Menurut Patton, para peneliti konstrkutivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi
kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi
seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan
tersebut Patton, 2002: 96 – 97. Paradigma konstruktivis memiliki beberapa kriteria yang membedakannya
dengan paradigma lainnya, yaitu ontologi, epistemologi, dan metodologi. Level ontologi , paradigma konstruktivis melihat kenyataan sebagai hal yang ada tetapi
bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi tiap orang. Dalam epistemologi, peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa
menjabarkan pengkonstruksian makna oleh individu. Dalam metodologi, paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengkonstruksian dan
menggabungkannya dalam sebuah konsensus.
II.2 Teori Fenomenologi
Pertama kali dicetuskan oleh filsuf Jerman Edmund H. Husserl 1859 - 1938. Perhatiannya pada cara mengatur gejala yang dialami sedemikian rupa
sehingga dapat memahami dunia sekitarnya, dan sambil mengembangkan suatu pandangan dunia. Tak ada realitas yang terpisah atau objektif bagi orang. Yang
ada hanyalah apa yang diketahui tentang pengalaman dan maknanya. Pengalaman subjektif sekaligus mengandung benda atau hal objektif dan realitas seseorang
Suyanto, 2005: 178 - 179.
Fenomenologi berpandangan bahwa apa yang tampak dipermukaan, termasuk pola perilaku manusia sehari-hari adalah gejala atau fenomena dari apa
yang tersembunyi di “kepala” si pelaku. Sebab, realitas itu bergantung pada persepsi, pemahaman, pengertian, dan anggapan-anggapan seseorang. Itu
terbenam sebagai suatu kompleks gramatika kesadaran di dalam diri manusia. Di situlah letak kunci jawaban terhadap apa yang terekspresi atau menggejala di
tingkat perilaku. Bungin, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Fenomenologi menunjuk banyak hal dasar yang penting bagi pemikiran interpretif. Maka fenomenologi sosial mempunyai sebuah pendekatan dan
pembendaharaan kata untuk menginterpretasikan kehidupan dunia dan menjadi sebuah pemahaman bagaimana sikap alamiah kehidupan sehari-hari dimainkan
Ardianto, 2007: 129 Dalam proses memproduksi berita, Eriyanto 2002: 106 menuliskan
bahwa pemahaman wartawan erat kaitannya dengan pengertian dan anggapan persepktif wartawan dalam melihat beragam fenomena yang terjadi pada
masyarakat. Ada semacam standar yang harus ditaati wartawan agar laporan yang ia berikan mempunyai nilai yang akan diinformasikan kepada masyarakat. Nilai
tersebut tidaklah bersifat personal melainkan dihayati bersama dengan lembaga- lembaga yang dipercaya dalam mengontrol kerja wartawan.
II.3 Media Massa dan Konstruksi Realitas Sosial
Realitas Sosial adalah hasil kostruksi sosial dalam proses komunikasi
tertentu. Membahas teori konstruksi sosial social construction, tentu tidak terlepas dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L Beger dan
Thomas Luckman. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckman melalui
bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality : A Treatise in The Sociological of Knowledge tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial
dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan
kepentingan-kepentingan Bungin, 2008: 192. Bagi kaum konstruktivis, realitas berita itu hadir dalam keadaan
subjektif. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dan ideologi wartawan. Secara singkat, manusialah yang membentuk imaji dunia. Sebuah teks
dalam berita tidak dapat disamakan sebagai cerminan dari realitas, tetapi ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas.
Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebenarnya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga
Universitas Sumatera Utara
membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis Bungin, 2008: 203. Menurut persepektif ini tahapan-tahapan dalam proses
konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi ; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan konstruksi Bungin,
2008: 188. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1.
Tahap meyiapkan materi konstruksi: Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan
semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum. 2.
Tahap sebaran konstruksi: Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara
tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media massa, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi
berlangsung melalui 1 konstruksi realitas pembenaran; 2 kedua kesediaan dikonstruksi oleh media massa; 3 sebagai pilihan konsumtif.
4. Tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun
penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan kontruksi.
Pada kenyataanya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki
makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu
mengkonstruksi realitas sosial dan merekonstrusinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi
sosialnya. Melalui konstruksi sosial media, dapat dijelaskan bagaimana media massa membuat gambaran tentang realitas.
Konstruksi realitas terjadi ketika wartawan atau media melakukan proses pembingkaian framing berita setelah nilai berita news values dan unsur
kelayakan berita news worthy dipenuhi. Wartawan tidak melakukan pembingkaian dalam keseluruhan teks berita. Hanya di beberapa bagian saja
dalam struktur berita yang dibingkai dan selanjutnya menentukan wacana yang dikonstruksi oleh wartawan.
Universitas Sumatera Utara
Ada empat teknik framing yang biasa dipakai wartawan untuk membingkai ketiga bagian tersebut, yaitu : 1 Cognitive dissonance
ketidaksesuaian sikap dan perilaku ; 2 Emphaty membentuk pribadi khayal ; 3 Packing daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan ; dan 4 Association
menggabungkan kondisi, kebijakan dan objek yang sedang aktual dengan fokus berita.
Proses Konstruksi Sosial Media Massa
Gambar 1. Proses Konstruksi Sosial Media Massa
II.4 Faktor-Faktor yang Membentuk Isi Media