Produksi Flavonoid Daun Kemuning (Murraya Paniculata (L ) Jack) Pada Dosis Pupuk Kandang Ayam Dan Abu Sekam Dengan Interval Panen Yang Berbeda

PRODUKSI FLAVONOID DAUN KEMUNING (Murraya
paniculata (L.) JACK) PADA DOSIS PUPUK KANDANG
AYAM DAN ABU SEKAM DENGAN INTERVAL PANEN
YANG BERBEDA

RAHMI TAUFIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Flavonoid
Daun Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) pada Dosis Pupuk Kandang
Ayam dan Abu Sekam dengan Interval Panen yang Berbeda adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Rahmi Taufika
A252130261

RINGKASAN
RAHMI TAUFIKA. Produksi Flavonoid Daun Kemuning (Murraya paniculata
(L.) Jack) pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam dengan Interval
Panen yang Berbeda. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan MAYA
MELATI.
Kemuning telah digunakan secara tradisional sebagai tanaman obat karena
mengandung metabolit sekunder yang memiliki fungsi sebagai antioksidan,
antibakteri, analgesik, anti-inflamasi, penurun kadar kolesterol darah, anti-obesitas.
Penerapan teknik budidaya dengan pemberian pupuk organik dan pengaturan
interval panen dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder
khususnya senyawa flavonoid. Diduga terdapat perbedaan produksi flavonoid
daun kemuning akibat pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu
sekam dengan interval panen yang berbeda.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi
dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dengan interval panen yang berbeda
terhadap produksi senyawa flavonoid tanaman kemuning. Percobaan lapangan
dilakukan di Kebun Percobaan Organik IPB, Cikarawang dengan letak geografi
antara 6o30' - 6o45' LS dan 106o30'-106o45' BT, pada 250 m di atas permukaan
laut (dpl), Bogor, Indonesia, pada bulan Juni 2014 - Februari 2015. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, yaitu
faktor 1 terdiri dari 8 kombinasi dosis pupuk kandang ayam (PA) dan abu sekam
(AS) yaitu tanpa pupuk (kontrol), 0 kg PA + 3 kg AS; 7 kg PA + 0 kg AS; 7 kg
PA + 3 kg AS; 14 kg PA + 0 kg AS; 14 kg PA + 3 kg AS; 21 kg PA + 0 kg AS;
21 kg PA + 3 kg AS per tanaman, dan faktor 2 adalah interval panen (2, 3, dan 4
bulan). Tinggi pangkas panen adalah 75 cm dari permukaan tanah. Percobaan
dilakukan dengan 4 kali pengulangan.
Hasil menunjukkan bahwa pemberian kombinasi dosis pupuk kandang ayam
dan abu sekam dengan dosis yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap semua peubah yang diamati. Interval panen 4 bulan nyata meningkatkan
produksi daun berupa bobot basah dan kering daun total masing-masing sebesar
914.92 dan 258.53 g.tanaman-1. Interval panen 4 bulan menghasilkan aktivitas
enzim Phenylalanine Ammonia-lyase (PAL) (7.92 x 10-5 mg cinnamic acid eq.g
bobot basah-1), produksi protein (7.96 mg.tanaman-1), flavonoid total (682.8

mg.tanaman-1), antosianin (1.178 mg.tanaman-1), dan aktivitas antioksidan
(76.51%) tertinggi. Interaksi pemberian pupuk kandang dan abu sekam dengan
interval panen tidak memberikan pengaruh terhadap semua peubah pengamatan.
Kata kunci: abu sekam, aktivitas antioksidan, Phenylalanine Ammonia-lyase,
antosianin, klorofil, pupuk kandang ayam

SUMMARY
RAHMI TAUFIKA. Leaf Flavonoid Production of Orange Jessamine (Murraya
paniculata (L.) Jack) on Chicken Manure and Rice-Hull Ash, with Harvest
Intervals. Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ and MAYA MELATI.
Orange jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack) has been traditionally
used as a medicinal plant because it contains secondary metabolites with several
function as antioxidants, antibacterial, anti-inflammatory, analgesic, lowering
blood cholesterol levels, and anti-obesity. It is expected that certain combination
of chicken manure and rice-hull ash rates with harvest interval could increase the
production of its secondary metabolites, especially flavonoids.
This study aimed to determine the effect of chicken manure and rice-hull
ash rates and harvest intervals on flavonoid production of orange jessamine. Field
experiment was conducted at IPB organic experimental station at Cikarawang,
which geographically located between 6o30' - 6o45' South Latitude and 106o30'106o45' East Longitude, at 250 m above sea level in Bogor, Indonesia, on June

2014 to February 2015. The study used randomized block design with two factors,
the first factor was 8 combinations of chicken manure (PA) and rice-hull ash (AS)
rates as treatment, i.e. without fertilizer (control), 0 kg PA + 3 kg AS; 7 kg PA + 0
kg AS; 7 kg PA + 3 kg AS; 14 kg PA + 0 kg AS; 14 kg PA+ 3 kg AS; 21 kg PA +
0 kg AS; 21 kg PA + 3 kg AS per plant, the second factor was harvest intervals
(every 2, 3, and 4 month). Harvests by pruning plant at 75 cm height above soil
surface. The treatments were replicated 4 times.
The results showed that no variable of observation was affected by
combination of chicken manure and rice-hull ash treatments. Harvest at 4 month
interval significantly increased leaf fresh weight (914.92 g.plant-1) and leaf dry
weight (258.53 g.plant-1); produced the highest PAL enzyme activity (7.92 x 10-5
mg CA eq.g fresh weight-1), protein (7.95 mg.plant-1), total flavonoid (682.8
mg.plant-1), anthocyanin (1.178 mg.plant-1) and antioxidant activity (76.51%). No
variable of observation was affected by the treatment interactions.
Keywords: anthocyanin, antioxidant activity, chlorophyll, chicken manure,
Phenylalanine Ammonia-lyase, rice-hull ash

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PRODUKSI FLAVONOID DAUN KEMUNING (Murraya
paniculata (L.) JACK) PADA DOSIS PUPUK KANDANG
AYAM DAN ABU SEKAM DENGAN INTERVAL PANEN
YANG BERBEDA

RAHMI TAUFIKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ani Kurniawati, SP, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014-Februari 2015
ini ialah produksi flavonoid berdasarkan teknik budidaya dengan judul Produksi
Flavonoid Daun Kemuning pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam
dengan Interval Panen yang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS
dan Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku komisi pembimbing, Dr Ani Kurniawati,
SP, MSi selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, serta seluruh Bapak/Ibu
dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Penghargaan juga penulis
sampaikan kepada DIKTI RI yang telah membiayai pendidikan jenjang S2 di IPB,
pimpinan dan staf Pusat Studi Biofarmaka IPB yang mendanai seluruh biaya

penelitian hingga selesai, dan Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi Darmaga, Bogor, serta staf-staf laboratorium Fakultas Pertanian IPB.
Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan
mahasiswa pascasarjana Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian angkatan
2012-2013 dan 2013-2014, serta seluruh pihak yang turut membantu baik berupa
tenaga, waktu, pikiran, pertemanan, dan do’a selama studi dan penelitian yang
tidak dapat diungkapkan satu per satu. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayahanda, ibunda, saudara-saudara serta seluruh keluarga, atas
segala dorongan, do’a dan kasih sayang yang tulus.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016
Rahmi Taufika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakter dan Manfaat Tanaman Kemuning
Pupuk Organik
Pupuk Kandang Ayam

Abu Sekam
Senyawa Metabolit Sekunder
Flavonoid
Pemanenan

6
6
7
9
9
10
12
12

3 METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Percobaan
Prosedur Percobaan


14
14
14
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Kondisi Umum
18
Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam
Terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman Kemuning
21
Pengaruh Interval Panen terhadap Bobot Daun dan Ranting Tanaman
Kemuning
22
Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam
terhadap Kadar Hara Jaringan Daun Tanaman Kemuning
25
Pengaruh Interval Panen terhadap Kadar dan Serapan Hara Daun

Tanaman Kemuning
27
Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam
terhadap Kadar dan Produksi Fitokimia Daun Tanaman Kemuning
28
Pengaruh Interval Panen terhadap Kadar dan Produksi Fitokimia Daun
Tanaman Kemuning
31
Korelasi Kadar Hara N, P, Dan K Jaringan Daun dengan Bobot Daun dan
Produksi Fitokimia Daun Kemuning
35
5 SIMPULAN DAN SARAN

38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk
2 Kadar hara beberapa bahan dasar pupuk organik sebelum dan setelah
dikomposkan
3 Pelakuan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dan
interval panen pada kemuning
4 Rekapitulasi analisis ragam akibat perlakuan kombinasi dosis pupuk
kandang ayam dan abu sekam, dan interval panen yang berbeda
5 Curah hujan selama penelitian
6 Hasil analisis kadar hara tanah awal, akhir penelitian dan kadar hara
pupuk kandang ayam dan abu sekam
7 Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam
terhadap bobot basah daun, bobot kering daun, bobot basah ranting, dan
persentase bobot basah daun terhadap bobot panen total
8 Pengaruh interval panen terhadap bobot basah daun, bobot kering daun,
bobot basah ranting, dan persentase bobot basah daun terhadap bobot
panen total
9 Pengaruh interval panen terhadap kadar hara jaringan daun kemuning
10 Pengaruh interval panen terhadap serapan hara jaringan daun kemuning
11 Kadar klorofil total, protein, dan aktivitas enzim PAL daun kemuning
12 Produksi protein, flavonoid total, dan antosianin daun kemuning
13 Kadar protein dan aktivitas enzim PAL daun kemuning
14 Produksi protein, flavonoid total, dan antosianin daun kemuning
15 Data iklim per bulan selama penelitian

7
9
14
18
19
20

21

22
27
28
29
31
34
35
48

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alir kerangka pemikiran
Diagram alir penelitian
Morfologi kemuning
Skema lintasan biosintesis metabolit primer dan sekunder pada
tumbuhan
Bagian pangkas
Ilustrasi perbandingan daun dan ranting kemuning setelah panen pada
interval panen 2, 3, dan 4 bulan
Tipe daun hasil panen
Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam
terhadap kadar N, P, dan K jaringan daun kemuning
Pengaruh kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam
terhadap serapan hara N, P, dan K jaringan daun kemuning
Kadar flavonoid total, antosianin, dan aktivitas antioksidan berdasarkan
kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam
Kadar klorofil total, flavonoid total, antosianin, dan aktivitas
antioksidan berdasarkan interval panen
Biplot hasil analisis korelasi antar komponen dengan produksi fitokimia
daun kemuning berdasarkan PCA
Prosedur penetapan nitrogen total dengan metode Kjeldahl

4
5
7
11
15
23
24
25
26
30
32
37
45

14 Metode penentuan kadar fosfor dan kalium daun

46

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Analisis hara N, P, dan K jaringan daun
Analisis kadar klorofil dan antosianin (Sims dan Gamon 2002)
Persiapan contoh untuk analisis protein dan kadar aktivitas enzim PAL
Analisis protein (metode Lowry, Waterborg 2002)
Analisis kadar akivitas enzim PAL (Dangcham et al. 2008)
Persiapan contoh analisis kadar flavonoid total dan aktivitas
antioksidan
7 Analisis kadar flavonoid total (metode aluminium chloride colorimetric,
Chang et al. (2002) dengan sedikit modifikasi
8 Analisis aktivitas antioksidan (metode radikal bebas stabil, 1,1diphenil-2-picryl hydrazyl (DPPH)) assay, modifikasi dari Leu et al.
(2006) dan Salazar et al. (2009)
9 Data iklim per bulan selama penelitian

45
46
47
47
47

47
48

48
48

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemuning (Murraya paniculata L. Jack) merupakan tanaman semak atau
pohon kecil mempunyai kekerabatan dengan jeruk dalam famili Rutaceae.
Kemuning tumbuh liar di semak belukar, tepi hutan, dan ditanam sebagai tanaman
hias dan tanaman pagar (Sulaksana dan Jayusman 2005, Mattjik 2010).
Berdasarkan farmakope China, daun kemuning digunakan dalam pengobatan
tradisional sebagai antibakteri, analgesik, anti-inflamasi, penurun kadar kolesterol
darah, dan anti-obesitas (Pane 2010; Iswantini et al. 2011). Beberapa penelitian
fitokimia pada daun kemuning sebelumnya diperoleh struktur kimia berupa
turunan senyawa flavonoid yaitu 3, 3’, 4’, 5, 5’, 7 – heksametoksiflavon dan 3’, 4’,
5, 5’, 7 – pentametoksiflavon, kumarin, alkaloid, dan bersifat antioksidan (Siregar
2005; Rohman dan Riyanto 2005; Nugroho et al. 2010; Zhang et al. 2012).
Terdapat senyawa golongan alkohol, keton tingkat tinggi, terpenoid, steroid, asam
organik dan minyak atsiri dalam ekstrak etanol daun kemunig sebagai bukti
adanya aktivitas antibakteri dengan KHM (kadar hambat minimum) sebesar 30%
dan KBM (kadar bunuh minimum) sebesar 40% terhadap bakteri E.coli (Dwi
2007).
Penelitian mengenai produksi fitokimia daun kemuning berkaitan dengan
hubungan hara N, P, dan K jaringan daun akibat pemberian pupuk kandang ayam
sebelumnya telah dilakukan oleh Karimuna et al. (2015) yang melaporkan bahwa
konsentrasi N pada daun ke-1, ke-3, dan ke-5 daun muda dan dewasa tidak
berkorelasi dengan produksi biomasa dan kadar fitokimia kemuning pada panen
34 dan 38 bulan setelah tanam (BST). Konsentrasi hara K pada daun ke-1, ke-3,
dan ke-5 daun muda dan dewasa berkorelasi positif dengan bobot kering daun
tetapi berkorelasi negatif dengan kadar flavonoid total pada 34 BST, dan
konsentrasi P berkorelasi negatif dengan bobot kering daun muda dan dewasa ke5 pada 38 BST.
Nilai dan level pemupukan yang diaplikasikan mempengaruhi kandungan
nutrisi tanaman secara langsung dan kondisi fisiologi serta biosintesis metabolit
sekunder tanaman secara tidak langsung (Heaton 2001). Tanaman sayuran yang
dibudidayakan secara organik memiliki kadar flavonoid dan aktivitas antioksidan
yang tinggi seperti bayam, kubis, bawang welsh, dan paprika hijau (Young et al.
2000). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terdapat pengaruh
pemupukan organik terhadap tanaman obat. Aplikasi pupuk kandang ayam
memberikan pengaruh terbaik karena relatif lebih cepat terdekomposisi serta
mempunyai kadar hara yang cukup jika dibandingkan dengan pupuk kandang lain
(Hartatik dan Widowati 2006). Penelitian pengaruh pemberian kombinasi pupuk
organik terhadap produksi fitokimia tanaman kepel oleh Ramadhan (2015)
menunjukkan produksi flavonoid tertinggi terdapat pada kombinasi 5 ton.ha-1
pupuk ayam + 2 ton.ha-1 guano 2252.8 mg SK (standar kuersetin) pada daun
dewasa dengan waktu panen 9 bulan setelah aplikasi (BSA). Penelitian pada
tanaman kolesom menghasilkan biomasa tertinggi berupa bobot kering daun 10.73
g.tanaman-1 dan bobot kering umbi 6.36 g.tanaman-1 akibat pemberian 15 ton.ha-1
pupuk kandang ayam, dan pemberian 5 ton.ha-1 pupuk kandang ayam

2

menghasilkan kandungan fitokimia kualitatif daun kolesom terbaik (Susanti et al.
2008). Pemupukan organik pada musim kemarau terhadap kolesom menghasilkan
pucuk 37% lebih tinggi dibandingkan pemberian pupuk inorganik (Mualim 2012).
Produksi antosianin kolesom dipengaruhi oleh pemupukan P dan K (Mualim et al.
2009).
Penambahan pupuk kandang ayam pada media tanam dengan kombinasi
tanah latosol Dramaga + arang sekam + pupuk kandang ayam (1:1:1 v/v) dan
fertigasi 1 kg pupuk kandang ayam dalam 1 liter air, dengan dosis 60 mL per bibit
kemuning menunjukkan hasil tertinggi pada pengamatan jumlah daun, jumlah
anak daun, jumlah bunga, jumlah cabang, dan hasil skoring bibit berkualitas baik
(Syahadat 2012). Pemberian pupuk kandang ayam dengan peningkatan
konsentrasi hara K pada daun muda dan tua tanaman kemuning berkorelasi positif
dengan bobot kering daun namun menunjukkan korelasi negatif dengan produksi
flavonoid (Karimuna et al. 2015). Pemberian kombinasi dosis 15 ton.ha-1 pupuk
kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk guano + 5.5 ton.ha-1 abu sekam menghasilkan
senyawa saponin paling baik pada tanaman kolesom (Mulyana 2015).
Penggunaan daun kemuning sebagai bahan obat tidak terlepas dari
kegiatan pemanenan daun. Pemanenan daun yang terus-menerus mengakibatkan
berkurangnya jumlah daun. Daun merupakan organ penting tanaman yang
mengasilkan senyawa metabolit melalui proses fotosintesis. Senyawa metabolit
dari daun ditransportasikan ke bagian tanaman lainnya untuk mendukung
pertumbuhan, sehingga berkurangnya daun mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Ketika panen unsur hara terbawa dalam bagian tanaman hasil panen sehingga
menyebabkan berkurangnya unsur hara di dalam tanah. Munawar (2011)
menyatakan bahwa pemanenan seluruh bagian tanaman tanpa pasokan hara yang
memadai menyebabkan kehilangan bahan organik tanah sehingga tanah tidak
mampu mengikat hara. Setelah panen, tanaman akan membentuk daun kembali
agar tetap bisa berfotosintesis dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya tindakan
pengaturan waktu panen untuk menjaga keseimbangan antara unsur hara yang
terbawa panen dengan ketersediaan hara di dalam tanah dengan cara penambahan
unsur hara ke tanah melalui pemupukan. Pembentukan daun berkaitan dengan
ketersediaan hara dalam tanah dan waktu yang cukup sebelum dipanen kembali.
Penelitian tentang pengaruh pemupukan dan interval panen terhadap
produksi fitokimia tanaman obat telah dilakukan oleh Susanti (2012) terhadap
kolesom, menghasilkan antosianin pucuk tertinggi pada perlakuan 100 kg urea +
100 kg KCl.ha-1 (152.23 mol.tanaman-1) atau pada interval panen yang lebih
singkat yaitu 10 hari (165.27 mol.tanaman-1) jika dibandingkan dengan interval
panen 15 dan 30 hari. Kandungan protein pucuk kolesom tertinggi dihasilkan pada
perlakuan 100 kg urea + 100 kg KCl.ha-1 (10.60 mg.g bobot basah-1) dan interval
panen 15 hari (9.77 mg.g bobot basah-1) jika dibandingkan pada interval panen 10
dan 30 hari pada umur 50 HST.
Penelitian mengenai produksi daun dan senyawa fitokimia tanaman
kemuning telah dilakukan oleh Utami (2014) pada umur 18 bulan dengan hanya
satu kali pemupukan diawal penelitian berupa kombinasi 5 kg.tanaman-1.tahun-1
pupuk kandang ayam + 0.45 kg.tanaman-1.tahun-1 rock phosphate + 2 kg.tanaman1
.tahun-1 abu sekam menghasilkan bobot basah daun dan kandungan antosianin
daun tertinggi ketika interval panen diperpanjang menjadi 12 minggu dari 5
minggu, dengan ketinggian bidang panen 75 cm dari permukaan tanah. Karimuna

3

et al. (2015) melakukan penelitian pada kemuning umur 34 dan 38 BST dengan
aplikasi pupuk kandang ayam. Dari penelitian tersebut, bobot kering dan produksi
flavonoid total tertinggi diperoleh pada umur 34 BST dengan dosis pupuk ayam
2.5 kg per tanaman. Penelitian tersebut menggunakan metode pemanenan 4 bulan
sekali.
Diduga kemampuan rejuvenasi kemuning akan terus terjadi setelah
pemanenan dengan bantuan tambahan hara melalui pupuk yang bertahap.
Karimuna (2015) melaporkan bahwa dengan satu kali pemberian pupuk kandang
ayam pada kemuning umur 30 bulan setelah tanam hanya mencukupi untuk
produksi daun pada panen pertama (34 BST) namun tidak untuk panen ke-dua (38
BST). Untuk itu dipelajari pengaruh interval panen yang berbeda untuk
mengetahui waktu yang dibutuhkan kemuning untuk merejuvenasi daun sehingga
layak dipanen sebagai bahan obat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya maka usaha untuk peningkatan
produksi senyawa flavonoid daun kemuning diduga dapat dilakukan dengan
teknik budidaya pemupukan dan pengaturan waktu panen. Penelitian tentang
pengaruh pemberian kombinasi dosis pupuk organik pada saat panen dengan
interval panen pada produksi flavonoid tanaman kemuning perlu dilakukan karena
sejauh ini belum ada banyak informasi mengenai hal tersebut. Oleh karena itu
penelitian perlu dilakukan untuk menghasilkan pedoman budidaya tanaman
kemuning yang dapat diterapkan di lapangan.
Perumusan Masalah
Kemuning merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai
tanaman hias dan tanaman pagar, tumbuh liar di semak belukar dan tepi hutan
(Sulaksana dan Jayusman 2005). Namun, secara tradisional kemuning telah
dimanfaatkan sebagai antibakteri, analgesik anti-inflamasi, penurun kadar
kolesterol darah (Pane 2010), dan anti-obesitas (Iswantini et al. 2011), karena
mengandung senyawa flavonoid (Siregar 2005), turunan flavonoid (Nugroho et al.
2010), kumarin, alkaloid (Zhang et al. 2012) dan bersifat antioksidan (Rohman
dan Riyanto 2005). Dwi (2007) membuktikan aktivitas antibakteri dari kemuning
dengan KHM (kadar hambat minimum) sebesar 30% dan KBM (kadar bunuh
minimum) sebesar 40% terhadap bakteri E.coli.
Berdasarkan pemaparan di atas tanaman kemuning berpotensi sebagai
tanaman obat, namun belum ada laporan penelitian mengenai usaha peningkatan
produksi flavonoid daun kemuning. Tindakan untuk peningkatan produksi
flavonoid daun kemuning diduga dapat dilakukan dengan pemupukan.
Pemupukan yang aman bagi tanaman obat adalah dengan pemupukan organik.
Daun kemuning dapat dipanen berkali-kali untuk digunakan sebagai bahan
obat. Interval panen yang tepat diperlukan untuk memberikan waktu yang cukup
dalam pembetukan daun kembali agar memperoleh produksi flavonoid yang
terbaik. Oleh karena itu perlu adanya tindakan untuk menjaga keseimbangan
antara unsur hara yang terbawa panen dengan ketersediaan hara di dalam tanah
agar tidak terjadi penurunan produksi daun dengan cara pemberian pupuk.

4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh dosis pupuk
organik yang berbeda terhadap produksi flavonoid daun kemuning, (2)
mengetahui pengaruh interval panen yang berbeda terhadap produksi flavonoid
daun kemuning, (3) mengetahui pengaruh interaksi antara dosis pupuk organik
dan interval panen yang berbeda terhadap produksi flavonoid daun kemuning.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) terdapat
pengaruh dosis pupuk organik terbaik dalam memproduksi flavonoid daun
kemuning, (2) terdapat pengaruh interval panen terbaik dalam memproduksi
flavonoid tanaman kemuning, (3) terdapat pengaruh interaksi dosis pupuk organik
dan interval panen terbaik dalam memproduksi flavonoid daun kemuning.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini akan diperoleh informasi mengenai produksi
flavonoid daun kemuning yang dipupuk organik dan dipanen dengan berbagai
interval panen. Melalui hasil penelitian ini diharapkan masyarakat memperoleh
informasi teknik budidaya yang tepat untuk memperoleh tanaman kemuning yang
mengandung senyawa bioaktif yang tinggi sebagai tanaman obat.
Kerangka Pemikiran
Untuk menjawab tujuan penelitian maka dilakukan percobaan di lapangan
dan di laboratorium untuk mengidentifikasi kadar bioaktif daun kemuning. Bagan
alir kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran

5

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan di lapangan yang dilaksanakan di
Kebun Percobaan Organik IPB, Cikarawang, Dramaga. Bagan alir penelitian
“Produksi Flavonoid Daun Kemuning (Murraya paniculata L. Jack) pada Dosis
Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam dengan Interval Panen yang Berbeda”
dipaparkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Bagan alir penelitian “Produksi Flavonoid Daun kemuning (Murraya
paniculata L. Jack) pada Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Abu Sekam
dengan Interval Panen yang Berbeda”

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik dan Manfaat Tanaman Kemuning
Murraya paniculata Linn. (sinonim: Chalcas paniculata L., Chalcas
exotica L. dan Murraya exotica L.) termasuk ke dalam famili Rutaceae, dan
dikenal dengan nama orange jessamine. Kemuning tersebar di bagian India dan
Pulau Andaman pada ketinggian 1500 m dari permukaan laut (dpl). kemuning
berasal dari India dan Srilangka hingga Myanmar (Burma), bagian Selatan China,
Taiwan, Thailand, dan ke wilayah timur sepanjang wilayah Malesia sampai ke
utara Australia dan Caledonia (Gautam dan Goel 2012).
Kemuning berbatang kecil dengan mahkota menyebar dan pendek,
bengkok dan bunga yang harum. Tinggi batang mencapai 3-3.5 m (Gautam dan
Goel 2012). Kayu kemuning berwarna kuning muda. Seiring bertambahnya usia,
warna kayu yang tadinya berwarna kuning muda akan berubah menjadi coklat.
Serat kayunya halus dan keras tapi mudah dibelah. Batang kemuning beralur dan
tidak berduri dan diameter batang dapat mencapai 60 cm (Heyne 1987). Daun
kemuning mengkilap dan gelap di atas, berbentuk bulat telur berujung lancip dan
panjangnya 3-7 cm (Gilman 1999). Daun kemuning merupakan daun majemuk,
bersirip ganjil, dengan anak daun 3-9, dan letaknya berselang seling, serta tidak
berbau ketika diremas. Helaian anak daun bertangkai, bentuk bulat telur sungsang
atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata atau agak beringgit, panjang 2-7
cm, dan lebar 1-3 cm. kemuning bersifat pedas, pahit, dan hangat (Ayu 2011).
Kemuning berbunga putih, beraroma harum dan berbunga sepanjang tahun.
Ukuran bunga kemuning sekitar 1.5-2 cm bertangkai pendek (Gilman 1999).
Bunga kemuning merupakan bunga majemuk yang keluar dari ketiak daun atau
ujung ranting, berbentuk terompet berwarna putih, jumlahnya sekitar 1-8 (Mattjik
2010). Buah kemuning termasuk buah buni berdaging, bentuknya bulat telur atau
bulat memanjang, dengan panjang 8-12 mm, berwarna hijau jika masih muda dan
bewarna merah ketika masak yang muncul sepanjang tahun. Kulit buah kemuning
mengandung minyak dan dalam satu buah terdapat 1-2 biji (Mursito dan
Prihmantoro 2011)
Kemuning hidup di daerah yang terkena sinar matahari pada tanah alkalin,
liat, pasir dan lempung. Kemuning memiliki toleransi tinggi terhadap cekaman
kekeringan. Jarak antar tanaman yang digunakan bila dibudidayakan di lahan
yakni sekitar 91-152 cm (Gilman 1999). Kemuning merupakan tumbuhan hutan,
tumbuh di semak belukar dan di taman sebagai perdu hias. Kemuning bisa tumbuh
sampai pada ketinggian 400 m dpl (Siregar 2005). Lingkungan tumbuh kemuning
yaitu cahaya sedang hingga terang tetapi toleran terhadap cahaya rendah,
kelembaban 60-70%, dan suhu udara sekitar 18 240C. Kemuning dapat ditemukan
hingga ketinggian ± 400 mdpl. Tanah yang cocok untuk budidaya kemuning yaitu
tanah masam, tanah alkali, tanah lempung, tanah liat, dan tanah berpasir (Mattjik
2010).
Kemuning umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman hias di kebun atau di
taman sebagai hijauan. Chowdhury (2008) mengemukakan bahwa kemuning
dibudidayakan di India untuk aromatik dan ornamen taman. Daun kemuning dapat
meredakan mual, gangguan pencernaan dan muntah serta dikonsumsi sebagai obat
diare, disentri, gangguan pada gigi dan gusi, reumatik dan batuk. Dilaporkan

7

bahwa komposisi minyak atsiri menjadi bahan utama dalam pembentukan aroma
dan rasa seperti pinene, sabinene, caryophyllene, candinol dan cadinene. Mattjik
(2010) menyatakan bahwa dalam keseharian, kemuning umumnya digunakan
sebagai tanaman hias dan tanaman obat. Selain itu, Senyawa metabolit sekunder
yang terkandung di tanaman kemuning dilaporkan dalam beberapa karya ilmiah
mempunyai aktivitas biologi sebagai obat pemati rasa (anestesia), penenang
(sedatif), penurun panas (antipiretik), dan antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus.

3-3.5

m

1-3

cm

1.5-2

cm

8-12 mm

A
B
C
D
Gambar 3 A. tanaman kemuning, B. daun, C. bunga, D. buah
Pupuk Organik
Pupuk diberikan pada tanaman bertujuan untuk menambah unsur hara
yang dibutuhkan tanaman yang tidak tercukupi oleh tanah. Umumnya unsur hara
telah tersedia di dalam tanah, tetapi karena secara terus menerus diserap dan
digunakan oleh tanaman maka kadarnya akan berkurang. Unsur hara dalam tanah
terus berkurang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
sehingga perlu tambahan dari luar berupa pupuk, berdasarkan jumlah yang
dibutuhkan, unsur hara terdiri dari unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak atau unsur hara makro (N, P, K, S, C dan Mg) dan unsur hara yang
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit atau unsur mikro (Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B,
dan Mo).
Informasi mengenai standar kecukupan pupuk pada tanaman kemuning
belum ada sebelumnya, sehingga dapat mengacu pada tanaman jeruk. IFA World
fertilizer use manual (1992) mengemukakan standar kecukupan unsur hara pada
tanaman jeruk dengan konsep nilai standar yang dikembangkan merupakan harga
rata-rata kadar hara pada tanaman yang pertumbuhan dan produksinya baik yang
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Standar kecukupan unsur hara pada tanaman jeruk menurut IFA
Unsur
N (%)
P (%)
K (%)
Ca (%)
Mg (%)
S (%)
Fe (ppm)

Sangat rendah
250

8

Berdasarkan bahan pembentuknya, pupuk dapat digolongkan menjadi
pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik berasal dari bahan kimia
yang diubah melalui proses produksi (Lingga dan Marsono 2004). Pupuk organik
adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan
yang dapat dirombak menjadi hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk organik
sangat bermanfaat dalam peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun
kuantitas. Pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas
dan mengurangi degradasi lahan (Simanungkalit et al. 2006).
Definisi pupuk organik yang dikemukakan oleh International
Organization for Standardization (ISO) bahwa pupuk organik atau bahan karbon,
pada umumnya berasal dari tumbuhan dan/atau hewan, ditambahkan ke dalam
tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen
yag berasal dari tumbuhan dan/atau hewan. Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006
tentang pupuk organik dan pembenah tanah, menyebutkan bahwa pupuk organik
adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang
berasal dari bahan tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa,
dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan menyuplai bahan organik untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Association of America plant
food Control Officials (AAPFCO) mendefinisikan pupuk organik sebagai pupuk
yang mengandung karbon sebagai komponen esensial (tetapi tidak dalam bentuk
karbonat). Pupuk organik sebagai bahan mengandung karbon dan satu atau lebih
unsur yang lain selain hidrogen dan oksigen yang penting bagi pertumbuhan
tanaman (Sutanto 2008).
Susanti et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemupukan
sangat berpengaruh terhadap produk primer maupun produk sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang optimal
juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang penting di
antaranya ketersediaan hara pada media tanam kolesom. Unsur hara N, P, dan K
di tanah terus berkurang karena diambil untuk pertumbuhan tanaman dan
terangkut pada waktu panen, tercuci, menguap, dan erosi. Mualim et al. (2012)
menambahkan bahwa kekurangan N, P, dan K dapat dicukupi dengan pemupukan.
Jumlah pupuk yang akan diberikan berhubungan dengan kebutuhan unsur hara
tanaman kolesom, kadar unsur hara yang ada dalam tanah dan kadar unsur hara
yang terdapat dalam pupuk.
Pupuk organik jika dibedakan berdasarkan kadar haranya maka secara
umum dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik penyedia N, P dan K. Studi
literatur dari beberapa penelitian dan pustaka menunjukkan bahwa pupuk kandang
dapat digunakan sebagai sumber N, pupuk guano sebagai sumber P, dan abu
sekam sebagai sumber K (Mualim 2012, Mulyana et al. 2015, Karimuna et al.
2015). Kadar hara beberapa pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak yang
belum dan sesudah dikomposkan disajikan pada Tabel 2.

9

Tabel 2 Kadar hara beberapa bahan dasar pupuk organik sebelum dan setelah
dikomposkan
Jenis bahan asal
Bahan segar
Kotoran sapi
Kotoran
kambing
Kotoran ayam
Kompos
Sapi
Kambing
Ayam

Kadar hara (g 100 g-1)
C
N
--------- % ---------63.44
1.53
46.51
1.41

C/N
41.46
32.98

42.18

1.50

28.12

2.34
1.85
1.70

16.8
11.3
10.8

P
K
--------- % ------------0.67
0.70
0.54
0.75
1.97
0.68
--------- % ------------1.08
0.69
1.14
2.49
2.12
1.45

Sumber : Tim Balittanah dalam Hartatik dan Widowati (2005).
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang
peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik
dan biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006). Hasil penelitian Karimuna
(2015) pada kemuning diperoleh dosis optimum pupuk kandang ayam untuk
menghasilkan bobot basah dan bobot kering daun pada umur 34 bulan setelah
tanam yaitu sebesar 3.1 dan 6.5 kg.tanaman-1. Penelitian Mulyana (2015) pada
tanaman torbangun menunjukkan bahwa pemupukan dengan kombinasi pupuk (15
ton ha-1 pupuk kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk guano + 5.5 ton ha-1 abu sekam)
menghasilkan konsentrasi dan produksi metabolit sekunder saponin yang paling
baik dan pemupukan dengan kombinasi dosis 15 ton ha-1 pupuk kandang ayam +
5.5 ton ha-1 abu sekam menghasilkan konsentrasi hara pucuk yang paling baik.
Penambahan pupuk kandang ayam pada pembibitan kemuning telah
dilakukan oleh Syahadat (2012) menunjukkan hasil tertinggi pada pengamatan
jumlah daun, jumlah anak daun, jumlah bunga, jumlah cabang, dan hasil skoring
bbit berkualitas baik degan kombinasi media tanam berupa tanah latosol Dramaga
+ arang sekam + pupuk kandang ayam (1:1:1 v/v) dan fertigasi 1 kg pupuk
kandang ayam dalam 1 liter air, dengan dosis 60 mL per bibit kemuning.
Abu Sekam
Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pupuk organik
adalah abu sekam. AICOAF (2001) menyatakan bahwa dengan penambah abu
sekam dapat meningkatkan pH tanah, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan
P, selain itu dapat meningkatkan aerasi daerah perakaran serta kapasitas
memegang air dan nilai tukar K dan Mg. Bronzeoak (2003) dan Foletto et al.
(2006) menambahkan bahwa abu sekam mengandung 0.01-2.69% P2O5, 0.12.54% K2O, 94.4% SiO2, 0.16% Al2O3, 0.77% Na2O, 0.59% MnO, 0.83% CaO,
1.21% MgO, 0.03% Fe2O, dan pH 8.1-11.0. Priyadharshini dan Seran (2009)
melaporkan bahwa abu sekam dapat digunakan sebagai sumber K dalam budidaya
kacang tunggak (Vigna unguiculata L.) secara organik. Selain itu, menurut Ilyas et
al. (2000) peranan abu sekam juga sebagai sumber silikat bagi tanah. Penggunaan

10

abu sekam pada lahan pertanian selain sebagai sumber silikat juga merupakan
salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah
pertanian sekaligus upaya pengembalian sisa panen ke areal pertanian. Peranan
silikat adalah untuk melepaskan P terjerap dan mencegah terjadinya fiksasi P.
Buresh et al. (1997) menyatakan bahwa pemberian silikat dapat mengurangi
jerapan P, walaupun silikat sendiri secara umum tidak digolongkan sebagai unsur
esensial bagi pertumbuhan tanaman. P merupakan salah satu unsur yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan akar yang akan membantu
penyerapan unsur hara.
Matichenkov and Calvert (2002) menjelaskan aktivitas Si di dalam tanah
melalui dua proses. Proses pertama melibatkan peningkatan asam mono silikat
mengakibatkan P yang sedikit terlarut menjadi tersedia bagi tanaman. Proses
kedua, mengadsorbsi P, sehingga menurunkan pencucian P sampai 30-90% seperti
dijelaskan dengan persamaan:
2Al (H2PO4)3 + 2Si (OH)4 + 5H+
2FePO4 + Si (OH)4 + 2H+

Al2Si2O5 + 5H3PO4 + 5H2O

Fe2SiO4 + 2H3PO4

Hasil penelitian Dhalimi (2003) pada tanaman panili menjelaskan bahwa
pemberian abu sekam sebagai bahan organik untuk campuran media tanah dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman di pembibitan baik terhadap jumlah daun
maupun tinggi dan diameter batang. Selain itu pemberian abu sekam dapat
memperbaiki sifak fisik dan kimia tanah. Penelitian Sudadi et al. (2014) dengan
pemberian kombinasi pupuk pada padi berupa abu sekam setara 100 kg ha-1 KCl +
inokulan azola g.m-2 + fosfat alam setara 150 kg ha-1 SP-36 menghasilkan gabah
kering giling 5014.78 kg ha-1. Kadar K2O pada abu sekam berkisar 1.1%. Selain
mengandung unsur K abu sekam juga mengandung unsur hara makro lainnya
seperti N (0.16%) dan P (0.26% P2O5). Hasil penelitian Mualim (2012) dengan
penggunaan kombinasi dosis pupuk organik berupa abu sekam 8.2 ton ha-1 +
pupuk kandang sapi 18.4 ton ha-1 + guano 378.0 kg ha-1 menghasilkan produksi
pucuk kolesom yang tinggi. Penelitian Mulayana (2015) pada torbangun dengan
pemberian kombinasi dosis pupuk (5.5 ton ha-1 abu sekam + 15 ton ha-1 pupuk
kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk guano) meningkatkan produksi total saponin
sebesar 23.76 g m-2.
Senyawa Metabolit Sekunder
Tumbuhan memiliki banyak sekali lintasan biosintesis yang akan
menghasilkan menjadi metabolit primer dan sekunder. Selain menghasilkan
metabolit primer tanaman menghasilkan metabolit sekunder yang ditemukan pada
organisme tertentu, atau kelompok organisme dan merupakan ekspresi individual
suatu spesies (Dewick 2002). Lintasan pentose fosfat, glikolisis, dan siklus asam
trikarboksilat merupakan lintasan metabolisme primer yang paling umum
ditemukan karena berkaitan dengan respirasi aerobik dan biosintesis adenosine
trifosfat (ATP). Lintasan metabolisme menyediakan prekursor atau substrat yang
berperan dalam metabolisme sekunder.
Menurut perkiraan terdapat sekitar 2% (1 x 109 ton/tahun) dari seluruh
karbon yang difotosintesis diubah menjadi flavonoid yang merupakan salah satu

11

golongan fenol alam yang terbesar (Markham 1988). Flavonoid merupakan salah
satu senyawa aromatik dalam tanaman yang disintesis melalui biosintesis
gabungan membentuk 2 sistem cincin. Cincin A berasal dari 3 unit asetat,
sedangkan ring B dan 3 karbon pada bagian tengah ring berasal dari asam sinamat.
Dua lintasan biosintesis yaitu lintasan asetat-malonat dan asam shikimat adalah
lintasan yang penting dalam proses biosintesis flavonoid (Vickery dan Vickery
1981). Beberapa lintasan berupa lintasan L-galaktosa (Smirnoff-Wheeler)
menghasilkan vitamin C (asam askorbat), lintasan asam Shikimat yang kemudian
menghasilkan asam amino aromatik seperti fenilalanin, triptofan, dan tirosin.
Lintasan fenilpropanoid dan asam malonat menghasilkan senyawa fenolik
diantaranya antosianin, flavonoid, lignin, tannin dan quinon. Lintasan terpenoid
dan lintasan asam mevalonat menghasilkan kelompok terpen dan steroid (Mualim
2012).
Penelitian untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder pada
tanaman kemuning telah dilakukan oleh Choudhary et al. (2002) bahwa selain
senyawa murranganone dan paniculatin, terdapat 2’-0-ethylmurrangatin berupa
produk alami yang baru dari daun kemuning. Nugroho et al. (2010) berupa
senyawa turunan flavonoid yaitu 2, 3’, 4’, 5, 5’, 7 – heksametoksiflavon dan 3’, 4’,
5, 5’, 7 – pentametoksiflavon. Gautam dan Goel (2012) ekstrak tanaman
kemuning mengandung alkaloid, flavonoids, senyawa fenolik, karbohidrat, protein,
asam amino namun tidak terlihat ada saponin. Skema lintasan biosintesis
metabolis primer dan sekunder pada tumbuhan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema lintasan biosintesis metabolis primer dan sekunder pada tumbuhan.
Garis putus-putus menunjukkan senyawa yang dibentuk melalui tahapan yang
dikatalisis dengan berbagai enzim. Modifikasi dari Cseke dan Kaufman (1999)
dan Cseke et al. (2006)

12

Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa fenolik yang dihasilkan melalui lintasan
fenilpropanoid yang merupakan lintasan biosintesis penghasil senyawa kelompok
besar senyawa fenolik. Lintasan ini menggunakan fenilalanin sebagai prekursor
utamanya dengan enzim pengkatalis reaksinya berupa PAL. Vickery dan Vickery
(1981) menyebutkan bahwa pada jalur asam sikimat akan terbentuk fenilalanin
yang merupakan salah satu senyawa asam amino aromatik yang selanjutnya akan
menghasilkan p-asam kumarat, sedangkan pada jalur asetat malonat akan
terbentuk asetil CoA yang akan menghasilkan malonil CoA, setelah mengikat satu
molekul CO2.
Secara umum kelompok besar senyawa fenolik dapat dibagi menjadi
senyawa flavonoid dan non flavonoid. Flavonoid dapat dibagi menjadi sub-kelas
yaitu antosianin, flavanol, flavanon, flavonol, flavon dan isoflavon. Flavonoid
yang mengikat molekul gula disebut sebagai flavonoid glikosida, sedangkan yang
tidak mengikat molekul gula disebut sebagai flavonoid aglikon. Flavonoid yang
terkandung dalam tanaman termasuk dalam bentuk glikosida (Muchtadi 2012).
Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan yang mempunyai aktivitas
antibakteri, anti-inflamatori, antialergi, antimutagenik, antiviral, antineoplastik,
anti-trombotik, aktivitas vasodilatori, dan juga dapat mengurangi resiko penyakit
kardiovaskuler pada manusia (Rice-Evan et al. 1996, Yochum et al. 1999,
Polagruto et al. 2003). Antosianin dan kuersetin merupakan bagian golongan
flavonoid telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan sel kanker pada manusia
(Lamson et al. 2002, Katsube et al. 2003, Zhang et al. 2012).
Daun kemuning mengandung senyawa flavonoid, turunan flavonoid,
kumarin, alkaloid, dan bersifat antioksidan (Siregar 2005, Rohman dan Riyanto
2005, Nugroho et al. 2010, Zhang et al. 2012). Aktivitas antibakteri yang berasal
dari daun kemuning memiliki kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh
minimum (KBM) masing-masing sebesar 30 dan 40% terhadap bakteri E.coli
(Dwi 2007).
Pemanenan
Pemanfaatan daun kemuning sebagai bahan obat tidak terlepas dari
kegiatan pemanenan. Pemanenan dengan cara pemangkasan merangsang
pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tidak dipangkas menghasilkan
bunga lebih awal dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas (Marini 2014).
Singkong yang ditanam untuk menghasilkan daun memperoleh jumlah daun lebih
banyak ketika sering dipanen (Hue et al. 2012). Manfaat pemangkasan pada
tanaman teh selain untuk menjaga bidang petik agar tetap rendah juga mendorong
pertumbuhan tanaman teh agar tetap pada fase vegetatif, merangsang
pertumbuhan tunas-tunas baru, dan membuang cabang-cabang yang tidak
produktif (Aprisiani 2008).
Penelitian mengenai pengaruh panen terhadap kadar dan produksi fitokimia
tanaman telah banyak dilaporkan diantaranya oleh Li dan Strid (2005) bahwa
terjadi peningkatan kadar antosianin secara linear antara 2-8 hari setelah
pemangkasan pucuk Arabidopsis thaliana yang menyebabkan tanaman berubah
menjadi ungu. Interval panen diduga juga dapat mempengaruhi produksi dan
kadar protein daun. Sanchez et al. (2007) melaporkan dari hasil penelitiannya

13

bahwa perpanjangan interval panen dari 8 minggu menjadi 16 minggu
menyebabkan kadar protein pada Cratylia argentea mengalami penurunan dari
219 g/kg BK menjadi 185 g/kg BK. Penelitian Hue et al. (2012) menunjukkan
bahwa kadar tanin total meningkat pada panen pertama dan cenderung menurun
pada panen berikutnya disaat kadar HCN (Hydrogen cyanide) meningkat pada
singkong.
Pemanenan dengan waktu yang lebih singkat menimbulkan stres yang lebih
tinggi dibandingkan waktu panen yang lebih lama (Aziz 2015). Kandungan total
fenolik dan total flavonoid daun muda dan medium tanaman kemuning
menunjukkan nilai tertinggi pada saat interval panen yang lebih singkat yaitu 5
minggu dibandingkan interval panen 12 minggu (Utami 2014, Utami et al. 2015).
Kadar flavonoid total daun kemuning tertinggi dihasilkan oleh daun dewasa ke-3
pada panen 4 bulan pertama (34 BST) dibandingkan panen 4 bulan kedua (38
BST), dengan 1 kali pemupukan organik pada 4 bulan sebelum panen pertama (30
BST). Produksi flavonoid total menurun dari 524.06 g per tanaman pada panen
pertama (34 BST) menjadi 219.76 g per tanaman pada panen kedua (38 BST)
(Karimuna et al. 2015).

14

3 METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilaksanakan di kebun percobaan organik Cikarawang, IPB
dengan letak geografi antara 6o30' - 6o45' LS dan 106o30'-106o45' BT, Bogor,
Indonesia. Jenis tanah pada lahan penelitian ini adalah Latosol Dramaga dengan
ketinggian tempat 250 m dpl. Percobaan ini telah dilaksanakan pada bulan Juni
2014 sampai dengan Februari 2015. Analisis pupuk telah dilaksanakan di
Laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, IPB. Analisis peubah produksi dilakukan di Laboratorium Pasca Panen
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Analisis kadar fitokimia dilakukan
di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain tanaman kemuning berumur 3341 bulan setelah tanam (BST), pupuk kandang ayam, abu sekam padi, pupuk
guano, dan bahan-bahan analisis kimia. Peralatan yang akan digunakan antara lain
meteran, timbangan digital, gunting/cutter, blender vorteks, mortar porselin,
Centrifuge Scan Speed mini dan HERMLE Z383K, Spectrophotometer UV-Vis,
microplate, Elisa reader (Biotech epoch), oven Memmert, kamera dan alat-alat
pertanian.
Metode Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) faktorial dengan dua faktor dan empat ulangan. Faktor pertama terdiri
atas 8 taraf dan faktor ke-dua terdiri atas 3 taraf perlakuan. Perlakuan yang
dicobakan adalah kombinasi dosis pupuk organik dan interval panen. Terdapat
delapan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dan tiga interval
panen (Tabel 3).
Tabel 3 Pelakuan kombinasi dosis pupuk kandang ayam dan abu sekam dan
interval panen pada kemuning
Perlakuan kombinasi dosis pupuk (kg tan -1tahun-1)
Faktor 1
0
0
7
7
14
14
21
21
0
3
0
3
0
3
0
3
Faktor 2
Waktu panen
Total panen selama
Interval panen Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb penelitian (8 bln)
2 bulan




4 kali panen
3 bulan


2 kali panen
4 bulan


2 kali panen
Jenis pupuk
Pukan ayam (PA)
Abu sekam (AS)

Setiap unit percobaan terdiri dari 1 tanaman, sehingga total tanaman yang
digunakan sejumlah 96 tanaman. Tanaman kemuning yang digunakan merupakan
tanaman kemuning yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Data hasil
pengukuran dianalisis menggunakan uji F untuk mengetahui pengaruh perlakuan.

15

Hasil sidik ragam yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lajut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data yang diperoleh dianalisis secara
statistik menggunakan Software SAS v9 portable. Model linear yang digunakan
dalam percobaan ini adalah:
Yijk
= µ + τi + ßj + (αß)ij + ρk + εijk
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan pada pemupukan ke-i, interval panen ke-j, dan kelompok
ke-k
µ
: Rataan umum.
αi
: Pengaruh perlakuan pemupukan ke-i (i=1,2,3,4, dan5).
ßj
: Pengaruh interval panen ke-j (j=1,2, dan 3).
(αß)ij : Interaksi antara perlakuan pemupukan dan interval panen.
ρk
: Pengaruh kelompok ke-k (k=1, 2, 3, dan 4 bulan).
εijk : Pengaruh acak pada perlakuan pemupukan ke-I, interval panen ke-j dan
kelompok ke-k
Rata-rata data NPK jaringan daun, bobot basah dan kering daun, serta
produksi fitokimia daun digunakan untuk uji korelasi dengan Principel
Component Analysis (PCA Biplot) menggunakan Software Minitab 16.
Prosedur Percobaan
Tanaman yang digunakan dalam penelitian merupakan tanaman yang telah
tumbuh pada jarak tanam 1 m x 1 m di kebun percobaan organik Cikarawang
dengan tinggi tanaman rata-rata mencapai 108 cm dengan penambahan 0.42 kg
tanaman-1 pupuk guano sebagai pupuk dasar. Frekuensi pemupukan dilakukan
sesuai dengan frekuensi panen, sehingga total masing-masing dosis aplikasi pupuk
merupakan dosis per tahun. Cara pemupukan dilakukan dengan membuat alur
yang mengelilingi tanaman tepat di bawah ujung tajuk dengan kedalaman 20-30
cm dan pupuk segera ditaburkan dalam alur tersebut kemudian ditutup.
Pemanenan dilakukan dengan cara pangkas rata pada tinggi tanaman 75 cm dari
permukaan tanah (Gambar 5).
> 75

cm

75
cm

0
A
B
Gambar 5 Pemangkasan tanaman kemuning A. tinggi pangkas untuk panen, B.
bagian daun sampel

16

Sebelum percobaan dilakukan analisis hara tanah dan hara pupuk. Peubah
produksi yang diamati berupa bobot basah dan kering daun total, serta bobot
basah ranting total. Peubah fitokimia dan hara jaringan daun dilakukan pada
sampel daun yang telah terbentuk sempurna, yang diamati berupa analisis hara N,
P, dan K jaringan daun, kadar protein, aktivitas enzim PAL (Phenylalanin
ammonia liase), kadar flavonoid total, kadar antosianin, kadar klorofil total, dan
aktivitas antioksidan.
Pengamatan
Analisis hara tanah dan hara pupuk
Analisis hara tanah dilakukan sebelum dan setelah penelitian untuk
mengetahui kadar hara dalam tanah. Analisis hara pupuk dilakukan sebelum
penelitian dilaksanakan untuk mengetahui kadar hara pupuk.
Peubah produksi (g)
Bobot basah daun diperoleh dengan cara menimbang bobot basah semua
daun yang telah dipisahkan dari ranting hasil panen pada ketinggian 75 cm dari
permukaan tanah, setiap kali panen. Ranting ditimbang sebagai bobot basah
ranting total. Untuk interval panen 2 bulan semua daun hasil panen 4 kali
pemanenan, dan hasil panen 2 kali pemanenan untuk interval 3 dan 4 bulan. Bobot
kering daun diperoleh dengan cara menimbang daun yang telah mengalami proses
pengeringan dalam oven 600C selama 3 hari.
Kadar hara dan senyawa fitokimia daun
Kadar hara dan senyawa fitokimia daun kemuning merupakan rata-rata
data hasil analisis pada panen awal dan akhir setiap interval panen menggunakan
daun dewasa ke-4 dan 5. Perhitungan serapan hara dan produksi senyawa
fitokimia dilakukan dengan cara mengalikan bobot basah atau bobot kering daun
panen dengan konsentrasi atau kadar senyawa fitokimia.
Analisis kadar hara pada jaringan daun (N, P, dan K)
Penentuan N