HUBUNGAN ANTARA HIPERTRIGLISERID DENGAN NEUROPATI DIABETIK

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA HIPERTRIGLISERID

DENGAN NEUROPATI DIABETIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

FITRIA SETIANINGSIH 20130310076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA HIPERTRIGLISERID

DENGAN NEUROPATI DIABETIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

FITRIA SETIANINGSIH 20130310076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

HUBUNGAN ANTARA HIPERTRIGLISERID

DENGAN NEUROPATI DIABETIK

Disusun oleh : FITRIA SETIANINGSIH

20130310076

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 16 November 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. M. Ardiansyah, Sp.S. M.Kes. dr. Zamroni, Sp.S NIK: 19751024200204173052

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, SpOG NIK:197110281997173027


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Fitria Setianingsih

NIM : 20130310076

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 16 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Antara Hipertrigliserid dengan Neuropati Diabetik”. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara hipertrigliserid dengan neuropati diabetik pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr. M. Ardiansyah, Sp.S., M.Kes selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang

telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis.

2. dr. Zamroni, Sp.S selaku penguji dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan pengarahan, dan saran kepada penulis.

3. Kedua orang tua saya bapak Ade Tata Sutisna dan Ibu Ijah Sutijah serta saudara-saudara saya yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

4. Sahabat-sahabat saya Linda Wijayanti, Aldila Istika, Wilda Nur Diansari, Silvia Rakhmadani, Rizka Ayuditha Putri, Erika Diana Wati, Alfina Soraya,


(6)

v

Arnita Anindira, Arum Via, yang memberi semangat dan ilmunya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

5. Teman-teman satu kelompok bimbingan Karya Tulis Ilmiah, Aldila Istika, Roshynta Andatu dan Salma Karimah yang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasihatas dukungannya dan semoga Allah SWT membalasnya.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Penulis


(7)

vi DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. DASAR TEORI ... 7

1. Diabetes Melitus... 7

a. Pengertian ... 7

b. Etiologi ... 7

c. Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2 ... 8

d. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus ... 9

e. Faktor Risiko Diabetes Melitus ... 11

f. Komplikasi Diabetes Melitus ... 11

2. Neuropati Diabetik ... 12


(8)

vii

b. Patogenesis Neuropati Diabetik ... 12

c. Gejala klinis Neuropati Diabetik ... 15

d. Klasifikasi Neuropati Diabetik ... 15

e. Diagnosis Neuropati Diabetik ... 17

f. Faktor risiko Neuropati Diabetik ... 19

3. Hipertrigliserid ... 22

a. Pengertian Trigliserid ... 22

b. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma ... 23

c. Hipertrigliserid dan Diabetes Melitus ... 24

B. KERANGKA TEORI ... 26

C. KERANGKA KONSEP ... 27

D. HIPOTESIS ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 28

A. Desain Penelitian ... 28

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

1. Populasi ... 29

2. Sampel ... 29

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

1. Tempat Penelitian... 29

2. Waktu Penelitian ... 29

D. Variabel dan Definisi Operasional ... 29

1. Variabel Penelitian ... 29

a. Variabel Bebas ... 29

b. Variabel Tergantung ... 30

2. Definisi Operasional... 30

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

1. Kriteria Inklusi ... 30

2. Kriteria Eksklusi... 30

F. Cara Pengumpulan Data ... 31

G. Instrumen Penelitian ... 31


(9)

viii

I. Analisis Data ... 32

J. Etik Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 33

2. Deskripsi Umum Kasus Penelitian ... 33

3. Deskripsi Klinis Kasus Penelitian ... 35

4. Hubungan Antara Hipertrigliserid dengan Neuropati Diabetik ... 36

B. Pembahasan ... 37

C. Keterbatasan Penelitian... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. KESIMPULAN ... 41

B. SARAN ... 41

Daftar Pustaka ... 44


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi etiologi DM………..8

Tabel 2. Klasifikasi kadar lipid plasma………..23

Tabel 3. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin dan komplikasi neuropati diabetik...34 Tabel 4. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan Usia dan komplikasi neuropati diabetik...35 Tabel 5. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan

kadar trigliserid...35 Tabel 6. Karakteristik pasien Neuropati diabetik di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan kadar trigliserid...36 Tabel 7. Hubungan antara Hipertrigliserida dengan Neuropati Diabetik...37


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori……….26

Gambar 2. Kerangka Konsep……….27


(12)

xi

HUBUNGAN ANTARA HIPERTRIGLISERID DENGAN NEUROPATI DIABETIK

Fitria Setianingsih1, M. Ardiansyah2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

2Bagian Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Latar Belakang : Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi mikrovaskular seperti neuropati, nefropati, retinopati dan gangren. Neuropati Diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular kronis paling sering dijumpai pada penderita diabetes mellitus. Komplikasi muncul disebabkan oleh berbagai faktor seperti dislipidemi, kontrol gula darah yang rendah, durasi lama menderita DM, hipertensi dan faktor resiko yang lain. Dalam penelitian ini profil lipid yang diteliti adalah kadar trigliserid.

Metode penelitian : Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik dan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini yaitu pasien diabetes melitus rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta yang berjumlah 60 responden yang diambil secara acak. Analisis data yang digunakan adalah uji chi-square2x2 untuk melihat hubungan antara kedua variabel. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medik dan skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).

Hasil penelitian : Pasien DM yang mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 33 (55%) pasien dan 27 (45%) pasien tidak neuropati diabetik. Pada penelitian ini hipertrigliserid pada pasien DM tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan angka kejadian neuropati diabetik dengan nilai p = 0,592 dan odds ratio (OR) = 1,408.

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserida dengan angka kejadian neuropati diabetik. Kata Kunci : Hipertrigliserid, Diabetes Melitus, Neuropati Diabetik.


(13)

xii

RELATIONS BETWEEN HYPERTRIGLYCERIDES WITH THE INCIDENCE OF DIABETIC NEUROPATHY

Fitria Setianingsih1, M. Ardiansyah2

1School of Medicine, Faculty of Medicine and Health Sciences,

Muhammadiyah University of Yogyakarta,

2Department of Neurology Faculty of Medicine and Health Sciences,

Muhammadiyah University of Yogyakarta ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases characterized by chronic hyperglycemia that occurs due to abnormalities in insulin secretion, insulin action, or both that can cause a variety of macrovascular and microvascular complications. The microvascular complications are neuropathy, nephropathy, retinopathy and gangrene. Diabetic neuropathy is one of themosct common chronic microvascular complications found in people with diabetes mellitus. Complications arise due to various factors such as dyslipidemia, low blood sugar control, long duration of diabetes mellitus, hypertension and other risk factors. In this study, lipid profiles studied were triglyceride levels.

Methods: This study was a quantitative research with observational research design and analytic cross sectional approach. Samples of this study in which patients with diabetes mellitus in RSUD Kota Yogyakarta of 60 respondents drawn at random.Analysis of the data usechi-square test 2x2 to see the relationship between these two variables. The research instrument used in this study is the medical record and score Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS). Result and Discussion :The result showed 33 patients (55%) had complications of diabetic neuropathy and 27 (45%) patients were not diabetic neuropathy. The result of this studyshowed no significant association ofhypertriglyceridein diabetic patients with the incidence of diabetic neuropathy, with p = 0.592 and odds ratio (OR) = 1.408.

Conclusion:This research concluded that there is no relationship between hypertriglyceride with the incidence of diabetic neuropathy.


(14)

(15)

HUBUNGAN ANTARA HIPERTRIGLISERID DENGAN NEUROPATI DIABETIK

Fitria Setianingsih1, M. Ardiansyah2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

2Bagian Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Latar Belakang : Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi mikrovaskular seperti neuropati, nefropati, retinopati dan gangren. Neuropati Diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular kronis paling sering dijumpai pada penderita diabetes mellitus. Komplikasi muncul disebabkan oleh berbagai faktor seperti dislipidemi, kontrol gula darah yang rendah, durasi lama menderita DM, hipertensi dan faktor resiko yang lain. Dalam penelitian ini profil lipid yang diteliti adalah kadar trigliserid.

Metode penelitian : Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik dan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini yaitu pasien diabetes melitus rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta yang berjumlah 60 responden yang diambil secara acak. Analisis data yang digunakan adalah uji chi-square2x2 untuk melihat hubungan antara kedua variabel. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medik dan skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).

Hasil penelitian : Pasien DM yang mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 33 (55%) pasien dan 27 (45%) pasien tidak neuropati diabetik. Pada penelitian ini hipertrigliserid pada pasien DM tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan angka kejadian neuropati diabetik dengan nilai p = 0,592 dan odds ratio (OR) = 1,408.

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserida dengan angka kejadian neuropati diabetik. Kata Kunci : Hipertrigliserid, Diabetes Melitus, Neuropati Diabetik.


(16)

Muhammadiyah University of Yogyakarta,

2Department of Neurology Faculty of Medicine and Health Sciences,

Muhammadiyah University of Yogyakarta ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases characterized by chronic hyperglycemia that occurs due to abnormalities in insulin secretion, insulin action, or both that can cause a variety of macrovascular and microvascular complications. The microvascular complications are neuropathy, nephropathy, retinopathy and gangrene. Diabetic neuropathy is one of themosct common chronic microvascular complications found in people with diabetes mellitus. Complications arise due to various factors such as dyslipidemia, low blood sugar control, long duration of diabetes mellitus, hypertension and other risk factors. In this study, lipid profiles studied were triglyceride levels.

Methods: This study was a quantitative research with observational research design and analytic cross sectional approach. Samples of this study in which patients with diabetes mellitus in RSUD Kota Yogyakarta of 60 respondents drawn at random.Analysis of the data usechi-square test 2x2 to see the relationship between these two variables. The research instrument used in this study is the medical record and score Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS). Result and Discussion :The result showed 33 patients (55%) had complications of diabetic neuropathy and 27 (45%) patients were not diabetic neuropathy. The result of this studyshowed no significant association ofhypertriglyceridein diabetic patients with the incidence of diabetic neuropathy, with p = 0.592 and odds ratio (OR) = 1.408.

Conclusion:This research concluded that there is no relationship between hypertriglyceride with the incidence of diabetic neuropathy.


(17)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (Majid et al, 2015). Gejala yang ditimbulkan meliputi poliuria, polidipsi, kehilangan berat badan, kadang polifagia dan pandangan yang kabur (ADA, 2010).

Prevalensi DM di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 6,9%. Prevalensi DM di Indonesia mengalami peningkatan dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2014). World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 346 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) menyatakan 19,4 juta pada tahun 2010. Jumlah ini kemungkinan akan lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 tanpa intervensi. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 lebih banyak di berbagai penjuru dunia (Amir etal, 2015).

Komplikasi dari DM tipe 2 yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi kronis DM tipe 2 dapat berupa komplikasi makrovaskular yang


(18)

melibatkan pembuluh darah besar yaitu pembuluh darah koroner, pembuluh darah otak dan pembuluh darah perifer, sedangkan komplikasi mikrovaskular merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik) (Edwina DA et al, 2015).

Neuropati diabetik adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer atau autonom sebagai akibat dari diabetes mellitus (Sari & Widiajmoko, 2012). National Diabetes Information Clearing House mengklasifikasikan neuropati diabetik menjadi beberapa tipe, yakni perifer, autonomik, proksimal, dan fokal. Neuropati diabetik perifer merupakan komplikasi mikrovaskular kronis yang banyak terjadi pada penderita DM tipe 2 (Valeria et al, 2010). Suatu Penelitian di Cina menunjukan bahwa prevalensi neuropati diabetik perifer di antara pasien yang telah didiagnosis menderita diabetes mellitus tipe 2 adalah 61,8 % dengan usia lebih dari 30 tahun di pusat kota Shanghai (Zhihong Yang et al., 2010).

Pada DM tipe 2, terjadinya resistensi insulin di jaringan adiposa, lipolisis dan aliran asam lemak bebas dari adiposit meningkat, menyebabkan peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserid) di hepatosit. Penumpukan lemak di hati ini salah satunya bisa menyebabkan dislipidemia pada DM tipe 2 (peningkatan trigliserid, penurunan HDL, peningkatan LDL) (Fauci et al, 2012). Tingginya kadar trigliserid dalam darah (hipertrigliseridemia) berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertrigliseridemia primer disebabkan oleh kelainan genetik metabolisme lipid yang diwariskan sedangkan


(19)

3

hipertrigliseridemia sekunder disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti sindrom metabolik, obesitas, diabetes mellitus (DM), konsumsi alkohol, dan berbagai lainnya (Kurniawan, L.B.,et al, 2013). Hipertrigliseridemia erat kaitannya dengan asupan sehari-hari. Usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, obat-obatan dan penyakit penyerta juga memegang peranan penting dalam munculnya kondisi hipertrigliseridemia (Miller M, 2011). Seperti yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya tentang aturan makan dan minum atau asupan sehari-hari:

“Jauhilah kamu makan dan minum yang belebih-lebihan, karena yang demikian dapat merusak kesehatan tubuh, menimbulkan penyakit, dan memberi kemalasan (kesulitan) ketika akan bershalat. Dan hendaklah bagimu bersikap sedang (cukupan) ketika akan bersholat. Dan hendaklah bagimu bersikap sedang (cukupan) karena yang demikian akan membawa kebaikan pada tubuh, dan menjauhkan diri dari sikap berlebih-lebihan (HR.Bukhori)”.

Suatu penelitian yang dilakukan di RS Immanuel Bandung terhadap pasien DM tipe 2, dari hasil penelitiannya terhadap 108 pasien DM tipe 2, 37 orang (34,26%) menderita hiperlipidemia dengan insidensi hiperlipidemia pada pasien perempuan sebesar 54,05%, sedangkan pada pasien laki-laki sebesar 45,95%. Tipe hiperlipidemia paling banyak ditemukan adalah rendahnya kadar HDL sebanyak 30 kasus (81,08%), sedangkan tingginya kadar LDL sebanyak 26 kasus (70,30%) dan hipertrigliseridemia sebanyak 22 kasus (54,50%) (Taqwim, A., 2007). Berdasarkan penelitian yang berjudul Obesity and Hyperlipidemia are risk factors for early Diabetic Neuropathy menyatakan, bahwa obesitas dan hipertrigliseridemia merupakan faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya neuropati diabetik dibandingkan dengan profil lipid yang lainnya (Smith, G.A., & Singleton, R.J., 2013).


(20)

Dari berbagai pernyataan di atas, prevalensi kejadian neuropati diabetik dan kadar trigliserid yang tinggi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 masih sangat tinggi. Oleh karena itu peneliti ingin memperdalami lebih lanjut mengenai adakah hubungan antara kadar trigliserid yang tinggi terhadap kejadian neuropati diabetik yang merupakan komplikasi diabetes mellitus tipe 2 yang paling sering ditemui.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan suatu rumusan masalah yaitu : Apakah ada hubungannya antara hipertrigliserid dengan kejadian neuropati diabetik ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara hipertrigliserid pada Diabetes Melitus tipe 2 dengan kejadian neuropati diabetik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan informasi mengenai komplikasi Diabetes Melitus yang salah

satunya adalah Neuropati Diabetik.

2. Memberikan informasi kepada penderita Diabetes Melitus untuk melakukan pencegahan terhadap faktor resiko terjadinya Neuropati Diabetik.

3. Memberikan informasi mengenai ada atau tidak adanya korelasi antara neuropati diabetik dengan hipertrigliseridemia.

E. Keaslian Penelitian

1. Timothy D, Wiggin, et al, dengan judul “Elevated Triglycerides Correlate


(21)

5

Metode Penelitian dengan menggunakan myelinated fiber density (MFD), nerve conduction velocities (NCVs), ambang persepsi getaran, skor gejala klinis, dan visual analog scale (VAS) untuk menganalisis nyeri pada pasien

dengan neuropati diabetik. Hilangnya ≥500 fibers/mm² pada sural nerve MFD lebih dari 52 minggu yang didefinisikan sebagai terjadinya

peningkatan neuropati diabetik, dan hilangnya ≤100 fibers/mm² selama

interval waktu yang sama didefinisikan tidak terjadi peningkatan neuropati diabetik. Setelah itu yang terjadi peningkatan dan yang tidak terjadi peningkatan disamakan karakteristiknya sebelum dilakukan perlakuan dengan menggunakan O’Brien rank-sum. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa MFD tidak terpengaruh oleh terapi obat aktif (p=0,87), durasi diabetes (p=0,48), usia (p=0,11), atau BMI (p=0,30). Di antara semua variabel yang diuji, peningkatan trigliserid dan penurunan peroneal motor NCV pada awal signifikan berkorelasi dengan hilangnya MFD pada 52 minggu (p=0,04). Perbedaan dengan penelitian saya adalah tempat penelitian dan cara pengukuran neuropati diabetik. Dalam penelitian saya menggunakan skor DNS.

2. Riyan Wahyudo, dengan judul “Perbedaan Profil Trigliserida (TG) Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dengan Yang Tidak Terkontol Di

RSUD DR.H Abdul Moeloek Bandar Lampung”. Tahun 2012.

Metode Penelitian yang digunakan adalah analisis kategorik-numerik tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2012. Uji beda dengan uji Mann-Whitney karena


(22)

distribusi data tidak normal. Hasil Penelitian menunjukan dari 138 pasien DM tipe 2 (69 terkontrol dan 69 tidak terkontrol) memiliki nilai rerata kadar trigliserida (TG) pasien diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol (118,26±68,54) lebih rendah dibandingkan yang tidak terkontrol (176,83±100,17). Simpulan, terdapat perbedaan bermakna kadar trigliserida (p =0,000) antara pasien diabetes mellitus tipe 2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol. Perbedaan dengan penelitian saya adalah tempat penelitian dan cara mengambil sampel diabetes melitus tipe 2 dengan tidak mempertimbangkan terkontrol ataupun tidak terkontol.


(23)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. DASAR TEORI

1. Diabetes Melitus a. Pengertian

Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada Diabetes Melitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (ADA, 2009).

b. Etiologi

Pada Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan. Sedangkan pada Diabetes Melitus tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolute (Purnamasari D, 2009). Berikut klasifikasi etiologi DM menurut Konsensus Pengelolaan dan pencegahan DM tahun 2006 :


(24)

Tabel 1. Klasifikasi etiologis Diabetes Melitus

Diabetes Melitus Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute

 autoimun  idiopatik

Diabetes Melitus Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

Diabetes Melitus Tipe lain  Defek genetic fungsi sel beta  defek genetic kerja insulin  penyakit eksokrin pancreas  endokrinopati

 karena obat atau zat kimia  infeksi

 sebab imunologi yang jarang

 sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes mellitus gestasional

c. Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2

Sebagian besar DM tipe 2 diawali dengan kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai kompensasi, sel β pancreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi


(25)

9

hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glukose transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe 2. Secara patologis, pada permulaan DM tipe 2 terjadi peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal, namun masih diiringi dengan sekresi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia). Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi defek pada reseptor maupun postreseptor insulin.

Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemi). Seiring dengan kejadian tersebut, sel β pankreas mengalami adaptasi diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitive, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. Sedangkan DM tipe 2 akhir telah terjadi penurunan kadar insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibandingkan normal. Pada penderita DM tipe 2, pemberian obat-obat oral antidiabetes sulfonylurea masih dapat merangsang kemampuan sel β Langerhans pancreas untuk mensekresi insulin (Nugroho, A.E., 2006).

d. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan


(26)

yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Purnamasari D, 2009).

PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal (Purnamasari D, 2009).

Kriteria Diagnosis menurut PERKENI 2011 yaitu :

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir


(27)

11

3. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam Atau

4. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa yang dilarutkan ke dalam air.

e. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Faktor risiko penyebab terjadinya DM tipe 2 terbagi atas faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes, usia >45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan lahir rendah <2,5 kg. Sedangkan faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh >23kg/m²), kurangnya aktivitas fisik, hipertensi (>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl) dan diet tinggi gula rendah serat (Tedjapranata M, 2009).

f. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi DM dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terdiri atas, hiperglikemia dan ketoasidosis diabetikum, sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik dan hipoglikemik. Sedangkan komplikasi kronis terdiri atas komplikasi makrovaskular yaitu kondisi


(28)

aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah besar yang dapat menimbulkan berbagai penyakit seiperti : Coronary Artery Disease (CAD), penyakit serebrovaskular, hipertensi, penyakit vascular perifer dan infeksi. Sementara komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan membrane basalis pembuluh kapiler. Beberapa kondisi akibat dari gangguan pembuluh darah kapiler antara lain neuropati, nefropati, retinopati, ulkus kaki (Black & Hawks, 2009).

2. Neuropati Diabetik a. Pengertian

Neuropati Diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering dijumpai pada penderita diabetes mellitus (Subekti I, 2009). Prevalensi Neuropati diabetik di Rumah Sakit Umum Pendidikan (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2010 sebesar 2,6%, tahun 2011 sebesar 3,8% dan tahun 2012 sebesar 2,3% (Alfin, 2014). Neuropati diabetik ditandai dengan kerusakan saraf somatik dan atau saraf otonom yang ditemukan secara klinis atau subklinis dan semata karena diabetes mellitus, tanpa adanya penyebab neuropati perifer lainnya (Sadeli, H.A., 2008).

b. Patogenesis Neuropati Diabetik

Hingga saat ini patogenesis Neuropati diabetik belum seluruhnya diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya Neuropati diabetik, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor (Subekti I, 2009).


(29)

13

Terdapat 4 jalur patogenesis Neuropati Diabetik, yaitu : 1. Faktor Metabolik

Proses terjadinya Neuropati Diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisme oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edema saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotic yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na- K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraselular menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf. Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolism oksidatif. Karena NADPH merupakan kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan sarafuntuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia


(30)

berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat toksis dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah ND (Subekti I, 2009).

2. Kelainan Vaskular

Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vascular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vascular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi (Subekti I, 2009). 3. Peran Nerve Growth Factor (NGF)

NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada ND (Subekti I, 2009).


(31)

15

c. Gejala Klinis Neuropati Diabetik

Gejala Neuropati diabetik dapat dikelompokkan menjadi gejala negatif atau positif. Gejala positif misalnya paraestesia (sensasi abnormal, baik spontan atau dibangkitkan) atau disestesia (sensasi abnormal tidak menyenangkan, baik spontan atau dibangkitkan), sedangkan gejala negatif menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas serabut saraf misalnya hipoestesia (berkurangnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik taktil maupun termal) (Munir, 2015).

Sedangkan berdasarkan hilangnya modalitas sensoris, gejala neuropati dapat dibagi menjadi tipe saraf besar (terutama hilangnya rasa getar, rasa raba ringan, dan rasa posisi sendi) dan tipe saraf kecil (terutama hilangnya nyeri dan suhu). Pada kasus yang lebih berat, hilangnya sensoris dapat meluas ke dada depan dan dinding abdomen, serta meluas ke lateral sekitar tubuh (Callaghanet al, 2012).

d. Klasifikasi Neuropati Diabetik

Neuropati Diabetik merupakan kelainan yang heterogen, sehingga ditemukan berbagai ragam klasifikasi. Secara umum ND yang dikemukakan bergantung pada 2 hal, pertama, menurut perjalanan penyakitnya (lama menderita DM) dan kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.

Menurut perjalanan penyakitnya, Neuropati Diabetik dibagi menjadi : 1. neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat

perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga masih reversible.


(32)

2. neuropati struktural/klinis, yaitu gejala yang timbul sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversible.

3. kematian neuron/tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible. Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan.

Menururt jenis serabut saraf yang terkena lesi :

1. Neuropati difus, meliputi polineuropati sensori-motor simetris distal, neuropati otonom, neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi).

2. Neuropati fokal, meliputi neuropati cranial, radikulopati/pleksopati dan entrapment neuropathy.

Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau sensorik atau autonom, maka manifestasi klinis ND menjadi bervariasi, mulai kesemutan; kebas; tebal; mati rasa; rasa terbakar; seperti ditusuk; disobek; ditikam (Subekti I, 2009).

National Diabetes Information Clearing House mengklasifikasikan neuropati diabetik menjadi beberapa tipe, yakni perifer, autonomik, proksimal, dan fokal. Neuropati perifer merupakan tipe yang paling umum ditemukan yang dapat menyebabkan nyeri atau kehilangan sensasi pada kaki, jari-jari kaki,


(33)

17

tungkai, lengan, dan tangan. Neuropati autonom dapat menyebabkan perubahan pada fungsi pencernaan, miksi, respon seksual, dan pengeluaran keringat. Selain itu neuropati autonom juga dapat mempengaruhi syaraf yang menginervasi jantung dan kontrol tekanan darah, serta syaraf pada paru-paru dan mata. Neuropati proksimal dapat menyebabkan nyeri pada tungkai atas, pinggang, atau pantat sehingga mengakibatkan kelemahan pada tungkai. Sementara itu, neuropati fokal akan menyebabkan kelemahan mendadak dan satu atau kelompok syaraf, sehingga mengakibatkan kelemahan otot atau nyeri.

e. Diagnosis Neuropati Diabetik

Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap: 1). reflex motorik; 2). fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filament mono Semmes-Weinstein); 3). fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu; 4). untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi (Subekti I, 2009).

Cara lain untuk melakukan penilaian neuropati diabetik adalah dengan menggunakan skor DNS atau DNE. Skor DNS adalah alat ukur untuk mengetahui adanya polineuropati dan autonomic neuropati pada penderita DM melalui anamnesa gejala neuropati DM (Meerwaldt, 2005). Kuesioner skor DNS diadaptasi dari versi sebelumnya, yakni Neuropathy Symptom Score (NSS).


(34)

Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab dengan jawaban ya atau tidak. Jawaban “ya” akan bernilai satu poin jika terjadi beberapa kali dalam satu minggu selama 2 minggu terakhir, sedangkan jawaban “tidak” memberikan 0 poin. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner skor DNS, yakni (Mythili, 2010; Meijer, 2002) :

1. Apakah terdapat gejala ketidakstabilan (unsteadiness in walking)? 2. Apakah merasa terbakar, kesemutan, dan nyeri pada tungkai atau kaki? 3. Apakah merasa seperti ditusuk-ditusuk di tungkai atau kaki?

4. Apakah terdapat sensasi mati rasa pada kaki atau tungkai?

Skor maksimum adalah 4 poin, dimana 0 poin menunjukkan tidak adanya neuropati diabetik, dan poin 1-4 menunjukkan adanya neuropati diabetik.

Sedangkan skor DNE merupakan alat ukur untuk mengetahui adanya diabetik neuropati pada penderita DM melalui pemeriksaan fisik adanya tanda neuropati diabetik (Meerwaldt, 2005). Skor DNE merupakan modifikasi dari Neuropathy Disability Score of Dyck (Mythili, 2010; Meijer, 2000). Skor DNE terdiri atas 8 poin (2 pemeriksaan kekuatan otot, 1 reflek tendon, dan 5 pemeriksaan sensasi). Skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 16, dan jika mendapat skor >3 maka sudah menunjukkan adanya neuropati. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya (Mythili, 2010) :

a. Kekuatan otot

1 Quadricep femoris : extensi lutut 2 Tibialis anterior : dorsofleksi kaki b. Reflex


(35)

19

c. Sensitivitas jari telunjuk

4 Sensitivitas terhadap tusukan jarum d. Sensitivitas ibu jari kaki

5 Sensitivitas terhadap tusukan jarum 6 Sensitivitas terhadap sentuhan 7 Persepsi getar

8 Sensitivitas terhadap posisi sendi

Pemeriksaan hanya dilakukan pada tungkai dan kaki kanan. Jika tungkai kanan diamputasi, maka dilakukan pemeriksaan pada tungkai kiri. Skor maksimal adalah 16, masing-masing pemeriksaan diberi skor 0 sampai 2, dimana :

0 = normal

1 = Defisit ringan/sedang, kekuatan otot skala 0-2, reflex dan sensasi menurun tapi masih muncul.

2 = Gangguan berat, kekuataan otot pada skala 0-2, tidak ditemukan refleks maupun kemampuan sensasi.

f. Faktor Risiko Neuropati Diabetik

Perkembangan neuropati berhubungan dengan lamanya menderita DM dan kontrol gula darah. Faktor risiko lainnya adalah BMI dan merokok (semakin besar BMI nya, semakin besar risiko menderita neuropati). Keberadaan penyakit kardiovaskular, peningkatan trigliserid dan hipertensi juga berhubungan dengan neuropati diabetik perifer (Powers, 2008).

Faktor risiko neuropati diabetik adalah : 1. Umur


(36)

Penuaan merupakan proses fisiologis yang dihubungkan dengan perubahan anatomi dan fisiologi semua sistem dalam tubuh, dimana perubahan itu umumnya dimulai pada umur pertengahan. Usia lanjut akan menyebabkan kelainan pada saraf tepi, karena terjadi penurunan aliran darah pada pembuluh darah yang menuju ke saraf tepi dan berkurangnya secara progresif serabut-serabut baik yang bermielin maupun tak bermielin. Perubahan pada serabut saraf besar karakteristik ditandai dengan hilangnya reflek Achilles dan gangguan sensitivitas vibrasi pada kaki. Sedangkan pada serabut saraf kecil terjadi penipisan akson, yang dapat menjelaskan kerentanan umur lanjut terhadap timbulnya neuropati (Priyantono, 2005).

2. Lamanya menderita diabetes

Lamanya menderita diabetes menyebabkan risiko timbulnya komplikasi yang khas seperti neuropati, nefropati dan retinopati meningkat. Aterosklerosis, suatu fenomena yang “fisiologis” pada usia lanjut, timbul lebih dini dan lebih berat pada penderita diabetes. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan pembentukan radikal bebas sedangkan kemampuan meredam aktivitas radikal bebas tersebut menurun, sehingga menyebabkan kerusakan endotel vaskuler dan menurunkan vasodilatasi yang diduga karena abnormalitas pada alur produksi Nitric Oxid (Priyantono, 2005).


(37)

21

Pada hipertensi esensial terjadi gangguan fungsi endotel disertai peningkatan permeabilitas endotel yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap aterogenesis. Disfungsi endotel ini akan menambah tahanan perifer dan komplikasi vaskuler serta penurunan kadar NO. Disamping itu hipertensi akan memudahkan terjadinya stress oksidatif dalam dinding arteri, dimana superoksida akan memacu progresifitas aterosklerosis melalui destruksi NO. Konsentrasi angiotensin II yang meningkat akan memacu aktivitas lipooksigenasi menyebabkan oksidasi LDL dan memacu proses inflamasi sehingga terbentuk hydrogen peroksida dan radikal bebas dalam plasma. Proses ini semua akan mengakibatkan penurunan NO oleh sel endotel, peningkatan adhesi leukosit dan peningkatan resistensi perifer (Priyantono, 2005).

4. Dislipidemia

Kelainan lipoprotein merupakan faktor utama dalam proses aterosklerosis mencakup peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), penurunan High Density Lipoprotein (HDL). Selain itu trigliserida terbukti dapat berperan sebagai faktor resiko aterosklerosis (Priyantono, 2005).

5. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko mayor terjadinya aterosklerosis, yang diduga disebabkan mekanisme interaksi trombosit dan dinding pembuluh darah, peningkatan kadar kolesterol LDL yang teroksidasi di


(38)

dalam sirkulasi dan jaringan, penurunan kolesterol HDL dan terjadinya stress oksidatif. Efek negative merokok adalah konstriksi pembuluh darah melalui gangguan fungsi endotel, meningkatkan karbonmonoksida dan oxygen free radicalis.Selain itu dapat menyebabkan spasme arteri dan penurunan kapasitas oksigen darah (Priyantono, 2005).

3. Hipertrigliserid a. Pengertian Trigliserid

Trigliserid merupakan salah satu senyawa penyusun setiap lipoprotein, dimana setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak dan komposisi apoprotein (Fauziah, Y.N. & Suryanto, 2012). Trigliserid dibentuk dari gliserol dan lemak yang berasal dari makanan dengan rangsangan insulin atau kelebihan dari kalori akibat makan berlebihan. Kelebihan kalori akan diubah menjadi trigliserida dan disimpan sebagai lemak dibawah kulit (Dalimartha, 2011).

Trigliserid dalam darah ditransportasikan melalui dua jalur yaitu jalur eksogen dan jalur endogen. Pada jalur eksogen, trigliserida dalam usus dikemas dalam kilomikron. Trigliserida dalam kilomikron tadi akan mengalami penguraian lanjutan yang dilakukan oleh enzim lipoprotein lipase sehingga akhirnya terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnant. Asam lemak bebas yang dihasilkan akan bergerak menembus jaringan otot dan jaringan lemak bawah kulit, kemudian di jaringan tersebut asam lemak itu diubah kembali menjadi trigliserida yang berfungsi sebagai cadangan energi. Kilomikron remnant menuju ke hati.Pada jalur endogen trigliserida ditransportasikan dalam bentuk lipoprotein yang bernama


(39)

23

Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Trigliserida di luar hati dan berada di dalam jaringan akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase. Sisa hidrolisis kemudian dimetabolisme oleh hati menjadi kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) (Graha, 2010). Peningkatan kadar trigliserid serum dapat terjadi karena sejumlah faktor. Hipertrigliseridemia dapat diakibatkan dari kelainan genetic dalam salah satu protein yang terlibat dalam metabolisme lipoprotein, atau dapat secara sekunder yang timbul dari sejumlah kelainan lain, termasuk diabetes mellitus, obesitas dan penyalahgunaan alkohol, dan bisa sebagai efek samping dari beberapa obat seperti β-bloker, estrogen oral dan beberapa obat diuretika (Rudiharso, 2012).

b. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma

National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP ATP III) pada tahun 2001 membuat suatu batasan kadar lipid plasma yang sampai saat ini masih digunakan (PERKENI, 2012).

Tabel 2. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma

Kolesterol Total (mg/dL)

<200 Optimal

200-239 Sedikit tinggi (borderline) >240 Tinggi

HDL (mg/dL)

<40 Rendah >60 Tinggi LDL (mg/dL)

<100 Optimal

100-129 Mendekati optimal 130-159 Sedikit tinggi

160-189 Tinggi >190 Sangat tinggi


(40)

Tabel 2. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma (Lanjutan)

Trigliserid (mg/dL)

<150 Normal

150-199 Sedikit tinggi (borderline) 200-499 Tinggi

>500 Sangat tinggi

Namun pada tahun 2011 American Heart Association (AHA) telah menetapkan standar baru terhadap nilai optimal kadar trigliserida menjadi <100 mg/dl (Miller M, 2011).

c. Hipertrigliserid dan Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan penyebab paling menonjol terjadinya hipertrigliserid, yang ditemukan sekitar sepertiga dari semua pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (Melmed et al, 2011). Pada resistensi atau defisiensi insulin terjadi kelainan profil lipid yang khas yang ditandai oleh kadar trigliserid tinggi, HDL-kolesterol rendah dan banyak LDL kecil padat (fenotipe lipoprotein aterogenik = trias lipid), keadaan ini bersifat sangat aterogenik Selain itu, juga terjadi ketidakmampuan kerja enzim lipoprotein lipase endothelium yang menyebabkan klirens VLDL dari plasma menjadi lebih lambat, dengan kata lain VLDL plasma meningkat. Hal tersebut dapat meningkatkan kejadian terjadinya komplikasi pada pasien DM tipe 2 (Kendall, 2005).

Pada keadaan resistensi insulin, enzim hormone sensitive lipase akan bekerja lebih aktif sehingga terjadi lipolisis trigliserida intraseluler yang berakibat terbentuknya asam lemak yang berlebihan. Asam lemak bebas yang berlebihan ini akan masuk ke sirkulasi darah, sebagian akan digunakan sumber energi dan


(41)

25

sebagian dibawa ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserida hati dan menjadi bagian dari VLDL. Sehingga VLDL yang terbentuk pada keadaan resistensi insulin sangat kaya dengan trigliserida sehingga disebut ‘VLDL kaya trigliserida’ atau VLDL besar (enriched triglyseride VLDL = large VLDL). Di dalam sirkulasi, trigliserida pada VLDL besar akan dilipolisis oleh enzim lipoprotein lipase sehingga menghasilkan LDL yang kaya trigliserida tapi kurang kolesterol. Trigliserida pada LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase yang juga meningkat pada keadaan resistensi insulin sehingga menghasilkan LDL yang kecil-padat (small dense LDL). Partikel sdLDL ini mudah teroksidasi sehingga sangat aterogenik (Purnamasari,E. & Poerwantoro,2011).


(42)

B. KERANGKA TEORI

= yang diteliti = yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Teori

Resistensi Insulin Defisiensi Insulin

Diabetes Melitus komplikasi

makrovaskular Komplikasi Akut Komplikasi Kronis Hiperglikemi Ketoasidosis Diabetikum Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik Hipoglikemik Faktor Metabolik Kelainan Vaskular Mekanisme Imun Peran NGF komplikasi mikrovaskular retinopati nefropati neuropati

DNS perifer

autonomik proksimal fokal Dislipidemi DNE Hipertensi Umur Lama menderita DM Merokok HDL Trigliserida LDL Kolesterol


(43)

27

C. KERANGKA KONSEP

kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka Konsep

D. HIPOTESIS

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konsep dapat disampaikan satu hipotesis, yakni :

H1 = terdapat hubungan antara kejadian neuropati diabetik dengan hipertrigliserid H0 = tidak terdapat hubungan antara neuropati diabetik dengan hipertrigliserid

Metabolik Genetik

Obesitas

Lama menderita DM Hipertensi

Merokok Hipertrigliserid

DNS

Neuropati Diabetik


(44)

28 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study. Observasi atau pengukuran variabel dilaksanakan pada satu saat tertentu. Tiap subyek yamg akan diteliti hanya diobservasi hanya satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan saat pemeriksaan tersebut. Pada cross sectional study peneliti tidak melakukan tindak lanjut atau follow-up (Sastroasmoro, 2014).

Gambar 3. Sampel Penelitian Penderita DM Sampel

Kriteria Inklusi

Neuropati Diabetik

Tidak

Neuropati Diabetik

Trigliserid Normal Hipertrigliserid

Neuropati Diabetik

Tidak

Neuropati Diabetik Skor DNS


(45)

29

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita DM yang berada di Poli Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta.

2. Sampel

Perhitungan sampel untuk penelitian ini menggunakan rumus hitung sampel :

n = ��/2

2 � 1−�

²

Dengan nilai p = prevalensi, dari prevalensi suatu penelitian di Yogyakarta yang menunjukkan prevalensi kejadian neuropati diabetik sekitar 2,3% - 3,8%, nilai p yang digunakan adalahp= 3,8%. Untuk Za/2 = 1,96 dan d = 0,05. Setelah

ditambahkan 10%,hasil perhitungan sampel didapatkan n sebesar 62 sampel. C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Poli Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta. 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2016. D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian a. Variabel Bebas


(46)

b. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah Neuropati Diabetik. 2. Definisi Operasional

a. Diabetes Melitus

Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 yang terdapat pada rekam medis. b. Hipertrigliserid

Kadar Trigliserid yang tinggi >150 mg/dL berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilihat dari Rekam Medis.

c. Neuropati Diabetik

Penderita Diabetes Melitus yang memiliki hasil Diabetik Neuropati Skor (DNS) dengan nilai skor 1-4.

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi

a. Pasien laki-laki dan perempuan yang terdiagnosis diabetes mellitus tipe 2 di Poli Rawat Jalan RSUD Jogja.

b. Pasien DM yang terdapat pemeriksaan profil lipid pada rekam medik. c. Usia 40 sampai 80 tahun.

d. Pasien sadar, baik, dan kooperatif. e. Tidak memiliki riwayat trauma.

f. Tidak menderita penyakit kronis, seperti multiple sklerosis. 2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien diabetes mellitus dengan kondisi sakit yang parah sehingga tidak mampu berkomunikasi dengan baik.


(47)

31

b. Pasien sedang dalam perawatan khusus sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan data.

F. Cara Pengumpulan Data

Data Penelitian ini diperoleh melalui observasi, anamnesis dan pengukuran variabel yang dikerjakan pada waktu tertentu dan hanya dilakukan satu kali observasi serta pengukuran pada tiap sampel.

Langkah – langkah pengambilan data tiap sampel adalah : 1. Pencatatan data sekunder

Peneliti melakukan pencatatan data tentang identitas sampel, hasil pemeriksaan laboratorium tentang GDS dan profil lipid yang terdapat pada rekam medis pasien di RSUD Kota Yogyakarta.

2. Anamnesis atau wawancara dan Pengukuran skor DNS

Peneliti melakukan anamnesis terhadap sampel untuk menanyakan perihal kondisi dasar pasien serta menilai skor DNS menggunakan lembar pemeriksaan DNS untuk mengetahui adanya neuropati diabetik pada sampel.

G. Instrumen Penelitian Lembar pemeriksaan DNS H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Skor DNS (Diabetic Neuropathy Symptom) telah diuji validitas dan reliabilitas oleh Yuanita Mardastuti di Yogyakarta pada tahun 2013. Nilai reliabilitas, sensitivitas, spesifisitas DNS berturut-turut dengan membandingkan dengan hasil NCS (Nerve Conduction Study) pada


(48)

kelompok pasien DM sebagai berikut 87%, 80%, 27.78%. Skor DNS kelompok paien DM pada penelitian ini memiliki nilai sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas rendah (Mardastuti, 2013).

I. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian akan dilakukan olah data dengan menggunakan program lunak statistika komputer dengan menggunakan uji chi-square untuk mengetahui adakah hubungan antara variabel hipertrigliserid dengan angka kejadian neuropati diabetik. Serta menilai RR/RP untuk menilai seberapa erat hubungannya. Jika dengan uji chi-square terdapat expected count<5 maka menggunakan uji Fisher’s Exact test.

J. Etik Penelitian

Karena pada penelitian ini melibatkan secara langsung pasien sebagai sampel penelitian, maka peneliti akan terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian, hal-hal yang akan dilakukan oleh peneliti terhadap pasien untuk pengambilan data dan akan meminta persetujuan dari pasien sebelum dilakukan pengambilan data terhadap pasien.


(49)

33 BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta yang terletak di Jalan Wirosaban Nomor 1 Yogyakarta. RSUD Kota Yogyakarta adalah rumah sakit pendidikan tipe B yang memiliki 11 poliklinik, pelayanan gawat darurat dan 1 laboratorium. Poliklinik yang ada di RSUD Jogja terdiri dari poliklinik Anak, poliklinik Bedah, poliklinik Dalam, poliklinik Kebidanan dan kandungan, poliklinik Kulit dan Kelamin, poliklinik THT, poliklinik Mata, poliklinik Saraf, poliklinik Jiwa, poliklinik Gigi dan Mulut, dan poliklinik Gizi.

Pada laboratorium terdapat 5 perawat terdiri dari 1 orang perawat laki-laki dan 4 orang perawat perempuan yang sudah terlatih dalam pengambilan darah. Laboratorium dipimpin oleh satu orang kepala perawat. Jam kerja laboratorium hanya pada hari Senin sampai dengan Kamis mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB.

2. Deskripsi Umum Kasus Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus yang rutin melakukan tes kesehatan di RSUD Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 40-80 tahun. Subjek penelitian sebanyak 60 pasien DM yang terdiri dari 19 orang pasien


(50)

laki-laki dan 41 orang pasien perempuan. Subjek diambil selama periode bulan Agustus hingga September 2016.

Data tersebut didapatkan dari pengambilan data secara langsung di RSUD Kota Yogyakarta dengan karakteristik sebagai berikut :

Tabel 3. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin dan komplikasi neuropati diabetik

Neuropati Diabetik

Jenis Kelamin

Jumlah Persentase Perempuan Laki-laki

Ya 23 10 33 55 %

Tidak 18 9 27 45 %

Total 41 19 60 100 %

Pasien DM yang telah dilakukan scoring DNS dan mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan sebanyak 33 orang (55%), dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 10 : 23. Perempuan dengan neuropati diabetik menunjukkan perbandingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian tentang perbedaan jenis kelamin terhadap komplikasi vaskular pada pasien diabetes. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa populasi di daerah Asia memiliki prevalensi komplikasi vaskuler terutama neuropati diabetik lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria, disebabkan oleh faktor etnis yang berhubungan dengan gen, kontribusi faktor-faktor lingkungan yang tidak terukur, atau kombinasi keduanya (Flavia, Campesi & Ochioni, 2012).

Pasien DM yang tidak mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan sebanyak 27 orang (45%) dengan rincian 18 perempuan dan 9 orang laki-laki.


(51)

35

Tabel 4. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan Usia dan komplikasi neuropati diabetik

Neuropati Diabetik

Usia

Jumlah Persentase

<55 tahun ≥55 tahun

Ya 5 28 33 13,3 %

Tidak 3 24 27 86,7 %

Total 8 52 60 100 %

Hasil penelitian menunjukkan banyak pasien yang berusia ≥55 tahun mengalami komplikasi neuropati diabetik yaitu 28 orang dan yang mengalami neuropati diabetik pada usia <55 tahun sebanyak 5 orang. Data tersebut didukung oleh suatu penelitian yang menjelaskan bahwa neuropati diabetik terbanyak didapatkan pada usia lebih dari 55 tahun (Azhary, Farooq, & Bhanushali, 2010).

3. Deskripsi Klinis Kasus Penelitian

Berdasarkan penelitian Rini (2015) menyatakan bahwa pasien dikatakan hipertrigliserid jika kadar trigliserid >150 mg/dl.

Tabel 5. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan kadar trigliserid

No Hipertrigliserid Jumlah Persentase

1 Iya 13 21,6 %

2 Tidak 47 78,4 %

Total 60 100 %

Pada Penelitian ini, kadar trigliserida diperoleh dari rekam medik pasien di RSUD Kota Jogja setelah peneliti melakukan pemeriksaan skor DNS. Dari hasil pencatatan kadar trigliserid dalam rekam medik 60 sampel didapatkan pasien DM


(52)

yang mengalami hipertrigliserid sebanyak 13 kasus (21,6%), sedangkan pasien DM dengan kadar trigliserid normal sebanyak 47 kasus (78,4%).

Tabel 6. Karakteristik pasien Neuropati diabetik di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan kadar trigliserid

hubungan antara

hipertrigliserid Neuropati Diabetik total

dengan neuropati diabetik Iya Tidak

N % N % N %

Hipertrigliserid ≥150 Iya 8 61,5 5 38,5 13 100

Tidak 25 53,2 22 46,8 47 100

Total

33 55 27 45 60 100

Pada penelitian ini didapatkan pasien neuropati diabetik sebanyak 33 kasus (55%), dimana yang mengalami hipertrigliserid sebanyak 8 kasus (61,5%) dan yang tidak mengalami hipertrigliserid sebanyak 25 kasus (53,2%). Sedangkan pasien DM yang tidak mengalami neuropati diabetik sebanyak 27 kasus (45%), dimana yang mengalami hipertrigliserid sebanyak 5 kasus (38,5%) dan yang tidak mengalami hipertrigliserid sebanyak 22 kasus (46,8%). Berdasarkan uji deskriptif, didapatkan mean kadar trigliserida kelompok subjek diabetes tanpa neuropati sebesar 127 mg/dl (27 subjek) dengan standar deviasi sebesar 75,9. Sedangkan pada kelompok subjek diabetes neuropati didapatkan mean sebesar 134,61 mg/dl (33 subjek) dengan standar deviasi sebesar 96,45.

4. Hubungan Antara Hipertrigliserid dengan Neuropati Diabetik

Uji statistik diperlukan untuk mengetahui hubungan antara hipertrigliserid dengan neuropati diabetik berdasarkan skor DNS di RSUD Kota Jogja. Faktor resiko hipertrigliserid dengan kejadian neuropati diabetik dianalisis menggunakan


(53)

37

odds ratio (OR) untuk mengetahui kemungkinan sebab akibat antara faktor resiko dengan komplikasi yang akan terjadi. Penulis menggunakan chi-square untuk mengetahui adakah hubungan antara hipertrigliserid dengan neuropati diabetik di RSUD Kota Jogja.

Tabel 7. Hubungan antara Hipertrigliserida dengan Neuropati Diabetik

No Kadar Trigliserid Nilai p OR

1 Hipertrigliserid dengan Trigliserid normal 0,592 1,408

Berdasarkan perhitungan dan pengolahan data chi-square didapatkan nilai p 0,592 (>0,05) maka tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserid dengan kejadian neuropati diabetik. Hipotesis yang dibuat penulis dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, dimana tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserid dengan angka kejadian neuropati diabetik, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis. H1 ditolak sesuai dengan hasil penelitian yaitu tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserid dengan angka kejadian neuropati diabetik. Kemudian didapatkan nilai OR 1,408 yaitu pasien dengan hipertrigliserid mempunyai kemungkinan 1,4 kali untuk menjadi neuropati diabetik dibandingkan pasien dengan trigliserid normal. Confidence Interval (CI) 0,401-4,942 yang berarti melewati angka 1, maka tidak dapat terdapat hubungan yang signifikan antara hipertrigliserid dengan neuropati diabetik.

B. Pembahasan

Neuropati diabetik merupakan komplikasi DM yang sering terjadi dengan morbiditas tinggi dan merusak kualitas hidup. Faktor resiko signifikan untuk


(54)

perkembangan neuropati diabetik yang dikemukakan oleh Priyantono (2005) berhubungan dengan usia, durasi menderita DM, hipertensi, dislipidemia, merokok, dan tinggi badan yang berkaitan dengan body mass index (BMI).

Penelitian yang dilakukan penulis mendapatkan hasil bahwa hipertrigliserid tidak berhubungan dengan neuropati diabetik. Penelitian lain yang memberikan hasil yang sama pernah dilakukan oleh Syahada (2013) dengan nilai p = 0,381. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan tidak ada korelasi kadar trigliserid dengan neuropati diabetik berdasarkan pemeriksaan DNS. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wiggin TD didapatkan nilai p = 0,04. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan hasil yang berbeda, yaitu terdapat korelasi antara peningkatan kadar trigliserid dengan kejadian neuropati diabetik.

Rata-rata pada defisiensi atau resistensi insulin terjadi kelainan profil lipid yang khas, yang ditandai dengan peningkatan kadar trigliserid, peningkatan kadar kolesterol-LDL dan penurunan kolesterol-HDL. Kadar glukosa yang tinggi merangsang pembentukan glikogen dari glukosa, sintesis asam lemak dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi dapat mempercepat pembentukan trigliserid dalam hati (Ekawati, 2012). Wiggin TD menyatakan bahwa kadar trigliserid yang tinggi menjadi faktor prediktif penurunan secara dramatis pada masa jenis serabut myelin saraf. Tingginya kadar trigliserid tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya asupan lemak dan karbohidrat yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, dan peningkatan kadar glukosa darah kronik pada penderita DM yang tidak terkontrol dengan baik (Nadimin, 2011).


(55)

39

Selama melakukan penelitian, peneliti menanyakan kepada setiap pasien DM terkait kontrol gula darah secara rutin atau tidak. Mereka menyatakan bahwa mereka melakukan kontrol gula darah secara rutin setiap bulan di RSUD Kota Yogyakarta. Sehingga, hasil penelitian yang tidak signifikan didukung salah satunya oleh adanya faktor kontrol gula darah secara rutin. Sesuai dengan penelitian Ekawati (2012) bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (signifikan) antara nilai kadar glukosa darah yang tinggi pada pasien DM yang tidak terkontrol dengan terjadinya peningkatan kadar trigliserid. Dimana pada penelitian ini jumlah pasien yang memiliki kadar trigliserid tinggi lebih sedikit dibandingkan dengan pasien yang memiliki kadar trigliserid yang normal, yang kemungkinan dikarenakan kadar glukosa darah pasien DM terkontrol dengan baik. Menurut Callaghan (2011) mengemukakan bahwa mengontrol kadar trigliserid bisa menjadi upaya pencegahan primer yang penting terhadap terjadinya neuropati diabetik dan resiko terjadinya amputasi.

Selama pengambilan data, peneliti menanyakan apakah pasien DM mempunyai riwayat profil lipid yang tinggi dan pernah mengonsumsi obat penurun lipid. Sehingga berdasarkan asumsi peneliti, salah satu tidak terdapatnya hubungan yang signifikan selain kontrol gula darah secara rutin dalam hasil penelitian ini adalah konsumsi obat penurun lipid. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Steinmetz (2008) bahwa terapi penurun lipid dapat mengurangi terjadinya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular termasuk neuropati, retinopati dan nefropati diabetik. Akan tetapi peneliti tidak menjadikan konsumsi lipid sebagai kriteria inklusi karena peneliti mendapatkan kadar trigliserid dari


(56)

rekam medik pada satu waktu, sehingga ada beberapa pasien dengan hasil kadar trigliserid 9 bulan yang lalu.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Agrawal et al (2006) yang menyatakan bahwa neuropati diabetik tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kelainan profil lipid pada pasien DM tipe 2. Indeks lipid aterogenik termasuk kolesterol total/HDL-kolesterol, LDL-kolesterol, trigliserid/HDL dan rasio lainnya adalah prediktor untuk terjadinya aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 sehingga memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya CAD dan PVD, tetapi tidak untuk neuropati diabetik.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan banyak pembatasan sehingga masalah menjadi fokus pada apa yang akan diteliti dan tidak melebar luas. Namun, dalam penulisan karya ilmiah tentu masih banyak kekurangan. Keterbatasan utama yang dialami peneliti selama melakukan penelitian adalah dalam menentukan nilai kuesioner skor DNS pada pasien DM sehingga sulit menyamapersepsikan rasa nyeri seseorang. Beberapa pasien DM produktif sedikit sulit dimintai waktu karena kesibukkan dan keperluan lainnya sehingga waktu anamnesis atau pengambilan data terburu-buru. Namun keterbatasan penulis di atas dapat teratasi dengan baik.


(57)

41 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rata – rata kadar trigliserid pada pasien neuropati diabetik di RSUD Kota Jogja adalah 134,61 mg/dl.

2. Komplikasi neuropati diabetik yang terjadi di RSUD Kota Jogja didominasi oleh pasien DM perempuan dan rata-rata usia pasien ≥55 tahun.

3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertrigliserid dengan angka kejadian neuropati diabetik. Hal ini menunjukkan bahwa neuropati diabetik memiliki banyak faktor yang mempengaruhi, seperti edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Hal ini diperlukan agar dapat mengurangi atau mencegah komplikasi neuropati.

B. SARAN

1. Bagi tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan memberikan edukasi dan informasi kepada penderita DM dan keluarganya tentang pentingnya kegiatan jasmasi teratur/aktivitas fisik, pola dan jenis makanan yang sehat, mengontrol gula darah secara rutin dan terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Sehingga hal-hal tersebut dapat mencegah terjadinya


(58)

komplikasi pada pasien DM. Diupayakan edukasi dan informasi tersebut disampaikan dengan jelas dan tepat sehingga dapat dipahami dan diaplikasikan oleh pasien DM dan dapat memberikan hasil yang optimal dalam mencegah terjadinya komplikasi pada pasien DM. Tenaga kesehatan sebaiknya tetap mengendalikan kadar trigliserid pasien diabetes melitus, meskipun hasil penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara hipertrigliserid dengan kejadian neuropati diabetik.

2. Bagi pihak rumah sakit

Rumah sakit dapat melakukan suatu program khusus bagi pasien DM dalam upaya pencegahan dan pengendalian faktor-faktor yang menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pada pasien DM, misalnya mengadakan jadwal kontrol gula darah rutin kepada setiap pasien DM. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk memastikan pasien merasa puas dengan pelayanan kesehatan yang telah diberikan dan memastikan bahwa semua tenaga kesehatan telah memberikan apa yang menjadi hak pasien.

3. Bagi peneliti selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya dapat melibatkan sampel yang lebih banyak dengan melakukan penelitian di beberapa rumah sakit sehingga diharapkan lebih dapat mewakili gambaran pasien diabetes melitus dan neuropati diabetik.


(59)

43

b. Perlu dilakukan pemeriksaan yang lain untuk menentukan apakah pasien DM tersebut mengalami neuropati diabetik. Misalnya skor DNS dan Skor DNE.

c. Penelitian selanjutnya dapat mendapatkan informasi lebih terkait dengan profil lipid, seperti konsumsi makanan, pekerjaan dan kebiasaan sehari-hari seperti merokok.


(60)

Daftar Pustaka

Agrawal, R.P., Sharma, P., Pal, M., Kochar, A., Kochar, D.K. Magnitude of dyslipidemia and its association with micro and macro vascular complications in type 2 diabetes: A hospital based study from Bikaner (Northwest India) Diabetes Res Clin Pract. (2006);73:211-4

Alvin, Y. (2014). Prevalensi Dan Gambaran Status Penderita Neuropati Diabetika Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Di RSUP DR. Sardjito Jogjakarta Tahun 2010-2012. Repository.

American Diabetes Association.(2010). Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care Vol. 33. p 62-69.

Amir,S.M.J., Wungouw,H. & Pangemanan,D. (2015). Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Bahu Kota Manado.Skripsi tidak diterbitkan. Manado: FK Universitas Sam Ratulangi Manado.

Azhary, H., Farooq, M.U., & Bhanushali, M. (2010). Peripheral Neuropathy Differential Diagnosis and Management. American Family Physician, Volume 87, Number 7, page 887.

Black JM. & Hawks JH. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical menegement for positive out comes.8Th Edition.Singapore : Elsevier-Saunders.

Calaghan, B.C., Cheng, H.T., Stables, C.L., Smith, A.L., Feldman, E.L.(2012). Diabetic neuropathy : Clinical manifestations and currents treatments. Lancet Neurol, 11: 521-534.

Callaghan, B.C., Feldman, E.L., Liu, J., Kerber, K., Moffet, H., Karter, A.J., et al. (2011). Triglycerides and amputation risk in patients with diabetes. Journal of Diabetes Care, Vol.34.

Dalimartha S., (2011). 36 resep Tumbuhan Obat untuk menurunkan Kolesterol (edisi revisi). Jakarta: Penebar Swadaya.

Edwina,D.A., Manaf,A. & Efrida. (2015). Pola Komplikasi Kronis Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RS.Dr. M. Djamil Padang Januari 2011-Desember 2012.Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) Ekawati, E.R.(2012). Hubungan kadar gula darah dengan hypertriglyceridemia terhadap penderita diabetes melitus. Karya Tulis Ilmiah strata dua, Universitas Airlangga, Surabaya.

Fauci, et al. Harrison’s Principles of internal Medicine. 18th edition. The


(1)

Tabel 2. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan Usia dan komplikasi neuropati diabetik

Neuropa ti Diabetik

Usia

Jumlah Persentase <55 tahun ≥55 tahun

Ya 5 28 33 13,3 %

Tidak 3 24 27 86,7 %

Total 8 52 60 100 %

Karakteristik pasien DM berdasarkan usia dilihat dari tabel 2, menunjukkan bahwa

usia ≥55 tahun merupakan proporsi terbanyak mengalami komplikasi neuropati diabetik yaitu 28 pasien (46,6%) dan karakteristik pasien <55 tahun yang mengalami komplikasi sebanyak 5 pasien (8,3%).

Tabel 3. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan kadar trigliserid

No Hipertrigliserid Jumlah Persentase

1 Iya 13 21,6 %

2 Tidak 47 78,4 %

Total 60 100 %

Pasien DM yang mengalami hipertrigliserid sebanyak 13 kasus (21,6%), sedangkan pasien DM yang tidak memiliki hipertrigliserid sebanyak 47 kasus (78,4%) sesuai dengan tabel 3.

0 10 20 30 40 50 60 70

hipertrigliserid trigliserid normal

neuropati


(2)

Gambar 1. Diagram Kadar trigliserid terhadap kejadian neuropati diabetik dan tidak neuropati diabetik

Gambar 1 menunjukkan penderita DM yang memiliki kadar trigliserid tinggi mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 8 orang, sedangkan pada pasien DM yang memiliki kadar trigliserid normal sebanyak 25 orang. Pasien DM yang tidak mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 5 orang dengan kadar trigliserid tinggi sedangkan pada pasien DM yang memiliki kadar trigliserid normal sebanyak 22 orang.

Tabel 6. Hubungan antara Hipertrigliserida dengan Neuropati Diabetik

No Kadar Trigliserid Nilai p OR

1 Hipertrigliserid dengan Trigliserid normal 0,592 1,408

Berdasarkan perhitungan dan pengolahan data chi-square didapatkan nilai p 0,592 (>0,05) maka tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserid dengan kejadian neuropati diabetik. Hipotesis yang dibuat penulis dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, dimana tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserid dengan angka kejadian neuropati diabetik, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis. H1 ditolak sesuai dengan hasil penelitian yaitu tidak terdapat hubungan antara hipertrigliserid dengan angka kejadian neuropati diabetik. Kemudian didapatkan nilai OR 1,408 yaitu pasien dengan hipertrigliserid mempunyai kemungkinan 1,4 kali untuk menjadi neuropati diabetik dibandingkan pasien dengan trigliserid normal. Confidence Interval (CI) 0,401-4,942 yang berarti melewati angka 1, maka tidak dapat terdapat hubungan yang signifikan antara hipertrigliserid dengan neuropati diabetik.


(3)

Pembahasan

Neuropati diabetik merupakan komplikasi DM yang sering terjadi dengan morbiditas tinggi dan merusak kualitas hidup. Faktor resiko signifikan untuk perkembangan neuropati diabetik yang dikemukakan oleh Priyantono (2005) berhubungan dengan usia, durasi menderita DM, hipertensi, dislipidemia, merokok, dan tinggi badan yang berkaitan dengan body mass index (BMI).

Penelitian yang dilakukan penulis mendapatkan hasil bahwa hipertrigliserid tidak berhubungan dengan neuropati diabetik. Penelitian lain yang memberikan hasil yang sama pernah dilakukan oleh Syahada (2013) dengan nilai p = 0,381. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan tidak ada korelasi kadar trigliserid dengan neuropati diabetik berdasarkan pemeriksaan DNS. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wiggin TD et al didapatkan nilai p = 0,04. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan hasil yang berbeda, yaitu terdapat korelasi antara peningkatan kadar trigliserid dengan kejadian neuropati diabetik.

Rata-rata pada defisiensi atau resistensi insulin terjadi kelainan profil lipid yang khas, yang ditandai dengan peningkatan kadar trigliserid, peningkatan kadar kolesterol-LDL dan penurunan kolesterol-HDL. Kadar glukosa yang tinggi merangsang pembentukan glikogen dari glukosa, sintesis asam lemak dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi dapat mempercepat pembentukan trigliserid dalam hati (Ekawati, 2012).

Wiggin TD et al menyatakan bahwa kadar trigliserid yang tinggi menjadi faktor prediktif penurunan secara dramatis pada masa jenis serabut myelin saraf. Tingginya kadar trigliserid tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya asupan lemak dan karbohidrat yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, dan peningkatan kadar glukosa darah kronik pada penderita DM yang tidak terkontrol dengan baik (Nadimin, 2011). Selama melakukan penelitian, peneliti menanyakan kepada setiap pasien DM terkait kontrol gula darah secara


(4)

rutin atau tidak. Mereka menyatakan bahwa mereka melakukan kontrol gula darah secara rutin setiap bulan di RSUD Kota Yogyakarta. Sehingga, hasil penelitian yang tidak signifikan didukung salah satunya oleh adanya faktor kontrol gula darah secara rutin. Sesuai dengan penelitian Ekawati (2012) bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (signifikan) antara nilai kadar glukosa darah yang tinggi pada pasien DM yang tidak terkontrol dengan terjadinya peningkatan kadar trigliserid. Dimana pada penelitian ini jumlah pasien yang memiliki kadar trigliserid tinggi lebih sedikit dibandingkan dengan pasien yang memiliki kadar trigliserid yang normal, yang kemungkinan dikarenakan kadar glukosa darah pasien DM terkontrol dengan baik. Menurut Callaghan (2011) mengemukakan bahwa mengontrol kadar trigliserid bisa menjadi upaya pencegahan primer yang penting terhadap terjadinya neuropati diabetik dan resiko terjadinya amputasi. Selama pengambilan data, peneliti menanyakan apakah pasien DM mempunyai riwayat profil lipid yang tinggi dan pernah mengonsumsi obat penurun lipid. Sehingga berdasarkan asumsi peneliti, salah satu tidak terdapatnya hubungan yang signifikan selain kontrol gula darah secara rutin dalam hasil penelitian ini adalah konsumsi obat penurun lipid. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Steinmetz (2008) bahwa terapi penurun lipid dapat mengurangi terjadinya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular termasuk neuropati, retinopati dan nefropati diabetik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Agrawal et al (2006) yang menyatakan bahwa neuropati diabetik tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kelainan profil lipid pada pasien DM tipe 2. Indeks lipid aterogenik termasuk kolesterol total/HDL-kolesterol, LDL-kolesterol, trigliserid/HDL dan rasio lainnya adalah prediktor untuk terjadinya aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 sehingga memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya CAD dan PVD, tetapi tidak untuk neuropati diabetik.


(5)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rata – rata kadar trigliserid pada pasien neuropati diabetik di RSUD Kota Jogja adalah 134,61 mg/dl.

2. Komplikasi neuropati diabetik yang terjadi di RSUD Kota Jogja didominasi oleh pasien DM perempuan dan rata-rata usia pasien ≥55 tahun.

3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertrigliserid dengan angka kejadian neuropati diabetik. Hal ini menunjukkan bahwa neuropati diabetik memiliki banyak faktor yang mempengaruhi, seperti edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Hal ini diperlukan agar dapat mengurangi atau mencegah komplikasi neuropati.

Saran

1. Bagi tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan memberikan edukasi dan informasi kepada penderita DM dan keluarganya tentang pentingnya kegiatan jasmasi teratur/aktivitas fisik, pola dan jenis makanan yang sehat, mengontrol gula darah secara rutin dan terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Sehingga hal-hal tersebut dapat mencegah terjadinya komplikasi pada pasien DM. Diupayakan edukasi dan informasi tersebut disampaikan dengan jelas dan tepat sehingga dapat dipahami dan diaplikasikan oleh pasien DM dan dapat memberikan hasil yang optimal dalam mencegah terjadinya komplikasi pada pasien DM. Tenaga kesehatan sebaiknya tetap mengendalikan kadar trigliserid pasien diabetes melitus, meskipun hasil penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara hipertrigliserid dengan kejadian neuropati diabetik.


(6)

Rumah sakit dapat melakukan suatu program khusus bagi pasien DM dalam upaya pencegahan dan pengendalian faktor-faktor yang menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pada pasien DM, misalnya mengadakan jadwal kontrol gula darah rutin kepada setiap pasien DM. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk memastikan pasien merasa puas dengan pelayanan kesehatan yang telah diberikan dan memastikan bahwa semua tenaga kesehatan telah memberikan apa yang menjadi hak pasien.

3. Bagi peneliti selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya dapat melibatkan sampel yang lebih banyak dengan melakukan penelitian di beberapa rumah sakit sehingga diharapkan lebih dapat mewakili gambaran pasien diabetes melitus dan neuropati diabetik.

b. Perlu dilakukan pemeriksaan yang lain untuk menentukan apakah pasien DM tersebut mengalami neuropati diabetik. Misalnya skor DNS dan Skor DNE atau menggunakan pemeriksaan gold standar neuropati diabetik ENMG untuk mendapatkan hasil diagnosis yang lebih tepat.

c. Penelitian selanjutnya dapat mendapatkan informasi lebih terkait dengan profil lipid, seperti konsumsi makanan, pekerjaan dan kebiasaan sehari-hari seperti merokok.