikasi terbimbing

Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis (supervisor).Kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (kelas signature) yang diperoleh analis melalui pembuatan “training area”(Jaya, 2005).

Klasifikasi terbimbing biasanya dilakukan untuk memperbaiki proses klasifikasi tak terbimbing yang sudah dilakukan sebelumnya. Klasifikasi terbimbing membutuhkan suatu luasan areal yang merupakan perwakilan kelas-kelas yang ditentukan. Secara umum, penggambaran areal tersebut dikenal dengan training area (Agus dan Siregar, 2003). Umumnya penentuan training area


(26)

10

dilakukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan atau berdasarkan penyesuaian dengan peta rupa bumi. Training area yang telah didapatkan tersebut kemudian bisa dijadikan sebagai masukan dalam proses klasifikasi untuk keseluruhan citra .

Salah satu algoritma yang sering digunakan dalam klasifikasi terbimbing adalah Maximum Likelihood Algorithm. Dalam algorithm ini, diasumsikan bahwa objek yang homogen atau sama akan selalu menampilkan histogram nilai kecerahan yang terdistribusi normal. Pada citra yang dihasilkan, masing-masing kelas penutupan akan menghasilkan penampakan yang khas dan berbeda dari penampakan kelas lainnya.


(27)

11

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di KPHL unit XIV, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara dengan luas 56.621,84 ha. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan bulan April-Mei 2015.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di KPHL Model Unit XIV Toba Samosir

Selanjutnya pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

KPHL Model Unit XIV Toba Samosir terletak pada 98o54’25’’- 99o40’33’’ Bujur Timur dan antara Lokasi penelitian 2o39’04’’ – 2o0’14’’ Lintang Utara. Luas Kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara sesuai SK Menhut No.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan


(28)

12

Hutan dan Perairan Provinsi Sumatera Utara adalah seluas 3.742.120 ha. Kawasan hutan tersebut meliputi:

1. Hutan Konservasi seluas 477.070 ha 2. Hutan Lindung seluas 1.297.330 ha

3. Hutan Produksi Terbatas seluas 879.270 ha 4. Hutan Produksi Tetap seluas 1.035.690 ha

5. Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha

Penetapan KPHL Model Unit XIV Toba Samosir yang terletak di Kabupaten Toba Samosir sesuai SK Menhut No.867/Menhut-II/2013 tanggal 5 Desember 2013 seluas 87.247 Ha, yang terdiri dari hutan lindung (HL) seluas 75.762 Ha, hutan produksi terbatas (HPT) seluas 6.294 Ha, dan hutan produksi (HP) seluas 5.191 Ha. Pada tanggal 24 Juni 2014 Menteri Kehutanan RI mengeluarkan SK Menhut No.579/Menhut-II/2014 mengenai kawasan hutan di Sumatera Utara.Dengan demikian maka luas KPHL Model Unit XIV mengikuti SK terbaru dengan perubahan luas sebesar 56.621 Ha. Kawasan hutan tersebut meliputi :

1. Hutan Lindung seluas 43.412 ha 2. Hutan Produksi seluas 11.243 ha

3. Hutan Produksi Terbatas seluas 1.957 ha 4. Hutan Suaka Alam seluas ± 9 ha

KPHL Model Unit XIV Toba Samosir berada diantara lima kabupaten. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Asahan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah


(29)

13

selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, dan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :Peta administrasi kabupaten Toba Samosir, Peta kawasan KPHL Model Unit XIV Toba Samosir yang diperoleh dari BPKH Sumut, Citra Landsat 8 dengan resolusi 30 x 30 meter perekaman tahun 2014 yang diperoleh dari identitas sebagai berikut:

Entity ID : LC81280582014058LGN00 • Koordinat : 2.89281.99.78358

• Tanggal Akuisisi : 27 Februari 2014 • Path/Row : 128/58

• Sensor ID : OLI_TIRS • Tutupan Awan : < 10%

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:Komputer (PC atau Work Stasion) beserta pelengkapnya digunakan untuk mengolah data, Perangkat lunak pengolah citra (ENVI Zoom 4.7, dan ArcGIS 10.1) digunakan untuk mengolah citra, GPS digunakan untuk menentukan dan mengetahui lokasi pada saat groundcheck, Kamera Digital digunakan untuk pengambilan dokumentasi tutupan lahan.

Prosedur penelitian

Prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu :


(30)

14

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Sumatera Utara yaitu peta administrasi kabupaten Toba Samosir dan peta administrasi KPHL Model Toba Samosir Unit XIV, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV yaitu peta areal kerja KPHL Model Toba Samosir Unit XIV dan internet yaitu citra landsat 8 path/row 128/58.

2. Persiapan Data

• Data Spasial

Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan yang terdiri dari data citra satelit Landsat 8 OLI, peta digital batas dan administrasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Tobasa.

• Data Citra

Citra satelit diunduh dari website “www.earthexplorer.usgs.gov” dan keterangan tentang citra yang digunakan adalah sebagai berikut:

ID Citra LC81280582014058LGN00

% Penutupan awan (% cover cloud) 10 %

Kualitas 9

Path/row 128/058

Tanggal akuisi 27 Februari 2014

Landsat 8 OLI TIRS LIT

Adapun tahapan-tahapan dalam pengunduhan citra yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

• Dibuka browser “Google chrome” → masukkan alamat “earthexplorer.usgs.gov”


(31)

15

Pada kotak “search criteria” pilih “Path/row”, kemudian masukkan angka path/row 128/58 → klik show → klik “Data sets”

Pada kotak “Data set” → klik “Landsat Archive” → centang “L8 OLI/TIRS”

→ klik “result”

Setelah muncul kotak “Data sets” pilih “L8 OLI/TIRS”, “Sensor ID” pilih “OLI_TIRS”, “Data Type Level 1” pilih “All”, “Data Type Level 0Rp” pilih “All”, “Cloud Cover” pilih “Less than 10%”, “Day/Night” pilih “All”, kemudian klik “Results”

Pada kotak selanjutnya pilih “Show Result Controls” lalu pilih data yang ingin di download dengan cara mengklik “Download option”

Sebelum mendownload harus membuat akun terlebih dahulu, caranya klik “register”, maka akan muncul kotak “Login Information” kemudian isi “username” dan “password”, lalu isi kode dalam kotak yang tersedia kemudian klik “Continue”

Pada kotak dialog “User Affiliation/Data Usage Information” isi data sesuai dengan identitas, “Sector” pilih “Academic Institution”, “U.S. Fed Agency User” pilih “No”, “Which of the following characterizes you as user of remotely sensed data from USGS?” pilih “End user”, “Does your work use remotely sensed data from the USGS?” pilih “No”

Pada kotak “Primary data usage” Pilih “Forest science/management”, “In addition to the primary application” pilih “Land use/land cover change”, “Distribution Ammount” pilih “None of the data”

Pada kotak “Acces Importance” pilih “Neither important nor unimportant”, kemudian klik “continue”


(32)

16

Pada kotak “Contact information” isi seluruh data yang diminta sesuai dengan identitas yag sebenarnya, kemudian klik “Continue”

• Setelah berhasil maka akan muncul pemberitahuan seperti gambar berikut, untuk selanjutnya dikonfirmasi ke e-mail

Buka e-mail, kemudian untuk mengkonfirmasi klik link yang tertera

Pada kotak “Registration Confirmation” isi “username” kemudian “Confirm registration”

Muncul pemberitahuan registration confirmed, kemudian klik link “Home” Klik “Login”

Masukkan “Username” dan “Password” yang telah ada, kemudian klik “Sign In”

Pilih download option yang dipilih sebelumnya, maka akan muncul kotak dialog seperti digambar, lalu pilih “Level 1 GeoTIFF data product”, selanjutnya tunggu proses download hingga selesai.

3. Analisis citra

a. SubsetImage

Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah kawasan yang diteliti dari citra tersebut.

Adapun cara yang dilakukan pada tahap cropping ini yaitu:

Buka citra yang akan di cropping. Setelah citra terbuka, pada jendela layer klik menu Overlay>Vectors. Setelah jendela VectorParameter muncul, klik menu File>Open Vector Layer. Muncul jendela Select VectorFilenames lalu pilih file yang akan dibuka. Pada format file, pilih shapefile [*.shp]. Maka pada citra akan muncul file “shp” yang tumpang tindih dengan citra.


(33)

17

Gambar 2. Tumpang tindih batas kawasan dengan citra satelit

Pada jendela Vector Parameters, klik menu File>Export Active Layer to ROI's. Kemudian pilih Convert all records of an EVF layer to one ROI.

Gambar 3. Jendela Export EVF Layers to ROI

Pada menu utama ENVI, klik Basic Tools>Subset data via ROI. Pilih file citranya >OK


(34)

18

Gambar 4. Jendela Select Input File to Subset Via ROI

Pada jendela Spatial Subset via ROI Parameters, klik input ROI. Klik tanda panah pada Mask pixels outside of ROI agar menjadi YES. Tentukan nama dan tempat penyimpanannya.

Gambar 5.Jendela Spatial Subset via ROI Parameters

Tunggu proses hingga selesai. Setelah itu pada jendela Available Band List muncul citra yang telah di crop.


(35)

19

Gambar 6.Citra yang telah berhasil di crop b. Klasifikasi citra

Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif.Klasifikasi dilakukan dengan cara terbimbing berdasarkan karakteristik objek secara segmentasi (object based segmentation) dilakukan dengan klasifikasi terbimbing karena dengan menggunakan metode ini klasifikasi yang dihasilkan lebih akurat.Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam proses pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak penentuan training area hingga tahap pengklasterannya.Klasifikasi terbimbing dalam hal ini mensyaratkan kemampuan pengguna dalam penguasaan informasi lahan terhadap areal kajian.


(36)

20

Adapun langkah yang dilakukan dalam klasifikasi citra yaitu:

• Buka citra yang akan di klasifikasi. Setelah terbuka, pada jendela ENVI 4.7 klik Basic tools>Region Of Interest>ROI Tools. Klik pilihan image pada window, kemudian deliniasi training area dan save data ROI.

Gambar 7. Deliniasi training area

• Setelah selesai di interpretasi, selanjutnya dilakukan klasifikasi terbimbing menggunakan metode maximum likelihood. Pilih menu Classification>Supervised>Maximum Likelihood.

Gambar 8. Klasifikasi terbimbing

• Selanjutnya dilakukan akurasi untuk mengetahui persentasi kebenaran dari tahap interpretasi dengan cara pada ENVI klik Classification>PostClassification>Confusion Matrix>Using Ground Truth ROIs. Apabila persentasi ≥ 85% maka data yang dihasilkan dapat diterima


(37)

21

dan dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya. Berikut adalah hasil akurasi menggunakan metode confusion matrix yang telah dilakukan.

Gambar 9.Confusion matrix c. Uji Ketelitian

Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutup/penggunaan lahan yang homogen.

Seperti halnya dengan beberapa analisa spasial lainnya, sebelum hasil klasifikasi dapat benar-benar digunakan perhitungan tingkat akurasi merupakan prasyarat mutlak yang harus dilakukan setelah kegiatan klasifikasi.Akurasi merupakan perbandingan antara data hasil klasifikasi dengan kondisi lapangan. Dengan kata lain, dalam prosesnya, pengguna harus melakukan pengecekan dan pengambilan beberapa sampel dilapangan sebagai pembanding.


(38)

22

Perhitungan akurasi dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satu metodenya adalah confusion matrix.Pada prinsipnya, confusion matrix menyusun data hasil klasifikasi dan hasil pengamatan di lapangan dalam sebuah tabel perbandingan persentase.

4. Ground Check Lapangan

Kegiatan Ground check (survey lapangan) dilakukan untuk melengkapi hasil interpretasi apabila dalam interpretasi terdapat obyek yang meragukan atau perlu dibuktikan kebenarannya serta melakukan pengukuran mengenai posisi obyek. Sebelum dilakukan Ground check lapangan terlebih dahulu dilakukan kegiatan penentuan titik koordinat geografis bumi, penentuan titik koordinat dilapangan dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System(GPS).

5. Analisis Spasial

Analisis spasial adalah suatu proses untuk mendapatkan dan membentuk informasi baru dari data atau feture geografis. Analisis spasial yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

1. Perhitungan luas area setiap kelas tutupan lahan. Tahapannya adalah: • Buka program “ArcGIS 10.1”

Pilih ”Open atribute table” Klik ”file”

Klik ”Add field”

Pada ”types” pilih ”double” beri nama ”Luasan” Klik ”Ok”


(39)

23 • Pilih ”Calculate Geometri”

Ubah ”Units” menjadi ”Hectars” Klik ”Ok”

2. Mengelompokkan nama untuk menghitung luasan • Pilih ”Select by Atribute”

Double klik ”Class Name” • Klik tanda ”=”

Pilih ”Get Unit Value”

Double klik (jenis tutupan lahan) Klik ”Apply”

Pilih ”Option”

Pilih ”Export” kemudian beri nama sesuai yang diinginkan Pilih type ”dBase file”

Klik ”Save”

3. Pembuatan Layout Peta 1) Mengatur Ukuran Kertas

Langkah pertama untuk membuat view frame adalah mengatur ukuran kertas. Cara mengatur kertas pada ArcMap 10.1 sebagai berikut:

Klik File>Printand Page Setup.

Pilih ukuran kertas Orientationdan centang Scale Map. Klik OK.

Klik View>pilih Layout View.

Secara otomatis, jendela layout dan peta diolahsudah aktif dan akan muncul pada layout view.


(40)

24 2) Mengatur Layout View

Berikut langkah-langkah mengatur layout view:

Klik hingga aktif view peta, kemudian geser ke arah kiri. • Atur ukuran supaya simetris dengan menarik tiap sisi garis.

Tarik ke arah yang sesuai agar view simetris dan peta berada pada tengah view.

3) Membuat bingkai gambar 4) Membuat bingkai legenda

5) Membuat judul peta yang memuat tiga hal yaitu tema peta, nama lokasi yang dipetakan, dan tahun pembuatan peta

6) Membuat legenda peta 7) Menampilkan skala peta 8) Membuat orientasi peta

9) Menampilkan grid pada layout 10) Membuat insert peta


(41)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Klasifikasi

Berdasarkan hasil analisis citra yang dilakukan, penutupan lahan di KPHL Model Unit XIV Toba Samosir diklasifikasikan kedalam 5 kelas penutupan lahan yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering, semak belukar, dan tubuh air. Pengelompokan penutupan lahan KPHL Model Unit XIV Toba Samosir menjadi 5 kelas berdasarkan analisis citra secara visual dan data-data lapangan yang menggambarkan kondisi tutupan lahan di KPHL Model Unit XIV Toba Samosir. Berikut adalah grafik luas tutupan lahan di KPHL Toba Samosir Unit XIV:

Gambar 10. Tutupan lahan di KPHL Unit XIV Toba Samosir

Jenis tutupan lahan terluas di Kawasan KPHL Unit XIV Toba Samosir adalah pertanian lahan kering yaitu 17.208,09 Ha.Kemudian diikuti oleh urutan ke dua yaitu luasan semak belukar 11.809,26 Ha.Hutan lahan kering sekunder seluas

7977,24 4364,1 17208,09 11809,26 54,99 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 Luas (Ha)

Tutupan Lahan di KPHL Toba Samosir Unit XIV

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Tanaman Pertanian Lahan Kering Semak Belukar


(42)

26

7.977,24 Ha menempati urutan ke 3 (tiga).Urutan ke 4 (empat) ditempati oleh hutan tanaman yaitu 4.364,1 Ha. Tubuh air seluas 54,99 Ha menempati urutan ke 5 (lima).

Berikut ini merupakan gambar yang menunjukkan persentase masing-masing kelas tutupan lahan di KPHL Model Unit XIV Toba Samosir:

Gambar 11. Persentase kelas tutupan lahan di KPHL Model Unit XIV Toba Samosir Persentase tertinggi terdapat pada jenis tutupan lahan pertanian lahan kering yaitu sebesar 41%. Selanjutnya semak belukar sebesar 28%, hutan lahan kering sekunder sebesar 19%, hutan tanaman sebesar 11%, dan persentase yang paling rendah adalah tubuh air yaitu sebesar 1%.

Analisis Visual

Analisis visual dilakukan dicitra landsat 8 OLI/TIRS dengan menggunakan kombinasi Band 654 dalam format RGB (Red, Green, Blue) dengan metode maximumLikelihood. Hasil dari identifikasi visual terhadap 5 kelas

19%

11%

41% 28%

1%

Persentase Kelas Tutupan Lahan di KPHL Model

Unit XIV Toba Samosir

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Tanaman Pertanian Lahan Kering Semak Belukar


(43)

27

penutupan lahan yang ditemui di lapangan pada kombinasi band 6-5-4 Landsat 8 OLI/TIRS berdasarkan Monogram Sumatera adalah:

a. Hutan Lahan Kering Sekunder, dengan rona agak terang, berwarna hijau terang kekuningan, tekstur agak kasar, bentuk tidak beraturan, pola terdapat bukaan dan jaringan jalan loging.

b. Hutan Tanaman, dengan rona terang sampai dengan agak gelap, warna ahijau tua campur muda, tekstur agak halus agak kasar, pola teratur, biasanya didalam hutan, dan kenampakannya homogeny.

c. Pertanian Lahan Kering, dengan rona agak terang, warna merah muda dan bercak-bercak hijau, tekstur agak kasar sampai kasar, bentuk tidak beraturan, pola tidak teratur, dekat dengan pemukiman, dan terdapay jaringan jalan. d. Semak Belukar, dengan rona agak terang, warna hijau muda kekuningan,

tekstur agak kasar, bentuk tidak beraturan, pola tidak teratur, topografi landai sampai dengan curam.

e. Tubuh Air, dengan rona gelap, warna biru kehitaman, tekstur halus, pola tidak teratur, dekat dengan jaringan sungai, topografi dataran rendah.

Penafsiran dilakukan dengan melihat perbedaan ciri spektral pada citra, yaitu dengan melihat perbedaan warna obyek di permukaan bumi yang ditampilkan oleh citra landsat tersebut.Seperti yang dinyatakan Ekadinata A, dkk (2008) bahwa perbedaan nilai pantulan dari masing-masing obyek di permukaan bumi dikenal dengan istilah ciri spektral (spectral signature).Untuk mudahnya, ciri spektral dapat dilihat dari adanya perbedaan warna berbagai obyek di permukaan bumi yang ditampilkan melalui citra satelit.Adanya perbedaan nilai pantulan inilah yang memungkinkan kita untuk melakukan pemetaan tutupan


(44)

28

lahan dengan membedakan dan mengenali ciri spektral dari masing-masing obyek.

Klasifikasi Terbimbing

Klasifikasi Citra Landsat dilakukan untuk mengelompokkan penutupan lahan. Pada penelitian ini cara yang digunakan adalah dengan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dan Digitasi On Screen. Adapun nilai akurasi yang diperoleh dengan menggunakan Maximum Likelihood adalah sebesar 99.4122% dan koeffisien kappa sebesar 0.9922.

Menurut Ekadinata A, dkk (2008), bahwa dalam interpretasi citra satelit, adalah mustahil untuk menghasilkan data dengan tingkat kebenaran 100%. Selalu ada kesalahan dalam proses penarikan informasi dari citra satelit. Hal yang perlu dilakukan adalah menekan tingkat kesalahan sampai serendah mungkin, dengan berbagai teknik dan dengan metode iterasi. Sebagai bagian dari proses iterasi, apabila tingkat akurasi lebih rendah dari yang bisa diterima, maka proses klasifikasi harus diulangi dengan penambahan data maupun informasi dari lapangan. Namun karena tingkat akurasi yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dari yang bisa diterima (>80%) maka tidak perlu dilakukan pengulangan proses klasifikasi.

Kegunaan dari tingkat akurasi ini antaralain adalah untuk mengindikasikan tingkat kepercayaan yang bisa diharapkan dari data hasil klasifikasi.Selain itu tingkat akurasi juga dipakai untuk mengkomunikasikan hasil pada tataran teknis untuk didiskusikan lebih lanjut, terutama dalam hal perbaikan metode klasifikasi.


(45)

29 Groundcheck Lapangan

Groundcheck lapangan dilakukan setelah proses interpretasi citra. Penentuan titik groundcheck yaitu dengan melihat unsur-unsur yang sama pada citra. Titik koordinat diambil tidak di seluruh KPH, namun hanya di lokasi-lokasi yang dianggap mewakili keseluruhan wilayah KPH.Jumlah titik groundcheck yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 74 titik.Jumlah ini dianggap sudah cukup untuk mewakili keseluruhan wilayah penelitian.Dalam melakukan pengambilan titik sample pada penelitian ini mengacu kepada National Standard for Spatial Data Accuracy (NSSDA) yang dikutip dari jurnalSaputra (2010) bahwa jumlah minimal titik sample yang digunakan adalah 20 titik.Lokasi pengambilan titik koordinat dilakukan di kecamatan Lumban Julu.Hal ini karena di kecamatan Lumban Julu terdapat semua jenis tutupan lahan yang ada di wilayah kerja KPHL, sehingga sudah dianggap mewakili untuk keseluruhan wilayah KPHL.Pada saat groundcheck ditemukan adanya ketidaksesuaian antara hasil interpretasi citra dan kondisi di lapangan.Sesuai dengan pernyataan Ekadinata, dkk (2008) bahwa perlu dalam interpretasi citra satelit, adalah mustahil untuk menghasilkan data dengan tingkat kebenaran 100%. Hal yang perlu dilakukan adalah menekan tingkat kesalahan sampai serendah mungkin, seperti apabila tingkat akurasi lebih rendah dari yang bisa diterima, maka proses klasifikasi harus diulangi dengan penambahan data maupun informasi dari lapangan.

Perhitungan Akurasi (Accuracy assesement)

Perhitungan akurasi dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satu metodenya adalah confusion matrix.Pada prinsipnya, confusion matrix menyusun


(46)

30

data hasil klasifikasi dan hasil pengamatan di lapangan dalam sebuah tabel perbandingan persentase.

Adapun kegunaan dari tingkat akurasi ini seperti yang dikatakan oleh Ekadinata, dkk (2008) antaralain untuk mengindikasikan tingkat kepercayaan yang bisa diharapkan dari data hasil klasifikasi maupun turunannya dan analisa selanjutnya.Selain itu tingkat akurasi juga dipakai untuk mengkomunikasikan hasil pada tataran teknis untuk didiskusikan lebih lanjut, terutama dalam hal perbaikan metode klasifikasi.

Berikut adalah tabel matriks penaksiran akurasi hasil interpretasi yang telah dilakukan:

Tabel 2.matriks penaksiran akurasi hasil interpretasi Hasil

Klasifikasi

Data Lapangan Jumlah

baris

A B C D E

A 13 0 0 0 0 13

B 0 25 0 0 0 25

C 0 0 32 0 0 32

D 0 0 0 3 0 3

E 0 0 1 0 0 1

Jumlah

kolom 13 25 33 3 0 74

Keterangan:

A : Hutan Lahan Kering Sekunder B : Hutan Tanaman

C : Pertanian Lahan Kering D : Semak Belukar

E : Tubuh Air

Seperti halnya dengan beberapa analisa spasial lainnya, sebelum hasil klasifikasi dapat benar-benar digunakan perhitungan tingkat akurasi merupakan prasyarat mutlak yang harus dilakukan setelah kegiatan klasifikasi.Akurasi merupakan perbandingan antara data hasil klasifikasi dengan kondisi lapangan. Dengan kata lain, dalam prosesnya pengguna harus melakukan pengecekan dan pengambilan beberapa sampel dilapangan sebagai pembanding.


(47)

31

Analisis Penutupan lahan perkecamatan

Luas tutupan lahan di kawasan KPHL Model Unit XIV Toba Samosir meliputi 12 kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut antaralain adalah kecamatan Mandoge, kecamatan Bandar Pulau, kecamatan Garoga, kecamatan Girsang, kecamatan Habinsaran, kecamatan Kualuh Hulu, kecamatan Laguboti, kecamatan Porsea, kecamatan Silaen, kecamatan Sipahutar, dan kecamatan Tanah Jawa.

Dari hasil interpretasi yang dilakukan, diperoleh data tutupan lahan yang berbeda pada setiap kecamatan, sehingga pemanfaatan kawasan yang diterapkan juga akan berbeda di masing-masing kecamatan. Berikut ini merupakan rencana pemanfaatan kawasan yang bisa dilakukan sebagai masukan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan untuk membantu dalam perencanaan kegiatan KPHL dimasa yang akan datang sesuai hasil interpretasi citra Landsat 8 di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV:

Tabel3. Rencana pemanfaatan kawasan sesuai hasil interpretasi citra Landsat 8

No Kecamatan Tutupan Lahan yang

mendominasi Rencana Pemanfaatan Kawasan

1 Mandoge HLKS HHBK , Jasa Lingkungan dan

wisata alam

2 Bandar Pulau PLK Pembentukan kelompok tani

3 Garoga SB Rehabilitasi Lahan

4 Girsang HT Pengelolaan minyak daun

Eucalyptus

5 Habinsaran PLK Pembentukan kelompok tani

6 Kualuh Hulu PLK Pembentukan kelompok tani

7 Lagu Boti PLK Pembentukan kelompok tani

8 Lumban Julu HLKS HHBK , Jasa Lingkungan dan

wisata alam

9 Porsea PLK Pembentukan kelompok tani

10 Silaen PLK Pembentukan kelompok tani

11 Sipahutar SB Rehabilitasi Lahan

12 Tanah Jawa KLKS HHBK , Jasa Lingkungan dan

wisata alam Keterangan : HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder

HT : Hutan Tanaman

PLK : Pertanian Lahan Kering SB : Semak Belukar


(48)

30


(49)

31

Gambar 13. Persentase masing-masing jenis tutupan lahan di setiap kecamatan 0

20 40 60 80 100 120

Mandoge Bandar

Pulau

Garoga Girsang Habinsaran Kualuh

Hulu

Lagu Boti Lumban Julu

Porsea Silaen Sipahutar Tanah Jawa

HLKS HT PLK SB TA


(50)

32

Berikut ini akan diuraikan luasan masing-masing tutupan lahan berdasarkan tipe tutupan lahan di setiap kecamatan yang berada di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV:

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Mandoge adalah sebesar 3.377,61 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa Hutan Lahan Kering Sekunder mendominasi di kecamatan Mandoge yaitu sebesar 97% dengan luas sekitar 3.272,94 Ha. Selanjutnya didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 1.73% dengan luas sekitar 58,5 Ha. Hutan tanaman sebesar 0,85% dengan luas sekitar 28,98 Ha. Pertanian lahan kering memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 0,51% dengan luas sekitar 17,28 Ha.

Dari data yang diperoleh tersebut, dengan luas tutupan lahan terbesar adalah hutan lahan kering sekunder maka kawasan KPHL di kecamatan Mandoge sebaiknya tidak dikonversikan ke jenis penggunaan lahan lain dan tidak dimanfaatkan hasil hutan kayunya agar kawasan hutan tetap terjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan di kawasan ini dapat berupa pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti yang tertera di Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan pasal 1 ayat 8 yaitu Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

Kawasan dengan tipe tutupan lahan hutan lahan kering sekunder ini dapat dimanfaatkan tanpa harus menebang kayunya. Beberapa jenis pemanfaatannya antara lain seperti pengelolaan jasa lingkungan berupaJasa Wisata Alam/rekreasi,


(51)

33

Perlindungan Sistem Hidrologi, Kesuburan Tanah, Pengendalian Erosi dan Banjir, Keindahan, Keunikan dan Kenyamanan (Suprayitno, 2008).

Sedangkan untuk kecamatan Bandar Pulau, berbeda jenis tutupan lahan yang mendominasi dengan kecamatan Mandoge. Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Bandar Pulau adalah sebesar 4.660,92 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pertanian lahan kering mendominasi di kecamatan Bandar pulau yaitu sebesar 55,42% dengan luas sekitar 2583,27 Ha. Selanjutnya didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 24,18% dengan luas sekitar 1.127,07 Ha. Hutan lahan kering sekunder sebesar 19,54% dengan luas sekitar 911,07 Ha. Hutan tanaman memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 0,85% dengan luas sekitar 39,51 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, dapat dilihat bahwa penggunaan lahan berupa pertanian lahan kering lebih dari setengah luas kawasan KPHL yang terdapat di kecamatan Bandar Pulau, oleh karena itu sebaiknya kawasan KPHL yang berada di kecamatan ini ditanami pepohonan untuk mencegah agar tidak terjadi longsor, dan menjaga ketersediaan air di tanah untuk pertumbuhan tanaman pertanian.Selain itu juga sebaiknya dilakukan pembentukan kelompok tani agar pengelolaannya lebih baik secara administrasi dan secara organisasi, juga agar terfokus dan terkonsentrasi pada satu pengelolaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Kawasan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV di kecamatan Garoga hanya terdapat 2 (dua) tipe tutupan lahan yaitu pertanian lahan kering dan semak belukar.


(52)

34

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Garoga adalah sebesar 65,97 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa semak belukar mendominasi di kecamatan Garoga yaitu sebesar 63% dengan luas sekitar 41,58 Ha. Selanjutnya didominasi oleh pertanian lahan kering yaitu sebesar 37% dengan luas sekitar 24,39 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, di kecamatan Garoga sebaiknya dilakukan kegiatan RHL (Rehabilitasi Lahan) agar dapat memperbaiki fungsi ekologi hutan dan untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan menanam tanaman MPTS (Multipurpose Tree Species).

Berbeda dengan kecamatan Garoga, tipe tutupan lahan kawasan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang terdapat di kecamatan Girsang terdiri dari 3 jenis tutupan lahan, yaitu Hutan tanaman, Pertanian lahan kering, dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Girsang adalah sebesar 915,75 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa Hutan tanaman mendominasi di kecamatan Girsang yaitu sebesar 67% dengan luas sekitar 615,78 Ha. Selanjutnya didominasi oleh pertanian lahan kering yaitu sebesar 32% dengan luas sekitar 295,11 Ha. Semak belukar sebesar 0,53% dengan luas sekitar 4,86 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, kecamatan Girsang memiliki potensi untuk dimanfaatkan hasil hutan tanamannya yaitu minyak dari daun Eucalyptus yang dapat dimanfaatkan sebagai minyak atsiri yang bisa digunakan sebagai bahan dasar pengolahan produk selanjutnya. Kegiatan penyulingan ini dapat menjadi rencana kerja KPHL untuk dimasa yang akan datang.


(53)

35

Di kecamatan Habinsaran terdapat 4 (empat) jenis tutupan lahan yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering, dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Habinsaran adalah sebesar 14.477,31 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pertanian lahan kering mendominasi di kecamatan Habinsaran yaitu sebesar 53% dengan luas sekitar 7.704 Ha.Selanjutnya didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 38% dengan luas sekitar 5.529,33 Ha. Hutan tanaman sebesar 6% dengan luas sekitar 869,94 Ha. Hutan lahan kering sekunder memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 2,58% dengan luas sekitar 374,04 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, kecamatan Habinsaran sebaiknya dilakukan penanaman pohon untuk mencegah agar tidak terjadi longsor, dan menjaga ketersediaan air di tanah untuk pertumbuhan tanaman pertanian.Selain itu juga agar dilakukan pembentukan kelompok tani supaya pengelolaannya lebih baik secara administrasi dan organisasi, juga agar terfokus dan terkonsentrasi pada satu pengelolaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Kecamatan selanjutnya adalah kecamatan Kualuh Hulu, di kecamatan ini terdapat dua jenis tutupan lahan yang masuk kedalam kawasan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yaitu pertanian lahan kering dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Kualuh hulu adalah sebesar 38,25 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa Pertanian lahan kering mendominasi di kecamatan Kualuh hulu yaitu sebesar 99,76% dengan luas sekitar 38,25 Ha. Selanjutnya semak belukar yaitu sebesar 0,23% dengan luas hanya sekitar 0,09 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, hampir 100% kecamatan


(54)

36

Kualuh ditutupi oleh lahan pertanian, oleh karena itu sebaiknya kawasan KPHL yang berada di kecamatan ini ditanami pepohonan untuk mencegah agar tidak terjadi longsor, dan menjaga ketersediaan air di tanah untuk pertumbuhan tanaman pertanian. Selain itu juga sebaiknya dilakukan pembentukan kelompok tani agar pengelolaannya lebih baik secara administrasi dan secara organisasi, juga agar terfokus dan terkonsentrasi pada satu pengelolaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Kawasan KPHL yang berada di kecamatan Lagu Boti terdapat 4 jenis tutupan lahan, yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering, dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Lagu boti adalah sebesar 4.946,49 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pertanian lahan kering mendominasi di kecamatan Lagu boti yaitu sebesar 86,20% dengan luas sekitar 4.263,93 Ha. Selanjutnya didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 11,26% dengan luas sekitar 557,1 Ha. Hutan tanaman sebesar 2,42% dengan luas sekitar 120,06 Ha. Hutan lahan kering sekunder memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 1,20% dengan luas sekitar 5,4 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, kecamatan Lagu boti oleh karena itu sebaiknya kawasan KPHL yang berada di kecamatan ini ditanami pepohonan untuk mencegah agar tidak terjadi longsor, dan menjaga ketersediaan air di tanah untuk pertumbuhan tanaman pertanian.Selain itu juga sebaiknya dilakukan pembentukan kelompok tani agar pengelolaannya lebih baik secara administrasi dan secara organisasi, juga agar terfokus dan terkonsentrasi pada satu pengelolaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.


(55)

37

Kawasan KPHL yang berada di kecamatan Lumban Julu terdapat 5 jenis tutupan lahan, yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering, tubuh air, dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Lumban julu adalah sebesar 8.364,96 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa Hutan Lahan Kering Sekunder mendominasi di kecamatan Lumban julu yaitu sebesar 49% dengan luas sekitar 4.073,13 Ha. Selanjutnya didominasi oleh pertanian lahan kering yaitu sebesar 31,76% dengan luas sekitar 2.656,8 Ha. Semak belukar sebesar 11,22% dengan luas sekitar 938,7 Ha. Hutan tanaman memiliki luas dengan persentase sebesar 7,66% dengan luas sekitar 641,34 Ha. Tubuh air dengan persentase sebesar 0,65% dengan luas sekitar 54,99 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, dengan luas tutupan lahan terbesar adalah hutan lahan kering sekunder yaitu hampir setengan luas kawasan, maka kawasan KPHL di kecamatan Lumban Julu sebaiknya tidak dikonversikan ke jenis penggunaan lahan lain dan tidak dimanfaatkan hasil hutan kayu nya agar kawasan hutan tetap terjaga kelestariannya.

Pemanfaatan hutan di kawasan ini dapat berupa pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (madu, tanaman hias, jasa lingkungan, wisata alam, dll) seperti yang tertera di Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan pasal 1 ayat 8 yaitu Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.


(56)

38

Kecamatan selanjutnya adalah kecamatan Porsea, di kecamatan porsea ini terdapat 4 (empat) jenis tutupan lahan yang masuk kedalam kawasan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yaitu hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, pertanian lahan kering dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Porsea adalah sebesar 17.448,66 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pertanian lahan kering mendominasi di kecamatan Porsea yaitu sebesar 34,37% dengan luas sekitar 5.998,23 Ha. Selanjutnya didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 28,83% dengan luas sekitar 5.032,17 Ha. Hutan lahan kering sekunder sebesar 23,04% dengan luas sekitar 4.021,56 Ha. Hutan tanaman memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 13,73% dengan luas sekitar 2.396,7 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, kecamatan Porsea dapat dilakukan pembentukan kelompok tani agar pengelolaan lahan pertaniannya dapat terorganisir dan memiliki administrasi yang baik.

Tipe tutupan lahan kawasan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang terdapat di kecamatan Silaen terdiri dari 4 (empat) jenis tutupan lahan, yaitu Hutan lahan kering sekunder, Hutan tanaman, Pertanian lahan kering, dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Silaen adalah sebesar 5.725,89 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pertanian lahan kering mendominasi di kecamatan Silaen yaitu sebesar 74,45% dengan luas sekitar 4.263,48 Ha. Selanjutnya didominasi oleh semak belukar yaitu sebesar 15% dengan luas sekitar 859,14 Ha. Hutan lahan kering sekunder sebesar 6,43%


(57)

39

dengan luas sekitar 368,19 Ha. Hutan tanaman memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 4,10% dengan luas sekitar 235,08 Ha.

Dari data yang diperoleh tersebut, sebaiknya kawasan KPHL yang berada di kecamatan Silaen ditanami pepohonan untuk mencegah agar tidak terjadi longsor, dan menjaga ketersediaan air di tanah untuk pertumbuhan tanaman pertanian.Selain itu juga sebaiknya dilakukan pembentukan kelompok tani agar pengelolaannya lebih baik secara administrasi dan secara organisasi, juga agar terfokus dan terkonsentrasi pada satu pengelolaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Tipe tutupan lahan kawasan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang terdapat di kecamatan Sipahutar terdiri dari 4 (empat) jenis tutupan lahan, yaitu Hutan lahan kering sekunder, Hutan tanaman, Pertanian lahan kering, dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Sipahutar adalah sebesar 3.602,34 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa semak belukar mendominasi di kecamatan Sipahutar yaitu sebesar 68,98% dengan luas sekitar 2.485,34 Ha. Selanjutnya didominasi oleh pertanian lahan kering yaitu sebesar 21.79% dengan luas sekitar 785,25 Ha. Hutan tanaman sebesar 6,47% dengan luas sekitar 233,28 Ha. Hutan lahan kering sekunder memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 2,74% dengan luas sekitar 98,73 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, di kecamatan Sipahutar sebaiknya dilakukan kegiatan RHL (Rehabilitasi Lahan) agar dapat memperbaiki fungsi ekologi hutan dan untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan menanam tanaman MPTS (Multipurpose Tree Species).


(58)

40

Kecamatan yang terakhir adalah kecamatan Tanah Jawa. Tipe tutupan lahan kawasan KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang terdapat di kecamatan Tanah Jawa terdiri dari 4 (empat) jenis tutupan lahan, yaitu Hutan lahan kering sekunder, Hutan tanaman, Pertanian lahan kering, dan semak belukar.

Total luas tutupan lahan yang terdapat di kecamatan Tanah jawa adalah sebesar 646,65 Ha. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa Hutan Lahan Kering Sekunder mendominasi di kecamatan Tanah jawa yaitu sebesar 87,08% dengan luas sekitar 563,13 Ha. Selanjutnya didominasi oleh hutan tanaman yaitu sebesar 11.18% dengan luas sekitar 72,36 Ha. Pertanian lahan kering sebesar 1,28% dengan luas sekitar 8,28 Ha. Semak belukar memiliki luas terkecil dengan persentase sebesar 0,44% dengan luas sekitar 2,88 Ha. Dari data yang diperoleh tersebut, di kecamatan Tanah Jawa sebaiknya dilakukan kegiatan RHL (Rehabilitasi Lahan) agar dapat memperbaiki fungsi ekologi hutan dan untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan menanam tanaman MPTS (Multipurpose Tree Species).


(59)

41

Berikut ini adalah peta tutupan lahan di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang dihasilkan melalui interpretasi citra Landsat 8 OLI/TIRS:


(60)

42

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tipe tutupan lahan di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV yang di interpretasi melalui citra Landsat 8 pada perekaman tahun 2014 adalah sebanyak 5 kelas, yaitu Hutan lahan kering sekunder, Hutan tanaman, Pertanian lahan kering, Semak belukar, dan Tubuh air.Saat ini jenis-jenis tutupan lahan yang ada di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV masih sama dengan tutupan lahan tahun 2014 yang dilihat berdasarkan citra Landsat 8.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV di masing-masing kecamatan terkait tutupan lahan agar dapat membantu pihak pengelola untuk perencanaan dimasa yang akan datang sehingga pengelolaan lebih efektif dan efisien.


(61)

43

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air.IPB Press. Bogor.

Agus, S.B. dan Siregar, V.P. 2003. Penginderaan Jarak Jauh SumberdayaPesisir dan Lautan. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan PPS IPB. Bogor.

Anwarie, M. 2009. TutorialKlasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Metode Segmentasi – ENVI zoom 4.5. Universitas Indonesia.Depok.

Colwell.R.N, 1997.,The Visible Portion of The Spectrum, In ; Remote Sensing of Environment, J.Lintz Jr and D.S.Simonett, Addision-Wesly Publishing of Company, Inc, London.

Daruati, D. 2008. Penggunaan Citra Landsat 7ETM+ Untuk Kajian Penggunaan Lahan DAS Cimanuk.LIMNOTEK. Bandung.

Ekadinata A, Dewi S, Hadi D, Nugroho D, dan Johana F. 2008.Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Buku 1: Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source. World Agroforestry Centre. Bogor. FWI Bogor-CIFOR. 2006.Analisa KondisiTutupan Hutan di Papua dan Irian

Jaya Barat Sebagai Salah Satu Langkah untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Alam dan Pembatasan Konflik di Sektor Kehutanan.CIFOR. Bogor. Jaya, I. N. S. 2005.Analisis Citra Digital. FakultasKehutanan.InstitutPertanian

Bogor.Bogor.

Kemenhut. 2011. Pembangunan KesatuanPengelolaan Hutan (KPH) Konsep, Peraturan Perundangan dan Implementasi.Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan. Jakarta.

Kemenhut. 2014. Data dan Informasi Kesatua Pengelolaan Hutan Tahun 2013. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan. Jakarta.

Lillesand, T.M & Kiefer, R.W., 1997, PenginderaanJauh dan Interpretasi Citra (terjemahan). Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.

Lo, C.P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rahmi, J. 2009. Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan


(62)

44

Analisis Citra Satelit dan Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Saputra, R.M. 2010.Penilaian Akurasi Geometri Data Penginderaan Jauh.Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN. Jakarta.

Saripin, I. 2003. Identifikasi Penggunaan Lahan denganMenggunakan Citra Landsat Thematic Mapper. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8: No. 2. Sitorus, J. 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan

Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. PUSBANGJA LAPAN.http://www.lapanrs.com/ INOVS /PENL I/ind/ INOVS--PENLI--255--ind-laplengkap--jansen_upap_2006.pdf [10 Oktober 2014].

Sitanggang, G. 2010.Kajian PemanfaatanSatelit MasaDepan: Sistem Penginderaan Jauh Satelit LCDM (Landsat-8). LAPAN.

Sukojo, B M dan Susilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Wilayah Kali Surabaya). Institut Sepuluh November. Surabaya.

Sulistiyono, S. 2008. Aplikasi TeknologiPenginderaan Jarak Jauh Mendeteksi Pola Penggunaan Lahan di DAS Cikaso kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

http://www.google.co.id/Frepository.usu.ac.id/kpr-jun2008.pdf [10 Oktober 2014]

Suprayitno. 2008. Teknik Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Departemen Kehutanan Pusat Diklat Kehutanan. Bogor.

Sutanto, 1986, Penginderaan Jauh, Jilid 1 dan 2, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyunto, Sunyoto,dkk.,1993, Penggunaan Citra Landsat Berwarna Untuk

Menunjang Identifikasi dan Inventarisasi Lahan Kritis di Daerah Propinsi Sumatera Utara, Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor 18-21 Februari 1993, Pusat Penelitian Tanah dan Agrolimat, Bogor.

Winardi, W dan Cahyono, AB. 2005. Studi Perubahan Tutupan Lahan dengan Citra Landsat Menggunakan Geographic Resource Analys Support System (GRASS). Program Studi Teknik Geodesi ITS. Surabaya.


(63)

45

Lampiran 1. Titik koordinat groundcheck lapangan di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV

No Fungsi Hutan Tutupan Lahan Kecamatan Y_PROJ X_PROJ Keterangan

1 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 290652.01539000 495001.73342000 Lampiran 2 (G) 2 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 290623.87255000 494996.52875000 - 3 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 290616.35688000 494981.74438000 - 4 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 290621.99375000 494989.63685000 - 5 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 290637.64504000 494997.23473000 - 6 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 286767.22697000 499546.13344000 Lampiran 2 (A) 7 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 286986.67592000 499981.73796000 - 8 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 286562.92610000 499905.39894000 - 9 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 287646.18742000 499525.69250000 Lampiran 2 (H) 10 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 287973.24247000 499852.74755000 - 11 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 287257.80955000 497992.62194000 - 12 Hutan Lindung Semak Belukar Lumban Julu 285926.62199000 492957.26031000 Lampiran 2 (S) 13 Hutan Lindung Semak Belukar Lumban Julu 285648.09686000 493325.27465000 Lampiran 2 (T) 14 Hutan Lindung Semak Belukar Lumban Julu 285988.35273000 493373.08348000 Lampiran 2 (U) 15 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 288624.27593000 493506.84635000 Lampiran 2 (B)


(64)

46

16 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 288354.17991000 494066.33097000 - 17 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 289539.38792000 494169.87883000 - 18 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 289453.85658000 493863.75895000 - 19 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 289916.87834000 492474.69367000 Lampiran 2 (I) 20 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 289338.10114000 492493.98625000 - 21 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 289309.76162000 492078.39370000 - 22 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281784.96527000 501937.56462000 - 23 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281642.86186000 501772.91650000 - 24 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281644.22555000 501573.14788000 - 25 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281561.67011000 501487.64403000 Lampiran 2 (J) 26 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281496.80513000 501316.63635000 - 27 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281428.99174000 501520.07653000 - 28 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281302.21018000 501464.05677000 - 29 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281106.56815000 501289.02363000 -

30 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 281396.55925000 502092.06773000 Lampiran 2 (C) 31 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 281287.46814000 501926.95687000 -


(65)

47

33 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 280886.48462000 501708.77466000 - 34 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 280836.36167000 501552.50902000 - 35 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 275644.36640000 505773.67130000 - 36 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 275163.53611000 505853.80968000 - 37 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 273060.09440000 507282.56254000 - 38 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 272504.46829000 507123.81222000 - 39 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 271790.09186000 507322.25012000 - 40 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 272028.21734000 506687.24885000 - 41 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 272782.28135000 506330.06064000 - 42 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 270837.58996000 507361.93770000 - 43 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 270361.33901000 507560.37560000 - 44 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 277644.24899000 506380.03351000 - 45 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 277225.14815000 506715.31418000 - 46 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 277979.52966000 506597.96594000 Lampiran 2 (D) 47 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 287135.88290000 504746.09680000 Lampiran 2 (M) 48 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 287972.41048000 504222.95679000 - 49 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 286509.93335000 505194.61251000 -


(66)

48

50 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 285802.05507000 506201.15933000 Lampiran 2 (N) 51 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 285494.75787000 507675.11714000 - 52 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 284440.37705000 508296.07416000 Lampiran 2 (O) 53 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 283914.13761000 509120.34084000 - 54 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 281979.41589000 510436.44472000 Lampiran 2 (P) 55 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 281742.16303000 510589.21846000 - 56 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 280512.40953000 512355.38389000 - 57 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 279642.03940000 515741.33597000 Lampiran 2 (Q) 58 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 279421.93302000 516226.63217000 - 59 Hutan Lindung Hutan Sekunder Lumban Julu 276616.11717000 518392.03508000 Lampiran 2 (R) 60 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 282268.91598000 501002.07268000 - 61 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 282268.91598000 500820.96026000 Lampiran 2 (E) 62 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 282135.46472000 500963.94375000 - 63 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 282125.93249000 500496.86435000 - 64 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 282089.15914000 500649.79980000 Lampiran 2 (K) 65 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 281958.25791000 500743.92994000 - 66 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 283049.03764000 501218.79195000 -


(67)

49

67 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 283121.09617000 501484.63819000 - 68 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 283170.10434000 501670.91416000 - 69 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 284187.75300000 501245.07000000 Lampiran 2 (L) 70 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 284371.69933000 498739.89621000 - 71 Hutan Lindung Hutan Tanaman Lumban Julu 284021.32537000 499720.94329000 - 72 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 281808.41036000 498706.61893000 Lampiran 2 (F) 73 Hutan Lindung Pertanian Lahan Kering Lumban Julu 282332.43597000 498279.22394000 - 74 Hutan Lindung Tubuh Air Lumban Julu 281007.91894000 499491.30179000 Lampiran 2 (V)


(68)

48

Lampiran 2. Dokumentasi tutupan lahan di KPHL Model Tobasa Unit XIV

(A) (B)

Gambar 1. Pertanian Lahan Kering

(C) (D)


(69)

49

(G) (H)

(I) (J)

Gambar 2. Hutan Tanaman


(70)

50

(M) (N)

(O) (P)

(R) (Q)


(71)

51 (S)

(T)

(U)


(72)

52 (V)


(73)

53

Lampiran 3. Peta sebaran titik groundcheck di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV


(1)

48

Lampiran 2. Dokumentasi tutupan lahan di KPHL Model Tobasa Unit XIV

(A) (B)

Gambar 1. Pertanian Lahan Kering

(C) (D)


(2)

49

(G) (H)

(I) (J)

Gambar 2. Hutan Tanaman


(3)

50

(M) (N)

(O) (P)

(R) (Q)


(4)

51 (S)

(T)

(U)


(5)

52 (V)


(6)

53

Lampiran 3. Peta sebaran titik groundcheck di KPHL Model Toba Samosir Unit XIV