Pengaruh Aplikasi Guano Dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya Paniculata (L.) Jack)
PENGARUH APLIKASI GUANO DAN ABU SEKAM
TERHADAP INDUKSI PEMBUNGAAN KEMUNING
(Murraya paniculata (L.) JACK)
TABITHA TRIANDA ELIAZAR
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Aplikasi
Guano dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 29 September 2015
Tabitha Trianda Eliazar
NIM A24110066
ABSTRAK
TABITHA TRIANDA ELIAZAR. Pengaruh Aplikasi Guano dan Abu Sekam
Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack).
Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ.
Kemuning (Murraya paniculata (L). Jack) memiliki beragam manfaat dan
fungsi sehingga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Tanaman ini sering
dijadikan tanaman hias karena memiliki keindahan bunga yang menyerupai melati,
harum dan buah tua yang berwarna kemerahan. Namun ketika waktu berbunga,
tidak jarang tanaman ini tidak menghasilkan bunga. Tujuan penelitian ini adalah
meneliti pengaruh jenis pupuk guano dan abu sekam dalam kegiatan budidaya
tanaman kemuning, terutama dalam proses induksi pembungaannya. Penelitian
dilakukan di Kebun Percobaan Organik Cikarawang, Institut Pertanian Bogor,
Darmaga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan percobaan meliputi aplikasi
pemupukan guano 0.4 kg tanaman-1 , kombinasi guano 0.4 kg tanaman-1 dengan
abu sekam 3 kg tanaman-1, aplikasi pemupukan abu sekam 3 kg tanaman-1 dan
tanpa pemupukan keduanya (kontrol). Perlakuan abu sekam berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman saat 24 MSP dan terhadap jumlah daun saat 20 MSP.
Penambahan guano juga meningkatkan tingkat kehijauan pada daun tua.
Perlakuan abu sekam terbukti dapat meningkatkan jumlah bunga saat 12 dan 20
MSP.
Kata kunci : bobot bunga, jumlah bunga, kadar NPK, klorofil, organik
ABSTRACT
TABITHA TRIANDA ELIAZAR. Guano and Rice-Hull Ash Application for
Flowering Induction on Orange Jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack).
Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ.
Orange jessamine (Murraya paniculata (L). Jack) has a high economical
value because of it function and medicinal value. This plant often use as an
ornamental plant because it has beautiful flowers like jasmine, has nice scent, and
red colour fruits. The aim of this research is to study about guano and rice-hull ash
application on flowering induction process. This research was conducted at
organic experimental farm, Bogor Agricultural University, Darmaga, Indonesia.
The experimental design used in this research is Randomized Complete Block
Design. The experiment used guano 0.4 kg plant-1, combination of guano 0.4 kg
plant-1 with rice-hull ash 3.0 kg plant-1, rice-hull ash 3.0 kg plant-1 and without
fertilization (control). The results showed that the application of rice-hull ash
increased plant height 24 week after application (WAP) and leaf number 20 WAP.
Guano application significantly increased mature leaves chlorophyll contant.
Rice-hull ash application significantly increased flower number at 12 WAP and 20
WAP.
Key words : chlorophyll, flower number, flower weight, NPK value, organic
PENGARUH APLIKASI GUANO DAN ABU SEKAM
TERHADAP INDUKSI PEMBUNGAAN KEMUNING
(Murraya paniculata (L.) JACK)
TABITHA TRIANDA ELIAZAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan November 2014
sampai Juni 2015 adalah Pengaruh Aplikasi Guano dan Abu Sekam Terhadap
Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz
MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang
tua beserta seluruh keluarga atas dukungan dan doanya, kemudian juga kepada
teman-teman atas dukungan dan doa demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 29 September 2015
Tabitha Trianda Eliazar
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Kemuning
Budidaya Kemuning
Pemupukan
Unsur hara nitrogen (N)
Unsur hara kalium (K)
Unsur hara fosfor (P)
Unsur hara silikon (Si)
Pupuk kandang
Abu sekam
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tinggi Tanaman
Tinggi Bekas Pangkasan
Jumlah Daun
Bobot Basah dan Kering Total Daun Tanaman
Waktu Kemunculan Bunga
Bobot Panen Bunga Saat 75% dari Populasi Berbunga
Tingkat Kehijauan Daun
Analisis NPK
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vii
vii
vii
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6
6
6
7
8
8
9
9
10
10
12
12
13
14
14
17
17
18
18
23
24
DAFTAR TABEL
1 Persentase hara pupuk dan sumbangan hara guano dan abu sekam pada
tanaman kemuning
2 Hasil analisis tanah saat 38 bulan setelah tanam (BST)
3 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap pertambahan tinggi
pangkasan tanaman kemuning
4 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap bobot basah daun
kemuning
5 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap bobot kering daun
kemuning
6 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap kandungan klorofil
daun tua dan daun muda kemuning saat 4 MSP
7 Hasil analisis daun terhadap kadar N, P, dan K berdasarkan perlakuan
pupuk guano dan abu sekam
8
8
10
11
11
13
14
DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman kemuning 38 bulan setelah tanam (BST)
2 Bunga kemuning
3 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
4 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
5 Hubungan pemupukan terhadap waktu kemunculan dan jumlah bunga
kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
6 Hubungan pemupukan terhadap bobot panen bunga kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata pada 12
dan 20 MSP
6
6
9
10
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim bulan Januari 2015 – Desember 2015
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Murraya paniculata (L.) Jack atau dikenal sebagai kemuning merupakan
tanaman perdu tropis family Rutaceae yang berasal dari Asia Tenggara (Olaware
et al. 2005). Kemuning dapat ditemukan tumbuh sampai ketinggian 400 m di atas
permukaan laut. Tanaman kemuning di Indonesia banyak tumbuh di Jawa Tengah
dan Jawa Timur (Kartasapoetra 2004).
Beragam manfaat dan fungsi yang dimiliki kemuning menjadikannya
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Sulaksana dan Jayusman 2005).
Produk herbal atau obat tradisional alami telah digunakan oleh manusia sejak
bangsa manusia pertama. Kemuning adalah salah satu dari berbagai tanaman yang
dapat dijadikan obat. Daun dan akarnya dapat digunakan untuk mengobati rematik,
batuk dan gangguan saraf. Di Filipina, daun tanaman ini telah dijadikan stimulan
atau infus untuk mengobati diare (Gautam et al. 2012).
Selain daun dan akar, kulit batang, bunga dan buah pada tanaman ini juga
memiliki khasiat tersendiri. Kulit batang tanaman kemuning mengandung
mexotioin dan coumarin. Bunga kemuning mengandung scopoletin yang
berfungsi untuk menormalkan tekanan darah, sebagai zat anti-radang dan antialergi. Buah kemuning mengandng semi-α-carotenome (Sulaksana dan Jayusman
2005). Saat ini, kemuning termasuk tanaman yang sudah teruji klinik menjadi
tanaman obat yang sedang dikembangkan dan menjadi fokus oleh menteri
kesehatan untuk program Saintifikasi Jamu (Permenkes 2013).
Tanaman suku Rutaceae ini selain memiliki nilai ekonomis sebagai
tanaman obat juga sering dijadikan tanaman hias karena memiliki keindahan
alami dengan bunga putih yang menyerupai melati serta harum dan buah tua yang
berwarna kemerahan (Dwi 2007). Tanaman kemuning dalam pot menjadi hal yang
penting dalam industri tanaman hias di Italia karena permintaan akan tanaman ini
yang tinggi dalam pasar lokalnya maupun dalam pasar Eropa (Olaware et al.
2005). Keinginan dan keberhasilan membuat tanaman hias rajin berbunga adalah
dambaan bagi seorang pemilik tanaman. Namun sayangnya, tidak sedikit yang
menuai kekecewaan karena tanaman tersebut tidak kunjung berbunga. Setibanya
waktu berbunga, kontinuitasnya tidak bisa diharapkan (Endah 2002). Hal inilah
yang tak jarang dialami pada tanaman kemuning.
Kegiatan pemupukan dapat merangsang pembungaan untuk tanaman
(Erwiyono et al. 2006). Pada masa generatif, pupuk yang harus diberikan adalah
pupuk fosfor dan kalium, karena tanaman membutuhkan energi untuk membentuk
bunga (Sunarto 2002). Guano dapat digunakan sebagai pupuk karena kaya akan
nitrogen dan fosfor (Suwarno dan Idris 2007). Persentase hara NPK guano lebih
tinggi jika dibandingkan dengan pukan sapi (0.3:0.2:0.15), pukan kambing
(0.7:0.4:0.25) dan pukan ayam (1.5:1.3:0.8) yaitu N 2.09 %, P2O5 3.2 %, dan K2O
sebesar 0.9 % (Shetty et al. 2013). Abu sekam berfungsi untuk menggemburkan
tanah sehingga akar tanaman dapat menyerap hara lebih baik (Norhasanah 2012).
Persentase hara abu sekam yaitu mengandung silika 97 %, K2O 2 % dan N 1 %
(Kiswondo 2011).
2
Penelitian mengenai kandungan bahan bioaktif tanaman kemuning sudah
dilakukan. Sejauh ini belum ada pustaka yang secara khusus menguraikan metode
pembungaan yang paling baik untuk tanaman kemuning.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh guano dan abu sekam
dalam kegiatan budidaya tanaman kemuning, terutama dalam proses induksi
bunga kemuning (Murraya paniculata (L). Jacq).
Hipotesis
Terdapat perlakuan dosis guano dan abu sekam yang tepat untuk induksi
pembungaan kemuning
TINJAUAN PUSTAKA
Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) berasal dari daratan India dan
Asia Selatan. Tanaman kemuning tumbuh liar di semak belukar, tepi hutan, atau
ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar (Mattjik 2010). Tanaman
kemuning di Indonesia banyak tumbuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur
(Kartasapoetra 2004).
Tanaman kemuning memiliki klasifikasi dari divisi Magnoliophyta, kelas
Magnoliopsida dengan sub kelas Rosidae. Tanaman ini termasuk ordo Sapindales
dan famili Rutaceae dengan genus Murraya. Murraya paniculata (L.) Jack
memiliki sinonim M. banati Elm., M. exotica L., M. exotica var. sumatrana Koord.
Et Val., M. glenieli Thw., M. odorata Blanco, M. sumatrana Roxb., Chalcas
paniculata L., C. camuneng Burm. F., C. intermadia Roem., Connarus foetens
Blanco, C. santaloides Blanco (Sulaksana dan Jayusman 2005).
Kemuning dikenal dengan nama yang berbeda tiap daerah, seperti di Jawa
dikenal kamuning (Sunda), kemuning (Jawa Tengah), kamoneng (Madura).
Masyarakat Pulau Sumatera menyebut kemuning dengan kemuning (Melayu) dan
kemunieng (Minangkabau). Masyarakat Bali menyebutnya kemuning dan
masyarakat Nusa Tenggara menyebut kemuni (Bima), kemuning (Sumba), Sukik
(Roti). Orang – orang Sulawesi mengenal kamuning (Menado, Makasar), kamoni
(Bare), palopo (Bugis), dan Maluku mengenalnya dengan eschi (Wetar), fanasa
(Aru), kamoni (Ambon, Ulias), kamone (Buru) (Dalimartha 1999).
Morfologi Kemuning
Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) adalah salah satu tanaman yang
sering digunakan sebagai obat herbal. Tanaman ini termasuk suku Rutaceae,
tumbuh liar di semak belukar atau sengaja ditanam di halaman rumah sebagai
tanaman hias. Tinggi tanaman sekitar 3-8 m. Batang kemuning keras, beralur, dan
3
tidak berduri. Daunnya majemuk bersirip ganjil dengan jumlah anak daun antara
3-9 helai dan letaknya berseling. Helaian daun bertangkai berbentuk telur,
sungsang, ujung pangkal runcing, serta tepi rata atau sedikit bergerigi. Panjang
daun sekitar 2-7 cm dan lebar antara 1-3 cm (Dwi 2007).
Bunga kemuning majemuk dan berbentuk tandan yang terdiri dari 1-8
bunga. Warnanya putih dan berbau harum. Bunga-bunga kemuning keluar dari
ketiak daun atau ujung ranting. Buah kemuning berbentuk bulat telur atau bulat
memanjang dengan panjang 8-12 mm. Buah berwarna hijau saat masih muda dan
setelah tua menjadi merah mengkilat. Dua buah biji dapat ditemukan dalam satu
buah kemuning (Sulaksana dan Jayusman 2005).
Budidaya Kemuning
Sejak dahulu, ramuan obat alami diambil secara langsung dari alam.
Seiring berjalannya waktu permintaan akan ramuan obat semakin meningkat
sementara ketersedian tanaman obat mulai terbatas. Kegiatan yang dapat
mengantisipasi kelangkaan tanaman obat ini adalah kegiatan budidaya. Menurut
Sulaksana dan Jayusman (2005), budidaya tanaman kemuning dapat diawali
dengan perbanyakan tanaman dengan cara generatif (biji) ataupun vegetatif (setek
dan cangkok).
Kegiatan berikutnya setelah melakukan perbanyakan tanaman dalam
pembibitan adalah melakukan penanaman. Sebelum melakukan penanaman
kemuning, harus diawali dengan persiapan lahan yang telah diolah dengan
kedalaman 30-40 cm. Tanaman kemuning dapat ditanam dalam pot sehingga
persiapan media tanam harus dilakukan sebelum kegiatan penanaman (Sulaksana
dan Jayusman 2005). Syarat media tanam yang baik adalah ringan, murah, mudah
didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara). Penggunaan media tumbuh
yang tepat akan menentukan pertumbuhan optimum. Sterilisasi pupuk kandang
sebelum digunakan untuk campuran media tanam bertujuan membunuh penyakit,
cendawan, bakteri, biji gulma, nematoda dan serangga tanah (Prastowo et al.
2006).
Tanaman kemuning tumbuh menahun dan berbunga terus-menerus
sepanjang tahun, oleh karena itu kegiatan pemeliharaan tanaman harus teratur.
Kegiatan utama pemeliharaan tanaman kemuning adalah penyiraman, pemupukan
dan pemangkasan serta penyiangan gulma. Penanggulangan hama penyakit juga
perlu dilakukan dengan teratur. Penelitian mengenai pemupukan tanaman
kemuning untuk menghasilkan produksi daun yang tinggi sudah dilakukan, yaitu
dengan menggunakan pupuk kandang ayam 2.5 kg tanaman-1 walaupun belum
mencukupi untuk hasil panen keduanya (Karimuna et al. 2015).
Pemupukan
Pemberian pupuk bertujuan menambah bahan organik atau unsur hara
mineral yang dibutuhkan tanaman, baik melalui media tanam, ataupun daun
(Yukamgo dan Yuwono 2007). Penggunaan pupuk tidak hanya menambah unsur
hara tanah tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh
4
dengan baik (Setiawan et al. 2006). Aplikasi pupuk tidak berimbang dapat
mengakibatkan pencemaran.
Pemahaman mengenai 4 dasar dalam pemupukan sangat dibutuhkan agar
pupuk dapat diserap tanaman secara efisien dan efektif, yaitu apa saja nutrisi yang
dibutuhkan, berapa dosisnya, kapan waktu dibutuhkan, dan bagaimana cara
aplikasinya (Sutopo 2008). Pemupukan yang kurang dari kebutuhan tanaman akan
menjadikan tidak optimal produksinya. Kelebihan pemupukan juga berarti
pemborosan dan dapat menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan hama dan
penyakit, serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarno 2009).
Unsur hara mineral dibutuhkan tanaman sebagai sumber nutrisi yang
menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara mineral terdiri
dari dua golongan, yaitu unsur hara mineral mikro dan unsur hara mineral makro.
Kedua unsur hara tersebut saat kondisi tertentu dibutuhkan tanaman dalam jumlah
banyak. Unsur hara makro yang paling sering digunakan adalah N, P, dan K
(Endah 2002).
Pada tanaman famili Rutaceae, manajemen air dapat digunakan untuk
merencanakan pembungaan. Tanaman dibiarkan tidak disiram selama 3-5 hari
sampai keadaan layu, kemudian diberi pupuk NPK 40-50 g dicampur urea 25 g
dan siram sampai lembab. Penyiraman rutin setelah kondisi stres air menyebabkan
tumbuh tunas dan berbunga pada tanaman jeruk (Mulyanto 2014). Pada tanaman
kakao, kegiatan pemupukan dapat merangsang pembungaan untuk tanaman
(Erwiyono et al. 2006). Pupuk yang dapat digunakan untuk merangsang
pembungaan adalah pupuk yang kaya hara P dan K.
Unsur hara nitrogen (N)
Fungsi nitrogen bagi tanaman antara lain mendorong pertumbuhan
tanaman secara keseluruhan (terlebih saat fase vegetatif), mendukung proses
metabolisme seperti fotosintesis. Namun unsur N mudah teroksidasi sehingga
cepat menguap atau tercuci sebelum tanaman nenyerap seluruhnya (Gonggo et al.
2006). Kelebihan nitrogen dapat menyebabkan tanaman mudah rebah dan
menurunkan kualitas hasil tanaman (Patty et al. 2013).
Unsur hara kalium (K)
Menurut Endah (2002), fungsi kalium menunjang proses pembentukan
akar, memperkuat daun, bunga dan buah agar tidak cepat gugur. Kalium
merupakan unsur makro yang terlibat dalam mempertahankan status air tanaman
dan tekanan turgor sel-selnya serta pembukaan dan penutupan stomata (Erwiyono
et al. 2006). Unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara P
ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman
(Mukasyafah 2011). Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil,
lemah (tidak tegak), proses pengangkutan hara terganggu, pernafasan dan
fotosintesis terganggu, yang pada akhirnya mengurangi produksi (Abdillah 2008 ).
Unsur hara fosfor (P)
Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah
dibanding nitrogen (N), kalium (K), dan Kalsium (Ca). Unsur hara P ini penting
untuk pembentukan protein, pembentukan akar, mempercepat tua buah atau biji –
bijian, pembelahan sel, ketahanan terhadap penyakit (Rukmi 2009). Di samping
itu, P juga berfungsi sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator
5
dan kofaktor ataupun pengatur enzim serta berperan dalam proses fisiologi
(Mukasyafah 2011).
Unsur hara silikon (Si)
Silikon (Si) termasuk dalam unsur hara mikro yang perannya kurang
mendapat perhatian. Meskipun bukan termasuk unsur hara esensial, Si dikenal
sebagai unsur hara yang bermanfaat, terutama untuk tanaman akumulator Si
(Husnain et al. 2010). Pemahaman dan penelitian tentang Si sebagai nutrisi
tanaman masih sangat terbatas di Indonesia. Sumber Si yang potensial untuk
menambahkan kadar Si di dalam tanah, khususnya pada tanah yang telah tua
adalah abu sekam (Winarso et al. 2001). Si dapat menaikan produksi, karena
dalam oksidasinya mampu memperbaiki sifat fisik tanaman (Norhasanah 2012)
dan dapat meningkatkan ketersediaan P serta mengurangi aktifitas logam beracun
seperti Al, Fe dan Mn (Yukamgo dan Yuwono 2007). Silikon juga berpengaruh
terhadap metabolisme karbohidrat (Mukasyafah 2011).
Pupuk kandang
Penambahan pupuk kandang/bahan organik secara teratur dapat
meningkatkan C organik tanah yang berguna memperbaiki kesuburan fisik, kimia
maupun biologi tanah, serta sebagai sumber unsur hara makro dan mikro. Hara
dalam pupuk kandang tidak mudah tersedia bagi tanaman, karena ketersediaan
haranya sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi bahan-bahan tersebut
(Hartatik et al. 2006). Kandungan zat hara pada pupuk kandang ayam adalah N
1.63 %, P 1.54 %, K 0.85 % (Sutopo 2008).
Kotoran kelelawar ternyata juga menjadi pupuk yang sangat bagus karena
mengandung senyawa – senyawa organik, baik elemen makro maupun mikro yang
dibutuhkan tanaman. Menurut hasil penelitian Gustian et al. (2003) guano mampu
memberikan suplai hara yang baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman padi. Guano mengandung unsur hara N, P dan K yang sangat dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhan akar, batang, daun dan pembungaan. Substitusi
guano sebagai pupuk organik akan menyebabkan terjadinya peningkatan unsur
hara P, K, Mg, Fe, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), kemampuan
menyerap dan menyimpan air, perbaikan aerasi dan kegemburan media (Endrizal
dan Bobihoe 2000), menggemburkan lapisan permukaan tanah, meningkatkan
populasi jasad renik, menaikkan daya simpan air dan secara keseluruhan dapat
meningkatkan kesuburan tanah (Kristanto et al. 2009). Hasil penelitian Hayanti et
al. (2014) kualitas unsur hara N, P,K dan Rasio C/N pada kompos kotoran
kelelawar dengan penambahan jerami padi, arang sekam dan dedak, berturutturut, yaitu hara N 4.89 % (sangat tinggi), P 1.65 % (sangat tinggi), K 1.89
%(sangat tinggi), dan rasio C/N 5 (rendah).
Abu sekam
Produksi sekam padi di Indonesia bisa mencapai 4 juta ton per tahunnya,
ini berarti abu sekam padi yang dihasilkan 400 ribu ton per tahun (Pane et al.
2014). Limbah pertanian abu sekam merupakan bahan berserat yang mengandung
selulosa dan jika dibakar dapat menghasilkan abu dengan kandungan silika 97 %,
K2O 2 % dan N 1 % (Kiswondo 2011). Abu sekam memiliki fungsi mengikat
logam berat. Menurut Norhasanah (2012), abu sekam memiliki daya aerasi udara
sangat baik dan dapat meningkatkan kandungan Ca dan Mg dalam tanah karena
6
menurut (Lili 2003) fungsi kimianya adalah melepas ikatan asam sehingga unsur
hara menjadi tersedia bagi tanaman. Selain itu abu sekam berfungsi untuk
menggemburkan tanah sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap
unsur hara di dalamnya (Pane et al. 2014).
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Organik Cikarawang, Institut
Pertanian Bogor Darmaga. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2014
sampai bulan Juni 2015. Analisis unsur N, P, dan K dilaksanakan di Laboratorium
Pengujian, Institut Pertanian Bogor dan analisis tanah dilaksanakan di Balai
Penelitian Tanah, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman kemuning berumur tiga puluh
bulan. Perlakuan pemupukan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk guano
dan abu sekam. Tanaman diberikan pupuk dasar yaitu pupuk kandang ayam
sebanyak 5 kg tanaman-1. Peralatan yang digunakan adalah ticker, timbangan
analitik dan SPAD.
Gambar 1 Tanaman kemuning 38 BST
Gambar 2 Bunga kemuning
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT). Percobaan terdiri dari 1 faktor. Faktor tersebut
meliputi :
P0 = tanpa perlakuan (kontrol)
P1 = perlakuan pupuk guano 0.4 kg tanaman-1
P2 = perlakuan pupuk guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3 kg tanaman-1
P3 = perlakuan abu sekam 3 kg tanaman-1
Percobaan diulang sebanyak 5 ulangan. Total satuan percobaan sebanyak
20 satuan percobaan dengan setiap satuan percobaannya terdiri dari 1 tanaman.
Aplikasi perlakuan pemupukan dilakukan dua kali, di awal musim hujan (bulan
7
Desember) dan di akhir musim hujan (bulan Maret). Pemupukan dilakukan
dengan membuat alur mengelilingi pangkal tanaman.
Model linier aditifnya adalah sebagai berikut :
Yij = μ + αi + βj + εij
Yij = respon pengamatan perlakuan pada taraf pemupukan ke – i, ulangan ke – j.
μ = nilai rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke – i (i = 1,2,3,4)
βj = pengaruh ulangan ke – j (j = 1,2,3,4,5,6)
εij = pengaruh galat percobaan
Apabila pada hasil sidik ragam perlakuan terdapat pengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT pada taraf 5%.
Prosedur Analisis Data
Pengamatan dilakukan terhadap dua fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif
dan generatif. Pengamatan dilakukan pada semua tanaman kemuning yang
digunakan. Fase vegetatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, tinggi bekas
pangkasan, jumlah daun tanaman, bobot basah dan kering daun, klorofil/warna
daun tanaman dan analisis unsur N, P dan K tanaman. Fase generatif yang diamati
meliputi waktu munculnya bunga dan bobot bunga saat panen.
Tinggi tanaman diamati satu bulan sekali mulai dari bulan Januari sampai
Juni 2015. Tanaman diukur dari batang di atas permukaan tanah sampai daun
teratas tanaman. Pengukuran bekas tinggi pangkasan diamati dari 8 minggu
setelah perlakuan (MSP) atau bulan Februari 2015. Pengamatan dengan mengukur
tanaman dari batang di atas permukaan tanah sampai batas bekas pangkasan pada
sisi tanaman yang sama setiap tanaman.
Jumlah daun majemuk diamati satu bulan sekali selama 6 bulan waktu
pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah cabang daun per
tanaman. Hasil perhitungan jumlah cabang daun dikalikan dengan jumlah daun
majemuk pada satu cabang. Hasil ini mewakili keseluruhan jumlah daun dalam
tanaman. Pengamatan tingkat kehijauan daun tanaman dilakukan pada daun muda
dan daun tua setiap tanaman dalam posisi yang sama menggunakan SPAD dalam
satuan unit.
Bobot basah dan kering daun diperoleh dengan memanen 100 daun tua per
tanaman. Penimbangan bobot basah sebelum dioven dan dilanjutkan dengan
penimbangan bobot kering daun yang telah dioven dalam suhu 60°C selama 72
BB−BK
jam. Pengukuran kadar air dihitung dengan rumus :
x
%
BB
Analisis unsur N, P dan K tanaman dilakukan saat 12 MSP dengan
memanen daun tua ke-5 pada cabang per tanaman sebanyak 100 buah per tanaman.
Penimbangan bobot basah dan kering daun yang telah dioven dalam suhu 60°C
selama 72 jam. Daun yang sudah kering dihaluskan dengan blender sampai
menjadi bubuk kemudian diuji di laboratorium pengujian Departemen Agronomi
dan Hortikultura. Pengujian unsur N total menggunakan uji Kjeldahl dan
pengujian unsur P total dan K total menggunakan uji HNO3 + HClO4.
Waktu munculnya bunga dan jumlah bunga diamati dengan menghitung
dan mencatat waktu tanaman mulai berbunga sejak perlakuan pertama. Panen
8
bunga dilakukan jika 75% dari populasi tanaman telah berbunga. Panen dilakukan
dengan mengambil maksimal 10 bunga per tanaman untuk ditimbang bobotnya.
∑
l
g
x bobot
bunga.
Bobot bunga dihitung dengan rumus :
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F dan pada hasil yang berbeda
nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata
5%. Analisis statistik menggunakan software SAS 9 for Windows.
Tabel 1 Persentase hara pupuk dan sumbangan hara guano dan abu sekam pada
tanaman kemuning
Perlakuan
Tanpa pemupukan
Guano 1)
Abu sekam 2)
Kandungan hara
pupuk (%)
N
P2O5 K2O
0
0
0
2.09 3.2
0.9
1.72 0.5
1.75
Sumbangan hara (kg tanaman-1)
N
0
0.0167
0.1032
P2O5
0
0.03
0.03
K2O
0
0.007
0.105
Keterangan : tidak dilakukan uji laboratorium pada perlakuan kombinasi guano dengan abu sekam;
1)
berdasarkan pada Shetty et al. (2013) ; 2) berdasarkan hasil analisis Balittanah
Kampus Penelitian Cimanggu (2015)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Jenis tanah di lokasi penelitian adalah tanah Latosol. Rata-rata curah hujan
bulanan selama penelitian dari bulan Januari-Juni 2015 sebesar 251, 346, 374, 206,
201.9, dan 90.2 mm. Rata-rata suhu selama penelitian dari bulan Januari-Juni
2015 adalah 25.2, 25.0, 25.6, 25.8, 26.3, dan 26.2 °C (BMKG 2015). Sekitar
tanaman kemuning dikelilingi tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) dan sisi
sebelah timur terdapat pohon bambu yang cukup banyak. Pertumbuhan tanaman
cukup baik sejak awal hingga akhir penelitian.
Tabel 2 Hasil analisis tanah saat 38 bulan setelah tanam (BST)
Peubah Kimia
pH H20
pH KCL
Metode Walkey and Black
C-Organik (%)
Metode Kjedahl
N-Organik (%)
C/N
Metode HCl 25%
P2O5 (mg 100 g-1)
K2O (mg 100 g-1)
Metode Olsen
P2O5 (ppm)
Keterangan :
1)
Hasil
6.6
5.7
Keterangan1)
Netral
Agak masam
1.56
Rendah
0.16
10
Rendah
Rendah
138
15
Sangat tinggi
Rendah
43
Sedang
berdasarkan kriteria penilaian dari Hardjowigeno (2007); Sumber : Karimuna et al.
(2015)
9
Tinggi Tanaman
150
188.8 400
187.4 178
a
179.2 ab
300
ab b
100
200
50
100
Tinggi (cm)
200
0
0
4
Jan
8
Feb
12
16
20
Mar
Apr
Mei
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
CH
24
Jun
b 2015
0.4 kg guano
3.0 kg abu sekam
Gambar 3 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
Tinggi Bekas Pangkasan
Pemangkasan merupakan cara untuk mempertahankan fase vegetatif
tanaman dan merangsang pertumbuhan tunas baru (PPTK 2006). Pada tanaman
kemuning ini, pemangkasan dilakukan untuk mendapatkan ketinggian tanaman
yang sama rata sebelum perlakuan. Perubahan letak tinggi bekas pangkasan mulai
diamati dan dicatat pertambahannya pada 8 MSP. Aplikasi guano, abu sekam
maupun kontrol mempengaruhi tinggi bekas pangkasan tanaman kemuning.
Dapat dilihat pada Tabel 3 tinggi bekas pangkasan saat 8 dan 12 MSP
paling tinggi terdapat pada aplikasi guano dengan peningkatan 1.35 %. Saat
mencapai 16 MSP tinggi bekas pangkasan tertinggi terdapat pada aplikasi abu
sekam 3.0 kg tanaman-1 sebesar 0.93 % dibandingkan kontrolnya. Tanaman
kontrol memiliki pertambahan tinggi paling baik selama pengukuran. Aplikasi
pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bekas pangkasan tanaman
saat 20 dan 24 MSP dimana tanaman kontrol memiliki persentase pertambahan
tinggi paling besar secara berurutan sebesar 7.45 dan 1.73 %.
Curah Hujan (mm)
Dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa secara keseluruhan aplikasi
pemupukan ataupun kontrol berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman
kemuning dari 4 sampai 24 MSP. Hasil pengamatan saat 4, 8, 12, 20 dan 24 MSP
menunjukkan aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki persentase
peningkatan paling tinggi jika dibandingkan dengan kontrol secara berurutan
sebesar 4.01, 2.78, 2.04, 2.27, dan 5.36 %. Aplikasi pemupukan berpengaruh
nyata dengan tinggi tanaman saat 24 MSP, dengan persentase peningkatan tinggi
tanaman paling tinggi yaitu dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 sebesar
5.36 % jika dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, tanaman dengan aplikasi
kombinasi guano 0.4 kg tanaman-1 dan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki
persentase 0.67 % lebih rendah dibandingkan kontrol.
10
Tabel 3 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap pertambahan tinggi
bekas pangkasan tanaman kemuning
Perlakuan ( kg guano
tanaman-1 + kg abu
sekam tanaman-1)
0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Tinggi bekas pangkasan (cm)
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
0
100
100
100
100
-
8
12
16
20
24
102.00ab
103.80a
100.40b
101.601b
*
1.66
104.20
105.20
102.40
101.80
tn
1.91
107.40
106.40
107.80
108.40
tn
1.84
115.40a
108.80b
110.00b
110.00b
**
2.18
117.40a
110.20b
111.60b
111.30b
**
2.09
Total
pertam
bahan
(cm)
17.40
10.20
11.60
11.30
-
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Jumlah Daun
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
400
350
300
250
200
150
100
50
0
4402.8 a
2118.4
2158 1890
bbb
4
8
12
16
20
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
24
Jun 2015
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
3.0 kg abu sekam
CH
Gambar 4
Hubungan pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
Curah hujan (mm)
Jumlah daun
Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa aplikasi pemupukan mengakibatkan
penambahan jumlah daun dari 4 sampai 8 MSP, tetapi mengalami penurunan pada
12 MSP. Peningkatan jumlah daun kembali terjadi saat 16 MSP, tetapi saat 20 dan
24 MSP jumlah daun kembali mengalami penurunan dan peningkatan yang
berfluktuatif. Aplikasi pemupukan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun
tanaman saat 20 MSP, dimana jumlah daun tanaman dengan pemupukan abu
sekam 3.0 kg tanaman-1 lebih tinggi 103.9 % dibandingkan tanaman kontrol.
Sementara itu tanaman dengan perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 dan kombinasi
guano dengan abu sekam mengalami penurunan jumlah daun dan jika
dibandingkan dengan kontrol lebih rendah 1.8 dan 12.4%.
11
Bobot Basah dan Bobot Kering Total Daun Tanaman Kemuning
Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa bobot basah daun saat 12-24 MSP
paling besar ada pada tanaman dengan aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1,
walaupun aplikasi pemupukan tidak berpengaruh nyata pada bobot basah daun
kecuali saat 20 MSP. Bobot basah daun tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0
kg tanaman-1 lebih besar 100.1 % dibandingkan tanaman kontrol saat 20 MSP.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap bobot basah daun kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack)
Perlakuan ( kg
guano tanaman-1 +
kg abu sekam
tanaman-1)
0+0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Bobot Basah (BB) (g)
4
701.9
1001.3
774.7
593.9
tn
28.09 T
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
8
12
16
20
1474.7
1123.9
1278.4
1171.7b
1187.2
1158.7
1285.5
1278.4b
1155.8
1284.7
1090.7
1098.3b
1027.0
2086.3
2058.2
2344.6a
tn
tn
tn
*
T
T
T
21.04
23.34
23.77
21.69 T
24
1238.0
1342.7
1230.3
2284.1
tn
22.88 T
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; T) merupakan angka
hasil transformasi √� + .5
Pada Tabel 5 dapat dilihat pengaruh aplikasi pemupukan terhadap bobot
kering tanaman kemuning. Sama seperti pada bobot basahnya, bahwa bobot
kering tanaman paling besar ada pada tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0
kg tanaman-1 saat 12-24 MSP, walaupun tidak berbeda nyata hasilnya kecuali saat
20 MSP. Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki bobot
kering 125.7 % lebih besar dibandingkan dengan kontrolnya saat 20 MSP.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering daun kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack)
Perlakuan ( kg
guano tanaman-1 +
kg abu sekam
tanaman-1)
0+0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Bobot Kering (BK) (g)
4
197.1
330.5
245.5
207.7
tn
27.49 T
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
8
12
16
20
442.6
335.2
395.1
356.0b
390.8
376.9
420.2
418.5b
379.4
389.0
353.9
344.4b
358.0
tn
21.17 T
726.3
tn
22.42 T
699.5
tn
23.63 T
803.7a
*
21.50 T
24
382.4
442.4
402.8
789.6
tn
22.09 T
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; T) merupakan angka
hasil transformasi √� + .5
12
Waktu Kemunculan dan Jumlah Bunga
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
400
350
300
250
200
150
100
50
0
40.2
19.4
16.2
18.4
4
8
Jan
Feb
10.4 9.6
2.8
12
16
Mar
Apr
10.8
20
Mei
Curah Hujan (mm)
Jumlah Bunga
Pembungaan tanaman kemuning mulai terjadi serempak saat 8 sampai 20
MSP. Pembungaan terjadi paling banyak pada 12 MSP saat tanaman yang
berbunga mencapai 75% dari semua populasi tanaman kemuning dan pada 20
MSP (Gambar 5). Dalam penelitian ini, tanaman dengan aplikasi abu sekam 3.0
kg tanaman-1 memiliki jumlah bunga paling banyak sebesar 118.5 %
dibandingkan kontrol saat 12 MSP yang memiliki curah hujan tinggi. Menurut
Mattos et al. (2010) pembungaan pada tanaman jeruk terjadi saat temperatur
sudah optimum dan ketersediaan air meningkat.
24
Jun 2015
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
CH
0.4 kg guano
3.0 kg abu sekam
Gambar 5 Hubungan pemupukan terhadap waktu kemunculan dan jumlah bunga
kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
Bobot Panen Bunga Saat 75 % dari Populasi Berbunga
Pengamatan bunga tidak hanya dilakukan pada parameter waktu
kemunculan bunga tetapi juga pada bobot panen bunga. Rata-rata bobot bunga
saat 12 MSP paling besar ada pada tanaman kemuning dengan pemupukan abu
sekam dan diikuti tanaman dengan aplikasi kombinasi pemupukan guano dengan
abu sekam (Gambar 6).
Bobot bunga paling rendah ada pada tanaman dengan aplikasi guano 0.4 kg
tanaman-1. Saat 20 MSP tanaman mengalami penurunan bobot bunga bersamaan
dengan penurunan curah hujan (Gambar 6), yaitu pada tanaman dengan aplikasi
guano 0.4 kg tanaman-1, aplikasi kombinasi guano 0.4 kg dengan abu sekam 3.0
kg tanaman-1, aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1 dan kontrol berurutan sebesar
45.5, 89.7, 79.8 dan 43.5 %.
6
5
4
3
2
1
0
5.4
300
1.84
200
1.76 2.012
1.04
0.96
1.092
0.2084
100
0
12
Mar
20
Mei 2015
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
CH
Gambar 6
400
Curah hujan (mm)
Bobot bunga (g)
13
0.4 kg guano
3.0 kg abu sekam
Hubungan pemupukan terhadap bobot panen bunga kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata pada
12 dan 20 MSP
Tingkat Kehijauan Daun
Aplikasi pemupukan guano maupun abu sekam tidak memberikan
pengaruh nyata pada tingkat kehijauan daun muda tetapi memberikan pengaruh
nyata pada tingkat kehijauan daun tua (Tabel 6). Karimuna et al. (2015)
menyatakan bahwa kandungan klorofil paling tinggi ada pada daun tua tanaman
kemuning. Tingkat kehijauan daun muda dengan perlakuan guano lebih tinggi
sebesar 8.34 % dibandingkan dengan kontrol walaupun tidak berbeda nyata.
Tabel 6 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap tingkat kehijauan daun
tua dan daun muda kemuning saat 4 MSP
Perlakuan ( kg guano tanamanTingkat kehijauan daun tua
1
+ kg abu sekam tanaman-1 )
0
69.880b
0.4 + 0
77.340a
0.4 + 3.0
76.440a
0 + 3.0
72.400ab
Uji F
*
KK (%)
5.61
Tingkat kehijauan daun
muda
34.540
37.420
29.520
35.460
tn
21.04
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Tingkat kehijauan daun tua nyata lebih tinggi pada perlakuan guano 0.4 kg
tanaman-1 sebesar 10.67 % dari kontrol. Hasil tingkat kehijauan daun pada
perlakuan guano tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi guano dengan
abu sekam. Menurut Setiawan et al. (2006) adanya unsur N yang cukup tinggi,
maka klorofil yang terbentuk akan semakin tinggi pula. Hal ini bisa disebabkan
karena guano merupakan bahan organik yang kandungan nitrogennya lebih lama
tersimpan dalam tanah dan tidak mudah tercuci serta dapat meningkatkan kualitas
tanaman (Susintowati 2007).
14
Analisis N, P dan K
Berdasarkan Tabel 7 hasil analisis kadar nitrogen (N) pada daun tua ke- 5
menunjukkan bahwa perlakuan guano 0.4 kg tanaman -1 memiliki persentase
angka N total yang lebih tinggi 0.01 % dibandingkan kontrol dan kombinasi
perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki
persentase nilai N paling kecil sebesar 0.09 % dibandingkan kontrol. Pemberian
guano terbukti meningkatkan ketersediaan hara pada tanaman walaupun hasil
yang ditunjukkan tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan abu sekam.
Herbiani (2008) menyatakan bahwa aplikasi pupuk guano mampu meningkatkan
serapan nitrogen tanaman dan efisiensi serapan nitrogen.
Analisis kadar fosfor (P) dan kalium (K) menunjukkan kombinasi perlakuan
guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki kadar P
yang tinggi sementara perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki nilai P
sedang (Tabel 7). Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1
memiliki nilai K yang lebih tinggi sebesar 0.19 % dibandingkan kontrol.
Tabel 7 Hasil analisis daun terhadap kadar N, P, dan K berdasarkan perlakuan
pupuk guano dan abu sekam
Perlakuan ( kg
guano tanaman-1 +
kg abu sekam
tanaman-1)
0+0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Kadar NPK (%)
N total
Kategori1)
2.97
2.98
2.88
2.97
tn
9.20
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
P
total
0.26
0.27
0.28
0.23
tn
22.55
Kategori2)
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
K total
2.66
2.59
2.68
2.85
tn
15.86
Kategori 2)
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Keterangan :1) berdasarkan pada Susanto (2003) ; 2) berdasarkan pada Embleton et al. (1978)
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Shetty et al. (2013), guano
memiliki kandungan hara yang cukup besar dibandingkan pupuk kandang lainnya.
Guano merupakan pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar (Suwarno dan Idris
2007). Komposisi hara nitrogen dan fosfat yang tinggi menjadikan guano sebagai
pupuk organik yang memiliki nilai tinggi dan sangat bermanfaaat dalam pertanian
organik. Dalam perkembangan penelitian mengenai guano, banyak perbedaan
pendapat mengenai kandungan guano. Sediyarso (1999) menyatakan guano
memiliki kadar N 15 %, P 5.2 % dan K 1.7 %. Yuliarti (2009) menyatakan bahwa
guano memiliki kadar N 2.09 %, P 10.43 % dan K 0.07 %. Berdasarkan kedua
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa guano memiliki kadar N dan P yang
tinggi.
Secara umum, perlakuan pemupukan meningkatkan tinggi tanaman
terutama tanaman dengan perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 yang meningkatkan
tinggi tanaman dan tinggi bekas pangkasan yang secara kebetulan terjadi saat
curah hujan tertinggi yaitu saat 12 MSP jika dibandingkan pengamatan
sebelumnya sebesar 8 dan 1.35 %. Peningkatan tinggi tanaman ini terjadi karena
kadar hara N dalam guano yang tinggi sebesar 2.09 % (Tabel 1). Setiawan et al.
15
(2006) menyatakan bahwa meningkatnya kandungan nitrogen cukup berpengaruh
pada peningkatan tinggi tanaman. Pada penelitian ini, saat curah hujan menurun,
persentase peningkatan tinggi tanaman dan tinggi bekas pangkasan juga terlihat
menurun. Thamrin (2013) menyatakan keragaan tanaman tidak saja dipengaruhi
oleh umur tanaman tetapi juga faktor lingkungan. Menurunnya curah hujan dari
376 menjadi 206 mm per bulan mengakibatkan ketersediaan air pun berkurang
dan menurut Amrizal (2012), kelancaran penyerapan unsur hara oleh tanaman
sangat bergantung pada ketersediaan air dalam tanah.
Hasil analisis data 24 MSP menunjukkan pemupukan abu sekam 3.0 kg
tanaman-1 nyata meningkatkan tinggi tanaman walaupun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan kontrol dan juga guano 0.4 kg tanaman-1 (Gambar 3).
Sumbangan hara K dan N pada abu sekam memiliki angka paling besar (Tabel 1)
dan dari hasil analisis NPK yang dilakukan pada daun, persentase K total pada
daun tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg merupakan yang paling tinggi
diantara yang lainnya dan kandungan N totalnya juga termasuk tinggi (Tabel 7).
Dari hasil ini dapat dilihat bahwa sumbangan hara kalium yang diberikan pada
tanaman dengan aplikasi abu sekam tunggal, dapat diserap dengan baik. Hal ini
dicerminkan dari semua parameter pengamatan tanaman kemuning bahwa
perlakuan abu sekam menunjukkan pengaruh nyata dan kalium dapat membuat
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Alfon dan Aryantono 1993).
Handajaningsih dan Wibisono (2009) menyatakan semakin tinggi tanaman,
semakin banyak cabang terbentuk dan semakin banyak jumlah daunnya. Jumlah
daun yang banyak berbanding lurus dengan jumlah bunga yang dihasilkan
(Gambar 5). Pernyataan ini sesuai dengan hasil pengamatan pada tanaman
kemuning dengan aplikasi abu sekam 3.0 kg yang paling tinggi selama
pengamatan (Gambar 3) dan memiliki jumlah daun yang paling banyak diantara
tanaman dengan pemupukan lainnya (Gambar 4). Keberadaan kalium dalam tanah
dapat membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih lebat dan kuat (Rukmi 2009),
selain itu Suminarti (2010) menyatakan tanaman yang ketersediaan K nya rendah,
aktivitas fotosintesisnya juga rendah. Aktivitas fotosintesis yang rendah
menyebabkan energi untuk pertumbuhan juga rendah. Karimuna et al. (2015) juga
menyatakan bahwa unsur kalium dari abu sekam yang dimanfaatkan oleh tanaman
kemuning 38 BST lebih ditujukan pada fase vegetatif yaitu untuk produksi
biomassa daun tanaman.
Faktor curah hujan diduga juga memiliki peran terhadap penyerapan hara
tanaman. Curah hujan yang tinggi saat 12 MSP membuat tanaman dengan
perlakuan kombinasi guano 0.4 kg + abu sekam 3.0 kg tanaman-1 mengalami
peningkatan jumlah daun dibandingkan sebelumnya dan saat 16 MSP mengalami
penurunan jumlah daun karena rata-rata curah hujan yang menurun (Gambar 4).
Berdasarkan hasil analisis NPK pada daun, tanaman dengan kombinasi
pemupukan abu sekam dan guano, kadar K totalnya tinggi dan N totalnya lebih
rendah dibandingkan yang lainnya (Tabel 7). Dari hasil ini diduga penyerapan K
sudah maksimal dan penyerapan N kurang maksimal. Djazuli (2010) menyatakan
ketersediaan air dalam tanah merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang
paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Saat 20 MSP
tanaman kontrol dan kombinasi pemupukan mengalami penurunan jumlah daun
dari sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rachmiati et al. (2014) yang
menyatakan bahwa kondisi kekurangan air menyebabkan translokasi air dari daun
16
tua berpindah ke daun muda sehingga mengakibatkan gugur daun lapisan bawah
dan jumlah daun pun mengalami penurunan.
Perlakuan kombinasi pemupukan guano dan abu sekam pada tanaman
kemuning membuat jumlah daun dan bobot daun saat 8 MSP lebih sedikit
dibandingkan tanaman dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena terjadi
ketidakseimbangan unsur hara P dalam tanah karena hasil analisis tanah (Tabel 2)
menunjukkan bahwa tanah memiliki unsur P yang tinggi. Penambahan guano
yang mengandung P dan abu sekam yang mengandung Si dapat membuat unsur P
menjadi semakin banyak tersedia untuk tanaman. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Norhasanah (2012) bahwa, terlalu banyak unsur P dalam tanah dapat
menyebabkan berkurangnya unsur Cu dan Zn yang berperan dalam metabolisme
karbohidrat, pembentukan klorofil dan pembentukan protein. Metabolisme
karbohidrat yang menurun membuat C/N rasio pun akan menurun sehingga
pertumbuhan dan pembungaan menjadi terhambat.
Tanaman kemuning dengan perlakuan abu sekam 0.4 kg tanaman-1
mengalami peningkatan jumlah daun walaupun kondisi ketersediaan air menurun
saat 16 dan 24 MSP (Gambar 4). Hal ini karena abu sekam mengandung unsur Si
yang berfungsi membantu tanaman dalam menghadapi kekeringan dengan cara
memperkuat pertumbuhan tanaman melalui peningkatan fotosintesis dan aktivitas
akar, meningkatkan tekanan osmosis dengan menurunkan laju transpirasi,
merangsang aktivitas ketahanan antioksidan dan memperbaiki membran (Djajadi
2013).
Secara keseluruhan, bobot basah dan kering total daun tanaman dengan
aplikasi abu sekam 3.0 kg juga lebih tinggi dibandingkan yang lainnya dan hal ini
berbanding lurus dengan jumlah daun tanaman kemuning. Pupuk kandang dapat
meningkatkan bobot basah daun kemuning saat 34 BST (Karimuna et al. 2015).
Bobot basah total daun kemuning saat 12 MSP lebih tinggi dibandingkan saat 16
MSP. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan curah hujan saat pengamatan.
Menurut Karimuna et al. (2015), ketika curah hujan tinggi kelembaban tanah
cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan daun dewasa lebih cepat
dan begitupun sebaliknya. Daun dewasa yang ukurannya lebih besar dan telah
berkembang sempurna membuat bobot basah maupun bobot kering yang
dihasilkan menjadi tinggi.
Tanaman dengan perlakuan tanpa pupuk nyata meningkatkan bekas tinggi
pangkasan tanaman kontrol dibandingkan dengan tanaman lainnya. Hal ini
bertolak belakang dengan PPTK (2006) yang menyatakan tanah yang
kekurangan/kehilangan unsur hara mengakibatkan pertumbuhan tanamannya
terganggu dan produksi daunnya akan menurun. Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat dilihat bahwa pemupukan abu sekam 3.0 kg lebih efisien untuk pemeliharan
kemuning sebagai tanaman pagar karena pertumbuhannya yang optimal. Hal ini
sesuai dengan kriteria tanaman pagar menurut Werdiningsih (2007), yang
menyatakan bahwa tanaman pagar memiliki pertumbuhan jumlah daun yang baik
serta tahan terhadap cuaca ekstrim, selain itu pertambahan tingginya tidak terlalu
cepat.
Selain kandungan kalium yang tinggi (Tabel 1) pada abu sekam juga
terdapat kandungan silika (silikon oksidasi) yang tinggi sebesar 97 %. Pemupukan
Si dalam tanah akan mempengaruhi tanaman secara langsung dan tidak langsung.
Silika berperan dalam fisiologis tanaman melalui peningkatan fotosintesis yang
17
dapat diartikan dengan meningkatnya hasil fotosintat dan hal ini akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman, seperti jumlah daun dan jumlah bunga
(Mukasyafah 2011). Pemupukan Si dalam tanah akan melalui dua proses. Pertama,
terjadi peningkatan monosilikat pada tanah yang menyebabkan perubahan dari P
tidak terlarut (inert) menjadi P tersedia bagi tanaman. Hal ini karena SiO44memiliki elektronegatifitas lebih besar dibandingkan PO43- sehingga dapat
menggantikan PO43- yang tersemat. Proses yang kedua yaitu Si dapat mengikat P
sehingga pencucian P berkurang sekitar 30-90 %. Persamaan reaksinya adalah
sebagai berikut (Matichenkov dan Calvert 2002) :
2Al(H2PO4)3 + 2Si(OH)4 + 5H+ → Al2Si2O5 + 5H3PO4 + 5H2O
2FePO4+ Si(OH)4 + 2H+ → Fe2SiO4 + 2H3PO4
Unsur P berperan dalam mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan
buah namun ketersediaanya sangat sedikit di dalam tanah (Bara dan Chozin 2009).
Saat keluar bunga, tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur P yang mampu diserap
tanaman (Sutedjo 2010), dengan demikian silika yang turut serta dalam
meningkatkan unsur P tersedia bagi tanaman diduga dapat merangsang
pembentukan bunga.
Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki jumlah
bunga paling banyak selama pengamatan, baik ketika curah hujan tinggi maupun
rendah (Gambar 5). Hasil analisis kadar P pada daun menunjukkan kadar hara P
pada tanaman ini sedang dibandingkan perlakuan lainnya, sementara itu kadar
kalium di daun sangat tinggi dibandingkan yang lain (Tabel 7). Hara kalium
dalam proses fisiologi berfungsi dalam metabolisme karbohidrat yang dapat
meningkatkan kandungan karbohidrat dalam tanaman. Karbohidrat yang
meningkat berbanding lurus dengan C/N rasio yang meningkat, ketika C/N rasio
meningkat maka bunga dapat terinduksi (Darmawan 2014). Hasil ini sesuai juga
dengan pernyataan Erwiyono et al. (2006) yang menyatakan pemupukan kalium,
baik lewat daun maupun tanah dapat meningkatkan jumlah bunga pada tanaman
kakao, membuat tanaman teh tahan terhadap stres air (Rachmiati et al. 2014), dan
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan jadi kerontokan bunga
dapat dikurangi (Purnamayani et al. 2012). Sehingga, dari hasil penelitian ini
kalium dan silika dalam abu sekam diduga memberikan jumlah bunga lebih
banyak dibandingkan perlakuan lainnya.
Bunga yang banyak pada tanaman dengan aplikasi abu sekam berbanding
lurus dengan bobot total bunga terbesar saat panen pada 12 dan 20 MSP (Gambar
6). Bobot bunga yang tinggi diduga karena produktivitas metabolisme meningkat
sehingga penyerapan air dan kebutuhan hara juga banyak (Isdarmanto 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemupukan abu sekam dengan dosis 3.0 kg tanaman-1 mampu
meningkatkan tinggi tanaman, meningkatkan jumlah daun tanaman, meningkatkan
jumlah bunga kemuning selama 6 bulan pen
TERHADAP INDUKSI PEMBUNGAAN KEMUNING
(Murraya paniculata (L.) JACK)
TABITHA TRIANDA ELIAZAR
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Aplikasi
Guano dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 29 September 2015
Tabitha Trianda Eliazar
NIM A24110066
ABSTRAK
TABITHA TRIANDA ELIAZAR. Pengaruh Aplikasi Guano dan Abu Sekam
Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack).
Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ.
Kemuning (Murraya paniculata (L). Jack) memiliki beragam manfaat dan
fungsi sehingga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Tanaman ini sering
dijadikan tanaman hias karena memiliki keindahan bunga yang menyerupai melati,
harum dan buah tua yang berwarna kemerahan. Namun ketika waktu berbunga,
tidak jarang tanaman ini tidak menghasilkan bunga. Tujuan penelitian ini adalah
meneliti pengaruh jenis pupuk guano dan abu sekam dalam kegiatan budidaya
tanaman kemuning, terutama dalam proses induksi pembungaannya. Penelitian
dilakukan di Kebun Percobaan Organik Cikarawang, Institut Pertanian Bogor,
Darmaga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan percobaan meliputi aplikasi
pemupukan guano 0.4 kg tanaman-1 , kombinasi guano 0.4 kg tanaman-1 dengan
abu sekam 3 kg tanaman-1, aplikasi pemupukan abu sekam 3 kg tanaman-1 dan
tanpa pemupukan keduanya (kontrol). Perlakuan abu sekam berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman saat 24 MSP dan terhadap jumlah daun saat 20 MSP.
Penambahan guano juga meningkatkan tingkat kehijauan pada daun tua.
Perlakuan abu sekam terbukti dapat meningkatkan jumlah bunga saat 12 dan 20
MSP.
Kata kunci : bobot bunga, jumlah bunga, kadar NPK, klorofil, organik
ABSTRACT
TABITHA TRIANDA ELIAZAR. Guano and Rice-Hull Ash Application for
Flowering Induction on Orange Jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack).
Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ.
Orange jessamine (Murraya paniculata (L). Jack) has a high economical
value because of it function and medicinal value. This plant often use as an
ornamental plant because it has beautiful flowers like jasmine, has nice scent, and
red colour fruits. The aim of this research is to study about guano and rice-hull ash
application on flowering induction process. This research was conducted at
organic experimental farm, Bogor Agricultural University, Darmaga, Indonesia.
The experimental design used in this research is Randomized Complete Block
Design. The experiment used guano 0.4 kg plant-1, combination of guano 0.4 kg
plant-1 with rice-hull ash 3.0 kg plant-1, rice-hull ash 3.0 kg plant-1 and without
fertilization (control). The results showed that the application of rice-hull ash
increased plant height 24 week after application (WAP) and leaf number 20 WAP.
Guano application significantly increased mature leaves chlorophyll contant.
Rice-hull ash application significantly increased flower number at 12 WAP and 20
WAP.
Key words : chlorophyll, flower number, flower weight, NPK value, organic
PENGARUH APLIKASI GUANO DAN ABU SEKAM
TERHADAP INDUKSI PEMBUNGAAN KEMUNING
(Murraya paniculata (L.) JACK)
TABITHA TRIANDA ELIAZAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan November 2014
sampai Juni 2015 adalah Pengaruh Aplikasi Guano dan Abu Sekam Terhadap
Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz
MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang
tua beserta seluruh keluarga atas dukungan dan doanya, kemudian juga kepada
teman-teman atas dukungan dan doa demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 29 September 2015
Tabitha Trianda Eliazar
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Kemuning
Budidaya Kemuning
Pemupukan
Unsur hara nitrogen (N)
Unsur hara kalium (K)
Unsur hara fosfor (P)
Unsur hara silikon (Si)
Pupuk kandang
Abu sekam
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tinggi Tanaman
Tinggi Bekas Pangkasan
Jumlah Daun
Bobot Basah dan Kering Total Daun Tanaman
Waktu Kemunculan Bunga
Bobot Panen Bunga Saat 75% dari Populasi Berbunga
Tingkat Kehijauan Daun
Analisis NPK
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vii
vii
vii
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6
6
6
7
8
8
9
9
10
10
12
12
13
14
14
17
17
18
18
23
24
DAFTAR TABEL
1 Persentase hara pupuk dan sumbangan hara guano dan abu sekam pada
tanaman kemuning
2 Hasil analisis tanah saat 38 bulan setelah tanam (BST)
3 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap pertambahan tinggi
pangkasan tanaman kemuning
4 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap bobot basah daun
kemuning
5 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap bobot kering daun
kemuning
6 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap kandungan klorofil
daun tua dan daun muda kemuning saat 4 MSP
7 Hasil analisis daun terhadap kadar N, P, dan K berdasarkan perlakuan
pupuk guano dan abu sekam
8
8
10
11
11
13
14
DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman kemuning 38 bulan setelah tanam (BST)
2 Bunga kemuning
3 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
4 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
5 Hubungan pemupukan terhadap waktu kemunculan dan jumlah bunga
kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
6 Hubungan pemupukan terhadap bobot panen bunga kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata pada 12
dan 20 MSP
6
6
9
10
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim bulan Januari 2015 – Desember 2015
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Murraya paniculata (L.) Jack atau dikenal sebagai kemuning merupakan
tanaman perdu tropis family Rutaceae yang berasal dari Asia Tenggara (Olaware
et al. 2005). Kemuning dapat ditemukan tumbuh sampai ketinggian 400 m di atas
permukaan laut. Tanaman kemuning di Indonesia banyak tumbuh di Jawa Tengah
dan Jawa Timur (Kartasapoetra 2004).
Beragam manfaat dan fungsi yang dimiliki kemuning menjadikannya
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Sulaksana dan Jayusman 2005).
Produk herbal atau obat tradisional alami telah digunakan oleh manusia sejak
bangsa manusia pertama. Kemuning adalah salah satu dari berbagai tanaman yang
dapat dijadikan obat. Daun dan akarnya dapat digunakan untuk mengobati rematik,
batuk dan gangguan saraf. Di Filipina, daun tanaman ini telah dijadikan stimulan
atau infus untuk mengobati diare (Gautam et al. 2012).
Selain daun dan akar, kulit batang, bunga dan buah pada tanaman ini juga
memiliki khasiat tersendiri. Kulit batang tanaman kemuning mengandung
mexotioin dan coumarin. Bunga kemuning mengandung scopoletin yang
berfungsi untuk menormalkan tekanan darah, sebagai zat anti-radang dan antialergi. Buah kemuning mengandng semi-α-carotenome (Sulaksana dan Jayusman
2005). Saat ini, kemuning termasuk tanaman yang sudah teruji klinik menjadi
tanaman obat yang sedang dikembangkan dan menjadi fokus oleh menteri
kesehatan untuk program Saintifikasi Jamu (Permenkes 2013).
Tanaman suku Rutaceae ini selain memiliki nilai ekonomis sebagai
tanaman obat juga sering dijadikan tanaman hias karena memiliki keindahan
alami dengan bunga putih yang menyerupai melati serta harum dan buah tua yang
berwarna kemerahan (Dwi 2007). Tanaman kemuning dalam pot menjadi hal yang
penting dalam industri tanaman hias di Italia karena permintaan akan tanaman ini
yang tinggi dalam pasar lokalnya maupun dalam pasar Eropa (Olaware et al.
2005). Keinginan dan keberhasilan membuat tanaman hias rajin berbunga adalah
dambaan bagi seorang pemilik tanaman. Namun sayangnya, tidak sedikit yang
menuai kekecewaan karena tanaman tersebut tidak kunjung berbunga. Setibanya
waktu berbunga, kontinuitasnya tidak bisa diharapkan (Endah 2002). Hal inilah
yang tak jarang dialami pada tanaman kemuning.
Kegiatan pemupukan dapat merangsang pembungaan untuk tanaman
(Erwiyono et al. 2006). Pada masa generatif, pupuk yang harus diberikan adalah
pupuk fosfor dan kalium, karena tanaman membutuhkan energi untuk membentuk
bunga (Sunarto 2002). Guano dapat digunakan sebagai pupuk karena kaya akan
nitrogen dan fosfor (Suwarno dan Idris 2007). Persentase hara NPK guano lebih
tinggi jika dibandingkan dengan pukan sapi (0.3:0.2:0.15), pukan kambing
(0.7:0.4:0.25) dan pukan ayam (1.5:1.3:0.8) yaitu N 2.09 %, P2O5 3.2 %, dan K2O
sebesar 0.9 % (Shetty et al. 2013). Abu sekam berfungsi untuk menggemburkan
tanah sehingga akar tanaman dapat menyerap hara lebih baik (Norhasanah 2012).
Persentase hara abu sekam yaitu mengandung silika 97 %, K2O 2 % dan N 1 %
(Kiswondo 2011).
2
Penelitian mengenai kandungan bahan bioaktif tanaman kemuning sudah
dilakukan. Sejauh ini belum ada pustaka yang secara khusus menguraikan metode
pembungaan yang paling baik untuk tanaman kemuning.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh guano dan abu sekam
dalam kegiatan budidaya tanaman kemuning, terutama dalam proses induksi
bunga kemuning (Murraya paniculata (L). Jacq).
Hipotesis
Terdapat perlakuan dosis guano dan abu sekam yang tepat untuk induksi
pembungaan kemuning
TINJAUAN PUSTAKA
Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) berasal dari daratan India dan
Asia Selatan. Tanaman kemuning tumbuh liar di semak belukar, tepi hutan, atau
ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar (Mattjik 2010). Tanaman
kemuning di Indonesia banyak tumbuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur
(Kartasapoetra 2004).
Tanaman kemuning memiliki klasifikasi dari divisi Magnoliophyta, kelas
Magnoliopsida dengan sub kelas Rosidae. Tanaman ini termasuk ordo Sapindales
dan famili Rutaceae dengan genus Murraya. Murraya paniculata (L.) Jack
memiliki sinonim M. banati Elm., M. exotica L., M. exotica var. sumatrana Koord.
Et Val., M. glenieli Thw., M. odorata Blanco, M. sumatrana Roxb., Chalcas
paniculata L., C. camuneng Burm. F., C. intermadia Roem., Connarus foetens
Blanco, C. santaloides Blanco (Sulaksana dan Jayusman 2005).
Kemuning dikenal dengan nama yang berbeda tiap daerah, seperti di Jawa
dikenal kamuning (Sunda), kemuning (Jawa Tengah), kamoneng (Madura).
Masyarakat Pulau Sumatera menyebut kemuning dengan kemuning (Melayu) dan
kemunieng (Minangkabau). Masyarakat Bali menyebutnya kemuning dan
masyarakat Nusa Tenggara menyebut kemuni (Bima), kemuning (Sumba), Sukik
(Roti). Orang – orang Sulawesi mengenal kamuning (Menado, Makasar), kamoni
(Bare), palopo (Bugis), dan Maluku mengenalnya dengan eschi (Wetar), fanasa
(Aru), kamoni (Ambon, Ulias), kamone (Buru) (Dalimartha 1999).
Morfologi Kemuning
Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) adalah salah satu tanaman yang
sering digunakan sebagai obat herbal. Tanaman ini termasuk suku Rutaceae,
tumbuh liar di semak belukar atau sengaja ditanam di halaman rumah sebagai
tanaman hias. Tinggi tanaman sekitar 3-8 m. Batang kemuning keras, beralur, dan
3
tidak berduri. Daunnya majemuk bersirip ganjil dengan jumlah anak daun antara
3-9 helai dan letaknya berseling. Helaian daun bertangkai berbentuk telur,
sungsang, ujung pangkal runcing, serta tepi rata atau sedikit bergerigi. Panjang
daun sekitar 2-7 cm dan lebar antara 1-3 cm (Dwi 2007).
Bunga kemuning majemuk dan berbentuk tandan yang terdiri dari 1-8
bunga. Warnanya putih dan berbau harum. Bunga-bunga kemuning keluar dari
ketiak daun atau ujung ranting. Buah kemuning berbentuk bulat telur atau bulat
memanjang dengan panjang 8-12 mm. Buah berwarna hijau saat masih muda dan
setelah tua menjadi merah mengkilat. Dua buah biji dapat ditemukan dalam satu
buah kemuning (Sulaksana dan Jayusman 2005).
Budidaya Kemuning
Sejak dahulu, ramuan obat alami diambil secara langsung dari alam.
Seiring berjalannya waktu permintaan akan ramuan obat semakin meningkat
sementara ketersedian tanaman obat mulai terbatas. Kegiatan yang dapat
mengantisipasi kelangkaan tanaman obat ini adalah kegiatan budidaya. Menurut
Sulaksana dan Jayusman (2005), budidaya tanaman kemuning dapat diawali
dengan perbanyakan tanaman dengan cara generatif (biji) ataupun vegetatif (setek
dan cangkok).
Kegiatan berikutnya setelah melakukan perbanyakan tanaman dalam
pembibitan adalah melakukan penanaman. Sebelum melakukan penanaman
kemuning, harus diawali dengan persiapan lahan yang telah diolah dengan
kedalaman 30-40 cm. Tanaman kemuning dapat ditanam dalam pot sehingga
persiapan media tanam harus dilakukan sebelum kegiatan penanaman (Sulaksana
dan Jayusman 2005). Syarat media tanam yang baik adalah ringan, murah, mudah
didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara). Penggunaan media tumbuh
yang tepat akan menentukan pertumbuhan optimum. Sterilisasi pupuk kandang
sebelum digunakan untuk campuran media tanam bertujuan membunuh penyakit,
cendawan, bakteri, biji gulma, nematoda dan serangga tanah (Prastowo et al.
2006).
Tanaman kemuning tumbuh menahun dan berbunga terus-menerus
sepanjang tahun, oleh karena itu kegiatan pemeliharaan tanaman harus teratur.
Kegiatan utama pemeliharaan tanaman kemuning adalah penyiraman, pemupukan
dan pemangkasan serta penyiangan gulma. Penanggulangan hama penyakit juga
perlu dilakukan dengan teratur. Penelitian mengenai pemupukan tanaman
kemuning untuk menghasilkan produksi daun yang tinggi sudah dilakukan, yaitu
dengan menggunakan pupuk kandang ayam 2.5 kg tanaman-1 walaupun belum
mencukupi untuk hasil panen keduanya (Karimuna et al. 2015).
Pemupukan
Pemberian pupuk bertujuan menambah bahan organik atau unsur hara
mineral yang dibutuhkan tanaman, baik melalui media tanam, ataupun daun
(Yukamgo dan Yuwono 2007). Penggunaan pupuk tidak hanya menambah unsur
hara tanah tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh
4
dengan baik (Setiawan et al. 2006). Aplikasi pupuk tidak berimbang dapat
mengakibatkan pencemaran.
Pemahaman mengenai 4 dasar dalam pemupukan sangat dibutuhkan agar
pupuk dapat diserap tanaman secara efisien dan efektif, yaitu apa saja nutrisi yang
dibutuhkan, berapa dosisnya, kapan waktu dibutuhkan, dan bagaimana cara
aplikasinya (Sutopo 2008). Pemupukan yang kurang dari kebutuhan tanaman akan
menjadikan tidak optimal produksinya. Kelebihan pemupukan juga berarti
pemborosan dan dapat menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan hama dan
penyakit, serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarno 2009).
Unsur hara mineral dibutuhkan tanaman sebagai sumber nutrisi yang
menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara mineral terdiri
dari dua golongan, yaitu unsur hara mineral mikro dan unsur hara mineral makro.
Kedua unsur hara tersebut saat kondisi tertentu dibutuhkan tanaman dalam jumlah
banyak. Unsur hara makro yang paling sering digunakan adalah N, P, dan K
(Endah 2002).
Pada tanaman famili Rutaceae, manajemen air dapat digunakan untuk
merencanakan pembungaan. Tanaman dibiarkan tidak disiram selama 3-5 hari
sampai keadaan layu, kemudian diberi pupuk NPK 40-50 g dicampur urea 25 g
dan siram sampai lembab. Penyiraman rutin setelah kondisi stres air menyebabkan
tumbuh tunas dan berbunga pada tanaman jeruk (Mulyanto 2014). Pada tanaman
kakao, kegiatan pemupukan dapat merangsang pembungaan untuk tanaman
(Erwiyono et al. 2006). Pupuk yang dapat digunakan untuk merangsang
pembungaan adalah pupuk yang kaya hara P dan K.
Unsur hara nitrogen (N)
Fungsi nitrogen bagi tanaman antara lain mendorong pertumbuhan
tanaman secara keseluruhan (terlebih saat fase vegetatif), mendukung proses
metabolisme seperti fotosintesis. Namun unsur N mudah teroksidasi sehingga
cepat menguap atau tercuci sebelum tanaman nenyerap seluruhnya (Gonggo et al.
2006). Kelebihan nitrogen dapat menyebabkan tanaman mudah rebah dan
menurunkan kualitas hasil tanaman (Patty et al. 2013).
Unsur hara kalium (K)
Menurut Endah (2002), fungsi kalium menunjang proses pembentukan
akar, memperkuat daun, bunga dan buah agar tidak cepat gugur. Kalium
merupakan unsur makro yang terlibat dalam mempertahankan status air tanaman
dan tekanan turgor sel-selnya serta pembukaan dan penutupan stomata (Erwiyono
et al. 2006). Unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara P
ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman
(Mukasyafah 2011). Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil,
lemah (tidak tegak), proses pengangkutan hara terganggu, pernafasan dan
fotosintesis terganggu, yang pada akhirnya mengurangi produksi (Abdillah 2008 ).
Unsur hara fosfor (P)
Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah
dibanding nitrogen (N), kalium (K), dan Kalsium (Ca). Unsur hara P ini penting
untuk pembentukan protein, pembentukan akar, mempercepat tua buah atau biji –
bijian, pembelahan sel, ketahanan terhadap penyakit (Rukmi 2009). Di samping
itu, P juga berfungsi sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator
5
dan kofaktor ataupun pengatur enzim serta berperan dalam proses fisiologi
(Mukasyafah 2011).
Unsur hara silikon (Si)
Silikon (Si) termasuk dalam unsur hara mikro yang perannya kurang
mendapat perhatian. Meskipun bukan termasuk unsur hara esensial, Si dikenal
sebagai unsur hara yang bermanfaat, terutama untuk tanaman akumulator Si
(Husnain et al. 2010). Pemahaman dan penelitian tentang Si sebagai nutrisi
tanaman masih sangat terbatas di Indonesia. Sumber Si yang potensial untuk
menambahkan kadar Si di dalam tanah, khususnya pada tanah yang telah tua
adalah abu sekam (Winarso et al. 2001). Si dapat menaikan produksi, karena
dalam oksidasinya mampu memperbaiki sifat fisik tanaman (Norhasanah 2012)
dan dapat meningkatkan ketersediaan P serta mengurangi aktifitas logam beracun
seperti Al, Fe dan Mn (Yukamgo dan Yuwono 2007). Silikon juga berpengaruh
terhadap metabolisme karbohidrat (Mukasyafah 2011).
Pupuk kandang
Penambahan pupuk kandang/bahan organik secara teratur dapat
meningkatkan C organik tanah yang berguna memperbaiki kesuburan fisik, kimia
maupun biologi tanah, serta sebagai sumber unsur hara makro dan mikro. Hara
dalam pupuk kandang tidak mudah tersedia bagi tanaman, karena ketersediaan
haranya sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi bahan-bahan tersebut
(Hartatik et al. 2006). Kandungan zat hara pada pupuk kandang ayam adalah N
1.63 %, P 1.54 %, K 0.85 % (Sutopo 2008).
Kotoran kelelawar ternyata juga menjadi pupuk yang sangat bagus karena
mengandung senyawa – senyawa organik, baik elemen makro maupun mikro yang
dibutuhkan tanaman. Menurut hasil penelitian Gustian et al. (2003) guano mampu
memberikan suplai hara yang baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman padi. Guano mengandung unsur hara N, P dan K yang sangat dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhan akar, batang, daun dan pembungaan. Substitusi
guano sebagai pupuk organik akan menyebabkan terjadinya peningkatan unsur
hara P, K, Mg, Fe, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), kemampuan
menyerap dan menyimpan air, perbaikan aerasi dan kegemburan media (Endrizal
dan Bobihoe 2000), menggemburkan lapisan permukaan tanah, meningkatkan
populasi jasad renik, menaikkan daya simpan air dan secara keseluruhan dapat
meningkatkan kesuburan tanah (Kristanto et al. 2009). Hasil penelitian Hayanti et
al. (2014) kualitas unsur hara N, P,K dan Rasio C/N pada kompos kotoran
kelelawar dengan penambahan jerami padi, arang sekam dan dedak, berturutturut, yaitu hara N 4.89 % (sangat tinggi), P 1.65 % (sangat tinggi), K 1.89
%(sangat tinggi), dan rasio C/N 5 (rendah).
Abu sekam
Produksi sekam padi di Indonesia bisa mencapai 4 juta ton per tahunnya,
ini berarti abu sekam padi yang dihasilkan 400 ribu ton per tahun (Pane et al.
2014). Limbah pertanian abu sekam merupakan bahan berserat yang mengandung
selulosa dan jika dibakar dapat menghasilkan abu dengan kandungan silika 97 %,
K2O 2 % dan N 1 % (Kiswondo 2011). Abu sekam memiliki fungsi mengikat
logam berat. Menurut Norhasanah (2012), abu sekam memiliki daya aerasi udara
sangat baik dan dapat meningkatkan kandungan Ca dan Mg dalam tanah karena
6
menurut (Lili 2003) fungsi kimianya adalah melepas ikatan asam sehingga unsur
hara menjadi tersedia bagi tanaman. Selain itu abu sekam berfungsi untuk
menggemburkan tanah sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap
unsur hara di dalamnya (Pane et al. 2014).
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Organik Cikarawang, Institut
Pertanian Bogor Darmaga. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2014
sampai bulan Juni 2015. Analisis unsur N, P, dan K dilaksanakan di Laboratorium
Pengujian, Institut Pertanian Bogor dan analisis tanah dilaksanakan di Balai
Penelitian Tanah, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman kemuning berumur tiga puluh
bulan. Perlakuan pemupukan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk guano
dan abu sekam. Tanaman diberikan pupuk dasar yaitu pupuk kandang ayam
sebanyak 5 kg tanaman-1. Peralatan yang digunakan adalah ticker, timbangan
analitik dan SPAD.
Gambar 1 Tanaman kemuning 38 BST
Gambar 2 Bunga kemuning
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT). Percobaan terdiri dari 1 faktor. Faktor tersebut
meliputi :
P0 = tanpa perlakuan (kontrol)
P1 = perlakuan pupuk guano 0.4 kg tanaman-1
P2 = perlakuan pupuk guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3 kg tanaman-1
P3 = perlakuan abu sekam 3 kg tanaman-1
Percobaan diulang sebanyak 5 ulangan. Total satuan percobaan sebanyak
20 satuan percobaan dengan setiap satuan percobaannya terdiri dari 1 tanaman.
Aplikasi perlakuan pemupukan dilakukan dua kali, di awal musim hujan (bulan
7
Desember) dan di akhir musim hujan (bulan Maret). Pemupukan dilakukan
dengan membuat alur mengelilingi pangkal tanaman.
Model linier aditifnya adalah sebagai berikut :
Yij = μ + αi + βj + εij
Yij = respon pengamatan perlakuan pada taraf pemupukan ke – i, ulangan ke – j.
μ = nilai rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke – i (i = 1,2,3,4)
βj = pengaruh ulangan ke – j (j = 1,2,3,4,5,6)
εij = pengaruh galat percobaan
Apabila pada hasil sidik ragam perlakuan terdapat pengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT pada taraf 5%.
Prosedur Analisis Data
Pengamatan dilakukan terhadap dua fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif
dan generatif. Pengamatan dilakukan pada semua tanaman kemuning yang
digunakan. Fase vegetatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, tinggi bekas
pangkasan, jumlah daun tanaman, bobot basah dan kering daun, klorofil/warna
daun tanaman dan analisis unsur N, P dan K tanaman. Fase generatif yang diamati
meliputi waktu munculnya bunga dan bobot bunga saat panen.
Tinggi tanaman diamati satu bulan sekali mulai dari bulan Januari sampai
Juni 2015. Tanaman diukur dari batang di atas permukaan tanah sampai daun
teratas tanaman. Pengukuran bekas tinggi pangkasan diamati dari 8 minggu
setelah perlakuan (MSP) atau bulan Februari 2015. Pengamatan dengan mengukur
tanaman dari batang di atas permukaan tanah sampai batas bekas pangkasan pada
sisi tanaman yang sama setiap tanaman.
Jumlah daun majemuk diamati satu bulan sekali selama 6 bulan waktu
pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah cabang daun per
tanaman. Hasil perhitungan jumlah cabang daun dikalikan dengan jumlah daun
majemuk pada satu cabang. Hasil ini mewakili keseluruhan jumlah daun dalam
tanaman. Pengamatan tingkat kehijauan daun tanaman dilakukan pada daun muda
dan daun tua setiap tanaman dalam posisi yang sama menggunakan SPAD dalam
satuan unit.
Bobot basah dan kering daun diperoleh dengan memanen 100 daun tua per
tanaman. Penimbangan bobot basah sebelum dioven dan dilanjutkan dengan
penimbangan bobot kering daun yang telah dioven dalam suhu 60°C selama 72
BB−BK
jam. Pengukuran kadar air dihitung dengan rumus :
x
%
BB
Analisis unsur N, P dan K tanaman dilakukan saat 12 MSP dengan
memanen daun tua ke-5 pada cabang per tanaman sebanyak 100 buah per tanaman.
Penimbangan bobot basah dan kering daun yang telah dioven dalam suhu 60°C
selama 72 jam. Daun yang sudah kering dihaluskan dengan blender sampai
menjadi bubuk kemudian diuji di laboratorium pengujian Departemen Agronomi
dan Hortikultura. Pengujian unsur N total menggunakan uji Kjeldahl dan
pengujian unsur P total dan K total menggunakan uji HNO3 + HClO4.
Waktu munculnya bunga dan jumlah bunga diamati dengan menghitung
dan mencatat waktu tanaman mulai berbunga sejak perlakuan pertama. Panen
8
bunga dilakukan jika 75% dari populasi tanaman telah berbunga. Panen dilakukan
dengan mengambil maksimal 10 bunga per tanaman untuk ditimbang bobotnya.
∑
l
g
x bobot
bunga.
Bobot bunga dihitung dengan rumus :
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F dan pada hasil yang berbeda
nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata
5%. Analisis statistik menggunakan software SAS 9 for Windows.
Tabel 1 Persentase hara pupuk dan sumbangan hara guano dan abu sekam pada
tanaman kemuning
Perlakuan
Tanpa pemupukan
Guano 1)
Abu sekam 2)
Kandungan hara
pupuk (%)
N
P2O5 K2O
0
0
0
2.09 3.2
0.9
1.72 0.5
1.75
Sumbangan hara (kg tanaman-1)
N
0
0.0167
0.1032
P2O5
0
0.03
0.03
K2O
0
0.007
0.105
Keterangan : tidak dilakukan uji laboratorium pada perlakuan kombinasi guano dengan abu sekam;
1)
berdasarkan pada Shetty et al. (2013) ; 2) berdasarkan hasil analisis Balittanah
Kampus Penelitian Cimanggu (2015)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Jenis tanah di lokasi penelitian adalah tanah Latosol. Rata-rata curah hujan
bulanan selama penelitian dari bulan Januari-Juni 2015 sebesar 251, 346, 374, 206,
201.9, dan 90.2 mm. Rata-rata suhu selama penelitian dari bulan Januari-Juni
2015 adalah 25.2, 25.0, 25.6, 25.8, 26.3, dan 26.2 °C (BMKG 2015). Sekitar
tanaman kemuning dikelilingi tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) dan sisi
sebelah timur terdapat pohon bambu yang cukup banyak. Pertumbuhan tanaman
cukup baik sejak awal hingga akhir penelitian.
Tabel 2 Hasil analisis tanah saat 38 bulan setelah tanam (BST)
Peubah Kimia
pH H20
pH KCL
Metode Walkey and Black
C-Organik (%)
Metode Kjedahl
N-Organik (%)
C/N
Metode HCl 25%
P2O5 (mg 100 g-1)
K2O (mg 100 g-1)
Metode Olsen
P2O5 (ppm)
Keterangan :
1)
Hasil
6.6
5.7
Keterangan1)
Netral
Agak masam
1.56
Rendah
0.16
10
Rendah
Rendah
138
15
Sangat tinggi
Rendah
43
Sedang
berdasarkan kriteria penilaian dari Hardjowigeno (2007); Sumber : Karimuna et al.
(2015)
9
Tinggi Tanaman
150
188.8 400
187.4 178
a
179.2 ab
300
ab b
100
200
50
100
Tinggi (cm)
200
0
0
4
Jan
8
Feb
12
16
20
Mar
Apr
Mei
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
CH
24
Jun
b 2015
0.4 kg guano
3.0 kg abu sekam
Gambar 3 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
Tinggi Bekas Pangkasan
Pemangkasan merupakan cara untuk mempertahankan fase vegetatif
tanaman dan merangsang pertumbuhan tunas baru (PPTK 2006). Pada tanaman
kemuning ini, pemangkasan dilakukan untuk mendapatkan ketinggian tanaman
yang sama rata sebelum perlakuan. Perubahan letak tinggi bekas pangkasan mulai
diamati dan dicatat pertambahannya pada 8 MSP. Aplikasi guano, abu sekam
maupun kontrol mempengaruhi tinggi bekas pangkasan tanaman kemuning.
Dapat dilihat pada Tabel 3 tinggi bekas pangkasan saat 8 dan 12 MSP
paling tinggi terdapat pada aplikasi guano dengan peningkatan 1.35 %. Saat
mencapai 16 MSP tinggi bekas pangkasan tertinggi terdapat pada aplikasi abu
sekam 3.0 kg tanaman-1 sebesar 0.93 % dibandingkan kontrolnya. Tanaman
kontrol memiliki pertambahan tinggi paling baik selama pengukuran. Aplikasi
pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bekas pangkasan tanaman
saat 20 dan 24 MSP dimana tanaman kontrol memiliki persentase pertambahan
tinggi paling besar secara berurutan sebesar 7.45 dan 1.73 %.
Curah Hujan (mm)
Dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa secara keseluruhan aplikasi
pemupukan ataupun kontrol berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman
kemuning dari 4 sampai 24 MSP. Hasil pengamatan saat 4, 8, 12, 20 dan 24 MSP
menunjukkan aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki persentase
peningkatan paling tinggi jika dibandingkan dengan kontrol secara berurutan
sebesar 4.01, 2.78, 2.04, 2.27, dan 5.36 %. Aplikasi pemupukan berpengaruh
nyata dengan tinggi tanaman saat 24 MSP, dengan persentase peningkatan tinggi
tanaman paling tinggi yaitu dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 sebesar
5.36 % jika dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, tanaman dengan aplikasi
kombinasi guano 0.4 kg tanaman-1 dan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki
persentase 0.67 % lebih rendah dibandingkan kontrol.
10
Tabel 3 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap pertambahan tinggi
bekas pangkasan tanaman kemuning
Perlakuan ( kg guano
tanaman-1 + kg abu
sekam tanaman-1)
0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Tinggi bekas pangkasan (cm)
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
0
100
100
100
100
-
8
12
16
20
24
102.00ab
103.80a
100.40b
101.601b
*
1.66
104.20
105.20
102.40
101.80
tn
1.91
107.40
106.40
107.80
108.40
tn
1.84
115.40a
108.80b
110.00b
110.00b
**
2.18
117.40a
110.20b
111.60b
111.30b
**
2.09
Total
pertam
bahan
(cm)
17.40
10.20
11.60
11.30
-
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Jumlah Daun
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
400
350
300
250
200
150
100
50
0
4402.8 a
2118.4
2158 1890
bbb
4
8
12
16
20
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
24
Jun 2015
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
3.0 kg abu sekam
CH
Gambar 4
Hubungan pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
Curah hujan (mm)
Jumlah daun
Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa aplikasi pemupukan mengakibatkan
penambahan jumlah daun dari 4 sampai 8 MSP, tetapi mengalami penurunan pada
12 MSP. Peningkatan jumlah daun kembali terjadi saat 16 MSP, tetapi saat 20 dan
24 MSP jumlah daun kembali mengalami penurunan dan peningkatan yang
berfluktuatif. Aplikasi pemupukan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun
tanaman saat 20 MSP, dimana jumlah daun tanaman dengan pemupukan abu
sekam 3.0 kg tanaman-1 lebih tinggi 103.9 % dibandingkan tanaman kontrol.
Sementara itu tanaman dengan perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 dan kombinasi
guano dengan abu sekam mengalami penurunan jumlah daun dan jika
dibandingkan dengan kontrol lebih rendah 1.8 dan 12.4%.
11
Bobot Basah dan Bobot Kering Total Daun Tanaman Kemuning
Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa bobot basah daun saat 12-24 MSP
paling besar ada pada tanaman dengan aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1,
walaupun aplikasi pemupukan tidak berpengaruh nyata pada bobot basah daun
kecuali saat 20 MSP. Bobot basah daun tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0
kg tanaman-1 lebih besar 100.1 % dibandingkan tanaman kontrol saat 20 MSP.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap bobot basah daun kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack)
Perlakuan ( kg
guano tanaman-1 +
kg abu sekam
tanaman-1)
0+0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Bobot Basah (BB) (g)
4
701.9
1001.3
774.7
593.9
tn
28.09 T
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
8
12
16
20
1474.7
1123.9
1278.4
1171.7b
1187.2
1158.7
1285.5
1278.4b
1155.8
1284.7
1090.7
1098.3b
1027.0
2086.3
2058.2
2344.6a
tn
tn
tn
*
T
T
T
21.04
23.34
23.77
21.69 T
24
1238.0
1342.7
1230.3
2284.1
tn
22.88 T
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; T) merupakan angka
hasil transformasi √� + .5
Pada Tabel 5 dapat dilihat pengaruh aplikasi pemupukan terhadap bobot
kering tanaman kemuning. Sama seperti pada bobot basahnya, bahwa bobot
kering tanaman paling besar ada pada tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0
kg tanaman-1 saat 12-24 MSP, walaupun tidak berbeda nyata hasilnya kecuali saat
20 MSP. Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki bobot
kering 125.7 % lebih besar dibandingkan dengan kontrolnya saat 20 MSP.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering daun kemuning (Murraya
paniculata (L.) Jack)
Perlakuan ( kg
guano tanaman-1 +
kg abu sekam
tanaman-1)
0+0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Bobot Kering (BK) (g)
4
197.1
330.5
245.5
207.7
tn
27.49 T
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
8
12
16
20
442.6
335.2
395.1
356.0b
390.8
376.9
420.2
418.5b
379.4
389.0
353.9
344.4b
358.0
tn
21.17 T
726.3
tn
22.42 T
699.5
tn
23.63 T
803.7a
*
21.50 T
24
382.4
442.4
402.8
789.6
tn
22.09 T
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; T) merupakan angka
hasil transformasi √� + .5
12
Waktu Kemunculan dan Jumlah Bunga
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
400
350
300
250
200
150
100
50
0
40.2
19.4
16.2
18.4
4
8
Jan
Feb
10.4 9.6
2.8
12
16
Mar
Apr
10.8
20
Mei
Curah Hujan (mm)
Jumlah Bunga
Pembungaan tanaman kemuning mulai terjadi serempak saat 8 sampai 20
MSP. Pembungaan terjadi paling banyak pada 12 MSP saat tanaman yang
berbunga mencapai 75% dari semua populasi tanaman kemuning dan pada 20
MSP (Gambar 5). Dalam penelitian ini, tanaman dengan aplikasi abu sekam 3.0
kg tanaman-1 memiliki jumlah bunga paling banyak sebesar 118.5 %
dibandingkan kontrol saat 12 MSP yang memiliki curah hujan tinggi. Menurut
Mattos et al. (2010) pembungaan pada tanaman jeruk terjadi saat temperatur
sudah optimum dan ketersediaan air meningkat.
24
Jun 2015
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
CH
0.4 kg guano
3.0 kg abu sekam
Gambar 5 Hubungan pemupukan terhadap waktu kemunculan dan jumlah bunga
kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata
Bobot Panen Bunga Saat 75 % dari Populasi Berbunga
Pengamatan bunga tidak hanya dilakukan pada parameter waktu
kemunculan bunga tetapi juga pada bobot panen bunga. Rata-rata bobot bunga
saat 12 MSP paling besar ada pada tanaman kemuning dengan pemupukan abu
sekam dan diikuti tanaman dengan aplikasi kombinasi pemupukan guano dengan
abu sekam (Gambar 6).
Bobot bunga paling rendah ada pada tanaman dengan aplikasi guano 0.4 kg
tanaman-1. Saat 20 MSP tanaman mengalami penurunan bobot bunga bersamaan
dengan penurunan curah hujan (Gambar 6), yaitu pada tanaman dengan aplikasi
guano 0.4 kg tanaman-1, aplikasi kombinasi guano 0.4 kg dengan abu sekam 3.0
kg tanaman-1, aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1 dan kontrol berurutan sebesar
45.5, 89.7, 79.8 dan 43.5 %.
6
5
4
3
2
1
0
5.4
300
1.84
200
1.76 2.012
1.04
0.96
1.092
0.2084
100
0
12
Mar
20
Mei 2015
Minggu Setelah Perlakuan (MSP)
tanpa pupuk
0.4 kg guano + 3.0 kg abu sekam
CH
Gambar 6
400
Curah hujan (mm)
Bobot bunga (g)
13
0.4 kg guano
3.0 kg abu sekam
Hubungan pemupukan terhadap bobot panen bunga kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata pada
12 dan 20 MSP
Tingkat Kehijauan Daun
Aplikasi pemupukan guano maupun abu sekam tidak memberikan
pengaruh nyata pada tingkat kehijauan daun muda tetapi memberikan pengaruh
nyata pada tingkat kehijauan daun tua (Tabel 6). Karimuna et al. (2015)
menyatakan bahwa kandungan klorofil paling tinggi ada pada daun tua tanaman
kemuning. Tingkat kehijauan daun muda dengan perlakuan guano lebih tinggi
sebesar 8.34 % dibandingkan dengan kontrol walaupun tidak berbeda nyata.
Tabel 6 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap tingkat kehijauan daun
tua dan daun muda kemuning saat 4 MSP
Perlakuan ( kg guano tanamanTingkat kehijauan daun tua
1
+ kg abu sekam tanaman-1 )
0
69.880b
0.4 + 0
77.340a
0.4 + 3.0
76.440a
0 + 3.0
72.400ab
Uji F
*
KK (%)
5.61
Tingkat kehijauan daun
muda
34.540
37.420
29.520
35.460
tn
21.04
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Tingkat kehijauan daun tua nyata lebih tinggi pada perlakuan guano 0.4 kg
tanaman-1 sebesar 10.67 % dari kontrol. Hasil tingkat kehijauan daun pada
perlakuan guano tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi guano dengan
abu sekam. Menurut Setiawan et al. (2006) adanya unsur N yang cukup tinggi,
maka klorofil yang terbentuk akan semakin tinggi pula. Hal ini bisa disebabkan
karena guano merupakan bahan organik yang kandungan nitrogennya lebih lama
tersimpan dalam tanah dan tidak mudah tercuci serta dapat meningkatkan kualitas
tanaman (Susintowati 2007).
14
Analisis N, P dan K
Berdasarkan Tabel 7 hasil analisis kadar nitrogen (N) pada daun tua ke- 5
menunjukkan bahwa perlakuan guano 0.4 kg tanaman -1 memiliki persentase
angka N total yang lebih tinggi 0.01 % dibandingkan kontrol dan kombinasi
perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki
persentase nilai N paling kecil sebesar 0.09 % dibandingkan kontrol. Pemberian
guano terbukti meningkatkan ketersediaan hara pada tanaman walaupun hasil
yang ditunjukkan tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan abu sekam.
Herbiani (2008) menyatakan bahwa aplikasi pupuk guano mampu meningkatkan
serapan nitrogen tanaman dan efisiensi serapan nitrogen.
Analisis kadar fosfor (P) dan kalium (K) menunjukkan kombinasi perlakuan
guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki kadar P
yang tinggi sementara perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki nilai P
sedang (Tabel 7). Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1
memiliki nilai K yang lebih tinggi sebesar 0.19 % dibandingkan kontrol.
Tabel 7 Hasil analisis daun terhadap kadar N, P, dan K berdasarkan perlakuan
pupuk guano dan abu sekam
Perlakuan ( kg
guano tanaman-1 +
kg abu sekam
tanaman-1)
0+0
0.4 + 0
0.4 + 3.0
0 + 3.0
Uji F
KK (%)
Kadar NPK (%)
N total
Kategori1)
2.97
2.98
2.88
2.97
tn
9.20
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
P
total
0.26
0.27
0.28
0.23
tn
22.55
Kategori2)
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
K total
2.66
2.59
2.68
2.85
tn
15.86
Kategori 2)
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Keterangan :1) berdasarkan pada Susanto (2003) ; 2) berdasarkan pada Embleton et al. (1978)
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Shetty et al. (2013), guano
memiliki kandungan hara yang cukup besar dibandingkan pupuk kandang lainnya.
Guano merupakan pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar (Suwarno dan Idris
2007). Komposisi hara nitrogen dan fosfat yang tinggi menjadikan guano sebagai
pupuk organik yang memiliki nilai tinggi dan sangat bermanfaaat dalam pertanian
organik. Dalam perkembangan penelitian mengenai guano, banyak perbedaan
pendapat mengenai kandungan guano. Sediyarso (1999) menyatakan guano
memiliki kadar N 15 %, P 5.2 % dan K 1.7 %. Yuliarti (2009) menyatakan bahwa
guano memiliki kadar N 2.09 %, P 10.43 % dan K 0.07 %. Berdasarkan kedua
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa guano memiliki kadar N dan P yang
tinggi.
Secara umum, perlakuan pemupukan meningkatkan tinggi tanaman
terutama tanaman dengan perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 yang meningkatkan
tinggi tanaman dan tinggi bekas pangkasan yang secara kebetulan terjadi saat
curah hujan tertinggi yaitu saat 12 MSP jika dibandingkan pengamatan
sebelumnya sebesar 8 dan 1.35 %. Peningkatan tinggi tanaman ini terjadi karena
kadar hara N dalam guano yang tinggi sebesar 2.09 % (Tabel 1). Setiawan et al.
15
(2006) menyatakan bahwa meningkatnya kandungan nitrogen cukup berpengaruh
pada peningkatan tinggi tanaman. Pada penelitian ini, saat curah hujan menurun,
persentase peningkatan tinggi tanaman dan tinggi bekas pangkasan juga terlihat
menurun. Thamrin (2013) menyatakan keragaan tanaman tidak saja dipengaruhi
oleh umur tanaman tetapi juga faktor lingkungan. Menurunnya curah hujan dari
376 menjadi 206 mm per bulan mengakibatkan ketersediaan air pun berkurang
dan menurut Amrizal (2012), kelancaran penyerapan unsur hara oleh tanaman
sangat bergantung pada ketersediaan air dalam tanah.
Hasil analisis data 24 MSP menunjukkan pemupukan abu sekam 3.0 kg
tanaman-1 nyata meningkatkan tinggi tanaman walaupun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan kontrol dan juga guano 0.4 kg tanaman-1 (Gambar 3).
Sumbangan hara K dan N pada abu sekam memiliki angka paling besar (Tabel 1)
dan dari hasil analisis NPK yang dilakukan pada daun, persentase K total pada
daun tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg merupakan yang paling tinggi
diantara yang lainnya dan kandungan N totalnya juga termasuk tinggi (Tabel 7).
Dari hasil ini dapat dilihat bahwa sumbangan hara kalium yang diberikan pada
tanaman dengan aplikasi abu sekam tunggal, dapat diserap dengan baik. Hal ini
dicerminkan dari semua parameter pengamatan tanaman kemuning bahwa
perlakuan abu sekam menunjukkan pengaruh nyata dan kalium dapat membuat
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Alfon dan Aryantono 1993).
Handajaningsih dan Wibisono (2009) menyatakan semakin tinggi tanaman,
semakin banyak cabang terbentuk dan semakin banyak jumlah daunnya. Jumlah
daun yang banyak berbanding lurus dengan jumlah bunga yang dihasilkan
(Gambar 5). Pernyataan ini sesuai dengan hasil pengamatan pada tanaman
kemuning dengan aplikasi abu sekam 3.0 kg yang paling tinggi selama
pengamatan (Gambar 3) dan memiliki jumlah daun yang paling banyak diantara
tanaman dengan pemupukan lainnya (Gambar 4). Keberadaan kalium dalam tanah
dapat membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih lebat dan kuat (Rukmi 2009),
selain itu Suminarti (2010) menyatakan tanaman yang ketersediaan K nya rendah,
aktivitas fotosintesisnya juga rendah. Aktivitas fotosintesis yang rendah
menyebabkan energi untuk pertumbuhan juga rendah. Karimuna et al. (2015) juga
menyatakan bahwa unsur kalium dari abu sekam yang dimanfaatkan oleh tanaman
kemuning 38 BST lebih ditujukan pada fase vegetatif yaitu untuk produksi
biomassa daun tanaman.
Faktor curah hujan diduga juga memiliki peran terhadap penyerapan hara
tanaman. Curah hujan yang tinggi saat 12 MSP membuat tanaman dengan
perlakuan kombinasi guano 0.4 kg + abu sekam 3.0 kg tanaman-1 mengalami
peningkatan jumlah daun dibandingkan sebelumnya dan saat 16 MSP mengalami
penurunan jumlah daun karena rata-rata curah hujan yang menurun (Gambar 4).
Berdasarkan hasil analisis NPK pada daun, tanaman dengan kombinasi
pemupukan abu sekam dan guano, kadar K totalnya tinggi dan N totalnya lebih
rendah dibandingkan yang lainnya (Tabel 7). Dari hasil ini diduga penyerapan K
sudah maksimal dan penyerapan N kurang maksimal. Djazuli (2010) menyatakan
ketersediaan air dalam tanah merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang
paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Saat 20 MSP
tanaman kontrol dan kombinasi pemupukan mengalami penurunan jumlah daun
dari sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rachmiati et al. (2014) yang
menyatakan bahwa kondisi kekurangan air menyebabkan translokasi air dari daun
16
tua berpindah ke daun muda sehingga mengakibatkan gugur daun lapisan bawah
dan jumlah daun pun mengalami penurunan.
Perlakuan kombinasi pemupukan guano dan abu sekam pada tanaman
kemuning membuat jumlah daun dan bobot daun saat 8 MSP lebih sedikit
dibandingkan tanaman dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena terjadi
ketidakseimbangan unsur hara P dalam tanah karena hasil analisis tanah (Tabel 2)
menunjukkan bahwa tanah memiliki unsur P yang tinggi. Penambahan guano
yang mengandung P dan abu sekam yang mengandung Si dapat membuat unsur P
menjadi semakin banyak tersedia untuk tanaman. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Norhasanah (2012) bahwa, terlalu banyak unsur P dalam tanah dapat
menyebabkan berkurangnya unsur Cu dan Zn yang berperan dalam metabolisme
karbohidrat, pembentukan klorofil dan pembentukan protein. Metabolisme
karbohidrat yang menurun membuat C/N rasio pun akan menurun sehingga
pertumbuhan dan pembungaan menjadi terhambat.
Tanaman kemuning dengan perlakuan abu sekam 0.4 kg tanaman-1
mengalami peningkatan jumlah daun walaupun kondisi ketersediaan air menurun
saat 16 dan 24 MSP (Gambar 4). Hal ini karena abu sekam mengandung unsur Si
yang berfungsi membantu tanaman dalam menghadapi kekeringan dengan cara
memperkuat pertumbuhan tanaman melalui peningkatan fotosintesis dan aktivitas
akar, meningkatkan tekanan osmosis dengan menurunkan laju transpirasi,
merangsang aktivitas ketahanan antioksidan dan memperbaiki membran (Djajadi
2013).
Secara keseluruhan, bobot basah dan kering total daun tanaman dengan
aplikasi abu sekam 3.0 kg juga lebih tinggi dibandingkan yang lainnya dan hal ini
berbanding lurus dengan jumlah daun tanaman kemuning. Pupuk kandang dapat
meningkatkan bobot basah daun kemuning saat 34 BST (Karimuna et al. 2015).
Bobot basah total daun kemuning saat 12 MSP lebih tinggi dibandingkan saat 16
MSP. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan curah hujan saat pengamatan.
Menurut Karimuna et al. (2015), ketika curah hujan tinggi kelembaban tanah
cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan daun dewasa lebih cepat
dan begitupun sebaliknya. Daun dewasa yang ukurannya lebih besar dan telah
berkembang sempurna membuat bobot basah maupun bobot kering yang
dihasilkan menjadi tinggi.
Tanaman dengan perlakuan tanpa pupuk nyata meningkatkan bekas tinggi
pangkasan tanaman kontrol dibandingkan dengan tanaman lainnya. Hal ini
bertolak belakang dengan PPTK (2006) yang menyatakan tanah yang
kekurangan/kehilangan unsur hara mengakibatkan pertumbuhan tanamannya
terganggu dan produksi daunnya akan menurun. Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat dilihat bahwa pemupukan abu sekam 3.0 kg lebih efisien untuk pemeliharan
kemuning sebagai tanaman pagar karena pertumbuhannya yang optimal. Hal ini
sesuai dengan kriteria tanaman pagar menurut Werdiningsih (2007), yang
menyatakan bahwa tanaman pagar memiliki pertumbuhan jumlah daun yang baik
serta tahan terhadap cuaca ekstrim, selain itu pertambahan tingginya tidak terlalu
cepat.
Selain kandungan kalium yang tinggi (Tabel 1) pada abu sekam juga
terdapat kandungan silika (silikon oksidasi) yang tinggi sebesar 97 %. Pemupukan
Si dalam tanah akan mempengaruhi tanaman secara langsung dan tidak langsung.
Silika berperan dalam fisiologis tanaman melalui peningkatan fotosintesis yang
17
dapat diartikan dengan meningkatnya hasil fotosintat dan hal ini akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman, seperti jumlah daun dan jumlah bunga
(Mukasyafah 2011). Pemupukan Si dalam tanah akan melalui dua proses. Pertama,
terjadi peningkatan monosilikat pada tanah yang menyebabkan perubahan dari P
tidak terlarut (inert) menjadi P tersedia bagi tanaman. Hal ini karena SiO44memiliki elektronegatifitas lebih besar dibandingkan PO43- sehingga dapat
menggantikan PO43- yang tersemat. Proses yang kedua yaitu Si dapat mengikat P
sehingga pencucian P berkurang sekitar 30-90 %. Persamaan reaksinya adalah
sebagai berikut (Matichenkov dan Calvert 2002) :
2Al(H2PO4)3 + 2Si(OH)4 + 5H+ → Al2Si2O5 + 5H3PO4 + 5H2O
2FePO4+ Si(OH)4 + 2H+ → Fe2SiO4 + 2H3PO4
Unsur P berperan dalam mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan
buah namun ketersediaanya sangat sedikit di dalam tanah (Bara dan Chozin 2009).
Saat keluar bunga, tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur P yang mampu diserap
tanaman (Sutedjo 2010), dengan demikian silika yang turut serta dalam
meningkatkan unsur P tersedia bagi tanaman diduga dapat merangsang
pembentukan bunga.
Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki jumlah
bunga paling banyak selama pengamatan, baik ketika curah hujan tinggi maupun
rendah (Gambar 5). Hasil analisis kadar P pada daun menunjukkan kadar hara P
pada tanaman ini sedang dibandingkan perlakuan lainnya, sementara itu kadar
kalium di daun sangat tinggi dibandingkan yang lain (Tabel 7). Hara kalium
dalam proses fisiologi berfungsi dalam metabolisme karbohidrat yang dapat
meningkatkan kandungan karbohidrat dalam tanaman. Karbohidrat yang
meningkat berbanding lurus dengan C/N rasio yang meningkat, ketika C/N rasio
meningkat maka bunga dapat terinduksi (Darmawan 2014). Hasil ini sesuai juga
dengan pernyataan Erwiyono et al. (2006) yang menyatakan pemupukan kalium,
baik lewat daun maupun tanah dapat meningkatkan jumlah bunga pada tanaman
kakao, membuat tanaman teh tahan terhadap stres air (Rachmiati et al. 2014), dan
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan jadi kerontokan bunga
dapat dikurangi (Purnamayani et al. 2012). Sehingga, dari hasil penelitian ini
kalium dan silika dalam abu sekam diduga memberikan jumlah bunga lebih
banyak dibandingkan perlakuan lainnya.
Bunga yang banyak pada tanaman dengan aplikasi abu sekam berbanding
lurus dengan bobot total bunga terbesar saat panen pada 12 dan 20 MSP (Gambar
6). Bobot bunga yang tinggi diduga karena produktivitas metabolisme meningkat
sehingga penyerapan air dan kebutuhan hara juga banyak (Isdarmanto 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemupukan abu sekam dengan dosis 3.0 kg tanaman-1 mampu
meningkatkan tinggi tanaman, meningkatkan jumlah daun tanaman, meningkatkan
jumlah bunga kemuning selama 6 bulan pen