Penerapan Fungsi Integral Terbatas untuk Menghitung Luas Daerah Dalam Koordinat Kartesius

(1)

PENERAPAN FUNGSI INTEGRAL TERBATAS

UNTUK MENGHITUNG LUAS DAERAH

DALAM KOORDINAT CARTESIUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Akhir Sarjana Program Strata Satu Jurusan Teknik Informatika

Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia

YUSWAN BUDI WINAYA

10104217

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK………..i

ABSTRACT………...ii

KATA PENGANTAR………...iii

DAFTAR ISI………...vi

DAFTAR GAMBAR.………xi

DAFTAR TABEL……….……….xv

DAFTAR SIMBOL………xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I. PENDAHULUAN……….1

1.1 Latar Belakang……….…………..………..1

1.2 Perumusan Masalah………….……….2

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan………..…2

1.4 Pembatasan Masalah……….…2

1.5 Metodologi Penelitian……….………..3


(3)

1.6 Sistematika Penulisan………...5

BAB I. PENDAHULUAN………..5

BAB II. LANDASAN TEORI………5

BAB III. ANALISIS MASALAH DAN PERANCANGAN SISTEM………6

BAB IV. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM……… ………6

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN….………6

BAB II. LANDASAN TEORI ………...7

2.1 Latar Belakang Historis………7

2.2 Penerapan Kalkulus………..11

2.3 Diferensial (Turunan)………...13

2.3.1 Diferensial dari Fungsi……….16

2.3.2 Penerapan Diferensial………...17

2.4 Integral (Anti Turunan)………20

2.4.1 Integral Tak Tentu………20

2.4.2 Integral Tentu………...24


(4)

BAB III. ANALISIS DAN PERANCANGAN………33

3.1 Analisis Sistem……….33

3.1.1 Analisis Masalah………..33

3.1.2 Gambaran Umum Sistem……….33

3.1.3 Analisis Kebutuhan Sistem Non Fungsional………....34

3.1.3.1 Analisis Input………...34

3.1.3.2 Analisi Output………..35

3.1.3.3 Analisis Kebutuhan Perangkat Keras………...35

3.1.3.4 Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak………..35

3.1.3.5 Analisis Pengguna (User)……….36

3.2 Persyaratan Fungsional………36

3.2.2 Diagram Konteks Sistem………..37

3.2.3 Data Flow Diagram (DFD)………..38

3.2.4 Spesifikasi Proses……….41

3.2.5 Kamus Data………..42

3.2.6 Algoritma untuk Menghitung Luas Daerah………….44


(5)

3.2.7 Perancangan Penghitungan Luas Daerah……….47

3.3 Perancangan Menu Aplikasi……….54

3.3.1 Perancangan Tampilan………..55

3.3.1 Form Splash Screen………..56

3.3.2 Form Main………....57

3.3.3 Form Input………..………58

3.3.4 Form Hasil Perhitungan………...62

3.3.5 Form About………..…...63

3.3.6 Rancangan Form Peringatan………...….64

3.3.7 Jaringan Semantik………...….64

BAB IV. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN………65

4.1 Implementasi Sistem………65

4.1.1 Implementasi Perangkat Keras………65

4.1.2 Implemantasi Perangkat Lunak………66

4.2 Implementasi Antarmuka……….67

4.3 Tampilan Implementasi Antar Muka………....68


(6)

4.4.1 Rencana Pengujian………69

4.5 Kesimpulan Hasil Pengujian Alpha……….90

4.6 Pengujian Betha………...90

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN………....94

5.1 Kesimpulan………...94

5.2 Saran……….95

DAFTAR PUSTAKA………...…..96


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Luas Daerah Segitiga………7

Gambar 2.2 Luas Daerah di Bawah Kurva………..8

Gambar 2.3 Luas Daerah di Bawah Garis Horizontal……….10

Gambar 2.4 Luas Daerah di Bawah Garis Miring………...11

Gambar 2.5 Jenis – Jenis Garis Singgung pada Kurva………14

Gambar 2.6 Grafik Lintasan………18

Gambar 2.7 Interpretasi Dalil 4………..26

Gambar 2.8 Interpretasi Dalil 6………..27

Gambar 2.9 Persegi panjang dengan panjang sisi a dan b………..29

Gambar 2.10 Gambar Poligon………29

Gambar 2.11 Luas daerah dibatasi oleh sebuah kurva pada sumbu x…………30

Gambar 2.12 Luas daerah dibatasi oleh dua buah kurva pada sumbu x………..31

Gambar 2.13 Luas daerah dibatasi oleh sebuah kurva pada sumbu y…………31

Gambar 2.14 Luas daerah dibatasi oleh dua buah kurva pada sumbu y……….32

DFD Level 0………38


(8)

Gambar 3.1 Luas daerah yang dibatasi oleh kurva y = 4x2 + 2x + 1,

sumbu x dan garis x = 0 dan x = 8……….51

Gambar 3.2 Luas daerah yang dibatasi oleh kurva y = 2 – x2, garis y = x, dan garis x = -2 dan x = 1………...52

Gambar 3.4 Rancangan Menu Perangkat Lunak………53

Gambar 3.5 Rancangan Form Splash Screen……….54

Gambar 3.6 Rancangan Form Main………...55

Gambar 3.7 Rancangan Form Input untuk tab ‘Persamaan Kurva’………...57

Gambar 3.8 Rancangan Form Input untuk tab ‘Persamaan Trigonometri’………58

Gambar 3.9 Rancangan Form Input untuk tab ‘Persamaan Lingkaran’………….59

Gambar 3.10 Rancangan Form Hasil Perhitungan……….60

Gambar 3.11 Rancangan Form About………...61

Gambar 3.12 Rancangan Form Antarmuka Peringatan……….62

Gambar 3.13 Jaringan Semantik Sistem………62

Gambar 4.1 Tampilan Antarmuka Form Splash………67

Gambar 4.2 Tampilan Antarmuka Input Data………68

Gambar 4.3 Tampilan Antarmuka Form Utama………69


(9)

Gambar 4.4 Tampilan Antarmuka Form Hasil Perhitungan………..70

Gambar 4.5 Tampilan Antarmuka Form About………71

Gambar 4.6 Pengujian Masukan Persamaan Kurva (Data Normal)………..72

Gambar 4.7 Pengujian Masukan Persamaan Kurva (Data Salah)………..73

Gambar 4.8 Pengujian Masukan Persamaan Trigonometri (Data Normal)……...74

Gambar 4.10 Pengujian Masukan Persamaan Lingkaran (Data Normal)………..76

Gambar 4.11 Pengujian Masukan Persamaan Lingkaran (Data Salah)………….77

Gambar 4.12 Pengujian Masukan Batasan Persamaan Kurva (Data Normal)…...78

Gambar 4.13 Pengujian Masukan Batasan Persamaan Kurva (Data Salah)……..79

Gambar 4.14 Tabel Pengujian Masukan Batasan Persamaan Trigonometri (Data Normal)………80

Gambar 4.15 Pengujian Masukan Batasan Persamaan Trigonometri (Data Salah)………81

Gambar 4.16 Pengujian Masukan Batasan Persamaan Lingkaran (Data Normal)………82

Gambar 4.17 Pengujian Masukan Batasan Persamaan Lingkaran (Data Salah)…83 Gambar 4.18 Pengujian Refresh gambar grafik……….84


(10)

Gambar 4.19 Pengujian Simpan gambar grafik……….85

Gambar 4.20 Pengujian Simpan persamaan fungsi integral………..86

Gambar 4.21 Pengujian Perhitungan integral dengan Persamaan Kurva………. 87

Gambar 4.22 Pengujian Perhitungan integral dengan Persamaan

Trigonometri………. 88

Gambar 4.23 Pengujian Perhitungan integral dengan Persamaan Lingkaran……89


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi Perangkat Keras………...35

Tabel 3.2 Spesifikasi Proses………...41

Tabel 3.3 Kamus Data………43

Tabel 4.1 Implementasi antarmuka………67

Tabel 4.2 Rencana Pengujian……….71

Tabel 4.3 Tabel Pengujian Masukan Persamaan Kurva (Data Normal)…………72

Tabel 4.4 Tabel Pengujian Masukan Persamaan Kurva (Data Salah)……… 73 Tabel 4.5 Tabel Pengujian Masukan Persamaan Trigonometri (Data Normal)….74 Tabel 4.6 Tabel Pengujian Masukan Persamaan Trigonometri (Data Salah)……75

Tabel 4.7 Tabel Pengujian Masukan Persamaan Lingkaran (Data Normal)……..76

Tabel 4.8 Tabel Pengujian Masukan Persamaan Lingkaran (Data Salah)……….77

Tabel 4.9 Tabel Pengujian Masukan Batasan Persamaan Kurva (Data Normal)...78


(12)

Tabel 4.11 Tabel Pengujian Masukan Batasan Persamaan Trigonometri

(Data Normal)………80

Tabel 4.12 Tabel Pengujian Masukan Batasan Persamaan Trigonometri (Data Salah)………81

Tabel 4.13 Tabel Pengujian Masukan Batasan Persamaan Lingkaran (Data Normal)………82

Tabel 4.14 Tabel Pengujian Refresh gambar grafik………..84

Tabel 4.15 Tabel Simpan gambar grafik………85

Tabel 4.16 Tabel Simpan persamaan fungsi integral……….86

Tabel 4.17 Tabel Pengujian Perhitungan integral dengan Persamaan Kurva……87

Tabel 4.18 Tabel Pengujian Perhitungan integral dengan Persamaan Trigonometri………..88

Tabel 4.19 Tabel Pengujian Perhitungan integral dengan Persamaan Lingkaran………...89


(13)

DAFTAR SIMBOL

Data Flow Diagram (DFD)

Simbol Keterangan

Proses

Menunjukan transformasi dari masukan menjadi keluaran , dalam hal ini sejumlah

masukan dapat menjadi hanya satu keluaran ataupun sebaliknya

Terminator

Mewakilii entitas luar dimana sistem berkomunikasi

Penyimpanan

Untuk memodelkan kumpulan data /paket data

Aliran

Menggambarkan gerakan paket data atau informasi dari suatu bagian lain dari

sistem dimana sistem penyimpanan mewakili lokasi penyimpanan data No

1

2

3


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Tampilan Antar Muka... A-1

Lampiran B Listing Program ... B-1

Lampiran C Hasil Kuesioner ... C-1

Lampiran D Dokumen Manual dari Sistem Lama ... D-1

Lampiran E Surat Penelitian ... E-1


(15)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Latar Belakang Historis

Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa sebuah kurva dapat disketsa dengan sebuah titik bergerak dan daerah disketsa oleh sebuah garis bergerak. Untuk itu, Cavalieri menggunakan cara yang dinamakannya “indivisibles” (tak dapat dibagi), yaitu jika satu titik dapat

mensketsa sebuah kurva maka Cavalieri menampilkan kurva tersebut sebagai gabungan dari titik-titiknya. Dengan cara ini, setiap kurva dibentuk oleh titik dengan jumlah yang tak terbatas. Hal itu juga berarti bahwa daerah merupakan gabungan dari garis dengan jumlah yang tak terbatas. Sebagai contoh, misalkan kita ingin mencari daerah dari sebuah segitiga.

Gambar 2.1 Luas Daerah Segitiga

Berdasarkan gambar di atas, persegi panjang mempunyai panjang 6 satuan dan tinggi 5 satuan. Jadi total daerah adalah 30 satuan). Total daerah persegi panjang kecil dapat dihitung dengan cara menjumlahkan semua persegi panjang kecil tersebut. Perbandingan dari kedua daerah adalah sebagai berikut,


(16)

8

Menggunakan metoda yang sama, rasio untuk persegi panjang yang lebih besar dengan jumlah persegi panjang kecil juga semakin banyak yaitu,

Total daerah persegi panjang kecil selalu merupakan setengah bagian dari total daerah persegi panjang seperti ditunjukkan bentuk formal matematika berikut ini,

Dengan cara yang sama didapat,

Metoda Cavalieri dapat diterapkan untuk mencari daerah di bawah sebuah kurva yang lebih rumit daripada garis. Sebagai contoh, diambil kurva parabola y = x2.


(17)

9

Setiap persegi panjang memiliki panjang alas 1 satuan sepanjang sumbu x dan tinggi x2. Jumlah dari persegi panjang didefinisikan dengan variabel m. Cavalieri

mencoba untuk mengekspresikan daerah di bawah kurva sebagai rasio dari daerah yang telah diketahui. Rasio tersebut dapat dinyatakan seperti berikut,

Dengan mensubstitusikan beberapa nilai m, Cavalieri mendapatkan bahwa rasio tersebut dapat dinyatakan dengan rumusan berikut ini,

Kemudian Cavalieri mendapati bahwa semakin besar harga m, bentuk 1/6m akan memiliki pengaruh yang semakin kecil pula kepada hasil yang didapatkan. Dalam bentuk modern, dia mendapati bahwa,

Hal yang didapatkannya tersebut berarti bahwa semakin banyak jumlah persegi panjang maka rasio dari daerahnya akan mendekati 1/

3. Setelah itu, ia

menggunakan ekspresi aljabar untuk daerah di bawah parabola. Untuk semua nilai x sepanjang sumbu x, tinggi dari parabola tersebut sebesar x2. Oleh karena itu,

luas daerah tersebut ada sama dengan x.x2 atau x3. Dengan menggabungkan hasil

terdahulu yang didapatkan tadi, luas daerah di bawah parabola adalah sama dengan 1/


(18)

10

Metoda Cavalieri ini merupakan suatu perkembangan penting dan cukup besar dalam rangka menuju formasi dari kalkulus integral. Walaupun demikian, Cavalieri tidak mampu memformulasikan tekniknya ke dalam fondasi logik yang konsisten yang mampu diterima oleh orang lain. Sir John Wallis yang berkebangsaan Inggris memperkenalkan limit pada tahun 1656 sehingga fondasi untuk kalkulus integral mulai kokoh. Untuk memahami metoda yang digunakan oleh Wallis perhatikan contoh berikut ini,

Misalkan diketahui suatu persamaan garis y = k.

Gambar 2.3 Luas Daerah di Bawah Garis Horizontal

Dapat dilihat dengan jelas bahwa luas daerah di bawah garis adalah sebesar kx. Contoh lainnya, misalkan y = kx


(19)

11

Gambar 2.4 Luas Daerah di Bawah Garis Miring

Maka luas daerah di bawah garis adalah sebesar ½ kx2. Seperti yang telah

ditunjukkan sebelumnya bahwa jika y = kx2 maka luasnya adalah 1/

3 kx3. Wallis

mendapat relasi aljabar antara fungsi dan daerah di bawah fungsinya, yaitu fungsi daerah y = kxn memiliki luas sebesar,

2.2 Penerapan Kalkulus

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dicapai pada saat ini, terutama kemajuan pada abad-abad terakhir, pada dasarnya tidak lepas merupakan akibat dari kemajuan matematika sebagai alat bantu yang sangat penting. Berbagai cabang matematika seperti Kalkulus Diferensial, ataupun Integral adalah merupakan senjata yang tepat dan sangat ampuh untuk menggarap berbagai problema yang timbul dalam fisika, kima, biologi dan berbagai cabang ilmu yang lain baik eksak maupun yang non-eksak.


(20)

12

Dengan kecepatan berapakah sebuah roket harus ditembakkan ke atas agar ia tak pernah lagi kembali ke bumi, dan berapa kecepatan mengorbitkan Appolo agar pada saat yang tepat ia dapat mendarat di Bulan. Jika suatu bakteri berkembang biak dengan kecepatan yang sebanding dengan banyaknya bakteri pada suatu saat dan jika populasinya menjadi dua kali dalam satu jam, berapa banyak bakteri yang berkembang selama dua jam. Dan jika sebuah gaya sebesar 10 Newton meregangkan suatu benang plastik sepanjang satu centimeter, berapakah gaya yang dibutuhkan untuk meregangkan benang tersebut sampai 10 centimeter.

Contoh-contoh yang dikemukakan di atas, yang diambil dari berbagai bidang disiplin ilmu, menggambarkan berbagai persoalan yang dapat dijawab dengan matematika, terutama kalkulus. Jadi kalkulus lebih dari suatu alat teknik, bahkan ia merupakan suatu sumber gagasan-gagasan yang memikat dan mengagumkan yang telah menarik perhatian dari berbagai ahli pikir selama berabad-abad. Para ahli pikir harus bekerja dengan gagasan-gagasan mengenai kecepatan, luas, isi kecepatan tumbuh kekontinuan, garis singgung serta konsep-konsep yang lain dari berbagai bidang. Kalkulus memaksa kita untuk berhenti dan berpikir dengan baik tentang arti dari konsep-konsep ini. Suatu aspek lain yang menarik perhatian dari subjek ini adalah kekuatan mempersatukannya. Gagasan-gagasan di atas dirumuskan dalam suatu bentuk perumusan yang khusus yang disertai dengan pemecahan masalahnya.


(21)

13

Kalkulus harus bekerja dengan perumusan yang tepat dan jawaban dari persoalan yang khusus dalam kalkulus. Untuk ini kita bisa bekerja denga ndua konsep, yakni Kalkulus Integral dan Kalkulus Diferensial.

Kalkulus Integral bekerja dengan persoalan luas dan volume sementara kalkulus diferensial banyak berbicara dengan garis singgung.

2.3 Diferensial (Turunan)

Newton dan Leibniz secara terpisah satu dengan yang lain mengembangkan ide mengenai kalkulus integral sampai pada suatu keadaan dimana sebelumnya persoalan tersebut hanya dipecahkan dengan metoda-metoda biasa saja. Karya-karya mereka terutama mengenai fakta bahwa mereka mampu menggabungkan kalkulus integral dengan konsep kalkulus yang lain, yakni kalkulus diferensial.

Ide pokok dari kalkulus diferensial adalah pengertian turunan (derivative).

Seperti halnya integral, turunan berasal dari suatu problema dalam geometri, yakni persoalan mencari garis singgung di suatu titik pada suatu kurva. Tetapi agak berbeda dengan integral, turunan berkembang sangat terlambat dalam sejarah matematika. Pada permulaan abad ke-17, ketika seorang ahli matematika Perancis bernama Pierre de Fermat mencoba menentukan maksimum dan minimum beberapa fungsi khusus, konsep turunan belumlah dirumuskan.

Fermat memberikan ide yang sangat sederhana, yakni berprinsip pada mencari garis singgung pada suatu kurva. Misalkan suatu kurva pada gambar


(22)

14

berikut, diandaikan bahwa setiap titik dari kurva mempunyai arah tertentu yang ditunjukkan oleh garis-garis singgung yang mempunyai arah tertentu.

Gambar 2.5 Jenis – Jenis Garis Singgung pada Kurva

Fermat memperhatikan bahwa titik-titik tertentu pada kurva mempunyai suatu maksimum atau suatu minimum, seperti yang dilukiskan pada gambar dengan absis x0 dan x1, garis singgung haruslah horizontal. Jadi persoalan mencari

harga ekstrim ini tergantung pada jawaban persoalan yang lain yakni mencari garis singgung yang horizontal.

Hal ini menimbulkan ide yang lebih luas, yakni menentukan arah dari garis singgung-garis singgung di suatu titik yang sembarang pada kurva. Ini adalah suatu usaha untuk memecahkan persoalan umum yang menjadi dasar dari pengertian turunan. Sepintas lalu tampaknya tidak ada hubungan sama sekali antara pesoalan mencari luas daerah yang berada di bawah suatu kurva dengan persoalan mencari garis singgung di suatu titik pada kurva. Orang pertama yang mengetahui hubungan kedua persoalan ini adalah Isaac Barrow (1630 – 1677), bekas guru dari Newton. Tapi bagaimanapun peranan Newton dan Leibniz-lah yang menentukan bagaimana pentingnya masalah tersebut, yang dapat membuka suatu era baru dalam perkembangan matematika.


(23)

15

Turunan mula-mula memang hanya ditujukan untuk mencari garis singgung suatu kurva, tetapi ternyata kemudian sangat berguna untuk menyelesaikan problema-problema yang ada hubungannya dengan kecepatan, atau secara lebih umum kecepatan perubahan suatu fungsi. Banyak persoalan-persoalan fisika maupun bidang lain yang akhirnya menggunakan konsep turunan untuk menyelesaikan masalahnya.

Bila kita melihat keadaan di sekeliling kita, maka akan banyak melihat adanya perubahan-perubahan misalnya,

a. Banyaknya kelahiran per tahun. b. Perubahan keadaan lingkungan. c. Perubahan jumlah penduduk.

Untuk mengetahui suatu sistem yang sedang berubah, di samping memperhatikan faktor-faktor yang ada (yang dianggap penting) dalam sistem tersebut perlu diperhatikan pula pengaruh dari suatu perubahan suatu faktor pada faktor yang lain. Selain itu, juga harus diperhatikan cepat dan lambatnya perubahan dari suatu faktor, sebagai akibat dari perubahan pada faktor lain. Dalam persoalan inilah konsep turunan memegang peranan yang sangat penting. Untuk lebih jelasnya ikuti contoh berikut ini,

a. Misalkan batang besi dipanaskan, maka akan bertambah panjang. Dalam contoh ini kita dapat mengatakan mengenai perubahan panjang dalam suatu selang suhu tertentu atau mungkin juga mengenai lajunya perubahan panjang pada suhu tersebut.


(24)

16

b. Mengenai hukum gravitasi Newton, kita mengetahui bahwa gaya tarik antara dua benda, berbanding terbalik dengan kuadrat jarak kedua benda tersebut. Dalam hal ini perubahan jarak mengakibatkan besarnya perubahan gaya tarik.

2.3.1 Diferensial dari Fungsi

Diferensial dari fungsi f sering dilambangkan dengan simbol f’ yang nilainya pada sebarang bilangan c dapat dicari dengan persamaan berikut,

Suatu fungsi dikatakan dapat dideferensialkan apabila fungsi itu dapat didiferensialkan di setiap titik pada wilayah domainnya. Diferensial dari beberapa fungsi dasar matematika dapat dilihat pada penjabaran berikut ini,

a. y = xn

 y’ = n . xn – 1 b. y = un ,dimana u = f(x) y’ = n . un – 1 . u’

c. y = u . v y’ = u’ . v + u . v’

d. y = u / v  y’ = (u’. v – u . v’) / v2

e. y = ex

 y’ = ex

f. y = ef(x)

 y’ = ef(x) . f’(x)

g. y = ln x  y’ = 1 / x


(25)

17

2.3.2 Penerapan Diferensial

Diferensial dapat diterapkan untuk menyelesaikan beberapa persoalan yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari antara lain,

1. Masalah garis singgung pada kurva.

Garis singgung pada suatu titik pada kurva dapat dicari dengan terlebih dahulu mencari tanjakan (gradien) garis di titik tersebut. Gradien garis singgung pada kurva dapat dicari dengan terlebih dahulu mencari persamaan gradien dengan mendiferensialkan fungsi kurva tersebut, kemudian substitusikan nilai koordinat absis (sumbu x) pada titik tersebut ke dalam persamaan gradien tersebut sehingga didapat nilai gradien garis. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut,

Titik (x1,y1) m(x1) = f’(x1). 2. Masalah perubahan kecepatan.

Kegunaan turunan lainnya adalah untuk menerangkan kecepatan perubahan. Dalam hal ini ditinjau dari segi luas, perubahan yang dimaksud dapat menyangkut beberapa hal. Misalnya dalam mekanika, perubahan tersebut bisa menyangkut perpindahan, kecepatan ataupun percepatan. Misalkan ditinjau suatu partikel yang bergerak sepanjang kurva atau garis lurus. Untuk mendapat


(26)

18

gambaran lengkap mengenai gerak partikel tersebut diciptakan besaran-besaran seperti kecepatan rata-rata, kecepatan sesaat, percepatan dan besaran lainnya.

Anggap suatu partikel bergerak sepanjang garis lurus. Gerak yang demikian disebut gerak lurus. Misalkan partikel tersebut bergerak dari kiri ke kanan. Misalkan s merupakan jarak dari titik tersebut dari titik semula pada saat t. s, sebagai fungsi dari t dapat dituliskan sebagai,

s = f(t)

adalah menyatakan jarak titik 0 (titik asal mula partikel bergerak) ke titik setelah bergerak selama t. Persamaan s = f(t) dikatakan persamaan dari partikel. Untuk lebih jelasnya diambil contoh berikut,

s = t2 + 2t – 3, t = 0

Hal ini berarti,

t = 0  s = -3, partikel berada di 3 satuan panjang sebelah kiri dari titik 0. t = 1 s = 0, partikel tepat berada di titik 0.

t = 2  s = 5, partikel berada di 5 satuan panjang sebelah kanan 0. Kalau digambarkan pada grafik lintasan maka didapat gambar sebagai berikut,

-3 0 5 12

t = 0 t = 1 t = 2 t = 3

Gambar 2.6 Grafik Lintasan

Pada interval t = 1 dan t = 2 perubahan jaraknya adalah 5 – 0 = 5, sehingga kecepatan rata-ratanya adalah 5/(2 – 1) = 5 satuan panjang / satuan waktu. Sedangkan kecepatan rata-rata dalam interval t = 0 sampai t = 2 sebesar : (5 –(-3)) / (2 – 0) = 4 satuan panjang / satuan waktu. Ternyata kecepatan rata-rata akan


(27)

19

selalu berubah untuk waktu yang berlainan. Kecepatan partikel yang bergerak dengan persamaan gerak s = f(t) dalam interval waktu t1, t2 diberikan oleh rumus,

Dalam kenyataannya, kecepatan rata-rata tidak pernah tetap besarnya, sebagai contoh seseorang mengendarai sepeda motor sepanjang 70 km dalam waktu 2 jam, maka kecepatan rata-rata dalam interval ini adalah 70/2 = 35 km/jam. Dalam kenyataannya, orang tersebut akan mengendarainya dalam berbagai kecepatan yang berbeda setiap saat.

Artinya setiap saat kecepatan berubah, dan kita dapat menerangkan gerak partikel apabila dapat mencari kecepatan yang berubah setiap saat itu. Untuk itu, diperkenalkan konsep kecepatan sesaat, yakni kecepatan partikel pada waktu tertentu. Ini didapat dengan mengamati kecepatan rata-rata pada suatu interval waktu tertentu dimana interval waktu dibuat sekecil mungkin. Misalkan pada contoh di atas, kita buat interval waktu [t1, t2] sekecil mungkin atau untuk t2  t1 atau (t2 – t1) 0. Maka didapat persamaan matematika berikut,


(28)

20

Misalkan (t2 – t1) = ∆t, maka untuk t2  t1 didapat ∆t  0, sehingga kecepatan sesaat dapat ditulis sebagai,

Kecepatan sesaat bisa positif, bisa negatif, tergantung pada arah gerak partikel. Arah ke kanan dianggap positif dan ke kiri negatif. Besarnya kecepatan sesaat, disebut besaran kecepatan atau laju partikel, adalah nilai mutlak kecepatan pada suatu saat.

2.4 Integral (Anti Turunan)

Jika saya mengenakan sepatu saya, saya dapat melepasnya lagi. Operasi yang kedua menghapuskan yang pertama, mengembalikan sepatu pada posisinya yang semula. Kita katakan dua operasi tersebut adalah operasi balikan (inversi). Matematika mempunyai banyak pasangan operasi balikan seperti penambahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian, pemangkatan dan penarikan akar, serta penarikan logaritma dan penghitungan logaritma. Kebalikan dari pendiferensialan (penurunan) yaitu anti pendiferensialan (anti turunan) yang diberi nama integral.


(29)

21

Secara garis besar, integral terdiri dari dua macam, yaitu integral tak tentu dan integral tentu.

2.4.1 Integral Tak Tentu

Misalkan kita harus menentukan suatu lengkungan yang garis singgungnya pada tiap titik (x,y) pada lengkungan tersebut, memiliki koefisien gradien 3x2. Maka untuk langkah pertama kita cari y = f(x) sedemikian rupa

sehingga turunannya,

Dxy = 3x2

Kita tahu bahwa 3x2 adalah hasil penurunan dari x3, maka dapat disimpulkan

bahwa

y = x3

merupakan persamaan lengkungan yang garis singgungnya di tiap titik pada lengkungan mempunyai gradien 3x2.

Sehingga didapat bahwa anti turunan dari suatu fungsi f adalah suatu fungsi sembarang F yang turunannya F’ adalah sama dengan f. Jadi,

F’ = f

Kita melihat bahwa proses pencarian turunan fungsi dengan proses pencarian anti turunannya merupakan dua proses yang berlawanan (berkebalikan). Jika tiap fungsi memiliki satu turunan, maka ia mungkin mempunyai lebih dari satu anti turunan. Istilah lain untuk anti turunan adalah primitif atau fungsi primitif atau disebut juga fungsi integral. Contohnya,


(30)

22

1. Fungsi F(x) = x3 adalah anti turunan dari f(x) = 3x2, karena F’(x) = 3x2 =

f(x).

2. Fungsi F(x) = x3 – 2 dan fungsi x3 + 6 juga merupakan anti turunan dari

f(x) = 3x2.

Jadi, jelas bahwa suatu fungsi turunan, mungkin memiliki lebih dari satu fungsi primitif atau anti turunan. Sehingga muncul dua dalil berikut ini,

1. Jika H’(x) = 0 untuk semua x dalam selang buka (a,b), maka H(x) = C dalam selang tersebut, dimana C adalah konstanta sembarang.

2. Jika H’(x) = G’(x) untuk semua x dalam selang buka (a,b) maka berlaku, H(x) = G(x) + C

dimana, C adalah suatu konstanta sembarang.

Atau dengan perkataan lain dapat dinyatakan bahwa anti turunan dari f adalah F(x) + C dimana F adalah anti turunan dari f dan C adalah suatu konstanta sembarang dan semua anti turunan dari f diperoleh dari F(x) + C dengan merubah nilai dari C.

Pembentukan anti turunan adalah proses menentukan anti turunan yang paling umum untuk suatu fungsi yang diberikan. Untuk operasi pembentukan anti turunan digunakan operasi yang diberi notasi : “∫”.

Integral tak tentu dari suatu fungsi f, ditunjukkan dengan, ∫ f(x) dx

adalah merupakan anti turunan f yang paling umum yakni, ∫ f(x) dx = F(x) + C ; dimana C = konstanta sembarang. Jika dan hanya jika f(x) = F’(x).


(31)

23

Ternyata proses pembentukan anti turunan suatu fungsi adalah merupakan proses pembentukan integral tak tentu dari fungsi tersebut. Karenanya operasi pembentukan integral tak tentu sering disebut dengan pengintegralan tak tentu atau pengintegralan.

Jika diketahui suatu persamaan berikut, ∫ d(F(x)) = F(x) + C

Jika F(x) = x dalam persamaan di atas maka diperoleh, ∫ dx = x + C

Jika C suatu konstanta maka berlaku, ∫ c.f(x) dx = c ∫ f(x) dx

yakni anti turunan perkalian konstanta C dengan suatu fungsi adalah sama dengan perkalian konstanta C dengan anti turunan fungsi tersebut.

Dari persamaan ∫ f(x) dx = F(x) + C maka dengan menurunkan ruas kiri dan ruas kanannya didapatkan,

Dx ∫ f(x) dx = F’(x)

Tetapi karena F’(x) = f(x) maka diperoleh dalil berikut,

1. Turunan dari suatu anti turunan untuk suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri.


(32)

24

3. Anti turunan jumlah dua fungsi adalah jumlah anti turunan kedua fungsi tersebut.

4. Aturan rantai untuk anti turunan.

Jika suatu fungsi yang terdiferensialkan dan u = f(x) maka untuk n ≠ -1 berlaku,

atau,

Rumus-rumus integrasi untuk fungsi trigonometri dapat dinyatakan sebagai berikut,

1. ∫ sin x dx = - cos x + c 2. ∫ cos x dx = sin x + c

3. ∫ tg x dx = -ln cos x + c = ln sec x + c 4. ∫ ctg x dx = ln sin x + c = -ln cosec x + c 5. ∫ sec x dx = ln |sec x + tg x| + c

6. ∫ cosec x dx = -ln |cosec x + ctg x| + c

Untuk fungsi ∫ f(x) dx dengan bentuk akar dapat diselesaikan dengan menerapkan rumus-rumus berikut ini,

a. Bila f(x) = √a2 – x2, maka misalkan x = a cos θ atau x = a sin θ

b. Bila f(x) = √a2 + x2, maka misalkan x = a tg θ atau x = a ctg θ


(33)

25

2.4.2 Integral Tentu

Konsep integral tentu merupakan inti hitung integral yang sangat luas sekali pemakaiannya. Berbagai bidang ilmu pengetahuan menggunakan konsep ini. Perhitungan luas suatu daerah, isi benda putar, penentuan titik berat suatu benda, menghitung momen inersia atau pengukuran luas permukaan bola (speric)

menggunakan konsep integral tentu.

Suatu fungsi f dikatakan dapat diintegralkan dalam suatu selang tutup [a,b] jika integral tentu f dari a ke b ada (terdefinisi). Ungkapan dapat diintegralkan sering juga diartikan sama dengan memiliki integral atau terintegralkan atau integrabel. Berikut ini akan diberikan beberapa dalil dasar yang merupakan sifat dari integral tentu,

1. Jika f dan g adalah fungsi yang memiliki integral (integrabel) dalam selang tutup [a,b] maka,

2. Jika f fungsi yang integrabel pada selang tutup [a,b] dan k sebuah konstanta maka,

3. Jika f integrabel dalam selang tutup [a,b] dan f(x) ≥ 0 untuk a ≤ x ≤ b, maka,


(34)

26

4. Jika f dan g adalah dua fungsi yang memiliki integral (integrabel) pada selang tutup [a,b] dan 0 ≤ f(x) ≤ g(x) untuk a ≤ x ≤ b, maka,

Jika suatu fungsi tidak negatif dalam suatu selang tutup, maka integral tentu fungsi itu untuk selang yang sama adalah tak negatif juga. Sifat perbandingan ini menunjukkan bahwa jika j untuk suatu selang tutup, fungsi f lebih kecil atau sama dengan g (dengan f dan g keduanya fungsi tak negatif), maka pada selang tutup yang sama, integral tentu f akan lebih kecil atau sama dengan integral tentu g. Secara geometri dapat dilihat pada gambar berikut, sebagai interpretasi dari dalil 4,

y = f(x)

x y

0 a b

y = g(x)


(35)

27

5. Jika f kontinu dalam selang tutup [a,b] [b,c] dan [a,c] maka,

6. Jika f fungsi kontinu dalam sebuah selang tutup yang mengandung tiga bilangan a, b dan c maka,

bagaimanapun letak (urutan) a, b dan c dalam garis bilangan. Secara geometris, maka dapat digambarkan sebagai berikut,

y = f(x)

x y

0 a c b


(36)

28

7. Jika k suatu konstanta maka berlaku,

8. Misalkan f fungsi kontinu dalam selang tutup [a,b]. Jika m adalah nilai minimum mutlak dari f di dalam [a,b] dan M nilai maksimum mutlak di dalam selang tutup [a,b] sehingga,

m ≤ f(x) ≤ M untuk a ≤ x ≤ b maka,

9. Jika f adalah fungsi kontinu dalam selang tertutup [a,b] dan jika f(a) ≠ f(b) maka untuk tiap bilangan k antara f(a) dan f(b) ada sebuah bilangan c antara a dan b sehingga berlaku,

f(c) = k

10. Jika f fungsi kontinu dalam selang tutup [a,b] maka ada bilangan µ antara a dan b sehingga,


(37)

29

2.4.3 Taksiran Luas

Misalkan kita akan menentukan luas suatu daerah yang berbentuk empat persegi panjang dengan panjang dan lebar masing-masing a dan b. Maka kita akan dapat menghitung luas tersebut yang besarnya adalah a x b.

a

b

Gambar 2.9 Persegi panjang dengan panjang sisi a dan b

Sekarang kita akan menghitung suatu daerah yang berupa bangun yang terlihat seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.10 Gambar Poligon

Kita belum mengetahui rumus dari bangun yang demikian. Tetapi bangun tersebut dapat kita bagi menjadi beberapa segitiga, dimana luas segitiga tersebut


(38)

30

akan dapat kita tentukan dengan rumus luas bangun datar segitiga dan dengan menjumlahkan semua luas segitiga yang ada, akan didapat luas dari bangun tersebut.

Tetapi, bagaimana bila batas dari daerah tersebut merupakan suatu lengkungan. Tentu saja tidak dapat dihitung dengan cara membagi daerah-daerah tersebut menjadi beberapa bentuk lain. Hal ini yang dapat diselesaikan dengan menggunakan konsep integral tentu.

Penerapan integral untuk menghitung luas daerah yang dibatasi oleh beberapa kurva dalam koordinat Cartesius dapat dilihat pada penjabaran berikut ini,

1. Luas daerah yang dibatasi oleh suatu kurva, batasan nilai a dan b pada sumbu x serta sumbu x.

y = f(x)

x y

0 a b

L


(39)

31

2. Luas daerah yang dibatasi oleh dua buah kurva serta batasan nilai a dan b pada sumbu x.

y2 = f2(x)

x y

0 a b

L

y1 = f1(x)

Gambar 2.12 Luas daerah dibatasi oleh dua buah kurva pada sumbu x

3. Luas daerah yang dibatasi oleh suatu kurva, batasan nilai a dan b pada sumbu y dan sumbu y.

x y

0 a b

L

x = f(y)


(40)

32

4. Luas daerah yang dibatasi oleh dua buah kurva serta batasan nilai a dan b pada sumbu y.

x y

0 a b

L

x2 = f2(y)

x1 = f1(y)


(41)

BAB

V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menyelesaikan perancangan perangkat lunak penerapan fungsi integral tentu untuk menghitung luas daerah yang dibatasi oleh kurva dalam koordinat Cartesius, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam perancangan perangkat lunak pembelajaran ini dibutuhkan penguasaan bidang ilmu Kalkulus khususnya perhitungan luas daerah dengan integral tentu.

2. Perhitungan luas daerah yang paling rumit adalah persamaan lingkaran karena pengintegralan persamaan lingkaran menggunakan aturan substitusi.

5.2 Saran

Penulis ingin memberikan beberapa saran yang mungkin berguna untuk pengembangan lebih lanjut pada perancangan perangkat lunak penerapan fungsi integral tentu untuk menghitung luas daerah yang dibatasi oleh kurva dalam koordinat Cartesius adalah sebagai berikut :

1. Fungsi kurva yang di-input dapat diperluas untuk fungsi trigonometri lainnya dan persamaan polinomial berorde lebih besar.


(42)

95

2. Dengan perangkat lunak penerapan fungsi integral tentu untuk menghitung luas daerah ini, disarankan untuk mengembangkan perangkat lunak yang mampu menghitung volume benda putar.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ario Suryokusumo, Microsoft Visual Basic 6.0, PT. Elex Media Komputindo, 2001.

2. Edwin J. Purcell, Dale Varberg, Kalkulus dan Geometri Analitis, Penerbit Erlangga, 1987.

3. Hadi, Rahadian, Pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001.

4. Ismail Besari, Matematika Universitas, Armico, Bandung, 1980.

5. http://www.math.wpi.edu/IQP/BVCalcHist/calc1.html. Tanggal akses 19 Juni 2009

6. http://www-groups.dcs.st-and.ac.uk/~history/HistTopics/ The_rise_of_calculus.html. Tanggal akses 23 Juni 2009

7. http://mathworld.wolfram.com/Integral.html. Tanggal akses 23 Juni 2009 8. http://omega.albany.edu:8008/calc3/line-integrals-dir/define-m2h.html.

Tanggal akses 2 Juli 2009

9. http://www.math.ucdavis.edu/~kouba/CalcTwoDIRECTORY/defintdirect ory/DefInt.html. Tanggal akses 5 Juli 2009

10. http://www.encyclopedia.com/html/section/calcul_TheIntegralCalculus.as p. Tanggal akses 6 Juli 2009


(44)

R

IWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Yuswan Budi Winaya Tempat / Tanggal Lahir : Tasik, 13 September 1986

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Ds. Pawenang Rt.14/03, Kec. Nagrak Kab. Sukabumi

No. Telp. : 081809072990

Email : Yuswan_budi@hotmail.com

PENDIDIKAN

1992 – 1998 : SDN Pawenang III 1998 – 2001 : SLTP Negeri II Nagrak 2001 – 2004 : SMU Negeri 1 Cibadak

2004 – 2009 : Program S1, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia – Bandung

Bandung, Agustus 2009

Yuswan Budi Winaya NIM : 10104217


(1)

2. Luas daerah yang dibatasi oleh dua buah kurva serta batasan nilai a dan b pada sumbu x.

y2 = f2(x)

x y

0 a b

L y1 = f1(x)

Gambar 2.12 Luas daerah dibatasi oleh dua buah kurva pada sumbu x

3. Luas daerah yang dibatasi oleh suatu kurva, batasan nilai a dan b pada sumbu y dan sumbu y.

x y

0 a b

L

x = f(y)


(2)

32

4. Luas daerah yang dibatasi oleh dua buah kurva serta batasan nilai a dan b pada sumbu y.

x y

0 a b

L

x2 = f2(y)

x1 = f1(y)


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menyelesaikan perancangan perangkat lunak penerapan fungsi integral tentu untuk menghitung luas daerah yang dibatasi oleh kurva dalam koordinat Cartesius, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam perancangan perangkat lunak pembelajaran ini dibutuhkan penguasaan bidang ilmu Kalkulus khususnya perhitungan luas daerah dengan integral tentu.

2. Perhitungan luas daerah yang paling rumit adalah persamaan lingkaran karena pengintegralan persamaan lingkaran menggunakan aturan substitusi.

5.2 Saran

Penulis ingin memberikan beberapa saran yang mungkin berguna untuk pengembangan lebih lanjut pada perancangan perangkat lunak penerapan fungsi integral tentu untuk menghitung luas daerah yang dibatasi oleh kurva dalam koordinat Cartesius adalah sebagai berikut :

1. Fungsi kurva yang di-input dapat diperluas untuk fungsi trigonometri lainnya dan persamaan polinomial berorde lebih besar.


(4)

95

2. Dengan perangkat lunak penerapan fungsi integral tentu untuk menghitung luas daerah ini, disarankan untuk mengembangkan perangkat lunak yang mampu menghitung volume benda putar.


(5)

1. Ario Suryokusumo, Microsoft Visual Basic 6.0, PT. Elex Media Komputindo, 2001.

2. Edwin J. Purcell, Dale Varberg, Kalkulus dan Geometri Analitis, Penerbit Erlangga, 1987.

3. Hadi, Rahadian, Pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001.

4. Ismail Besari, Matematika Universitas, Armico, Bandung, 1980.

5. http://www.math.wpi.edu/IQP/BVCalcHist/calc1.html. Tanggal akses 19 Juni 2009

6. http://www-groups.dcs.st-and.ac.uk/~history/HistTopics/ The_rise_of_calculus.html. Tanggal akses 23 Juni 2009

7. http://mathworld.wolfram.com/Integral.html. Tanggal akses 23 Juni 2009 8. http://omega.albany.edu:8008/calc3/line-integrals-dir/define-m2h.html.

Tanggal akses 2 Juli 2009

9. http://www.math.ucdavis.edu/~kouba/CalcTwoDIRECTORY/defintdirect ory/DefInt.html. Tanggal akses 5 Juli 2009

10. http://www.encyclopedia.com/html/section/calcul_TheIntegralCalculus.as p. Tanggal akses 6 Juli 2009


(6)

R

IWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Yuswan Budi Winaya Tempat / Tanggal Lahir : Tasik, 13 September 1986 Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Ds. Pawenang Rt.14/03, Kec. Nagrak Kab. Sukabumi

No. Telp. : 081809072990

Email : Yuswan_budi@hotmail.com

PENDIDIKAN

1992 – 1998 : SDN Pawenang III 1998 – 2001 : SLTP Negeri II Nagrak 2001 – 2004 : SMU Negeri 1 Cibadak

2004 – 2009 : Program S1, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia – Bandung