BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004 adalah yang pertama kali terjadi dalam sejarah Republik Indonesia. Sebelumnya, pemilihan presiden
diadakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR. MPR pada masa lalu terdiri dari anggota-anggota DPR, Utusan Golongan, dan Utusan Daerah. Pada
masa kepemimpinan Presiden Soeharto, sebagian besar anggota MPR ditunjuk dan diberhentikan oleh presiden, sehingga memungkinkan Soeharto menjabat
presiden berulang kali. Kala itu pilpres dilaksanakan dua putaran karena sesuai UU Nomor 23
Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, untuk dapat terpilih menjadi presiden, kandidat harus memperoleh minimal 50 persen dari jumlah
suara sah dan mendapatkan minimal 20 persen suara di sepertiga propinsi yang ada di Indonesia pada putaran pertama. Apabila tidak ada kandidat yang
memenuhi persyaratan tersebut, maka diadakan pemilihan putaran kedua, dimana kandidat yang memperoleh suara terbanyak akan menjadi presiden.
Pada putaran pertama pemilihan presiden 2004 ini ada lima kandidat yang bertarung. Mereka adalah Wiranto, Presiden Megawati, Amien Rais, Susilo
Bambang Yudhoyono, dan Wakil Presiden Hamzah Haz. Wiranto adalah purnawirawan jenderal yang menjabat Menteri Pertahanan
dan Keamanan merangkap sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ketika terjadi gerakan reformasi pada tahun 1998. Susilo Bambang
Yudhoyono adalah purnawirawan jenderal juga dengan jabatan terakhir adalah Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan. Sedangkan Amien Raisadalah
ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat saat ini dan juga tokoh kunci dalam gerakan reformasi.
Dari lima kandidat tersebut, Megawati dan Yudhoyono berhasil masuk dalam putaran kedua pemilihan presiden. Megawati memperoleh 26,6 persen dan
Yudhoyono memperoleh 33,6 persen suara sah. Dalam putaran kedua ini,
Universitas Sumatera Utara
Megawati yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi sebagai calon wakil presiden, mendapatkan dukungan dari partai-partai besar seperti Partai Demokrasi
Indonesia-Perjuangan yang dipimpinnya, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Damai Sejahtera, dan partai-partai kecil lainnya. Sementara
itu, Susilo BambangYudhoyono mendapat dukungan penuh dari Partai Demokrat yang mencalonkannya dan Partai Keadilan Sejahtera serta beberapa partai kecil
lainnya. Selain itu, Yudhoyono juga mendapatkan dukungan tidak resmi dari Partai Amanat Nasional yang dipimpin Amien Rais dan Partai Kebangkitan
Bangsa. Selanjutnya pilpres Tahun 2009 diselenggarakan untuk memilih presiden
serta wakilnya periode 2009-2014. Pasangan SBY-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung memperoleh suara 60,8 persen
mengalahkan pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Tahun ini pilpres akan kembali digelar pada bulan Juli nanti. Flyer dan
spanduk nama-nama bakal calon presiden telah tersebar diseluruh penjuru negeri. Tak terkecuali media massa yang yang kian memberitakan sosok-sosok calon
presiden yang siap bertarung menggantikan kepemimpinan SBY dua periode ini. Meski KPU belum resmi mengumumkan nama yang sah, beberapa telah
mengikrarkan diri sebagai calon presiden dan wakilnya. Salah satunya adalah Ketua Umum Partai Golkar yakni Aburizal Bakrie
yang telah disahkan menjadi Calon Presiden dari hasil Rapat Pimpinan Nasional Rapimnas Juni 2012 lalu. Tidak hanya mengikrarkan sebagai calon pilpres
beberapa strategi untuk menjulang elektabilitas pun dilakukan. Antara lain adalah membentuk Tim ARB yang bertugas menentukan kemana saja Aburizal pergi,
termasuk setting pertemuan dan jumlah pesertanya. Tim ARB dipimpin oleh Rizal Malarangeng dan Fuad Hasan Mansyur.
Wajah Aburizal Bakrie muncul setiap waktu di stasiun televisi miliknya. Catatan Komisi Penyiaran Indonesia menunjukkan pariwara Ketua Umum Partai
Golkar itu dipasang di TV One kepunyaanya bervariasi sejak pukul 03.00 hingga 23.00. Selain itu berita-berita tentang dia ditayangkan stasiun televisi yang sama
setiap hari. Sementara waktu pilpres semakin dekat, aneka lembaga survey yang relative independen menyimpulkan tingkat kepopulerannya masih satu digit. Ia
Universitas Sumatera Utara
kalah jauh dibanding Gubernur Jakarta Joko Widodo dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto. Elektabilitas Aburizal juga kalah jauh
dibandingkan dengan tingkat keterpilihan Partai Golkar, yang ia pimpin sejak 2009. TEMPO, 25 November
Lalu, siapa sebenarnya sosok Aburizal yang tengah berjuang keras menduduki kursi nomor satu di Indonesia tersebut?. Namanya tentu tidak akan
kita jauhkan dari kasus Lumpur Lapindo yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur pada 2006 silam. Juga kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang mengaku
mendapat suap dari PT Bumi Resource Tbk untuk memanipulasi pajak perusahaan ini.
Aburizal Bakrie adalah salah satu pengusaha ternama di Indonesia yang awalnya mewarisi usaha ayahnya Achmad Bakrie yakni PT Bakrie Brothers. Ia
lahir di Jakarta 15 November 1946. Kemudian Aburizal tumbuh sebagai remaja Ibu Kota ketika usaha ayahnya berkembang pesat. Ia berhasil meraih gelar
Insinyur dari Institut Teknologi Bandung. Sepeninggal Achmad Bakrie 1988. Aburizal melanjutkan tongkat
kepemimpinan PT Bakrie Brothers bersama ketiga adiknya. Pada pertengahan 1997, krisis melanda dunia finansial Asia, mulai dari Thailand, dan kemudian
menyebar ke semua jurusan, termasuk Indonesia. Periode sulit itu berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Pada
pertengahan 2001. Bersama adik-adiknya, Aburizal memutuskan untuk merambah bisnis baru, yaitu bisnis energi, khususnya batubara, sebuah bisnis yang waktu itu
belum banyak dilirik. Tanpa modal, dengan hanya berbekal kepercayaan, penciuman, serta jaringan perkawanan, Ia mulai mengakuisi beberapa perusahaan
batubara. Keberuntungan rupanya datang bergandengan, dan dengan sukses di bidang energi, Ia dan adik-adiknya merambah ke berbagai bidang lainnya secara
cukup agresif, seperti properti, perkebunan, dan infrastruktur. Itulah periode kebangkitan kembali yang cukup mengesankan. Ia berhasil
membangun lagi sebuah kelompok usaha yang lebih besar daripada sebelumnya, pada terbitan tahun 2008, Majalah Forbes menempatkannya dalam posisi nomor
satu pada daftar orang terkaya di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Sukses ini menghidupkan lagi keinginannya untuk aktif dalam dunia filantropi dan kegiatan sosial. Selain itu, Ia juga membantu berdirinya Freedom
Institute, mendirikan Yayasan Bakrie Untuk Negeri, serta Universitas Bakrie yang memberikan beasiswa penuh bagi banyak pelajar dari berbagai daerah. Pada
tingkat internasional, Ia membiayai pembentukan Bakrie Chair for Southest Asian Studies of Peace and Democracy di lembaga dunia ternama, Carnegie, Amerika
Serikat, serta mendirikan lembaga yang sama di Nanyang Technological University, Singapura.
Di tengah proses kebangkitan kembali bisnis keluarganya, hidup dan karier Ia berubah. Ia beralih, meninggalkan dunia usaha dan masuk dalam dunia
pemerintahan. Ia menyerahkan kepemimpinan usaha kepada kalangan profesional. Pada Oktober 2004, Ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam
kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Setelah lebih setahun sebagai Menko Perekonomian, Ia beralih tugas
menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Menko Kesra. Posisinya digantikan oleh Prof Boediono, yang kemudian menjadi Wakil Presiden dalam
pemerintahan SBY berikutnya. Menjelang berakhirnya masa bakti kabinet pertama Presiden SBY pada Oktober 2004, ARB memutuskan untuk terjun
langsung dalam dunia politik kepartaian. Bersaing cukup ketat dengan Surya Paloh, ia terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar, menggantikan Jusuf Kalla,
dalam Munas Musyawarah Nasional di Pekanbaru, Riau. Jalan hidupnya berubah lagi: dari pengusaha nasional, menteri koordinator, kini pimpinan
tertinggi partai tertua dan salah satu partai terbesar di Indonesia. Aburizal ditetapkan sebagai kandidat presiden dalam Rapat Pimpinan Nasional Rapimnas
ke-3 Partai Golkar, Juni 2012. httpARB2014.com Akhir November tahun lalu, Majalah TEMPO secara khusus menerbitkan
sebuah pemberitaan sebagi laporan utama mengenai sosok Aburizal Bakrie ARB dalam perannya sebagai calon presiden 2014 ini. Sajian liputan mendalam dengan
gaya narasi khas TEMPO membeberkan beragam fakta tentang sosok ARB sebagai calon presiden.
Media bukanlah saluran yang bebas, tempat semua kekuatan sosial saling berinteraksi dan berhubungan. Sebaliknya, media hanya dimiliki oleh kelompok
Universitas Sumatera Utara
dominan, sehingga mereka lebih mempunyai kesempatan dan akses untuk mempengaruhi dan memaknai peristiwa berdasarkan pandangan mereka. Media
bahkan menjadi sarana dimana kelompok dominan bukan hanya memantapkan posisi mereka, tetapi juga memarjinalkan dan meminggirkan posisi kelompok
yang tidak dominan Eriyanto, 2001:53. Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.
Media juga dipandang sebagai mediator oleh wartawan dalam menuangkan pola pikirnya sehingga mampu membingkai pemberitaan yang ditulisnya.
Perangkat analisis yang digunakan peneliti adalah analisis framing. Framing dalam perspektif ilmu komunikasi dipakai untuk membedah cara-cara
atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dam pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna,
lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan
untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita Sobur, 2004 : 162.
Sedangkan analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah model framing Framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami
framing sebagai seperangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Jadi perangkat wacana akan saling
mendukung satu dengan yang lainnya menuju sauatu titik pertemuan yaitu ide sentral dari suatu berita.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti citra Aburizal Bakrie terkait pemilu presiden 2014 di Majalah TEMPO.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Fokus Masalah