BAB 5 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 100 orang responden pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Jawa Barat diperoleh hasil 7
Tabel 1 responden dengan usia 25 tahun dimana telah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya oleh Emalia Mestika memperoleh 2,4 mahasiswa kepaniteraan
klinik Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatra Utara pada rentang usia 25 tahun dan penelitian yang sama juga dilakukan oleh laina Tushiva pada Fakultas Kedokteran
Gigi di Sumatera Barat diperoleh hasil 12,3 responden dengan rentang usia 25 tahun.
16,17
Terdapatnya responden dengan usia 25 tahun dikarenakan oleh faktor keterlambatan dalam penyelesaian pendidikan sarjana dan keterlambatan dalam
progres suatu kasus yang dilakukan. Sesuai dengan keputusan mentri pendidikan nomor 232U2000 beban studi program sarjana sekurang-kurangnya 144 seratus
empat puluh empat SKS dan sebanyak-banyaknya 160 seratus enam puluh SKS yang dijadwalkan untuk 8 delapan semester dan dapat ditempuh dalam waktu
kurang dan 8 delapan semester dan selamalamanya 14 empat belas semester setelah pendidikan menengah.
18
Maka dapat disimpulkan bahwa rentang usia yang ideal untuk mahasiswa kepaniteraan klinik adalah 21-25 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin diperoleh 19 frekuensi responden berjenis kelamin laki-laki Tabel 2. Persentase yang cukup rendah dibandingkan dengan hasil
penelitian laina Tushiva diperoleh hasil sebesar 36,2 frekuensi responden berjenis kelamin laki-laki.
17
Dari perbandingan ini dapat kita lihat mahasiswa kepaniteraan klinik lebih kecil persentasenya berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan yang
berjenis kelamin perempuan, hal ini menunjukkan bahwa fakultas kedokteran gigi lebih banyak diminati oleh perempuan.
Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang mengalami elongasi pada hasil foto radiografi intraoral adalah
sebesar 2 Tabel 3 dan persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan
Universitas Sumatera Utara
klinik yang tidak dapat menganalisa penyebab elongasi pada foto radiografi intraoral adalah sebesar 71 Tabel 4. Pada penelitian yang dilakukan oleh Haghnegahdar A
dkk yang meneliti tentang frekuensi kesalahan umum dalam pembuatan radiografi intraoral yang dilakukan oleh mahasiswa dengan persentase kegagalan elongasi
sebesar 9,4.
3
Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam melihat radiografi yang mengalami elongasi dikategorikan
baik, namun tidak sebanding dengan rendahnya tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam menganalisa penyebab elongasi.
Elongasi dalam radiografi intaoral adalah suatu penyimpangan gambaran gigi
dan jaringan sekitarnya yang terlihat lebih panjang daripada sebenarnya. Elongasi disebabkan karena kesalahan angulasi vertikal. Angulasi vertikal yang terlalu kecil
akan mengakibatkan gambar yang dihasilkan lebih panjang dari yang sebenarnya.
9
Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang mengalami foreshortening pada hasil foto radiografi intraoral adalah
sebesar 94 Tabel 5 dan persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat menganalisa penyebab foreshortening sebesar 72 Tabel 6.
Penelitian yang dilakukan oleh Haghnegahdar A dkk yang meneliti tentang frekuensi kesalahan umum dalam pembuatan radiografi intraoral yang dilakukan oleh
mahasiswa dengan persentase kegagalan foreshortening sebesar 5.
3
Maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik
dalam melihat radiografi yang mengalami foreshortening dan sebanding juga dengan rendahnya tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam menganalisa
penyebab foreshortening. Foreshortening
adalah pemendekan gambar gigi dan jaringan pendukung dari yang sebenarnya disebabkan oleh kesalahan teknik yang dilakukan oleh operator
dengan sudut penyinaran yang terlalu besar dari sinar-x sehingga menyebabkan hasil foto radiografi terlihat lebih pendek.
9
Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang menyebabkan cone cutting sebesar 26 Tabel 7 dan persentase
pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat menganalisa penyebab
Universitas Sumatera Utara
kesalahan cone cutting sebesar 3 Tabel 8. Sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Haghnegahdar A dkk 2013 dengan persentase kegagalan cone
cutting sebesar 18,2 dan didukung juga oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Hui-Lin Chiu dkk 2008 dengan frekuensi kegagalan cone cutting yang dilakukan oleh operator sebesar 27,62 .
3,9
Hal ini menunjukkan bahwa bahwa semakin rendah tingkat kesalahan teknik yang menyebabkan terjadinya cone cutting
yang dilakukan oleh seorang operator maka akan semakin tinggi tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam mengamati hasil foto dan menganalisa
kesalahan cone cutting. Cone cutting
terlihat sebagai zona bening pada radiografi setelah diproses, hal ini disebabkan kesalahan pemusatan sinar yang dilakukan oleh operator yang kurang
memperhatikan keselarasan antara sinar-x terhadap film.
9
Untuk memperbaiki kesalahan ini, operator harus memperhatikan sinar yang dipusatkan kembali pada
daerah yang tidak terpapar. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat
radiografi yang mengalami spot hitam dengan persentase sebesar 16 Tabel 9 dan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat menganalisa
penyebab terdapatnya spot hitam pada film sebesar 70 Tabel 10. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayasinghe R.D dkk 2013 tentang tipe
kesalahan processing secara umum yang sering dilakukan oleh mahasiswa dengan persentase sebesar 5,6.
20
Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa tipe kesalahan processing secara umum sebanding dengan pengetahuan mahasiswa
kepaniteraan klinik dalam melihat radiografi yang mengalami spot hitam namun tidak sebanding dengan rendahnya pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang
penyebab dari kesalahan hasil foto radiografi tersebut. Sport
hitam adalah gambaran titik hitam dark sport yang terdapat pada radiografi intraoral. Spot hitam dapat menimbulkan diagnosa yang salah sebagai
sebuah kelainan patologis. Apabila ada spot hitam terdapat pada bagian mahkota dapat didiagnosa sebagai karies, sedangkan apabila spot hitam terdapat pada bagian
apikal dan periapikal dapat didiagnosa sebagai kelainan apikal dan periapikal. Untuk
Universitas Sumatera Utara
itu dituntut kemampuan mahasiswa kepaniteraan klinik untuk mengidentifikasi spot hitam sebagai sebuah hasil kegagalan radiografi. Spot hitam terjadi akibat kesalahan
penanganan film oleh operator yaitu terjadinya kontak antara film dengan larutan developer.
Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang mengalami dense image dengan persentase sebesar 57 Tabel 11
dan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam menganalisa penyebab dense image sebesar 18 Tabel 12. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Haghnegahdar A dkk memperoleh hasil kegagalan processing pada hasil foto radiografi dengan persentase 2,2.
3
Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kesalahan dalam processing film yang dilakukan mahasiswa seharusnya berbanding
lurus dengan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam melihat dan menganalisa dense image pada hasil foto radiografi, namun dari hasil yang diperoleh
berbanding terbalik, mahasiswa tidak dapat menginterpretasikan dense image namun cukup baik dalam menganalisa penyebab dense image.
Dense image adalah hasil foto radiografi yang terlihat gelap dark
radiograph yang disebabkan oleh kosentrasi larutan developer yang terlalu tinggi
yang tidak disesuaikan dengan waktu developing yang tepat, sehingga menyebabkan gambar terlihat lebih gelap dari yang seharusnya.
6,17,18
Perhatian operator terhadap pengaturan waktu dan suhu larutan developer menjadi point terpenting dalam
processing film, sehingga kegagalan dense image dapat ditanggulangi.
Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual tentang kesalahan dan kegagalan pembuatan radiografi intraoral dikategorikan menjadi tiga
berdasarkan total skor maksimal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa secara individual dikategorikan baik sebesar 26 atau
sebanyak 26 orang Tabel 13, kategori sedang sebesar 67 atau sebanyak 67 orang Tabel 13, kategori kurang 7 atau sebanyak 7 orang Tabel 13. Dari hasil
penelitian ini persentase terbesar tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dikategorikan sedang 67.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dalam melihat kegagalan dalam foto radiografi intraoral dikategorikan menjadi tiga
berdasarkan total skor maksimal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa secara individual dikategorikan baik sebesar 24 atau
sebanyak 24 orang Tabel 14, kategori sedang sebesar 27 atau sebanyak 27 orang Tabel 14, kategori kurang 49 atau sebanyak 49 orang Tabel 14. Dari hasil
penelitian ini persentase terbesar tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dalam melihat kegagalan hasil foto radiografi dikategorikan kurang
49. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dalam
menganalisa kesalahan dalam pembuatan radiografi intraoral dikategorikan menjadi tiga berdasarkan total skor maksimal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat
pengetahuan mahasiswa secara individual dikategorikan baik sebesar 71 atau sebanyak 71 orang Tabel 15, kategori sedang sebesar 25 atau sebanyak 25 orang
Tabel 15, kategori kurang 4 atau sebanyak 4 orang Tabel 15. Dari hasil penelitian ini persentase terbesar tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik
secara individual dalam menganalisa kesalahan dalam pembuatan radiografi intraoral dikategorikan baik 71.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN