Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya

Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus

di RSUP H. Adam Malik Medan

Lia Mardiah

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

Judul : Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

Peneliti : Lia Mardiah NIM : 101121089

Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

ABSTRAK

Lama hari pemasangan infus pada pasien yang dipasang infus memiliki resiko tinggi terjadi flebitis dan kejadiannya tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan lamanya pemasangan infus.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang responden yang diambil dengan teknik purposive

sampling.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan format observasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke tiga pemasangan infus dan pada hari pertama pemasangan infus responden tidak terjadi flebitis sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi infus dan melakukan teknik aseptik pada pemasangan infus agar terhindar dari flebitis.


(4)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah peneliti sampaikan kehadirat Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP H. Adam Malik Medan”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapan banyak terima kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, Erniyati, S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku pembantu dekan II Fakultas Keperawatan, dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Cholina Trisa Siregar, M.Kep, Sp.KMB, selaku dosen pembimbing yang senantiasa menyediakan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku penguji I, dan Bapak Asrizal, S.Kep, Ns, WOC(ET)N, selaku penguji II, serta kepada seluruh staf pengajar dan administrasi


(5)

Ucapan terima kasih yang paling dalam peneliti sampaikan juga teristimewa kepada Ayahanda Muhammad Thamrin dan Ibunda Nurlela, yang menjadi motivator dalam hidupku, dan seluruh keluarga yang telah memberi dukungan baik moril maupun doa restu, serta rekan-rekan mahasiswa/i dan teman-teman sejawat yang telah banyak membantu sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu peneliti yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu, harapan peneliti semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Januari 2012 Peneliti


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Flebitis ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Etiologi ... 5

2.1.3. Mencegah dan mengatasi flebitis ... 9

2.2. Terapi Cairan Intravena ... 11

2.2.1. Definisi ... 11

2.2.2. Tujuan ... 12

2.2.3. Jenis-jenis larutan intravena ... 12

2.2.4. Penatalaksanaan Keperawatan ... 13

2.2.5. Memasang Infus ... 15

2.2.6. Komplikasi ... 17

2.2.7. Lama hari pemasangan infus ... 17

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 20

3.1. Kerangka Penelitian... 20

3.2. Definisi Operasional ... 21

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

4.1. Desain Penelitian ... 22

4.2. Populasi Dan Sampel ... 22


(7)

4.5. Instrumen Penelitian ... 24

4.6. Validitas dan Reliabilitas ... 24

4.6. Pengumpulan Data ... 25

4.7. Analisa Data ... 26

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Karakteristik Responden ... 27

5.1.2. Gambaran Lama Hari pemasangan Infus ... 29

5.2. Pembahasan ... 30

BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Rekomendasi ... 36 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Surat izin penelitian dari Fakultas keperawatan

2. Surat izin pengambilan data dari RSUP Haji Adam Malik Medan 3. Surat selesai penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

5. Instrumen penelitian 6. Data Mentah

7. Jadwal tentatif penelitian 8. Rincian biaya penelitian 9. Daftar riwayat hidup


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Kerangka Operasional Penelitian ... 21 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi menurut usia, jenis kelamin, cairan infus, perawatan pasien dan diagnosa di ruang rawat Rindu A RSUP

Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober

2011 ... 28 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi jumlah responden yang terjadi flebitis dan tidak terjadi flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun

2011 ... 29 Tabel 5.3. Statistik deskriptif berdasarkan nilai mean, median, modus,

standar Deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari kejadian flebitis Berdasarkan lama hari pemasangan infus pada pasien


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Skor Visual Flebitis VIP score (Visual Infusion Phlebitis Score) .... 8 Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam


(10)

Judul : Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

Peneliti : Lia Mardiah NIM : 101121089

Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

ABSTRAK

Lama hari pemasangan infus pada pasien yang dipasang infus memiliki resiko tinggi terjadi flebitis dan kejadiannya tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan lamanya pemasangan infus.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang responden yang diambil dengan teknik purposive

sampling.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan format observasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke tiga pemasangan infus dan pada hari pertama pemasangan infus responden tidak terjadi flebitis sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi infus dan melakukan teknik aseptik pada pemasangan infus agar terhindar dari flebitis.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui alat intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-obatan, pemantauan hemodinamik, serta mempertahankan fungsi jantung dan ginjal (Schaffer, dkk, 2000). Pasien yang mendapat cairan intravena di rumah sakit mencapai 50% dari total seluruh pasien yang dirawat setiap tahunnya (Schaffer, dkk, 2000).

Penggunaan alat intravaskuler banyak menimbulkan komplikasi lokal maupun sistemik (Smeltzer & Bare, 2001). Kondisi yang sering ditemukan adalah flebitis. Flebitis merupakan daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang yang terjadi pada kulit bagian luar (Tietjen, dkk, 2004). Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupu n mekanik (Smeltzer & Bare, 2001) . Insiden flebitis banyak dijumpai seiring banyaknya pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena (Schaffer, dkk, 2000).

Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang prevalensi flebitis pada pasien yang mendapat terapi intravena, angka standar flebitis yang direkomendasikan oleh INS (Infusion Nurses Society) adalah 5% (INS, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Masiyati (2000) didapatkan angka kejadian flebitis paling besar dalam waktu pemasangan infus 96-120 jam sebesar 60%. Penelitian


(12)

Pujasari (2002) di RSCM Jakarta tepatnya di ruang rawat inap penyakit dalam, ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien yang mendapat cairan intravena, dengan rata-rata kejadian 2 hari setelah pemasangan dan area pemasangan di vena metacarpal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitria (2007), angka kejadian flebitis di RSU Mokopido Tolitoli pada tahun 2006 mencapai 42,4%. Penelitian Pasaribu (2006), angka kejadian flebitis di Rumah Sakit Haji Medan didapatkan 52 orang (52%) mengalami flebitis dari 100 orang sampel yang diteliti.

Smeltzer dan Bare (2001) mengatakan, insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan terutama pH dan tonisitasnya. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya flebitis, antara lain faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan, faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen infeksius (Darmawan, 2008). Tietjen, dkk (2004) mengatakan, rotasi tempat setiap 72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan set infus harus diganti jika rusak atau secara rutin tiap 72 jam.

Kejadian flebitis bagi pasien merupakan masalah yang serius namun tidak sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya biaya perawatan diakibatkan lamanya perawatan di rumah sakit serta pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit menjadi terhambat. Fungsi cairan intravena diberikan untuk menyediakan air, elektrolit dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit dan untuk menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena


(13)

(Smeltzer dan Bare, 2001). Flebitis juga berakibat dapat memperlambat proses penyembuhan pasien terhadap penyakit yang diderita pasien (Schaffer, 1996).

Flebitis dapat dicegah dengan menggunakan teknik aseptik selama pemasangan, menggunakan ukuran kateter dan ukuran jarum yang sesuai untuk vena, mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih daerah penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap jam, dan menempatkan kateter atau jarum dengan baik (Smeltzer dan Bare, 2001).

Informasi yang didapat penulis dari bagian Pusat Pengendalian Infeksi (PPI) berdasarkan pelaporan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010, angka kejadian flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan adalah sebanyak 146 pasien terjadi flebitis dari 38.803 pasien.

Melihat permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.2Pertanyaan Penelitian

Berapa rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(14)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi institusi pendidikan keperawatan di bidang keperawatan medikal bedah.

1.4.2 Bagi Praktik Keperawatan

Sebagai bahan informasi tentang rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus sehingga perawat dapat melakukan perawatan terhadap pemasangan alat intravaskular sehingga tidak menyebabkan flebitis.

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan data awal dalam mengadakan penelitian yang terkait dengan rata-rata lama hari pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Flebitis

2.1.1 Definisi Flebitis

Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis disertai dengan tanda-tanda infeksi lain seperti demam dan pus yang keluar dari tempat tusukan, ini digolongkan sebagai infeksi klinis bagian luar (Tietjen, dkk, 2004).

Secara sederhana flebitis berarti peradangan vena. Flebitis berat hampir diikuti bekuan darah, atau thrombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian dikenal sebagai tromboflebitis. Dalam istilah yang lebih teknis lagi, flebitis mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan, eritema, dan hangat. Semua ini diakibatkan peradangan, infeksi dan/atau thrombosis (Darmawan, 2008).

2.1.2 Etiologi Flebitis

Menurut Francombe (1998) dalam Brooker dan Gould (2003) mengatakan, flebitis (peradangan vena), merupakan penyulit tersering yang berkaitan dengan terapi intravaskular, biasanya terjadi akibat iritasi kimiawi atau mekanis. Faktor predisposisi utama adalah infus larutan hipertonik dan adanya benda berbentuk partikel yang berasal dari obat yang belum larut sempurna, potongan karet atau kaca dari vial, dan plastik dari kanula. Terbentuk eritema di bagian proksimal dari


(16)

tempat pungsi vena, disertai nyeri. Flebitis jarang disebabkan oleh bakteri, tetapi septikemia lebih sering dijumpai pada pasien yang mengalami flebitis.

Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis, antara lain:

a) Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan

b) Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi c) Agen infeksius

Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yakni: diabetes mellitus, infeksi, luka bakar). Suatu penyebab yang sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa dieliminasi dengan penggunaan filter (Darmawan, 2008). Flebitis bisa disebabkan berbagai faktor sebagaimana disebutkan di atas:

1. Flebitis Kimia

a) pH dan osmolaritas cairan infus yang tinggi selalu diikuti risiko flebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5, dimana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, chepalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas >900 mOsm/L


(17)

b) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis. Jadi, kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter 1 sampai 5 µ m.

c) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas >500 mOsm/L. hindarkan vena pada punggung tangan bila anda memberikan: Asam amino+glukosa; Glukosa+elektrolit; D5 atau NS yang telah dicampurkan dengan obat suntik atau Meylon dan lain-lain.

d) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding politetrafluoroetilen (Teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastic dan lentur. Risiko tinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.

e) Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang menyebabkan iritasi daripada pemberian cepat.

2. Flebitis Mekanis

Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik.

3. Flebitis Bakterial

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi: a. Teknik pencucian tangan yang buruk


(18)

b.Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri

c. Teknik aseptik tidak baik

d. Teknik pemasangan kanula yang buruk e. Kanula dipasang terlalu lama

f. Tempat suntik jarang diinspeksi visual (Darmawan, 2008).

Berikut merupakan skor visual flebitis untuk menentukan derajat keparahan flebitis:

Skema 1. Skor Visual Flebitis VIP score (Visual Infusion Phlebitis score) Tempat suntikan tampak sehat

0

Tak ada tanda flebitis Observasi kanula Salah satu dari berikut jelas:

1. Nyeri pada tempat suntikan 2. Eritema pada tempat suntikan Dua dari berikut jelas:

1. Nyeri 2. Eritema 3. pembengkakan

Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi 4. Venous cord teraba Semua dari berikut jelas: 1. Nyeri sepanjang kanula 2. Eritema, 3. Indurasi

4.Venous cord teraba 5. Demam

1

2

Mungkin tanda dini flebitis Observasi kanula

Stadium dini flebitis Ganti tempat kanula

Stadium moderat flebitis 1.Ganti kanula

2.Pikirkan terapi

3

Stadium lanjut atau awal tromboflebitis

1.Ganti kanula 2.Pikirkan terapi

Stadium lanjut tromboflebitis

1.Lakukan terapi 2.Ganti kanula

4


(19)

2.1.3 Mencegah dan Mengatasi Flebitis

a. Mencegah flebitis bakterial

Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.

b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik.

Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar kajian.

c. Rotasi kanula

May, dkk (2005) dalam Darmawan (2008) melaporkan hasil 4 teknik pemberian nutrisi parenteral perifer (PPN), di mana mengga nti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi oleh Webster dkk (1996) disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control

and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk

membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup.


(20)

d. Aseptic dressing

Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti setiap 24 jam.

e. Laju pemberian

Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45 mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus juga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.

f. Titrable acidity

Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan

dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan


(21)

karena titrable acidity-nya sangat rendah (0.16 mEq/L). Dengan demikian makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya. g. Heparin & hidrokortison

Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan flebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium. h. In-line filter

In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus (Darmawan, 2008).

2.2Terapi Cairan Intravena (Infus)

2.2.1 Definisi

Terapi cairan intravena merupakan pemberian cairan untuk penggantian cairan, pemberian obat, dan penyediaan nutrien jika tidak ada pemberian dengan cara lain (Smeltzer & Bare, 2001).


(22)

2.2.2 Tujuan

Umumnya cairan intravena diberikan untuk mencapai satu atau lebih tujuan berikut ini:

a. Untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

b. Untuk menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit

c. Untuk menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena 2.2.3 Jenis-jenis larutan Intravena

Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya (anion ditambah kation) kira-kira 310 mEq/L. Larutan dianggap hipotonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya melebihi 375 mEq/L. Perawat juga harus mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah kira-kira 300 mOsm/L.

a. Cairan isotonis: cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut atau membengkak. Contohnya saline normal (0,9% natrium klorida), larutan ringer lactate.

b. Cairan hipotonik: tujuannya adalah untuk menggantikan cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya adalah untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada saat-saat tertentu, larutan natrium hipotonik digunakan untuk mengatasi


(23)

hipernatremia dan kondisi hiperosmolar yang lain. Contohnya salin berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%).

c. Cairan hipertonik: dekstrosa 5% dalam air diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan kalori. Larutan salin juga tersedia dalam konsentrasi osmolar yang lebih tinggi daripada CES. Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dan menyebabkan sel-sel mengkerut. Jika diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi.

2.2.4 Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien yang mendapat Terapi

Intravena

a. Pungsi vena

Kemampuan untuk mendapat akses ke sistem vena guna memberikan cairan dan obat.

1) Pemilihan tempat: vena yang sering digunakan adalah vena ekstremitas atas karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki. Vena ekstremitas bawah lebih berisiko mengalami tromboflebitis. Vena sentral yang sering digunakan dokter termasuk vena subclavia dan vena jugularis interna tapi mengalami risiko yang tinggi terhadap infeksi. Fosa antekubital dihindari. Berikut pertimbangan yang harus diperhatikan untuk memilih tempat penusukan vena: kondisi vena; jenis cairan atau obat yang akan


(24)

diinfuskan; lamanya terapi; usia dan ukuran pasien; riwayat kesehatan dan status kesehatan sekarang serta keterampilan tenaga kesehatan.

2) Perlengkapan pungsi vena: jalur akses PICC (Peripherally Inserted

Central Catheter) dan Midline Catheter (MLC). PICC merupakan terapi

parenteral jangka menengah sampai jangka panjang sering kali harus dipasang kateter sentral yang terpasang secara perifer. MLC digunakan untuk pasien yang tidak mempunyai akses perifer tetapi membutuhkan antibiotika IV, darah dan nutrisi parenteral

3) Menginformasikan pasien tentang lamanya infus yang diperkirakan, dan pembatasan aktivitas.

4) Persiapan letak infus meliputi tindakan aseptik sebelum melakukan pungsi vena.

5) Entri vena: dilakukan berdasarkan keterampilan yang dipunyai seorang perawat.

b. Pemantauan terapi intravena

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran gravitasi IV: (1) aliran berbanding langsung dengan ketinggian bejana cairan; (2) aliran berbanding langsung dengan diameter selang; (3) aliran berbanding terbalik dengan panjang selang; dan (4) aliran berbanding terbalik dengan viskositas cairan.

2) Memantau aliran: menggunakan rumus:


(25)

c. Penghentian infus

Pelepasan kateter intravena berkaitan dengan dua kemungkinan bahaya perdarahan dan emboli kateter (Smeltzer & Bare, 2001).

2.2.5 Memasang Infus Intravena

Persiapan

1. Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label larutan dan identifikasi pasien

2. Jelaskan prosedur pada pasien

3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai 4. Pasang turniket dan identifikasi vena yang sesuai 5. Pilih letak insersi

6. Pilih kanula IV

7. Hubungkan kantong infus dan selang, dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang

8. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang nyaman, atur pencahayaan. Posisikan lengan pasien di bawah ketinggian jantung untuk meningkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung di atas tempat tidur di bawah lengan pasien.

Prosedur

1. Tergantung pada kebijakan dan prosedur rumah sakit, lidokain 1% (tanpa epinefrin) 0,1-0,2 cc mungkin disuntikkan secara lokal ke tempat IV.


(26)

2. Pasang turniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan darah 15 sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan. Palpasi nadi di distal turniket. Minta pasien untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau menggantungkan lengan pasien untuk melebarkan vena.

3. Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan tempat dengan membersihkan menggunakan tiga swab betadine selama 2-3 menit dalam gerakan memutar bergerak keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering, kemudian bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat dengan jelas vena profunda.

a.Jika tempat yang dipilih sangat berambut, gunting rambut (periksa kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini).

b.Jika pasien alergi dengan providon-yodium, maka dapat digunakan alkohol 70% saja.

4. Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena, pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit di atas pembuluh darah.

5. Pegang jarum dengan bagian bevel ke atas dan pada sudut 25-45 derajat, tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi tidak menusuk vena

6. Turunkan sudut jarum menjadi 10-20 derajat atau sampai hampir sejajar dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari atas atau dari samping dengan satu gerakan cepat


(27)

8. Lepaskan turniket dan sambungkan selang infus, buka klem sehingga memungkinkan tetesan

9. Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi di bawah ujung kateter 10.Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester

11.Tempat penusukan kemudian ditutup dengan kasa steril, rekatkan pada plester nonalergenik tetapi jangan melingkari ekstremitas

12.Plesterkan sedikit lengkungan selang IV ke atas balutan

13.Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai kebijakan prosedur rumah sakit

14.Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal dan inisial 15.Hitung kecepatan infus dan atur aliran infus

16.Dokumentasikan tempat, jenis dan ukuran kanula, waktu, larutan, kecepatan IV dan respon pasien terhadap prosedur (Smeltzer & Bare, 2001).

2.2.6 Komplikasi

a. Komplikasi sistemik meliputi: kelebihan beban cairan, emboli udara, dan septikemia.

b. Komplikasi lokal meliputi: infiltrasi, flebitis, tromboflebitis dan hematoma.

2.2.7 Lama Hari Pemasangan Infus

Menurut Brooker (2003) lamanya penggunaan jarum intravena harus diganti paling sedikit setiap 24 jam, ganti lokasi vena yang ditusuk jarum intravena setiap 48 jam. Penelitian yang dilakukan oleh Masiyati (2000) dengan


(28)

judul “waktu yang efektif untuk pemasangan infus agar tidak flebitis”, didapatkan angka kejadian flebitis paling besar dalam waktu pemasangan infus 96-120 jam sebesar 60%.

Secara teknis, lamanya penggunaan jarum kateter intravena (IV) tetap steril selama 48 sampai dengan 72 jam, disamping itu juga teknik ini lebih menghemat biaya dan tidak meningkatkan resiko infeksi (Metheny, (1996) dalam Brooker (2003)). Berikut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan terapi intravena:

a. Brooker dan Gould mengatakan rotasi rutin tempat kanula harus dilakukan setiap 48-72 jam.

b. Menurut Tjetjen, dkk (2004) rotasi tempat kanula setiap 72-96 jam mengurangi flebitis dan infeksi lokal (teflon atau polikateter lebih baik dari pada jarum logam karena tidak menembus vena saat rotasi).

c. Pada pemakaian jangka pendek (<48 jam), jarum lurus atau butterfly kurang mengakibatkan iritasi karena terbuat dari plastik dan juga infeksi lebih rendah.

d. Pada perawatan tempat pemasangan, penutupan luka dapat dipertahankan 72 jam asal kering (jika basah, lembab, atau lepas segera diganti)

e. Daerah tertanamnya kateter atau jarum harus diperiksa tiap hari apakah ada rasa nyeri.

f. Tempat insersi perlu diperiksa jika pasien mengeluh nyeri atau demam tanpa diketahui penyebabnya.


(29)

h. Ganti botol cairan infus atau kantong plastik cairan infus dengan emulsi lemak dalam 12 jam.

i. Set infus harus diganti jika rusak atau secara rutin tiap 72 jam (apabila saluran baru disambungkan, usap pusat jarum atau kateter plastik dengan alkohol 60-90% dan sambungkan kembali dengan infus set)

j. Saluran (tubing) yang dipakai untuk memberikan darah, produk darah atau emulsi lemak harus diganti setiap 24 jam (Tjetjen, dkk, 2004).


(30)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Pada penelitian ini fokus yang akan diteliti mencakup variabel rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis.

Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis Pada Pasien yang Dipasang Infus.

Keterangan :

Diteliti :

Yang tidak diteliti :

Pemantauan lama hari

pemasangan infus (7 hari perawatan)

Faktor penyebab : 1.Flebitis Kimia 2.Flebitis Mekanis 3.Flebitis Bakterial

Pasien yang baru


(31)

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2008).

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian

Variabel

Defenisi Operasional

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Lama hari pemasa-ngan infus

Lama hari yang dijalani pasien pada penggunaan alat intravaskuler dalam terjadinya flebitis dengan adanya indikator nyeri, eritema dan pembengkakan.

Lembar Observasi

a. 0 = tidak ada tanda flebitis b.1 = ada tanda flebitis


(32)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Pada penelitian ini fokus yang akan diteliti mencakup variabel rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis.

Skema 2. Kerangka Penelitian Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis Pada Pasien yang Dipasang Infus.

Keterangan :

Diteliti :

Yang tidak diteliti :

Pemantauan lama hari

pemasangan infus (7 hari perawatan)

Faktor penyebab : 1.Flebitis Kimia 2.Flebitis Mekanis 3.Flebitis Bakterial

Pasien yang baru


(33)

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2008).

Tabel 1. Kerangka Operasional Penelitian

Variabel

Defenisi Operasional

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Lama hari pemasa-ngan infus

Lama hari yang dijalani pasien pada penggunaan alat intravaskuler dalam terjadinya flebitis dengan adanya indikator nyeri, eritema dan pembengkakan.

Lembar Observasi

a. 0 = tidak ada tanda flebitis b.1 = ada tanda flebitis


(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang dipasang infus di ruangan rawat inap RA RSUP Haji Adam Malik Medan yang berjumlah ±300 orang setiap harinya. Data tersebut diperoleh dari Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Maret tahun 2011.

4.2.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan kebetulan bertemu. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Arikunto (2006) yang menyatakan bahwa bila subjeknya lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10 – 20%. Maka peneliti mengambil 20% dari 300 orang sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini 60 orang.


(35)

a. Pasien yang memakai infus b. Pasien yang baru dipasang infus

c. Pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit. d. Bersedia menjadi responden penelitian.

4.3. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di ruang rawat inap Rindu A RSUP Haji Adam Malik dari RA1 s/d RA5 pada tanggal 24 September s/d 24 Oktober 2011 dengan penyakit mulai dari sistem pencernaan, kardiovaskuler, perkemihan, endokrin, pernapasan, muskuloskeletal, sistem kranial, mata dan THT. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian karena RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan, lokasi rumah sakit yang strategis dan jumlah pasien yang tinggi sehingga akan didapat subjek penelitian yang mencukupi untuk diteliti.

4.4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Calon responden yang bersedia, maka dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan risiko bagi individu yang menjadi responden. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti tidak akan


(36)

disebarluaskan dan data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa wawancara dan observasi dengan menggunakan format yang berisi data demografi dan lembar format evaluasi flebitis. Kuesioner data demografi pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, cairan infus, jenis perawatan pasien dan diagnosa medis. Data demografi ini digunakan untuk mengetahui karakteristik responden dan sebagai data pendukung untuk variabel penelitian. Format evaluasi ini berisikan evaluasi lama hari pemasangan infus pada pasien yang dipasang infus dengan indikator flebitis. Hal yang dipantau yaitu apakah terjadi atau tidak tanda-tanda flebitis dengan nilai:

0 : tidak ada tanda flebitis 1 : ada tanda flebitis

4.6. Validitas dan Reliabilitas

Dalam penelitian ini uji validitas dan reliabilitas tidak dilakukan oleh peneliti karena alat pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara observasi non sistematis yaitu untuk melihat berapa rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Setiadi (2007) mengatakan penggunaan uji validitas dan reliabilitas terutama


(37)

berupa pedoman wawancara terbuka dan pedoman observasi tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas hasil yang diteliti tidak menghasilkan nilai kuantitatif.

4.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

pendidikan (Fakultas Keperawatan USU)

b. Mengirim surat permohonan izin dari institusi pendidikan ketempat penelitian (RSUP Haji Adam Malik Medan)

c. Peneliti mendatangi ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan untuk bertemu responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya, memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan melakukan observasi. d. Menjelaskan kepada calon responden atau keluarga pasien tentang prosedur

yang akan dilakukan dan manfaat penelitian.

e. Peneliti meminta kesediaan responden atau keluarga pasien untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian.

f. Setelah mendapat persetujuan responden, pengumpulan data dimulai yang meliputi:

1) Pada hari pertama mengisi kuesioner data demografi responden dan melalukan observasi terhadap responden secara terus-menerus hingga hari ke tujuh pemasangan infus.


(38)

2) Menilai kejadian flebitis pada responden dengan menggunakan format evaluasi sesuai tanda-tanda terjadinya flebitis.

3) Pengumpulan data dilakukan merata dari RA1 sampai dengan RA5, tetapi dalam pengumpulan data ada beberapa pasien yang tidak bersedia menjadi responden. Hal ini mempengaruhi pasien lain, sehingga pasien lain juga tidak bersedia menjadi responden.

4) Dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh seorang asisten untuk melakukan observasi kepada pasien yang telah bersedia menjadi responden sehingga pengumpulan data menjadi lebih mudah.

5) Peneliti mengumpulkan data yang diperoleh untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan pengolahan data atau analisa data, yang secara garis besar meliputi tiga langkah yaitu:

a. Persiapan yaitu mengecek kelengkapan identitas dan kelengkapan isian data. b. Tabulasi data dengan memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang

perlu diberi skor, memberi kode terhadap item-item yang tidak diberi skor. c. Tabulasi dilakukan sesuai dengan teknik analisa yang digunakan.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik univariat yaitu suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Notoatmodjo, 2005). Pengolahan statistik secara univariat digunakan untuk


(39)

dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian mengenai gambaran lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 24 September s/d 24 Oktober 2011 di RSUP Haji Adam Malik Medan, dengan jumlah responden sebanyak 60 orang responden, didapat data sebagai berikut:

5.1.1. Karakteristik Responden

Tabel 5.1. dibawah dapat dilihat bahwa usia terbanyak yang mengalami flebitis adalah 41 – 60 tahun sebanyak 22 orang (36,7%), jenis kelamin yang terbanyak mengalami flebitis adalah perempuan sebanyak 23 orang (38,3%), cairan yang paling banyak terjadi flebitis adalah NaCl 0,9% sebanyak 18 (30%), jenis tingkat ketergantungan pasien yang paling banyak mengalami flebitis adalah partial care sebanyak 31 orang (51,7%), sedangkan diagnosa terbanyak yang mengalami flebitis adalah pada sistem kranial sebanyak 15 orang (25%).


(41)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi terjadi flebitis menurut usia, jenis kelamin, jenis cairan infus, perawatan pasien dan diagnosa di ruang rawat Rindu A RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011 (n= 60)

Karakteristik Flebitis % Tidak

Flebitis %

Usia

11 – 18 19 – 40 41 – 60 >60 2 8 22 6 3,3 13,3 36,7 10 1 10 5 6 1,7 16,7 8,3 10 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 14 23 23,3 38,3 12 11 20 18,3 Cairan Infus NaCl 0,9% R.Sol RL Dextrose 5%

NaCl 3%+NaCl 0,9% R.Sol + Metro fls

18 12 5 0 2 0 30 20 8,3 0 3,3 0 12 5 4 1 0 1 20 8,3 6,7 1,7 0 1,7 Perawatan pasien Self care Partial care Total care 0 31 6 0 51,7 10 1 19 3 1,7 31,7 5 Diagnosa Sistem Pencernaan Sistem Kardiovaskuler Sistem Perkemihan Sistem Endokrin Sistem Pernapasan Sistem Muskuloskeletal Sistem Kranial

Mata & THT

3 1 2 3 12 1 15 0 5 1,7 3,3 5 20 1,7 25 0 0 1 1 0 8 4 4 5 0 1,7 1,7 0 13,3 6,7 6,7 8,3


(42)

5.1.2 Gambaran lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada

pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan

Untuk mengetahui gambaran lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus dilakukan dengan cara mengobservasi responden dengan menggunakan format evaluasi lama hari pemasangan infus. Dari Tabel 5.2 dibawah dapat dilihat bahwa dari 60 orang responden, ada sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dan 23 orang (38,3%) tidak terjadi flebitis.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jumlah responden yang terjadi flebitis dan tidak terjadi flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan September s/d Oktober 2011.

Flebitis Frekuensi %

Tidak terjadi flebitis Terjadi flebitis Total

23 37 60

38,3 61,7 100

Dari Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) terjadinya flebitis adalah pada hari ke-2,63 atau digenapkan menjadi hari ke-3, nilai tengahnya (median) adalah hari ke-3, nilai yang paling banyak ditemukan (modus) adalah nilai 3 yang artinya bahwa kejadian flebitis yang paling banyak adalah terjadi pada hari ke-3, simpangan bakunya (standard deviasi) adalah 2,407, nilai minimumnya adalah 2 yang artinya bahwa jumlah responden yang paling sedikit terjadi flebitis adalah pada hari ke-2, dan nilai maksimumnya adalah 3 yang artinya jumlah responden yang paling banyak terjadi flebitis adalah pada hari ke-3.


(43)

Tabel 5.3. Statistik deskriptif berdasarkan nilai mean, median, modus, standard deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari kejadian flebitis berdasarkan lama hari pemasangan infus pada pasien di RSUP H. Adam Malik Medan.

Hari Mean Median Modus Std. Dev Min Max

H-1 s/d H-7 2,63 3,00 3 2,407 2 3

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dari 60 responden dengan rata-rata hari dalam terjadinya flebitis pada hari ke tiga pemasangan infus, sedangkan 23 orang (38,3%) tidak mengalami flebitis setelah diobservasi selama 7 hari. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Pujasari (2002) di RSCM Jakarta tepatnya di ruang rawat inap penyakit dalam, ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien yang mendapat cairan intravena, dengan rata-rata kejadian 2 hari setelah pemasangan.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rentang usia paling banyak yang mengalami flebitis pada usia 41 – 60 tahun (dewasa pertengahan) sebanyak 22 orang (36,7%). Berdasarkan rentang usia, usia lansia lebih rentan terhadap flebitis. Hal ini dikarenakan lansia mengalami perubahan struktur dan fungsi kulit seperti turgor kulit menurun dan epitel menipis, akibatnya kulit menjadi lebih mudah abrasi atau luka (Smeltzer dan Bare, 2001).

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin yang paling banyak mengalami flebitis adalah perempuan yaitu sebesar 23 orang (38,3%) sedangkan laki-laki yang mengalami flebitis sebesar 14 orang (23,3%). Dalam fisiologi tubuh, laki-laki memiliki hormon androgen lebih banyak yang dapat mensekresi


(44)

kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yang lebih tinggi daripada perempuan. Minyak dari kelenjar sebasea dapat mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya kelenjar sebasea yang mensekresi minyak ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6,5 yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga resiko terjadinya flebitis dalam pemasangan infus khususnya pada laki-laki lebih rendah daripada perempuan. (Pierce, 2006).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang (30%) menggunakan cairan NaCl 0,9% yang mengalami flebitis. Hal ini bertentangan bila dilihat dari kandungan NaCl 0,9% yang merupakan cairan isotonis yang osmolaritasnya mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut dan membengkak (Smeltzae dan Bare, 2001). Cairan isotonis seperti NaCl 0,9% sebenarnya kurang berisiko terhadap terjadinya flebitis tetapi cairan hipertonis seperti glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik dibandingkan cairan isotonis (Darmawan, 2008). Hal ini dapat disebabkan karena pemasangan infus pada pasien tidak menggunakan aseptic dressing seperti penggunaan kasa steril untuk mencegah flebitis. Faktor lain yang dapat menyebabkan flebitis adalah teknik aseptik yang tidak baik, tempat insersi kanula jarang diinspeksi visual, dan sebagainya (Darmawan, 2008).


(45)

(51,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afria Ningsih (2002) menyatakan dari jumlah 20 responden yang terpasang infus menunjukkan dengan meningkatnya mobilisasi pasien yang terpasang infus pada pasien partial care, resiko untuk mengalami flebitis juga meningkat yaitu sebanyak 25%, yang terdiri dari kategori mobilisasi jarang 20% dan mobilisasi sering 80%.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan diagnosa paling banyak mengalami flebitis yaitu pada sistem kranial sebanyak 15 orang (25%). Berdasarkan faktor penyebab terjadinya flebitis, bahwa salah satunya adalah faktor pasien yang memiliki kondisi dasar seperti penyakit diabetes mellitus, adanya infeksi dan luka bakar (Darmawan, 2008). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nissaji dan Ghorbani (2007) dalam Darmawan (2008), bahwa dari 111 penderita Diabetes Melitus, didapatkan 64 responden mengalami flebitis, dari 3 pasien dengan luka bakar, ditemukan seluruhnya mengalami flebitis, dan dari 67 pasien dengan penyakit infeksi, sebanyak 50 orang mengalami flebitis. Hal ini dikarenakan pasien dengan diagnosa pada sistem kranial seperti apatis, secondary headache, head injury, dan stroke dengan hemiparese melakukan pergerakan pada ekstremitas yang dipasang infus terutama pada pasien secondary headache yang gelisah dan memegangi kepala sehingga menyebabkan flebitis.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa seluruh pasien yang mengalami flebitis berada pada skor 2 yaitu stadium dini flebitis dengan tanda-tanda nyeri, eritema dan pembengkakan. Jika terjadi stadium dini flebitis maka tindakan yang harus dilakukan adalah mengganti lokasi pemasangan kanula (Darmawan, 2008).


(46)

Sedangkan jika tanda flebitis diikuti dengan adanya indurasi dan demam, maka derajat keparahan flebitis berada pada stadium lanjut tromboflebitis dan tindakan yang harus dilakukan adalah memberikan terapi untuk tromboflebitis dan mengganti lokasi pemasangan kanula (Darmawan, 2008).

Mayoritas responden mengalami flebitis dengan rata-rata terjadi flebitis pada hari ke tiga pemasangan infus, nilai tengahnya (median) adalah hari ke-3, nilai yang paling banyak ditemukan (modus) adalah nilai 3 yang artinya bahwa kejadian flebitis yang paling banyak adalah terjadi pada hari ke-3 serta nilai maksimum jumlah hari dari kejadian flebitis adalah pada hari ke-3 yaitu sebanyak 16 orang (26,7%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Masiyati (2000) bahwa angka kejadian flebitis paling banyak dalam waktu pemasangan infus 4-5 hari sebesar 60%. Rata-rata kejadian flebitis pada hari ketiga diakibatkan karena seringnya pasien melakukan pergerakan pada daerah yang terpasang infus. Pasien yang sering melakukan pergerakan seperti fleksi dengan lokasi pemasangan kateter intravena di daerah lekukan dapat beresiko mengakibatkan flebitis mekanik (Darmawan, 2008). Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan flebitis misalnya teknik aseptik yang tidak baik, teknik pemasangan kateter intravena yang buruk, kateter dipasang terlalu lama dan tempat insersi kateter yang jarang diinspeksi visual (Darmawan, 2008). Secara teknis lamanya penggunaan jarum kateter intravena (IV) tetap steril selama 48 sampai dengan 72 jam, disamping itu juga teknik ini lebih menghemat biaya dan tidak meningkatkan resiko infeksi (Metheny, (1996) dalam Brooker, (2003)). Penggunaan jarum


(47)

intravena harus diganti paling sedikit setiap 24 jam dan ganti lokasi vena yang ditusuk jarum intravena setiap 48 jam (Brooker, 2003).

Hasi penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum jumlah hari dari kejadian flebitis adalah pada hari ke-2 yaitu sebanyak 1 orang (1,7%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujasari (2002) di RSCM Jakarta, ditemukan 11 kasus flebitis dari 109 pasien dengan rata-rata kejadian 2 hari setelah pemasangan sedangkan pada penelitian ini, dari hari ke-2 pemasangan infus hanya 1 orang yang mengalami flebitis. Berdasarkan lamanya pemasangan kateter intravena, bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi (Darmawan, 2008). Tindakan merotasi tempat kanula setiap 72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan infeksi lokal (Tjetjen, dkk, 2004).

Flebitis dapat terjadi akibat faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan, faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen infeksius (Darmawan, 2008). Insiden flebitis juga meningkat akibat lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, dan pemasangan jalur IV yang tidak sesuai (Smeltzer dan Bare, 2001).

Pencegahan pada flebitis dapat dilakukan dengan menekankan kebersihan tangan dan teknik aseptik (Darmawan, 2008). Pemantauan pada pasien yang dipasang infus juga harus diperhatikan terutama pada daerah tertanamnya kateter harus diperiksa tiap hari apakah ada rasa nyeri, bengkak dan merah. Tempat insersi perlu diperiksa jika pasien mengeluh nyeri atau demam tanpa diketahui


(48)

penyebabnya. Jika keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi tromboflebitis maupun septikemia (Tjetjen, dkk, 2004). Oleh karena itu, pemantauan kepada pasien yang menggunakan infus harus lebih diperhatikan guna mencegah terjadinya flebitis lebih lanjut (Darmawan, 2008).

Keterbatasan penelitian :

Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak mengidentifikasi obat yang diberikan melalui intravena yang dapat menyebabkan peradangan pada vena seperti kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, chepalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi sehingga hal tersebut menjadi penyebab terjadinya flebitis pada pasien yang menggunakan cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, Ringer Laktat dan Ringer Solution. Peneliti juga tidak mengobservasi tindakan pemasangan infus pada pasien, sehingga resiko terjadinya flebitis bakterial akibat teknik aseptic dan teknik pemasangan kanula yang tidak baik. Keterbatasan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian terhadap obat yang diberikan melalui intravena dan teknik pemasangan infus yang tidak baik yang dapat menyebabkan flebitis.


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab 5, dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi mengenai gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus di RSUP Haji Adam Malik Medan.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa usia terbanyak yang mengalami flebitis adalah 41 – 60 tahun sebanyak 22 orang (36,7%), jenis kelamin yang terbanyak mengalami flebitis adalah perempuan sebanyak 23 orang (38,3%), cairan yang paling banyak terjadi flebitis adalah NaCl 0,9% sebanyak 18 (30%), jenis tingkat ketergantungan pasien yang paling banyak mengalami flebitis adalah partial care sebanyak 31 orang (51,7%), sedangkan diagnosa terbanyak yang mengalami flebitis adalah pada sistem kranial sebanyak 15 orang (25%).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden, dapat diambil kesimpulan tentang gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis dimana sebanyak 37 orang (61,7%) terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke-tiga.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan Rumah Sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mendapatkan terapi intravena dengan melakukan teknik aseptik pada pemasangan infus dan perawatan aseptic dressing agar tidak terjadi flebitis.


(50)

6.2. Rekomendasi

6.2.1. Rekomendasi terhadap praktek keperawatan

Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mendapat terapi intrevena sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

6.2.2. Rekomendasi terhadap pendidikan keperawatan

Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan kepada mahasiswa tentang rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien dan pencegarahannya infus sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya ketika praktek di lapangan.

6.2.3. Rekomendasi terhadap penelitian selanjutnya

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, dimana penelitian ini hanya memperoleh gambaran rata-rata lama hari pemasangan infus dalam terjadinya flebitis pada pasien yang dipasang infus. Untuk itu, penelitian berikutnya diharapkan meneliti faktor-faktor dalam terjadinya flebitis, pencegahan flebitis dan dapat dilakukan di rumah sakit yang lain.

6.2.4. Rekomendasi terhadap Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap Rumah Sakit sehingga dapat menurunkan angka flebitis dengan meningkatkan teknik pencegahan flebitis seperti mempertahankan teknik aseptik dalam melakukan pemasangan infus, melakukan aseptic dressing untuk mencegah flebitis sehingga mutu pelayanan RSUP Haji Adam Malik Medan menjadi semakin baik.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan 13. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Brooker, C. & Gould, D. (2003). Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Darmawan, I. (2008). Flebitis, Apa Penyebabnya dan Bagaimana Cara

Mengatasinya. Diambil tanggal 19 Maret 2011 dari http://www.otsuka.co.id

Depkes, RI. (2002). Menuju Sehat 2010. Diambil tanggal 21 Maret 2011 dari http://www.depkes.go.id

Fitria. (2007). Tindakan Pencegahan Plebitis Terhadap Pasien yang Terpasang

Infus di RSU Mokopido Tolitoli. Diambil tanggal 2 Mei 2011 dari

http://www.scrib.com.

INS. (2002). Setting the Standard for Infusion Care. Diambil tanggal 2 Mei 2011 dari http://www.ins1.org.

Masiyati (2000). Waktu Yang Efektif Untuk Pemasangan Infus Agar Tidak

Flebitis. Diambil tanggal 19 Juni 2011 dari http://www.library.upnvj.ac.id

Ningsih, A. (2002). Hubungan Mobilisasi Dengan Kejadian Flebitis Pada Klien

Yang Terpasang Infus. Diambil tanggal 19 Juni 2011 dari

http://www.library.upnvj.ac.id

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Kedua. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Pasaribu, M. (2006). Analisis Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur

Pemasangan Infus Terhadap Kejadian Plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan. Unpublished Magister Tesis. Diambil tanggal 2 Mei 2011

dari http://www.repository.usu.ac.id.

Pierce, E. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia. Pujasari. (2002). Angka Kejadian Flebitis di Ruang Rawat Penyakit Dalam.


(52)

Schaffer, dkk. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman. Jakarta: EGC Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Smeltzer, S. & Bare, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth. Jakarta: EGC.

Tietjen, dkk. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

Lampiran 3 Kode* :

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Lia Mardiah, NIM 101121089 adalah mahasiswi S1 Ekstensi Fakultas Kerperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya melakukan penelitan mengenai “Rata-rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP Haji Adam Malik Medan”.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesedian Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana penelitian ini tidak akan memberi dampak yang membahayakan. Jika Bapak/Ibu bersedia, selanjutnya saya mohon kesediaan Bapak/Ibu mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Bapak/Ibu.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga berhak untuk membebaskan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Identitas pribadi dan semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dirahasiakan, hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penilitian ini. Peneliti,

( Lia Mardiah )

Medan, September 2011 Responden,

( )


(58)

Lampiran 4 Kode* :

Tanggal :

INSTRUMEN PENELITIAN

Petunjuk Pengisian

1. Isilah data dibawah ini sesuai keadaan Anda. 2. Semua pertanyaan harus di jawab.

3. Bila ada yang kurang mengerti, silahkan bertanya kepada peneliti.

A. Data Demografi

Usia : Tahun

Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan Tanggal Masuk RS :

Cairan infus* :

Jenis Perawatan Pasien* : Diagnosa Medis* :


(59)

B. Format Evaluasi Lama Hari Pemasangan Infus dan Kejadian Flebitis Isilah data di bawah ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada tempat yang disediakan dengan memberi tanda check list (√).

Pemantauan Flebitis

Indikator flebitis Flebitis

Nyeri Eritema Pembengkakan Indurasi

Terjadi Tidak Terjadi Hari ke-1 di pasang

infus Hari ke-2

pemasangan infus Hari ke-3

pemasangan infus Hari ke-4

pemasangan infus Hari ke-5

pemasangan infus Hari ke-6

pemasangan infus Hari ke-7


(60)

Lampiran 5

DATA MENTAH

5 orang responden muncul flebitis pada hari KE-7

No USIA JK CAIRAN Skor Flebitis Jns Pasien

1 48 L NaCl 0,9% 2 Partial care

2 65 P R.Sol 2 Partial care

3 62 P R.Sol 2 Partial care

4 57 P R.Sol 2 Partial care

5 52 L RL 2 Partial care

Keterangan

P = 3 L = 2 Usia : 11-18 = 0 19-40 = 0 41-60 = 3 >60 = 2 Cairan : NaCl 0,9% = 1

R.Sol = 3

RL = 1

Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 0 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 5 Total care = 0

4 orang responden muncul flebitis pada hari KE-6

No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien

1 44 L NaCl 0,9% 2 Partial care

2 67 P RL 2 Total care

3 41 P R.Sol 2 Total care

4 52 L RL 2 Partial care

Keterangan

P = 2 L = 2 Usia : 11-18 = 0 19-40 = 0 41-60 = 3


(61)

RL = 2 Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 0 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 2 Total care = 2

5 orang responden muncul flebitis pada hari KE-5

No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien

1 60 L RL 2 Partial care

2 22 P NaCl 0,9% 2 Partial care

3 45 P NaCl 0,9% 2 Partial care

4 39 P NaCl 0,9% 2 Partial care

5 44 L NaCl 0,9% 2 Partial care

Keterangan

P = 3 L = 2 Usia : 11-18 = 0 19-40 = 2 41-60 = 3 >60 = 0 Cairan : NaCl 0,9% = 4

R.Sol = 0

RL = 1

Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 0 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 5 Total care = 0

6 orang responden muncul flebitis pada hari KE-4

No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien

1 46 P NaCl 0,9% 2 Partial care

2 24 L NaCl 0,9% 2 Partial care

3 19 L NaCl 3% + NaCl 0,9% 2 Total care

4 49 P RL 2 Partial care

5 71 L R.Sol 2 Partial care


(62)

Keterangan

P = 3 L = 3 Usia : 11-18 = 0 19-40 = 3 41-60 = 2 >60 = 1 Cairan : NaCl 0,9% = 2

R.Sol = 2

RL = 1

Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 1 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 4 Total care = 2

16 orang responden muncul flebitis pada hari KE-3

No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien

1 43 L NaCl 0,9% 2 Partial care

2 80 P R.Sol 2 Partial care

3 57 P NaCl 0,9% 2 Partial care

4 31 L R.Sol 2 Partial care

5 70 P NaCl 3% + NaCl 0,9% 2 Total care

6 53 L NaCl 0,9% 2 Partial care

7 55 P NaCl 0,9% 2 Total care

8 51 P NaCl 0,9% 2 Partial care

9 56 L R.Sol 2 Partial care

10 49 P NaCl 0,9% 2 Partial care

11 18 L R.Sol 2 Partial care

12 53 P R.Sol 2 Partial care

13 30 P R.Sol 2 Partial care

14 45 P NaCl 0,9% 2 Partial care

15 60 P NaCl 0,9% 2 Partial care

16 35 P NaCl 0,9% 2 Partial care

Keterangan

P = 11 L = 5 Usia : 11-18 = 1

19-40 = 3 41-60 = 10 >60 = 2


(63)

RL = 0 Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 1 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 14 Total care = 2

1 orang responden muncul flebitis pada hari KE-2

No USIA JK Cairan Skor Flebitis Jns Pasien 1 47 P NaCl 0,9% 2 Partial care Keterangan

P = 1 L = 0 Usia : 11-18 = 0

19-40 = 0 41-60 = 1 >60 = 0 Cairan : NaCl 0,9% = 1

R.Sol = 0

RL = 0

Dextrose 5% = 0

NaCl 3% + NaCl 0,9% = 0 R.Sol + Metro fls = 0

Skor flebitis yaitu 2 (stadium dini flebitis) Jenis Pasien: Self care = 0

Partial care = 1 Total care = 0

23 orang responden TIDAK MUNCUL flebitis SAMPAI HARI KE-7

No USIA JK CAIRAN Jns Pasien

1 54 P Dextrose 5% Partial care 2 90 L NaCl 0,9% Partial care 3 17 L R.Sol + Metro fls Total care

4 45 L NaCl 0,9% Self care

5 70 L NaCl 0,9% Partial care 6 79 P NaCl 0,9% Partial care

7 16 L R.Sol Total care

8 78 P RL Partial care

9 21 L NaCl 0,9% Partial care

10 75 P RL Partial care


(64)

13 21 L NaCl 0,9% Total care

14 48 L R.Sol Partial care

15 29 P R.Sol Partial care

16 36 P RL Partial care

17 85 P RL Partial care

18 33 P NaCl 0,9% Partial care 19 47 P NaCl 0,9% Partial care 20 33 L NaCl 0,9% Partial care 21 20 L NaCl 0,9% Partial care 22 24 P NaCl 0,9% Partial care 23 26 L NaCl 0,9% Partial care Keterangan

P = 11 L = 12 Usia : 11-18 = 2

19-40 = 10 41-60 = 5 >60 = 6

Cairan : 1NaCl 0,9% = 12

2R.Sol = 5

3RL = 4

4Dextrose 5% = 1 5NaCl 3% + NaCl 0,9% = 0 6R.Sol + Metro fls = 1 Jenis Pasien: Self care = 1 Partial care = 19 Total care = 3 ANALISA

Xxxxxxx H7 H6 H5 H4 H3 H2 ABSENT TOTAL

P 3 2 3 3 11 1 11 34

L 2 2 2 3 5 0 12 26

11-18 0 0 0 0 1 0 2 3

19-40 0 0 2 3 3 0 10 18

41-60 3 3 3 2 10 1 5 27

>60 2 1 0 1 2 0 6 12

NaCl 0,9% 1 1 4 2 9 1 12 30

R.Sol 3 1 0 2 6 0 5 17

RL 1 2 1 1 0 0 4 9

Dextrose 5% 0 0 0 0 0 0 1 1


(65)

Metro fls

Self care 0 0 0 0 0 0 1 1

Partial care 5 2 5 4 14 1 19 50

Total care 0 2 0 2 2 0 3 9

Frequency Table

JENIS KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 26 43.3 43.3 43.3

perempuan 34 56.7 56.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

USIA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 11-18 3 5.0 5.0 5.0

19-40 18 30.0 30.0 35.0

41-60 27 45.0 45.0 80.0

>60 12 20.0 20.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

CAIRAN INFUS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid NaCl 0,9% 30 50.0 50.0 50.0

R.Sol 17 28.3 28.3 78.3

RL 9 15.0 15.0 93.3

Dextrose 5% 1 1.7 1.7 95.0

NaCl 3% + NaCl 0,9% 2 3.3 3.3 98.3

R.Sol + Metro fls 1 1.7 1.7 100.0


(66)

JENIS PASIEN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Self care 1 1.7 1.7 1.7

Partial care 50 83.3 83.3 85.0

Total care 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

DIAGNOSA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sistem Pencernaan 3 5.0 5.0 5.0

Sistem Kardiovaskuler 2 3.3 3.3 8.3

Sistem Perkemihan 3 5.0 5.0 13.3

Sistem Endokrin 1 1.7 1.7 15.0

Sistem Pernapasan 22 36.7 36.7 51.7

Sistem Muskuloskeletal 5 8.3 8.3 60.0

Sistem Kranial 19 31.7 31.7 91.7

Mata & THT 5 8.3 8.3 100.0


(67)

Statistics

KEJADIAN FLEBITIS

N Valid 60

Missing 0

Mean 2.63

Median 3.00

Mode 3

Std. Deviation 2.407

Variance 5.795

Range 7

Minimum 2

Maximum 3

HARI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid h2 1 1.7 1.7 1.7

h3 16 26.7 26.7 28.3

h4 6 10.0 10.0 38.3

h5 5 8.3 8.3 46.7

h6 4 6.7 6.7 53.3

h7 5 8.3 8.3 61.7

Absent 23 38.3 38.3 100.0


(68)

Lampiran 6

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No Aktivitas Penelitian

FEB MAR APRL MEI JUN JUL A G S

SEP OKT NOV DES JAN FEB 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 3 4 1 2 3 4 1 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 Mengajukan judul

penelitian 2 Penyusunan

proposal 3 Penyusunan

instrument 4 Sidang proposal 5 Perbaikan

proposal

6 Pengumpulan data 7 Analisa data 8 Penyusunan laporan/skripsi 9 Ujian skripsi 10 Revisi skripsi 11 Mengumpulkan

skripsi

Diketahui oleh: Pembimbing,


(69)

Lampiran 7

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

1. Persiapan Proposal

- Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 54.000,- - Fotokopi sumber-sumber tinjauan Rp. 20.000,-

- Perbanyak proposal Rp. 50.000,-

- Biaya internet Rp. 100.000,-

- Izin survey Rp. 84.000,-

- Konsumsi saat sidang proposal Rp. 120.000,- 2. Pengumpulan Data

- Izin Penelitian Rp. 150.000,-

- Penggandaan Kuesioner Rp. 20.000,- - Biaya Hadiah untuk Responden Rp. 200.000,-

- Biaya transportasi Rp. 50.000,-

3. Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan

- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,-

- Penjilidan Rp. 60.000,-

- Penggandaan Rp. 50.000,-

- Konsumsi sidang skripsi Rp. 150.000,-

- Biaya tak terduga Rp.

100.000,-Jumlah : Rp.1.308.000,-


(70)

Lampiran 8

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Lia Mardiah

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/20 Desember 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Garu 2A Gg. Lilydwina No. 33E Medan Amplas

Riwayat Pendidikan :

1. 1994 – 2000 : SD Negeri 060820 Medan 2. 2000 – 2003 : SMP Negeri 3 Medan 3. 2003 – 2006 : SMA Negeri 5 Medan

4. 2006 – 2009 : D-III STIKes RS Haji Medan 5. 2010 – Sekarang : Fakultas Keperawatan USU Medan


(1)

Metro fls

Self care

0

0

0

0

0

0

1

1

Partial care

5

2

5

4

14

1

19

50

Total care

0

2

0

2

2

0

3

9

Frequency Table

JENIS KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 26 43.3 43.3 43.3

perempuan 34 56.7 56.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

USIA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 11-18 3 5.0 5.0 5.0

19-40 18 30.0 30.0 35.0

41-60 27 45.0 45.0 80.0

>60 12 20.0 20.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

CAIRAN INFUS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid NaCl 0,9% 30 50.0 50.0 50.0

R.Sol 17 28.3 28.3 78.3

RL 9 15.0 15.0 93.3

Dextrose 5% 1 1.7 1.7 95.0

NaCl 3% + NaCl 0,9% 2 3.3 3.3 98.3

R.Sol + Metro fls 1 1.7 1.7 100.0


(2)

JENIS PASIEN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Self care 1 1.7 1.7 1.7

Partial care 50 83.3 83.3 85.0

Total care 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

DIAGNOSA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sistem Pencernaan 3 5.0 5.0 5.0

Sistem Kardiovaskuler 2 3.3 3.3 8.3

Sistem Perkemihan 3 5.0 5.0 13.3

Sistem Endokrin 1 1.7 1.7 15.0

Sistem Pernapasan 22 36.7 36.7 51.7

Sistem Muskuloskeletal 5 8.3 8.3 60.0

Sistem Kranial 19 31.7 31.7 91.7

Mata & THT 5 8.3 8.3 100.0


(3)

Statistics

KEJADIAN FLEBITIS

N Valid 60

Missing 0

Mean 2.63

Median 3.00

Mode 3

Std. Deviation 2.407

Variance 5.795

Range 7

Minimum 2

Maximum 3

HARI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid h2 1 1.7 1.7 1.7

h3 16 26.7 26.7 28.3

h4 6 10.0 10.0 38.3

h5 5 8.3 8.3 46.7

h6 4 6.7 6.7 53.3

h7 5 8.3 8.3 61.7

Absent 23 38.3 38.3 100.0


(4)

Lampiran 6

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No Aktivitas Penelitian

FEB MAR APRL MEI JUN JUL A

G S

SEP OKT NOV DES JAN FEB

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 3 4 1 2 3 4 1 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 Mengajukan judul

penelitian 2 Penyusunan

proposal 3 Penyusunan

instrument 4 Sidang proposal 5 Perbaikan

proposal

6 Pengumpulan data 7 Analisa data 8 Penyusunan laporan/skripsi 9 Ujian skripsi 10 Revisi skripsi 11 Mengumpulkan

skripsi

Diketahui oleh:

Pembimbing,


(5)

Lampiran 7

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

1.

Persiapan Proposal

-

Biaya tinta dan kertas print proposal

Rp. 54.000,-

-

Fotokopi sumber-sumber tinjauan

Rp. 20.000,-

-

Perbanyak proposal

Rp. 50.000,-

-

Biaya internet

Rp. 100.000,-

-

Izin survey

Rp. 84.000,-

-

Konsumsi saat sidang proposal

Rp. 120.000,-

2.

Pengumpulan Data

-

Izin Penelitian

Rp. 150.000,-

-

Penggandaan Kuesioner

Rp. 20.000,-

-

Biaya Hadiah untuk Responden

Rp. 200.000,-

-

Biaya transportasi

Rp. 50.000,-

3.

Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan

-

Biaya kertas dan tinta print

Rp. 100.000,-

-

Penjilidan

Rp. 60.000,-

-

Penggandaan

Rp. 50.000,-

-

Konsumsi sidang skripsi

Rp. 150.000,-

-

Biaya tak terduga

Rp.

100.000,-Jumlah

: Rp.1.308.000,-


(6)

Lampiran 8

Daftar Riwayat Hidup

Nama

: Lia Mardiah

Tempat/Tanggal Lahir

: Medan/20 Desember 1987

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat Rumah

: Jl. Garu 2A Gg. Lilydwina No. 33E Medan

Amplas

Riwayat Pendidikan

:

1.

1994 – 2000

: SD Negeri 060820 Medan

2.

2000 – 2003

: SMP Negeri 3 Medan

3.

2003 – 2006

: SMA Negeri 5 Medan

4.

2006 – 2009

: D-III STIKes RS Haji Medan

5.

2010 – Sekarang

: Fakultas Keperawatan USU Medan