Peran Trichoderma harzianum DT 38 dalam Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)
1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang
menitikberatkan pembangunan pada sektor
pertanian.
Sektor
pertanian
dapat
menghasilkan berbagai macam kebutuhan
pangan manusia, seperti karbohidrat, protein,
lemak, dan vitamin. Vitamin dibutuhkan
dalam jumlah kecil, namun merupakan unsur
essensial dalam diet manusia karena tidak
dapat dibuat oleh tubuh manusia (Higdon dan
Shane 2002). Salah satu produk pertanian
yang banyak mengandung vitamin adalah
tomat (Solanum lycopersicum).
Tomat (S. lycopersicum) merupakan
tanaman tropis yang berasal dari benua
Amerika bagian tengah dan selatan (Anonim
2007). Tomat (S. lycopersicum) merupakan
salah satu tanaman sayuran yang banyak
diusahakan secara komersial, dapat dinikmati
dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
olahan (pasta dalam kaleng, saus dalam botol)
serta merupakan sumber vitamin A dan C
(Anissyah 2003).
Secara umum tomat mudah ditumbuhkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam
menumbuhkan tomat antara lain ketersediaan
unsur hara yang dapat diserap oleh akar
tanaman tersebut. Salah satu unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman untuk menunjang
pertumbuhannya adalah unsur P. Unsur hara
tersebut dapat diserap oleh akar ataupun
melalui penangkapan dari udara (fiksasi).
Permasalahan yang sering muncul adalah
sulitnya unsur hara tersebut diserap oleh
tanaman karena terjerap oleh partikel tanah
ataupun terbawa oleh aliran air sehingga
tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan
baik. Tiga bentuk senyawa P (alumunium
fosfat, besi fosfat, dan kalsium fosfat) sukar
larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini
yang menyebabkan tanaman mengalami
defisiensi P walaupun kandungan P total tanah
cukup memadai (Isroi 1998).
Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat
semakin mendapat perhatian pada beberapa
tahun terakhir untuk mengatasi masalah
rendahnya kadar P tanah yang tersedia untuk
tanaman. T harzianum telah dikenal sebagai
salah satu mikrob tanah yang berfungsi
sebagai biokontrol, biodekomposer, dan
pemacu pertumbuhan tanaman (Harman
1996). Pada penelitian ini telah diuji
kemampuan T. harzianum isolat DT 38
koleksi Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia dalam melarutkan
unsur hara P dalam tanah dan telah dipelajari
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum). Mikrob
yang telah diteliti sebelumnya dan dilaporkan
dapat berperan dalam pelarutan unsur hara P
adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis
bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus
firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis,
B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter,
Pseudomonas,
Achromobacter,
Flavobacterium,
Micrococus,
dan
Mycobacterium. Sedangkan dari golongan
jamur antara lain Aspergillus niger, A.
candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium,
dan Phialotobus (Yuwono 2006).
Faktor
lain
yang
mempengaruhi
pertumbuhan tomat (S. lycopersicum) adalah
hormon tumbuhan (fitohormon) atau yang
lebih sering dikenal sebagai zat pengatur
tumbuh (ZPT). Indole Acetic Acid (IAA)
adalah salah satu auksin atau ZPT utama yang
sangat
penting
dalam
mempengaruhi
pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi
dan
percabangan
akar;
perkembangan buah, dominansi apikal,
fototropisme, dan geotropisme (Anonim
2006). Pada penelitian ini juga dipelajari
kemampuan T. harzianum DT 38 dalam
memproduksi IAA. Berdasarkan penelitian
yang telah dilaporkan Agrios (1997)
disebutkan bahwa beberapa fungi yang
berkemampuan menginduksi produksi IAA
pada akar tanaman tempatnya menempel juga
mampu memproduksi IAA yang secara
langsung dilepaskan ke tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
potensi T. harzianum DT 38 dalam
melarutkan unsur hara P dalam tanah dan
dalam memproduksi IAA, serta menentukan
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum).
TINJAUAN PUSTAKA
Trichoderma harzianum
T. harzianum merupakan mikrob fungi
yang umumnya hidup di dalam tanah dan
koloninya dapat ditemui dalam jumlah banyak
pada akar tanaman (Chet et al. 2006; Harman
1996; Harman et al. 2004). T. harzianum
diklasifikasikan ke dalam kerajaan Fungi,
divisi Ascomycota, subdivisi Pezizomycotina,
kelas Sordariomycetes, bangsa Hypocreales,
suku Hypocreaceae, marga Trichoderma,
jenis Trichoderma harzianum (Anonim 2007).
Beberapa ciri morfologi T. harzianum
(Gambar 1) yang menonjol antara lain adalah
1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang
menitikberatkan pembangunan pada sektor
pertanian.
Sektor
pertanian
dapat
menghasilkan berbagai macam kebutuhan
pangan manusia, seperti karbohidrat, protein,
lemak, dan vitamin. Vitamin dibutuhkan
dalam jumlah kecil, namun merupakan unsur
essensial dalam diet manusia karena tidak
dapat dibuat oleh tubuh manusia (Higdon dan
Shane 2002). Salah satu produk pertanian
yang banyak mengandung vitamin adalah
tomat (Solanum lycopersicum).
Tomat (S. lycopersicum) merupakan
tanaman tropis yang berasal dari benua
Amerika bagian tengah dan selatan (Anonim
2007). Tomat (S. lycopersicum) merupakan
salah satu tanaman sayuran yang banyak
diusahakan secara komersial, dapat dinikmati
dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
olahan (pasta dalam kaleng, saus dalam botol)
serta merupakan sumber vitamin A dan C
(Anissyah 2003).
Secara umum tomat mudah ditumbuhkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam
menumbuhkan tomat antara lain ketersediaan
unsur hara yang dapat diserap oleh akar
tanaman tersebut. Salah satu unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman untuk menunjang
pertumbuhannya adalah unsur P. Unsur hara
tersebut dapat diserap oleh akar ataupun
melalui penangkapan dari udara (fiksasi).
Permasalahan yang sering muncul adalah
sulitnya unsur hara tersebut diserap oleh
tanaman karena terjerap oleh partikel tanah
ataupun terbawa oleh aliran air sehingga
tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan
baik. Tiga bentuk senyawa P (alumunium
fosfat, besi fosfat, dan kalsium fosfat) sukar
larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini
yang menyebabkan tanaman mengalami
defisiensi P walaupun kandungan P total tanah
cukup memadai (Isroi 1998).
Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat
semakin mendapat perhatian pada beberapa
tahun terakhir untuk mengatasi masalah
rendahnya kadar P tanah yang tersedia untuk
tanaman. T harzianum telah dikenal sebagai
salah satu mikrob tanah yang berfungsi
sebagai biokontrol, biodekomposer, dan
pemacu pertumbuhan tanaman (Harman
1996). Pada penelitian ini telah diuji
kemampuan T. harzianum isolat DT 38
koleksi Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia dalam melarutkan
unsur hara P dalam tanah dan telah dipelajari
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum). Mikrob
yang telah diteliti sebelumnya dan dilaporkan
dapat berperan dalam pelarutan unsur hara P
adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis
bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus
firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis,
B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter,
Pseudomonas,
Achromobacter,
Flavobacterium,
Micrococus,
dan
Mycobacterium. Sedangkan dari golongan
jamur antara lain Aspergillus niger, A.
candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium,
dan Phialotobus (Yuwono 2006).
Faktor
lain
yang
mempengaruhi
pertumbuhan tomat (S. lycopersicum) adalah
hormon tumbuhan (fitohormon) atau yang
lebih sering dikenal sebagai zat pengatur
tumbuh (ZPT). Indole Acetic Acid (IAA)
adalah salah satu auksin atau ZPT utama yang
sangat
penting
dalam
mempengaruhi
pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi
dan
percabangan
akar;
perkembangan buah, dominansi apikal,
fototropisme, dan geotropisme (Anonim
2006). Pada penelitian ini juga dipelajari
kemampuan T. harzianum DT 38 dalam
memproduksi IAA. Berdasarkan penelitian
yang telah dilaporkan Agrios (1997)
disebutkan bahwa beberapa fungi yang
berkemampuan menginduksi produksi IAA
pada akar tanaman tempatnya menempel juga
mampu memproduksi IAA yang secara
langsung dilepaskan ke tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
potensi T. harzianum DT 38 dalam
melarutkan unsur hara P dalam tanah dan
dalam memproduksi IAA, serta menentukan
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum).
TINJAUAN PUSTAKA
Trichoderma harzianum
T. harzianum merupakan mikrob fungi
yang umumnya hidup di dalam tanah dan
koloninya dapat ditemui dalam jumlah banyak
pada akar tanaman (Chet et al. 2006; Harman
1996; Harman et al. 2004). T. harzianum
diklasifikasikan ke dalam kerajaan Fungi,
divisi Ascomycota, subdivisi Pezizomycotina,
kelas Sordariomycetes, bangsa Hypocreales,
suku Hypocreaceae, marga Trichoderma,
jenis Trichoderma harzianum (Anonim 2007).
Beberapa ciri morfologi T. harzianum
(Gambar 1) yang menonjol antara lain adalah
2
Gambar 1 T. harzianum dalam cawan petri
(Harman 1976).
koloninya berwarna hijau muda sampai hijau
tua, mempunyai konidia aseksual berbentuk
globus yang tersusun seperti buah anggur, dan
pertumbuhannya cepat (Anonim 2002). T.
harzianum tidak mempunyai tahap aseksual,
tetapi mempunyai spora aseksual (Harman
1976).
T. harzianum adalah salah satu jenis fungi
yang berpotensi sebagai pertahanan tanaman
terhadap penyakit tanaman (fitopatogen) dan
pemacu pertumbuhan tanaman (Chaverri dan
Samuels 2002; Chet 2001; Harman 1996;
Marco dan Felix 2002). Keunggulan T.
harzianum antara lain mengunakan biaya
relatif rendah untuk ditumbuhkan, mempunyai
pengaruh positif pada keseimbangan tanah,
dan tidak mempunyai efek berbahaya pada
manusia. Sebagai biokontrol, T. harzianum
dapat bertindak antara lain membentuk koloni
di tanah atau pada bagian tanaman lalu
mencegah
pertumbuhan
fitopatogen,
memproduksi enzim perusak dinding sel
fitopatogen, memproduksi antibiotik yang
dapat membunuh fitopatogen, menunjang
pertumbuhan
tanaman,
menstimulasi
mekanisme pertahanan tanaman (Monte
2001).
Tanaman pada tanah yang diberi
perlakuan.
T.
harzianum
mengalami
peningkatan pertumbuhan yang dapat dilihat
dari adanya peningkatan perkecambahan,
pembungaan, dan berat tanaman (Chang dan
Baker
1986).
Fenomena
peningkatan
pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan
T. harzianum terlihat pada tanaman jagung,
tomat, dan tembakau (Windham et al. 1986).
Unsur Hara P (Fosfor)
Unsur hara merupakan bahan dasar untuk
pabrik raksasa di dalam tubuh tanaman.
Tanaman akan mengabsorbsi ion-ion yang
terdapat di sekitar daerah perakaran. C, H, O,
N, P, dan S merupakan unsur-unsur yang
menyusun protein atau protoplasma tanaman.
Kerak bumi merupakan sumber cadangan P.
Menurut Schulte dan Kelling (1996) P tanah
dibagi menjadi dua kategori yaitu P organik
dan P anorganik. Keduanya merupakan
sumber P yang penting bagi tanaman, tetapi
ketersediaannya
dikendalikan
oleh
karakteristik tanah dan kondisi lingkungan.
Unsur P juga dapat diikat sebagai anion yang
dapat ditukarkan dan terikat dalam bentukbentuk yang tidak dapat diserap tanaman. P
masuk ke dalam biosfer melalui proses
serapan oleh tanaman dan jasad mikro
(Soepardi 1983).
Unsur P adalah hara utama bagi tanaman
yang penting untuk perkembangan akar, awal
perbungaan, dan pematangan buah (Anonim
2000). Fungsi P pada tanaman sulit
dinyatakan secara rinci, namun penting bagi
tanaman yaitu pada (1) pembelahan sel dan
pembentukan lemak, (2) pembungaan dan
pembuahan termasuk pembentukan biji, (3)
perkembangan akar halus berserabut, (4)
peningkatan kekuatan batang pada tanaman
serelia, (5) peningkatan mutu tanaman, (6)
memberikan kekebalan terhadap penyakit
tertentu (Brady 1982). Tanaman biasanya
mengabsorbsi P dalam bentuk ion H2PO4- dan
sebagian kecil dalam bentuk HPO42-. Absorbsi
kedua ion tersebut oleh tanaman dipengauhi
oleh pH tanah sekitar akar (Leiwakabessy et
al. 2003). Akar tanaman cenderung tumbuh ke
arah daerah yang mengandung banyak P
(Ismunadji et al. 1991). Unsur hara P masuk
ke dalam tanaman melalui akar rambut, ujung
akar, dan sel luar akar. Selanjutnya, P akan
didistribusikan ke tiap sel dalam tanaman dan
bereaksi secara kimia dengan senyawa
organik lainnya membentuk senyawa yang
lebih kompleks seperti enzim, asam nukleat,
dan protein. Unsur hara P juga digunakan
untuk menyimpan dan mentransfer energi
melalui senyawa kaya energi, yaitu ATP dan
ADP.
Unsur hara P yang tidak memadai akan
mengakibatkan berbagai proses kimia di
dalam tanaman terhambat. Defisiensi P akan
menghambat serapan unsur lain, menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
serta kematangan buah, juga menghambat
perkembangan daun dan perakaran sehingga
sintesis protein tidak dapat berlangsung
dengan baik (Tisdale dan Nelson 1975). P
merupakan unsur yang sangat mobil di dalam
tanaman dan ketika terjadi defisiensi, maka
akan terjadi translokasi P dari jaringan
tanaman yang sudah tua ke jaringan tanaman
yang sedang aktif berkembang (Griffith
2004).
Unsur hara P seringkali kurang pada tanah
berpasir dengan kandungan bahan organik
rendah, tanah abu vulkanik, tanah gambut, dan
tanah sulfat masam dengan kandungan Fe dan
3
Al tinggi (Anonim 2000). Menurut Brady
(1982) secara umum ada tiga masalah pada P
tanah, yaitu (1) jumlah total dalam tanah yang
sedikit, (2) ketersediaan P yang dapat
langsung diserap oleh tanaman sangat kecil,
dan (3) fiksasi fosfat dapat larut yang
ditambahkan melalui pemupukan. Reaksi
yang terjadi selama pelarutan P dari bentuk
tidak tersedia adalah reaksi kelasi antara ion
logam dalam mineral tanah dengan asamasam organik. Asam organik yang membentuk
kompleks lebih mantap dengan kation logam
akan lebih efektif melepas Fe, Al, dan mineral
tanah lainnya sehingga akan melepas P dalam
jumlah lebih banyak (Yuwono 2006).
Mikrob tanah berperan penting dalam
proses pelarutan mineral yang tadinya berada
dalam bentuk senyawa kompleks menjadi
bentuk ion, maupun garam yang dapat diserap
oleh akar. Sebagai contoh unsur P dalam
senyawa kompleks batuan akan terlarutkan
oleh kelompok mikrob pelarut fosfat sehingga
menjadi tersedia bagi tanaman (Aryantha
2003). Mikrob yang berperan dalam pelarutan
atau pelepasan unsur hara P adalah bakteri,
jamur, dan aktinomisetes. Jenis bakteri yang
dimaksud antara lain Bacillus firmus, B.
subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B.
polimixa, B. megatherium, Arthrobacter,
Pseudomonas,
Achromobacter,
Flavobacterium,
Micrococus,
dan
Mycobacterium, sedangkan dari golongan
jamur antara lain Aspergillus niger, A.
Candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium,
dan Phialotobus (Yuwono 2006).
Indole Acetic Acid (IAA)
Indole Acetic Acid (IAA) (Gambar 2)
adalah auksin endogen atau auksin yang
terdapat pada tanaman (Maslahat dan
Suharyanto 2005). Seperti telah diketahui
bahwa auksin adalah Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT) yang pertama kali ditemukan dan
menjadi dasar utama sinyal pertumbuhan
tanaman (Anonim 2007). Sedangkan ZPT
adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
aktif dalam jumlah kecil (± 1 μM) yang
disintesis pada bagian tertentu dari tanaman,
senyawa
tersebut
pada
umumnya
ditranslokasikan ke bagian lain dari tanaman
yang akan menghasilkan suatu tanggapan
secara biokimia, fisiologis, dan morfologis
(Widyastuti dan Tjokrokusumo 2001).
IAA adalah suatu molekul yang dapat
dihasilkan oleh tanaman dan mikrob. IAA
memegang
peranan
penting
dalam
pertumbuhan akar dan tunas pada tanaman
(Prusty et al 2004). IAA disintesis pada
Gambar 2 Struktur IAA (http:/en.wikipedia.
org/wiki/image:IAAII.png 2007).
bagian meristem akar suatu tanaman dalam
jumlah kecil. Mekanisme kerja IAA dapat
mendorong elongasi sel pada kleoptil dan ruas
tanaman. Elongasi sel terutama terjadi pada
arah vertikal diikuti dengan pembesaran sel.
IAA berperan dalam mengaktifkan pembuatan
komponen sel, dinding sel, dan menyusun
kembali ke dalam suatu matriks dinding sel
yang utuh (Maslahat dan Suharyanto 2005).
Beberapa mikrob seperti bakteri, fungi,
dan algae tanah mampu menghasilkan IAA
yang dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Lee et al. 2004). IAA
yang dihasilkan oleh mikrob akan diserap oleh
tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih
cepat atau lebih besar. Mikrob yang mampu
menghasilkan hormon tanaman antara lain
Pseudomonas sp dan Azotobacter sp (Isroi
2004).
Tomat (Solanum lycopersicum)
Kata tomat berasal dari bahasa Aztek,
salah satu suku Indian yaitu xitomate atau
xitotomate. Tanaman tomat (S. lycopersicum)
berasal dari negara Peru dan Ekuador (benua
Amerika bagian tengah dan selatan),
kemudian menyebar ke seluruh benua
Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim
tropis. Tomat mulai ditanam di Indonesia
sesudah kedatangan penjajah Belanda
(Anonim 1999). Klasifikasi tanaman tomat (S.
lycopersicum) yaitu kerajaan Plantae, divisi
Spermatophyta, anak divisi Angiospermae,
kelas Dicotyledonae, bangsa Solanales, suku
Solanaceae, marga Solanum, jenis Solanum
lycopersicum (Anonim 2007).
Buah tomat (Gambar 3) mempunyai
banyak manfaat bagi tubuh karena
mengandung serat, fosfor (P), kalium (K), βkaroten, vitamin C, vitamin A, dan likopen
(Anonim 2006). Buah ini juga merupakan
komoditas yang multiguna, antara lain sebagai
sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah
nafsu makan, minuman, bahan pewarna
makanan, bahan kosmetik, dan obat-obatan.
Tomat dapat tumbuh pada beberapa jenis
tanah dengan sistem drainase yang baik, pH
4
laminar air flow cabinet, cawan petri, jarum
inokulum, alumunium foil, pipet volumetrik,
neraca
analitik,
pemanas,
pengaduk
bergoyang, vortex, sentrifus Eppendorf
5417R, autoklaf, spektrofotometer UV-Vis,
tabung Eppendorf, mikropipet, gelas plastik
300 g, sekop kecil, dan sarung tangan.
Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik
yang siap dipanen (Nusrat 2006).
antara 6.2 sampai 6.8, dan kandungan unsur
hara khususnya P (Anissyah 2003). Unsur
hara P sangat penting bagi tanaman tomat
karena unsur P penting untuk perkembangan
akar, awal perbungaan, dan pematangan buah.
Bila tanaman tomat kekurangan unsur hara P
maka akan terlihat pada warna tanaman yang
hijau gelap, batang yang kerdil, kurus dan
kecil (Anonim 2000).
Saat ini juga banyak dikembangkan
pertanian secara organik. Pertanian organik
adalah suatu sistem manajemen produksi
pertanian yang dapat memacu aktivitas
biologis lahan atau tanah berdasarkan
penggunaan bahan tambahan (pupuk) kimia
secara minimal. Sistem pertanian ini bertujuan
untuk
mengembalikan,
memperbaiki,
memelihara, dan meningkatkan keselarasan
ekologis (Diver et al 1999). Penghematan
biaya produksi budidaya tanaman dapat
dicapai dengan penerapan sistem pertanian
organik, yakni penambahan aplikasi pupuk
mikrob (Aryantha 2003). Sistem pertanian
yang juga disebut sebagai pertanian green
house atau pertanian yang mengunakan rumah
kaca tersebut juga dilaporkan dapat
meningkatkan produksi tomat. Hal ini
dikarenakan tanaman tersebut dapat terhindar
dari hama, khususnya serangga (Rahardjo
2006).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah isolat jamur T. harzianum DT 38,
Aspergillus sp., MEA (Malt Extract Agar),
kentang, gula pasir, D(+)-Glucose, K2HPO4,
(NH4)2SO4,
KCl,
MgSO4.7H2O,
MnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, K2HPO4, H2SO4
pekat, FeCl3.6H2O 0.5 M, HCl 25%,
ammonium molibdat, K antimonil tartrat,
asam askorbat, KH2PO4, HNO3 pekat, HClO4,
yeast extract, bubuk agar, akuades, bubuk
IAA, tanah miskin (oxisol) Ciomas, dan Promi
Alat yang digunakan yaitu peralatan gelas,
Metode
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode
rancangan percobaan RAL pada perhitungan
tinggi tanaman dengan persamaan sebagai
berikut
Yij = μ + τi + εij
i = 1,2
j = 1,2,.........,20
Yij = pengamatan tinggi tanaman pada
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= pengaruh acak perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
Peremajaan T. harzianum DT 38
Media MEA (Malt Extract Agar) yang
telah disterilisasi dituang ke cawan petri steril.
Penuangan dilakukan di laminar air flow
cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media MEA padat, isolat fungi
T. harzianum DT 38 yang telah tersedia
ditanam pada media tersebut. Isolat fungi
yang tersedia digores dan dipindahkan ke
dalam media MEA secara steril. Masingmasing isolat dikulturkan pada 10 media
MEA. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi selama 5
hari.
Analisis Fungi Pelarut P Secara Kualitatif
(Goenadi dan Saraswati 1993)
Media yang digunakan untuk analisis
fungi pelarut P secara kualitatif adalah media
Pikovskaya. Media Pikovskaya yang telah
disterilisasi dituang ke dalam cawan petri
steril. Penuangan dilakukan di laminar air
flow cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media tersebut padat, isolat
fungi T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp.
yang telah tersedia ditanam masing-masing ke
dalam 5 cawan media tersebut. Fungi
Aspergillus sp. ditanam sebagai kontrol
positif. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi pada suhu
4
laminar air flow cabinet, cawan petri, jarum
inokulum, alumunium foil, pipet volumetrik,
neraca
analitik,
pemanas,
pengaduk
bergoyang, vortex, sentrifus Eppendorf
5417R, autoklaf, spektrofotometer UV-Vis,
tabung Eppendorf, mikropipet, gelas plastik
300 g, sekop kecil, dan sarung tangan.
Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik
yang siap dipanen (Nusrat 2006).
antara 6.2 sampai 6.8, dan kandungan unsur
hara khususnya P (Anissyah 2003). Unsur
hara P sangat penting bagi tanaman tomat
karena unsur P penting untuk perkembangan
akar, awal perbungaan, dan pematangan buah.
Bila tanaman tomat kekurangan unsur hara P
maka akan terlihat pada warna tanaman yang
hijau gelap, batang yang kerdil, kurus dan
kecil (Anonim 2000).
Saat ini juga banyak dikembangkan
pertanian secara organik. Pertanian organik
adalah suatu sistem manajemen produksi
pertanian yang dapat memacu aktivitas
biologis lahan atau tanah berdasarkan
penggunaan bahan tambahan (pupuk) kimia
secara minimal. Sistem pertanian ini bertujuan
untuk
mengembalikan,
memperbaiki,
memelihara, dan meningkatkan keselarasan
ekologis (Diver et al 1999). Penghematan
biaya produksi budidaya tanaman dapat
dicapai dengan penerapan sistem pertanian
organik, yakni penambahan aplikasi pupuk
mikrob (Aryantha 2003). Sistem pertanian
yang juga disebut sebagai pertanian green
house atau pertanian yang mengunakan rumah
kaca tersebut juga dilaporkan dapat
meningkatkan produksi tomat. Hal ini
dikarenakan tanaman tersebut dapat terhindar
dari hama, khususnya serangga (Rahardjo
2006).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah isolat jamur T. harzianum DT 38,
Aspergillus sp., MEA (Malt Extract Agar),
kentang, gula pasir, D(+)-Glucose, K2HPO4,
(NH4)2SO4,
KCl,
MgSO4.7H2O,
MnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, K2HPO4, H2SO4
pekat, FeCl3.6H2O 0.5 M, HCl 25%,
ammonium molibdat, K antimonil tartrat,
asam askorbat, KH2PO4, HNO3 pekat, HClO4,
yeast extract, bubuk agar, akuades, bubuk
IAA, tanah miskin (oxisol) Ciomas, dan Promi
Alat yang digunakan yaitu peralatan gelas,
Metode
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode
rancangan percobaan RAL pada perhitungan
tinggi tanaman dengan persamaan sebagai
berikut
Yij = μ + τi + εij
i = 1,2
j = 1,2,.........,20
Yij = pengamatan tinggi tanaman pada
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= pengaruh acak perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
Peremajaan T. harzianum DT 38
Media MEA (Malt Extract Agar) yang
telah disterilisasi dituang ke cawan petri steril.
Penuangan dilakukan di laminar air flow
cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media MEA padat, isolat fungi
T. harzianum DT 38 yang telah tersedia
ditanam pada media tersebut. Isolat fungi
yang tersedia digores dan dipindahkan ke
dalam media MEA secara steril. Masingmasing isolat dikulturkan pada 10 media
MEA. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi selama 5
hari.
Analisis Fungi Pelarut P Secara Kualitatif
(Goenadi dan Saraswati 1993)
Media yang digunakan untuk analisis
fungi pelarut P secara kualitatif adalah media
Pikovskaya. Media Pikovskaya yang telah
disterilisasi dituang ke dalam cawan petri
steril. Penuangan dilakukan di laminar air
flow cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media tersebut padat, isolat
fungi T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp.
yang telah tersedia ditanam masing-masing ke
dalam 5 cawan media tersebut. Fungi
Aspergillus sp. ditanam sebagai kontrol
positif. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi pada suhu
5
25 oC. Indeks pelarutan P yang dihasilkan
diukur setiap hari.
Analisis Fungi Pelarut P Secara Kuantitatif
(Altomare et al. 1999)
Media yang digunakan untuk analisis
fungi pelarut P secara kuantitatif adalah media
cair SY (Sucrose Yeast). Sebanyak 100 mL
media cair SY yang ditambah dengan 50 mg
K2HPO4 disterilkan, setelah itu diinokulasi
oleh 1 mL T. harzianum DT 38 dengan
kerapatan 106, lalu diinkubasi di pengaduk
bergoyang pada suhu kamar. Sebanyak tiga
kali ulangan sampel dianalisis di laboratorium
analitik BPBPI dari hari ke-0 sampai hari ke4. Sampel yang telah siap ditambah dengan
pewarna molibdat sebanyak 5 mL, kemudian
didiamkan
selama
15
menit
untuk
pengembangan warna, lalu siap dianalisis
menggunakan
spektrofotometer
dengan
panjang gelombang 693 nm.
Analisis Produksi IAA oleh T. harzianum
DT 38 (Maslahat dan Suharyanto 2005)
Sebanyak 1 potongan kotak (dadu) biakan
T harzianum DT 38 diambil dari cawan petri
media MEA, lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media
cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25
o
C di pengaduk bergoyang. Biakan dalam
media cair PDB pada hari ke-3 dan ke-7
diambil masing-masing sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf.
Setelah itu diendapkan dengan metode
sentrifugasi selama 10 menit dengan
kecepatan 11000 rpm pada suhu kamar (25
o
C). Selanjutnya supernatan yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan masing-masing 2 mL pereaksi
Salkowski yang dibuat dari 150 mL H2SO4
pekat, 7.5 mL FeCl3.6H2O, dan 250 mL
akuades lalu dikocok menggunakan vortex.
Larutan ini didiamkan selama 30 menit
supaya terbentuk warna. Setelah itu
absorbansi larutan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang
530 nm. Perlakuan dilakukan duplo.
Analisis kadar IAA dihitung menggunakan
kurva standar larutan IAA berbagai
konsentrasi yang diberi perlakuan sama.
Perlakuan dilakukan duplo.
Pembuktian
Pemacuan
Pertumbuhan
Tanaman Tomat (S. lycopersicum) dalam
Rumah Kaca
Perlakuan yang dilakukan antara lain
adalah 20 gelas tanah miskin plus Promi di
bagian atas dan 20 gelas tanah miskin.
Sebanyak 20 kg tanah miskin yang diambil
dari Ciomas disiapkan. Tanah disterilisasi
dalam waktu 3 hari berturut-turut. Sebanyak
40 gelas plastik ukuran volume 300 mL yang
telah dibolongi bagian bawahnya untuk aliran
air disiapkan. Tanah yang telah disterilisasi
dimasukkan ke dalam gelas plastik tersebut
masing-masing 400 g sesuai dengan kelompok
perlakuannya masing-masing. Tanah disiram,
lalu ditanami dengan bibit tomat yang telah
berkecambah pada umur 4 hari. Tiap gelas
ditanami oleh 2 kecambah tomat. Tinggi
tanaman tomat (S. lycopersicum) diukur
setiap 7 hari sekali sampai usia 28 hari.
Analisis Kandungan P pada Tanah
Analisis kandungan P dalam tanah
dilakukan antara lain terhadap tanah sebelum
dan setelah ditanami tanaman tomat (S.
lycopersicum), dari perlakuan dan kontrol.
Persiapan yang dilakukan adalah menyisihkan
sebanyak 1 kg tanah steril yang akan
digunakan untuk media tanam (tanah sebelum
tanam), 1 kg tanah setelah tanam yang sudah
dijemur kering (masing-masing perlakuan).
Setelah itu sampel tanah siap untuk dianalisis.
Analisis dilakukan di Laboratorium Analitik
BPBPI.
Analisis kandungan P pada tanah yang
dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometer dengan ekstraksi HCl 25%.
Sebanyak 4 g contoh tanah ditambah 20 mL
HCl 25% dimasukkan ke dalam botol, lalu
dikocok pada shaker selama 6 jam. Setelah itu
ekstrak yang dihasilkan disaring. Ekstrak yang
dihasilkan dipipet sebanyak 2 mL, ditambah 2
mL asam fleisman yang dibuat dari H2SO4
pekat dan HNO3 pekat dengan perbandingan
1:1, lalu dipanaskan di atas pemanas sampai
cairan berwarna jernih. Setelah didinginkan,
larutan ditera pada labu ukur 50 mL dengan
akuades. Sebanyak 1 mL larutan tersebut
diambil, ditambah 5 mL pereaksi pewarna,
didiamkan
selama
15
menit
untuk
pengembangan warna, lalu siap diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 693 nm. Analisis kadar P dihitung
menggunakan kurva standar larutan P2O5
berbagai konsentrasi yang diberi perlakuan
sama.
Pereaksi pewarna dibuat dengan cara
mempersiapkan pereaksi pekat terlebih
dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 500 mL
akuades yang dituang ke dalam labu ukur 1 L,
ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g
K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat
kemudian ditera lagi dengan akuades.
Pereaksi pewarna dibuat dari 100 mL pereaksi
6
pekat dan 1.06 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 1
L. Pereaksi dibuat segar.
Analisis Kandungan P pada Daun
Persiapan yang dilakukan adalah memetik
semua daun dari tanaman tomat (S.
lycopersicum) perlakuan dan kontrol. Daun
tersebut dikeringkan di dalam oven 60oC.
Setelah itu sampel daun siap untuk dianalisis.
Analisis dilakukan di laboratorium analitik
BPBPI.
Analisis kandungan P pada daun yang
dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometer. Destruksi basah dilakukan
dengan cara menimbang contoh daun 0.25 g,
dimasukkan ke dalam labu destruksi 50 mL,
ditambah 5 mL HNO3 pekat, lalu didiamkan
selama satu malam. Hari berikutnya bahan
dipanaskan di atas pemanas, lalu ditambah 0.5
mL HClO4 sampai larutan menjadi jernih.
Setelah itu didinginkan dan ditera dengan
akuades.
Larutan hasil destruksi diencerkan
sebanyak 10 kali. Sebanyak 2 mL larutan
tersebut diambil, lalu ditambah 10 mL
pereaksi pewarna, kemudian didiamkan
selama 30 menit untuk pengembangan warna.
Setelah itu larutan siap untuk diukur
menggunakan
spektrofotometer
dengan
panjang gelombang 693 nm. Analisis
kandungan P pada daun diukur menggunakan
kurva standar larutan P2O5 berbagai
konsentrasi yang diberi perlakuan sama.
Pereaksi pewarna dibuat dengan cara
mempersiapkan pereaksi pekat terlebih
dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 100 mL
akuades yang ditung ke dalam labu ukur 1 L,
ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g
K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat
kemudian ditera lagi dengan akuades.
Pereaksi pewarna dibuat dari 50 mL pereaksi
pekat dan 0.53 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur
500 mL. Pereaksi dibuat segar.
Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
Biakan T. harzianum DT 38 dipotong dadu
dari cawan petri, lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media
cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25
o
C selama 5 hari di pengaduk bergoyang.
Setelah itu filtrat yang dihasilkan, disaring,
lalu siap untuk disemprotkan dua hari sekali
ke daun tanaman tomat yang telah
ditumbuhkan sebelumnya sebanyak satu
semprotan. Tinggi tanaman diukur setiap 7
hari sekali sampai usia 21 hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelarutan P Secara Kualitatif oleh T.
harzianum DT 38
T. harzianum DT 38 yang ditumbuhkan
pada medium agar Pikovskaya tidak
menghasilkan zona bening yang diharapkan.
T. harzianum DT 38 yang diinokulasi ke
dalam medium agar Pikovskaya hanya
memperlihatkan koloni yang masih berupa
miselium berwarna putih pada pengamatan
hari ke-1 sampai dengan hari ke-3.
Pengamatan pada hari ke-6 koloni T.
harzianum DT 38 menunjukkan miselium
berwarna putih yang telah menyebar ke
seluruh permukaan media agar Pikovskaya
dan adanya titik-titik spora yang berwarna
hijau, namun tidak ditemukan adanya zona
bening di sekitar koloni.
Kontrol positif yang digunakan sebagai
pembanding pada uji pelarutan P secara
kualitatif ini adalah Aspergillus sp. (Gambar
4). Aspergillus sp. dapat menghasilkan zona
bening di sekitar koloninya pada pengamatan
hari ke-2 (1.41 cm), namun mengalami
penurunan pada pengamatan hari ke-3 (1.20
cm). Hal ini menunjukkan bahwa laju
kemampuan melarutkan P tetap ada tetapi
berkurang. Zona bening yang terbentuk
mengelilingi koloni Aspergillus sp. yang
sudah berupa spora yang berwarna hitam.
Seluruh media agar Pikovskaya di cawan
terlihat bening atau jernih pada pengamatan
hari ke-6 (Tabel 1).
Perbandingan (rasio) diameter zona bening
ditambah koloni di seputar koloni terhadap
diameter koloni itu sendiri pada media agar
Pikovskaya disebut sebagai indeks pelarutan
P. Besarnya nilai indeks pelarutan P
menunjukkan secara kualitatif besarnya P
yang dilarutkan oleh fungi tersebut. Hal
tersebut dapat terlihat pada Aspergillus sp.,
namun tidak terlihat pada T. harzianum DT
38. Tidak adanya zona bening T. harzianum
DT 38 pada media agar Pikovskaya masih
memberi kemungkinan bahwa T. harzianum
DT 38 memiliki kemampuan yang rendah
dalam melarutkan P atau hanya melarutkan P
dalam jumlah sedikit. Hal ini dapat
disebabkan oleh kemampuan T. harzianum
DT 38 dalam menghasilkan asam organik
dalam media tersebut dan perbedaan ukuran
hifa antara kedua fungi tersebut. Perbedaan
macam asam organik yang dihasilkan antara
T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp. dapat
menyebabkan
perbedaan
kemampuan
melarutkan P (Isroi 1997).
6
pekat dan 1.06 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 1
L. Pereaksi dibuat segar.
Analisis Kandungan P pada Daun
Persiapan yang dilakukan adalah memetik
semua daun dari tanaman tomat (S.
lycopersicum) perlakuan dan kontrol. Daun
tersebut dikeringkan di dalam oven 60oC.
Setelah itu sampel daun siap untuk dianalisis.
Analisis dilakukan di laboratorium analitik
BPBPI.
Analisis kandungan P pada daun yang
dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometer. Destruksi basah dilakukan
dengan cara menimbang contoh daun 0.25 g,
dimasukkan ke dalam labu destruksi 50 mL,
ditambah 5 mL HNO3 pekat, lalu didiamkan
selama satu malam. Hari berikutnya bahan
dipanaskan di atas pemanas, lalu ditambah 0.5
mL HClO4 sampai larutan menjadi jernih.
Setelah itu didinginkan dan ditera dengan
akuades.
Larutan hasil destruksi diencerkan
sebanyak 10 kali. Sebanyak 2 mL larutan
tersebut diambil, lalu ditambah 10 mL
pereaksi pewarna, kemudian didiamkan
selama 30 menit untuk pengembangan warna.
Setelah itu larutan siap untuk diukur
menggunakan
spektrofotometer
dengan
panjang gelombang 693 nm. Analisis
kandungan P pada daun diukur menggunakan
kurva standar larutan P2O5 berbagai
konsentrasi yang diberi perlakuan sama.
Pereaksi pewarna dibuat dengan cara
mempersiapkan pereaksi pekat terlebih
dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 100 mL
akuades yang ditung ke dalam labu ukur 1 L,
ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g
K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat
kemudian ditera lagi dengan akuades.
Pereaksi pewarna dibuat dari 50 mL pereaksi
pekat dan 0.53 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur
500 mL. Pereaksi dibuat segar.
Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
Biakan T. harzianum DT 38 dipotong dadu
dari cawan petri, lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media
cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25
o
C selama 5 hari di pengaduk bergoyang.
Setelah itu filtrat yang dihasilkan, disaring,
lalu siap untuk disemprotkan dua hari sekali
ke daun tanaman tomat yang telah
ditumbuhkan sebelumnya sebanyak satu
semprotan. Tinggi tanaman diukur setiap 7
hari sekali sampai usia 21 hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelarutan P Secara Kualitatif oleh T.
harzianum DT 38
T. harzianum DT 38 yang ditumbuhkan
pada medium agar Pikovskaya tidak
menghasilkan zona bening yang diharapkan.
T. harzianum DT 38 yang diinokulasi ke
dalam medium agar Pikovskaya hanya
memperlihatkan koloni yang masih berupa
miselium berwarna putih pada pengamatan
hari ke-1 sampai dengan hari ke-3.
Pengamatan pada hari ke-6 koloni T.
harzianum DT 38 menunjukkan miselium
berwarna putih yang telah menyebar ke
seluruh permukaan media agar Pikovskaya
dan adanya titik-titik spora yang berwarna
hijau, namun tidak ditemukan adanya zona
bening di sekitar koloni.
Kontrol positif yang digunakan sebagai
pembanding pada uji pelarutan P secara
kualitatif ini adalah Aspergillus sp. (Gambar
4). Aspergillus sp. dapat menghasilkan zona
bening di sekitar koloninya pada pengamatan
hari ke-2 (1.41 cm), namun mengalami
penurunan pada pengamatan hari ke-3 (1.20
cm). Hal ini menunjukkan bahwa laju
kemampuan melarutkan P tetap ada tetapi
berkurang. Zona bening yang terbentuk
mengelilingi koloni Aspergillus sp. yang
sudah berupa spora yang berwarna hitam.
Seluruh media agar Pikovskaya di cawan
terlihat bening atau jernih pada pengamatan
hari ke-6 (Tabel 1).
Perbandingan (rasio) diameter zona bening
ditambah koloni di seputar koloni terhadap
diameter koloni itu sendiri pada media agar
Pikovskaya disebut sebagai indeks pelarutan
P. Besarnya nilai indeks pelarutan P
menunjukkan secara kualitatif besarnya P
yang dilarutkan oleh fungi tersebut. Hal
tersebut dapat terlihat pada Aspergillus sp.,
namun tidak terlihat pada T. harzianum DT
38. Tidak adanya zona bening T. harzianum
DT 38 pada media agar Pikovskaya masih
memberi kemungkinan bahwa T. harzianum
DT 38 memiliki kemampuan yang rendah
dalam melarutkan P atau hanya melarutkan P
dalam jumlah sedikit. Hal ini dapat
disebabkan oleh kemampuan T. harzianum
DT 38 dalam menghasilkan asam organik
dalam media tersebut dan perbedaan ukuran
hifa antara kedua fungi tersebut. Perbedaan
macam asam organik yang dihasilkan antara
T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp. dapat
menyebabkan
perbedaan
kemampuan
melarutkan P (Isroi 1997).
7
Gambar 4 T. harzianum DT 38 (atas) dan
Aspergillus sp. (bawah) pada media
agar Pikovskaya.
Konsentrasi (ug/mL)
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
Tabel 1 Nilai indeks pelarutan P
T. harzianum DT 38 dan Aspergillus
sp.
Rata-rata indeks
Jenis
pelarutan P (cm) hari kePerlakuan
1
2
3
6
T. harzianum
DT 38
Aspergillus
sp.
1.41
1.20
*
(kontrol +)
Ket : - tidak ada indeks pelarutan P
* seluruh permukaan cawan bening
Pelarutan P Secara Kuantitatif oleh T.
harzianum DT 38
Medium cair SY yang diinokulasi oleh T.
harzianum DT 38 mengalami perubahan
warna yang agak keruh setelah waktu inkubasi
1 hari. Bila media didiamkan (tidak digoyang)
akan terlihat endapan yang berwarna putih
yang merupakan miselium dari T. harzianum
DT 38 tersebut. Warna yang semakin keruh
akan terlihat seiring dengan lamanya waktu
inkubasi.
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
menunjukkan adanya pelarutan unsur P pada
media cair SY yang ditambah K2HPO4 oleh T.
harzianum DT 38 (Gambar 5). Pelarutan P
tertinggi adalah pada waktu inkubasi 1 hari
dan terendah adalah pada waktu inkubasi 2
hari. Pelarutan P yang bervariasi pada waktu
inkubasi 1 sampai 4 hari disebabkan adanya
perbedaan aktivitas T. harzianum DT 38 yang
diinokulasikan ke dalam medium cair SY
tersebut. Pada waktu inkubasi hari ke-0
kemampuan T. harzianum DT 38 dalam
melarutkan P masih sedikit, sedangkan pada
waktu inkubasi hari ke-1 meningkat pada titik
optimumnya (11.4044 μg/mL). Angka
konsentrasi P sebesar 5.9879 μg/mL terlihat
pada waktu inkubasi 2 hari, kemudian naik
lagi pada heri ke-3 (7.7193 μg/mL) dan
kembali turun pada hari ke-4 (7.2799 μg/mL).
Hal ini menunjukkan bahwa hari ke-1 adalah
waktu yang optimum bagi T. harzianum DT
1
2
3
4
5
H a ri
Gambar 5 Pelarutan HPO4- ( ), kontrol
), P ( ), kontrol P
HPO4- (
( ) oleh T. harzianum DT 38.
38 dalam melarutkan P.
Konsentrasi unsur P yang terukur pada
waktu inkubasi hari ke-1 lebih tinggi
dibandingkan dengan waktu inkubasi hari ke0. Hal tersebut disebabkan senyawa K2HPO4
dikonsumsi dan disimpan di miselium T.
harzianum DT 38 pada hari ke-0, kemudian
akan dikeluarkan kembali dalam bentuk yang
lebih sederhana yaitu unsur P pada hari ke-1.
Adanya alasan tersebut memperkuat eksistensi
T. harzianum DT 38 sebagai mikrob
pengendali (biokontrol) dalam tanah yang
berkompetisi dengan mikrob patogen lain
seperti Pythium dan Rhizoctonia yang tidak
dapat melarutkan P dalam tanah sehingga
dapat mengurangi keberadaannya (Altomare
et al. 1999). Hal lain yang juga diperkirakan
adalah
kemampuan
T.
harzianum
mengeluarkan asam-asam organik seperti
asam sitrat dan asam oksalat pada media cair
SY sehingga menyebabkan senyawa K2HPO4
membebaskan P menjadi ion fosfat dengan
reaksi
K2HPO4
2K+ + HPO42Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
T. harzianum DT 38 yang dikulturkan
pada media cair PDB membentuk miselium
berwarna putih setelah diinkubasi selama 2
hari. Miselium yang terbentuk semakin
banyak seiring lamanya waktu inkubasi. Pada
inkubasi hari ke-7, miselium yang terbentuk
semakin banyak, sehingga cairan PDB atau
filtrat yang ada tinggal sedikit.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari
metode Maslahat dan Suharyanto (2005),
terbukti bahwa T. harzianum DT 38 memiliki
potensi dalam produksi ZPT IAA (Tabel 2).
Produksi IAA dari T. harzianum DT 38 yang
dianalisis pada hari ke-3 menunjukkan
8
konsentrasi IAA yang dihasilkan cukup tinggi
(14.90 μM), namun mengalami penurunan
pada analisis hari ke-7 (12.70 μM). Hal ini
menunjukkan bahwa T. harzianum DT 38
memproduksi IAA yang jauh lebih rendah
daripada bakteri rhizosfer (413.75 μM)
dengan waktu inkubasi selama 3 hari
(Maslahat dan Suharyanto 2005). T.
harzianum DT 38 mengalami penurunan
produksi IAA setelah masa inkubasi 7 hari
diduga karena adanya perubahan lingkungan
seperti berkurangnya sumber makanan.
Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
yang diaplikasikan ke tanaman tomat (S.
lycopersicum)
dilakukan
dengan
cara
menyemprot daun tanaman tomat (S.
lycopersicum) usia 35 hari setelah tanam atau
0 hari setelah mulai penyemprotan dengan
filtrat media cair PDB yang telah diinokulasi
oleh T. harzianum DT 38 usia 5 hari.
Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman
usia 7 hari setelah mulai penyemprotan
analisis sidik ragam statistik menunjukkan
bahwa tinggi tanaman yang disemprot dengan
filtrat PDB yang diinohkulasi T. harzianum
DT 38 dengan kontrol yang hanya disemprot
air tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Analisis
sisik ragam statistik yang menunjukkan tidak
berbeda nyata terhadap kedua perlakuan di
atas juga berlaku pada usia tanaman 14 dan 21
hari setelah mulai penyemprotan.
Hasil
yang
tidak
berbeda nyata antara kedua
perlakuan dapat disebabkan karena IAA yang
diproduksi oleh T. harzianum DT 38 masih
tergolong sangat rendah. Berdasarkan hasil
analisis produksi IAA yang dilakukan,
konsentrasi IAA tertinggi pada hasil inkubasi
hari ke-3 (14.90 μM), sedangkan filtrat yang
digunakan untuk menyemprot berusia 5 hari.
Hal tersebut dapat diperkirakan bahwa T.
harzianum DT 38 sudah mengalami
penurunan produksi IAA karena hasil analisis
produksi IAA dengan waktu inkubasi 7 hari
adalah 12.70 μM. Kandungan senyawa lain
seperti enzim dan metabolit sekunder lainnya
dalam filtrat PDB serta kemampuan
penyerapan oleh stomata di daun juga
merupakan
pengaruh
yang
dapat
dipertimbangkan.
Tabel 2 Produksi IAA oleh T. harzianum
DT 38
Waktu Inkubasi
[IAA] (μM)
(hari)
3
14.90
7
12.70
Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat
(S. lycopersicum)
Pembuktian
pemacuan
pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum) yang
dilakukan di rumah kaca menunjukkan hasil
yang berbeda antara perlakuan dan kontrol.
Tanaman tomat (S. lycopersicum) perlakuan
menggunakan T. harzianum DT 38
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan kontrol yang tidak
diberi T. harzianum DT 38. Adanya
perbedaan dilihat dari tinggi tanaman,
lebatnya akar, dan jumlah daun yang lebih
banyak pada tanaman perlakuan yang
tanahnya diberi T. harzianum DT 38 (Gambar
6).
Perbedaaan antara kontrol dan perlakuan
yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38
dapat dilihat mulai dari usia tanaman 7 hari
setelah tanam. Perbedaan tersebut dapat
dikatakan sangat berbeda nyata menggunakan
analisis sidik ragam statistik pada taraf 1%.
Analisis sidik ragam statistik sangat berbeda
nyata juga ditunjukkan pada usia tanaman 14,
21, dan 28 hari setelah tanam. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa media tanam (tanah)
yang diberi T. harzianum DT 38 memang
dapat memacu pertumbuan tanaman tomat (S.
lycopersicum) dibandingkan dengan kontrol
yang tanahnya tidak diberi T. harzianum DT
38 sejak usia tanaman 7 hari setelah tanam.
Kandungan P dalam Tanah dan Daun
Kandungan P yang dianalisis dalam tanah
adalah penentuan fosfat total tanah yang
menggunakan
larutan
standar
P2O5.
Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 3),
menunjukkan bahwa kadar P dalam tanah
miskin yang digunakan sebelum perlakuan
memang tergolong sangat rendah (
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang
menitikberatkan pembangunan pada sektor
pertanian.
Sektor
pertanian
dapat
menghasilkan berbagai macam kebutuhan
pangan manusia, seperti karbohidrat, protein,
lemak, dan vitamin. Vitamin dibutuhkan
dalam jumlah kecil, namun merupakan unsur
essensial dalam diet manusia karena tidak
dapat dibuat oleh tubuh manusia (Higdon dan
Shane 2002). Salah satu produk pertanian
yang banyak mengandung vitamin adalah
tomat (Solanum lycopersicum).
Tomat (S. lycopersicum) merupakan
tanaman tropis yang berasal dari benua
Amerika bagian tengah dan selatan (Anonim
2007). Tomat (S. lycopersicum) merupakan
salah satu tanaman sayuran yang banyak
diusahakan secara komersial, dapat dinikmati
dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
olahan (pasta dalam kaleng, saus dalam botol)
serta merupakan sumber vitamin A dan C
(Anissyah 2003).
Secara umum tomat mudah ditumbuhkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam
menumbuhkan tomat antara lain ketersediaan
unsur hara yang dapat diserap oleh akar
tanaman tersebut. Salah satu unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman untuk menunjang
pertumbuhannya adalah unsur P. Unsur hara
tersebut dapat diserap oleh akar ataupun
melalui penangkapan dari udara (fiksasi).
Permasalahan yang sering muncul adalah
sulitnya unsur hara tersebut diserap oleh
tanaman karena terjerap oleh partikel tanah
ataupun terbawa oleh aliran air sehingga
tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan
baik. Tiga bentuk senyawa P (alumunium
fosfat, besi fosfat, dan kalsium fosfat) sukar
larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini
yang menyebabkan tanaman mengalami
defisiensi P walaupun kandungan P total tanah
cukup memadai (Isroi 1998).
Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat
semakin mendapat perhatian pada beberapa
tahun terakhir untuk mengatasi masalah
rendahnya kadar P tanah yang tersedia untuk
tanaman. T harzianum telah dikenal sebagai
salah satu mikrob tanah yang berfungsi
sebagai biokontrol, biodekomposer, dan
pemacu pertumbuhan tanaman (Harman
1996). Pada penelitian ini telah diuji
kemampuan T. harzianum isolat DT 38
koleksi Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia dalam melarutkan
unsur hara P dalam tanah dan telah dipelajari
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum). Mikrob
yang telah diteliti sebelumnya dan dilaporkan
dapat berperan dalam pelarutan unsur hara P
adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis
bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus
firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis,
B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter,
Pseudomonas,
Achromobacter,
Flavobacterium,
Micrococus,
dan
Mycobacterium. Sedangkan dari golongan
jamur antara lain Aspergillus niger, A.
candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium,
dan Phialotobus (Yuwono 2006).
Faktor
lain
yang
mempengaruhi
pertumbuhan tomat (S. lycopersicum) adalah
hormon tumbuhan (fitohormon) atau yang
lebih sering dikenal sebagai zat pengatur
tumbuh (ZPT). Indole Acetic Acid (IAA)
adalah salah satu auksin atau ZPT utama yang
sangat
penting
dalam
mempengaruhi
pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi
dan
percabangan
akar;
perkembangan buah, dominansi apikal,
fototropisme, dan geotropisme (Anonim
2006). Pada penelitian ini juga dipelajari
kemampuan T. harzianum DT 38 dalam
memproduksi IAA. Berdasarkan penelitian
yang telah dilaporkan Agrios (1997)
disebutkan bahwa beberapa fungi yang
berkemampuan menginduksi produksi IAA
pada akar tanaman tempatnya menempel juga
mampu memproduksi IAA yang secara
langsung dilepaskan ke tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
potensi T. harzianum DT 38 dalam
melarutkan unsur hara P dalam tanah dan
dalam memproduksi IAA, serta menentukan
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum).
TINJAUAN PUSTAKA
Trichoderma harzianum
T. harzianum merupakan mikrob fungi
yang umumnya hidup di dalam tanah dan
koloninya dapat ditemui dalam jumlah banyak
pada akar tanaman (Chet et al. 2006; Harman
1996; Harman et al. 2004). T. harzianum
diklasifikasikan ke dalam kerajaan Fungi,
divisi Ascomycota, subdivisi Pezizomycotina,
kelas Sordariomycetes, bangsa Hypocreales,
suku Hypocreaceae, marga Trichoderma,
jenis Trichoderma harzianum (Anonim 2007).
Beberapa ciri morfologi T. harzianum
(Gambar 1) yang menonjol antara lain adalah
1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang
menitikberatkan pembangunan pada sektor
pertanian.
Sektor
pertanian
dapat
menghasilkan berbagai macam kebutuhan
pangan manusia, seperti karbohidrat, protein,
lemak, dan vitamin. Vitamin dibutuhkan
dalam jumlah kecil, namun merupakan unsur
essensial dalam diet manusia karena tidak
dapat dibuat oleh tubuh manusia (Higdon dan
Shane 2002). Salah satu produk pertanian
yang banyak mengandung vitamin adalah
tomat (Solanum lycopersicum).
Tomat (S. lycopersicum) merupakan
tanaman tropis yang berasal dari benua
Amerika bagian tengah dan selatan (Anonim
2007). Tomat (S. lycopersicum) merupakan
salah satu tanaman sayuran yang banyak
diusahakan secara komersial, dapat dinikmati
dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
olahan (pasta dalam kaleng, saus dalam botol)
serta merupakan sumber vitamin A dan C
(Anissyah 2003).
Secara umum tomat mudah ditumbuhkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam
menumbuhkan tomat antara lain ketersediaan
unsur hara yang dapat diserap oleh akar
tanaman tersebut. Salah satu unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman untuk menunjang
pertumbuhannya adalah unsur P. Unsur hara
tersebut dapat diserap oleh akar ataupun
melalui penangkapan dari udara (fiksasi).
Permasalahan yang sering muncul adalah
sulitnya unsur hara tersebut diserap oleh
tanaman karena terjerap oleh partikel tanah
ataupun terbawa oleh aliran air sehingga
tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan
baik. Tiga bentuk senyawa P (alumunium
fosfat, besi fosfat, dan kalsium fosfat) sukar
larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini
yang menyebabkan tanaman mengalami
defisiensi P walaupun kandungan P total tanah
cukup memadai (Isroi 1998).
Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat
semakin mendapat perhatian pada beberapa
tahun terakhir untuk mengatasi masalah
rendahnya kadar P tanah yang tersedia untuk
tanaman. T harzianum telah dikenal sebagai
salah satu mikrob tanah yang berfungsi
sebagai biokontrol, biodekomposer, dan
pemacu pertumbuhan tanaman (Harman
1996). Pada penelitian ini telah diuji
kemampuan T. harzianum isolat DT 38
koleksi Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia dalam melarutkan
unsur hara P dalam tanah dan telah dipelajari
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum). Mikrob
yang telah diteliti sebelumnya dan dilaporkan
dapat berperan dalam pelarutan unsur hara P
adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis
bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus
firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis,
B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter,
Pseudomonas,
Achromobacter,
Flavobacterium,
Micrococus,
dan
Mycobacterium. Sedangkan dari golongan
jamur antara lain Aspergillus niger, A.
candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium,
dan Phialotobus (Yuwono 2006).
Faktor
lain
yang
mempengaruhi
pertumbuhan tomat (S. lycopersicum) adalah
hormon tumbuhan (fitohormon) atau yang
lebih sering dikenal sebagai zat pengatur
tumbuh (ZPT). Indole Acetic Acid (IAA)
adalah salah satu auksin atau ZPT utama yang
sangat
penting
dalam
mempengaruhi
pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi
dan
percabangan
akar;
perkembangan buah, dominansi apikal,
fototropisme, dan geotropisme (Anonim
2006). Pada penelitian ini juga dipelajari
kemampuan T. harzianum DT 38 dalam
memproduksi IAA. Berdasarkan penelitian
yang telah dilaporkan Agrios (1997)
disebutkan bahwa beberapa fungi yang
berkemampuan menginduksi produksi IAA
pada akar tanaman tempatnya menempel juga
mampu memproduksi IAA yang secara
langsung dilepaskan ke tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
potensi T. harzianum DT 38 dalam
melarutkan unsur hara P dalam tanah dan
dalam memproduksi IAA, serta menentukan
pengaruh pemberian T. harzianum DT 38
pada tanah terhadap laju pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum).
TINJAUAN PUSTAKA
Trichoderma harzianum
T. harzianum merupakan mikrob fungi
yang umumnya hidup di dalam tanah dan
koloninya dapat ditemui dalam jumlah banyak
pada akar tanaman (Chet et al. 2006; Harman
1996; Harman et al. 2004). T. harzianum
diklasifikasikan ke dalam kerajaan Fungi,
divisi Ascomycota, subdivisi Pezizomycotina,
kelas Sordariomycetes, bangsa Hypocreales,
suku Hypocreaceae, marga Trichoderma,
jenis Trichoderma harzianum (Anonim 2007).
Beberapa ciri morfologi T. harzianum
(Gambar 1) yang menonjol antara lain adalah
2
Gambar 1 T. harzianum dalam cawan petri
(Harman 1976).
koloninya berwarna hijau muda sampai hijau
tua, mempunyai konidia aseksual berbentuk
globus yang tersusun seperti buah anggur, dan
pertumbuhannya cepat (Anonim 2002). T.
harzianum tidak mempunyai tahap aseksual,
tetapi mempunyai spora aseksual (Harman
1976).
T. harzianum adalah salah satu jenis fungi
yang berpotensi sebagai pertahanan tanaman
terhadap penyakit tanaman (fitopatogen) dan
pemacu pertumbuhan tanaman (Chaverri dan
Samuels 2002; Chet 2001; Harman 1996;
Marco dan Felix 2002). Keunggulan T.
harzianum antara lain mengunakan biaya
relatif rendah untuk ditumbuhkan, mempunyai
pengaruh positif pada keseimbangan tanah,
dan tidak mempunyai efek berbahaya pada
manusia. Sebagai biokontrol, T. harzianum
dapat bertindak antara lain membentuk koloni
di tanah atau pada bagian tanaman lalu
mencegah
pertumbuhan
fitopatogen,
memproduksi enzim perusak dinding sel
fitopatogen, memproduksi antibiotik yang
dapat membunuh fitopatogen, menunjang
pertumbuhan
tanaman,
menstimulasi
mekanisme pertahanan tanaman (Monte
2001).
Tanaman pada tanah yang diberi
perlakuan.
T.
harzianum
mengalami
peningkatan pertumbuhan yang dapat dilihat
dari adanya peningkatan perkecambahan,
pembungaan, dan berat tanaman (Chang dan
Baker
1986).
Fenomena
peningkatan
pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan
T. harzianum terlihat pada tanaman jagung,
tomat, dan tembakau (Windham et al. 1986).
Unsur Hara P (Fosfor)
Unsur hara merupakan bahan dasar untuk
pabrik raksasa di dalam tubuh tanaman.
Tanaman akan mengabsorbsi ion-ion yang
terdapat di sekitar daerah perakaran. C, H, O,
N, P, dan S merupakan unsur-unsur yang
menyusun protein atau protoplasma tanaman.
Kerak bumi merupakan sumber cadangan P.
Menurut Schulte dan Kelling (1996) P tanah
dibagi menjadi dua kategori yaitu P organik
dan P anorganik. Keduanya merupakan
sumber P yang penting bagi tanaman, tetapi
ketersediaannya
dikendalikan
oleh
karakteristik tanah dan kondisi lingkungan.
Unsur P juga dapat diikat sebagai anion yang
dapat ditukarkan dan terikat dalam bentukbentuk yang tidak dapat diserap tanaman. P
masuk ke dalam biosfer melalui proses
serapan oleh tanaman dan jasad mikro
(Soepardi 1983).
Unsur P adalah hara utama bagi tanaman
yang penting untuk perkembangan akar, awal
perbungaan, dan pematangan buah (Anonim
2000). Fungsi P pada tanaman sulit
dinyatakan secara rinci, namun penting bagi
tanaman yaitu pada (1) pembelahan sel dan
pembentukan lemak, (2) pembungaan dan
pembuahan termasuk pembentukan biji, (3)
perkembangan akar halus berserabut, (4)
peningkatan kekuatan batang pada tanaman
serelia, (5) peningkatan mutu tanaman, (6)
memberikan kekebalan terhadap penyakit
tertentu (Brady 1982). Tanaman biasanya
mengabsorbsi P dalam bentuk ion H2PO4- dan
sebagian kecil dalam bentuk HPO42-. Absorbsi
kedua ion tersebut oleh tanaman dipengauhi
oleh pH tanah sekitar akar (Leiwakabessy et
al. 2003). Akar tanaman cenderung tumbuh ke
arah daerah yang mengandung banyak P
(Ismunadji et al. 1991). Unsur hara P masuk
ke dalam tanaman melalui akar rambut, ujung
akar, dan sel luar akar. Selanjutnya, P akan
didistribusikan ke tiap sel dalam tanaman dan
bereaksi secara kimia dengan senyawa
organik lainnya membentuk senyawa yang
lebih kompleks seperti enzim, asam nukleat,
dan protein. Unsur hara P juga digunakan
untuk menyimpan dan mentransfer energi
melalui senyawa kaya energi, yaitu ATP dan
ADP.
Unsur hara P yang tidak memadai akan
mengakibatkan berbagai proses kimia di
dalam tanaman terhambat. Defisiensi P akan
menghambat serapan unsur lain, menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
serta kematangan buah, juga menghambat
perkembangan daun dan perakaran sehingga
sintesis protein tidak dapat berlangsung
dengan baik (Tisdale dan Nelson 1975). P
merupakan unsur yang sangat mobil di dalam
tanaman dan ketika terjadi defisiensi, maka
akan terjadi translokasi P dari jaringan
tanaman yang sudah tua ke jaringan tanaman
yang sedang aktif berkembang (Griffith
2004).
Unsur hara P seringkali kurang pada tanah
berpasir dengan kandungan bahan organik
rendah, tanah abu vulkanik, tanah gambut, dan
tanah sulfat masam dengan kandungan Fe dan
3
Al tinggi (Anonim 2000). Menurut Brady
(1982) secara umum ada tiga masalah pada P
tanah, yaitu (1) jumlah total dalam tanah yang
sedikit, (2) ketersediaan P yang dapat
langsung diserap oleh tanaman sangat kecil,
dan (3) fiksasi fosfat dapat larut yang
ditambahkan melalui pemupukan. Reaksi
yang terjadi selama pelarutan P dari bentuk
tidak tersedia adalah reaksi kelasi antara ion
logam dalam mineral tanah dengan asamasam organik. Asam organik yang membentuk
kompleks lebih mantap dengan kation logam
akan lebih efektif melepas Fe, Al, dan mineral
tanah lainnya sehingga akan melepas P dalam
jumlah lebih banyak (Yuwono 2006).
Mikrob tanah berperan penting dalam
proses pelarutan mineral yang tadinya berada
dalam bentuk senyawa kompleks menjadi
bentuk ion, maupun garam yang dapat diserap
oleh akar. Sebagai contoh unsur P dalam
senyawa kompleks batuan akan terlarutkan
oleh kelompok mikrob pelarut fosfat sehingga
menjadi tersedia bagi tanaman (Aryantha
2003). Mikrob yang berperan dalam pelarutan
atau pelepasan unsur hara P adalah bakteri,
jamur, dan aktinomisetes. Jenis bakteri yang
dimaksud antara lain Bacillus firmus, B.
subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B.
polimixa, B. megatherium, Arthrobacter,
Pseudomonas,
Achromobacter,
Flavobacterium,
Micrococus,
dan
Mycobacterium, sedangkan dari golongan
jamur antara lain Aspergillus niger, A.
Candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium,
dan Phialotobus (Yuwono 2006).
Indole Acetic Acid (IAA)
Indole Acetic Acid (IAA) (Gambar 2)
adalah auksin endogen atau auksin yang
terdapat pada tanaman (Maslahat dan
Suharyanto 2005). Seperti telah diketahui
bahwa auksin adalah Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT) yang pertama kali ditemukan dan
menjadi dasar utama sinyal pertumbuhan
tanaman (Anonim 2007). Sedangkan ZPT
adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
aktif dalam jumlah kecil (± 1 μM) yang
disintesis pada bagian tertentu dari tanaman,
senyawa
tersebut
pada
umumnya
ditranslokasikan ke bagian lain dari tanaman
yang akan menghasilkan suatu tanggapan
secara biokimia, fisiologis, dan morfologis
(Widyastuti dan Tjokrokusumo 2001).
IAA adalah suatu molekul yang dapat
dihasilkan oleh tanaman dan mikrob. IAA
memegang
peranan
penting
dalam
pertumbuhan akar dan tunas pada tanaman
(Prusty et al 2004). IAA disintesis pada
Gambar 2 Struktur IAA (http:/en.wikipedia.
org/wiki/image:IAAII.png 2007).
bagian meristem akar suatu tanaman dalam
jumlah kecil. Mekanisme kerja IAA dapat
mendorong elongasi sel pada kleoptil dan ruas
tanaman. Elongasi sel terutama terjadi pada
arah vertikal diikuti dengan pembesaran sel.
IAA berperan dalam mengaktifkan pembuatan
komponen sel, dinding sel, dan menyusun
kembali ke dalam suatu matriks dinding sel
yang utuh (Maslahat dan Suharyanto 2005).
Beberapa mikrob seperti bakteri, fungi,
dan algae tanah mampu menghasilkan IAA
yang dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Lee et al. 2004). IAA
yang dihasilkan oleh mikrob akan diserap oleh
tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih
cepat atau lebih besar. Mikrob yang mampu
menghasilkan hormon tanaman antara lain
Pseudomonas sp dan Azotobacter sp (Isroi
2004).
Tomat (Solanum lycopersicum)
Kata tomat berasal dari bahasa Aztek,
salah satu suku Indian yaitu xitomate atau
xitotomate. Tanaman tomat (S. lycopersicum)
berasal dari negara Peru dan Ekuador (benua
Amerika bagian tengah dan selatan),
kemudian menyebar ke seluruh benua
Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim
tropis. Tomat mulai ditanam di Indonesia
sesudah kedatangan penjajah Belanda
(Anonim 1999). Klasifikasi tanaman tomat (S.
lycopersicum) yaitu kerajaan Plantae, divisi
Spermatophyta, anak divisi Angiospermae,
kelas Dicotyledonae, bangsa Solanales, suku
Solanaceae, marga Solanum, jenis Solanum
lycopersicum (Anonim 2007).
Buah tomat (Gambar 3) mempunyai
banyak manfaat bagi tubuh karena
mengandung serat, fosfor (P), kalium (K), βkaroten, vitamin C, vitamin A, dan likopen
(Anonim 2006). Buah ini juga merupakan
komoditas yang multiguna, antara lain sebagai
sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah
nafsu makan, minuman, bahan pewarna
makanan, bahan kosmetik, dan obat-obatan.
Tomat dapat tumbuh pada beberapa jenis
tanah dengan sistem drainase yang baik, pH
4
laminar air flow cabinet, cawan petri, jarum
inokulum, alumunium foil, pipet volumetrik,
neraca
analitik,
pemanas,
pengaduk
bergoyang, vortex, sentrifus Eppendorf
5417R, autoklaf, spektrofotometer UV-Vis,
tabung Eppendorf, mikropipet, gelas plastik
300 g, sekop kecil, dan sarung tangan.
Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik
yang siap dipanen (Nusrat 2006).
antara 6.2 sampai 6.8, dan kandungan unsur
hara khususnya P (Anissyah 2003). Unsur
hara P sangat penting bagi tanaman tomat
karena unsur P penting untuk perkembangan
akar, awal perbungaan, dan pematangan buah.
Bila tanaman tomat kekurangan unsur hara P
maka akan terlihat pada warna tanaman yang
hijau gelap, batang yang kerdil, kurus dan
kecil (Anonim 2000).
Saat ini juga banyak dikembangkan
pertanian secara organik. Pertanian organik
adalah suatu sistem manajemen produksi
pertanian yang dapat memacu aktivitas
biologis lahan atau tanah berdasarkan
penggunaan bahan tambahan (pupuk) kimia
secara minimal. Sistem pertanian ini bertujuan
untuk
mengembalikan,
memperbaiki,
memelihara, dan meningkatkan keselarasan
ekologis (Diver et al 1999). Penghematan
biaya produksi budidaya tanaman dapat
dicapai dengan penerapan sistem pertanian
organik, yakni penambahan aplikasi pupuk
mikrob (Aryantha 2003). Sistem pertanian
yang juga disebut sebagai pertanian green
house atau pertanian yang mengunakan rumah
kaca tersebut juga dilaporkan dapat
meningkatkan produksi tomat. Hal ini
dikarenakan tanaman tersebut dapat terhindar
dari hama, khususnya serangga (Rahardjo
2006).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah isolat jamur T. harzianum DT 38,
Aspergillus sp., MEA (Malt Extract Agar),
kentang, gula pasir, D(+)-Glucose, K2HPO4,
(NH4)2SO4,
KCl,
MgSO4.7H2O,
MnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, K2HPO4, H2SO4
pekat, FeCl3.6H2O 0.5 M, HCl 25%,
ammonium molibdat, K antimonil tartrat,
asam askorbat, KH2PO4, HNO3 pekat, HClO4,
yeast extract, bubuk agar, akuades, bubuk
IAA, tanah miskin (oxisol) Ciomas, dan Promi
Alat yang digunakan yaitu peralatan gelas,
Metode
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode
rancangan percobaan RAL pada perhitungan
tinggi tanaman dengan persamaan sebagai
berikut
Yij = μ + τi + εij
i = 1,2
j = 1,2,.........,20
Yij = pengamatan tinggi tanaman pada
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= pengaruh acak perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
Peremajaan T. harzianum DT 38
Media MEA (Malt Extract Agar) yang
telah disterilisasi dituang ke cawan petri steril.
Penuangan dilakukan di laminar air flow
cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media MEA padat, isolat fungi
T. harzianum DT 38 yang telah tersedia
ditanam pada media tersebut. Isolat fungi
yang tersedia digores dan dipindahkan ke
dalam media MEA secara steril. Masingmasing isolat dikulturkan pada 10 media
MEA. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi selama 5
hari.
Analisis Fungi Pelarut P Secara Kualitatif
(Goenadi dan Saraswati 1993)
Media yang digunakan untuk analisis
fungi pelarut P secara kualitatif adalah media
Pikovskaya. Media Pikovskaya yang telah
disterilisasi dituang ke dalam cawan petri
steril. Penuangan dilakukan di laminar air
flow cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media tersebut padat, isolat
fungi T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp.
yang telah tersedia ditanam masing-masing ke
dalam 5 cawan media tersebut. Fungi
Aspergillus sp. ditanam sebagai kontrol
positif. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi pada suhu
4
laminar air flow cabinet, cawan petri, jarum
inokulum, alumunium foil, pipet volumetrik,
neraca
analitik,
pemanas,
pengaduk
bergoyang, vortex, sentrifus Eppendorf
5417R, autoklaf, spektrofotometer UV-Vis,
tabung Eppendorf, mikropipet, gelas plastik
300 g, sekop kecil, dan sarung tangan.
Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik
yang siap dipanen (Nusrat 2006).
antara 6.2 sampai 6.8, dan kandungan unsur
hara khususnya P (Anissyah 2003). Unsur
hara P sangat penting bagi tanaman tomat
karena unsur P penting untuk perkembangan
akar, awal perbungaan, dan pematangan buah.
Bila tanaman tomat kekurangan unsur hara P
maka akan terlihat pada warna tanaman yang
hijau gelap, batang yang kerdil, kurus dan
kecil (Anonim 2000).
Saat ini juga banyak dikembangkan
pertanian secara organik. Pertanian organik
adalah suatu sistem manajemen produksi
pertanian yang dapat memacu aktivitas
biologis lahan atau tanah berdasarkan
penggunaan bahan tambahan (pupuk) kimia
secara minimal. Sistem pertanian ini bertujuan
untuk
mengembalikan,
memperbaiki,
memelihara, dan meningkatkan keselarasan
ekologis (Diver et al 1999). Penghematan
biaya produksi budidaya tanaman dapat
dicapai dengan penerapan sistem pertanian
organik, yakni penambahan aplikasi pupuk
mikrob (Aryantha 2003). Sistem pertanian
yang juga disebut sebagai pertanian green
house atau pertanian yang mengunakan rumah
kaca tersebut juga dilaporkan dapat
meningkatkan produksi tomat. Hal ini
dikarenakan tanaman tersebut dapat terhindar
dari hama, khususnya serangga (Rahardjo
2006).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah isolat jamur T. harzianum DT 38,
Aspergillus sp., MEA (Malt Extract Agar),
kentang, gula pasir, D(+)-Glucose, K2HPO4,
(NH4)2SO4,
KCl,
MgSO4.7H2O,
MnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, K2HPO4, H2SO4
pekat, FeCl3.6H2O 0.5 M, HCl 25%,
ammonium molibdat, K antimonil tartrat,
asam askorbat, KH2PO4, HNO3 pekat, HClO4,
yeast extract, bubuk agar, akuades, bubuk
IAA, tanah miskin (oxisol) Ciomas, dan Promi
Alat yang digunakan yaitu peralatan gelas,
Metode
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode
rancangan percobaan RAL pada perhitungan
tinggi tanaman dengan persamaan sebagai
berikut
Yij = μ + τi + εij
i = 1,2
j = 1,2,.........,20
Yij = pengamatan tinggi tanaman pada
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= pengaruh acak perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
Peremajaan T. harzianum DT 38
Media MEA (Malt Extract Agar) yang
telah disterilisasi dituang ke cawan petri steril.
Penuangan dilakukan di laminar air flow
cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media MEA padat, isolat fungi
T. harzianum DT 38 yang telah tersedia
ditanam pada media tersebut. Isolat fungi
yang tersedia digores dan dipindahkan ke
dalam media MEA secara steril. Masingmasing isolat dikulturkan pada 10 media
MEA. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi selama 5
hari.
Analisis Fungi Pelarut P Secara Kualitatif
(Goenadi dan Saraswati 1993)
Media yang digunakan untuk analisis
fungi pelarut P secara kualitatif adalah media
Pikovskaya. Media Pikovskaya yang telah
disterilisasi dituang ke dalam cawan petri
steril. Penuangan dilakukan di laminar air
flow cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke
dalam cawan petri, media dibiarkan hingga
padat. Setelah media tersebut padat, isolat
fungi T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp.
yang telah tersedia ditanam masing-masing ke
dalam 5 cawan media tersebut. Fungi
Aspergillus sp. ditanam sebagai kontrol
positif. Setelah selesai, cawan petri ditutup
dengan mikrofilm dan diinkubasi pada suhu
5
25 oC. Indeks pelarutan P yang dihasilkan
diukur setiap hari.
Analisis Fungi Pelarut P Secara Kuantitatif
(Altomare et al. 1999)
Media yang digunakan untuk analisis
fungi pelarut P secara kuantitatif adalah media
cair SY (Sucrose Yeast). Sebanyak 100 mL
media cair SY yang ditambah dengan 50 mg
K2HPO4 disterilkan, setelah itu diinokulasi
oleh 1 mL T. harzianum DT 38 dengan
kerapatan 106, lalu diinkubasi di pengaduk
bergoyang pada suhu kamar. Sebanyak tiga
kali ulangan sampel dianalisis di laboratorium
analitik BPBPI dari hari ke-0 sampai hari ke4. Sampel yang telah siap ditambah dengan
pewarna molibdat sebanyak 5 mL, kemudian
didiamkan
selama
15
menit
untuk
pengembangan warna, lalu siap dianalisis
menggunakan
spektrofotometer
dengan
panjang gelombang 693 nm.
Analisis Produksi IAA oleh T. harzianum
DT 38 (Maslahat dan Suharyanto 2005)
Sebanyak 1 potongan kotak (dadu) biakan
T harzianum DT 38 diambil dari cawan petri
media MEA, lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media
cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25
o
C di pengaduk bergoyang. Biakan dalam
media cair PDB pada hari ke-3 dan ke-7
diambil masing-masing sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf.
Setelah itu diendapkan dengan metode
sentrifugasi selama 10 menit dengan
kecepatan 11000 rpm pada suhu kamar (25
o
C). Selanjutnya supernatan yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan masing-masing 2 mL pereaksi
Salkowski yang dibuat dari 150 mL H2SO4
pekat, 7.5 mL FeCl3.6H2O, dan 250 mL
akuades lalu dikocok menggunakan vortex.
Larutan ini didiamkan selama 30 menit
supaya terbentuk warna. Setelah itu
absorbansi larutan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang
530 nm. Perlakuan dilakukan duplo.
Analisis kadar IAA dihitung menggunakan
kurva standar larutan IAA berbagai
konsentrasi yang diberi perlakuan sama.
Perlakuan dilakukan duplo.
Pembuktian
Pemacuan
Pertumbuhan
Tanaman Tomat (S. lycopersicum) dalam
Rumah Kaca
Perlakuan yang dilakukan antara lain
adalah 20 gelas tanah miskin plus Promi di
bagian atas dan 20 gelas tanah miskin.
Sebanyak 20 kg tanah miskin yang diambil
dari Ciomas disiapkan. Tanah disterilisasi
dalam waktu 3 hari berturut-turut. Sebanyak
40 gelas plastik ukuran volume 300 mL yang
telah dibolongi bagian bawahnya untuk aliran
air disiapkan. Tanah yang telah disterilisasi
dimasukkan ke dalam gelas plastik tersebut
masing-masing 400 g sesuai dengan kelompok
perlakuannya masing-masing. Tanah disiram,
lalu ditanami dengan bibit tomat yang telah
berkecambah pada umur 4 hari. Tiap gelas
ditanami oleh 2 kecambah tomat. Tinggi
tanaman tomat (S. lycopersicum) diukur
setiap 7 hari sekali sampai usia 28 hari.
Analisis Kandungan P pada Tanah
Analisis kandungan P dalam tanah
dilakukan antara lain terhadap tanah sebelum
dan setelah ditanami tanaman tomat (S.
lycopersicum), dari perlakuan dan kontrol.
Persiapan yang dilakukan adalah menyisihkan
sebanyak 1 kg tanah steril yang akan
digunakan untuk media tanam (tanah sebelum
tanam), 1 kg tanah setelah tanam yang sudah
dijemur kering (masing-masing perlakuan).
Setelah itu sampel tanah siap untuk dianalisis.
Analisis dilakukan di Laboratorium Analitik
BPBPI.
Analisis kandungan P pada tanah yang
dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometer dengan ekstraksi HCl 25%.
Sebanyak 4 g contoh tanah ditambah 20 mL
HCl 25% dimasukkan ke dalam botol, lalu
dikocok pada shaker selama 6 jam. Setelah itu
ekstrak yang dihasilkan disaring. Ekstrak yang
dihasilkan dipipet sebanyak 2 mL, ditambah 2
mL asam fleisman yang dibuat dari H2SO4
pekat dan HNO3 pekat dengan perbandingan
1:1, lalu dipanaskan di atas pemanas sampai
cairan berwarna jernih. Setelah didinginkan,
larutan ditera pada labu ukur 50 mL dengan
akuades. Sebanyak 1 mL larutan tersebut
diambil, ditambah 5 mL pereaksi pewarna,
didiamkan
selama
15
menit
untuk
pengembangan warna, lalu siap diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 693 nm. Analisis kadar P dihitung
menggunakan kurva standar larutan P2O5
berbagai konsentrasi yang diberi perlakuan
sama.
Pereaksi pewarna dibuat dengan cara
mempersiapkan pereaksi pekat terlebih
dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 500 mL
akuades yang dituang ke dalam labu ukur 1 L,
ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g
K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat
kemudian ditera lagi dengan akuades.
Pereaksi pewarna dibuat dari 100 mL pereaksi
6
pekat dan 1.06 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 1
L. Pereaksi dibuat segar.
Analisis Kandungan P pada Daun
Persiapan yang dilakukan adalah memetik
semua daun dari tanaman tomat (S.
lycopersicum) perlakuan dan kontrol. Daun
tersebut dikeringkan di dalam oven 60oC.
Setelah itu sampel daun siap untuk dianalisis.
Analisis dilakukan di laboratorium analitik
BPBPI.
Analisis kandungan P pada daun yang
dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometer. Destruksi basah dilakukan
dengan cara menimbang contoh daun 0.25 g,
dimasukkan ke dalam labu destruksi 50 mL,
ditambah 5 mL HNO3 pekat, lalu didiamkan
selama satu malam. Hari berikutnya bahan
dipanaskan di atas pemanas, lalu ditambah 0.5
mL HClO4 sampai larutan menjadi jernih.
Setelah itu didinginkan dan ditera dengan
akuades.
Larutan hasil destruksi diencerkan
sebanyak 10 kali. Sebanyak 2 mL larutan
tersebut diambil, lalu ditambah 10 mL
pereaksi pewarna, kemudian didiamkan
selama 30 menit untuk pengembangan warna.
Setelah itu larutan siap untuk diukur
menggunakan
spektrofotometer
dengan
panjang gelombang 693 nm. Analisis
kandungan P pada daun diukur menggunakan
kurva standar larutan P2O5 berbagai
konsentrasi yang diberi perlakuan sama.
Pereaksi pewarna dibuat dengan cara
mempersiapkan pereaksi pekat terlebih
dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 100 mL
akuades yang ditung ke dalam labu ukur 1 L,
ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g
K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat
kemudian ditera lagi dengan akuades.
Pereaksi pewarna dibuat dari 50 mL pereaksi
pekat dan 0.53 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur
500 mL. Pereaksi dibuat segar.
Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
Biakan T. harzianum DT 38 dipotong dadu
dari cawan petri, lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media
cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25
o
C selama 5 hari di pengaduk bergoyang.
Setelah itu filtrat yang dihasilkan, disaring,
lalu siap untuk disemprotkan dua hari sekali
ke daun tanaman tomat yang telah
ditumbuhkan sebelumnya sebanyak satu
semprotan. Tinggi tanaman diukur setiap 7
hari sekali sampai usia 21 hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelarutan P Secara Kualitatif oleh T.
harzianum DT 38
T. harzianum DT 38 yang ditumbuhkan
pada medium agar Pikovskaya tidak
menghasilkan zona bening yang diharapkan.
T. harzianum DT 38 yang diinokulasi ke
dalam medium agar Pikovskaya hanya
memperlihatkan koloni yang masih berupa
miselium berwarna putih pada pengamatan
hari ke-1 sampai dengan hari ke-3.
Pengamatan pada hari ke-6 koloni T.
harzianum DT 38 menunjukkan miselium
berwarna putih yang telah menyebar ke
seluruh permukaan media agar Pikovskaya
dan adanya titik-titik spora yang berwarna
hijau, namun tidak ditemukan adanya zona
bening di sekitar koloni.
Kontrol positif yang digunakan sebagai
pembanding pada uji pelarutan P secara
kualitatif ini adalah Aspergillus sp. (Gambar
4). Aspergillus sp. dapat menghasilkan zona
bening di sekitar koloninya pada pengamatan
hari ke-2 (1.41 cm), namun mengalami
penurunan pada pengamatan hari ke-3 (1.20
cm). Hal ini menunjukkan bahwa laju
kemampuan melarutkan P tetap ada tetapi
berkurang. Zona bening yang terbentuk
mengelilingi koloni Aspergillus sp. yang
sudah berupa spora yang berwarna hitam.
Seluruh media agar Pikovskaya di cawan
terlihat bening atau jernih pada pengamatan
hari ke-6 (Tabel 1).
Perbandingan (rasio) diameter zona bening
ditambah koloni di seputar koloni terhadap
diameter koloni itu sendiri pada media agar
Pikovskaya disebut sebagai indeks pelarutan
P. Besarnya nilai indeks pelarutan P
menunjukkan secara kualitatif besarnya P
yang dilarutkan oleh fungi tersebut. Hal
tersebut dapat terlihat pada Aspergillus sp.,
namun tidak terlihat pada T. harzianum DT
38. Tidak adanya zona bening T. harzianum
DT 38 pada media agar Pikovskaya masih
memberi kemungkinan bahwa T. harzianum
DT 38 memiliki kemampuan yang rendah
dalam melarutkan P atau hanya melarutkan P
dalam jumlah sedikit. Hal ini dapat
disebabkan oleh kemampuan T. harzianum
DT 38 dalam menghasilkan asam organik
dalam media tersebut dan perbedaan ukuran
hifa antara kedua fungi tersebut. Perbedaan
macam asam organik yang dihasilkan antara
T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp. dapat
menyebabkan
perbedaan
kemampuan
melarutkan P (Isroi 1997).
6
pekat dan 1.06 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 1
L. Pereaksi dibuat segar.
Analisis Kandungan P pada Daun
Persiapan yang dilakukan adalah memetik
semua daun dari tanaman tomat (S.
lycopersicum) perlakuan dan kontrol. Daun
tersebut dikeringkan di dalam oven 60oC.
Setelah itu sampel daun siap untuk dianalisis.
Analisis dilakukan di laboratorium analitik
BPBPI.
Analisis kandungan P pada daun yang
dilakukan
menggunakan
metode
spektrofotometer. Destruksi basah dilakukan
dengan cara menimbang contoh daun 0.25 g,
dimasukkan ke dalam labu destruksi 50 mL,
ditambah 5 mL HNO3 pekat, lalu didiamkan
selama satu malam. Hari berikutnya bahan
dipanaskan di atas pemanas, lalu ditambah 0.5
mL HClO4 sampai larutan menjadi jernih.
Setelah itu didinginkan dan ditera dengan
akuades.
Larutan hasil destruksi diencerkan
sebanyak 10 kali. Sebanyak 2 mL larutan
tersebut diambil, lalu ditambah 10 mL
pereaksi pewarna, kemudian didiamkan
selama 30 menit untuk pengembangan warna.
Setelah itu larutan siap untuk diukur
menggunakan
spektrofotometer
dengan
panjang gelombang 693 nm. Analisis
kandungan P pada daun diukur menggunakan
kurva standar larutan P2O5 berbagai
konsentrasi yang diberi perlakuan sama.
Pereaksi pewarna dibuat dengan cara
mempersiapkan pereaksi pekat terlebih
dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 100 mL
akuades yang ditung ke dalam labu ukur 1 L,
ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g
K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat
kemudian ditera lagi dengan akuades.
Pereaksi pewarna dibuat dari 50 mL pereaksi
pekat dan 0.53 g asam askorbat, lalu
ditepatkan dengan akuades pada labu ukur
500 mL. Pereaksi dibuat segar.
Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
Biakan T. harzianum DT 38 dipotong dadu
dari cawan petri, lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media
cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25
o
C selama 5 hari di pengaduk bergoyang.
Setelah itu filtrat yang dihasilkan, disaring,
lalu siap untuk disemprotkan dua hari sekali
ke daun tanaman tomat yang telah
ditumbuhkan sebelumnya sebanyak satu
semprotan. Tinggi tanaman diukur setiap 7
hari sekali sampai usia 21 hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelarutan P Secara Kualitatif oleh T.
harzianum DT 38
T. harzianum DT 38 yang ditumbuhkan
pada medium agar Pikovskaya tidak
menghasilkan zona bening yang diharapkan.
T. harzianum DT 38 yang diinokulasi ke
dalam medium agar Pikovskaya hanya
memperlihatkan koloni yang masih berupa
miselium berwarna putih pada pengamatan
hari ke-1 sampai dengan hari ke-3.
Pengamatan pada hari ke-6 koloni T.
harzianum DT 38 menunjukkan miselium
berwarna putih yang telah menyebar ke
seluruh permukaan media agar Pikovskaya
dan adanya titik-titik spora yang berwarna
hijau, namun tidak ditemukan adanya zona
bening di sekitar koloni.
Kontrol positif yang digunakan sebagai
pembanding pada uji pelarutan P secara
kualitatif ini adalah Aspergillus sp. (Gambar
4). Aspergillus sp. dapat menghasilkan zona
bening di sekitar koloninya pada pengamatan
hari ke-2 (1.41 cm), namun mengalami
penurunan pada pengamatan hari ke-3 (1.20
cm). Hal ini menunjukkan bahwa laju
kemampuan melarutkan P tetap ada tetapi
berkurang. Zona bening yang terbentuk
mengelilingi koloni Aspergillus sp. yang
sudah berupa spora yang berwarna hitam.
Seluruh media agar Pikovskaya di cawan
terlihat bening atau jernih pada pengamatan
hari ke-6 (Tabel 1).
Perbandingan (rasio) diameter zona bening
ditambah koloni di seputar koloni terhadap
diameter koloni itu sendiri pada media agar
Pikovskaya disebut sebagai indeks pelarutan
P. Besarnya nilai indeks pelarutan P
menunjukkan secara kualitatif besarnya P
yang dilarutkan oleh fungi tersebut. Hal
tersebut dapat terlihat pada Aspergillus sp.,
namun tidak terlihat pada T. harzianum DT
38. Tidak adanya zona bening T. harzianum
DT 38 pada media agar Pikovskaya masih
memberi kemungkinan bahwa T. harzianum
DT 38 memiliki kemampuan yang rendah
dalam melarutkan P atau hanya melarutkan P
dalam jumlah sedikit. Hal ini dapat
disebabkan oleh kemampuan T. harzianum
DT 38 dalam menghasilkan asam organik
dalam media tersebut dan perbedaan ukuran
hifa antara kedua fungi tersebut. Perbedaan
macam asam organik yang dihasilkan antara
T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp. dapat
menyebabkan
perbedaan
kemampuan
melarutkan P (Isroi 1997).
7
Gambar 4 T. harzianum DT 38 (atas) dan
Aspergillus sp. (bawah) pada media
agar Pikovskaya.
Konsentrasi (ug/mL)
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0
Tabel 1 Nilai indeks pelarutan P
T. harzianum DT 38 dan Aspergillus
sp.
Rata-rata indeks
Jenis
pelarutan P (cm) hari kePerlakuan
1
2
3
6
T. harzianum
DT 38
Aspergillus
sp.
1.41
1.20
*
(kontrol +)
Ket : - tidak ada indeks pelarutan P
* seluruh permukaan cawan bening
Pelarutan P Secara Kuantitatif oleh T.
harzianum DT 38
Medium cair SY yang diinokulasi oleh T.
harzianum DT 38 mengalami perubahan
warna yang agak keruh setelah waktu inkubasi
1 hari. Bila media didiamkan (tidak digoyang)
akan terlihat endapan yang berwarna putih
yang merupakan miselium dari T. harzianum
DT 38 tersebut. Warna yang semakin keruh
akan terlihat seiring dengan lamanya waktu
inkubasi.
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
menunjukkan adanya pelarutan unsur P pada
media cair SY yang ditambah K2HPO4 oleh T.
harzianum DT 38 (Gambar 5). Pelarutan P
tertinggi adalah pada waktu inkubasi 1 hari
dan terendah adalah pada waktu inkubasi 2
hari. Pelarutan P yang bervariasi pada waktu
inkubasi 1 sampai 4 hari disebabkan adanya
perbedaan aktivitas T. harzianum DT 38 yang
diinokulasikan ke dalam medium cair SY
tersebut. Pada waktu inkubasi hari ke-0
kemampuan T. harzianum DT 38 dalam
melarutkan P masih sedikit, sedangkan pada
waktu inkubasi hari ke-1 meningkat pada titik
optimumnya (11.4044 μg/mL). Angka
konsentrasi P sebesar 5.9879 μg/mL terlihat
pada waktu inkubasi 2 hari, kemudian naik
lagi pada heri ke-3 (7.7193 μg/mL) dan
kembali turun pada hari ke-4 (7.2799 μg/mL).
Hal ini menunjukkan bahwa hari ke-1 adalah
waktu yang optimum bagi T. harzianum DT
1
2
3
4
5
H a ri
Gambar 5 Pelarutan HPO4- ( ), kontrol
), P ( ), kontrol P
HPO4- (
( ) oleh T. harzianum DT 38.
38 dalam melarutkan P.
Konsentrasi unsur P yang terukur pada
waktu inkubasi hari ke-1 lebih tinggi
dibandingkan dengan waktu inkubasi hari ke0. Hal tersebut disebabkan senyawa K2HPO4
dikonsumsi dan disimpan di miselium T.
harzianum DT 38 pada hari ke-0, kemudian
akan dikeluarkan kembali dalam bentuk yang
lebih sederhana yaitu unsur P pada hari ke-1.
Adanya alasan tersebut memperkuat eksistensi
T. harzianum DT 38 sebagai mikrob
pengendali (biokontrol) dalam tanah yang
berkompetisi dengan mikrob patogen lain
seperti Pythium dan Rhizoctonia yang tidak
dapat melarutkan P dalam tanah sehingga
dapat mengurangi keberadaannya (Altomare
et al. 1999). Hal lain yang juga diperkirakan
adalah
kemampuan
T.
harzianum
mengeluarkan asam-asam organik seperti
asam sitrat dan asam oksalat pada media cair
SY sehingga menyebabkan senyawa K2HPO4
membebaskan P menjadi ion fosfat dengan
reaksi
K2HPO4
2K+ + HPO42Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
T. harzianum DT 38 yang dikulturkan
pada media cair PDB membentuk miselium
berwarna putih setelah diinkubasi selama 2
hari. Miselium yang terbentuk semakin
banyak seiring lamanya waktu inkubasi. Pada
inkubasi hari ke-7, miselium yang terbentuk
semakin banyak, sehingga cairan PDB atau
filtrat yang ada tinggal sedikit.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari
metode Maslahat dan Suharyanto (2005),
terbukti bahwa T. harzianum DT 38 memiliki
potensi dalam produksi ZPT IAA (Tabel 2).
Produksi IAA dari T. harzianum DT 38 yang
dianalisis pada hari ke-3 menunjukkan
8
konsentrasi IAA yang dihasilkan cukup tinggi
(14.90 μM), namun mengalami penurunan
pada analisis hari ke-7 (12.70 μM). Hal ini
menunjukkan bahwa T. harzianum DT 38
memproduksi IAA yang jauh lebih rendah
daripada bakteri rhizosfer (413.75 μM)
dengan waktu inkubasi selama 3 hari
(Maslahat dan Suharyanto 2005). T.
harzianum DT 38 mengalami penurunan
produksi IAA setelah masa inkubasi 7 hari
diduga karena adanya perubahan lingkungan
seperti berkurangnya sumber makanan.
Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38
yang diaplikasikan ke tanaman tomat (S.
lycopersicum)
dilakukan
dengan
cara
menyemprot daun tanaman tomat (S.
lycopersicum) usia 35 hari setelah tanam atau
0 hari setelah mulai penyemprotan dengan
filtrat media cair PDB yang telah diinokulasi
oleh T. harzianum DT 38 usia 5 hari.
Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman
usia 7 hari setelah mulai penyemprotan
analisis sidik ragam statistik menunjukkan
bahwa tinggi tanaman yang disemprot dengan
filtrat PDB yang diinohkulasi T. harzianum
DT 38 dengan kontrol yang hanya disemprot
air tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Analisis
sisik ragam statistik yang menunjukkan tidak
berbeda nyata terhadap kedua perlakuan di
atas juga berlaku pada usia tanaman 14 dan 21
hari setelah mulai penyemprotan.
Hasil
yang
tidak
berbeda nyata antara kedua
perlakuan dapat disebabkan karena IAA yang
diproduksi oleh T. harzianum DT 38 masih
tergolong sangat rendah. Berdasarkan hasil
analisis produksi IAA yang dilakukan,
konsentrasi IAA tertinggi pada hasil inkubasi
hari ke-3 (14.90 μM), sedangkan filtrat yang
digunakan untuk menyemprot berusia 5 hari.
Hal tersebut dapat diperkirakan bahwa T.
harzianum DT 38 sudah mengalami
penurunan produksi IAA karena hasil analisis
produksi IAA dengan waktu inkubasi 7 hari
adalah 12.70 μM. Kandungan senyawa lain
seperti enzim dan metabolit sekunder lainnya
dalam filtrat PDB serta kemampuan
penyerapan oleh stomata di daun juga
merupakan
pengaruh
yang
dapat
dipertimbangkan.
Tabel 2 Produksi IAA oleh T. harzianum
DT 38
Waktu Inkubasi
[IAA] (μM)
(hari)
3
14.90
7
12.70
Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat
(S. lycopersicum)
Pembuktian
pemacuan
pertumbuhan
tanaman tomat (S. lycopersicum) yang
dilakukan di rumah kaca menunjukkan hasil
yang berbeda antara perlakuan dan kontrol.
Tanaman tomat (S. lycopersicum) perlakuan
menggunakan T. harzianum DT 38
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan kontrol yang tidak
diberi T. harzianum DT 38. Adanya
perbedaan dilihat dari tinggi tanaman,
lebatnya akar, dan jumlah daun yang lebih
banyak pada tanaman perlakuan yang
tanahnya diberi T. harzianum DT 38 (Gambar
6).
Perbedaaan antara kontrol dan perlakuan
yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38
dapat dilihat mulai dari usia tanaman 7 hari
setelah tanam. Perbedaan tersebut dapat
dikatakan sangat berbeda nyata menggunakan
analisis sidik ragam statistik pada taraf 1%.
Analisis sidik ragam statistik sangat berbeda
nyata juga ditunjukkan pada usia tanaman 14,
21, dan 28 hari setelah tanam. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa media tanam (tanah)
yang diberi T. harzianum DT 38 memang
dapat memacu pertumbuan tanaman tomat (S.
lycopersicum) dibandingkan dengan kontrol
yang tanahnya tidak diberi T. harzianum DT
38 sejak usia tanaman 7 hari setelah tanam.
Kandungan P dalam Tanah dan Daun
Kandungan P yang dianalisis dalam tanah
adalah penentuan fosfat total tanah yang
menggunakan
larutan
standar
P2O5.
Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 3),
menunjukkan bahwa kadar P dalam tanah
miskin yang digunakan sebelum perlakuan
memang tergolong sangat rendah (