bergantung pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri danberhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa danperistilahannya Moloeng, 2000:
3. Penelitian kualitatif memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
1. Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan entity.
2. Menggunakan metode kualitatif. 3. Menggunakan analisis data secara induktif.
4. Menggunakan teori dari dasar grounded theory, penyusunanteori berasal dari data yang ada karena tidak ada teori aprioriyang dapat
mencakup kenyataan ganda yang mungkin akandihadapi. 5. Lebih banyak mementingkan segi proses daripada hasil
karenahubungan bagian-bagian yang diteliti akan jauh lebih jelas biladiamati dalam proses
6. Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, reliabilitas danobjektivitas dalam versi lain dibanding yang lazim digunakanpada
penelitian klasik 7. Menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikandengan
kenyataan lapangan. Penelitian ini akan menggunakan metode analisis isi dengankonteks
framing. Tidak seperti analisis isi konvensional yang secara tipikaldifokuskan pada muatan isi teks berita yang manifest, analisis framing lebih difokuskan pada
komentar-komentar interpretative di sekitar isimanifest tersebut.
3.2 Objek Penelitian
Majalah Tempo memiliki sejarah panjang di negeri ini.Kantor Majalah MingguanTempo yang beraksi di Jalan Proklamasi No.72, Jakarta, itu tak bisa
dilepaskan denganperkembanganpemerintahan di Indonesia. Adilnya cukup besar baik dalam membantupenegakan hukum, memberikan wawasan kepada
masyarakat dan masih banyak lagi.Walaupun pernah ditutup, pada 21 Juni 1994 oleh Pemerintahan Orde Baru tetapi terushidup dan semakin eksis.
Saat ini Majalah Tempo, The Leading News Magazine di Indonesia dengan pembaca 535.000 orang.Sebagai majalah tertua di Indonesia yang diluncurkan di
Universitas Sumatera Utara
bulan Maret 1971, majalah ini adalah pemegang rekor media yang paling sering dibredel.Halini membukt ikan bahwa Tempo lebih mengutamakan independesi,
walaupun hal tersebutbukanlah hal yang ringan dan mudah. Sejak diterbitkan kembali, dengan mengharmonikan tahunan pengalaman
denganenergi darah muda, tidaklah mudah bagi Tempo untuk dapat kembali memimpin industrimajalah di tengah persaingan dan menjamurkan majalh-
majalah baru.Saat ini Majalah Tempo telah kembali melayani sekita 535.000 pembaca yangberasal dari pembaca yang tetap loyal, sekaligus memikat hati
pembaca muda yangberasal dari kalangan orang perkotaan dari kelas menengah atas. Mereka tentunya mapansecara ekonomis, berpendidikan dan diharapkan
menjadi motor perkembangan bangsa ini. Tempo
merupakan sebuah gambaran dalam industri pers Indonesia.Majalah ini menjadi salah satu media tertua di Asia
Tenggara.Kegigihannya untuk memperjuangkan kemerdekaan jurnalisme telah membuat Tempo menjadi sebuah legenda dalam sejarah industri Pers
Indonesia.Pada saat dilarang terbit pada tahun 1982 dan 1994, Tempo tidak berhenti menyuarakan perjuangannya dan telah menjadi salah satu sarana
kemerdekaan pers yang dinikmati Indonesia saat ini.Jatuh-bangun, naik-turun, bukan sekadar hal yang biasa.Itu bagaikan dua sisi mata uang dalam
pengalamannya.Sebagai majalah berita tertua di negeri ini Pontoh, 2005:30. Majalah mingguan ini terbit perdana pada April 1971 dengan berita utama
mengenai cedera parah yang dialami Minarni, pemain badminton andalan Indonesia di Asean Games Bangkok, Thailand. Dimodali Rp 20 juta oleh Yayasan
Jaya Raya milik pengusaha Ciputra; digawangi oleh mereka para seniman yang mencintai pekerjaannya dan para wartawan berpengalaman yang dipecat atau
keluar dari tempat kerja sebelumnya: Ekspress, Kompas, dan lainnya. Para seniman dan wartawan itu adalah Goenawan Mohamad Ketua
Dewan Redaksi, Bur Rasuanto Wakil Ketua, Usamah, Fikri Jufri, Cristianto Wibisono, Toeti Kakiailatu, Harjoko Trisnadi, Lukman Setiawan, Syu’bah Asa,
Zen Umar Purba, Putu Wijaya, Isma Sawitri, Salim Said, dan lainnya. Satu orang
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan dari Yayasan Jaya Raya juga turut serta mengelola Tempo, yaitu Eric Samola.
Nama Tempo dipilih karena; pertama, singkat dan bersahaja, enak diucapkan oleh lidah orang Indonesia dari segala jurusan; kedua, terdengar netral,
tidak mengejutkan dan tidak merangsang; ketiga, bukan simbol sebuah golongan; dan keempat, Tempo adalah waktu.
Edisi pertama Tempo laku sekira 10.000 eksemplar.Disusul edisi kedua yang laku sekira 15.000 eksemplar. Progress penjualan oplah ini menepis
keraguan Zainal Abidin, bagian sirkulasi Tempo, yang menganggap majalah ini tidak akan laku. Selanjutnya, oplah Tempo terus meningkat pesat hingga pada
tahun ke-10, penjualan Tempo mencapai sekira 100.000 eksemplar. Dalam perjalanannya, terjadi dualisme kepemimpinan di tubuh Tempo
antara Goenawan dengan Bur. Keduanya memiliki perbedaan ide dasar. Goenawan ingin Tempo bergaya tulis feature bercerita, sedangkan Bur
cenderung ke news. Keduanya pun sering berbeda paham dan saling bertolak pendapat.
Puncaknya pada saat Bur melemparkan air kopi ke arah Goenawan.Tindakan yang dianggap kelewatan oleh Goenawan hingga dia
meminta kepada Eric Samola untuk memutuskan, apakah dia yang keluar atau Bur. Akhirnya Bur yang mengundurkan diri dari Tempo.
Pembredelan I: Pada 12 April 1982, di usia yang ke-12 tahun, Tempo dibredel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Ali
Moertopo Menteri Penerangan. Tempo dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia PWI
yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota. Diduga, pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye
partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut.
Pada 7 Juni 1982, pembredelan Tempo dicabut setelah Goenawan membubuhkan tanda tangan di secarik kertas. Secarik kertas itu berisi permintaan maaf Tempo
dan kesediaan untuk dibina oleh pemerintah.Waktu itu, Goenawan tidak punya pilihan lain memang.
Universitas Sumatera Utara
Pembredelan II, pada 21 Juni 1994, Tempo kembali dibredel bersama saudara tirinya: Editordan majalah yang sedang berkembang: Detik. Kali ini
penyebabnya adalah berita Tempo terkait pembelian pesawat tempur eks Jerman Timur oleh BJ Habibie.Berita tersebut tidak menyenangkan para pejabat militer
karena merasa otoritasnya dilangkahi. Namun, diduga, penyebab dasarnya adalah karena Presiden Soeharto tidak suka Tempo dari dulu; berita BJ Habibie hanyalah
alasan pembenaran.Majalah Tempo, 6 Maret 2012 Kalau dulu syarat terbit kembali sangat mudah, hanya bertanda tangan di
secarik kertas, kali ini sangat sulit. Keluarga Presiden Soeharto yang diwakili Hasyim Djojohadikusumo, adik Prabowo Subianto, dalam penjelasannya kepada
Erick Samola di sebuah pertemuan di hotel memberikan syarat: berita Tempo harus diketahui oleh mereka Keluarga Presiden Soeharto, pemimpin redaksi
harus ditentukan oleh mereka, dan mereka bisa membeli saham Tempo. Jajaran pemimpin Tempo mendiskusikan syarat tersebut.Semuanya
kemudian bersepakat untuk menolaknya.Mereka rela Tempo tidak pernah terbit lagi.Ini adalah persoalan integritas diri, alasannya. Pembredelan tiga media
tersebut di atas menyulut pelbagai demonstrasi massa. Salah satunya, demonstrasi berdarah pada 27 Juni 1994 oleh para aktifis, mahasiswa, dan buruh.Di tubuh PWI
juga terjadi demonstrasi.Sebagian wartawan seperti Ahmad Taufik, Dita Indah Sari, dan lainnya sepakat untuk mendirikan Aliansi Jurnalis Independen
AJI.Mereka menuduh PWI berdiri di bawah ketiak pemerintah. Walau pun dibredel, Tempo punya cara sendiri untuk tetap eksis dan
menyapa pembacanya. Pada 1996, Tempo meluncurkan majalah digital pertama di Indonesia: Tempo Interaktif, melalui situs www.tempo.co.id. Karena beredar di
dunia maya, majalah ini lolos dari jangkauan pembredelan. Meskipun Tempo tetap eksis, sebagian wartawannya tidak tahan hidup
tanpa penghasilan yang jelas. Mereka pun keluar: Lukman Setiawan, Mahtoem Mastoem, Harjoko Trisnadi, Herry Komar, Amran Nasution, dan Agus Basri.
Mereka kemudian mendirikan majalah Gatra yang dimodali Bob Hasan, pengusaha dan orang kepercayaan Presiden Soeharto. Sebagian yang lain
bergabung di majalah Forum dan tabloid Kontan. Majalah Tempo, 6 Maret 2012
Universitas Sumatera Utara
Jatuhnya Presiden Soeharto pada reformasi 21 Mei 1998 dan naiknya BJ Habibie sebagai Presiden memberi angin segar bagi masa depan Tempo. Ya, benar
saja, BJ Habibie mencabut pembredelan Tempo dan mengizinkannya untuk terbit
kembali.
Gayung bersambut, awak Tempo bergerak.Sekira 40 orang berkumpul di Teater Utan Kayu untuk memikirkan Tempo baru. Hasilnya, melalui PT Arsa
Raya Perdana dan dengan investasi baru sekira Rp 5 milliar, Tempo edisi perdana pascabredel terbit pada Selasa, 6 Oktober 1998.
“Kami makin sadar: ada sesuatu yang lebih berharga ketimbang nafkah dan kepuasan profesional, yakni kemerdekaan dan harga diri,” tulis editorial
perdana Tempo pascabredel.Perkembangan Tempo pascabredel sangat progress. Oplah mencapai sekira 60 ribu eksemplar tiap kali terbit, mengalahkan majalah
pesaing: Gatra, Forum, Panji Masyarakat, dan Gamma. Begitu pula dari sisi iklan, Tempo meraih 41 porsi iklan dibandingkan para pesaingnya tersebut.
Persentase tersebut meningkat pada tahun 2000 menjadi 50 dan pada tahun 2005 menjadi 70.
Perkembangan yang luar biasa tersebut membuat manajemen menerbitkan Tempo dalam edisi Inggris bernama Tempo Magazine pada 12 September
2000.Edisi Inggris ini terbit tiap minggu, dua hari setelah edisi Indonesia terbit.Oplahnya lumayan, laku sekira 7 ribu eksemplar di edisi
perdananya.Intinya, Tempo kini bisa dibeli di luar negeri dan dibaca oleh orang asing.
Pada 6 Nopember 2000, Tempo menjadi media pertama yang masuk bursa saham go public. Nama PT Arsa Raya Perdana diganti menjadi PT Tempo
Media Inti supaya mudah dikenali. Pada penawaran perdananya, Tempo menawarkan 200 juta saham dan 100 juta warran guna maraup dana segar Rp 75
milliar.
Terbit dengan 120,000 eksemplar per-minggu dengan jumlah pembaca 535,000.Jaringan distribusi yang merata di Jakarta 44,5, Botabek 27,3
Bandung 4,1,Medan 3,4, Yogyakarta 2,1, Sleman-Bantul 2,4, Palembang 3,4 dan Denpasar 0,90. Cakupan pembaca Majalah TEMPO
adalah 71 pria dan 21 wanita.Jenispekerjaan terbanyak 55 adalah white
Universitas Sumatera Utara
collar. Untuk pendidikan, 65 pembaca Tempo adalah lulusan SMA dan post graduate dengan tingkat pengeluaran kelas AB 65.
3.3 Subjek Penelitian