Studi Fisiologi Dan Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum

i

STUDI FISIOLOGI DAN POTENSI RATOONING
BEBERAPA GENOTIPE SORGUM

MERRY GLORIA MELIALA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Fisiologi dan
Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Merry Gloria Meliala
NIM A252120351

RINGKASAN
MERRY GLORIA MELIALA. Studi Fisiologi dan Potensi Ratooning Beberapa
Genotipe
Sorgum.
Dibimbing
oleh
DIDY
SOPANDIE
dan
TRIKOESOEMANINGTYAS.
Salah satu teknik bubidaya yang dapat digunakan dalam pengembangan
sorgum adalah budidaya ratun. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi mengenai pertumbuhan dan produksi tanaman utama lima genotipe

sorgum dan pengaruhnya terhadap kemampuan meratun serta pertumbuhan dan
produksi tanaman ratun serta potensi ratooning 100 genotipe F3 sorgum.
Percobaan untuk studi fisiologi dilaksanakan dari bulan Agustus - Desember 2013
untuk tanaman utama, Desember 2013 - April 2014 untuk tanaman ratun.
Percobaan untuk potensi ratooning dilaksanakan dari bulan Juni - Oktober 2013
untuk tanaman utama dan Oktober 2013 – Januari 2014 untuk tanaman ratun.
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan, Laboratorium Pasca
Panen, dan Laboratorium Spektrofotometri Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Percobaan studi fisiologi dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok
dengan empat ulangan. Bahan tanaman yang digunakan adalah genotipe Numbu,
UPCA S1, Mandau, Kawali, dan N/UP-118-3. Percobaan mengenai potensi
ratooning dilakukan menggunakan rancangan augmented. Bahan tanam yang
digunakan adalah genotipe Numbu, B69, dan 100 genotipe F3.
Karakter vegetatif, reproduktif dan fisiologi tanaman utama berbeda nyata
antar genotipe. Kemampuan meratun dan karakter vegetatif tanaman ratun
berbeda nyata antar genotipe. Karakter tanaman utama yang berkorelasi nyata
dengan kemampuan meratun adalah tinggi tanaman, diameter batang, bobot basah
brangkasan, bobot kering brangkasan, umur panen, dan indeks panen. Karakter
tanaman utama yang berkorelasi nyata dengan keragaan tanaman ratun adalah

tinggi tanaman utama, total klorofil daun, bobot basah brangkasan, bobot kering
brangkasan, bobot malai, bobot biji per malai, bobot 1000 biji, indeks panen, dan
laju transpirasi. Berdasarkan hasil sidik lintas pertumbuhan tanaman utama
mempunyai pengaruh langsung terhadap tinggi ratun, dan vegetatif ratun
mempunyai pengaruh langsung terhadap produksi ratun. Produksi relatif ratun
mencapai mencapai 20.97 – 40.30% produksi tanaman utama.
Numbu merupakan genotipe yang memiliki kemampuan meratun terbaik
dari lima genotipe yang diuji. Genotipe ini memiliki laju fotosintesis, konduktansi
stomata, CO2 interselular dan laju transpirasi yang tinggi. Terdapat 39 genotipe
pada generasi bersegregasi dengan potensi ratun yang tinggi. Genotipe tersebut
adalah galur dengan persentase ratun tumbuh yang tinggi dan mempunyai
produksi relatif lebih dari 50% produksi tanaman utama.

Kata kunci: kemampuan meratun, konduktansi stomata, laju fotosintesis, laju
transpirasi, rancangan augmented, sidik lintas

iii

SUMMARY
MERRY GLORIA MELIALA. Physiological and Ratooning Ability of Several

Sorghum
Genotypes.
Supervised
by
DIDY
SOPANDIE
and
TRIKOESOEMANINGTYAS.
One cultivation technique that can be used in sorghum production is
ratooning. This study is aimed to investigate information on growth and
production of five sorghum genotypes and 100 genotypes F3 and the ratooning
ability of these genotypes. The physiological study was conducted from August –
December 2013 for main crop cultivation and December 2013 – April 2014 for
ratoon crop cultivation. Ratooning Potency study was conducted from June October 2013 for main crop cultivation and October 2013 – January 2014 for
ratoon crop cultivation. This study was at Cikabayan experiment station, Post
Harvest Laboratory, and Spectrophotometry Laboratory, Department of
Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture,
Bogor Agricultural
University.
The physiological study was carried out as Randomized Complete Block

Design in four replications. Numbu, UPCA S1, Mandau, Kawali, dan N/UP-118-3
used as genetic materials. For ratooning potency study of the segregation
population, this research was carried out as augmented design with two check
varieties (Numbu and UPCA S1) and 100 F3 genotypes.
The results showed that genotypes had significant defferences on vegetative,
reproductive, and physiologycal characters of main crops. Genotypes had
significant defferences on ratooning ability and the vegetative characters of ratoon
crops. Plant height, stem diameter, plant fresh and dry weight, harvest time, and
harvest index of main crops had significant correlation with sorghum ratooning
ability. Plant height, total chlorophyll, plant fresh and dry weight, panicle weight,
grain weight per panicle, 1000 grain weight, harvest index, and transpiration rate
of main crops had significant correlation with ratoon crop growth. Based on path
analysis, main crops growth had direct effect on ratoon crops height, vegetative
characters of ratoon crops had direct effect on ratoon yield. Ratoon crops yield is
20.97 - 40.30% of main crops yield.
Numbu were genotype that has best ratooning ability. This genotype has
high phothosynthesis rate, stomatal conductance, intercellular CO2, and
transpiration rate. There were 39 genotypes with high ratooning potency. Lines
with high ratooning potency were those which has high ratooning ability and
relative production to main crops above 50%.

Keywords: augmented design, ratooning ability, ratooning potency, path analysis,
phothosynthesis rate, stomatal conductance, transpiration rate

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

STUDI FISIOLOGI DAN POTENSI RATOONING BEBERAPA
GENOTIPE SORGUM

MERRY GLORIA MELIALA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Desta Wirnas SP MSi

iii

Judul Tesis : Studi Fisiologi dan Potensi Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum
Nama
: Merry Gloria Meliala
NIM
: A252120351


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr
Ketua

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hprtikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian:
(24 Agustus 2016)

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, khalik langit dan bumi
atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai November 2014 dengan
judul Studi Fisiologi dan Ratooning Beberapa Genotipe Sorgum.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Didy Sopandie MAgr dan
Dr Ir Trikoesoemaningtyas MSc yang sudah membantu terlaksananya penelitian
serta membimbing selama penulisan tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada adik saya Sepyan Beny, Ibu Siti Marwiyah, mas Eki, Pak Nandang, teknisi
dan karyawan Kebun Percobaan Cikabayan, teman-teman Gita Swara
Pascasarjana dan AGH 2012 yang sudah membantu selama penelitian dan
penulisan tugas akhir. Terimakasih penulis ucapkan kepada Pak Bambang, Ibu
Ismi, Pak Yudi, dan Pak Joko yang sudah membantu pengamatan di laboratorium.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman di Lab Pemuliaan

Tanaman Atas untuk bantuan dan dukungan selama penulisan tesis. Terimakasih
juga kepada teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu atas
bantuan selama penelitian dan penyelesaian tugas akhir ini.
Terimakasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang telah mendanai penelitian ini
melalui International Research Collaboration and Scientific Publication dengan
judul Sorghum Breeding Program for Improvement of Quality and Yield Potential
pada tahun 2014. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bakrie Center
Foundation yang sudah memberikan beasiswa melalui program Bakrie Graduate
Fellowship .
Bapak dan mamak yang sudah memberikan dukungan moral, doa dan materi
sehingga penulis bisa mengikuti program magister ini. Terimakasih untuk kasih
dan pengorbanan yang sudah bapak dan mamak berikan. Tuhan lah yang
membalas semua kebaikan yang sudah diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 8 September 2016
Merry Gloria Meliala

v


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Sorgum
Ratooning pada Tanaman Sorgum

2
2
3

METODE
Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum
Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan
Percobaan 2 Potensi Ratooning 100 Genotipe F3 Sorgum
Bahan Penelitian
Peralatan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan

4
4
4
4
4
5
8
8
8
8
8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum
Keragaan Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum
Fisiologi Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum
Kemampuan Meratun Lima Genotipe Sorgum
Keragaan Tanaman Ratun Lima Genotipe Sorgum
Korelasi Keragaan Tanaman Utama dengan Kemampuan Meratun dan
Keragaan Tanaman Ratun
Percobaan 2 Potensi Ratooning 100 Genotipe (F3) Sorgum
Keragaan Tanaman Utama
Keragaan Tanaman Ratun

10
10
10
12
14
16
18
23
23
32

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

43
43
43

DAFTAR PUSTAKA

44

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1 Analisis ragam rancangan augmented
2 Rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman
utama
3 Nilai tengah tinggi, jumlah daun, bobot basah, dan bobot kering
tanaman utama
4 Nilai tengah umur berbunga, umur panen, bobot malai, bobot biji per
malai, bobot 1000 biji dan indeks panen tanaman utama
5 Rekapitulasi sidik ragam karakter fisiologi tanaman utama
6 Laju fotosintesis, konduktansi stomata, CO2 interselular, dan laju
transpirasi tanaman utama
7 Kadar klorofil dan kehijauan daun tanaman utama
8 Rekapitulasi sidik ragam kemampuan meratun dan karakter vegetatif
ratun
9 Kemampuan meratun dan karakter vegetatif tanaman ratun
10 Karakter reproduktif tanaman ratun
11 Korelasi karakter vegetatif, reproduktifd, dan fisiologi tanaman utama
dengan kemampuan meratun dan karakter tanaman ratun
12 Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman utama genotipe F3 dan
pembanding
13 Nilai tengah karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding
14 Nilai tengah karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding
(lanjutan)
15 Nilai tengah karakter tanaman utama genotipe F3 dan pembanding
(lanjutan)
16 Rekapitulasi sidik ragam karakter tanaman ratun genotipe F3 dan
pembanding
17 Nilai tengah karakter tanaman ratun genotipe F3 yang mempunyai
persentase ratun tumbuh atau persen produksi yang rendah
18 Nilai tengah karakter tanaman ratun genotipe F3 yang mempunyai
persentase ratun tumbuh atau persen produksi yang rendah (lanjutan)
19 Nilai tengah karakter tanaman ratun genotipe F3 yang mempunyai
persentase ratun tumbuh atau persen produksi yang rendah (lanjutan)
20 Rata-rata tersesuaikan karakter tanaman ratun genotipe F3 yang
menghasilkan produksi relatif lebih dari 50% produksi tanaman
utama
21 Rata-rata tersesuaikan karakter tanaman ratun genotipe F3 yang
menghasilkan produksi relatif lebih dari 50% produksi tanaman
utama (lanjutan)

10
11
11
12
13
13
14
15
16
18
20
27
27
28
29
33
35
36
37

39

40

vii

DAFTAR GAMBAR
1
2

Keragaan Tanaman Utama pada 8 MST
Keragaan tanaman ratun lima genotipe sorgum (a) ratun tumbuh dan
menghasilkan produksi (b) ratun kerdil dan tidak mampu
menghasilkan produksi bahkan tidak tumbuh sama sekali
3 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter vegetatif dan
generatif tanaman utama terhadap tinggi tanaman ratun. TTR: tinggi
tanaman ratun, TT: tinggi tanaman, BB: bobot basah brangkasan,
BK: bobot kering brangkasan, BM: bobot malai, BBM: bobot biji per
malai, BSB: bobot seribu biji, IP: indeks panen
4 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter vegetatif ratun
terhadap bobot malai ratun. BMR: bobot malai ratun, TTR: tinggi
tanaman ratun, JDR: jumlah daun ratun, DBR: diameter batang ratun,
BBR: bobot basah ratun, BKR: bobot kering ratun
5 Kondisi pertumbuhan sorgum pada (a) 0 MST, (b) 1 MST, (c) 4 MST,
(d) 7 MST, (e) 9 MST, dan (f) 12 MST
6 Perkembangan malai sorgun (a) fase bunting, (b) bunga mulai keluar
(c) antesis, (d) pengisian biji (e) pematangan
7 Genotipe yang memiliki daya tumbuh rendah (a) nomor 31 (b) nomor
41
8 Malai sorgum yang terserang hama burung
9 Anakan keluar dari batang sorgum yang belum dipanen
10 Keragaan beberapa genotipe sorgum dibandingkan dengan varietas
pembanding B69 dan Numbu
11 Keragaan malai beberapa genotipe F3 hasil silangan B69 Numbu
12 Kondisi pertumbuhan tanaman ratun sorgum mulai dari keluarnya
mata tunas ratun sampai fase reproduktif

11

16

21

22
23
24
25
25
26
31
32
34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lay out Percobaan 1 Studi fisiologi ratooning lima genotipe sorgum
2 Lay out Percobaan 2 Potensi ratooning 100 genotipe F3 sorgum
3 Proses ekstraksi batang, penetapan standar gula, dan penetapan gula
total
4 Pengamatan menggunakan (a) SPAD-502 (b) dan (c) Licor 6400

50
51
52
54

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sebesar 255 juta orang (BPS
2015). Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 284.83 juta
orang pada tahun 2025 (BPS 2013). Peningkatan jumlah penduduk diikuti
peningkatan kebutuhan pangan, pakan, dan energi. Sorgum sudah dikonsumsi
masyarakat Afrika dan India sejak ratusan tahun yang lalu. Sorgum digunakan
sebagai makanan tradisional, termasuk bubur, roti fermentasi dan roti tanpa ragi,
minuman beralkohol dan non alkohol, makanan ringan, serta produk mirip nasi
seperti couscous (Rooney dan Awika 2005).
Sorgum juga digunakan sebagai pakan ternak (ransum) menggantikan
jagung karena kadar nutrisinya tidak jauh berbeda dengan jagung. Ransum
(dicampur dengan bahan lain) dapat diberikan untuk ayam, itik, babi, dan sapi
perah. Brangkasannya juga dapat digunakan sebagai pakan. Sorgum juga dapat
dijadikan sebagai bahan baku etanol. Sekitar 90% biofuel dunia saat ini terbuat
dari etanol. Keuntungan sorgum sebagai bahan baku etanol adalah biaya produksi
yang lebih murah karena efisiensi penggunakan air dan waktu panen yang lebih
singkat (Santoso dan Singgih, 2008).
Sorgum merupakan tanaman yang toleran kekeringan dan suhu tinggi.
Sorgum yang didera kekeringan dan suhu tinggi masih bisa digunakan dalam
produksi bioetanol (Ananda et al. 2011, Hill et al. 2012). Efisiensi penggunaan air
sorgum lebih tinggi dibandingkan tanaman C4 lain seperti jagung. Efisiensi
penggunaan air menunjukkan rasio antara bobot kering biomassa tanaman dengan
jumlah air yang digunakan (Cosentino et al. 2012). Efisiensi penggunaan air
sorgum sebesar 52 kg ha-1 mm-1 sedangkan jagung 38 kg ha-1 mm-1 (Amaducci et
al. 2016).
Sorgum telah lama dikenal oleh petani di Indonesia khususnya di Jawa,
NTB dan NTT. Sorgum ditanam oleh petani sebagai tanaman sela atau tumpang
sari dengan tanaman lainnya. Budidaya dan pengembangan tanaman sorgum di
Indonesia masih sangat terbatas karena kurangnya informasi tentang benih unggul,
pemanfaatan sorgum dan teknologi budidayanya (Sukmadi 2010).
Salah satu teknik bubidaya yang perlu dipelajari dalam pengembangan
sorgum adalah sistem ratooning. Batang tanaman musim tanam pertama dipotong,
dibiarkan tumbuh kembali dan dibudidayakan seperti sorgum yang ditanam dari
benih. Beberapa keuntungan penerapan ratooning pada tanaman sorgum yaitu
penghematan benih karena pada musim tanam kedua tidak diperlukan benih lagi.
Penghematan waktu karena tidak diperlukan lagi waktu untuk pengolahan tanah
dan penanaman. Selain itu tanaman hasil ratooning dapat dipanen lebih cepat.
kebutuhan air lebih sedikit, serta biaya produksi lebih rendah karena penghematan
dalam pengolahan tanah dan penggunaan benih. Pemotongan batang dimaksudkan
untuk merangsang tumbuhnya tunas dan akar baru sehingga meningkatkan jumlah
anakan dan jumlah daun tanaman (Mekbib 2009, Puspitasari et al. 2012).
Pengolahan tanah tidak diperlukan pada musim tanam kedua sehingga kerusakan
tanah akibat pengolahan yang berlebihan dapat dikurangi.

2

Beberapa penelitian ratooning sorgum yang telah dilakukan antara lain
adalah mengenai populasi tanaman dan pemupukan nitrogen (Molina et al. 1977),
pengaruh ratooning terhadap hasil, produksi gula, dan serangan hama (Duncan
dan Gardner 1984, Wilson 2011), perbaikan manajemen ratooning (Opole et al.
2007, Wiseman et al. 2010), evaluasi pertumbuhan dan hasil sorgum manis pada
jarak tanam berbeda (Puspitasari et al. 2012), evaluasi genotipe sorgum manis
produksi biomassa dan daya ratun tinggi (Efendi et al. 2013). Potensi ratooning
tidak sama untuk setiap genotipe. Genotipe yang mempunyai keragaan tanaman
utama lebih baik secara umum memiliki hasil ratun yang lebih baik (Sanni et al.
2009). Hasil tanaman utama juga memiliki korelasi nyata dan positif dengan hasil
tanaman ratun (Liu et al. 2015). Genotipe yang berbeda memiliki perbedaan
kemampuan meratun pada padi (Balasubramanian et al. 1992) dan tebu (Shah et
al. 2008), juga perbedaan hasil ratun pada padi (Akhgari et al. 2013, Sinaga et al.
2015) dan sorgum (Hassan et al. 2015).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Menjelaskan pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman utama lima
genotipe sorgum terhadap kemampuan meratun.
2. Menjelaskan pengaruh pertumbuhan dan produksi tanaman utama lima
genotipe sorgum terhadap pertumbuhan dan produksi ratun
3. Menjelaskan potensi ratooning 100 genotipe (F3) sorgum
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Terdapat perbedaan kemampuan meratun diantara 5 genotipe sorgum
2. Terdapat korelasi antara karakter agronomi dan fisiologi tanaman utama
dengan kemampuan meratun, pertumbuhan dan produksi ratun
3. Terdapat perbedaan kemampuan meratun diantara 100 genotipe (F3) sorgum

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Sorgum
Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23°C – 30°C
dengan kelembaban relatif 20 – 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800
m dari permukaan laut dengan suhu kurang dari 20°C, pertumbuhan tanaman akan
terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah
berkisar antara 375 – 425 mm (Deptan 1990).
Sorgum merupakan serealia yang memiliki keragaman genetik yang luas,
terdaftar lebih dari 30000 varietas sorgum di dunia. Sorgum merupakan tanaman
yang resisten terhadap kekeringan. Pertumbuhan sorgum terhambat pada suhu 1620oC dan berhenti tumbuh pada suhu 14oC. Tinggi sorgum bisa mencapai 0.5-4 m

3

dengan diameter batang bagian bawah 0.5-5 cm. Bijinya berwarna putih, kuning
atau cokelat dengan panjang biji 4-5 mm dan lebar 2.5-4.6 mm (Léder 2004).
Pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan sekitar 110-170 hari
(Léder 2004). Sorgum memiliki tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif,
inisiasi malai, dan reproduktif. Fase vegetatif dimulai dari fase perkecambahan,
fase 3 daun, fase 4 daun, sampai fase 5 daun. Inisiasi malai dimulai dari fase
inisiasi malai, fase munculnya daun bendera, fase booting, sampai fase heading.
Fase terakhir yaitu fase reproduksi dimulai dari pembungaan, soft dough
(peralihan dari masak susu ke biji mulai mengeras), hard dough (biji mulai
mengeras), sampai munculnya black layer (masak fisiologis) (Kelley 2013).
Pertumbuhan sorgum tidak berlangsung cepat sampai tanaman mencapai
tinggi 8 inci (20.32 cm), yaitu pada saat tanaman sudah membentuk sistem
perakarannya dan mulai menyerap hara secara cepat. Fase ini berlangsung selama
30-35 hari setelah perkecambahan. 30-35 hari berikutnya, tanaman tumbuh
dengan cepat hingga mencapai fase pembungaan. Sorgum akan memproduksi
banyak daun yang sangat penting ketika memasuki fase pengisian biji. Bobot
kering biji tidak bertambah lagi ketika sudah mencapai masak fisiologis. Kadar air
biji mencapai 25-40% saat memasuki masak fisiologis (Vanderlip 1998).

Ratooning pada Tanaman Sorgum
Keberhasilan tanaman ratun sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Curah
hujan berpengaruh juga pada penyerapan pupuk oleh tanaman ratun (Wiseman et
al. 2010). Sorgum tidak memiliki rizhom atau stolon sehingga anakan
menentukan hasil dari tanaman ratun. Anakan yang terlalu cepat terbentuk tidak
akan bertahan jika kelembaban tanah tidak sesuai, namun pembentukan anakan
yang terlalu lama akan menyebabkan anakan menjadi immature saat panen.
Pembentukan anakan targantung pada genotipe yang dipengaruhi oleh lingkungan
(Wilson 2011). Sorgum varietas Essuti (varietas lokal di Kenya) yang jumlah
anakannya direduksi menjadi 3 anakan produktif pada musim tanam kedua
(setelah ratooning) meningkat hasilnya bila dibandingkan anakan yang tidak
direduksi. Reduksi dilakukan pada penyiangan gulma kedua sehingga lebih
mudah mengidentifikasi anakan yang vigor dan berpotensi menjadi anakan
produktif (Opole et al. 2007).
Sistem perakaran tanaman utama sorgum akan mati setelah dipanen. Oleh
karena itu kecepatan tumbuh dan luas perakaran yang baru sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan tanaman ratun. Kadar karbohidrat pada tunggul berperan
sebagai cadangan makanan untuk tanaman ratun. Cadangan makanan yang cukup
dibutuhkan untuk mempertahankan tunggul tetap hidup dan mengeluarkan tunas
baru. Oleh karena itu kadar karbohidrat pada tunggul sangat berperan dalam
kemampuan ratun untuk bertahan dan tumbuh kembali. Sorgum yang tetap hijau
setelah biji matang (mature) memiliki cadangan makanan yang tinggi (Wilson
2011).
Beberapa penelitian mengenai tinggi batang sorgum yang dipotong pada
penerapan ratooning sudah dilakukan. Satu buku dari permukaan tanah disisakan
untuk ditumbuhkan sebagai tanaman ratun (Molina et al. 1977). Tinggi batang
dari permukaan tanah pada penelitian lainnya adalah 12 cm dari permukaan tanah

4

(Duncan dan Gardner 1984), 5 cm dari permukaan tanah (Setyowati et al. 2005),
13 cm dari permukaan tanah (Wiseman et al. 2010), dan 8 cm dari permukaan
tanah (Wilson 2011).
Wiseman (2010) melaporkan bahwa aplikasi pupuk tanaman ratun
dilakukan 1-10 hari setelah panen tanaman induk. Puspitasari (2013) melaporkan
bahwa aplikasi pupuk tanaman ratun dilakukan dua tahap yaitu pada umur 3 dan 7
minggu setelah pemotongan batang.

METODE
Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum
Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Numbu,
UPCA S1, Mandau dan, Kawali serta galur F7 N/UP-118-3. Pupuk yang
digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl. Bahan yang digunakan untuk analisis
klorofil daun adalah larutan pengekstrak klorofil (Acetris yang merupakan
campuran 85% aceton dan 15% tris stock buffer). Alkohol, anthrone, dan asam
sulfat, digunakan untuk analisis kadar gula total batang.
Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan adalah peralatan budidaya, jangka sorong digital, soil
plant analysis development (SPAD-502 plus; Konica Minolta, Japan) untuk
mengukur nilai kehijauan daun, peralatan untuk analisis klorofil (mortar, micro
tube, tabung reaksi, pipet, centrifuge, spektrofotometer, cuvet, dan kelereng),
Licor 6400 untuk pengamatan laju fotosintesis, respirasi, dan konduktansi stomata
serta peralatan untuk analisis karbohidrat (miller, water bath, centrifuge, dan
spektrofotometer).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor
Cikabayan. Kegiatan pascapanen dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen,
analisis klorofil dilakukan di Laboratorium Spektrofometri, dan analisis
karbohidrat di Laboratorium Analisis Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lay out percobaan
dapat dilihat pada Lampiran 1. Penanaman, pengamatan, dan panen tanaman
utama dilakukan bulan Agustus – Desember 2013. Ratooning, pengamatan dan
panen tanaman utama dilakukan pada bulan Desember 2013 – April 2014.
Pengamatan pascapanen dilakukan pada bulan April – Mei 2014. Analisis kadar
gula total dilakukan pada bulan November 2014.

5

Prosedur Percobaan
Sorgum ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 15 cm sebanyak 3 benih per
lubang. Penyulaman dilakukan pada 2 minggu setelah tanam (MST). Penjarangan
dilakukan pada saat 3 MST sehingga hanya tersisa 1 tanaman. Pupuk
diaplikasikan bersamaan pada saat tanam. Dosis pupuk yang digunakan adalah
150 kg/ha urea, 100 kg/ha KCl, dan 100 kg/ha SP-36. Pupuk urea yang
diaplikasikan pada saat tanam adalah 2/3 dosis urea sisanya diberikan pada 5 MST.
Setelah malai sorgum dipanen, batang tanaman utama dipotong satu buku dari
permukaan tanah (Molina et al. 1977). Tanaman ratun dibiarkan tumbuh dan
dilakukan pemeliharaan yang sama dengan tanaman utama. Dosis pupuk tanaman
ratun sama dengan dosis pupuk tanaman utama (Setyowati et al. 2005). Pupuk
diberikan 3 minggu setelah ratooning. Sebanyak 2/3 bagian pupuk urea diberikan
bersamaan dengan SP-36 dan KCl lalu 1/3 bagian lagi diberikan 7 minggu setelah
ratooning (Puspitasari 2013).
Peubah yang diamati pada tanaman utama adalah sebagai berikut:
1. Karakter vegetatif
 Tinggi tanaman diukur pada fase vegetatif maksimum
 Jumlah daun diukur pada fase vegetatif maksimum
 Diameter batang diukur pada fase vegetatif maksimum
 Bobot basah brangkasan bagian atas pada saat panen
 Bobot kering brangkasan bagian atas pada saat panen
2. Karakter fisiologi
 Kehijauan daun pada saat vegetatif maksimum menggunakan SPAD-502
(Lampiran 4a)
 kadar klorofil (klorofil a, klorofil b, antosianin, karoten, dan total klorofil)
pada saat vegetatif maksimum metode analisis Sims dan Gamon (2002)
 Laju fotosintesis, respirasi, dan konduktansi stomata pada saat vegetatif
maksimum menggunakan Licor 6400 (Lampiran 4b dan 4c)
 kadar gula total pada batang pada saat panen menggunakan metode analisis
Sims dan Gamon (2002)
3. Karakter reproduktif
 Umur berbunga
 Umur panen
 Bobot malai, ditimbang setelah malai dikeringkan
 Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya)
 Bobot 1000 biji (biji bernas yang sudah dikeringkan)
 Indeks panen dihitung berdasarkan perbandingan produksi dengan biomassa
tanaman (Wnuk et al. 2013)
Peubah yang diamati pada tanaman ratun adalah sebagai berikut:
1. Karakter vegetatif
 Tinggi tanaman diukur pada fase vegetatif maksimum
 Jumlah daun diukur pada fase vegetatif maksimum
 Diameter batang diukur pada fase vegetatif maksimum
 Bobot basah brangkasan bagian atas pada saat panen
 Bobot kering brangkasan bagian atas pada saat panen

6

2. Karakter reproduktif
 Umur berbunga
 Umur panen
 Bobot malai, ditimbang setelah malai dikeringkan
 Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya)
 Bobot 1000 biji (biji bernas yang sudah dikeringkan)
 Indeks panen
 Produksi relatif dibandingkan dengan tanaman utama (produksi tanaman
ratun dibagi produksi tanaman utama dikali 100%).
3. Kemampuan meratun
 Waktu muncul anakan, dihitung pada saat anakan sudah mencapai fase 2-3
daun dan jumlah anakan tidak bertambah lagi
 Jumlah ratun tumbuh, dihitung pada saat anakan sudah mencapai fase 2-3
daun dan jumlah anakan tidak bertambah lagi
 Persentase ratun tumbuh, jumlah tunggul tanaman utama yang tumbuh
menjadi tanaman ratun dibagi total tanaman utama dikali 100%.
Pengambilan sampel daun untuk analisis klorofil, antosianin, dan karotenoid
dilakukan pada pagi hari ketika daun tidak lagi berembun. Tanaman yang
digunakan sebagai sampel adalah tanaman yang pertumbuhannya optimum, tidak
terserang hama atau penyakit, bukan tanaman yang disampingnya ada tanaman
mati, terserang hama atau penyakit, serta bukan tanaman pinggir. Setelah sampel
daun diambil lalu disimpan dalam cool box sebelum dianalisis untuk mencegah
terjadinya degradasi dan penyusutan bobot basah. Es batu diletakkan dalam cool
box dengan tujuan menjaga suhu tetap rendah untuk mencegah terjadinya proses
biokimiawi pada daun.
Analisis klorofil menggunakan metode analisis Sims dan Gamon (2002).
Sampel daun dipotong lalu ditimbang. Bobot daun yang digunakan tidak kurang
dari 0.016 g dan tidak lebih dari 0.025 g. Daun digerus dalam mortar setelah
ditambahkan 2 ml acetris lalu dimasukkan dalam micro tube 2 ml. Sampel
tersebut di-centrifuge dengan kecepatan 14000 rpm selama beberapa detik.
Sampel ini disebut sebagai supernatant. Sebanyak 1 ml supernatant dimasukkan
dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 3 ml acetris sehingga total larutan adalah 4
ml (faktor pengenceran = 4) lalu ditutup kelereng untuk mengurangi penguapan.
Nilai absorban dilihat pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 663
(klorofil b), 647 (klorofil a), 537 (antosianin), dan 470 (karotenoid). Untuk
mendapatkan nilai klorofil, antosianin, dan karotenoid, nilai absorban dimasukkan
dalam rumus.
Antosianin total = (0.08173*A537) - (0.00697*A647) - (0.002228*A663)
Klorofil a
= (0.01373*A663) - (0.000897*A537) - (0.003046*A647)
Klorofil b
= (0.02405*A647) - (0.004305*A537) - (0.005507*A663)
Karotenoid
= A470 – (17.1*(Chla + Chlb) – 9.479*Antosianin))/119.26
Analisis Gula Total
Analisis karbohidrat batang sorgum dilakukan setelah panen dan batang
dipotong. Batang dikeringkan dalam oven bersuhu 60oC selama 3 hari. Batang
dihancurkan menggunakan blender sehingga menjadi berbentuk serbuk. Analisis

7

dilakukan terhadap kadar gula total menggunakan metode Yoshida et al. (1976).
Proses analisis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Prosedur Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu genotipe (4 varietas dan 1 galur F7)
dengan 4 ulangan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Jumlah tanaman contoh
yang diamati adalah 10 tanaman pada setiap unit percobaan untuk tanaman utama.
Jumlah ratun yang tumbuh tidak mencukupi untuk mencapai 10 tanaman contoh,
jadi ratun yang diamati adalah sebanyak 5 tanaman contoh untuk setiap unit
percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah (Gomez dan Gomez 1995):
Yij = μ+τi + βj + εij ; (i=1,… t, j=1,…, r=1,…)
Keterangan :
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Data yang diperoleh, selanjutnya dianalisa melalui analisis ragam dan uji
lanjut Dunca Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5%. Selain itu dilihat
korelasi antara peubah pada tanaman utama dengan tanaman ratun. Hubungan
model antar karakter dianalisis dengan korelasi Pearson pada taraf 5% dilanjutkan
dengan sidik lintas.
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
satu karakter dengan karakter lainnya. Secara statistik hubungan antar karakter
dihitung menggunakan rumus berdasarkan Singh dan Chaudhary (1979):


=

n x1 y1  ( x1 )( y1 )
√ [n

x

2
1

 ( x1 ) 2 ][n y12  ( y1 ) ]
2

Keterangan: rxy = koefisien korelasi antara karakter agronomi terhadap karakter
hasil, n = banyaknya perlakuan; x1 = karakter bebas; y1 = karakter hasil
Sidik lintas merupakan analisis regresi linier yang membahas hubungan
kausal antar variabel. Melalui analisis ini dapat diketahui pengaruh langsung dan
tidak langsung antara variabel bebas terhadap variabel respon. Secara statistik
rumus sidik lintas menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:

r11 r12.........r1p C1
r1y
r21 r22.........r2p C2 = r2y
rp1 rp2.........rpp C3
r3y
Rx . C = Ry

8

C = Rx-1 . Ry
Keterangan:
Rx = matriks korelasi antar variabel bebas dalam model regresi berganda yang
memiliki p buah variabel bebas sehingga merupakan matriks dengan
elemen-elemen Rxixj (i, j = 1, 2, …, p)
C
= vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung dari setiap
variabel bebas yang telah dibakukan
Ry = vektor koefisien korelasi antara variabel bebas xi (i = 1, 2, …, p) dan
variabel tidak bebas Y.
Percobaan 2 Potensi Ratooning 100 Genotipe F3 Sorgum
Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 galur
(genotipe pada generasi yang bersegregasi) sorgum F3 hasil persilangan B69
(tetua betina) dengan Numbu (tetua jantan). Pupuk yang digunakan adalah Urea,
SP-36 dan KCl.
Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan adalah peralatan budidaya, sungkup, jangka sorong
digital, timbangan digital.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor
Cikabayan. Kegiatan pasca panen dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan
Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Lay out percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Penanaman,
pengamatan, dan panen tanaman utama dilakukan bulan Juni – Oktober 2013.
Ratooning, pengamatan dan panen tanaman utama dilakukan pada bulan Oktober
2013 – Januari 2014. Pengamatan pascapanen dilakukan pada bulan Januari –
Maret 2014.
Prosedur Percobaan
Sorgum ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 10 cm sebanyak 3 benih per
lubang. Penyulaman dilakukan pada 2 minggu setelah tanam (MST) sehingga
hanya tersisa 1 tanaman. Penjarangan dilakukan pada saat 2 MST. Pupuk
diaplikasikan bersamaan pada saat tanam. Dosis pupuk yang digunakan adalah
150 kg/ha urea, 100 kg/ha KCl, dan 100 kg/ha SP-36. Pupuk urea yang
diaplikasikan pada saat tanam adalah 2/3 dosis urea sisanya diberikan pada 5 MST.
Setelah malai sorgum dipanen, batang tanaman utama dipotong satu buku dari
permukaan tanah (Molina et al. 1977). Tanaman ratun dibiarkan tumbuh dan
dilakukan pemeliharaan yang sama dengan tanaman utama. Dosis pupuk tanaman
ratun sama dengan dosis pupuk tanaman utama (Setyowati et al. 2005). Pupuk
diberikan 3 minggu setelah ratooning. Sebanyak 2/3 bagian pupuk urea diberikan
bersamaan dengan SP-36 dan KCl lalu 1/3 bagian lagi diberikan 7 minggu setelah
ratooning (Puspitasari 2013).

9

1.
2.
3.
4.
5.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Peubah yang diamati pada tanaman utama adalah sebagai berikut:
Tinggi tanaman pada saat vegetatif maksimum
Jumlah daun pada saat vegetatif maksimum
Diameter batang pada saat vegetatif maksimum
Umur panen
Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya)
Peubah yang diamati pada tanaman ratun adalah sebagai berikut:
Jumlah ratun tumbuh, dihitung pada saat anakan sudah mencapai fase 2-3 daun
dan jumlah anakan tidak bertambah lagi
Persentase ratun tumbuh, jumlah tunggul tanaman utama yang tumbuh menjadi
tanaman ratun dibagi total tanaman utama dikali 100%
Tinggi tanaman pada saat vegetatif maksimum
Jumlah daun pada saat vegetatif maksimum
Diameter batang pada saat vegetatif maksimum
Umur panen
Bobot biji per malai (biji yang sudah dipisahkan dari malainya)
Selisih umur panen dengan tanaman utama (umur panen tanaman utama
dikurangi umur panen tanaman ratun)
Produksi relatif dibandingkan dengan tanaman utama (produksi tanaman ratun
dibagi produksi tanaman utama dikali 100%).

Prosedur Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah augmented
randomized complete block design. Rancangan augmented dikenalkan untuk
screening genotipe baru pada pemuliaan tanaman. Rancangan ini pada umumnya
diterapkan jika materi yang digunakan terbatas atau cukup banyak sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan ulangan (Federer et al. 2001). Hanya varietas
pembanding yang diulang pada rancangan ini. Galat pada rancangan ini dihitung
berdasarkan varietas pembanding dan blok yang digunakan Sharma (2006).
Sebanyak 2 genotipe sorgum digunakan sebagai pembanding. Genotipe ini
adalah genotipe yang menjadi tetua genotipe F3 pada percobaan ini yaitu B69 dan
Numbu, diulang 10 kali, dengan rancangan acak lengkap. Masing-masing
pembanding hanya muncul sekali pada setiap blok sehingga terdapat 10 blok.
Sebanyak 100 genotipe F3 digunakan tanpa ulangan. Setiap 10 genotipe ditanam
tanpa ulangan pada setiap blok. Model rancangan yang digunakan untuk
pembanding adalah (Burgueno-Ferreira et al. 2005):
ykojl = μ + β1 + τko + ekojl ; (k=1,2; j=1,…,10; l=1,…,10)
Keterangan :
Yij = pengamatan pada pembanding ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l.
μ
= rataan umum
τko = pengaruh pembanding
β1
= pengaruh blok ke-l
o
ek jl = pengaruh galat pada pembanding ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l
Model rancangan yang digunakan untuk genotipe uji adalah (BurguenoFerreira et al. 2005):
yijl = μ + β1 + τi + eijl ; (i=1,…,100; j=1; l=1,…,10)

10

Keterangan :
Yij = pengamatan pada genotipe uji ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l.
μ
= rataan umum
τko = pengaruh genotipe uji
β1
= pengaruh blok ke-l
ekojl = pengaruh galat pada genotipe uji ke-k, ulangan ke-j, dan blok ke-l
Penghitungan berdasarkan model analisis rancangan augmented Sharma
(2006). Tabel 1 menunjukan analisis ragam rancangan augmented.
Tabel 1 Analisis ragam rancangan augmented
Sumber keragaman
Blok
Genotipe
Genotipe (g)
Pembanding (c)
g vs c
Error
Total

Derjat bebas
r-1
(g+c)-1
g-1
c-1
1
(c-1)(r-1)
(rc+g)-1

Jumlah kuadrat
Jkb
JKp
JKg
JKc
JK(g vs c)
JKe
JKT

Kuadrat tengah
Ktb
KTp
KTg
KTc
KT(g vs c)
Kte

Keterangan: r: ulangan dalam pembanding, c: varietas pembanding, g: genotipe

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1 Studi Fisiologi Ratooning Lima Genotipe Sorgum
Keragaan Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum
Rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif, fisiologi, dan reproduktif
tanaman utama dapat dilihat pada Tabel 2. Genotipe berpengaruh nyata terhadap
keragaan tanaman utama, baik karakter vegetatif, fisiologi, maupun reproduktif
tanaman utama. Pertumbuhan dan perkembangan ratun dipengaruhi oleh
pertumbuhan tanaman utama (Liu et al. 2012). Penampilan tanaman utama yang
baik akan berpengaruh terhadap penampilan tanaman ratun. Karakter vegetatif
tanaman utama berbeda antar genotipe (Tabel 3).
Tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot basah dan kering
tanaman berbeda nyata antar genotipe tanaman. Perbedaan keragaan vegetatif
tanaman utama dapat dilihat pada Gambar 1. Karakter reproduktif tanaman utama
berbeda antar genotipe (Tabel 4). Umur berbunga, umur panen, bobot malai,
bobot biji per malai, bobot 1000 biji dan indeks panen berbeda nyata antar
genotipe tanaman. Pengaruh genotipe terhadap keragaman karakter vegetatif dan
reproduktif menunjukkan bahwa perbedaan nilai pada karakter yang diamati
disebabkan oleh perbedaan genotipe. Akhgari et al. (2013) menemukan varietas
berpengaruh nyata terhadap tinggi, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot
1000 biji, dan produksi tanaman utama padi.

11

Gambar 1 Keragaan Tanaman Utama pada 8 MST
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif dan reproduktif tanaman
utama
Karakter

Kuadrat Tengah

Tinggi
Jumlah daun
Diameter batang
Bobot basah brangkasan
Bobot kering brangkasan
Umur berbunga
Umur panen
Bobot malai
Bobot biji per malai
Bobot 1000 butir
Indeks panen

54615.38
65.02
35.60
401745.00
77537.33
77.55
100.58
14838.49
11042.12
2901.43
0.60

F hitung

KK

158.78**
41.61**
6.08**
32.8**
61.4**
13.49**
17.62**
49.6**
49.61**
121.37**
189.03**

8.19
13.18
13.38
17.02T
17.5T
2.81
2.06
18.62T
18.25T
31.48
16.91

perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 5%, **perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 1%,
hasil transformasi akar kuadrat

*

T

Tabel 3 Nilai tengah tinggi, jumlah daun, bobot basah, dan bobot kering tanaman
utama
Genotipe

Tinggi
Tanaman
(cm)

Jumlah
Daun

Diameter
Batang (mm)

N/UP-118-3
Mandau
Kawali
Numbu
UPCA S1
Rata-rata

234.53c
250.21b
185.28d
270.27a
188.85d
226.44

10.02a
10.00a
10.23a
9.97a
7.22b
9.40

19.40a
18.22b
18.09b
17.96b
16.74c
18.08

a

Bobot
Bobot
Basah
Kering
Bragkasan Brangkasan
(g)
g)
403.66a
87.31c
400.47a
113.69b
241.58b
82.37c
426.52a
165.13a
193.67c
37.96d
327.16
95.98

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda, berbeda nyata pada
DMRT taraf α 5%

12

Tabel 4 Nilai tengah umur berbunga, umur panen, bobot malai, bobot biji per
malai, bobot 1000 biji dan indeks panen tanaman utama
Genotipe
N/UP-118-3
Mandau
Kawali
Numbu
UPCA S1
Rata-rata
a
Angka pada
DMRT taraf

Umur
Bebunga
(hari)
87.25b
91.25a
84.25b
84.50b
79.25c
85.30a
kolom yang
α 5%

Umur
Panen
(hari)
114.75b
122.50a
115.50b
118.00b
108.75c
115.90 a
sama yang

Bobot
Malai
(g)

Bobot Biji
per Malai
(g)

Bobot 1000 Indeks
Biji (g)
Panen

46.92b
28.99b
12.66d
19.35d
14.26d
17.16c
38.78c
21.07c
12.29d
80.23a
62.86a
28.50a
41.09bc
32.28b
19.66b
47.93 a
33.92 a
18.02 a
diikuti huruf berbeda, berbeda nyata

0.36b
0.14d
0.32c
0.32c
0.51a
0.33
pada

Fisiologi Tanaman Utama Lima Genotipe Sorgum
Rekapitulasi sidik ragam karakter fisiologi tanaman utama dapat dilihat
pada Tabel 5. Sebagian besar karakter fisiologi tanaman utama berbeda nyata
antar genotipe. Laju fotosintesis, konduktansi stomata, CO2 interselular, dan laju
transpirasi tanaman sorgum berbeda nyata antar genotipe (Tabel 6). Numbu
memiliki laju fotosintesis yang paling tinggi tidak berbeda nyata dengan N/UP118-3. Fotosintesis adalah dasar dari pertumbuhan tanaman dan pembentukan
hasil ( Li et al. 2014). Pertumbuhan tanaman utama yang baik memiliki potensi
ratun yang tinggi (Sinaga 2015).
Saberi dan Aishah (2014) melakukan percobaan mengenai pengaruh
fisiologi terhadap sorgum pakan. Tanaman ratun sorgum tersebut mempunyai laju
fotosintesis sebesar 15.61 µmol m-2s-1 dan konduktansi stomata sebesar 0.12
mmol m-2s-1. Sorgum pada percobaan ini mempunyai laju fotosintesis dan
konduktansi stomata yang lebih tinggi dibandingan sorgum pakan. Tujuan akhir
sorgum pakan adalah panen brangkasan sehingga hasil fotosintat hanya digunakan
untuk pertumbuhan daun dan batang. Sementara pada percobaan ini, tujuan
akhirnya adalah biji sehingga hasil fotosintat digunakan untuk pengisian biji. Biji
merupakan sink yang lebih kuat dibandingkan bagian tanaman yang lain. Jumlah
yang besar yang dibutuhkan oleh biji mendorong tanaman untuk melakukan
peningkatan hasil fotosintat dengan cara meningkatkan laju fotosintesis dan
konduktansi stomata.
Numbu memiliki laju fotosintesis yang paling tinggi. Konduktansi stomata,
CO2 interselular dan laju transpirasi varietas Numbu juga tinggi. Hal ini
mendukung pertumbuhan yang baik yang dapat dilihat dari karakter vegetatif
Numbu yang tinggi. Oleh karena itu Numbu memiliki bobot brangkasan yang
paling tinggi dan hasil akhir yaitu produksi biji tertinggi yang diamati melalui
bobot biji per malai.
Nilai gula total tidak berbeda nyata secara statistik antar genotipe. Hal ini
disebabkan oleh tingginya koefisien keragaman variebel tersebut. Nilai koefisien
keragaman gula total setelah transformasi adalah sebesar 37.69. Mattjik dan
Sumertajaya (2013) menyatakan bahwa nilai KK 20-25% pada bidang pertanian

13

masih dianggap wajar. Besarnya nilai KK yang berada dalam kisaran ideal
menunjukkan bahwa unit-unit percobaan yang digunakan homogen. Namun nilai
KK variabel gula total masih tetap tinggi walau sudah diransformasi, jadi
walaupun nilai antar genotipe terlihat berbeda, secara statistik perbedaan tersebut
tidak nyata. Kadar gula total pada batang berpengaruh terhadap mata tunas aksilar
(Liu et al. 2015). Mata tunas aksilar adalah cikal bakal tumbuhnya ratun karena
tunas tersebut lah yang akan tumbuh menjadi tanaman ratun. Kadar gula yang
cukup akan menjadi cadangan makanan bagi tanaman ratun sampai tanaman
tersebut mampu berfotosintesis dan menghasilkan makanan sendiri.

Tabel 5 Rekapitulasi sidik ragam karakter fisiologi tanaman utama
Karakter
Fotosintesis
Konduktasi Stomata
CO2 Interselular
Transpirasi
Gula total
Klorofil a
Klorofil b
Antosianin
Karoten
Total Klorofil
Kehijauan

Kuadrat Tengah
246.98
0.19
31511.38
11.07
6.73
0.20
0.04
0.01
0.01
0.49
15.27

F hitung
15.45**
16.98**
8.89**
10.14**
0.98
2.4
2.75*
0.58
3.72
3.07*
4.29*

KK
13.72
35.98
32.89
25.78
37.69T
11.76
13.18
42.35
11.14
12.33
6.67

perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 5%, **perlakuan berpengaruh nyata pada taraf α 1%,
hasil transformasi akar kuadrat

*

T

Tabel 6 Laju fotosintesis, konduktansi stomata, CO2 interselular, dan laju
transpirasi tanaman utama

Genotipe

N/UP-118-3
Mandau
Kawali
Numbu
UPCA S1
Rata-rata
a

Laju
Fotosintesis
(µmol CO2
m-2s-1)
30.63ab
28.67ca
26.67da
31.45aa
29.31bc
29.22 ab

Konduktasi
Stomata
(mol H2O
m-2s-1)

CO2
Interselular
(µmol CO2
mol
udara-1)

Laju
Transpirasi
(mol H2O
m-2s-1)

0.28c
0.25c
0.23c
0.32b
0.37a
0.29a

167.85b
154.83b
173.9ba
204.55a
208.53a
180.97a

4.00b
3.94b
3.54c
4.14a
4.65a
4.05a

Gula
Total
(%)
3.25
3.82
2.63
0.75
3.94
2.87

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda, berbeda nyata pada
DMRT taraf α 5%

14

Genotipe berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil b, total klorofil, dan
kehijauan daun namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil a,
antosianin, dan karoten daun (Tabel 7). Klolofil terutama klorofil a berfungsi
untuk menangkap cahaya pada proses fotosintesis. Cahaya yang ditangkap
digunakan sebagai sumber energi untuk melepaskan oksigen dan mereduksi
karbon dari CO2. Karotenoid dan klorofil b juga mampu menangkap cahaya
kemudian ditransfer ke pusat reaksi yaitu klorofil a (Taiz dan Zeiger, 2006). Jadi
walaupun kloforil a di antara genotipe-genotipe yang digunakan tidak berbeda
nyata, hasil akhir berupa total klorofil antar genotipe berbeda nyata. Numbu
memiliki total klorofil yang paling tinggi, hal ini menjadi salah satu hal yang
mendukung Numbu memiliki laju fotosntesis yang paling tinggi (Tabel 6).
Genotipe-genotipe yang memiliki total klorofil yang tinggi memiliki nilai
kehijauan yang tinggi juga. Xu et al. (2000) melaporkan bahwa nilai kehijauan
daun sorgum yang diukur menggunakan SPAD-502 dapat dijadikan indikator
visual yang menggambarkan total klorofil daun. Berdasarkan penelitian tersebut,
diketahui bahwa Nilai SPAD memiliki hubungan linear yang nyata dengan total
klorofil daun (R2 = 0.91). Selain itu, nilai kehijaun daun memiliki hubungan linear
yang nyata dengan stay green rating (R2 = 0.82). Wilson (2011) menyatakan
bahwa sorgum memiliki sifat stay green menjadi penciri kemampuan meratun
pada tanaman tersebut.

Tabel 7 Kadar klorofil dan kehijauan daun tanaman utama
Genotipe
N/UP-118-3
Mandau
Kawali
Numbu
UPCA S1
Rata-rata

Klorofil
a
(mg/g)

Klorofil
b
(mg/g)

Antosianin
(µmol/g)

Karoten
(mg/g)

Total
Klorofil
(mg/g)

Kehijauan

2.34
2.27
2.47
2.61
2.47
2.45

0.76bc
0.74cc
0.85ab
0.87ac
0.80ab
0.81cc

0.46
0.47
0.52
0.53
0.51
0.34

0.71
0.72
0.51
0.53
0.51
0.50

3.10bc
2.97bc
3.32ab
3.49ac
3.27ab
3.24cc

46.40b
45.24b
49.63a
48.43a
49.55a
47.85c

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda, berbeda nyata pada
DMRT taraf α 5%

Kemampuan Meratun Lima Genotipe Sorgum
Genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter yang menunjukkan
kemampuan meratun tanaman yaitu waktu muncul ratun, jumlah dan persentase
ratun tumbuh (Tabel 8). Waktu muncul ratun tanaman sorgum lebih lama dari
padi. Waktu muncul ratun adalah waktu keluarnya tunas ratun dan menghasilkan
anakan, dihitung setelah panen tanam utama. Susilawati et al. (2012) menemukan
bahwa tunas ratun pada padi muncul pada hari kedua sampai keempat setelah
panen. Tunas ratun sorgum muncul lebih lama dibandingkan padi. Rata-rata
waktu muncul ratun sorgum adalah 8,8 hari setelah panen (Tabel 9).

15

Efendi et al. (2013) melaporkan bahwa keragaman persentase ratun tumbuh
dari beberapa genotipe sorgum manis yang besar menunjukkan bahwa
kemampuan meratun dipengaruhi oleh genetik. Rata-rata ratun tumbuh sebesar 8,7
tanaman dengan persentase sebesar 30.83% (Tabel 9). Persentase ratun tumbuh
sorgum pada percobaan ini lebih rendah dibandingkan persentase ratun tumbuh
sorgum manis yaitu sebesar 69.3% (Efendi et al. 2013). Kadar karbohidrat pada
sorgum manis lebih tinggi karena sorgum manis dipanen pada fase vegetatif
sedangkan sorgum pada percobaan ini dipanen ketika sudah memasuki masak
fisiologis sehingga sudah mulai terjadi senesens dan kadar karbohidratnya
berkurang. Penundaan senesens daun dan kadar karbohidrat yang tinggi
berpengaruh pada kemampuan meratun yang tinggi pada padi (Balasubramanian
et al. 1992).
Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar gula total lima genotipe sorgum pada
penelitian ini tidak berbeda nyata. Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa kadar
karbohidrat batang sorgum tidak berbeda nyata. Wilson 2011 menyatakan bahwa
salah satu yang penting pada kemampuan meratun adalah kadar karbohidrat
batang. Diduga, lima genotipe sorgum pada penelitian ini memiliki kadar pati
berbeda sehingga terjadi perbedaan kemampuan meratun walaupun kadar gula
total tidak berbeda nyata. Miller dan McBee (1993) melaporkan bahwa
karbohidrat pada batang terdiri dari dua jenis, yaitu karbohidrat struktural
(selulosa, hemiselulosa, dan lignin) dan karbohidrat non struktural (gula dan pati).
Kadar pati pada batang sorgum bervariasi tergantung antar genotipe. Kadar pati
pada penelitian tersebut berkisar diantara 17-58 mg g-1. Alves et al. (2014)
melaporkan bahwa kadar pati (amilosa) batang sorgum manis adalah sebesar
16.4%. Hal ini menjadi salah satu penyebab perbedaan kemampuan meratun pada
sorgum.

Tabel 8 Rekapitulasi sidik ragam kemampuan meratun dan karakter vegetatif
ratun
Karakter
Waktu Muncul Anakan
Jumlah Ratun yang Tumbuh
Persentase Ratun Tumbuh
Tinggi
Jum