Peran Perkampungan budaya Betawi Setu Babakan Dalam Melestarikan Dan Mengembangkan Budaya Betawi (2004-2007)

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil jiplakan dari karya orang
lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Juni 2008

Yulia Kartika

ABSTRAKSI
YULIA KARTIKA
NIM 1040 22000 825
PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN DALAM
MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA BETAWI ( 2004 2007).
Setu Babakan dapat dikatakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi karena

Pelestarian dan Pengembangan yang dilakukan untuk kebudayaan Betawi baik dari
segi social masyarakat, keagamaan dan kesenian yang sangat menonjol adalah dalam
bidang kesenian seperti : adanya pertunjukkan–pertunjukkan seni musik, teater, dan
tari yang masing–masing mendapatkan pengaruh dari Negara lain seperti : Cina,
Arab, Eropa, dan sebagainya. Mengadakan juga pelatihan – pelatihan, lomba atau
festival kesenian Betawi baik musik, teater, dan tari.
Dalam bidang keagamaan dengan, menyelenggarakan perayaan–perayaan hari
besar Islam seperti : maulud, Isra Mi’raj, dan adanya sarana peribadatan Islam seperti
masjid Baitul Ma’mur dan mushollah PBB ( Perkampungan Budaya Betawi ), adanya
kegiatan di bulam Ramadhan dan juga pekan lebaran dan sebagainya.
Dalam bidang social masyarakat, masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara
mewariskan adat istiadat Betawi dengan ikut melestarikan budaya Betawi dengan
membangun rumah–rumah tradisional Betawi serta lingkungan asri Betawi dengan
penanaman pepohonan yang bermanfaat yang kita jumpai apabila kita kita melihat
film–film documenter Betawi tanaman–tanaman langka yang jarang kita lihat di
kota–kota besar serta menjadi cerita–cerita orang–orang zaman dahulu.
Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah yang memang
berfungsi sebagai sarana pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, penelitian,
Pelestarian dan Pengembangan, serta pariwisata dan bertujuan membina dan
melindungi secara sungguh–sungguh dan terus menerus menata kehidupan serta

nilai–nilai seni budaya Betawi, menciptakan dan menumbuh kembangkan nilai–nilai
seni budaya Betawi, mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik
sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi. Yang memiliki
beraneka ragam kebudayaan mulai dari peralatan dan perlengkapan hidup, mata
pencaharian hidup, dan system ekonomi, kemasyarakatan, makanan, bahasa,
kesenian, pengetahuan dan religi yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
Setu Babakan dikatakan berhasil dalam Melestarikan dan Mengembangkan
Budaya Betawi walaupun masih kurang disana sini misalnya fasilitas–fasilitas,
keberhasilannya dapat dilihat dari banyaknya kegiatan-kegiatan seperti pelatihanpelatihan, pertunjukkan, festival, lomba, parade dan sebagainya. Perkampungan
Budaya betawi Setu Babakan juga sudah banyak dikalangan masyarakat mancanegara
yang berkunjung kesana khususnya pada hari libur sabtu dan minggu bahkan pada
hari besar Nasional. Walaupun demikian Tim Pengelola Setu Babakan tetap terus
berusaha. Apabila terdengar kabar–kabar yang kurang enak itu karena para
pengunjungnya yang kurang mengerti, memahami serta menghormati tempat ini dan
yang menjadi tugas kita bersama untuk menjaga dari hal –hal tersebut.

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini dengan judul “ Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam

Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi ( 2004 – 2007).
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan karena pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis
sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik serta
tanggapan yang konstruktif dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapakan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain :
1. Bpk. Dr Abd. Choir selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora yang juga
selaku pembimbing skripsi, dan beliaulah yang telah memberikan banyak
bimbingan kepada penulis, terutama masalah–masalah yang

sangat

substansial dan esensial dalam penulisan skripsi ini. Serta Staf jajarannya di
Fakultas Adab dan Humaniora yang telah meluangkan waktunya dalam
penyusunan skripsi ini hinga selesai.
2. Drs. Nurhasan, selaku Dosen mata kuliah seminar skripsi sehingga saya dapat
mengadakan seminar skripsi dan dapat menyusun proposal skripsi dan akan
berlanjut kembali.
3. Bapak ( Kostaman Martadijaya .alm.), Ibu ( Barkah Taufik Miftah Balweel ),

Uwa ( Mak’sum ), Kakak ( Vera dan Rohmani ), Adik ( Firyal ) dan teman–
teman

SPI

angkatan

2004

juga

teman–teman

(Guru-guru

TPA

BAITURRAHMAN dan Guru –guru Bimbingan Belajar QUANTUM
SMART ) yang telah membantu dan memberikan motivasi yang sangat besar
peranannya dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga selesai.

4. Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan khususnya Bpk.
Indra Sutisna Sebagai Ketuanya dan masyarakatnyayang telah mengizinkan
menjadi objek penelitian dalam skripsi ini serta meluangkan waktunya dalam
wawancara.
Mudah–mudahan atas segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama
menjalani pendidikan mendapatkan Ridho dari Allah SWT. Akhir kata semoga
skripsi ini sedikitnya dapat memberikan sumbangan pikiran dan saran untuk
perkembangan dan pendidikan.

Jakarta, 4 Juni 2008

Yulia Kartika

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iii
BAB.1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang Masalah ……………………………………………….. . 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan …………………………………………….. 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………………. 2

1.4 Lingkup Permasalahan …………………………………………………

3

1.5 Arti Penting Penelitian ………………………………………………….. 4
1.6 Tinjauan Terdahulu ……………………………………………………... 4
1.7 Landasan Teori …………………………………………………………. 5
1.8 Metode Penelitian ……………………………………………………… 8
1.9 Sistematika Penulisan …………………………………………………... 8
BAB.2 MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA.
2.1 Asal Kata Betawi ……………………………………………………… 11
2.2 Asal Usul Masyarakat Betawi ………………………………………… 12
2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi ……………………………… 23
2.4 Kebudayaan Masyarakat Betawi ………………………………………. 26
2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup ………………………………….. 26
2.4b Mata Pencaharian dan Sistem Ekonomi ……………………………

36

2.4c Sistem Kemasyarakatan ……………………………………………


37

2.4d Sistem Bahasa ………………………………………………………

41

2.4e Kesenian ……………………………………………………………

46

2.4f Sistem Pengetahuan …………………………………………………

57

2.4g Sistem Religi ………………………………………………………

58

BAB.3 PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SEBAGAI

PENDUKUNG MASYARAKAT BETAWI.
3.1 Latar belakang dan Sejarah Pembangunan PBB Setu Babakan ……

61

3.2 Keadaan masyarakat PBB Setu Babakan ……………………………

66

3.3 Keadaan Lingkungan Sekitar PBB Setu Babakan…………………… 69
3.4 Keadaan Lingkungan Luar PBB Setu Babakan …………………….

74

BAB.4 PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN
DALAM

MELESTARIKAN

DAN


MENGEMBANGKAN

BUDAYA

BETAWI (2004-2007).
4.1 Peran Pelestarian.
4.1a Bidang Sosial Kemasyarakatan ………………………………… 78
4.1b Bidang Keagamaan ……………………………………………… 79
4.1c Bidang Kesenian ………………………………………………… 80
4.2 Peran Pengembangan
4.2a Bidang Sosial Kemasyarakatan ………………………………

81

4.2b Bidang Keagamaan ……………………………………………… 82
4.2c Bidang Kesenian ………………………………………………… 83
BAB. 5 PENUTUP
5.1Kesimpulan………………………………………………………………90
5.2 Saran ………………………………………………………………....... 91


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….95
LAMPIRAN

BAB. I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Udara yang sejuk dan suasana yang asri ala perkampungan Betawi tempo dulu
sudah jarang sekali kita lihat sekarang di tengah-tengah kota Jakarta yang panas
dan identik dengan macet membuat polusi udara dan panas akibat kemajuan
zaman.
Tetapi lain soal, jika kita melihat di pinggir kota Jakarta ada suatu
perkampungan Betawi bernama Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
yang asri dan sedikit tradisional dimana masyarakatnya masih memegang tradisi
dan adat istiadat Betawi seperti perkawinan, selametan, nginjek tanah dan lain
sebagainya. Yang sengaja dibuat untuk dibuat untuk melestarikan dan
mengembangkan budaya Betawi dari bidang social masyarakat, keagaman, dan
keseniannya. Setelah kita melewati pintu gerbang utama “Bang Pitung” kita dapat
melihat rumah tradisional Betawi walaupun ada sedikit perubahan dari rymah
tersebut, banyak pepohonan di latar rumah yang ditata rapi. Dan seringnya

terdengar lagu tradisional serta pertunjukan tradisional dan tarian khas Betawi
apalagi bila kesana pada hari libur sabtu dan minggu disana ramai sekali
dikunjungi baik wisatawan atau peneliti, serta kelengkapan sarana penunjang
seperti museum, tempat ibadah, serta tempat pertunjukkan yang menambah betah
pengunjung yang menikmati kuliner Betawi di depan Setu Mangga Bolong dan
Setu Babakan sambil menaiki perahu, bersepeda air, dayung dan memancing.

Jadi jika kita membahas tentang Kebudayaan, Pengembangan serta Pelestarian
budaya Betawi pantaslah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dijadikan
objek dalam penulisannya yang dapat menumbuhkan pemahaman, kecintaan serta
keingintahuan di segala bidang semua kalangan. Oleh karena itu saya mengambil
tempat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini sebagai objek dari penulisan
skripsi ini yang berjudul “ Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Dalam
Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004 – 2007”1.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah.
Permasalahan pokoknya ialah kebudayaan Betawi dengan studi kasus Setu
Babakan tahun 2004 – 2007. Kajian mengenai penelitian ini difokuskan terhadap
permasalahannya di bidang Antropologi untuk itu pelacakan atas peristiwa-peristiwa
serta penjabaran permasalahan tersebut, akan di pandu melalui pertanyaan-pertanyaan
utama sebagai berikut :
1. Bagaimanakah asal-usul Betawi?
2. Bagaimanakah latar belakang dan keadaan di Perkampungan Budaya Betawi
Setu Babakan?
3. Sejauh mana upaya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam
Melestarikan Budaya Betawi dan Mengembangkan Budaya Betawi?
1.3 Tujuan dan Manfat Penelitian.
1. Sebagai syarat kelulusan dan memperoleh Gelar Sarjana.
2. Agar lebih dapat memahami Kebudayaan Betawi.
3. Dapat memberikan informasi kepada Sang Pembaca.
1

Observasi lapangan PBB setu babakan.

4. Dapat sedikit Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi melalui
penulisan ini.
5. Untuk Perkampungan Budaya Betawi dapat membantu memperkenalkan lebih
dalam kepada masyarakat luas khususnya para Mahasiswa/I UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.4 Lingkup Permasalahan.
Penelitian ini berupaya mereskontruksi Peran Perkkampungan Budaya Betawi
Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004-2007,
untuk itu haruslah di pahami terlebih dahulu kondisi kedaerahan tempat dimana
kebudayaan itu dilestarikan dan dikembangkan, tinjauan terhadap kondisi-kondisi
yang relevan dengan pokok permasalahan, ialah mengenai letak geografis, sejarah,
keadaan masyarakat dan lingkungan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
Wilayah ini pendudukanya berlatar belakang etnis Betawi. Mereka yang mengaku
sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan
Bangsa. Hasil perkawinan antar etnis dan bangsa di masa lalu dan mayoritas
penduduknya agama Islam. Kebudayaannya bersifat campur aduk seperti dialek
Betawi, kesenian yaitu gambang kromong berasal dari seni musik Tiongkok, rebana
dari tradisi musik Arab, Keroncong Tugudengan latar belakang Portugis–Arab,
Tanjidor berlatar belakang ke-Belanda-an.
Mengenai kebudayaan Betawi yang mencakup beberapa hal seperti dibahas
sebelumnya ada di sini seperti : museum, foto-foto jawara seperti Bang Pitung, Nyai
Dasima, Pameran roti buaya dan benda-benda tradisional lainnya seperti lampu,
bangku, meja dan sebagainya. Sebelum masuk kesana harus melewati pintu gerbang

Bang Pitung, dan akan melewati lingkungan pemukiman penduduk yang
bermayoritas Betawi asli sebagian campuran dan perkebunan rakyat. Banyak jajanan
tradisional dan pertunjukkan seni Betawi seperti qasidah, marawis, keroncong,
gambang kromong, lenong, gambus, sampai tari khas Betawi yang diadakan di
sebuah panggung yang luasnya 60 persegi panjang. Dengan adanya kegiatan-kegiatan
tersebut menjadikan tempat ini sebagai pelestarian kebudayaan Betawi dan sebagai
sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya Betawi lebih lanjut.
1.5 Arti Penting Penelitian.
Pembahasan tentang skripsi ini menarik untuk ditulis mengingat penelitian
tentang Betawi jarang dilakukan jadi juga agar mengangkat dan melestarikan
kebudayaan Betawi jadi melalui tulisan ini orang dapat mengetahui sedikit banyak
tentang kebudayan Betawi dan tempat bernama Setu Babakan.
Kebudayaan Betawi mempunyai ciri khas tersendiri karena kaumnya
berketurunan campuran aneka suku dan bangsa jadi kaya akan kebudayaan seperti
Tiongkok, Belanda, Arab, dan sebagainya sehingga sangat menarik dibicarakan dan
ditulis. Diharapkan tulisan ini menjadi suatu pemahaman umum mengenai
kebudayaan Betawi khususnya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
1.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu.
Penelitian tentang Betawi telah dilakukan oleh para sarjana dan para peneliti
yang lain. Akan tetapi kebanyakan mereka lebih menitikberatkan pada sejarah dan
proses Islamisasinya.
Adapun studi yang lebih menitikberatkan aspek-aspek antropologi yaitu
Ridwan Saidi dalam karyanya profil orang Betawi : asal muasal, kebudayaan, dan

adapt istiadatnya. Beliau menggambarkan kebudayaan orang Betawi yang sangat
merinci beserta asal usul dan kebudayaannya. Dengan argumentasi ilmiah buku ini
membantah habis anggapan Lance Castle, dan para Epigonnya. Bahwa orang Betawi
itu adalah bukan keturunan budak, juga buku ini menguraikan panjang lebar tentang
kebudayaan dan adat istiadat Betawi.2
Di dalam buku ini dujelaskan secara menyeluruh kampung-kampung Betawi
zaman dahulu oleh karena itu kebudayaan masing-masing itu sedikit berbeda walau
masih banyak kesamaannya karena satu suku yaitu Betawi sehingga terlalu banyak
penjelasannya sedangkan saya mencoba menyempitkan penjelasan mengenai peran
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam upaya melestarikan dan
mengembanghkan lebih dalam kebudayaan Betawi.
1.7 Landasan Teori.
Skripsi ini membahas apakah kebudayaan Betawi itu, mengapa penulis
mengambil tempat Perkampungan Budaya Betawi itu, mengapa penulis mengambil
tempat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sebagai onjek dalam penulisan
kebudayaan, dan kebudayaan Betawi apa sajakah yang ada di Setu Babakan dengann
batasan tahun ini 2004-2007.

2

Ridwan Saidi, Profil orang Betawi: asal muasal, kebudayan, dan adapt istiadatnya : PT. Gunara Kata:
Jakarta: 1987.

Kebudayaan Betawi.
Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta dari kata budhayah merupakan
bentuk jamak dari budhi yang artinya akal dan daya berarti kekuatan atau
kemampuan. Menurut Kroeber kebudayaan adalah keseluruhan realisasi gerak,
kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan serta
perilaku yang ditimbulkannya.
Sedangkan kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang
menghuni Jakarta dari bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga
kebudayaan melayunya, kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia” yaitu
nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda.
Sifat campur aduk dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi
secara umum, yang merupakan hasil dari perkawinan berbagai macam kebudayaan,
baik yang berasal dari daerah-daerah lain di nusantara maupun kebudayaan asing.
Dalam bidang kesenian misalnya, orang Betawi memiliki seni gambang kromong
yang berasal dari seni Tiongkok, tetapi juga ada rebana yang berakar pada tradisi
musik Arab, keroncong tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor
yangn berlatar belakang ke-Belanda-an. Secara biologis, mereka yang mengaku
sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan
bangsa. Mereka adalah hasil perkawinan antar etnis dan bangsa di masa lalu. Dalam
kebudayaan Betawi banyak kebudayan seperti upacara keagaman, adat.
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah sebuah Perkampungan
budaya Betawi dimana seluruh bangunan dan jajanannya bergaya Betawi.

Selain sebagai sarana rekreasi tempat ini juga menampilkan arsitektur Betawi.
Rumah-rumah yang dibangun di daerah ini menggunakan konsep ala Betawi tempo
dulu namun menggunakan bahan modern. Meskipun begitu tempat ini bisa dijadikan
sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya Betawi lebih lanjut karena
di tempat ini juga dilaksanakan pementasan budaya Betawi setiap sabtu dan minggu.
Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan dan
Mengembangkan Budaya Betawi 2004-2007.
Setu Babakan seluas 289 ha. Terdapat Setu (danau) Manga Bolong dan Setu
Babakan. Setu Babakan

ini merupakan tempat yang menarik keberadaannya

dimanfaatkan oleh pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
Disepanjang tepi danau berjejer warung-wurung yang menyediakan makanan. Selain
itu juga banyak yang memancing dan berperahu mengelilingi danau. Kawasan ini
telah diresmikan pemda DKI. Setiap hari dipadati pengunjung terutama pada hari
sabtu dan minggu dan hari-hari besar lainnya.
Untuk dapat masuk ke Perkampungan Budaya Batawi Setu Babakan kita ha
rus melewati pintu gerbang Bang Pitung. Selanjutnya pengunjung akan melewati
lingkungan pemukiman penduduk yang mayoritas Betawi asli dan perkebunan rakyat.
Rumah-rumah Betawi tampak di mana-mana dengan ciri khasnya yaitu teras yang
luas dengan bentuk atap yang unik. Ini juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Di sana terdapat sebuah bangunan panggung yang luasnya 60 meter persegi yang
dijadikan tempat pertunjukkan seni budaya Betawi. Panggung ini berada di halaman
luas dan teduh oleh kerindangan pepohonan. Dan sejumlah bangku berjejer
mengelilingi panggung menikmati berbagai tontonan kesenian Betawi mulai dari

qasidah, marawis, keroncong, gambang kromong, gambus, sampai tari Betawi. Di sisi
kiri kanan terdapat sepasang ondel-ondel. Tempat ini dikunjungi berbagai macam
wisatawan asing seperti India, Pakistan, Belanda, Australia, Thailand, dan Jepang.
Begitu juga keadaan masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
masih sangat kental pada tradisi Betawi dalam kehidupan sehari-hari. Penulis
membatasi kurun waktu penulisan dari tahun 2004 sampai 2007 karena keterbatasan
sumber dan pada tahun 2004 baru dimulainya pelestarian dan pengembangan budaya
Betawi khususnya pada bidang kesenian.
1.8 Metode Penelitian.
Tujuan studi ini adalah mencapai penulisan sejarah, maka upaya
mereskontruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh melalui metode
sejarah dan pendekatan ilmu antropologi pengumlulan data atau sumber sebagai
langkah pertama kali dengan mendatangi objek, melakukan pengambilan gambar
mengenai benda-benda, serta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan disana melakukan
wawancara kepada Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan,
mengerti hal-hal kebudayaan Betawi, Mengamati lingkungan masyarakat tinggal. Ini
semua menjadi data primer. Sedangkan data skundar terdiri dari buku-buku, media
cetak, Koran, majalah, jurnal dan sumbkan data skundar terdiri dari buku-buku,
media cetak, Koran, majalah, jurnal dan sumber-sumber yang berkaitan dengan hal
tersebut.
1.9 Sistematika Penulisan.
Skripsi ini mempunyai tiga bagian: pengantar, hasil penelitian dan kesimpulan
yang akan dijabarkan seperti:

BAB I : PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang Masalah.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.4 Lingkup Permasalahan.
1.5 Arti Penting Penelitian.
1.6 Tinjauan Terdahulu.
1.7 Landasan Teori.
1.8 Metode Penelitian.
1.9 Sistematika Penulisan.
BAB II : MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA.
2.1 Asal Kata Betawi.
2.2 Asal Usul Masyarakat Betawi.
2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi.
2.4 Kebudayaan Masyarakat Betawi.
2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup.
2.4b Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Ekonomi.
2.4c Sistem Kemasyarakatan.
2.4d Sistem Bahasa.
2.4e Kesenian.
2.4f Sistem Pengetahuan.
2.4g Religi.

BAB III : PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SEBAGAI
PENDUKUNG MASYARAKAT BETAWI.
3.1 Latar Belakang dan Sejarah Perkampungan Budaya Betawi Setu
Babakan.
3.2 Keadaan Masyarakat Setu Babakan.
3.3 Keadaan Lingkungan Sekitar Setu Babakan.
3.4 Keadaan Lingkungan diluar Setu Babakan
BAB IV : PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN
DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA
BETAWI 2004-2007.
4.1 Peran Pelestarian.
4.1a Bidang Sosial Kemasyarakatan.
4.1b Bidang Keagamaan.
4.1c Bidang Kesenian.
4.2 Peran Pengembangan.
4.2a Bidang Sosial Kemasyarakatan.
4.2b Bidang Keagamaan.
4.2c Bidang Kesenian.
BAB V : PENUTUP.
5.1 Kesimpulan.
5.2 Saran.
DAFTAR PUSTAKA.
LAMPIRAN-LAMPIRAN.

BAB II
MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA.
2.1 Asal kata Betawi.
Hingga kini tidak ada yang mengetahui persis asal muasal lahirnya kota
Betawi. Padahal, kata Betawi apalagi di Ibu kota Jakarta sudah sangat terkenal
bahkan telah menjadi nama sebuah suku-bangsa ang disebut-sebut sebagai golongan
penduduk asli kota Jakarta, sebuah kota yang lahir dari sebuah codetan sungai.
Banyak versi tentang asal muasal lahirnya kata Betawi seperti:
Versi pertama menyebutkan bahwa nama Betawi berasal dari plesetan nama
Batavia. Nama Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh JP Coen untuk kota
yang harus dia bangun pada awal kekuasaan VOC di Jakarta (abad ke-19).
BETAWI = BATAVIA
Kata Betawi susah diucapkan oleh penduduk local saat itu, meleset kata Batavia
menjadi Betawi.
Versi kedua menyebutkan bahwa kata Betawi muncul secara tiba-tiba ketika
terjadi peperangan antara serdadu kumpeni belanda dengan bala tentara Mataram.
Ketika itu memang kerajaan Mataram sangat benci dengan kehadiran kumpeni
Belanda yang memaksa untuk diberi izin mendirikan sebuah kantor perwakilan VOCPersekutuan Dagang Hindia Timur. Akhirnya VOC berhasil mendirikan kantor di
kota Batavia. Tak hanya sebab VOC juga ikut membangun benteng pertahanan untuk
menghadapi serangan bala tentara Mataram yang dikenal sangat gigih dalam
berperang. Dalam sebuah penyerbuan bala tentara Mataram ke Batavia, konon pihak
kumpeni Belanda yang bertahan di benteng mulai kehabisan peluru dan benteng

Belanda hampir dapat direbut oleh bala Tentara Mataram yang pantang menyerah itu,
tiba-tiba saja pihak kumpeni Belanda mengisi meriam-meriamnya dengan kotoran
manusia dan menembakkannya kearah pasukan Mataram. Karena kesaktian serdadu
Mataram akan luntur jika dikenai kotoran manusia dank arena baunya yang begitu
menusuk hidung maka bala tentara Mataram yang tidak tahan bau itu pun ambil
langkah seribu sambil berteriak “Mambet tahi” (Bau Tahi). Dari teriakn itulah
kemudian lahir nama Betawi. Kisah ini menjadi terkenal dan terdapat dalam
dongeng-dongeng tradisional Jawa seperti Babad Tanah Jawi dan Kitab Serat Baron
Sakender disebutkan bahwa kota Batavia yang dapat di bagi menjadi dua yakni kata
Yahi dan kota intan . kata Betawi dari Batavia sedangkan Batavia saendiri berasal
dari kata “Batavieren”. Dan, Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sendiri
sebenarnya juga tidak menyukai nama “Batavia” bagi kota yang berhasil direbutnya
dari sebelumnya bernama kota Jayakarta atau Jacatra. Coen lebih menyukai kota itu
dinamakan “ Niew Hoorn” mirip dengan kota kelahiran Jan Piterszoon Coen di kota
Hoorn, Negeri Belanda.
2.2 Asal Usul Betawi.
Mengenai asal usul Betawi ada dua pendapat mengenainya pertama pendapat
yang menyatakan bahwa masyarakat Betawi adalah berasal dari budak dan pendapat
lain yang menyatakan bahwa masyarakat Betawi sudahlama ada, sebelum kekuasaan
Kerajaan Sunda Pajajaran. Pendapat bahwa masyarakat Betawi berasal dari budak
biasa disebut dengan dengan mazhab kali besar, karena studi tentang masyarakat
Betawi tempo dulu dari segi geografis diidentikkan dengan kawasan kali besar.

Bertitik tolak dari runtuhnya kraton Jayakarta yang diserbu oleh pasukan Jan
Piterszoon Coen3 pada tahun 1619 pertikaian memuncak menjadi peperangan dan
pasukan Jayakarta yang dibantu oleh Inggris mengalami kekalahan. Sebelum pasukan
Belanda menyerang, pangeran Jayakarta telah dipangil ke Banten sebagai tahanan
karena kebijaksanaannya yang dianggap merugikan Banten. Dengan demikian terjadi
kekosongan kepemimpinan dan dengan mudah kota itu direbut oleh Coen pada
tanggal 30 Mei 1619. kraton Jayakarta yang yang didirikan di tepi Kali Besar itu
dibumihanguskan, para pengikut Pangeran Jayakarta melarikan diri ke Banten atau
mengungsi kedaerah pedalaman. Mereka itu diperkirakan terpencar antara lain di
daerah Jatinegara Kaum.
Coen membangun kota baru di atas reruntuhan itu dan diberi nama Batavia.
Untuk itu Coen mendatangkan budak dari berbagai penjuru Nusantara, juga dari luar,
seperti Arakan (Burma), Andaman, dan Malabar (India). Selain itu kedatangan orangorang mendapat sambutan yang baik oleh VOC. Orang Cina ini tidak hanya berfungsi
sebagai pedagang tetapi juga sebagai petani penggarap tanah di wilayah onmelanden
(daerah pedalaman sekitar Batavia).4
Pendatang lain yang diperbolehkan menetap di Batavia adalah orang-orang
Moor (India Selatan), orang Melayu dan orang Bali. Mereka ini menjadi bagian
penduduk Batavia yang merdeka atau bukan budak. Sedangkan para budak yang
statusnya telah dimerdekakan dinamakan mardjikers. Cirri khas kelompok mardjikers
adalah bahasa yang dipergunakan. Mereka ini menggunakan bahasa Portugis
3

Riwan Saidi, Profil Orang Betawi, Kebudayaan dan AdatIstiadatnya, (Jakarta: PT. Gunara Kata,
1997). Cet ke-1,h3
4
Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta : Loggos, 2002). Cet ke-1,h.11-13.

berdialek Asia dan beragama Kristen. Setelah Malaka jatuh ketangan VOC pada
tahun 1641 banyak orang yang mengaku keturunan Portugis berdatangan ke Batavia.
Mulanya mereka diberi tempat di dalam kota dan disediakan gereja. Tidak lama
kemudian mereka pindah ke daerah Cilincing, jauh di luar tembok kota. Dan sejak
tahun 1673, didirikan perkampungan khusus bagi keturunan Portugis serta dibangun
gereja yang kini dikenal dengan nama Gereja Tugu.5 Pendapat lain yang tidak setuju
dengan pendapat bahwa penduduk Betawi dari budak. Hal ini disebabkan karena di
daerah Condet, Jakarta Timur, pernah ditemukan kapak genggam dari zaman
neolitikum. Ini petunjuk bahwa kawasan Condet merupakan daerah hunian purba di
Jakarta.
Seorang geoarkeologis, Dr Tony Djubiantono, dari Balai Arkeologi Bandung
mengatakan pada zaman es, Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang menyatu pecah
menjadi tiga. Arus imigrasi manusia di zaman ini bergerak dari barat ke timur. Maka
berdasarkan temuan Rr. Tony ini dapat disimpulkan bahwa manusia protoBetawi
adalah imigran yang datang dari darat, ngerancah dan sekitarnya pada zaman purba
jadi sebelum masa paleolitikum seelah geografi zaman es baik manusia
Pithecantropus Erectus yang di Ngerancah maupun sebagian Sangiran adalah manusia
Nusa Jawa, termasuk Nusa Kalapa.
Pada tahun 130 berdirilah Kerajaan pertama di Jawa, Kerajaan yang didirikan
oleh Aki Tirem, seorang Kepala Kampung di daerah Kali Tirem di Tanjung Priok ini
bernama Salakanagara atau kerajaan Holotan, raja dari Kerajaan ini adalah menantu

5

Muhadjir, Bahasa Betawi Sejarah dan Perkembangannya. ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000)
edisi pertama,h.45.

Aki Tirem yang berasal dari India, yaitu Dewawarman, Salaka dalam bahasa berarti
perak.
Keberadaan kerajaan ini disebut oleh sumber Tiongkok, bahwa pada tahun
132 raja Ye Tian bernama Tiou Pien adalah Dewawarman. Sebelum berdirinya
kerajaan Tarumanegara pada abad ke-4, kerajaan Holotan telah beberapa kali
mengirim utusan ke Cina. Holotan disini bisa diartikan dari kata olot, yaitu tua.6
Letak Kerajaan Salakanagara terdapat di daerah Condet sekarang, Condet memenuhi
persyaratan sebagai pusat kerajaan, karena letaknya jauh dari pantai, berada di tepi
sungai dan di Condet terdapat nama-nama tempat yang mempunyai makna sejarah,
seperti Bale Kambang dan Batu Ampar. Bale Kambang adalah tempat persinggahan
raja-raja, dan Batu Ampar adalah batu besar yang paling tidak berukuran 3x4 meter
yang permukaannya datar dan merupakan tempat untuk meletakkan sesaji.
Juga terdapat makam kuno yang dikeramatkan penduduk, yaitu makam
keramat Gerowak dan makam Ki Balung Tunggal. Makam Gerowak diperkirakan
adalah seorang resi dan Ki Balung Tunggal adalah seorang pemimpin pasukan
kerajaan. Menurut tinjauan arkeologis, tidaklah diragukan lagi bahwa Condet telah
dihuni orang sejak 3500 tahun yang lalu. Hal ini terbukti dari penggalian yang
dilakukanpada tahun 1970. yang berhasil menemukan gigi geledek atau kapak batu
yang berasal dari zaman neolitikum, kurang lebih 3000-4000 tahun yang lalu.7
Ditemukan prasasti tugu yang berasal dari abad ke-5 di daerah Simpang Tiga
Kramat Tunggak, Tanjung Priok dari zaman Tarumanegara itu disebut tugu oleh

6
7

Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, (Jakarta: PT. Gria Media Prima, 2002), Cet ke-1.h.4.
Ridwan Saidi, Babad tanah Betawi h.6-7.

orang-orang berbahasa Creol (bahasa orang-orang Portugis pada abad ke-16.C.D
Grijn menemukan unsure bahasa creol dalam bahasa Melayu yang digunakan abad
ke-17). Sedangkan orang Betawi menyebutnya tunggak. Karena sebagian masyarakat
menganggapnya keramat maka kampong itu di beri nama Kramat Tungak. Tugu ini
berisi perintah raja Purnawarman untuk menggali sungai Gomati. Penggalian itu
dilaksanakan oleh penduduk secara besar-besaran. Hal ini membuktikan bahwa
kerajaan Tarumanegara mempunyai rakyat dalam jumlah besar, tetapi tidak diketahui
berapa populasinya. Namun dari prasasti Tugu dapat disimpulkan bahwa kerajaan ini
berpenduduk, dan mereka yang berdiam di Kalapa adalah merupakan bagian dari
populasi Tarumanagara.
Pusat Kerajaan Tarumanagara oleh sebagian pakar diperkirakan terdapat di
wilayah

pedalaman

Bogor,

tetapi

ada

pula

yang

menganggap

pusat

KerajaanTarumanagara terdapat di tepi Kali Citarum. Terlepas dari kontroversi ini
maka dengan ditemukannya prasasti tugu, dapat disimpulkan bahwa control politik
Tarumanagara juga meliputi daerah aliran sungai Citarum, Marunda, Ancol, Angke,
dan Kalimati. Keseluruhan daerah ini disebut Kalapa. Kalapa adalah nama paling
purba dari kawasan yang kemudian disebut Jakarta.8
Runtuhnya Kerajaan Tarumanagara terjadi pada abad ke-7 pada saat itu
Kerajaan Sunda Pajajaran belum berkuasa, karena kerajaan ini berkuasa pada abad 10
ke 12 M. menurut Prof. Slamet Mulyana. Maka tenggang abad ke-7 sampai abad ke12 terjadi kekosongan kekuasaan politik di kalapa. Dalam masa vacuum inilah
muncul kekuasaan Budha Sriwijaya sebagai periode interregnum di kalapa. Pada abad
8

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, h.6.

ke-12 kerajaan Sunda Pajajaran mendirikan kantor untuk mengutip cukai dipelabuhan
daerah Cimanuk, Tangerang, dan Kalapa. Pelabuhan itu sendiri secara tradisional
telah berfungsi. Kemudian pelabuhan yang paling ramai dikunjungi dibandingkan
dengan pelabuhan-pelabuhan lain di bawah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran.
Dari berbagai keterangan di atas, muncul pertanyaan, siapakah orang Kalapa
itu? Yaitu orang yang berasal dari tanah Jawa. Berbahasa sansekerta, dan pada masa
kekuasaan Kerajaan Pajajaran mereka berbahasa Sunda Kuno. Bercampur baur,
saling menikah dan membentuk komunitas baru dengan imigran yang dating dari
Kalimantan pada periode masa peralihan pemerintahan.9
Dari kedua pendapat tentang asal usul masyarakat Betawi tersebut, pendapat
yang lebih kuat adalah bahwa masyarakat Betawi bukan keturunan budak, melainkan
suku bangsa ini telah mendiami daerah Nusa Kalapa paling sedikit sejak masa
Neolitikum atau 3500 tahun yang lalu. Selain itu terdapat sumber-sumber local
seperti peta Cielayang yang dibuat oleh pangeran Panembang pada masa Prabu
Siliwangi (1482-1521) dari peta itu terungkap bahwa daerah yang kemudian
dinamakan Jakarta itu sesungguhnya oleh leluhur Betawi dulu dinamakan Nusa
Kalapa.10sedangkan pendapat bahwa penduduk Betawi keturunan budak hanya
mengendalikan sumber-sumber colonial yang dimulai tahun 1619, pada saat VOC
menaklukkan Kraton Jayakarta.
Mengenai awal masuknya Islam di Nusa Kalapa di mulai dengan berdirinya
Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan pada tahun 1491,

9

Ridwan Saidi, Profil Orang betawi.h.8.
Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi,h.vi.

10

oleh Syeikh Hasanuddin. Kemudian Islam menyebar dengan cepat di Nusa Kalapa,
hal ini disebabkan oleh beberapa factor , antara lain:
1. keterlibatan putra Prabu Siliwangi dalam penyebaran Islam.
2. Adanya resi yang bersikap akomodatif terhadap Islam.
3. akulturasi antara ritual agama leluhur dengan ibadah Islam. Contohnya,
upacara bebersih sebelum memasuki tempat suci, yang diidentikkan
dengan berwudhu. Puwasa, yang berlangsung selama 40 hari. Hari ke-40
dinamakan lebaran atau penutupan puasa.
4. penyebaran Islam di Nusa Kalapa menggunakan jalan damai.11
Masuk dan berkembangnya Islam di Jakarta terlepas dari kondisi dan situasi
politik, social budaya, social ekonomi daerah pesisir utara Jawa pada khususnya dan
Indonesia pada umumnya pada abad ke-15 sampai abad ke-16. sedangkan tokoh
utama yang menyebarkan Islam di Jakarta ada dua pendapat. Pendapat pertama atau
teori lama adalah Prof. R.A. Hosein Djajadinigrat yang sejak tahun 1913
menggemukakan bahwa tokoh sejarah yang memasukkan dan mengembangkan Islam
pertama adalah Falatehan berdasarkan sumber Portugis yang diidentikkan dengan
tokoh Syarif Hidayatullah. Sedangkan menurut Purwaka Caruban Nagari yang
ditemukan tahun 1970 di daerah Cirebon oleh Pangeran Soelaiman Soryaningrat,
Fatahillah atau Falatehan adalah seorang tokoh yang diperintahkan oleh Sunan
Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah untuk menyerang Kalapa.
Penamaan Sunda Kalapa diberikan oleh orang-orang Eropa, sebab Selat
Sunda merupakan patokan penting bagi pelaut-pelaut Eropa untuk masuk ke Java
11

Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi h.110.

Mayor (Jawa). Sedangkan naskah kuno Sunda menyebutkan pelabuhan ini Kalapa
saja.
Mengenai proses Islamisasi tersebut pelabuhan Sunda Kalapa tertutup bagi
orang Islam karena penguasa setempat khawatir akan pengaruh mereka yang ketika
itu sudah kuat terutama di Cirebon. Kehadiran masjid selama sekitar satu abad sampai
Jakarta di bumi hanguskan oleh JP. Coen, diduga telah memberi andil bagi proses
Islamisasi Jayakarta, seperti umumnya fungsi masjid kota-kota pelabuhan Jawa.
Ketika Coen menaklukan Jayakarta, orang-orang Islam diperkirakan mundur
ke pedalaman. Mereka mendirikan masjid-masjid seperti: Masjid Assalafiyah pada
tahun 1620, bersamaan waktunya dengan usaha pertama Mataram Islam semasa
Sultan Agung untuk merebut Batavia antara tahun 1627-1629 sementara Mataram
melakukan serangan dari dua jurusan, yaitu dari darat dan laut, yang keduanya gagal.
Orang-orang Islam sangat berperan khususnya orang Moor.
Dalam konteks pembentukan etnis Betawi. Tampaknya Islamlah yang pertama
kali tumbuh sebagai pelekat cultural mereka untuk kemudian di susul dengan
penggunaan bahasa Melayu. Mereka menyebutnya orang “Selam”.
Istilah orang Betawi sebagai identitas baru popular ketika Husni Thamrin
mendirikan organisasi pada 1 Januari 1923 dengan nama “Perkoempulan Kaoem
Betawi”. Sekarang lebih merata digunakan oleh penduduk asli yang beragama Islam
sedangkan penduduk asli yang beragama Kristen secara turun-temurun, biasanya
disebut dengan daerah asalnya, seperti orang Tugu atau orang Depok.
Salah satu identitas orang Betawi adalah beragama Islam, bahkan ada
perkataan “Bukan orang Betawi kalau tidak Islam”. Ini menunjukkan bahwa Islam

sangat melekat pada masyarakat Betawi. Sebagian tata cara adat istiadatnyapun
berlandaskan agama Islam. Upacara adat istiadat pada masyarakat Betawi sudah ada
sejak dahulu dan upacara adat itu sudah mendarah daging sehingga terasa ganjil jika
orang Betawi tidak melaksanakan upacara itu dalam hidupnya. Pada upacara itu
terkandung ajaran agar manusia harus senantiasa bersyukur, berbuat saling menolong.
Manusia yang tidak bersyukur berarti manusia sombong dan sifat seperti itu dibenci
Tuhan. Upacara-upacara itu antara lain akekah, sunatan, khatam qur’an dan
sebagainya agar lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu.
Akekah (qiqah) dalam bahasa Betawi disebut akeke, yaitu upacara selametan
untuk anak yang baru dilahirkan dengan memotong kambing. Dilaksanakan paling
cepat seminggu setelah kelahiran bayi, dalam upacara ini ada kegiatan memotong
rambut, yaitu memotong atau mencukur rambut si bayi dan sebagai tanda peresmian
nama kepada si bayi, nama inipun harus diputuskan setelah mendapat nasihat dari
Kiyai atau orang tua yang dihormati. Para tetanga yang mengetahui acara ini biasanya
dating menjenguk dan mereka akan nyempal, yaitu menyelipkan uang di bawah
pundak si bayi, ini maksudnya untuk membantu meringankan biaya pengurusan si
bayi. Akekah ini dilaksanakan sesudah shalat Dzuhur, tapi umumnya sesudah shalat
Isya agar tetangga hadir semua. Upacara di mulai dangan tahlilan di lanjutkan dengan
pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW dari kitab syarafal anam, adau addibai.
Ketika pembacaan maulid sampai sarakal (asyrakal), bayi dibawa keruang mauled
intuk di cukur. Tradisi Betawi, menyatakan bahwa rambut yang dicukur dikumpulkan
dan di timbang, penimbangan dihitung dengan ukuran gram. Jumlah timbangan

misalnya 5 gram, maka ayah si bayi akan membeli emas sebanyak 5 gram atau uang
seharga 5 gram emas itu disumbangkan kepada yatim piatu dan orang miskin12.
Khitan disebut juga sunat. Secara harfiah artinya sama dengan sunnah dalam
bahasa Arab. Sunnat bagi orang Betawi adalah upacara memotong ujung kulit penis
anak lelaki. Anak-anak biasanya disunat usia 9 sampai 12 tahun. Menurut ajaran
Islam, bila anak lelaki memasuki aqil balig ia harus disunnat. Jika anak lelaki sudah
aqil balig belum disunat, maka shalatnya tidak sah. Jaman dulu jika seorang anak
lelaki disunat, nyak atau babenya memusyawarahkan pelaksanaan upacara sunat,
yang dibicarakannya antara lain:
1) Menentukan hari dan tanggal pelaksanaan sunat. Pada umumnya
orang Betawi melaksanakan sunat pada bulan mauled atau bulan
Syawal (sesudah lebaran).zaman sekarang biasanya dilaksanakan
pada waktu libur sekolah.
2) Dukun sunat disebut bengkong. Setiap bengkong punya kekhasan
sendiri-sendiri. Kalau tangan bengkong memang jodoh, anak yang
disunat akan cepat sembuhnya. Kalau tangannya tidak cocok akan
lama sembuhnya. Biasanya bengkong yang berpengalaman akan lebih
diutamakan.
Kalau kedua hal diatas sudah diputuskan, paling lambat 15 hari segera
dilaksanakan sunat. Untuk menghadapi sunat si anak dilarang melompat-lompat atau
berlari-lari. Kalau aktivitas itu dilaksanakan, saat disunat banyak mengeluarkan

12

Ridwan Saidi et al., Ragam Budaya Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi
DKI Jakarta, 2002)h.75-77

darah. Dulu pada hari pelaksanaan sunatan, yang harus dilakukan si penganten sunat
adalah sebagai berikut:
a. Pukul 05:30 sampai 06:00 WIB berendam atau mandi di kali.
Ini tujuannya sebagai pengganti bius dan membuat kebal alat
kelamin si anak. Darahpun tidak akan terlalu banyak keluar.
b. Pukul 06:00WIB bengkong datang.
c. Selasai khitan diadakan selamatan atau tahlilan. Hidangan
utama khitanan biasanya nasi kuning.
Khatam qur’an disebut juga tamat qur’an. Anak yang sudah khatam qur’an
biasanya akan memberitahukan orang tuanya. Kemudian orang tuanya mengundang
tetangga dan yatim piatu. Tempat diadakannya di masjid atau mushollah tempat si
anak mengaji dan tempat ini pula diadakan upacara pelepasan. Pelepasan ini dengan:
a. Sambutan pelepasan yang disampaikan oleh guru mengaji.
b. Pembacan shalawat dustur.
c. Pelapasan menuju rumahnya dari pengajian diiringi rebana ketimpring.
Sampai dirumah disambut dengan:
a. Pemasangan petasan.
b. Seluruh pengiring masuk
c. Si anak duduk di tempat yang sudah disediakan
d. Pembawa acara membuka acara, pembacaan surah Al-Fatihah lalu
pembawa acara menjelaskan maksud acara ini.
e. Lalu pembacaan 13 surah terakhir dari juz ke-30. Selesai pembacaan 13
surah dilanjutkan dengan do’a khatam qur’an. Diteruskan dengan tahlilan

atau merowahan dan dengan pembacaan maulid Nabi Al-Barzanji.
Kemudian orang tua si anak menyampaikan ucapan tasyakur dengan
memberikan santunan kepada anak yatim piatu.13
Agama Islam dengan sefala system keyakinan, nilai-nilai dan kaidahkaidahnya telah memberi pengaruh yang amat kuat pada budaya Betawi. Orang
Betawi termasuk orang yang taat beribadah. Dengan kata lain agama merupakan
salah satu unsur penting yang mengikat dan memberinya cirri tersendiri sebagai suku
bangsa. Sehingga dalam bertindak dan melaksanakan upacara adapt, orang Betawi
senantiasas mangacu pada nilai dan norma budaya (Islam), meski pada beberapa
segmen masih campur aduk dangan unsur animisme maupun hindu/budha. Memang
pada dasawarsa terakhir ini terdapat kecendrungan sangat kuat menghapus segala
macam unsur budaya non-Islam pada pelaksanaan upacara adat.
2.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi.
Istilah-istilah ini menunjukkan kemampuan bahasa Betawi untuk
menyebut hubungan kekeluargaan sampai beberapa generasi. Garis keturunan
adalah Patrilineal.
1. sebutan Buyut adalah Cucu dari cucu sedang Ccu adalah anak dari
cucu.
2. Anak adalah putra/putrid sedang Bapak-Enyak adalah Bapak-Ibu.
3. Sebutan Bapak–Enyak adalah Bapak-Ibu sedang Engkong-Nyai/
Jidd-jiddah adalah Kakek-Nenek.

13

Ridwan Saidi, et al., Ragam Budaya Betawi,h.78-86

4. sebutan Kumpi-kumpi untuk Bapak Ibu dari Engkong sedangkan
Buyut-buyut Bapak Ibu dari Kumpi.
5. Udek-udek disebut Bapak Ibu dari buyut namun Encang dan Encing
adalah Paman atau mamang dan bibi.
6. Abang adalah saudara kandung laki-laki yang lebih tua dan Empo
saudara kandung perempuan yang lebih tua.
7. Ade adalah saudara yang lebih muda, laki-laki dan perempuan
sedang Uwa Kakak dari Ayah dan Ibu.
8. Eneng adalah Panggilan anak perempuan dan Entong Panggilan
untuk anak laki-laki.
9. Ama adalah pangilan anak kepada Ayah sedangkan Emang adalah
saudara laki-laki dari Ayah atau Ibu.
10. Bibi adalah saudara perempuan dari pihak Ayah dan Ibu dan Aca-Alo
adalah Kakak laki-laki lebih tua dan saudara sepupu dari pihak Ayah
atau Ibu.
Keterangan:
1. Nyak atau Mak adalah panggilan orang Betawi terhadap seorang Ibu.Anak
perempuan atau laki-laki, serta para menantu memanggil Nyak, kepada Ibu
sendiri atau kepada Ibu mertua.
2. Abah atau Babe dikapai untuk memanggil Ayah. Kata Abah berasal dari
bahasa Arab. “Babe” adalah pangilan oleh anak kepada Ayahnya. Para
menantu juga memanggil Babe kepada mertua laki-laki. Kadang-kadang
disingkat “Be”.

3. Engkong dan Kumpe: Engkong artinya Kakek, orang Betawi biasa menyebut
Kakek dengan kata “Engkong”. Kata ini berasal dari bahasa Cina “kumpe”
adalah panggilan untuk Buyut, baik laki-laki atau perempuan. Kata Engkong
sangat popular di kalangan orang Betawi.
4. Nyaik (Nyai) adalah kata yang dipakai oleh orang Betawi untuk menyebut
Nenek atau Ibu dari si Ibu, tetapi kata “Nyai” ini juga bisa dipergunakan oleh
orang-orang di kampong untuk menyebut wanita yang sudah tua dan
dihormati di dalam bahasa Betawi juga dikenal istilah “Nyai”, untuk
menyebut atau menunjukkan seorang wanita yang menjadi gundik Belanda
(dipelihara tanpa dinikahi) contohnya “Nyai Dasima”.
5. Mpok adalah istilah untuk memanggil Kakak perempuan atau wanita yang
lebih tua dari yang bersangkutan.
6. Abang adalah sebutan orang Betawi kepada Kakak laki-laki, dan juga untuk
memanggil orang yang lebih tua dari yang bersangkutan. Kadang-kadang
disingkat menjadi”Bang” untuk menyebut teman atau orang lain.
7. Ntong dan Neng adalah panggilan untuk anak laki-laki dan perempuan yang
disebut oleh seorang Ayah dan Ibu kepada anaknya dan Aye atau gue adalah
kata saya untuk orang Betawi.
8. Ncang adalah saudara Ayah dan Ibu dan Ncing adalah saudara perempuan
Ayah dan Ibu (keduanya tua dan Muda).
9. Ponakan adalah anak dari saudara laki-laki dan perempuan. Dan Misan
adalah anak dari saudara sepupu Ayah dan Ibu.

10. Kakek dipanggil “Baba atau Jidd” (bahasa Arab untuk kaum agamis),
Ngkong dan Nya Tua/Nyai/Jiddah”Nenek”.14
2.3 Kebudayaan Masyarakat Betawi.
Dalam buku Solosomardjan dan solelaiman Soemardi, setangkai Bunga
Sosiologi dirumuskan: kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat. Adapun yang berkaitan dengan unsur kebudayaan masyarakat 15adalah:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat rumah
tangga, makanan, senjata, alat produksi, sarana transportasi).
2. Mata pencaharian hidup (pertanian, peternakan, system produksi, distribusi).
3. Sistem kemasyarakatan (organisasi politik, system hokum, perkawinan).
4. Bahasa (lisan dan tulisan).
5. Kesenian (seni rupa, seni musik, seni gerak, dan seni suara).
6. Sistem pengetahuan.
7. Sistem kepercayaan (religi).16
Untuk lebih jelasya di bawah ini akan diuraikan hal-hal yang termasuk dalam
kebudayaan masyarakat Betawi.
2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup.
2.4a1 Pakaian.
1 Pakaian khas Betawi.
I. Untuk laki-laki.
14

Drs. Muhammad Zafar Iqbal. M.A. : Islam di Jakarta, Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi,
Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2002.
15
Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Yayasan Badan
Penerbit FEUI, 1964) Cet ke-1,h.13.
16
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press,1987).h. 158.

A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: celana panjang komprang (longgar), kaki
celana lebar hingga betis, baju biasa, dan kadang bersarung di pinggang.
B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung, baju panjang, dan peci hitam.
2. Untuk Wanita.
A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: kain hingga ke betis, baju biasa, dan tudung
(topi lebar).
B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung dan mukena.
II. Pakaian Resmi.
1. Untuk laki-laki.
A. Pakaian sadariyah, yang terdiri dari baju koko sadariyah atau juga disebut
baju gunting CIna, terompah, dan berpeci hitam atau merah.
B. Pakaian ujung serong, biasa dipakai oleh Demang, dengan jas berkerah dan
celana pentolan berhias rantai kuku macan.
C. Pakaian Abang Jakarta, biasa dipakai oleh pemuda atau remaja, dengan jas
berkerah model baju CIna “lokoan”, tutup kepala “liskol”, hiasan kuku macan,
arloji gantung, piso raut, dan sepatu pantopel.
2. Untuk Wanita.
A. Busana kebaya lengan panjang dan kain yang dipakai sampai ke mata kaki,
alas kaki atau selop serta kerudung.
III. Pakaian Pengantin.
1. Untuk laki-laki.
A. Dipakai pada saat akad nikah: baju luar berupa jubah haji panjang, baju dalam
kemeja putih, dengan bagian bawah memakai sarung, dan alas kaki berupa selop

atau sepatu pantopel, serta memakai topi terbus berwarna merah atau kofiah (topi
putih) yang dilipat dengan sorban.
2. Untuk Wanita.
A. Untuk pakaian kebesaran: baju kurung bertaburkan benang emas dan perak dan
berkancing ampok, kain songket, ikat pinggang berpending emas atau perak,
memakai syangko (penutup muka berbentuk rumbai-rumbai), mahkota
berkembang goyang sebagai penutup kepala, serta selop mancung.
B. Untuk pakaian bukan kebesaran: sama dengan diatas hanya biasanya pengantin
tidak memakai syangko.
IV. Pakaian Pengantin Sunat.
Pengantin sunat mengenakan baju jubah panjang bewrwarna putih, merah, atau
kuning, dengan pakaian dalam nerwarna putih biasa, ikat pinggang besar,
kembang berlingkar dileher, terbus putih yang dilibat dengan sorban di kepala,
dan sepatu pantopel serta kaus kaki panjang berwarna putih.
V. Pakaian Jago Betawi.
A. Pakaian tempo dulu celana panjang berwarna kuning atau krem, jas tutup
berwarna putih, bersarung serang, peci hitam atau daster, kaki berterompah, dan
golok diselipkan di pinggang tertutup jas.
B. Zaman sekarang: celana pengsi warna apa saja, baju gunting Cina yang
warnanya disesuaikan dengan warna celana, sarung diselempangkan atau
disampingkan duntuk shalat atau menangkis serangan musuh, ikat pinggang
besar dan kulit, peci hitam, terompah dari kulit, dan golok disisipkan di luar
pada ikat pinggang.

Selain berbagai ragam pakaian, masyarakat Betawi mengenal pula bverbagai
perhiasan sebagai perlengkapan pakaiannya ini seringkali dipakai untuk
kegiatan resmi atau untuk kegiatan adapt. Seperti: Tusuk kembang paku,
Kembang Kelapa, kembang goyang, kembang gede atau burung Hong, Sunting
telinga, Kerabu (hiasan telinga), Sigar atau Crown, Kalung Tebar, gelang
listring, cincin yang dipakai pada jari manis kiri atau kanan.
2.4a2 Perumahan.
1. Bagian Luar Rumah.
Pada umumnya pemilikan lahan be