Tabel 5.3. Statistik deskriptif berdasarkan nilai mean, median, modus, standard deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari kejadian flebitis
berdasarkan lama hari pemasangan infus pada pasien di RSUP H. Adam Malik Medan.
Hari Mean
Median Modus
Std. Dev Min
Max
H-1 sd H-7 2,63
3,00 3
2,407 2
3
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sebanyak 37 orang 61,7 terjadi flebitis dari 60 responden dengan rata-
rata hari dalam terjadinya flebitis pada hari ke tiga pemasangan infus, sedangkan 23 orang 38,3 tidak mengalami flebitis setelah diobservasi selama 7 hari. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Pujasari 2002 di RSCM Jakarta tepatnya di ruang rawat inap penyakit dalam, ditemukan
11 kasus flebitis dari 109 pasien yang mendapat cairan intravena, dengan rata-rata kejadian 2 hari setelah pemasangan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rentang usia paling banyak yang mengalami flebitis pada usia 41 – 60 tahun dewasa pertengahan sebanyak
22 orang 36,7. Berdasarkan rentang usia, usia lansia lebih rentan terhadap flebitis. Hal ini dikarenakan lansia mengalami perubahan struktur dan fungsi kulit
seperti turgor kulit menurun dan epitel menipis, akibatnya kulit menjadi lebih mudah abrasi atau luka Smeltzer dan Bare, 2001.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin yang paling banyak mengalami flebitis adalah perempuan yaitu sebesar 23 orang 38,3 sedangkan
laki-laki yang mengalami flebitis sebesar 14 orang 23,3. Dalam fisiologi tubuh, laki-laki memiliki hormon androgen lebih banyak yang dapat mensekresi
Universitas Sumatera Utara
kelenjar sebasea kelenjar minyak yang lebih tinggi daripada perempuan. Minyak dari kelenjar sebasea dapat mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta
mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya kelenjar sebasea yang mensekresi minyak ini, bersamaan dengan ekskresi
keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6,5 yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga resiko terjadinya flebitis dalam
pemasangan infus khususnya pada laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Pierce, 2006.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang 30 menggunakan cairan NaCl 0,9 yang mengalami flebitis. Hal ini bertentangan
bila dilihat dari kandungan NaCl 0,9 yang merupakan cairan isotonis yang osmolaritasnya mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah
merah mengkerut dan membengkak Smeltzae dan Bare, 2001. Cairan isotonis seperti NaCl 0,9 sebenarnya kurang berisiko terhadap terjadinya flebitis tetapi
cairan hipertonis seperti glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik dibandingkan cairan isotonis
Darmawan, 2008. Hal ini dapat disebabkan karena pemasangan infus pada pasien tidak menggunakan aseptic dressing seperti penggunaan kasa steril untuk
mencegah flebitis. Faktor lain yang dapat menyebabkan flebitis adalah teknik aseptik yang tidak baik, tempat insersi kanula jarang diinspeksi visual, dan
sebagainya Darmawan, 2008. Pada jenis ketergantungan dalam perawatan pasien yang paling banyak
mengalami flebitis adalah pada pasien partial care yaitu sebanyak 31 orang
Universitas Sumatera Utara
51,7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afria Ningsih 2002 menyatakan dari jumlah 20 responden yang terpasang infus menunjukkan
dengan meningkatnya mobilisasi pasien yang terpasang infus pada pasien partial care, resiko untuk mengalami flebitis juga meningkat yaitu sebanyak 25, yang
terdiri dari kategori mobilisasi jarang 20 dan mobilisasi sering 80. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan diagnosa paling banyak
mengalami flebitis yaitu pada sistem kranial sebanyak 15 orang 25. Berdasarkan faktor penyebab terjadinya flebitis, bahwa salah satunya adalah
faktor pasien yang memiliki kondisi dasar seperti penyakit diabetes mellitus, adanya infeksi dan luka bakar Darmawan, 2008. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Nissaji dan Ghorbani 2007 dalam Darmawan 2008, bahwa dari 111 penderita Diabetes Melitus, didapatkan 64 responden mengalami
flebitis, dari 3 pasien dengan luka bakar, ditemukan seluruhnya mengalami flebitis, dan dari 67 pasien dengan penyakit infeksi, sebanyak 50 orang
mengalami flebitis. Hal ini dikarenakan pasien dengan diagnosa pada sistem kranial seperti apatis, secondary headache, head injury, dan stroke dengan
hemiparese melakukan pergerakan pada ekstremitas yang dipasang infus terutama pada pasien secondary headache yang gelisah dan memegangi kepala sehingga
menyebabkan flebitis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh pasien yang mengalami
flebitis berada pada skor 2 yaitu stadium dini flebitis dengan tanda-tanda nyeri, eritema dan pembengkakan. Jika terjadi stadium dini flebitis maka tindakan yang
harus dilakukan adalah mengganti lokasi pemasangan kanula Darmawan, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan jika tanda flebitis diikuti dengan adanya indurasi dan demam, maka derajat keparahan flebitis berada pada stadium lanjut tromboflebitis dan tindakan
yang harus dilakukan adalah memberikan terapi untuk tromboflebitis dan mengganti lokasi pemasangan kanula Darmawan, 2008.
Mayoritas responden mengalami flebitis dengan rata-rata terjadi flebitis pada hari ke tiga pemasangan infus, nilai tengahnya median adalah hari ke-3,
nilai yang paling banyak ditemukan modus adalah nilai 3 yang artinya bahwa kejadian flebitis yang paling banyak adalah terjadi pada hari ke-3 serta nilai
maksimum jumlah hari dari kejadian flebitis adalah pada hari ke-3 yaitu sebanyak 16 orang 26,7. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Masiyati 2000 bahwa angka kejadian flebitis paling banyak dalam waktu pemasangan infus 4-5 hari sebesar 60. Rata-rata kejadian flebitis pada hari
ketiga diakibatkan karena seringnya pasien melakukan pergerakan pada daerah yang terpasang infus. Pasien yang sering melakukan pergerakan seperti fleksi
dengan lokasi pemasangan kateter intravena di daerah lekukan dapat beresiko mengakibatkan flebitis mekanik Darmawan, 2008. Faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan flebitis misalnya teknik aseptik yang tidak baik, teknik pemasangan kateter intravena yang buruk, kateter dipasang terlalu lama dan tempat insersi
kateter yang jarang diinspeksi visual Darmawan, 2008. Secara teknis lamanya penggunaan jarum kateter intravena IV tetap steril selama 48 sampai dengan 72
jam, disamping itu juga teknik ini lebih menghemat biaya dan tidak meningkatkan resiko infeksi Metheny, 1996 dalam Brooker, 2003. Penggunaan jarum
Universitas Sumatera Utara
intravena harus diganti paling sedikit setiap 24 jam dan ganti lokasi vena yang ditusuk jarum intravena setiap 48 jam Brooker, 2003.
Hasi penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum jumlah hari dari kejadian flebitis adalah pada hari ke-2 yaitu sebanyak 1 orang 1,7. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujasari 2002 di RSCM Jakarta, ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien dengan rata-rata kejadian 2 hari
setelah pemasangan sedangkan pada penelitian ini, dari hari ke-2 pemasangan infus hanya 1 orang yang mengalami flebitis. Berdasarkan lamanya pemasangan
kateter intravena, bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi Darmawan, 2008. Tindakan merotasi tempat
kanula setiap 72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan infeksi lokal Tjetjen, dkk, 2004.
Flebitis dapat terjadi akibat faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan, faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta
agen infeksius Darmawan, 2008. Insiden flebitis juga meningkat akibat lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan terutama
pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan, dan pemasangan jalur IV yang tidak sesuai Smeltzer dan Bare, 2001.
Pencegahan pada flebitis dapat dilakukan dengan menekankan kebersihan tangan dan teknik aseptik Darmawan, 2008. Pemantauan pada pasien yang
dipasang infus juga harus diperhatikan terutama pada daerah tertanamnya kateter harus diperiksa tiap hari apakah ada rasa nyeri, bengkak dan merah. Tempat
insersi perlu diperiksa jika pasien mengeluh nyeri atau demam tanpa diketahui
Universitas Sumatera Utara
penyebabnya. Jika keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi tromboflebitis maupun septikemia Tjetjen, dkk, 2004. Oleh karena itu, pemantauan kepada
pasien yang menggunakan infus harus lebih diperhatikan guna mencegah terjadinya flebitis lebih lanjut Darmawan, 2008.
Keterbatasan penelitian :
Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak mengidentifikasi obat yang diberikan melalui intravena yang dapat menyebabkan peradangan pada vena
seperti kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, chepalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi sehingga hal tersebut menjadi penyebab
terjadinya flebitis pada pasien yang menggunakan cairan isotonis seperti NaCl 0,9, Ringer Laktat dan Ringer Solution. Peneliti juga tidak mengobservasi
tindakan pemasangan infus pada pasien, sehingga resiko terjadinya flebitis bakterial akibat teknik aseptic dan teknik pemasangan kanula yang tidak baik.
Keterbatasan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian terhadap obat yang diberikan melalui
intravena dan teknik pemasangan infus yang tidak baik yang dapat menyebabkan flebitis.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab 5, dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi mengenai gambaran rata-rata lama hari pemasangan
infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa usia terbanyak yang mengalami flebitis adalah 41 – 60 tahun sebanyak 22 orang 36,7, jenis
kelamin yang terbanyak mengalami flebitis adalah perempuan sebanyak 23 orang 38,3, cairan yang paling banyak terjadi flebitis adalah NaCl 0,9 sebanyak 18
30, jenis tingkat ketergantungan pasien yang paling banyak mengalami flebitis adalah partial care sebanyak 31 orang 51,7, sedangkan diagnosa terbanyak
yang mengalami flebitis adalah pada sistem kranial sebanyak 15 orang 25. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden, dapat
diambil kesimpulan tentang gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis dimana sebanyak 37 orang 61,7 terjadi flebitis dengan rata-
rata lama hari pemasangan infus pada hari ke-tiga. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi
perawat dan Rumah Sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mendapatkan terapi intravena dengan melakukan teknik aseptik pada
pemasangan infus dan perawatan aseptic dressing agar tidak terjadi flebitis.
Universitas Sumatera Utara