DISTRIBUSI BAHAN KERING BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) YANG DITUMPANGSARIKAN DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz.)

(1)

ABSTRAK

DISTRIBUSI BAHAN KERING BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) YANG DITUMPANGSARIKAN

DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz.)

OLEH

RENI YULIASARI

Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan akan meningkat, sehingga ketersediaan pangan harus ditingkatkan. Untuk

meningkatkan ketersediaan pangan dilakukan upaya intensifikasi dan diversifikasi pangan. Salah satu usaha intensifikasi pangan adalah dengan dilakukannya

penanaman ganda atau tumpangsari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola distribusi bahan kering sorgum pada sistem monokultur dan tumpangsari. Mengetahui pengaruh distribusi bahan kering sorgum beberapa genotipe sorgum dalam sistem monokultur dan tumpangsari. Penelitian ini dilaksanakan di kebun teknis Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas

Lampung dari bulan November 2012 sampai Maret 2013. Benih yang digunakan adalah benih sorgum genotipe Batan S-3, Batan S-12, Keller, Wray, Numbu dan bibit singkong yang digunakan adalah varietas kasetsart. Rancangan perlakuan disusun dengan faktorial dalam rancangan petak terbagi kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan tiga kali ulangan. Petak uatama adalah pertanaman tumpangsari dan monokultur sedangkan anak petak adalah genotipe tanaman sorgum Batan S-3, Batan S-12, Keller, Wray, Numbu. Petak percobaan yang


(2)

digunakan pada penelitian ini berukuran 4x3,2 m. Data dianalisis dengan

ANOVA. Perbedaan nilai tengah perlakuan ditentukan dengan uji BNJpada taraf 5%. Parameter yang diamati adalah bobot kering daun, batang, malai, biji, dan indeks panen.

Akumulasi bahan kering tanaman sorgum pada batang daun dan akar berbeda, secara umum akumulasi bahan kering tanaman sorgum sama pada monokultur dan tumpangsari, sorgum lebih banyak mengakumulasikan bahan kering pada bagian tanaman berupa batang, daun dan yang terkecil didapat oleh akar.


(3)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi

agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, memerlukan input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak alternatif (Sirappa, 2003).

Menurut Reddy dan Dar (2007), biji sorgum dapat dijadikan sebagai bahan

pangan utama sumber karbohidrat. Di Amerika Serikat, India, dan Cina, sorgum digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar bioetanol, dan dapat pula dijadikan bahan baku industri bir, anggur (wine), sirup, lem, dan cat.

Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan akan meningkat, sehingga ketersediaan pangan harus ditingkatkan.

Untuk meningkatkan ketersediaan pangan dilakukan upaya seperti intensifikasi dan diversifikasi pangan. Salah satu usaha intensifikasi pangan adalah dengan dilakukan penanaman ganda atau tumpangsari.


(4)

Menurut Arifin (1986), tumpangsari merupakan program peningkatan

kesejahteraan petani melalui usaha diversifikasi pertanian, karena dengan sistem ini mempunyai arti melakukaan penanaman penganekaragaman jenis tanaman yang diusahakan petani, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Tumpangsari ubikayu dengan sorgum merupakan dua jenis tanaman yang sesuai untuk ditumpangsarikan asalkan kedua tanaman ditanam dengan waktu yang bersamaan, karena ubikayu dan sorgum merupakan tanaman yang mempunyai habitus yang berbeda, sehingga dalam memanfaatkan pengaruh dari faktor lingkungan akan berbeda pula sehingga tidak akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis , biomasa tanaman, partisi tanaman.

Pengembangan sorgum secara monokultur akan berkompetisi dalam penggunaan lahan untuk per kembangan tanaman pangan lain. Oleh karena itu, pengembangan sorgum melalui sistem tumpangsari dapat menjadi alternatif mengurangi

kompetisi penggunaan lahan tanaman pangan. Hamim et.al (2012) melaporkan bahwa sorgum biasa ditumpangsarikan dengan ubikayu. Keberhasilan sistem tumpangsari sangat tergantung pada tingkat kompetisi antar tanaman yang di tumpangsarikan.

Biomasa tanaman merupakan suatu ukuran komphrehensif pertumbuhan tanaman. Laju penggunaan fotosintat dalam tanaman dapat mempengaruhui tingkat

fotosintesis; laju fotosintesis menurun apabila fotosintat terakumulasi dalam daun tidak digunakan dalam proses pertumbuhan atau pembentukan biomasa baru tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Oleh karena itu proses translokasi dan


(5)

laju pemanfaatan fotosintat sangat penting, sehingga pendistribusian hasil fotosintat ke organ lain seperti batang, daun, dan akar sangat kritikal.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), daun secara umum dipandang sebagai organ produsen fotosintat utama. Pengamatan daun sangat diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomasa tanaman.

Batang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. ini didasarkan atas kenyataan bahwa batang berhubungan langsung dengan tinggi tanaman dan merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat. Sebagai parameter pengukur pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya. Tanaman yang mendapat cahaya cukup lebih tinggi dari tanaman yang mengalami kekurangan cahaya (Sitompul dan Guritno, 1995).

Perananan akar dalam pertumbuhan tanaman berfungsi untuk menyediakan unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolism tanaman. Jumlah unsur hara dan air yang diserap tanaman tergantung pada kesempatan untuk mendapatkan air dan unsur hara tersebut dalam tanah.

Distribusi bahan kering merupakan pembagian hasil fotosintesis yang

dikolerasikan pada organ-organ tanaman baik dalam bentuk struktur vegetatif maupun generatif (Gardner et al.,1991).


(6)

Distribusi bahan kering dipengaruhui oleh faktor genetik dan lingkungan (Zanski and Shaffer, 1996).

Pengetahuan ini sangat penting tidak hanya untuk memperluas wawasan akan proses pertumbuhan tanaman khususnya pembentukan biomasa, tetapi juga untuk menilai efisiensi pertumbuhan tanaman dalam penggunaan bahan pertumbuhan (substrat).

Berdasarkan uraian diatas dalam penelitian ini dapat di rumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah distribusi bahan kering sorgum yang ditanam pada sistem monokultur berbeda dengan yang ditanam secara tumpangsari.

2. Bagaimanakah pengaruh genotipe sorgum terhadap bobot kering biomasa yang ditanam secara tumpangsari dengan tanaman ubikayu.

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh pola distribusi bahan kering sorgum pada sistem monokultur dan tumpangsari .

2. Mengetahui pengaruh distribusi bahan kering beberapa genotipe sorgum dalam sistem monokultur dan tumpangsari.


(7)

1.3Kerangka Pemikiran

Tanaman sorgum dapat tumbuh di daerah tropis maupun subtropis dari dataran rendah hingga dataran tinggi yang mencapai ketinggian 1.500 m dari permukaan laut (dpl) (Rismunandar, 1989).

Pertumbuhan tanaman sorgum akan terhambat apabila ditanam pada daerah dengan ketinggian >500 m dpl jadi tanaman sorgum dapat tumbuh baik pada. suhu optimal berkisar 23-30° C, dengan kelembapan udara 20 % dan suhu tanah 25°C.

Pengembangan sorgum di indonesia masih tergolong rendah hal ini karena teknologi pengolahan hasil produksi sorgum masih sangat minim. Bahkan petani di Indonesia enggan untuk menanam sorgum secara monokultur , karena sorgum secara monokultur tidak akan memberikan pendapatan yang baik .

Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman yang berbeda dalam persyaratan tumbuh atau mempunyai sifat pertumbuhan yang berbeda, misalnya penanaman sorgum dan ubikayu tanaman yang mempunyai tajuk tinggi dan tajuk rendah tetapi harus ditanam dalam waktu yang bersamaan agar tidak terjadi persaingan. Akibat langsung dari persaingan adalah penghambatan pertumbuhan dan penurunan hasil pada tanaman yang dibudidayakan (Buhaira, 2007).

Salah satu upaya diversifikasi pertanian yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan penanaman ganda atau lebih dikenal dengan pola tanam tumpangsari, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan persatuan luas dan waktu.


(8)

Berbagai faktor seperti persaingan unsur hara, cahaya matahari, jarak tanam. salah satu bahan pertimbangan untuk menanam kedua tanaman (ubikayu dan sorgum) dalam waktu penanaman yang bersamaan adalah tanaman tersebut tidak akan saling merugikan sehingga tidak akan berpengaruh pada proses fotosintesis yang akan mengganggu pada proses penyebaran hasil dari fotosintesis pada bagian- bagian tanaman seperti daun, batang, akar, dan bahan generatif lainnya. Organ vegetatif ini merupakan cadangan makanan pada saat tanaman memasuki fase generatif, dimana fotosintat digunakan untuk pembentukan organ generatif seperti malai dan sebagiannya lagi ditranslokasikan ke biji.

Unsur hara yang tersedia saat pertumbuhan menyebabkan fotosintesis berjalan aktif. Hasil fotosintesis akan ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman untuk Pembentukan organ tanaman dan sebagian akan tersimpan sebagai bahan kering (Jumin, 1991). Hasil bahan kering tanaman hampir 90 % dibentuk dari

fotosintesis. Pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang, luas daun dan secara langsung akan meningkatkan bobot kering bagian atas tanaman

(Gardner et al.,1991).

Rangkaian proses ini menunjukkan bahwa hasil tanaman sorgum yang dibudidayakan tidak terlepas dari pertumbuhan vegetatifnya. Pertumbuhan vegetatif yang baik memungkinkan tanaman dapat melakukan fotosintesis secara optimal sehingga fotosintat yang dihasilkan meningkat. Selanjutnya fotosintat digunakan untuk pembentukan malai dan pengisian biji pada akhirnya akan meningkatkan bobot kering malai, bobot biji per tanaman dan hasil per petak.


(9)

Hal ini menunujukan bahwa sorgum baik jika ditanam serempak dengan ubikayu Tujuannya tidak akan terjadi persaingan dalam mendapatkan cahaya, air dan unsur hara.

Penyerapan hara mineral yang efisien sangat ditentukan oleh kondisi perakaran. Volume dan jumlah akar yang banyak memungkinkan tanaman mengeksploitasi volume tanah yang lebih luas dan meningkatkan penyerapan hara, sehingga kesempatan tanaman menguasai ruang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan ubikayu.

Seiring dengan bertambahnya pemanjangan sel tanaman maka tinggi tanaman akan meningkat. Pada saat memasuki fase generatif, sebagian fotosintat digunakan untuk pembentukan organ generatif seperti malai mempengaruhi kegiatan enzim dalam pemanjangan dan pembelahan sel tanaman

(Dwijosepoetro, 1984).

Sorgum merupakan tanaman C4 yang mampu beradaptasi dengan baik pada intensitas cahaya matahari yang tinggi, tegak,tidak memiliki cabang yang

renggang , sehingga tanaman ini akan memperoleh sinar matahari secara langsung dan memberikan tanaman lain tumbuh dibawahnya. Ubikayu merupakan tanaman yang berumur panjang sedangkan sorgum adalah tanaman yang berumur pendek sehingga tidak akan berpengaruh terhadap faktor lingkungan sehingga kedua tanaman akan mendapatkan distribusi hasil fotosintesis secara merata pada bagian- bagian tanaman.

Pengembangan sorgum di Indonesia masih sangat rendah hal ini di karenakan teknologi pengolah hasil produksi sorgum masih sangat minim. Bahkan banyak


(10)

petani di Indonesia enggan untuk menanam sorgum secara monokultur , para petani beranggapan bahwa menanam sorgum secara monokultur tidak akan memberikan pendapatan yang baik maka petani di Indonesia melakukan penanaman sorgum dengan cara tumpangsari.

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan distribusi bahan kering tanaman sorgum yang ditanam secara monokultur dan tumpangsari.

2. Terdapat perbedaan distribusi bahan kering antar genotipe sorgum yang ditanam secara tumpangsari dengan ubikayu.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Sorgum

Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut (dpl). Memerlukan suhu lingkungan 23°-34° C tetapi suhu optimum berkisar antara 23° C dengan kelembaban relatif 20-40%. Sorgum tidak terlalu peka terhadap keasaman (pH) tanah, tetapi pH tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah 5.5-7.5 (Rismunandar 1989). Tanaman sorgum tahan terhadap kekeringan, sebagai perbandingan satu kg bahan kering sorgum hanya memerlukan sekitar 332 kg air selama pembudidayaan, sedangkan pada jumlah bahan kering yang sama, jagung membutuhkan 368 kg, barley 434 kg, dan gandum 514 kg air (Suprapto dan Mudjisihono ,1987).

Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk ke dalam :

kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta class : Liliopsida ordo : Cyperales family : Poaceae genus : Sorghum


(12)

Sorgum adalah jenis serealia yang di Indonesia belum banyak dimanfaatkan kegunaannya (Nurmala, 1998). Tanaman sorgum masih demikian kurang perkembangannya, padahal hasilnya dapat merupakan bahan pangan pengganti beras atau untuk diekspor (Kartasapoetra, 1994).

Daun sorgum berbentuk mirip seperti daun jagung, tetapi daun sorgum dilapisi oleh sejenis lilin yang agak tebal dan berwarna putih. Lapisan lilin ini berfungsi untuk menahan atau mengurangi penguapan air dari dalam tubuh tanaman

sehingga mendukung resistansi terhadap kekeringan (Mudjisihono,1987). Ukuran daun meningkat dari bawah (pertama ketika mulai tumbuh) ke atas umumnya sampai daun ketiga atau keempat kemudian menurun sampai daun bendera . Jumlah daun pada saat dewasa berkorelasi dengan panjang periode vegetatif tetapi, umumnya berkisar antara 7-18 helai daun atau lebih .

Menurut Sumantri (1994), batang sorgum tegak lurus dan beruas-ruas, setiap ruas mempunyai alur yang letaknya berselang-seling. Dari setiap buku keluar daun berhadapan dengan alur. Batang sorgum ada yang mengandung nira dengan kadar gula cukup tinggi disebut sorgum manis. Tinggi batang sorgum beragam mulai kurang dari 150 cm hingga lebih dari 2,5 meter. Untuk sorgum manis tipe varietas ideal yang berpotensi nira cukup tinggi adalah yang relatif tinggi dan mempunyai diameter yang besar. Batang tanaman sorgum beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian tengah batang terdapat seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras (sel-sel parenchym).


(13)

Sistem perakaran sorgum terdiri dari akar-akar primer dan sekunder yang panjangnya hampir dua kali panjang akar jagung pada tahap pertumbuhan yang sama sehingga merupakan faktor utama penyebab toleransi sorgum terhadap kekeringan (Thomas et al. 1976).

Toleransi sorgum terhadap kekeringan disebabkan karena pada endodermis akar sorgum terdapat endapan silika yang berfungsi mencegah kerusakan akar pada kondisi kekeringan. Sorgum juga efisen dalam penggunaan air karena didukung oleh sistem perakaran sorgum yang halus dan letaknya agak dalam sehingga mampu menyerap air dengan cukup (Doggett,1970).

Rangkaian bunga sorgum terdapat di ujung tanaman, Bunga tersusun dalam malai, Rangkaian bunga ini nantinya akan menjadi bulir-bulir sorgum. Bunga terbentuk setelah pertumbuhan vegetatif, bunga berbentuk malai bertangkai panjang tegak lurus terlihat pada pucuk batang (Sumantri, 1994). Setiap malai mempunyai bunga jantan dan bunga betina. Persarian berlangsung hampir tanpa bantuan serangga. Kira-kira 95% dari bunga betina yang berbuah adalah hasil persarian sendiri (Mudjisihono, 1987).

Secara umum, biji sorgum dapat dikenali dengan bentuknya yang bulat dan terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu kulit luar (8%), lembaga (10%), dan endosperma (82%). Ukuran bijinya kira-kira adalah 4.0 x 2.5 x 3.5mm, dan berat biji 100 butir berkisar antara 8 mg sampai 50 mg dengan rata-rata 28mg. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum dapat digolongkan sebagai biji berukuran kecil (8-10 mg), sedang (12-24 mg), dan besar (25-35 mg). Kulit bijinya ada yang berwarna putih, merah,atau coklat (Suprapto dan Mudjisihono, 1987).


(14)

2.2 Syarat Tumbuh

Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan yang

kurang subur, air yang terbatas dan masukkan (input) yang rendah, bahkan dilahan yang berpasirpun sorgum dapat dibudidayakan.Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang.

Selain persyaratan diatas sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah podzolik merah kuning (PMK) yang masam, namun untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal perlu dipilih tanah ringan atau mengandung pasir dan bahan organik yang cukup (Yanuwar, 2002).

Sorgum dapat bertahan pada kondisi panas lebih baik dibandingkan tanaman lainnya seperti jagung, namun suhu yang terlalu tinggi dapat menurunkan produksi biji. Curah hujan yang diperlukan berkisar 375-425 mm/musim tanam dan tanaman sorgum dapat beradaptasi dengan baik pada tanah yang sering tergenang air pada saat turun hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat. Laimeheriwa (1990), menyebutkan sorgum berproduksi baik pada lingkungan yang curah hujannya terbatas atau tidak teratur. tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik pada tanah yang sedikit masam hingga sedikit basa .

Sistem tanam tumpangsari adalah salah satu sistem tanam di mana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman berselang-seling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama. Dikatakan oleh Rukmana dan Oesman (2001) bahwa kombinasi yang memberikan hasil baik pada tumpangsari adalah


(15)

jenis-jenis tanaman yang mempunyai kanopi daun yang berbeda, yaitu jenis tanaman yang lebih rendah yang akan menggunakan sinar mataharilebih efisien. Pemilihan jenis tanaman yang ditumpangsarikan akan dapat meningkatkan produksi karena dengan pemilihan tanaman yang tepat dengan habitus dan sistem perakaran yang berbeda diharapkan dapat mengurangi kompetisi dalam penggunaan faktor tumbuh.

Pertanaman tumpangsari sebagai salah satu usaha intensifikasi yang memanfaatkan ruang danwaktu, banyak dilakukan terutama pada pertanianlahan sempit, lahan kering atau lahan tadah hujan.Sebagai salah satu sistem produksi, tumpangsari diadopsi karena mampu meningkatkan efisiensipenggunaan faktor lingkungan (seperti cahaya, unsur hara dan air), tenaga kerja, serta menurunkan serangan hama dan penyakit dan menekan pertumbuhan gulma. Selain itu pertanaman secara tumpangsarimasih memberikan peluang bagi petaniuntuk mendapatkan hasil jika salah satu jenis tanamanyang ditanam gagal (Buhaira, 2007).

Menurut Sanchez (1976), kompetisi di antara tanaman yang ditanam secara tumpangsari dapat terjadi pada bagian tajuk (terutama cahaya) danakar tanaman (terutama air dan hara). Kompetisi di atas dan di dalam tanah saling mempengaruhi. Tanaman yang sangat ternaungi akan mempunyai sistem perakaran lebih lemah bila dibandingkantanaman yang mendapat cahaya penuh. Selanjutnyadikatakan bahwa besarnya kompetisi ini tergantungkepada lamanya kompetisi dan daya kompetisi dari masing-masing tanaman yang ditumpangsarikan.

Untuk meminimumkan kompetisi terhadapcahaya matahari perlu dilakukan suatu cara sehingga hasil maksimal dalam sistem tumpangsari dapat tercapai. Usaha untuk mengurangi kompetisidalam pemanfaatan cahaya matahari dapat dilakukan dengan pengaturan tanam. Salah satunya adalah pengaturan tanam dengan jarak tertentu terutamuntuk tanaman yang berhabitus lebih tinggi.


(16)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kebun teknis Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan November 2012 sampai Maret 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bibit ubikayu: Kasetsart; dan 5 genotipe sorgum yaitu Batan S-3, Batan S-12, Keller, Wray, Numbu. Pupuk Urea, SP-36, KCl. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bajak garu dan bajak rotari, alat tugal, cangkul, sabit, pisau, bambu, meteran, kertas koran, kertas label, oven, timbangan elektrik, streples, tali raffia, plastik, karung, buku tulis, spidol, camera digital, pena, golok.

3.3 Metode penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan menguji hipotesis, rancangan perlakuan disusun dengan faktorial dalam rancangan petak terbagi kelompok teracak sempurna (RKTS) dengan tiga kali ulangan. Petak utama adalah


(17)

pertanaman tumpangsari dan monokultur sedangkan anak petak adalah genotipe tanaman sorgum Batan S-3, Batan S-12, Keller, Wray, Numbu. Petak percobaan yang digunakan pada penelitian ini berukuran 4x3.2 m. Data dianalisis dengan ANOVA. Perbedaan nilai tengah perlakuan ditentukan dengan uji BNJ pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan penelitian

3.4.1 Persiapan lahan dan Pembuatan Petak

Lahan diolah dengan pembajakan rotari sebanyak dua kali dan garu sebanyak satu kali. Tanah yang telah diolah kemudian dibentuk menjadi petakan-petakan berukuran

3,2 m x 4 m dengan jumlah 30 petak.

3.4..2 Penanaman dan Penentuan jarak tanam

Penanaman bibit ubikayu dilakukan dengan cara menancapkan bibit setek sedalam sepertiga panjang batang kedalam tanah dengan arah mata tunas menghadap ke atas. Ukuran setek yang digunakan adalah 25 cm. Sedangkan penanaman benih sorgum dilakukan dengan cara memasukan benih pada lubang tanam sebanyak 5 butir lalu ditutup dengan tanah. Adapun jarak tanam yang digunakan pada penelitian ini ubikayu adalah 80 x 60 cm dan tanaman sorgum ditanam disela tanaman ubikayu dengan jarak 80 x 20 cm (Lihat Gambar 8).

3.4.3 Pemupukan

Pemupukan Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis 200, 100, 100 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak dua kali, pemupukan pertama setengah bagian yang diberikan pada umur 2 minggu setelah tanam (mst) dan setengah bagian pupuk


(18)

dari pupuk Urea di berikan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (mst). Pupuk diberikan dengan cara dilarik dengan jarak ± 10 cm dari lubang tanam sedalam 5 cm.

3.4.5. Pemeliharaan

Pemeliharaan pada penelitian ini adalah pengendalian gulma,dan pembuatan paret. Pengendalian gulma dilakukan secara manual menggunakan arit dan cangkul. Pembuatan paret dilakukan apabila curah hujan tinggi supaya tidak menggenang disekitar areal pertanaman.

3.5 Variabel yang diamati

(1). Bobot Kering Daun (g)

Bobot kering daun didapat dengan cara mengeringkan daun dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil dari 4 minggu setelah tanam (mst) dengan interval waktu 2 minggu .

(2). Bobot Kering Batang (g)

Bobot kering batang bobot didapat dengan cara mengeringkan batang dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil dari 4 minggu setelah tanam (mst)dengan interval waktu 2 minggu.

(3). Bobot Kering Akar (g)

Bobot kering akar didapat dengan cara mengeringkan akar dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil dari 4 minggu setelah tanam (mst) dengan interval waktu 2 minggu .


(19)

(4). Bobot Kering Malai (g)

Bobot kering malai didapat dengan cara mengeringkan malai dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil saat panen.

(5). Bobot Kering Biji (g)

Bobot kering biji didapat dengan cara mengeringkan biji dalam oven selama tiga hari dengan selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil saat panen.

(6). Indeks Panen (g)

Bobot kering seluruh bagian tanaman didapat dengan cara mengeringkan brangkasan tanaman dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil saat panen. Indeks panen didapat dari perhitungan:

Biji X100 %

Biomasa tanaman (bobot kering daun, batang, akar, malai, biji).


(20)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Pola pertanaman monokultur dan tumpangsari berpengaruh pada bobot kering

daun 6 - 12 mst, batang 6, 10 mst , akar 4 – 12 mst. Pertanaman monokultur menghasilkan bobot kering daun, batang, dan akar lebih besar dari pada pertanaman tumpangsari. Sebagian besar bahan kering diakumulasikan pada batang diikuti daun dan yang terkecil pada akar.

2. Perbedaan genotipe berpengaruh terhadap bobot kering daun pada 6 -12 mst batang pada 4, 6 dan 10 mst dan akar pada 6 dan 8 mst.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan:

1. Untuk mengetahui hasil yang komfrehensif maka pengamatan kanopi ubikayu juga dilakukan.


(21)

PUSTAKA ACUAN

Arifin.1986.Pengaruh Beberapa Pola Tanam Tumpangsari Jagung dan kacang Tanah Terhadap Penetrasi Energi Radiasi Matahari, Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan. Universitas Brawijaya.Malang. 33 hlm.

Buhaira. 2007.Respons Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung(Zea Mays L.) Terhadap Beberapa Pengaturan Tanam Jagung PadaSistem Tanam Tumpangsari. Jurnal Agronomi 11 (1) : 41.

Dwijosepoetro, D. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta. Doggett, H. 1970.Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge, USA. Gardner, F. P., Pearce R.B., dan Mitchell R.L. diterjemahkan oleh Susilo, H dan

Subiyanto., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta.

Jumin. 1991.Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Kamal, M. 2011.Kajian Sinergi Pemanfaatan Cahaya dan Nitrogen Dalam Produksi Tanaman Pangan. Pidato ilmiah dalam rangka pengukuhan guru besar dalam bidang ilmu tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Bandar Lamapung tanggal 23 Februari 2011. Penerbit Universitas Lampung, Bandar Lampung .68 hlm.

Kusumo, H, B. 2012. Kualitas dan Hay Berangkasan Sorgum yang dipergunakan Sebagai Pakan Sapi Jantan Muda. Prosiding Insinas.

Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi budidaya sorgum. Departemen Pertanian. Balai informasi pertanian. Irian Jaya. Departemen Pertanian Irian Jaya.16 hlm. Mudjisihono, R., dan D. S.Damarjati. 1987. Prospek kegunaan Sorghum sebagai


(22)

Nurmala,S.W. T.1998. Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta.Jakarta.93hlm. Rismunandar. 1989.Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung: Sinarbaru.

Rukmana, H., dan Y. Oesman. 2001. Usaha tani sorgum. Kanisius. Jakarta.40 hal Reddy,B.V.S., dan W.D. Dar. 2007. Sweet sorghum for bioetanol. Makalah pada

Workshop Peluang dan Tantangan Sorgum Manis Sebagai Bahan BakuBioetanol. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management ofSoils in the Tropics. John

Wiley and Sons, NewYork.

Suprapto., dan R. Mudjisihono. 1987.Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Jakrata:Penebar Swadaya.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia

SebagaiKomoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Penelitian dan Pengambangan Pertanian,Jakarta.22 (4):133-140. Sitompul., dan B. Guritno.1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:

Gadjah mada University Press.

Sumantri, A. 1994. Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis Sebagai Bahan Baku Industri Gula. Pasuruan.

Sunyoto., dan M. Kamal. 2009. PenampilanAgronomi Berbagai Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor L.) di Bandar Lampung selama Dua Musim Penampilan Tanam. Prosiding Seminar NasionalTeknologi Tepat Guna Agroindustri dan Diseminasi Hasi-hasil Penelitian Dosen Polinela.

Suwarto., dan S.Yahya. Handoko., M. A. Chozin. 2005. Kompetisi Tanaman Jagungdan Ubikayu dalam Sistem Tumpangsari. Buletin Agro. 33 (2):1-7 Thomas J. C., K. W. Brown and W. R. Jordan. 1976. Stomata response to leaf

water potential as affected by preconditioning water stree in the field’, Agron. J., 68: 706708.

Yanuwar, W. 2002. Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Non-Beras. Institut Pertanian Bogor.

Hamim, H., R. Larasati, M. Kamal. 2012. Analisis Komponen Hasil Sorgum( Shorgum bicolor (L.) Moench) Yang Ditumpangsarikan dengan Ubikayu dan Waktu Tanam Berbeda.Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi Yang Berkelanjutan.


(23)

Zanski, E. and A.A. Schaffer.1996. Photoassimilate Distribustion in Plants and Crops Source Sint Relationships.Marcel Dekker Inc., New York.


(1)

16

dari pupuk Urea di berikan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (mst). Pupuk diberikan dengan cara dilarik dengan jarak ± 10 cm dari lubang tanam sedalam 5 cm.

3.4.5. Pemeliharaan

Pemeliharaan pada penelitian ini adalah pengendalian gulma,dan pembuatan paret. Pengendalian gulma dilakukan secara manual menggunakan arit dan cangkul. Pembuatan paret dilakukan apabila curah hujan tinggi supaya tidak menggenang disekitar areal pertanaman.

3.5 Variabel yang diamati

(1). Bobot Kering Daun (g)

Bobot kering daun didapat dengan cara mengeringkan daun dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil dari 4 minggu setelah tanam (mst) dengan interval waktu 2 minggu .

(2). Bobot Kering Batang (g)

Bobot kering batang bobot didapat dengan cara mengeringkan batang dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil dari 4 minggu setelah tanam (mst)dengan interval waktu 2 minggu.

(3). Bobot Kering Akar (g)

Bobot kering akar didapat dengan cara mengeringkan akar dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil dari 4 minggu setelah tanam (mst) dengan interval waktu 2 minggu .


(2)

17

(4). Bobot Kering Malai (g)

Bobot kering malai didapat dengan cara mengeringkan malai dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil saat panen.

(5). Bobot Kering Biji (g)

Bobot kering biji didapat dengan cara mengeringkan biji dalam oven selama tiga hari dengan selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil saat panen.

(6). Indeks Panen (g)

Bobot kering seluruh bagian tanaman didapat dengan cara mengeringkan brangkasan tanaman dalam oven selama tiga hari dengan suhu 80°C. Sample diambil saat panen. Indeks panen didapat dari perhitungan:

Biji X100 %

Biomasa tanaman (bobot kering daun, batang, akar, malai, biji).


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Pola pertanaman monokultur dan tumpangsari berpengaruh pada bobot kering

daun 6 - 12 mst, batang 6, 10 mst , akar 4 – 12 mst. Pertanaman monokultur menghasilkan bobot kering daun, batang, dan akar lebih besar dari pada pertanaman tumpangsari. Sebagian besar bahan kering diakumulasikan pada batang diikuti daun dan yang terkecil pada akar.

2. Perbedaan genotipe berpengaruh terhadap bobot kering daun pada 6 -12 mst batang pada 4, 6 dan 10 mst dan akar pada 6 dan 8 mst.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan:

1. Untuk mengetahui hasil yang komfrehensif maka pengamatan kanopi ubikayu juga dilakukan.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Arifin.1986.Pengaruh Beberapa Pola Tanam Tumpangsari Jagung dan kacang Tanah Terhadap Penetrasi Energi Radiasi Matahari, Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan. Universitas Brawijaya.Malang. 33 hlm.

Buhaira. 2007.Respons Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung(Zea Mays L.) Terhadap Beberapa Pengaturan Tanam Jagung PadaSistem Tanam Tumpangsari. Jurnal Agronomi 11 (1) : 41.

Dwijosepoetro, D. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta. Doggett, H. 1970.Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge, USA. Gardner, F. P., Pearce R.B., dan Mitchell R.L. diterjemahkan oleh Susilo, H dan

Subiyanto., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta.

Jumin. 1991.Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Kamal, M. 2011.Kajian Sinergi Pemanfaatan Cahaya dan Nitrogen Dalam Produksi Tanaman Pangan. Pidato ilmiah dalam rangka pengukuhan guru besar dalam bidang ilmu tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Bandar Lamapung tanggal 23 Februari 2011. Penerbit Universitas Lampung, Bandar Lampung .68 hlm.

Kusumo, H, B. 2012. Kualitas dan Hay Berangkasan Sorgum yang dipergunakan Sebagai Pakan Sapi Jantan Muda. Prosiding Insinas.

Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi budidaya sorgum. Departemen Pertanian. Balai informasi pertanian. Irian Jaya. Departemen Pertanian Irian Jaya.16 hlm. Mudjisihono, R., dan D. S.Damarjati. 1987. Prospek kegunaan Sorghum sebagai


(5)

36

Nurmala,S.W. T.1998. Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta.Jakarta.93hlm. Rismunandar. 1989.Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung: Sinarbaru.

Rukmana, H., dan Y. Oesman. 2001. Usaha tani sorgum. Kanisius. Jakarta.40 hal Reddy,B.V.S., dan W.D. Dar. 2007. Sweet sorghum for bioetanol. Makalah pada

Workshop Peluang dan Tantangan Sorgum Manis Sebagai Bahan BakuBioetanol. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management ofSoils in the Tropics. John

Wiley and Sons, NewYork.

Suprapto., dan R. Mudjisihono. 1987.Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Jakrata:Penebar Swadaya.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia

SebagaiKomoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, dan Industri. Jurnal Penelitian dan Pengambangan Pertanian,Jakarta.22 (4):133-140. Sitompul., dan B. Guritno.1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:

Gadjah mada University Press.

Sumantri, A. 1994. Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis Sebagai Bahan Baku Industri Gula. Pasuruan.

Sunyoto., dan M. Kamal. 2009. PenampilanAgronomi Berbagai Genotipe Sorgum (Sorghum bicolor L.) di Bandar Lampung selama Dua Musim Penampilan Tanam. Prosiding Seminar NasionalTeknologi Tepat Guna Agroindustri dan Diseminasi Hasi-hasil Penelitian Dosen Polinela.

Suwarto., dan S.Yahya. Handoko., M. A. Chozin. 2005. Kompetisi Tanaman Jagungdan Ubikayu dalam Sistem Tumpangsari. Buletin Agro. 33 (2):1-7 Thomas J. C., K. W. Brown and W. R. Jordan. 1976. Stomata response to leaf

water potential as affected by preconditioning water stree in the field’, Agron. J., 68: 706708.

Yanuwar, W. 2002. Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Non-Beras. Institut Pertanian Bogor.

Hamim, H., R. Larasati, M. Kamal. 2012. Analisis Komponen Hasil Sorgum( Shorgum bicolor (L.) Moench) Yang Ditumpangsarikan dengan Ubikayu dan Waktu Tanam Berbeda.Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi Yang Berkelanjutan.


(6)

37

Zanski, E. and A.A. Schaffer.1996. Photoassimilate Distribustion in Plants and Crops Source Sint Relationships.Marcel Dekker Inc., New York.


Dokumen yang terkait

DISTRIBUSI BAHAN KERING BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) YANG DITUMPANGSARIKAN DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz.)

0 4 23

RESPONS AKUMULASI BAHAN KERING BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I TERHADAP APLIKASI BAHAN ORGANIK PADA TANAMAN SORGUM PERTAMA

2 20 52

PENGARUH APLIKASI BAHAN ORGANIK PADA TANAMAN SORGUM PERTAMA TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN NIRA BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench) RATOON I

1 9 52

JUDUL INDONESIA: PENGARUH APLIKASI BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench)

0 10 47

PENGARUH APLIKASI BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor [L.] Moench)

1 8 75

RESPONS BEBERAPA GENOTIPE SORGUM (Sorgum bicolor [L.] Moench) TERHADAP SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz)

8 37 27

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP KERAGAAN DAUN, PERTUMBUHAN BIJI DAN DAYA KECAMBAH BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

0 10 59

KAJIAN INTERSEPSI CAHAYA MATAHARI PADA TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN KERAPATAN TANAMAN BERBEDA PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

2 17 45

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA SORGUM, PERTUMBUHAN, DAN HASIL UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) PADA SISTEM TUMPANGSARI SORGUM DENGAN UBIKAYU

5 30 67

PENGARUH TINGKAT KERAPATAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) PADA SISTEM TUMPANGSARI DENGAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

0 8 65