Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan dan Hasil Umbi Empat Varietas Kentang (Solanum tuberosum L.) Asala Setek Mikro di Dataran Rendah

i.

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUW
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL UMBI EMPAT VARIETAS
KENTANG ( S e i a w u m tubere*um Z.1 ASAL SEBEK MlKRO
Dl DATARAN RENDAH

Olch
R A T N A YULFIANTI
A 23.9230

J U R U S A N BUD1 D A Y A P E R T A N I A N
FAKULTAS PERTANIAN
BNSTITUT P E R T A N I A N

1991

BOGOR

RATNA YIJLFIANTI.


Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Umbi Empat Varietas Kentang (Solanurn
tuberosum L.) Asal Setek Mikro di Dataran Rendah

(Dibawah

bimbingan G.A WATTIMENA dan AGUS PURWITO).
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari adaptasi dari empat varietas kentang hasil setek mikro dan hasilnya di dataran rendah dan pengaruh zat
pengatur tumbuh yang dipakai terhadap daya adaptasi tersebut.
Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru, Bogor. Setek mikro yang digunakan merupakan hasil kultur jaringan yang berumur

5

MST.

Ada empat varietas yang diuji, yaitu Cipanas, Red Pontiac,
Nooksack dan Norchip.


Zat pengatur tumbuh yang digunakan

adalah Hydrasil 1.5 cc/l, 2,4-D
10%

0.6 ppm dan

air

kelapa

+ 2,4-D. Perlakuan kontrol (disemprot air) digunakan

sebagai pembanding. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 16 kon7binasi perlakuan.

Setiap perlakuan diulang sebanyak 6

kali.

Tiap


ulangan terdiri dari 80 tanaman dan diamati semuanya. Luas
petak percobaan keseluruhan adalah 300 m2.
Dari hasil percobaan ternyata penggunaan zat pengatur
tumbuh tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan vegetatif maupun hasil. Bobot basah umbi

pertanaman tertinggi dicapai oleh varietas Red Pontiac dan
terendah pada varietas Nooksack.
Dari
Red

keempat varietas yang diuji

ternyata

Pontiac dan Norchip mempunyai hasil yang

varietas

lebih


baik

jika dibandingkan dengan varietas Cipanas dan Nooksack.

PENGARUH ZAT PENGARUH TUMBUH
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL UMBI EMPAT VARIETAS
KENTANG (Solanum tuberosum L.)ASAL SE'IIEK MIKRO
DI DATARAN RENDAH

Oleh
RATNA YULFIANTI
A 23.0230

Laporan Karya Ilmiah
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1 9 9 1

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS PERTANIAN, JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
Kami menyatakan bahwa laporan Karya Ilmiah yang
disusun oleh:
Nama Mahasiswa : RATNA YULFIANTI
Nomor Pokok

: A 23.0230

Judul

: PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHA-

DAP PERTUMBUHAN DAN HASIL UMBI KENTANG (Solanum tuberosum L.) ASAL
SETEK MXKRO DI D A T W RENDAH

diterima sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

I

I

Ir.

-

Pembimbing I1

h,+2\

-

~,-.-

Dr Ir Sri Setyati H.

Ketua Jurusan

Ketua PS Agronomi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli
1967.

Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara.

Orang tua penulis adalah Emran Ibrahim dan Yusmaniar.
Pada tahun 1980, penulis menyelesaikan pendidikan
sekolah dasar di SD Tebet Timur 19 Pagi.

Penulis melan-

jutkan ke sekolah menengah pertama di SMP Negeri 115 Jakarta dan tamat pada tahun 1983.

Pada tahun yang sama,


penulis diterima di SMA Negeri 8 Jakarta.

Tahun 1986,

penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor
melalui Program Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK).
Setelah lulus di Tingkat persiapan Bersama tahun 1987,
penulis memilih dan diterima di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT

atas kesempatan dan karunia yang telah dilimpahkan kepada
penulis hingga dapat menyelesaikan laporan Karya
ini

Ilmiah


.
Laporan karya

Ilmiah ini disusun berdasarkan atas

pelaksanaan percobaan yang telah dilakukan mengenai pengaruh

zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan dan hasil

umbi kentang (Solanum tuberosum L.) asal setek mikro di
dataran rendah.
Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk
peroleh

mem-

gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1.

Prof Dr Ir G.A. Wattimena MSc dan Ir Agus Purwito
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran pada saat pelaksanaan penelitian Karya

Ilmiah ini dan dalam penyusunan

laporan.
2.

Prof Dr Ir H.A. Surkati A. dan Ir Nurhajati A.
Matjik MS selaku dosen penguji, atas saran dan
perbaikannya.

3.

Ir Purwono MS yang telah membantu dalam pengolahan data.

viii

4.

Para pegawai Kebun Percobaan IPB Sawah Baru

yang

telah membantu selama penelitian berlansung.
5.

Fitri,

Diah,

Yuni, Meta dan

teman-teman

semua

yang telah membantu hingga laporan ini selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini

dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 1991

Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL

....................................

..................................
PENDAHULUAN......................................
Latar Belakang .............................
Tujuan .....................................
Hipotesis ..................................

DAFTAR GAMBAR

................................
Botani Tanaman Kentang .....................

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh Tanaman Kentang

..............

.................................
Iklim .................................
setek Mikro Hasil Kultur Jaringan ..........
Zat Pengatur Tumbuh ........................
Tanah

.................................
Hydrasil ..............................
Air Kelapa ............................
2 . 4-D

BAHAN DAN METODE

................................

Tempat dan Waktu Percobaan
Bahan dan Alat Percobaan
Rancangan Percobaan

.................

...................

........................

Pelaksanaan Percobaan

......................

............................
Persiapan Lahan .......................

Pembibitan

X

xii
X ~ V

1
1
4

4
5

5

7
8
9

10
13

13

16

Penanaman. Pemupukan dan Pemeliharaan
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN

............................
............................

Keadaan Umum Tanaman Kentang
Pembibitan
Pertanaman

..

...............

............................
............................

Penampakan di Lapang

..................

Tinggi Tanaman. Jumlah Buku dan Panjang

...............................
Jumlah Cabang ..............................
Jumlah Anakan dan Jumlah Umbi ..............

Ruas Tanaman

Bobot Basah Umbi per Tanaman. Persentase

..............
KESIMPULAN DAN SARAN ............................
Kesimpulan .................................
Saran ......................................
bahan Kering Umbi per Tanaman

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

..................................

........................................

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

Pengaruh Tunggal Varietas dan ZPT terhadap
Jumlah Umbi/tan., Bobot Basah Umbi/tan
dan Persentase bahan keringumbi
Pengaruh Varietas dan ZPT terhadap Jumlah
Umbi/tan., Bobot Basah lJmbi/tan dan
Persentase bahan kering Umbi

Pengaruh Varietas terhadap Tinggi Tanaman,
Jumlah Buku dan Panjang Ruas pada 1
MST sampai 8 MST
Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Cabang
dan Jumlah Anakan pada 2 MST sampai
8 MST
Pengaruh Varietas dan Formulasi ZPT terhadap
Tinggi Tanaman
Pengaruh Varietas dan Formulasi ZPT terhadap
Jumlah Buku
Pengaruh Varietas dan Formulasi ZPT terhadap
Panjang Ruas
Pengaruh Varietas dan Formulasi ZPT terhadap
Jumlah Cabang
Pengaruh Varietas dan Formulasi ZPT terhadap
Jumlah Anakan
Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 1 MST sampai
4 MST
Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 5 MST sampai
8 MST
Sidik Ragam Jumlah Buku Tanaman Uinur 1 MST
sampai 4 MST

Nomor
Sidik Ragam Jumlah Buku Tanaman Umur 5 MST
sampai 8 MST
Sidik Ragam Panjang Ruas Tanaman Umur 1 MST
sampai 4 MST
Sidik Ragam Panjang Ruas Tanaman Umur 5 MST
sampai 8 MST
Sidik Ragam Jumlah Cabang Umur 2 MST sampai
4 MST
Sidik Ragam Jumlah Cabang Umur 5 MST sampai
7 MST
Sidik Ragam Jumlah Anakan Umur 2 MST sampai
4 MST
Sidik Ragam Jumlah Anakan Umur 5 MST sampai
8 MST
Sidik Ragam Jumlah Umbi/tan., Bobot Basah
Umbi/tan. dan Persentase bahan Kering
Umbi

DAFTAR GAMBAR

Nomor
1.
2.

Halaman

Teks

........................
Penampakkan Tanaman di Lapang .............

Rumus Bangun 2,4-D

3.

Pengaruh Varietas terhadap Tinggi Tanaman
pada 1 MST sampai 8 MST

4.

Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Buku Pada
1 MST sampai 8 MST

5.

Pengaruh Varietas terhadap Panjang Ruas
pada 1 MST sampai 8 MST

6.

Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Cabang
pada 2 MST sampai 8 MST

7.

Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Anakan
pada 2 MST sampai 8 MST

8.

Hasil Umbi/tan. pada

..............

....................
..............

..............

..............
Beberapa Perlakuan ...

xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pengembangan tanaman hortikultura diarahkan untuk:
(1) memperbaiki gizi masyarakat dan

memenuhi permintaan

pasar dalam negeri, (2) mengurangi fluktuasi harga yang
tajam dalam rangka turut mempertahankan stabilitas ekonomi,

(3) mengurangi impor dan meningkatkan ekspor

untuk

memperbesar pendapatan devisa negara, (4) memperluas kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, (5) memenuhi kebutuhan berupa keindahan, keserasian dan kelestarian hidup.

Berdasarkan

ha1 tersebut di atas maka kentang termasuk salah satu jenis komoditas hortikultura yang diutamakan secara nasional
(Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan, 1983).
Tanaman kentang (Solanum tuberosum'l.) merupakan

sa-

lah satu tanaman pangan penunjang program diversifikasi
pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Kentang

termasuk komoditas sayuran yang mendapat prioritas lebih
tinggi jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya
karena kentang mempunyai kandungan karbohidrat sebagai
sumber energi, mineral (fosfor dan besi) serta Vitamin C
yang tinggi.
Di Indonesia tanaman kentang umumnya ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian di atas 1000 m diatas permukaan

laut. Pengembangan penanaman tanaman kentang di

2

dataran tinggi sangat terbatas mengingat
terbatas.

luas lahannya

Oleh karena itu dalam pengembangannya, perta-

naman kentang diarahkan ke dataran rendah (Asandhi, 1985).
Dalam rangka usaha peningkatan produksi baLk
intensifikasi maupun ekstensifikasi maka

secara

diversifikasi

tanaman dengan memasukkan tanaman kentang ke dalam pola
tanam di dataran rendah merupakan potensi yang cukup besar untuk menambah pendapatan bagi petani.

Petani diha-

rapkan akan dapat mengembangkan tanaman kentang

setelah

tersedia paket teknologi di dataran rendah khususnya daerah kurang dari 700 m dpl (Adisarwanto, 1990).
Pada tahun 1988, produksi kentang di Indonesia sebesar 446. 295 ton dengan luas panen 37.165 hektar

sehingga

hasil rata-rata per hektar 12.008 ton (BPS, 1988).
produksi

Adapun

kentang di Amerika Serikat pada tahun 1979 ada-

lah 30.5 ton/ha (FAO, 1979 dalam Yamaguchi, 1983).
Bibit bermutu merupakan salah satu masalah utama dalam pengusahaan kentang di Indonesia. Ketidakmampuan memproduksi bibit yang berkualitas tinggi karena tidak terdapatnya daerah dan musim yang bebas dari virus, menyebabkan
pengadaan bibit dilakukan melalui jalan impor. Dengan cara ini biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan bibit dapat mencapai

40-50%

dari total biaya

produksi

(Wattimena 1986).
Dalam upaya mencukupi kebutuhan bibit dalam

negeri

sendiri, beberapa negara berkembang di daerah tropik

3

mulai menggunakan teknik pembiakan mikro (kultur jaringan)
kentang sebagai alternatif pemecahan masalah pengadaan
bibit kentang bermutu (Wang dan Hu, 1982).
Menurut Wattimena (1986), teknik kultur jaringan ini
dapat menghasilkan propagula pada tanaman kentang bibit
(seed potatoes) dan kentang konsumsi

(ware potatoes).

Propagula tersebut dapat berupa setek mikro ataupun umbi
mikro

.

Keuntungan penggunaan setek mikro sebagai propagula
adalah (1) waktu perbanyakan lebih singkat, (2) bebas virus (3) dapat menjamin kesinambungan penyediaan bibit dari varietas yang beradaptasi baik dan hasilnya

tinggi,

(4) hasil setek mikro tidak berbeda dengan umbi biasa ji-

ka kondisi lingkungan baik dan menguntungkan

(Wattimena,

1986).
Setek mikro dapat ditanam di media aseptik dan media
non aseptik. Kentang bibit dan kentang konsumsi dapat diproduksi dari setek mikro yang ditanam dalam media non
aseptik.
Selain penggunaan bibit sehat, peningkatan produksi
kentang dapat juga dilakukan melalui aplikasi zat pengatur tumbuh pada tanaman. Hidrasil merupakan salah satu
zat pengatur tumbuh dengan kandungan bahan
0.4

g/l yang dapat dipakai untuk

aktif

2,4-D

meningkatkan produksi

tanaman yang responsif. Disamping itu, hidrasil juga mengandung unsur makro (N, P, K, Mg, dan S) dan unsur

4

mikro

(Mn, Zn, Cu).

Air kelapa yang banyak

terdapat di

Indonesia dapat dipergunakan sebagai zat pengatur

tumbuh

karena air kelapa mengandung difenil urea yang mempunyai
aktifitas sebagai sitokinin. Pada tanaman kentang in vitro sitokinin dapat mendorong pembentukan umbi.
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari adaptasi dari empat varietas kentang hasil

setek

mikro dan hasilnya di dataran rendah dan pengaruh zat pengatur tumbuh yang dipakai terhadap daya adaptasi tersebut
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini adalah
1.

Pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D, Hicirasil dan air
kelapa dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
umbi kentang

2.

Varietas yang diuji mempunyai respon pertumbuhan dan
produksi yang berbeda di dataran rendah

3.

Varietas yang ditanam mempunyai respon yang berbeda
terhadap zat pengatur tumbuh yang dipakai (ada interaksi antara varietas dan ZPT)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kentang
Tanaman

kentang menurut Kehr, Akeley dan

Houghland

(1964) merupakan tanaman semusim (anual) yang

tergolong

kedalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonae, ordo
Tubiflorae, keluarga Solanaceae dan genus Solanum.

Se-

cara botani, tanaman kentang yang umumnya dibudidayakan
adalah tanaman kentang dari spesies Solanum tuberosum
Linn.

.

Permadi, Warsito dan Sumiati (1985) mengemukakan bahwa
fat

tanaman kentang merupakan tanaman dikotil yang bersisemusim dan berbentuk semak atau herba dengan

50-120 sentimeter.

tinggi

Tanaman pada umumnya ditanam dari umbi

(vegetatif), sehingga sifat tanaman generasi selanjutnya
sama dengan induknya. Penanaman asal biji dilakukan dalam
usaha menciptakan varietas baru.
Menurut

uraian Edmond, Senn dan Andrews

(1964) ada

dua tipe batang tanaman kentang, yaitu batang di atas permukaan tanah dan batang di bawah perinukaan tanah.
di atas permukaan tanah bersegi (angular), berwarna

Batang
hijau

atau ungu kehijauan tergantung varietas, berongga, tidak
berkayu dan membentuk struktur yang disebut sayap. Batang
di bawah permukaan tanah dapat berkayu jika sudah tua membentuk stolon yang panjangnya berbeda-beda tergantung varietas. Ujung stolon akan membesar dan membentuk umbi

6

yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Umbi ini akan
terbentuk jika suhu optimum, sebaliknya jika suhu tinggi
stolon ini akan membentuk cabang di atas tanah. Bersamaan
dengan matinya tanaman, stolon akan mengering sehingga umbi akhirnya terlepas.
Bentuk umbi yang dihasilkan mencirikan varietas

ken-

tang, namun demikian bentuk umbi dapat dipengaruhi lingkungan tumbuh, cara bertanam dan penyakit.

Umbi

kentang

ada yang berbentuk bulat, lonjong (meruncing ke arah
dua ujung umbi) (Permadi

, et.al , 1985

).

ke-

Pada umbi ken-

tang terdapat mata tunas yang tersusun spiral dan pada
mumnya makin ke ujung makin rapat mata tunasnya
1966).

(Burton,

Huaman (1980) menyatakan bahwa umumnya mata

umbi memiliki masa dormansi yang berbeda-beda

u-

tunas

bergantung

pada varietas.
Daun tanaman kentang merupakan daun majemuk yang tersusun spiral pada batang.

Daun-daun pertama tanaman

ken-

tang berupa daun tunggal, tetapi daun-daun berikutnya berupa daun majemuk dengan anak daun primer dan anak daun
sekunder.

Anak daun primer terdiri atas anak daun

late-

ral yang tersusun secara berpasangan pada tangkai daun utama, dan diakhiri dengan anak daun terminal. Anak

daun

sekunder terletak pada tangkai daun utama

anak

daun primer (Permadi et.a1,1985).

diantara

Permukaan daun dapat

.rata atau berlekuk, sedangkan permukaan anak daun umumnya
rata dan lembut.

7
Bunga tanaman kentang tumbuh di ujung batang, merupakan bunga sempurna dengan warna putih, kuning, ungu atau
bergaris tergantung varietas.

Kedudukan benang sari ter-

hadap putik ada yang lebih rendah, sama atau lebih tinggi
sehingga memungkinkan terjadinya penyerbukan silang atau
penyerbukan sendiri (Sunarjono, 1975).

Bagian bunga

diri dari 5 sepal, 5 stamen dan 1 pistil.

ter-

Daun mahkota

berbentuk terompet dan ujungnya berbentuk bintang (Huaman,
1980).
Thompson dan Kelly (1957) menyatakan bahwa
sering membentuk buah.
rip

Biji tersebut digunakan untuk pemuliaan, tetapi tipernah

Hartman
tua

Buahnya merupakan buah buni, mi-

dengan tomat kecil dimana di dalamnya menghasilkan

biji.
dak

kentang

digunakan untuk produksi komersial

dan Flocker, 1981).

(Hudson,

Buah kentang berwarna

hijau

sampai keungu-unguan, berbentuk bulat, berongga

dua,

bergaris tengah kurang lebih 2.5 cm dan mengandung 10-300
butir biji.
diameter

Biji berwarna krem dan berukuran kecil

f 0.5 mm) (Edmond, et.al, 1957;

(ber-

Permadi et.al,

1985).
Syarat Tumbuh Tanaman Kentang'
Menurut Wilson (1977) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang dapat dibagi dua, yaitu :(I) lingkungan udara (aerial environtment) dan (2) lingkungan tanah. Lingkungan udara

8

'terdiri atas intensitas cahaya, panjang hari,
evapotranspirasi.

suhu dan

Lingkungan tanah terdiri dari oksigen,

air, kondisi fisik tanah dan suplai hara.
Tanah
Tanaman kentang mempunyai adaptasi yang
berbagai jenis tanah (Smith, 1968).

luas pada

Dapat 1;umbuh

dengan

baik pada tanah-tanah vulkanis (andosol) yang gembur dan
banyak humus (Sunarjono, 1975).
ly

Menurut Thompson dan Kel-

(1957) struktur dan aerasi tanah dapat diperbaiki de-

nganan adanya bahan organik tanah, sehingga tanah tersebut
sangat baik untuk pembentukan dan perkembangan umbi

serta

memberikan bentuk umbi yang lebih baik dan tvarna kulit umbi yang lebih cerah.
Kentang jika ditanam di tanah liat yang berat cenderung membentuk umbi yang berlemak dan

aromanya

kurang.

Demikian pula jika ditanam di tanah gambut. Pada tanah
lempung berkerikil, subur dan dalam, umbi yang

terbentuk

mempunyai rasa yang lebih enak dan kandungari karbohidratnya tinggi (Warsito, 1970).
Tanaman ini menghendaki tanah yang mernpunyai

drai-

nase baik dan dapat menyimpan air yang cukup. Oleh karena itu pemberian air untuk tanaman harus dilakukan secara teratur (Thompson dan Kelly, 1957).

Pada tanah-tanah

yang tergenang, umbi mudah busuk dan tanaman mudah terserang penyakit layu (Sunarjono, 1975).

9
Reaksi tanah

(kemasaman tanah) yang optimum untuk

pertumbuhan tanaman kentang ini adalah 5
1975).

-

5.5 (Sunarjono,

Kentang yang ditanam pada tanah dengan pH

lebih

rendah akan menghasilkan umbi yang bermutu jelek, tanaman
mudah

terserang bintil

akar dan

sering timbul gejala

kekurangan unsur Mg serta keracunan unsur Mn.

Sedangkan

pada tanah-tanah alkalis sering tinibul gejala kekurangan K
Iklim
Keadaan iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kentang. Kentang tumbuh baik pada
daerah dengan suhu udara dingin (Edmond et.al, 1957).
nurut Thompson dan Kelly (1957), hasil maksimum
kentang diperoleh pada suhu berkisar antara
18.3'~.

Me-

tanaman

15.6'

dan

Jika selama masa pembentukan umbi suhu udara ber-

ada di bawah kisaran ini atau di atasnya (dengan suhu kritis

30°c)

maka produksi umbi akan

rendah

(Adisarwanto,

1990).
Menurut Slater (1963) di daerah dataran tinggi tropis, pembentukkan umbi terjadi dengan baik pada suhu siang 25'~ dan suhu malam 17OC atau lebih rendah. Suhu malam yang dingin lebih menguntungkan bagi tanaman kentang.
Hasil penelitian Adisarwanto (1990) menunjuklcan bahwa peningkatan

suhu sebesar

ZOC

(dari 31° ke 33Oc) di daerah

tropis (dengan mengabaikan faktor lingkungan lainnya) mampu menekan hasil sebesar 77 %

.

Dengan demikian

10

ditunjukkan bahwa pengaruh
terhadap hasil.

suhu tinggi besar

Menurut Thompson dan

sekali

Kelly

(1957),

tanaman kentang juga dapat berproduksi dengan baik
daerah dataran ren-dah tropika yang bersubu

-

22O

di
30°

Celcius .
Panjang hari yang relatif pendek di daerah tropis apa
bila dikombinasikan dengan suhu dingin

dapat memberikan

pembentukan dan perkembangan umbi kentang yang baik
dhi dan Gunadi,

1985 ) .

Karena itu tanaman kentang umum-

nya tumbuh baik di dataran tinggi dengan ketinggian
3000

relatif

80

-

90 %

Sunarjono

1300

m dpl, dengan kelembaban udara

.

(1975)

menyatakan bahwa curah hujan yang

diperlukan untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah

mm per bulan atau rata-rata

buhan.

1000

mm

-

200

selama pertum-

Hasil yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusa-

hakan kandungan air tanah tidak berada di bawah

setengah

dari kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan
tik

-

500

m di atas permukaan laut. Hasil yang terbaik diper-

oleh pada ketinggian

3000

(Asan-

layu permanen (Smith,

1968).

ti-

Pengairan yang berle-

bihan dapat menurunkan hasil karena umbi menjadi busuk.
Setek Mikro Hasil Kultur Jaringan
Kendala peningkatan produksi kentang di daerah tropik adalah ketersediaan bibit bebas virus yang terbatas.
Di daerah tropik sukar untuk menghasilkan bibit bebas

11
virus di lapang karena tidak adanya tempat clan waktu tanam
yang bebas aphid.

Salah satu alternatif untuk mendapatkan

bibit yang bebas virus (penyakit) ini adalah melalui teknik kultur jaringan.
Tujuan dari kultur jaringan kentang di Indonesia dijelaskan oleh Wattimena (1986) sebagai usaha untuk pembebasan

penyakit sistemik, pelestarian plasma

nutfah

dan

untuk

perbaikan jenis serta tujuan perbanyakan tanaman.

Lebih

jauh dikatakan bahwa teknik kultur jaringan dapat

dipakai sebagai alternatif untuk menghasilkan bibit yang
bebas

patogen, seragam, tidak tergantung n~usim, banyak,

cepat dan kemungkinan lebih murah dari bibit impor.

Ada

dua pendekatan yang dilakukan dalam perbanyakan mikro kentang

ini yaitu setek mikro dan umbi mikro (Wattimena, Mc

Cown dan Weis, 1983).
Wattimena (1986) menyatakan bahwa setek mikro

dapat

digunakan untuk penggandaan bibit dasar, penghasil

bibit

sebar atau langsung digunakan sebagai propagula bagi

pe-

tani. Menurut Wattimena et.al (1983) tunas-tunas mikro dari tanaman berbatang lunak yang mudah berakar seperti kentang dapat dipindahkan secara langsung ke media non

asep-

tik. Meskipun demikian, di negara tropis seperti di Indonesia kegagalan pemindahan ke pembibitan (dari lingkungan
aseptik ke lingkungan non aseptik) terutama disebabkan
oleh serangan penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan
bakteri serta kekeringan.

12
Godwin dan Brown (1980) membandingkan basil umbi
tek

se-

mikro dengan umbi bibit biasa, dan didapatkan bahwa

tanaman yang berasal dari setek mikro (umur 8 minggu)

va-

rietas Kennebec memberikan produksi umbi yang tidak berbeda nyata dengan produksi umbi bibit biasa. Tidak ditemukan tanaman yang membentuk pertumbuhan yang abnormal di
lapang. Umbi yang dihasilkan juga normal dalam bentuk dan
sebaran ukuran. Hasil penelitian Escobar dan Zaag

(1988)

menunjukkan, setek mikro memiliki potensi penggunaan dalam
penanaman kentang secara komersial di daerah tropis yang
hangat, dimana umbi bibit yang bebas penyakit sukar untuk
diperoleh dan disimpan.
Setek mikro dapat ditanam di rumah kaca atau di

ru-

mah kasa. Kultur tanaman aseptik yang ditu~nbuhkan dalam
kelembaban tinggi sering menderita kekurangan air

jika

dipindahkan ke lingkungan dengan kelembaban rendah.

Ke-

hilangan

air tersebut merupakan penyebab utama kematian

setek ketika dipindah ke rumah kaca (Brainerd dan

Fuchi-

gami, 1981).
Goodwin dan Brown (1980) menyatakan bahwa 6 minggu setelah perakaran, 64 % tunas Kennebec dan 70

%

tunas Red

Pontiac dapat tumbuh dengan tegar pada saat dipindahkan ke
lapang.

Setek yang berumur lebih tua jika dipindahkan ke

lapang akan menghasilkan jumlah batang lebih sedikit dan
jumlah umbi juga menurun.

Zat Pengatur Tumbuh
Pada tumbuhan, seperti juga pada hewan banyak

kegi-

atan proses biokimia-fisiologi dan morfologi dikendalikan
oleh hormon. Hormon dihasilkan di suatu tempat dari tanaman dan ditranslokasikan ke tempat-tempai: lain dimana
mereka mengadakan reaksi dan mempengaruhi pertumbuhan.
Selain hormon tanaman ada juga hormon yang dibuat secara
sintetik.

Hormon tanaman dan hormon sintetik ini bila

bersama-sama disebut zat pengatur tumbuh (Hudson, et. al.,
1981).
Zat Pengatur Tumbuh 2,4

-

D

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang
dapat digunakan untuk memodifikasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dimana penggunaan

ZPT

harus diarahkan

untuk perbaikan komponen hasil yang mendukung produksi.
Weaver (1951) menyatakan bahwa auksin merupakan salah satu
ZPT yang mempengaruhi pembelahan sel, inisiasi pembungaan,
inisiasi pembentukan akar dan merangsang penbentukan buah.
Secara alami, auksin mudah dihasilkan oleh tanaman pada
bagian pucuk tanaman.
Dewasa ini banyak dihasilkan auksin sintetik untuk
mengatur pertumbuhan dan meningkatkan procluksi tanaman.
Menurut Prawiranata, Harran dan Tjondronegoro (1981) 2,4-D
.adalah auksin yang kuat dan digunakan sebagai herbisida
untuk gulma berdaun lebar.

Selain sebagai herbisida,

persenyawaan 2,4-D ini digunakan juga sebagai zat pengatur
tumbuh (Sutidjo, 1974).

Aktivitas auksin sintetik dipe-

ngaruhi oleh beberapa faktor antara lain (1) kesanggupan
senyawa tersebut untuk dapat menembus
'

lapisan kutikula

atau epidermis yang berlilin, (2) sifat translokasi dalam
tanaman,

(3) pengubahan auksin menjadi senyawa yang

yang

tidak aktif didalam tanaman (destruksi atau pengikatan),
(4) berinteraksi dengan hormon tumbuh lain,

tanaman,

(6) fase pertumbuhan, (7) lingkungan

(5)

spesies

(suhu dan

kelembaban) (Wattimena, 1987).
Zat pengatur 2,4-D merupakan salah satu auksin

sin-

tetik yang bermanfaat untuk merangsang pertumbuhan tanaman
tertentu dalam konsentrasi rendah.

Rumus kimia

2,4-D

(2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid) adalah C6H7Cl2OCH2COOH,
sedangkan menurut Weaver (1951) rumus bangunnya adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Rumus Bangun 2,4-D
Sebagai auksin buatan (sintetik) maka 2,4-D juga memiliki

sifat seperti auksin alami.

Pengaruh auksin ter-

hadap berbagai aspek perkembangan tumbuhan adalah

:

(a)

pemanjangan sel, (b) dominasi apikal, (c) absisi daun, (d)

15
aktivitas kambium dan (e) mendorong perakaran

(Prawira-

nata, et.al., 1981).
Menurut Mitchel (1951) ZPT sintetik dapat diaplikasikan melalui batang, akar, daun, bunga atau buah.
Penelitian terhadap pengaruh pemberian 2,4-D dengan
kadar

8 ppm pada tanaman jeruk ternyata

atau mengurangi kerontokan buah sebesar 30

d.apat mencegah

-

60 %

.

Per-

lakuan dengan kadar 25 ppm hampir dapat mencegah kerontokan buah secara menyeluruh tapi dapat merusak daun

je-

ruk. Kepekatan optimum adalah 1 - 10 ppm, sebab kepekatan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tetap melekatnya
buah pada saat panen (Kusumo, 1984).
Zat pengatur tumbuh 2,4-D dapat juga disemprotkan pada tanaman kentang untuk meningkatkan jumlah. umbi dan menjadikan warna umbi kentang varietas tertentu
tensif (Ellis, 1949).

lebih in-

Nylund (1956) menyata.kan bahwa wak-

tu penyemprotan 2,4-D dapat mempengaruhi hasil total, dimana hasil total akan menurun jika 2,4-D disemprotkan sebelum umbi terbentuk dan setelah tanaman berbunga.

Menu-

rut Nelson dan Nylund (1963) penurunan basil total tersebut

dapat mencapai 9 % jika 2,4-D diaplikasikan sebelum

umbi terbentuk.
Nelson dan Nylund (1963) juga menyatakan bahwa

2,4-D

yang disemprotkan pada tanaman kentang dapat meningkatkan
jumlah umbi terbentuk dan ukuran umbi lebih. seragam pada
waktu panen sehingga 2,4-D dapat digunakan t.erutama untuk

16

varietas kentang yang cenderung menghasilkan umbi terlalu
kecil atau terlalu besar.
Tanaman kacang-kacangan (dikotil) dapat mengabsorbsi
2,4-D dalam waktu 4

-

6 jam setelah perlakuan untuk

capai respon maksimum.

men-

Absorbsi 2,4-D dimulai segera se-

telah zat pengatur tumbuh kontak dengan tanaman.

Tanaman

muda dan sukulen dapat memperlihatkan respon zat pengatur
tumbuh

(phenoxy) dalam waktu 30

-

60 menit setelah

apli-

kasi, seperti tomat dan kacang-kacangan.
Hidrasil
Hidrasil merupakan salah satu zat pengatur tumbuh
yang mengandung asam dalam konsentrasi yang sangat rendah
(400 ppm) dan diperkaya dengan unsur makro N, P, K, Mg, S
dan unsur mikro seperti S, Bo, Fe, Cu, Mn, Mo dan Zn.
Wort dalam Audus (1964) menyatakan, sebagai zat tumbuh persenyawaan 2,4-D dengan dosis 10

-

20 ppm dapat me-

ningkatkan hasil produksi tanaman kina, buncis dan

cabai.

Dengan pemberian dosis yang rendah, 2,d-D dalam hidrasil
berguna sebagai zat pengatur tumbuh seperti halnya auksin
lain.

Perangsang tumbuh hidrasil berbentuk

cairan yang

diserap melalui daun, batang dan akar merupakan fitohormon
yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman, dengan dosis
tertentu, agar hasilnya meningkat dan rangsangan ini akan
terlihat pada pertumbuhan akar, cabang atau tunas dan bunga

(Pane dan sundaru, 1982).

Pada temperatur lebih

kurang 32'

C larutan ini cepat masuk sedangkan pada tempe-

ratur yang lebih rendah, daya penetrasinya Ylebih larnbat.
Menurut Bangun, Pane dan Partasasmita

(1983), pe-

rangsang tumbuh hidrasil diperlukan dalam jumlah sedikit,
sedangkan dalam jumlah banyak dapat menghambat pertumbuhan
bahkan mematikan tanaman. Dalam penelitiannya, penyemprotan hidrasil (GHB) dua kali dengan konsentrasi 0.75 cc
per

liter dan 1.5 cc/l pada waktu tanaman berumur 21 dan

40 hari setelah tanam dapat menaikkan hasil jagung

an kering sebesar 13 % dan 14 %

.

pipil-

Untuk tanaman kedelai,

penyemprotan hidrasil dengan konsentrasi 1 cc/l dalam dua
kali pemberian, yaitu pada waktu tanaman berumur 21 dan 40
hari

setelah tanam menaikkan hasil sebanyak 4 %

.

Dalam

penelitian Manurung, Fathan dan Pirman (1983), pemberian
hidrasil dalam dua kali pemberian yaitu pada 21 dan 45 HST
dengan konsentrasi 1 cc/l pada padi varietas PB 36, dapat
menaikkan hasil gabah kering bersih sebesar 11.9 % dan dengan peningkatan konsentrasi menjadi 3 cc/l

hasil gabah

keringpun meningkat menjadi 13.9 persen bila

dibandingkan

dengan tanpa pemberian hidrasil.
Air Kelapa
Air kelapa (coconut milk) telah lama diketahui

se-

bagai sumber yang kaya akan zat-zat aktif yang diperlukan
untuk perkembangan embrio. Air kelapa mengisndung difenil
'urea yang mempunyai aktifitas menyerupai sitokinin. Pada

18
air kelapa ini dapat dilihat suatu proses interaksi antara

sitokinin dengan fitohormon lainnya di dalam proses

perkembangan embrio tersebut (Wattimena, 1987).
George dan Sharington (1984) menyatakan bahwa

dalam

air kelapa terkandung asam amino, asam-asam organik, asam
nukleat, gula, gula alkohol, vitamin, zat-zat pertumbuhan
serta mineral. Analisa air kelapa Tulicki dalam

Ernawati

(1985) menunjukkan adanya zat tumbuh auksin, thiamin, pyridoksin dan asam nikotinat yang dapat merangsang pembentukkan akar. Tetapi juga didapatkan kandurrgan zat yang
bersifat menghambat seperti giberellin dan

1-3-difenil

urea serta kelompok sitokinin (Staden dan Drewes, 1974).
Di dalam kultur in vitro sering digunakan air kelapa
dari

5 - 25 1 untuk memacu berbagai proses morfogenesis

dari eksplan (Wattimena, 1986).
es

Menurut Staden dan Drew-

(1974) air kelapa yang dicampurkan pada media tanam

beserta unsur hara dan zat-zat lain dapat menumbuhkan sayatan kecil pucuk tanaman menjadi tanaman sempurna.

Ha-

sil yang sama juga diperoleh oleh Harjadi dan Pamenang pada tahun 1983 pada tanaman anggrek dan oleh Ernawati tahun
1985 pada tanaman tebu.
Menurut Suryowinoto dalam Harjadi dan Pamenang tahun
1983, air kelapa yang baik untuk campuran media kultur jaringan adalah kelapa muda yang dagingnya (errdosperm) sudah
berwa'rna putih tetapi masih dapat disendok.

B A D DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilakukan di kebun percobaan IPB Sawah Baru, Darmaga, Bogor.

Berlangsung dari bulan Mei 1990 sam-

pai bulan Juli 1990. Ketinggian tempat 300 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata harian 22O C - 30°c.
Bahan dan Alat Percobaan
Bahan tanaman yang digunakan adalah setek mikro kentang yang ditanam dalam media Murashige dan Skoog.
yang digunakan berumur 5 MST dan merupakan hasil

Setek

labora-

torium kultur jaringan tanaman kentang, jurusan Budidaya
Pertanian, IPB Bogor. Varietas yang diuji adalah Cipanas,
Red Pontiac, Nooksack dan Norchip.
Sebelum dipindah ke lapang, setek ditanam di

pembi-

bitan dengan media tanam berupa campuran tanah dan

pupuk

kandang steril dengan perbandingan 3:l ( v / v ) .
Pupuk yang digunakan untuk penanaman di lapang adalah urea, TSP, KC1, pupuk kandang dan hyponex (20:20:20).
Pestisida yang dipakai adalah Basamid, Furadan

3G, Di-

thane M-45 80 WP, Basudin,ridomil dan Curacon.

Bahan la-

in berupa ZPT (Hidrasil, 2,4-D dan air kelapa) dan IBA 50
ppm.

Sedangkan alat yang digunakan antara lain plastik,

hand sprayer, neraca, pinset, gunting dan pembakar spiritus

.

20

Rancangan Percobaan
Percobaan ini adalah percobaan faktorial dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok sebagai rancangan lingkungan.

Perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu varietas

yang terdiri dari 4 taraf dan zat pengatur tumbuh sebanyak
4 taraf.

Varietas yang digunakan adalah :

Cipanas (V1)
Red Pontiac (V2)
Nooksack (V3)
Norchip (V4)
Zat pengatur tumbuh yang dicobakan adalah :
Kontrol (ZO)
Hidrasil (Z1)
2,4-D secara tunggal (Z2)
2,4-D t air kelapa (Z3)
Konsentrasi 2,4-D yang digunakan adalah 0.6 ppm, Hidrasil
1.5 cc/l kecuali pada perlakuan kontrol. Sedangkan untuk
air kelapa diberikan dalam bentuk larutan yang mengandung
10

%

air kelapa, kecuali kontrol. Untuk kontrol tanaman

disemprot air.

Penyemprotan zat pengatur

dilakukan pada 2,4 dan 8 MST.
ngan

6

tumbuh ini

Jadi ada 16 perlakuan de-

kali ulangan, sehingga ada 96 satuan percobaan.

Tiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman.
Adapun model yang digunakan untuk setiap pengamatan
adalah :

dimana :

Xi j

= rata-rata hasil pengamatan

nilai tengah umum

U

=

Ki

= pengaruh kelompok yang ke-i (i. = 1,2,3,4,5,

dan

6)

pengaruh varietas yang ke-j (j

=

1,2,3,4)

vj

=

Zk

= pengaruh formulasi zat pengatur tumbuh yang

ke-k (k = 1,2,3,4)
(Vz)jk = pengaruh interaksi perlakuan
Eijk

=

galat
Pelaksanaan Percobaan

Pembibitan
4 buku ditanam dalam bumbungan

kertas

atau daun berisi media steril yang telah dimasak.

Sebe-

Setek mikro

lumnya, setek dicelupkan ke dalam larutan ya.ng berisi IBA
50

ppm dan Redomyl

1

g/l selama

ngan menggunakan pinset.
tu setek mikro.

+

5

menit lalu ditanam de-

Dalam satu bumbungan ditanam sa-

Pemupukan menggunakan Hiponex

(20:20:20)

dengan dosis 100 mg per liter dilakukan setiap minggu sejak setek ditanam.
Pemeliharaan lainnya meliputi penyiraman, penyiangan
dan proteksi. Pestisida yang digunakan adalah Dithane M45 dan Basudin dengan dosis anjuran.

Pembibitan dilakukan

di rumah plastik di Kebun Percobaan IPB, Pasir Sarongge.
'~enyulamandilakukan 2 minggu setelah penana.man. Atap

rumah plastik ditutupi daun pisang untuk penyesuaian lingkungan.

Secara bertahap naungan dikurangi dan akhirnya di-

hilangkan.
Persiapan Lahan
sebelum ditanami, tanah diolah dengan menggemburkan
dan meratakannya.
ngolahan tanah.

Pupuk kandang disebarkan pada saat pe-

Sterilisasi lahan menggunakan Basamid di-

lakukan 2 minggu sebelum penanaman.

Setelah. diberi Basa-

mid tanah ditutup dengan menggunakan plastik.. Luas

lahan

yang digunakan lebih kurang 300 m2.
Penanaman, Pemupukan dan Pemeliharaan
Penanaman dilakukan di lapang dengan mengunakan

ja-

rak tanam 30 x 70 cm pada saat bibit di pembibitan berumur
5

minggu.

Pengguludan dilakukan di lapang sebanyak dua

kali yaitu saat tanaman berumur 2 MST dan 4 MST.
Pemupukan melalui tanah menggunakan pupuk TSP, KC1
dan

1/2 dosis Urea, masing-masing dengan dosis

12 g/ta-

naman (571.43 kg/ha), 9 gjtanaman (428.57 kg/ha), 4 g/ tanaman (190.48 kg/ha) diberikan pada saat tanam di
Sisa pupuk Urea 4 g/tanaman (190.48 kg/ha)
minggu kemudian.

lapang.

diberikan 4

Penyulaman dilakukan sampai tanaman ber-

umur 14 HST di lapang.
Pemeliharaan di lapang meliputi penyiraman, penyiangan, penyemprotan pestisida.

Pestisida yang digunakan

adalah Dithane M-45, Basudin dan Curacon masing-masing

23

dengan dosis anjuran.

Setiap penyemprotan

pestisida

ditambahkan bahan perekat Agristik (0.5 ml/l.).

Furadan 3G

diberikan pada saat tanam. Penyemprotan fur~gisidadilakukan

setiap 2 kali seminggu, sedangkan untuk

insektisida

dilakukan sekali seminggu.
Penyemprotan formulasi zat pengatur tunbuh sesuai dengan perlakuan diberikan pada bagian tajuk tanaman
tanaman berumur 2 MST, 4 MST dan 8 MST.

saat

Pada tiap penyem-

protan zat pengatur tumbuh ini juga ditambahkan bahan perekat Agristik.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada semua tanaman dari masingmasing satuan percobaan.

Pengamatan di1akuk:an satu minggu

setelah penanaman bibit di lapang hingga tanaman berumur 8
MST.

Peubah-peubah yang diamati meliputi :
1.

Tinggi tanaman, diukur dari atas permukaan tanah
sampai titik tumbuh tanaman

2.

Jumlah buku tanaman

3.

Panjang ruas, dihitung dengan menggunakan rumus
tinggi tanaman
(jumlah buku - 1)

4.

Jumlah cabang

5.

Jumlah anakan

6.

Jumlah umbi per tanaman

24
7.

Bobot basah umbi per tanaman

8.

Persentase bobot kering umbi per tanaman, dihitung
dengan menggunakan rumus
bobot kering umbi
Persen bahan kering

x

=

100 %

bobot basah un~bi
Peubah 6, 7 dan 8 diamati pada saat panen (12 MST).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Tanaman Kentang
Pembibitan
Pada awal pembibitan, setek mikro banyak yang mati.
Persentase bibit yang harus disulam sampai umur 2 MST

tuk varietas Cipanas
47.5

Red Pontiac 42.5 %,

53.5 %,

% dan Norchip 40.75

%

un-

Nooksack

.

Kematian bibit diduga oleh karena belum

sempurnanya

pertumbuhan daun. Menurut Brainerd dan Fuch.igami

(1981),

kultur tanaman aseptik yang ditumbuhkan dalam lingkungan
dengan kelembaban tinggi akan mengalami kehilangan air jika dipindahkan ke dalam rumah kaca atau ke lingkungan dengan

kelembaban rendah. Hal tersebut terjadi karena ku-

rang baiknya perkembangan kutikula, dimana daun dari

kul-

tur tanaman aseptik memiliki lapisan kutikula dan sel palisade yang sedikit.
Aklimatisasi tanaman dilakukan di rumah plastik

yang

diberi naungan daun pisang pada atapnya. Pemberian naungan ini dimaksudkan agar bibit dapat beradaptasi dan untuk
mencegah

kekeringan. Naungan tersebut dikurangi

secara

bertahap dan akhirnya dihilangkan.
Pertanaman
Pertumbuhan tanaman pada awal pertanaman di
cukup baik.

lapang

Hal tersebut terlihat dari persentase ta-

naman mati cukup rendah sampai umur 2 MST.

Persentase

tanaman yang mati sampai umur 2 MST untuk varietas Cipanas
adalah 42.5
24.5 %

%,

Red Pontiac 14

%,

Nooksack 25 % dan Norchip

.

Tanaman yang mati, diduga karena mengalami kekeringan
pada saat tanaman dipindahkan ke lapang. Menurut Goodwin
dan

Brown (1980) pemindahan .setek pada saat berumur

minggu

setelah perakaran, dapat menghasilkan 64

Kenebec dan 70

%

%

enam
setek

setek Red Pontiac yang tumbuh vigor.

Se-

tek yang berumur lebih tua jika dipindahkan ke lapang akan
menghasilkan

jumlah anakan lebih sedikit dan jumlah umbi

juga menurun.
Penampakan di Lapanq
Penampakan tanaman setelah berumur 3 rninggu di
pang

menunjukkan pertumbuhan yang menjalar

la-

(Gambar 2).

Penampakan seperti ini terus berlangsung sampai akhir pertumbuhan.

Hal ini diduga karena pengaruh suhu yang

sesuai dengan untuk pertumbuhan tanaman kentang dan

tidak
juga

keadaan tanah tempat tanaman tumbuh yang kurang sesuai.
suhu tinggi menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang

lebih

lama, tanaman menjadi sukulen sehingga akhirnya tanaman
menjadi rebah.
Tinggi Tanainan, Jumlah Buku dan Panjang Xuas Tanaman
Sejak tanaman berumur 1 MST sampai

8

MST, varietas

.berpengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman.
Pada saat tanaman berumur 8 MST,varietas Norchip memiliki

27

tinggi 48.8 cm. Angka ini merupakan yang tertinggi jika
dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya. Hal tersebut
berbeda nyata terhadap varietas Nooksack dan Cipanas tapi
tidak berbeda dengan varietas Red Pontiac. Tinggi tanaman
untuk varietas Nooksack adalah yang terendah yaitu 41.9 cm
(Tabel Lampiran 1).
Di daerah dataran tinggi varietas Red Pontiac memi-

liki tinggi tanaman 39.0 cm, lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas Norchip dan Nooksack (Yasfianti,l990).

Gambar 2.
Walaupun

Penampakan Tanaman di Lapang

zat pengatur tumbuh tidak memberikan

pe-

ngaruh yang nyata namun terjadi interaksi yang nyata antara varietas dan zat pengatur tumbuh (ZPT).
Pengaruh interaksi antara varietas dan zat pengatur
tumbuh terhadap tinggi tanaman berbeda sangat nyata pada
minggu ke-5 sampai 7 MST dan berbeda nyata pada 8 MST.
rietas Red

Pontiac dengan perlakuan

Va

kontrol mempunyai

tinggi tanaman tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan lainnya kecuali pada varietas
dengan perlakuan kontrol, Nooksack dengan

Cipanas

2,4-D secara

tunggal dan Nooksack dengan 2,4-D + air kelapa (Tabel Lampiran

3).

pengatur

Diantara semua perlakuan yang menggunakan

zat

tumbuh ternyata kombinasi perlakuan antara va-

rietas Nooksack dan 2,4-D secara tunggal memiliki tinggi
tanaman terendah.

Gambar 3.

Pengaruh Varietas terhadap Tinggl Tanaman
pada 1 MST sampai 8 MST
( 0 : Cipanas; + : Red Pontiac; 0 : Nooksack;
A : Norchip ) .

Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah buku sejak tanaman berumur 1 MST sampai 8 MST sedangkan formulasi zat pengatur tumbuh maupun interaksi antara varietas dan zat pengatur tumbuh tidak mempengaruhi jumlah

29

buku varietas Red Pontiac tidak berbeda nyata terhadap varietas Nooksack dan Norchip, tetapi berbeda nyata terhadap
varietas Cipanas pada akhir pengamatan (8 MST).

Jumlah

buku terbanyak dicapai oleh varietas Red Pontiac, sedangkan jumlah buku terendah varietas Cipanas.
Varietas Norchip, Nooksack dan Cipanas mempunyai jumlah buku yang sama secara statistik. Namun dengan
perbedaan

adanya

tinggi tanaman antara varietas Norchip dengan

Nooksack dan Cipanas, dimana tinggi tanaman varietas Nooksack dan Cipanas tidak berbeda nyata diduga tanaman dari
varietas Norchip mempunyai ruas batang yang lebih pendek
daripada varietas Nooksack dan Cipanas. Secara visual buku tanaman varietas Norchip merapat di bagian pangkal batang dan sewaktu penanaman bagian ini tertutup oleh lapisan tanah, sehingga diduga tanaman Norchip ini akan dapat
membentuk stolon yang relatif lebih banyak (Tabel Lampiran 1 ) .
Pada Tabel Lampiran 1 dapat dilihat bahwa jumlah buku
antar varietas berbeda, dimana pada umur 8 MST jumlah buku
Red Pontiac berbeda nyata dengan Cipanas. Jumlah buku dan
varietas Red

Pontiac pada umur tersebut mencapai

29.04

buku sedangkan varietas Cipanas 25.54 buku.
Jumlah buku untuk varietas Norchip di dataran tinggi
adalah 19.22, Red Pontiac 17.6 dan Nooksack 16.54
anti, 1990).

(Yasfi-

30

Panjang ruas antar varietas mulai
nyata pada 2 MST sampai 6 MST.
tidak berbeda

terlihat berbeda

Sedangkan pada 7 dan 8 MST

nyata. Pada 2 MST sampai 4

MST varietas

Nooksack memiliki ruas terpanjang, ha1 ini terlihat beda
sangat nyata terhadap varietas Cipanas dan Red
tapi tidak beda nyata dengan Norchip.

Pontiac,

Pada 4 MST panjang

ruas varietas Nooksack tidak berbeda nyata terhadap semua
varietas kecuali Cipanas. Mulai 5 MST sampai 6 MST, ruas
terpanjang dicapai varietas Norchip dan

tidak berbeda

nyata terhadap semua varietas kecuali Cipanas. Pada umur
7

MST, panjang ruas untuk tanaman varietas Red

Nooksack

dan Norchip menurun

(Gambar 5).

Pontiac,

Hal tersebut

diduga karena peningkatan tinggi tanaman diikuti oleh peningkatan jumlah buku sehingga ruas tanaman menjadi
pendek.
da

lebih

Penurunan panjang mencapai 0.9 % hingga 5.2 % pa-

7 MST dan 5.7 % hingga 15.2 % pada 8

panjang ruas tertinggi terlihat pada
(Tabel Lampiran 1).

MST.

Penurunan

varietas Nooksack

Formulasi zat pengatur tumbuh maupun

interaksi antara varietas dan zat pengatur

tumbuh tidak

mempengaruhi panjang ruas tanaman.
Jumlah Cabang
Jumlah cabang dihitung mulai 2 MST sampai akhir pengamatan

(8 MST).

Pemberian zat pengatur

tumbuh tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang.
Interaksi antara varietas dan zat pengatur tumbuh hanya

U ~ l i1r-n

Gambar 4.

Pengaruh varietas terhadap Jumlah ~ u k u
pada 1 MST sampai 8 MST
(a : Cipanas;+ : Red Pontiac; 0 : Nooksack; A : Norchip)

umur tanoman

Gambar 5.

Pengaruh Varietas terhadap Panjang Ruas
pada 1 MST sampai 8 MST
( n : Cipanas; + : Red Pontiac;O: Nooksack; .& : Norchip)

32

tampak pada 8 MST.
awal pertumbuhan

Jumlah cabang varietas Cipanas pada
(2 MST - 4 MST) mempunyai

nilai

ter-

tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, tapi tidak
berbeda

nyata jika dibandingkan dengan varietas Norchip.

Akan tetapi mulai minggu ke 5 jumlah cabang terbanyak

di-

capai oleh varietas Norchip hingga akhir pengamatan.

Pada

akhir pengamatan dapat dilihat bahwa jumlah cabang untuk
varietas Norchip berbeda nyata dengan ketiga varietas yang
lainnya (Tabel Lampiran 2).
Pada pengamatan tinggi tanaman dapat dilihat bahwa
varietas Norchip merupakan tanaman tertinggi, ha1 ini memungkinkan varietas tersebut memiliki jumlah cabang terbanyak

(Tabel Lampiran 2).

Smith

(1968) mengatakan bahwa suhu malam untuk per-

tumbuhan umbi lebih penting bila dibandingkan dengan suhu
siang. Pada suhu tinggi, terutama malam hari, pertumbuhan
lebih banyak menghasilkan daun baru, cabang (anakan) dan
bunga

.

Interaksi antara pemakaian zat pengatur tumbuh dan
varietas terhadap jumlah cabang pada akhir pengamatan

(8

MST) menperlihatkan adanya beda nyata antara varietas Norchip pada perlakuan kontrol dengan varietas Nooksack pada
perlakuan pemberian 2,d-D air kelapa.

Sec!angkan

dengan

perlakuan yang lainnya tidak berbeda nyata (Tabel Lampiran 6).

Gambar 6.

Pengaruh Varietas terhadap ~umlah
Cabang Umur 2 MST sampai 8 MST
(0: Cipanas; + : Red Pontiac;
A : Nooksack; 0 : Norchip ) .
Hasil transformasi dengan v ( x t 1)

Jumlah Anakan dan Jumlah Umbi
Anakan disini adalah cabang yang muncul di dekat permukaan

tanah

selain cabang utama yang berukuran

kecil.

Pada awalnya tunas ini mengarah ke bawah tetapi kemudian
membelok

ke atas dan berkembang menjadi

tunas.

Menurut

Thompson dan Kelly (1957) adalah stolon--stolonyang gaga1
membentuk

umbi karena tidak cocok dengan

lingkungannya,

keadaan ini terjadi terutama disebabkan oleh suhu tinggi.
Menurut Moorby dan Milthorpe (1975) suhu optimum untuk pemanjangan batang dan produksi cabang adalah 25'

C.

Stolon

34

yang muncul di permukaan tanah akan membentuk batang dan
daun, sehingga tanaman menghasilkan sedikit jumlah umbi.
~ a r ihasil pengamatan, hanya faktor varietas yang memiliki

pengaruh terhadap jumlah anakan. Hal

ini ditun-

jukkan dengan adanya beda nyata antara varietas

Cipanas

yang memiliki anakan terbanyak dengan ketiga varietas lainnya pada

5 MST sampai 8 MST (Tabel Lampiran

2).

Se-

dangkan untuk zat pengatur tumbuh dan interaksi antara varietas dengan zat pengatur tumbuh tidak berbeda nyata terhadap

jumlah anakan. Jumlah anakan tertinggi pada

akhir

pengamatan (8 MST) yaitu 2.18 anakan dicapai oleh varietas
Cipanas (Gambar 7).
Menurut Wiersema (1987) jumlah umbi yang dihasilkan
bergantung pada kompetisi antara anakan dengan faktor tumbuh

seperti hara, air dan cahaya.

Pada kerapatan anakan

tinggi dihasilkan jumlah umbi lebih besar per anakan tetapi

jumlah umbi per tanaman lebih kecil.

Pada kerapatan

anakan yang tinggi, umbi yang dihasilkan berukuran

lebih

kecil daripada kerapatan anakan rendah.
Pada pengamatan jumlah anakan terlihat bahwa varietas

Cipanas memiliki anakan terbanyak jika dibandingkan

dengan ketiga varietas lainnya. Akan tetapi jumlah anakan
ini tidak mempengaruhi jumlah umbi per tanaman varietas
Cipanas yang tidak berbeda nyata dengan varietas

lainnya.

Hal ini diduga karena pada saat inisiasi umbi, anakan tersebut banyak yang mati karena adanya serangan penyakit

Gambar 7. Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Anakan
pada 2 MST sampai 8 MST
(o : Cipanas; + : Red Pontiac; A : Nooksack; & : Norchip)
Hasil transformasi dengan u(x t 1 )
Pseudomonas solanacearum atau mungkin suhu yang diinginkan

pada

saat pengisian umbi tidak tercapai. Kenaikan suhu

rata-rata sebesar 2O C akibat penurunan ketinggian tempat
penanaman di lapang menyebabkan pengunduran saat inisiasi
selama tiga belas hari (Adisarwanto,

1990).

Penggunaan

zat pengatur tumbuh tidak memperlihatkan adanya beda nyata
terhadap jumlah umbi per-tanaman (Tabel 2) begitu juga dengan

interaksi antara varietas dan zat pengatur tumbuh.

Penelitian Adisarwanto

(1990)

membuktikan bahwa varietas

Cipanas lebih peka terhadap kenaikan suhu daripada varietas Cosima.

Gambar 8. Hasil Umbi/tanaman pada Beberapa Perlakuan
Bobot Basah Umbi per Tanaman dan Persentase Bobot Kering
Umbi per Tanaman
Persen bahan kering umbi dihitung berdasarkan rumus
bobot kering umbi dibagi bobot basah umbi dilcali 100% (seperti tertera pada bahan dan metode).

Varietas berpenga-

ruh nyata terhadap bobot basah umbi, sedangkan zat pengatur tumbuh dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata.
Bobot basah umbi tertinggi dicapai oleh varietas Red

Pon-

tiac .
Suhu tanah juga berpengaruh terhadap bobot umbi. Kenaikan suhu sebesar

~ O C
dari

18'~ menjadi 21°c mampu menu-

runkan .bobot umbi sebesar 4.2 g/batang setelc
to,1990).

(Adisarwan-

Produksi umbi dipengaruhi oleh laju pengisian

37
dan lama pengisian umbi. Laju pengisian umbi seinakin rendah dengan meningkatnya suhu siang. Tur