Hubungan Kadar Gamma Glutamyltransferase Dan Kecepatan Hantaran Saraf Pada Penderita Neuropati Diabetik

(1)

HUBUNGAN KADAR GAMMA GLUTAMYLTRANSFERASE DAN

KECEPATAN HANTARAN SARAF PADA

PENDERITA NEUROPATI DIABETIK

TESIS

OLEH

MINAR MUSHARI

Nomor Register CHS : 18795

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN KADAR GAMMA GLUTAMYLTRANSFERASE DAN

KECEPATAN HANTARAN SARAF PADA

PENDERITA NEUROPATI DIABETIK

TESIS

Untuk memperoleh Spesialisasi

dalam Program Studi Ilmu Penyakit Saraf

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OLEH

MINAR MUSHARI

Nomor Register CHS : 18795

PROGAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

RSUP.H.ADAM MALIK

MEDAN


(3)

DAFTAR ISI

HAL

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 7

3. Tujuan Penelitian ... 7

4. Hipotesis ... 8

5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

1. Definisi …………. ... 9

2. Epidemiologi ...... 9

3. Klasifikasi … ..… ... 10


(4)

5. Gejala Klinis ………. 19

6. Diagnosis ………. 19

7. Gamma Glutamyltransferase ………….. 20

8. Elektromiografi ………. 21

9. Kecepatan Hantaran Saraf ……… 22

10. Kerangka Teori ……… 25

11. Kerangka Konsep ………... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

1. Tempat dan Waktu ... 27

2. Subjek Penelitian ... 27

3. Kriteria Inklusi ... 28

4. Kriteria Eksklusi ... 28

5. Batasan Operasional ... 29

6. Instrumen Penelitian ... 30

7. Rancangan Penelitian ... 31

8. Pelaksanaan Penelitian ... 31

9. Kerangka Operasional ... 32

10. Analisa Statistik ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

1. Hasil Penelitian ... 34

1.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 34

1.2. Distribusi sampel menurut pendidikan... 34 2. Nilai KHS berdasarkan Karakteristik Penelitian 37 3. Rerata Nilai KHS sensorik berdasarkan Jenis


(5)

Kelamin ... 37

4.Hubungan antara usia dengan KHS ... 38

5. Hubungan antara lama menderita DM dengan KHS ... 38

6. Hubungan antara KGD N dengan KHS ... 38

7. Hubungan antara KGD 2PP dengan KHS ... 38

8. Hubungan antara HbA1c dengan KHS ... 38

9. Hubungan SGOT dengan KHS ... 39

10. Hubungan SGPT dengan KHS ... 39

11. Hubungan rerata nilai IMT dengan KHS ... 39

12. Hubungan rerata nilai GGT dengan rerata KGD N 39 13. Hubungan rerata nilai GGT dengan KGD 2PP 39 14. Hubungan rerata nilai GGT dengan HbA1c ... 40

15. Hubungan rerata nilai GGT dengan KHS ... 40

2. Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47


(6)

Daftar Singkatan

ADM : abductor digiti minimi

AFH : above Fibular Head

AG : above ulnar groove;

AGEs : Advance Glycosilation end products

AH : abductor hallucis

ALT : alanine aminotransferase

APB : abductor policis brevis

AST : aspartate aminotransferase

BFH : below fibular head

BG : Below ulnar Groove

BMI : Body Mass Index

CGRP : Calcitonin-Gen-Regulated-peptide

cAFT : Cardiovascular Autonomic Funcion Test

CVD : Cardiovascular Disease

D M : Diabetes mellitus

DPN : Distal Peripheral Neuropathy


(7)

EIP : extensor indicis proprius

E M G : Elektromiografi

ESRD : End-Stage Renal Disease

FPG : Fasting plasma glucosa

GFR : Glomerular Filtration Rate

GGT : Gamma glutamyltransferase

HDL : High Density Lipoprotein

KGD : kadar Gula Darah

KHS : Kecepatan Hantaran Saraf

LDL : Low density Lipoprotein

N C V : Nerve Conduction Velocity

NADPH : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phospat Hydrolase

NGF : nerve Growth Factor

NOS : Nitric Oxyde synthase

NO : Nitric Oxyde

NMDA : N-methyl—aspartate

PARP : Poly adenosine diposphate (ADP)-Ribose Polymerase

PERKENI : Pekumpulan Endokrinologi Indonesia


(8)

PKC : Protein Kinase C

QST : Quantitative sensory Testing

ROS : Reactive Oxygen Species

SG : spiral groove

TA : tibialis anterior


(9)

Daftar Tabel

halaman

Tabel.1Klasifikasi Neuropati Diabetik ... 10

Tabel.2 Abnormalitas dalam patogenesis neuropati diabetik. 18

Tabel 3.Gejala Khas Neuropati Diabetik ... 19

Tabel 4. KHS Normal orang dewasa 16-65 tahun ... 23

Tabel 5. Karakteristik Hasil Penelitian ... 36

Tabel 6. Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 37

Tabel 7. Rerata Nilai KHS Sensorik Berdasarkan Jenis


(10)

Daftar Gambar

Gambar.1 Mekanisme Hiperglikemi di dalam sel... 17

Gambar 2. Siklus Gamma Glutamyltransferase ... 21

Gambar 3. Grafik Hubungan Kadar GGT dengan KHS Motorik 41


(11)

ABSTRAK

Latarbelakang : Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang sering dari Diabetes Mellitus (DM). Patofisiologi dari neuropati diabetik terdiri dari beberapa faktor yaitu metabolik, vaskular, stres oksidatif dan neurohormonal growth factor dan studi terbaru menduga serum gamma-glutamyltransferase (GGT) sebagai marker awal stres oksidatif.

Metode : Kami memeriksa 24 penderita neuropati diabetik yang didiagnosa berdasrkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi serta memeriksa kecepatan hantran saraf. Kami mengevaluasi hubungan kadar GGT dengan kecepatan hantaran saraf.

Hasil : dari total 14 wanita dan 10 pria ditemukan; rerata usia 57,48 ± 9,41 tahun, rerata lama menderita diabetes 8,39 ± 3,702 tahun, rerata kadar GGT 39,17 ± 14,73 UI/L, rerata nilai KHS motorik 39,07 ± 9,45 m/s dan rerata nilai KHS sensorik 33,30 ± 8,66 m/s.

Kesimpulan : Studi ini menunjukkan kadar GGT mempunyai korelasi negative dengan KHS sensorik dan motorik.


(12)

ABSTRACT

Background : Diabetic neuropathy is one of the common complication of diabetes mellitus (DM). The pathophysiology of diabetic neuropathy includes several factors such as metabolic, vascular, oxidative stress and neurohormonal growth factor deficiency and recent studies have suggested the use of serum gamma-glutamyltransferase (GGT) as an early marker of oxidative stress.

Methods : We assessed 24 patient with diabetic neuropathy were diagnosed by anamnesa, physical examination and neurological examination including nerve conduction velocities. We evaluated the association between serum GGt and nerve conduction velocities.

Results: A total of 14 women and 10 men were studied; mean age was 57,48 ± 9,41years, mean duration of diabetes was 8,39 ± 3,702 years, mean GGT was 39,17 ± 14,73 UI/L, mean motoric NCV was 39,07 ± 9,45 m/s and mean sensoric NCV was 33,30 ± 8,66 m/s.

Conclusion : This study show that levels of serum GGT have inverse correlation with motoric and sensoric nerve conduction velocities.


(13)

ABSTRAK

Latarbelakang : Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang sering dari Diabetes Mellitus (DM). Patofisiologi dari neuropati diabetik terdiri dari beberapa faktor yaitu metabolik, vaskular, stres oksidatif dan neurohormonal growth factor dan studi terbaru menduga serum gamma-glutamyltransferase (GGT) sebagai marker awal stres oksidatif.

Metode : Kami memeriksa 24 penderita neuropati diabetik yang didiagnosa berdasrkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi serta memeriksa kecepatan hantran saraf. Kami mengevaluasi hubungan kadar GGT dengan kecepatan hantaran saraf.

Hasil : dari total 14 wanita dan 10 pria ditemukan; rerata usia 57,48 ± 9,41 tahun, rerata lama menderita diabetes 8,39 ± 3,702 tahun, rerata kadar GGT 39,17 ± 14,73 UI/L, rerata nilai KHS motorik 39,07 ± 9,45 m/s dan rerata nilai KHS sensorik 33,30 ± 8,66 m/s.

Kesimpulan : Studi ini menunjukkan kadar GGT mempunyai korelasi negative dengan KHS sensorik dan motorik.


(14)

ABSTRACT

Background : Diabetic neuropathy is one of the common complication of diabetes mellitus (DM). The pathophysiology of diabetic neuropathy includes several factors such as metabolic, vascular, oxidative stress and neurohormonal growth factor deficiency and recent studies have suggested the use of serum gamma-glutamyltransferase (GGT) as an early marker of oxidative stress.

Methods : We assessed 24 patient with diabetic neuropathy were diagnosed by anamnesa, physical examination and neurological examination including nerve conduction velocities. We evaluated the association between serum GGt and nerve conduction velocities.

Results: A total of 14 women and 10 men were studied; mean age was 57,48 ± 9,41years, mean duration of diabetes was 8,39 ± 3,702 years, mean GGT was 39,17 ± 14,73 UI/L, mean motoric NCV was 39,07 ± 9,45 m/s and mean sensoric NCV was 33,30 ± 8,66 m/s.

Conclusion : This study show that levels of serum GGT have inverse correlation with motoric and sensoric nerve conduction velocities.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal. Terdapat beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adultblindness. Dengan peningkatan insiden di dunia, maka DM akan menjadi penyebab utama angka morbiditas dan mortalitas dimasa yang akan datang. (Harrison, 2005)

Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes mellitus perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. (Wild, 2004)

Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang


(16)

serius. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. (PERKENI, 2006)

Penderita Diabetes Mellitus dibandingkan dengan penderita non Diabetes Mellitus mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah mengalami trombosis serebral, 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit jantung koroner, 17 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 50 kali menderita ulkus diabetika. Komplikasi menahun Diabetes mellitus di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%. (Tjokroprawiro, 2006)

Neuropati merupakan komplikasi diabetes yang klasik. Komplikasi neurologis dari diabetes seringkali melibatkan saraf perifer. Polineuropati distal merupakan neuropati diabetik yang paling sering yang bermanifestasi progresif lambat, simetris dengan pola glove and stocking. (Howard dkk., 2004).

Kira-kira lima belas persen pasien dengan diabetes mellitus mempunyai tanda dan gejala neuropati, hampir 50% juga mempunyai gejala nyeri neuropatik dan gangguan hantaran saraf. Neuropati paling sering dijumpai pada penderita diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30 tahun dan sangat jarang pada anak-anak. (Adams dan Victor, 2005)


(17)

Neuropati diabetik disebabkan oleh berbagi mekanisme yang dipicu oleh tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemi). Akibatnya, neuropati dapat menunjukkan berbagai macam gejala yang berbeda, bergantung mekanisme yang terlibat. Salah satunya yaitu, hiperglikemi mengganggu metabolisme saraf yang mengakibatkan distal neuropati. Efek lain yaitu, inflamasi dari pembuluh darah kecil (mikrovaskulitis atau vaskulopati) yang mengganggu aliran darah ke saraf. Mekanisme ini dapat mengenai satu saraf saja yang disebut fokal neuropati, atau multiple yang disebut multifokal neuropati. ( Latov, 2007)

Neuropati merupakan komplikasi utama dari diabetes yang mengakibatkan tingginya angka morbiditas. Prevalensi pasti tidak diketahui dan dilaporkan bervariasi mulai dari 10% hingga 90% pada pasien diabetes bergantung kepada kriteria dan metode yang digunakan. Hubungan yang kuat antara hipergikemi dan perkembangan dari neuropati dilaporkan pada banyak studi. (Fazan dkk., 2010).

Deteksi dini neuropati diabetik sangat penting pada pasien dengan diabetes karena pencegahan bisa menurunkan morbiditas dan mortalitas, tetapi tidak ada gold standard untuk mendiagnosa polineuropati. San Antonio konsensus merekomendasikan paling kurang memenuhi satu dari lima kategori yang diukur yaitu, simptom skor, pemeriksaan fisik skor, quantitative sensory testing (QST) cardiovascular autonomic function (cAFT) dan elektrodiagnostik. (Jan-Willem dkk, 2003)

Patofisiologi neuropati diabetik melibatkan banyak faktor seperti metabolik, vaskuler, autoimmune, oxidative stress dan neurohormonal growth factor defisiensi. Studi terbaru melaporkan bahwa oxidative stress mengakibatkan


(18)

metabolik sindrom dan penyakit neurodegenerative, serum gamma-glutamyl transferase (GGT) merupakan marker awal oxidative stress. ( Andre dkk, 2007).

Oxidative stress memegang peranan penting pada etiologi dan pathogenesis diabetes. Mereka menginvestigasi perubahan produksi reactive oxygen spesies (ROS) pada mitokondria dan sistem pertahanan antioksidan di mitokondria. Hiperglikemi, auto-oxidation dari glycated protein, peningkatan produksi reactive oxygen spesies (ROS), penurunan antioxidant defense, peningkatan lipid perooxidation dan membrane degenerasi merupakan penyebab utama dari apoptosis atau nekrosis, yang umumnya terdapat pada diabetes. (Raza, dkk. 2004)

Lee, dkk. (2004) meneliti peranan serum gamma glutamyltransferase (GGT) sebagai prediktor dalam pathogenesis diabetes, serta hubungan GGT dan obesitas pada perkembangan diabetes tipe 2 pria dan wanita. Mereka menyimpulkan bahwa kadar serum GGT sebagai prediktor kuat untuk diabetes, baik pada pria maupun wanita, dan menduga bahwa GGT berperan dalam patogenesis diabetes sebagi oxidative stress.

Lee, dkk (2003) melakukan penelitian kadar GGT sebagai prediktor diabetes dan hipertensi pada 4844 pria dan wanita kulit hitam dan putih. Mereka menyimpulkan bahwa kadar GGT sebagi prediktor kuat untuk hipertensi dan diabetes. Mereka menduga keterlibatan kadar GGT pada patogenesis diabetes melalui mekanisme oxidative stress.

Andre, dkk (2007) melakukan penelitian hubungan kadar GGT dan metabolik sindrom, serta kadar GGT sebagai prediktor diabetes. Mereka


(19)

menyimpulkan bahwa kadar GGT merupakan prediktor diabetes tipe 2 dan berhubungan dengan insiden metabolik sindrom.

Fraser, dkk (2003) melakukan penelitian pada 4286 wanita usia 60-79 tahun dengan median follow-up 7,3 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa GGT lebih baik sebagai prediktor diabetes dibandingkan ALT.

Ford, dkk (2008) melakukan suatu studi case-cohort analysis untuk menguji hubungan kadar GGT dan ALT dengan insiden diabetes, pada subjek usia 35-65 tahun di European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition-Postdam Study. Sampel penelitian terdiri dari 787 partisipan dengan diabetes dan 2224 partisipan tanpa diabetes. Mereka menyimpulkan bahwa konsentrasi GGT dan ALT signifikan sebagai prediktor insiden diabetes.

Nakanishi, dkk, (2004) melakukan penelitian hubungan antara kadar GGT dan resiko metabolik sindrom dan diabetes tipe 2 pada pria Jepang. Mereka menyimpulkan bahwa kadar GGT menjadi prediktor penting untuk perkembangan metabolik sindrom dan diabetes tipe 2.

Wannamethee, dkk. (2005) melakukan penelitian hubungan antara enzim hati, metabolik sindrom dan diabetes tipe 2. Mereka menyimpulkan bahwa peningkatan kadar ALT dan GGT sebagai prediktor untuk insiden diabetes tipe 2.

Lee, dkk. (2004) melakukan penelitian kadar GGT, obesitas dan resiko diabetes tipe 2, pada 20.158 pria dan wanita, dengan usia antara 25 – 64 tahun selama 10 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa kadar GGT sebagai prediktor kuat untuk insiden diabetes tipe 2. Dan peranan GGT dalam patogenesis diabetes sebagai oxidative stress.


(20)

Lee, dkk. (2006) melakukan penelitian kadar GGT sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas penyakit jantung pada 3451 partisipan (usia rata-rata 44 tahun, 52% wanita). Mereka menyimpulkan bahwa peningkatan kadar GGT dapat memprediksi onset dari metabolik sindrom dan insiden penyakit kardiovaskuler.

Cho, dkk (2010) melakukan penelitian terhadap 90 orang penderita Diabetes Mellitus tipe 2, yang meneliti hubungan antara serum GGT dan Polineuropati Diabetik. Pada tiap penderita diberikan kuesioner yang berisi informasi lengkap berupa usia, jenis kelamin, riwayat merokok, riwayat konsumsi alkohol, durasi DM, riwayat hipertensi dan penyakit kardiovasular, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan neuropati. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu: serum GGT,AST,ALT, glycosylated hemoglobin (HbA1c), creatinin, C-reactive protein (CRP) dan profil lipid.

Cho, dkk (2010) memeriksa kecepatan hantaran saraf menggunakan Synergy instrument (Oxford Medelec,Wiesbaden, Germany) pada 20- 250

Cho, dkk (2010) mendapatkan 46 penderita pria dan 44 wanita dengan usia rata-rata 59 tahun. Rata-rata body mass index (BMI) 24,4 (kg/m

C suhu kamar. Gambaran neuropati berdasarkan evaluasi latensi, amplitudo dan konduksi pada kedua nervus motorik medianus, ulna, tibial posterior, dan peroneal. Nervus sensorik pada kedua medianus, ulnaris, suralis, dan peroneal superfisialis.

2), lingkar

pinggang rata 87.8 cm. Rata-rata durasi diabetes 8,7 tahun, dengan nilai rata-rata untuk HbA1c 8.0%, KGD puasa 8.2 mmol/L, KGD 2jam PP 12.9 mmol/L, GGT 42.4 UI/L.


(21)

Cho, dkk (2010) menyimpulkan bahwa, peningkatan kadar serum GGT berhubungan dengan manifestasi klinis polineuropati diabetik pada pasien DM tipe 2.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan antara kadar gamma glutamyl transferase dengan kecepatan hantaran saraf pada penderita polineuropati diabetika.

I.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk : 1.3.1 Tujuan Umum :

Untuk mengetahui hubungan kadar gamma glutamyl transferase dengan kecepatan hantaran saraf pada penderita polineuropati diabetik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui hubungan kadar gamma glutamyl transferase dengan kecepatan hantaran saraf pada penderita neuropati diabetik di RS H. Adam Malik Medan.

1.3.2.2 Mengetahui hubungan kadar gamma glutamyl transferase dengan KGD N, KGD 2 jam PP, HbA1c, ALT dan AST pada penderita neuropati diabetik di RS H.adam malik Medan.

1.3.2.3 Untuk mengetahui gambaran kecepatan hantaran saraf pada penderita neuropati diabetik berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lamanya menderita diabetes di RS H.Adam Malik Medan.


(22)

1.4. Hipotesis

Ada hubungan antara kadar Gamma Glutamyltransferase dan Kecepatan Hantaran Saraf pada penderita neuropati diabetik.

1.5 Manfaat

1.5.1 Dengan adanya penelitian ini diharapkan didapatkan suatu gambaran hubungan antara kadar gamma glutamyltransferase dengan kecepatan hantaran saraf yang dapat dipakai dalam penegakan diagnosa serta pencegahan neuropati diabetik.

1.5.2 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penelitian berikutnya dengan sampel yang lebih besar, waktu yang lebih lama dengan tempat penelitian yang lebih banyak.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (PERKENI, 2006)

Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus, (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya). (Boulton,2004; Syahrir, 2006)

II.2 Epidemiologi

Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy (DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbgai faktor resiko mencakup derajat tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan darah, lama dan beratnya menderita diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4 tahun. (Sjahrir, 2006)


(24)

II.3 Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi neuropati diabetik

A: Clinical Classification of DNs

Polyneuropathy Mononeuropathy

Sensory Isolated peripheral

● Acute sensory

● Chronic sensorimotor Mononeuritis

multiplex Autonomic

● Cardiovascular Isolated peripheral ● Gastrointestinal

● Genitourinary Truncal ● Other

Proximal motor (amyotrophy) Truncal

B: Patterns of Neuropathy in Diabetes Length-dependent diabetic polyneuropathy ● Distal symmetrical sensory polyneuropathy ● Large fiber neuropathy

● Painful symmetrical polyneuropathy ● Autonomic neuropathies

Focal and multifocal neuropathies ● Cranial neuropathies

● Limb neuropathies

● Proximal DN of the lower limbs ● Truncal neuropathies

Nondiabetic neuropathies more common in diabetes ● Pressure palsies

● Acquired inflammatory demyelinating polyneuropathy C: Classification of DN

Rapidly reversible

● Hyperglycemic neuropathy

Generalized symmetrical polyneuropathies ● Sensorimotor (chronic)

● Acute sensory ● Autonomic

Focal and multifocal neuropathies ● Cranial

● Thoracolumbar radiculoneuropathy ● Focal limb

● Proximal motor (amyotrophy)

Dikutip dari : Boulton, A.J.M, Malik, R.A., Arezzo, J.C., Sosenko., 2004. Diabetic Somatic Neuropathies. Diabetes Care. 27:1458-1486


(25)

II.4 Patogenesis

Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu : (Brushart, 2002)

a. Grade 1 (Neuropraksia)

Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan.

b. Grade II (aksonometsis)

Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua. c. Grade III

Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.

d. Grade IV

Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.

e. Grade V


(26)

f. Grade VI

Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.

Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu : (Adam, 2005)

a. Degenerasi Wallerian

Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada akson yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus. Perbaikan membutuhkan waktu sampai tahunaan, oleh karena pertama terjadi regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot, organ sensoris, pembuluh darah.

b. Demielinisasi segmental

Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan sel Schwann. Demielinisasimulai daro nodus ranvier meluas tak teratur ke segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan akson.

c. Degenerasi aksonal

Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.

Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan. Faktor-faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler, metabolisme, neurotrofik dan immunologik. (Sjahrir, 2006)


(27)

1. Faktor vaskular

Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik polineuropati meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh darah, endotelial hiperplasia, disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi endotelin dan peningkatan kadar vascular endotelial growth factor (VEGF). Diabetes secara selektif merusak sel, seperti endotelial sel dan mesangial sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan cepat seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah penumpukan glukosa tinggi dalam sel. Berdasarkan teori ini, terjadi proses iskemia endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan endoneural vascular resistance terhadap daerah hiperglikemi. Berbagai faktor berkenaan dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin end product, juga telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler, inhibisi transpor aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke degenerasi aksonal.(Sjahrir, 2006)

2. Teori berkenaan dengan metabolisme

Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan metabolisme dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal. Efek hiperglikemia yang berkenaan dengan metabolisme meliputi pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis oksigen reaktif dan sorbitol) dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul pemberian isyarat (seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-activated kinase).


(28)

2.1. The polyol pathway

Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intrasellular adalah di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh hexoginase. Hanya sebagian kecil dari glukosa masuk polyol pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase disaturasi, maka akan terjadi peningkatan influks glukosa ke dalam polyol pathway aldose reductase, yang mengkatalisa pengurangan glukosa ke sorbitol, adalah rate limiting enzim didalam pathway ini. Aldose reductase, yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun didalam sel ke alkohol non aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose reductase juga mengurangi glukosa itu ke sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktose. Sedang dalam proses mengurangi glukosa intraselluler tinggi ke sorbitol, aldose reductase mengkonsumsi co-factor NAPH (nicotinamide adenin dinucleotide phospat hydrolase). NADPH adalah juga co-factor yang penting untuk memperbaharui suatu intraselluler critical antioxidant, dan

pengurangan glutathione. Dengan mengurangi jumlah

glutathione,polyol pathway meningkatkan kepekaan ke intracelluler oxidative stress. Oxydative stress berperan utama didalam patogenesis diabetik periferal neuropati. (Sjahrir, 2006)

Oxidative stress terjadi didalam sistem selluler ketika produksi radikal bebas melebihi kemampuan antioksidan didalam sel. Jika antioksidan tidak membuang radikal bebas, radikal akan menyerang


(29)

dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dan kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau nekrotik. ( Vincent dkk, 2004)

Suatu teori mengatakan bahwa gula yang berlebihan dalam sirkulasi darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel Schwann, yang disebut aldose reductase. Aldose reductase mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang pada gilirannya menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf, menyebabkan kerusakan dan menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel Schwann dan serabut saraf dapat nekrosis. (Sjahrir, 2006)

2.2 Aktivasi protein kinase C pathway

Berperan dalam patogenesis diabetic peripheral neuropathy. Hiperglikemi didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang disebut dicylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating factor untuk isoforms protein kinase-C,β,α,ð. Protein kinase C juga diaktifkan oleh oxydative stress dan advanced glycation end product. Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan sintesa nitric oxyde (NOs), dan perubahan aliran darah.(Sjahrir,2006)


(30)

advanced glycation end product sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, sehingga vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. (Duby,2004)

2.3 Adenosine diphosphate (ADP)

Ada bukti bahwa poly Adenosine diphosphate (ADP)-ribose polymerase (PARP) mempunyai suatu peran penting dalam mediator beberapa pathway dari hyperglicemia induced damage.(Sjahrir, 2006)

2.4 The hexosamine pathway

Ketika hiperglikemia intraselluler berkembang didalam sel target dari komplikasi diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen species) mitokhondria. ROS menerobos inti DNA, yang mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi enzim GAPDH (glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH akan mengaktifkan polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE intraseluler (lycation and product), mengaktifkan PKC dan sesudah itu NFxB, dan mengaktifkan hexosamine pathway flux. (Sjahrir,2006)


(31)

Gambar. 1. Jalur utama Hiperglikemi Menyebabkan Injury Sel

. Hyperglycemia activates many signaling mechanisms in cells. Four major pathways that can lead to cell injury downstream of hyperglycemia are illustrated. 1) Excess glucose shunts to the polyol pathway that depletes cytosolic NADPH and subsequently GSH. 2) Excess glucose also undergoes autooxidation to produce AGEs that impair protein function and also activate RAGEs that useROSas second messengers. 3) PKC activation both further increases hyperglycemia and also exacerbates tissue hypoxia. 4) Overload and slowing of the electron transfer chain leads to escape of reactive intermediates to produce O2_. as well as activation of NADH oxidase that also produces O2 A unifying mechanism of injury in each case is the production of ROS that impair protein and gene function. TCA, Trichloroacetic acid; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1.

Dikutip dari : Vincent A.M, Russel JW, Low P, Feldman EL. 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews. 26(4):S12-S28.

3. Faktor neurotropik

Nerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati.


(32)

4. Faktor immunologi

Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam serum yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.

Tabel 2. Abnormalitas yang paling banyak ditemukan dalam pathogenesis neuropati diabetik sesuai dua kelompok utama

Vascular Etiology Metabolic Etiology

Hyperglycemia Hyperglycemia / Hypoinsulinemia

↑Endoneural vascular resistance Dyslipidaemia

↓Nerve blood flow (endoneural hypoxia) ↑ Aldose reductase activity (↑ polyols,↓ myo-inositol)

Endothelial dysfunction (↓prostacyclin and

nitric oxide, ↑endothelin ↓Nerve sodium-potassium ATP-ase Advanced glycation of vessel wall ↓ Rate of synthesis and transport

of intra-axonal proteins Basement membrane thickening ↑ Glycogen accumulation

Endothelial cell swelling and pericyte ↑ Monoenzymatic peripheral nerve protein glycosylation

Closed (collapsed) capillar ies ↓ Incorporation into myelin of glycolipids and aminoacids

Occlusive platelet thrombi Abnormal inositol lipidmethabolism Epineural vessel atherosclerosis ↓ Nerve L-carnitine level

↑ Oxygen free radicals activity ↑ Protein kinase C activity

Dikutip dari :Fazan V.P.S.,Vasconcelos, Nessler.2010. Diabetic Peripheral Neuropathies: a morphometric overview. Int.J.Morphol.28(1):51-64.


(33)

II.5 Gejala Klinis

Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Pada beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bis amelibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom. (Dyck, 2002)

Tabel.3. Gejala khas pada neuropati diabetik

Nonpainful Painful

Thick Prickling

Stiff Tingling

Asleep Knife-like

Prickling Electric shock-like

Tingling Squeezing

Constricting Hurting Burning Freezing Throbbing

Allodynia, Hyperalgesia Dikutip dari : Boulton AJM. Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. 2005. Clinical Diabetes; 23:9-15.

II.6 Diagnosis

Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari empat kriteria dibawah ini : (Sjahrir,2006)

1. Kehadiran satu atau lebih gejala

2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut 3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.


(34)

4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV) dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya tekanan darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya).

II.7. Penatalaksanaan

Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara baik. Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan lipids dengan terapi farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen diabetes lain yaitu perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksa kaki mereka secara teratur. (Sjahrir, 2006)

II.8 Gamma glutamyltransferase

Gamma glutamyltranspeptidase (Gamma-glutamyltransferase, gamma-glutamyl transpeptidase, γ-glutamyltransferase, GGT, GGTP, gamma-GT,) adalah

sejeniγ

S nya sertγ-glutamil keakseptor γ-glutamil seperti

Enzim ini ditemukan pada berbagai

jaringan pada permuka digunakan sebagai salah satu parameter Aplikasi yang paling sering digunakan adalah untuk mendiagnosa penyakit pada 2. Aktivitas paling tinggi dari GGT ditemukan pada ginjal, usus kecil, pankreas, hati dan organ lain yang mempunyai fungsi absorbsi dan sekresi. Kadar GGT dihubungkan dengan beberapa faktor resiko kardiovaskuler, dan ditemukan juga sebagai prediktor pada hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit jantung. Ada


(35)

hubungan yang kuat antara peningkatan kadar GGT dan insiden diabetes. Walaupun GGT digunakan secara luas sebagai marker untuk konsumsi alkohol. (Emdin dkk, 2001; Visvikis dkk, 2001)

Gamma glutamyltransferase memicu katabolism pasokan sistein unt

Ekspresi GGT merupakan salah satu mekanisme

pertahanan 2005)

Gambar 2. Siklus Gamma Glutamyl

Dikutip dari : Ristoff, E., Larson, A. 2003. Gamma glutamyltranspeptidase deficiency. Available from : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-glutamyl.pdf 1


(36)

II.9 Elektromiografi

Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer dan otot. Prinsip kerjanya adalah merekam gelombang potensial yang ditimbulkan baik oleh otot maupun saraf. (Poernomo, 2003)

Gelombang potensial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan stimulus pada saraf motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan hantaran saraf (KHS) motorik yaitu dengan merangsang saraf motorik pada dua tempat disebelah proksimal dan distal. Latensi adalah waktu yang dibutuhkan dalam menghantarkan impuls dari tempat perangsangan (stimulus) sampai ke akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke motor end plate, sehingga timbul potensial aksi. Dengan memberi stimulus pada dua tempat, akan timbul dua gelombang potensial yang masing-masing latensi distalnya berbeda. Agar lebih akurat hasilnya, sebaiknya jarak antara 2 stimulus adalah ≥ 10 cm. KHS motorik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

KHS (m/det) = jarak antara ke 2 titik stimulus (mm)

Latensi distal II (proksismal) – latensi I (distal) (milidetik) Untuk mengukur saraf sensorik dilakukan dengan memberikan stimulus pada saraf sensorik. Aksi potensial saraf sensorik dapat direkam dengan elektrode permukaan yang dililitkan pada jari. Pengukuran KHS sensorik adalah dengan menghitung jarak dari stimulus tunggal sampai elektroda perekam dibagi dengan latensi. Aksi potensialnya jauh lebih kecil daripada otot. (Poernomo, 2003)


(37)

II.10. Kecepatan Hantaran Saraf

Merupakan tekhnik utama untuk studi fungsi saraf perifer yang melibatkan stimulasi kulit dari saraf sensorik dan motorik. Hasil studi kecepatan hantaran saraf sensorik dan motorik nampak sebagai amplitudo, conduction velocity, dan distal latensi. (Adam dan Victor, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi KHS adalah :

1. Faktor fisiologis seperti temperatur, umur, tinggi badan, segmen proksismal dibanding distal dan anomali inervasi.

2. Faktor nonfisiologis : tahanan elektrode dan interferensi 60 hz, stimulus artefak, filter, posisi katode, stimulus supramaksimal, kostimulasi saraf yang berdekatan, penempatan elektroda, perekaman antidromik dibandingkan ortodromik, jarak antara elektrode aktif dan saraf yang diperiksa, jarak elektrode aktif dengan elektrode referens, posisi ekstremitas dan pengukuran jarak, sweep speed dan sensitivitas. (Poernomo,2003)

Tabel.4 Kecepatan Hantaran saraf normal orang dewasa 16 – 65 tahun

Motor Nerve Conduction Studies

Nerve Distal sti-mulation site Other stimulasion site Recording site Onset latency (ms) Amp (mv) CV (m/s) Distance (cm) F-wave latency (ms)

Median Wrist Elbow APB < 4,2 > 4,4 >49 6-8 <31 Ulnar Wrist BG,AG ADB < 3,4 > 6,0 >49 5,5-7,5 <32 Radial Forearm Elbow,

SG

EIP < 5,2 >4,0 >50 10 NA Peroneal Ankle BFH,AFP EDP < 5,8 >2,0 >42 6-11 <58 Peroneal BFH AFP TA < 3,0 >5,0 >42 10 NA Tibial Ankle PF AH < 6,5 >3,0 >41 6-8 <59


(38)

Key : AG= above ulnar groove; BG= Below ulnar groove; AFP= above fibular head; BFH= belof fibular head; SG= spiral groove; TA= tibialis anterior; EDB=extensor digital brevis; EIP= extensor indicis proprius; ADM=abductor digiti minimi; APB=abductor policis brevis; AH=abductor hallucis; PF=poplitea fossa

Dikutip dari : Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of

Neurology. 8nd. Ed. McGraw-Hill. New York. Sensory nerve conduction studies

Nerve

Stimulation site

Recording site

Onset latency (ms)

Peak latency (ms)

Amp (µV)

CV (m/s)

Distances (cm)

Median Wrist Dig2 <2,5 <3,5 >20 >52 13 Ulnar Wrist Dig.5 <2,1 <3,0 >15 >52 11 Radial Forearm Wrist <1,9 <2,8 >20 >48 10 Sural calf ankle <3,2 <4,4 >6 >42 14


(39)

II. 10. Kerangka Teori

Diabetes Mellitus

Vaskuler

Metabolik Neurotropik Mekanisme Imun

Oxidative stress( GGT)

Neuropati Diabetik Kecepatan Hantaran

saraf

Vascular endothelial Growth factor (VEGF) Polyol pathway Protein kinase C

Peranan NGF

Haider(2004), Sjahrir (2006) oxidative stress berperan utama dalam

patogenesis diabetik periferal neuropati Duk (2004), Duk (2003) GGT sebagai oxidative stress

Cho(2010): kadar GGT mempengaru hi KHS dan berdampak pada neuropati diabetik


(40)

II.11. Kerangka Konsep

Diabetes Mellitus

Metabolik

Gamma Glutamyltransferase

Diabetik neuropati KHS

Cho(2010) peningkatan kadar GGT berdampak penting terhadap neuropati diabetik Nakanishi(2004) GGT

prediktor penting

perkembangan diabetes

Duk(2004) GGT berperan dalam patogenesis

diabetes sebagai oxidative stress

Cho(2010) GGT mempengaruhi KHS


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi dan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 1 Juni 2011 sampai dengan tanggal 30 Oktober 2011, atau sampai jumlah sampel tercapai.

lll.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian menurut metode sampling non random secara konsekutif. III.2.1. Populasi sasaran

Semua penderita neuropati diabetik, lama dan baru. III.2.2. Populasi terjangkau

Semua penderita neuropati diabetik lama dan baru yang berobat ke Poliklinik Neurologi dan Poliklinik Penyakit Dalam RSU HAM Medan.

III.2.3. Besar sampel

Ukuran sampel dihitung menurut rumus : (Madiyono dkk,1995)

2

n ( Zα +Zβ ) x Sd

____________ + 3 0,5 ln { (1+r) / (1-r) }


(42)

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 maka Zα = 1,96 Z

Zβ = Nilai baku normal yang besarya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,15 maka Zβ= 1,036

r = koefisien korelasi

n = 1,96 + 1,036

___________________ + 3

2

0,5 ln (1+0,35 / (1-0,35) n = 26

Dibutuhkan sampel minimal sebesar 26 kasus

III.3.1 Kriteria Inklusi

1. Semua penderita nuropati diabeti yang berusia diatas 15 tahun berobat di Departemen Neurologi dan Departemen Ilmu penyakit Dalam RSUP.H.Adam Malik Medan.

2. Memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian ini.

III.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Penderita neuropati diabetik dengan penyakit lain yang bisa menyebabkan neuropati berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.

2. Penderita diabetes dengan riwayat konsumsi minuman beralkohol

3. Penderita diabetes dengan riwayat atau sedang menderita penyakit hepar 4. Penderita diabetes yang sedang menderita penyakit akut.


(43)

III.4. Batasan Operasional Penelitian

1. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik khas dengan hiperglikemi akibat dari defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya (PERKENI,2006)

2. Hiperglikemi adalah kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 mg pada tes toleransi glukosa oral. (PERKENI, 2006).

3. Diabetik neuropati adalah adanya gejala dan atau tanda disfungsi saraf perifer pada orang dengan diabetes setelah dieksklusikan penyebab lain. (Sjahrir, 2006)

4. Gamma-glutamyltransferase adalah sejeni

γγ

-glutamil keakseptor γ-glutamil sepert

pendek da

5. Nilai normal kadar gammaglutamyl transferase adalah < 50 UI/dl pada pria, dan < 30 UI/dl pada wanita.

6. Nilai HbA1c : Baik <6,5, sedang 6,5 – 8, buruk > 8. (PERKENI, 2006)

7. Indeks Masa Tubuh adalah rasio berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan (centimeter) kuadrat. IMT diklasifikasikan sebagai: kurang <18,5, normal 18,5 – 22,9, lebih > 23. (PERKENI,2006).

8. Nilai normal kadar alanin aminotransferase : < 40 U/l untuk pria, dan < 35 U/l untuk wanita. (Ford, 2008)


(44)

9. Kecepatan hantaran saraf sensoris adalah fungsi integritas ganglion dorsalis (neuron sensoris) beserta seluruh akson sensoris. (Poernomo, 2003)

10. Nilai Normal kecepatan hantaran saraf sensoris adalah : Nervus Medianus > 52 m/s, Nervus Ulnaris > 52 m/s, Nervus Radialis > 48 m/s, Nervus Suralis > 42 m/s. (Adam dan Victor, 2005)

11. Kecepatan hantaran saraf motorik adalah hasil sumasi potensial serabut-serabut otot akibat stimulasi dengan intensitas supramaksimal. (Poernomo, 2003)

12. Nilai normal kecepatan hantaran saraf motorik adalah : Nervus medianus > 49 m/s, Nervus ulnaris > 49 m/s, Nervus Radialis > 50 m/s, Nervus Peronealis > 42 m/s dan nervus Tibialis > 41 m/s. (Adam dan Victor, 2005) 13. Distal latensi adalah waktu konduksi dari tempat stimulus yang paling distal

(diukur dalam milidetik dari mulainya artefak stimulus) ke defleksi inisial dari compound muscle action potensial (CMAP) atau sampai ke awal defleksi negatif suatu aksi potensial saraf (nerve action potential).

14. Instrument :

a. Untuk mendapatkan nilai KHS sensorik dan motorik diperiksa dengan alat elektromiografi merk Medelec Vickars Medical Working Surrey, Seri Sapphire II dengan nomor seri 971472, buatan Inggris tahun 1997. b. Pemeriksaan kadar KGD N-2 jam PP, Gamma glutamyltransferase,

alanin aminotransferase, dan aspartate aminotransferase menggunakan alat merk Hitachi, seri Cobas 6000, buatan Roche tahun 2009.


(45)

c. Pemeriksaan kadar HbA1C menggunakan alat merk Hitachi, seri Cobas Integra 400 plus, buatan Roche tahun 2007.

d. Pemerisaan Hemoglobin menggunakan alat Sysmex XT 2000i, buatan Roche tahun 2010.

III.5 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan sumber data primer yang diperoleh dari semua penderita neuropati diabetika yang berobat di Departemen Neurologi dan Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi.

Pemeriksaan kadar gamma glutamyltransferase dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RS H.Adam Malik Medan, dan pemeriksaan kecepatan hantaran saraf dilakukan oleh seorang neurologis di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) sub bagian Neurofisiologi RS H.Adam Malik Medan.

III.6 Pelaksanaan Penelitian

III.6.1 Pengambilan sampel

Semua penderita diabetik neuropati yang ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang berobat ke poliklinik neurologi dan atau poliklinik endokrin bagian penyakit dalam yang diambil secara konsekutif yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

III.6.2 Variabel yang diamati

Variabel dependen : kadar gamma glutamyltransferase Variabel independen : nilai Kecepatan Hantaran Saraf


(46)

III.6.2 Kerangka Operasional

Penderita Diabetes

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Neurologis

Kriteria Inklusi

Diabetik Neuropati

Kriteria Eksklusi

Lab:drh rtn,HbA1c,KGD N/PP,GGT, SGOT/SGPT

Pemeriksaan KHS

Data

Analisa Data


(47)

III.6.4 Analisa Statistik

Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer windows SPSS (Statistical Product and Science Service) versi 17.

Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :

1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lamanya menderita diabetes.

2. Untuk melihat perbedaan nilai KHS berdasarkan jenis kelamin digunakan uji t-independent, sedangkan hubungan antara KHS dengan GGT, usia, lama menderita DM, KGD N, KGD 2 jam PP, HbA1c, SGOT, SGPT dan IMT digunakan uji korelasi Pearson.

3. Untuk melihat hubungan kadar GGT dan kadar HbA1C, KGD N-2 jam PP, AST,ALT, menggunakan menggunakan uji korelasi Pearson.

4. Untuk melihat hubungan kadar AST dan ALT dengan KHS dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Pearson. data kedua kelompok tidak berdistribusi normal.


(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

Pengambilan sampel dilakukan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan November 2011 di Poliklinik Neurologi dan Poliklinik Endokrin RS.H. adam Malik Medan. Selama Periode tersebut telah terkmpul 24 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian.

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

IV.1.1.1. Distribusi sampel menurut umur dan jenis kelamin

Dari keseluruhan responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini, ditemukan rentang usia antara 46 tahun sampai dengan 78 tahun. Umur rerata adalah 57,48 tahun dengan simpangan baku 9,409.

Sejumlah 24 pasien neuropati diabetik yang dianalisa dalam penelitian ini terdiri dari 14 orang responden wanita (58,3%), dan 10 orang (41,7%) responden pria.

IV.1.1.2. Distribusi sampel menurut pendidikan, pekerjaan dan suku bangsa

Berdasarkan tingkat pendidikan, penelitian ini mendapatkan responden yang berpendidikan SMA merupakan sebaran terbanyak yaitu 10 orang (41,7 %), diikuti tamatan SLTP sebanyak 6 orang (25%), tamatan Akademi/Sarjana dan SD masing – masing sebanyak 4 orang (16,7%).


(49)

Untuk pekerjaan responden, didapatkan pensiunan merupakan sebaran tertinggi yaitu pensiunan PNS sebanyak 11 orang (45,8%) , wiraswasta sebanyak 6 orang (25%), dan tidak bekerja sebanyak 7 orang (29,2%).

Lamanya responden menderita diabetes yang dijumpai dalam penelitian ini dengan sebaran terbanyak adalah 6-10 tahun sebanyak 12 orang responden (50%), diikuti 11-15 sebanyak 6 orang (25%) dan 1-5 tahun sebanyak 5 orang (20,8%) responden, dan > 15 tahun sebanyak 1 orang responden (4,2%). Rerata lama menderita diabetes adalah 8,39 tahun dengan simpangan baku 3,7 tahun. Tipe diabetes yang dijumpai dalam penelitian ini 100% merupakan diabetes tipe-2.

Berdasarkan pengelompokan obat diabetes yang diminum responden pada penelitian ini dijumpai sebanyak 15 orang (62,5%) menggunakan obat oral, dan 9 orang (37,5%) menggunakan suntikan insulin.

Berdasarkan kadar HbA1c sebaran terbanyak yaitu 6,5 - 8 % sebanyak 10 orang responden (41,7%), < 6,5% sebanyak 9 orang (37,5%) dan > 8% sebanyak 5 orang (20,8%).

Dari Indeks Massa Tubuh (IMT) dijumpai bahwa responden dengan IMT lebih (>23) merupakan sebaran terbanyak yaitu 19 orang, dan responden dengan IMT normal sebanyak 5 orang (18,5 – 22,9).


(50)

Tabel 5. Karakteristik Hasil Penelitian

Karakteristik Sampel �� ± SD n %

Jenis Kelamin -Pria - Wanita 10 14 41,7 % 58,3 %

Usia 57,48 ± 9,41thn

Tingkat Pendidikan - SD

- SLTP - -SLTA

- Akademi/sarjana

4 6 10 4 16,7% 25% 41,7% 16,7% Pekerjaan

- Wiraswasta - Pensiunan - Tidak bekerja

6 11 7 25% 45,8% 16,7% Lama diabetes

- 1-5 tahun - 6-10 tahun - 11 – 15 tahun - > 15 tahun

8,39 ± 3,702 thn

5 12 6 1 20,8% 50% 25% 4,2 % Jenis Obat Diabetes

- Oral - Insulin

15 9

62,5% 37,5%

KGD Nuchter 164,3 ± 32,86 mg/dl

KGD 2 jam PP 221,61 ± 55,89 mg/dl

HbA1c 7,02 ± 1,25 %

GGT 39,17 ± 14,73 UI/L

SGOT 21,70 ± 3,69 UI/L

SGPT 28,13 ± 4,63 UI/L

IMT 24,89 ± 3,55 kg/m2

KHS Motorik 39,07 ± 9,45 m/s


(51)

IV.1.2. Nilai Kecepatan Hantaran Saraf Berdasarkan Karakteristik Penelitian

IV.1.2.1 Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, rerata nilai KHS motorik pada lelaki adalah 34,49 ± 16,69 m/s sedangkan pada wanita 39,54 ± 7,70 m/s. Hasil analisa dengan menggunakan uji T Independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai KHS Motorik berdasarkan jenis kelamin (p=0,328).

Tabel 6.Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Rerata nilai KHS Motorik p

Laki-laki 34,49 ± 16,69 m/s 0,328

Perempuan 39,54 ± 7,70 m/s

Keterangan : Independent t-test, p < 0,05

IV.1.2.2 Rerata Nilai KHS Sensorik Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, rerata nilai KHS sensorik pada lelaki adalah 26,51 ± 12,22 sedangkan pada wanita 35,77 ± 8,18. Hasil analisa dengan menggunakan uji T Independent menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai KHS sensorik berdasarkan jenis kelamin (p=0,036).

Tabel 7. Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Rerata nilai KHS Sensorik p

Laki-laki 26,51 ± 12,22 m/s 0,036

Perempuan 35,77 ± 8,18 m/s


(52)

IV.1.2.3. Hubungan antara usia dengan kecepatan hantaran saraf

Tidak dijumpai hubungan antara usia dengan kecepatan hantaran saraf motorik (p= 0,773) dan sensorik (p=0,75) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.2.4. Hubungan antara lama menderita diabetes dengan KHS

Tidak dijumpai hubungan antara lama menderita diabetes dengan kecepatan hantaran saraf motorik (p=0,565) dan sensorik (p=0,826) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.2.5. Hubungan antara KGD N dengan kecepatan Hantaran Saraf

Tidak dijumpai hubungan bermakna antara rerata nilai KGD N dengan kecepatan hantaran saraf motorik (r = 0,464, p=0.126), dan tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata KGD N dengan KHS sensorik (p = 0,741) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.2.6. Hubungan antara KGD 2 jam PP dengan kecepatan hantaran saraf

Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai KGD 2 jam PP dengan nilai KHS motorik (r = 0,213, p = 0,330) dan nilai KHS sensorik (r = 0,194, p = 0,879) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV. 1.2.7. Hubungan antara nilai HbA1c dengan kecepatan hantaran saraf

Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai HbA1c dengan nilai KHS motorik (p = 0,330) dan nilai KHS sensorik (p = 0,879) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.


(53)

IV.1.2.8. Hubungan antara SGOT dengan kecepatan hantaran saraf

Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai SGOT dengan nilai KHS motorik (p = 0,620) dan nilai KHS sensorik (p = 0,460) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.2.9. Hubungan antara SGPT dengan kecepatan hantaran saraf

Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai SGPT dengan nilai KHS motorik (p = 0,115) dan nilai KHS sensorik (p = 0,964) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.2.10. Hubungan antara rerata Nilai IMT dengan kecepatan hantaran saraf

Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai IMT dengan nilai KHS motorik (p = 0,060) dan nilai KHS sensorik (p = 0,436) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.3. Nilai Gamma Glutamyltransferase (GGT) berdasarkan Karakteristik

Klinis

IV.1.3.1. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai KGD N

Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan nilai KGD N (p = 0,073) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.3.2. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai KGD 2 jam PP

Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan nilai KGD 2 jam PP (p = 0,273) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.


(54)

IV.1.3.3 Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai HbA1c

Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan nilai HbA1c (p = 0,084) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.3.4. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai SGOT dan

SGPT

Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan nilai SGOT (p = 0,961), dan SGPT (p = 0,229) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

IV.1.3.5. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai Kecepatan

Hantaran Saraf

Terdapat korelasi negatif bermakna antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai KHS Motorik (r = - 0.915, p = 0,0001) dengan menggunakan uji korelasi Pearson, berarti terdapat hubungan terbalik yang signifikan antara kadar GGT dengan kecepatan hantaran saraf motorik.

Terdapat korelasi negatif bermakna antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai KHS sensorik (r = - 0.619, p = 0,002) dengan menggunakan uji korelasi Pearson, berarti terdapat hubungan terbalik yang signifikan antara kadar GGT dengan kecepatan hantaran saraf sensorik.


(55)

Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Kadar GGT dengan KHS Motorik

Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Kadar GGT dengan KHS Sensorik

GGT

60 50

40 30

20 10

50.0

40.0

30.0

20.0

10.0

R Sq Linear = 0.383

GGT

60 50

40 30

20 10

70.0

60.0

50.0

40.0

30.0

20.0

R Sq Linear = 0.837

KHS Sensorik


(56)

IV.2. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan tujuan untuk melihat hubungan antara kadar Gamma Glutamyltransferase dengan kecepatan hantaran saraf pada penderita neuropati diabetik.

Pada penelitian ini pasien dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik dan neurologis, untuk penegakan diagnosa neuropati diabetik. Bagi pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan pemeriksaan laboratorium dan kecepatan hantaran saraf.

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Pada penelitian ini subjek penelitian adalah sebanyak 24 orang, dimana dijumpai lebih banyak wanita dibandingkan pria, yaitu 58,3% (n=14) wanita dan 41,7 % (n=10) pria, Studi dari Cho H,2010 terdapat 90 subjek, dengan pria lebih banyak dari wanita, yaitu 51,1 % (n=46) pria dan wanita sebanyak 48,9 % (n=44). Studi dari Charles dkk, 2010, terdapat 52% pria dan 48% wanita dengan jumlah keseluruhan subjek penelitian 1886 orang. Studi dari Tesfaye dkk, 2007, mendapatkan 147 responden wanita (56,1%) dan 115 orang responden pria (43,9%).

Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 57,48 ± 9,41 tahun dengan rentang usia 46 – 78 tahun. Studi dari Cho H, 2010 rerata usia subjek adalah 59 ± 12 tahun dengan rentang usia 33 - 84 tahun, sedangkan studi dari Charles dkk, 2010, rentang usia 26,2 – 58,3 tahun, dengan median 38,6 tahun, dan studi dari Meijer dkk, 2003, rerata usia subjek adalah 57,3 ± 11,4 tahun.


(57)

Pada penelitian ini, rerata lama menderita diabetes 8,39 ± 3,702 tahun, hal ini berbeda dengan yang dilaporkan Cho H, 2010, rerata lama menderita diabetes 8,7 ± 6,9 tahun, juga berbeda dengan yang dilaporkan oleh Elliot dkk, 2009, rerata lama menderita diabetes 14,7 ± 9,3 tahun, dan Meijer dkk, 2003, melaporkan rerata lama menderita diabetes 16,9 ± 12 tahun, serta Charles dkk, 2010 mendapatkan median lama menderita diabetes 20,5 tahun dengan range (9,7 – 39,1 ).

Pada penelitian ini dijumpai KGD N yaitu 164,3 ± 32,86 mg/dl, dan nilai rerata KGD 2 jam PP yaitu 221,61 ± 55,89 sedangkan pada penelitian Cho, 2010, didapatkan nilai rerata KGD N yaitu 8,2 ± 2,5 mmol/L dan KGD 2 jam PP yaitu 12,9 ± 4,9 mmol/L. Pada penelitian ini juga didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara KGD N dan KGD 2 jam PP dengan kadar GGT, namun hal ini berbeda dengan hasil penelitian Cho H, 2010, dimana didapatkan bahwa KGD 2 jam PP berhubungan dengan kadar GGT, namun KGD N tidak berhubungan dengan kadar GGT.

Rerata kadar HbA1c yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 7,02 ±125 %, sedangkan pada penelitian Cho h, 2010, dijumpai rerata nilai HbA1c 8,0 ± 2,1%. Pada penelitian ini tidak dijumpai hubungan nilai HbA1c dengan kadar GGT dan KHS, juga pada penelitian Cho,2010. Namun, pada penelitian Charles M dkk, 2010, dijumpai median nilai HbA1c yaitu 8,34 dengan range 6,4 sampai 11,3, namun dijumpai hubungan yang bermakna antara kadar HbA1c dengan KHS. Penelitian Tesfaye dkk, 2007, mendapatkan rerata nilai HbA1c adalah 7,6 ± 1,4.

Pada penelitian ini, rerata nilai SGOT yaitu 21,70 ± 3,69 IU/L dan nilai SGPT yaitu 28,13 ± 4,63 IU/L, sedangkan pada penelitian Cho, 2010, dijumpai rerata


(58)

nilai SGOT yaitu 27,7 ± 17,0 dan rerata nilai SGPT 26,2 ± 1,8 IU/L. Pada penelitian Hanley dkk, 2004, didapatkan median kadar SGOT yaitu 22,5 dengan range (17-28), dan median nilai SGPT yaitu 17,5 dengan range (12,5 – 27,5).

Pada penelitian ini didapatkan, rerata nilai KHS motorik yaitu 39,07 ± 9,45 m/, dan rerata nilai KHS sensorik yaitu 33,30 ± 8,66 m/det, sedangkan penelitian Carrington AL dkk, 2010, mendapatkan nilai median KHS motorik sebesar 34,6 m/det dengan range (30,8 – 40,2)m/det, sedangkan Charles M dkk, 2010, mendapatkan rerata nilai KHS motorik 42,6 ± 4,4 m/det, dan rerata nilai KHS sensorik 44,10 ± 6,3 m/det.

Pada penelitian ini didapatkan, rerata nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu 24,89 ± 3,55 kg/m2, sedangkan Carrington dkk, 2002, mendapatkan median IMT sebanyak 28,5 kg/m2 dengan range (26 – 32). Cho, 2010, mendapatkan rerata nilai IMT yaitu 24,4 ± 4,2 kg/m2. Tesfaye dkk, 2007, mendapatkan rerata nilai IMT yaitu 30,0 ± 6,5 kg/m2

IV.2.2 Peranan GGT .

Secara konvensional, peningkatan kadar GGT diinterpretasikan sebagai marker dari penyalahgunaan alkohol dan atau gangguan hati. Namun, dewasa ini, peningkatan kadar GGT telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga peningkatan GGT dihubungkan dengan berbagai penyakit yaitu diabetes, hipertensi dan penyakit jantung.

GGT memegang peranan penting dalam sistem antioksidan didalam tubuh, dengan selalu menjaga konsentrasi glutathion intraselluler. Glutathion merupakan antioksidan yang penting untuk pertahanan sel. Peningkatan GGT dapat diinterpretasikan sebagai peningkatan aktivitas oksidatif stres didalam tubuh..


(59)

Pada penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara kadar GGT dengan KGD, HbA1c, dan lamanya DM, hal ini dikarenakan hampir semua sampel yang didapat merupakan penderita DM yang teratur berobat, sehingga fluktuasi KGD umumnya baik. Fluktuasi KGD baik juga dapat terlihat pada rerata kadar HbA1c yang dapat dimasukkan dalam kategori terkontrol. Secara patofisiologi, hiperglikemi melalui jalur metabolik, akan menyebabkan peningkatan ROS, dimana ROS akan berperan sebagai oksidatif. Peningkatan ROS, akan menyebabkan tubuh mempertahankan stabilitasnya dengan mengeluarkan antioksidan. Peningkatan ROS akan menyebabkan over aktivasi dari NADPH oxidase dan proses ini mengurangi bioavailibilitas dari nitric oxide (NO). Peningkatan ROS merupakan faktor penting dalam sindroma metabolik.

IV.2.3. Hubungan Kadar GGT dan KHS

Pada penelitian ini, ditemukan hubungan terbalik yang bermakna antara Kadar Gamma Glutamyltransferase dan Kecepatan Hantaran Saraf baik motorik maupun sensorik pada penderita neuropati diabetik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cho, 2010, menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar GGT yang bermakna pada penderita diabetik neuropati, namun Cho tidak menghubungkan secara langsung antara kadar GGT dan nilai KHS. Lee, dkk. (2004) meneliti peranan serum gamma glutamyltransferase (GGT) sebagai prediktor dalam pathogenesis diabetes, serta hubungan GGT dan obesitas pada perkembangan diabetes tipe 2 pria dan wanita. Mereka menyimpulkan bahwa kadar serum GGT sebagai prediktor kuat untuk diabetes, baik pada pria maupun wanita, dan menduga bahwa GGT berperan dalam patogenesis diabetes sebagi


(60)

oxidative stress. Lee, dkk (2003) menyimpulkan bahwa kadar GGT sebagi prediktor kuat untuk hipertensi dan diabetes. Mereka menduga keterlibatan kadar GGT pada patogenesis diabetes melalui mekanisme oxidative stress.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, dapat disepakati bahwa GGT sebagai marker oksidatif stres. Dalam banyak studi, hipertensi, diabetes dan hiperkolesterol, merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskular dan hal ini dihubungkan dengan faktor oksidatif stres. Faktor oksidatif stres juga memegang peranan penting dalam patofisiologi neuropati diabetik, yang pada akhirnya mempengaruhi kecepatan hantaran saraf.

Hasil ini memberikan informasi penting bahwa kadar serum GGT bermakna sebagai marker oksidatif stres. Selama ini, kadar GGT lebih dikenal sebagai marker dari konsumsi alkohol atau penyakit-penyakit hati, dan kadar GGT dalam normal range juga dihubungkan dengan faktor resiko penyakit kardiovaskular dan komponen dari metabolik sindrom. Walaupun hubungan antara seluler GGT dan serum GGT belum jelas, namun seluler GGT dilaporkan terlibat langsung dalam perkembangan ROS.

Ada beberapa kelemahan penelitian ini yaitu;

1. Jumlah sampel sedikit bila dibandingkan dengan beberapa penelitian lainnya. Hal ini disebabkan keterbatasan waktu, biaya serta pasien yang datang ke Poliklinik.

2. Tidak dilakukannya pemeriksaan marker oksidatif stres lainnya, sehingga tidak bisa dibandingkan antara GGT dengan marker oksidatif stres lainnya.


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data yang diperoleh pada penelitian ini disimpulkan bahwa : 1. Terdapat korelasi negatif bermakna antar nilai GGT dengan KHS motorik,

sehingga dikatakan bahwa dengan meningkatnya nilai GGT maka nilai KHS motorik akan menurun.

2. Terdapat korelasi negatif bermakna antar nilai GGT dengan KHS sensorik, sehingga dikatakan bahwa dengan meningkatnya nilai GGT maka nilai KHS sensorik akan menurun.

V.2. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar memberikan hasil yang lebih representatif.

2. Perlu dilakukan studi prospektif untuk menilai hubungan GGT sebagai faktor resiko terjadinya neuropati diabetik.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. 8nd. Ed. McGraw-Hill. New York.

Andre, P., Balkau, B., Vol, S., Charles, M.A., Eschwege, E. 2007. Gamma Glutamyltransferase activity and Development of the Metabolic Syndrome (International Diabetes Federation definition) in Middle-Aged Men and Women. Diabetes care. 30; 2355-2361.

Brushart, T.M. 2002. Peripheral Nerve Injury. In : Johnson R.T., John,W.G., Justin, C.M. Current Therapy in Neurologic Disease. Pp 380-384. Mosby. St.Louis.

Boulton, A.J.M., Malik, R.A., Arezzo, J.C., Sosenko, J.M. 2004. Diabetic Somatic Neuropathies. Diabetes Care. 27-1458-1486.

Boulton, A.J.M. 2005. Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. Clinical Diabetes. 23: 9-15.

Boulton, A.J.M., Vinik, A.I., Arezo, J.C., Bril, V., Feldman, E.L., Freeman, R., Malik, R.A., Maser, R.E., Sosenko, J.M., Ziegler, D. 2005. Diabetic Neuropathies. A Statemen by the American diabetes association. Diabetes Care.28-956-962.

Carrington L, Shaw JE, Schie CHM, Abbott CA, Vileykyte L, Boulton J. 2002. Can Motor Nerve Conduction Velocity Predict Foot Problems in Diabetec Subject Over a 6-Year Outcome Period? Diabetes Care. 25: 2010-2015. Charles, M., Soedamah-Muthu, S.S., Tesfaye, S., Fuller, J.H., Arezzo, J.C.,

Chaturvedi, N.2010. Low Peripheral Nerve Conduction Velocities and Amplitudes are Strongly Related to Diabetic Microvascular Complication in Type 1 Diabetes. Diabetes Care. 33: 2648-2653.

Cho, H.C. 2010. The Association between Serum GGT Concentration and Diabetic Peripheral Polineuropathy in Type 2 Diabetic Patients. Korean Diabetes Journal. 34: 111-118.


(63)

Duby, J.J., Campel, R.K., Setter, S.M., White, J.R., Rasmussen, K.A. 2004. Diabetic Neuropathy:An Intensive Review. Am J Health-Syst Pharm. 61(2): 160-176.

Elliot, J., Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Gandhi., Stevens, L.K., Emery, C., Fuller, J.H. 2009. Large Fiber Dysfunction in Diabetic Peripheral Neuropathy Is Predicted by Cardiovascular Risk Factors. Diabetes Care. 32; 1896-1900. Emdin, M., Passino, C., Titta, F., Donato, L., Pompella, A., Paolicchi, A. 2001.

Prognostic value of serum gamma-glutamyltransferase activity after myocardial infarction. European Heart Journal. 22: 1802-1807.

Emiroglu, M.Y., Esen, O.B., Bulut, M., Karapinar, H., Kaya, Z. 2010. Gamma Glutamyltransferase levels and its association with high sensitive C-reactive protein in patients with acute coronary syndromes. North am J Med Sci. 2; 306-310.

Fazan, V.P.S., Vasconcelos, C.A.C., Valenca, M.M. 2010. Diabetic Peripheral Neuropathies: A Morphometric Overview. Int. J. Morphol. 28:51-64.

Fraser, A., Harris, R., sattar, N., Ebrahim, S., Lawlor, D.A. 2009. Alanine Aminotransferase, Gamma glutamyltransferase, dan Insiden diabetes. Diabetes Care. 32: 741-750.

Ford, E.S., Schulze, M.B., Bergmann, M.M., Thamer, C., Joost, H.G., Boeing, H. Liver Enzymes and Incident Diabetes. Diabetes care. 31: 1138-1143. Gilroy, J.2001. Basic Neurology. 3rd ed. McGraw-Hill.New York.

Giordano, F.J. 2005. Oxygen, oxidative stress, hypoxia, and heart failure. J. Clin. Invest. 115: 500-508.

Hanley AJG, Williams K, Festa A, Wagenknecht LE, D’Agostino RB Jr, Kempf J, Zinman B, Haffner S. 2004. Elevations in Markers of Liver and Risk of Type 2 Diabetes. Diabetes. 53: 2623 – 2631.

Harrison. 2005. Principle’s of Internal Medicine.16th ed. Mc-Graw Hill. New York. Howard, L.W., Lawrence, P.L., Alexander, R.G. 2004. Neurology. 7thed. Lippincott


(64)

Jan-Willem, G.M., Sonderen, EV., Blaauwwiekel, E.E., Smit, A.J., Groothoef, J.W., Eisma, W.H., Link, T.P. 2000. Diabetic Neuropathy examination a hierarchical scoring sistem to diagnose distal polyneuropathy in diabetes. Diabetes Care. 23: 750-753.

Jan-Willem, G.M., Bosma, E.,J.D., Links, T.P., Smit, A.J., Hoeven, J.H.V., Hoogenberg, K. 2003. Clinical Diagnosis of Diabetic Polyneuropathy with the Diabetic Neuropathy Symptom and Diabetic Neuropathy Examination Score. Diabetes Care. 26: 697-701

Latov, N. Peripheral Neuropathy When The Numbness, Weakness, and Pain Won’t Stop. 2007. American Academy of Neurology Press. New York. Lee, D.H., Jacobs, D.R., Gross, M., Kiefe, C.I., Roseman, J., Lewis, C.E., Steffes,

M. 2003.Gamma Glutamyltransferase Is a Predictor of Incident Diabetes and Hypertension: The Coronary artery risk Development in Young Adults (CARDIA) Study. Clinical Chemistry. 49;1358-1366

Lee, D.H., Silventoinen, K., Jacobs, D.R., Jousilahti, P., 2004. Gamma Glutamyltransferase, Obesity, and the Risk of Type 2 Diabetes: Observational cohort study among 20.158 Middle-aged Men and Women. The Journal of Clinical endocrinology & Metabolism. 89; 5410-5414

Madiyono, B., Moeslichan, Mz.S., Budiman,I., Purwanto,S.H. 2005. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro, S., Ismael, D., editor. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Hal.187-212. Binarupa Asmara. Jakarta

Nakanishi, N., Suzuki, K., Tatara, K.,2004. Serum Gamma Glutamyltransferase and Risk of Metabolic Syndrome and Type 2 Diabetes in Middle-aged Japanes Men., Diabetes care. 27:1427-1432

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.

Poernomo, H., Basuki, M., Widjaja, D. 2003. Petunjuk Praktis Elektrodiagnostik. Airlangga University Press. Surabaya.

Ristoff, E., Larson, A. 2003. Gamma glutamyltranspeptidase deficiency. Available


(65)

Ruttmann, E., Brant, L.J., Concin, H., Diem, G., Rapp, K., Ulmer, H., Gamma Glutamyltransferase as a Risk Factor for Cardiovascular disease mortality. Circulation. 2005;112: 2130-2137

Sjahrir, H. 2006. Diabetic Neuropathy:The Pathoneurobiology & Treatment Update. USU Press. Medan.

Tesfaye S, Tandan R, Bastyr EJ, Kles KA, Skljarevski V, Price KL. Factors That Impact symptomatic Diabetic Peripheral Neuropathy in Placebo-Administered Patients From Two 1-Year clinical Trials. Diabetes Care. 30: 2913-2918.

Tjokroprawiro, A. 2005. Angiopati Diabetik:Makroangiopati-Mikroangiopati.Dalam Noer, dkk. Editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi ketiga. Penerbit FK UI, Jakarta.

Vincent, A.M., Russel, J.W., Low, P., Feldman, E.L., 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic neuropathy., Endocrine Reviews. 25(4):612-628. Visvikis, A., Pawlak, A., Accaoui, M.J., Ichino, K., Leh, H., Guellaen, G., Wellman.

Structure of the 5’ sequences of the human gamma glutamyltransferase gene. Eur. J. Biochem. 268: 317-325

Vozarova, B., Stefan, N., Lindsay, R.S., saremi, A., Pratley, R.E., Bogardus, C. 2002. High alanine aminotransferase Is associated with Decreased Hepatic Insulin sensitivity and Predicts the Development of Type 2 Diabetes. Diabetes. 51: 1889-1895.

Wannamethee, S.G., Shaper, A.G., Lennon, L., Whincup., P.H., Hepatic Enzymes, the Metabolic Syndrome, and the Risk of Type 2 Diabetes in Older Men., Diabetes Care. 28: 2913-2918.

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree., King, H. 2004. Global Prevalence of diabetes Estimates for the year 2000 and projection 2030. Diabetes Care. 27:1047-1053.

Zhang, L., Zalewski, A., Liu, Y., Mazurek, T., Cowan, S., Martinn, J.L. 2007. Diabetes Induced Oxidative Stress and Low Grade Inflammation in Porcine Coronary Arteries. Circulation. 108: 472-478.


(66)

Lampiran 1

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Hubungan Kadar Gammaglutamyl Transferase dan Kecepatan Hantaran Saraf pada penderita Diabetik Neuropati” dan setelah mendapatkan kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini kami secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan kesediaan kami untuk ikut dalam penelitian tersebut.

Medan, ………2011..

(1)______________________ (2)______________________


(67)

Lampiran 2

LEMBAR PENGUMPUL DATA

Tanggal pemeriksaan :

I. DATA PRIBADI PENDERITA

Nama :

Umur :

Kelamin : Lk / Pr

Pekerjaan :

Suku :

Alamat :

Telepon :

Status Perkawinan :

Nomor MR :

II. ANAMNESA

- Lama menderita diabetes : ... tahun... bulan

- Obat diabetes yang digunakan : ... - Minum obat : teratur / tidak teratur

- Kontrol pemeriksaan KGD : teratur / tidak teratur

- Apakah mengalami nyeri seperti terbakar, nyeri menusuk atau menekan pada tungkai dan kaki? Ya/tidak

- Apakah anda merasakan perasaan tertusuk pada tungkai atau kaki? Terjadi pada saat malam hari atau istirahat, distal lebih berat dari proksismal.


(68)

III. Hasil Pemeriksaan Laboratorium - Hb :...gr - Ht :...% - Trombosit :... - Eritrosit :... - KGD puasa :...mg% - KGD 2jam PP :...mg% - Kadar HbA1c

- Kadar Gamma GT : ... UI/dl % :...%

- Kadar AST : ... UI/dl - Kadar ALT : ... UI/dl

IV. Hasil Pemeriksaan EMG

1. KHS Nervus Suralis sensoris :... 2. KHS Nervus Peronealis motorik :... 3. KHS Nervus Ulnaris sensoris :... 4. KHS Nervus Medianus sensoris :... 5. KHS Nervus Ulnaris motorik :...


(1)

Duby, J.J., Campel, R.K., Setter, S.M., White, J.R., Rasmussen, K.A. 2004. Diabetic Neuropathy:An Intensive Review. Am J Health-Syst Pharm. 61(2): 160-176.

Elliot, J., Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Gandhi., Stevens, L.K., Emery, C., Fuller, J.H. 2009. Large Fiber Dysfunction in Diabetic Peripheral Neuropathy Is Predicted by Cardiovascular Risk Factors. Diabetes Care. 32; 1896-1900. Emdin, M., Passino, C., Titta, F., Donato, L., Pompella, A., Paolicchi, A. 2001.

Prognostic value of serum gamma-glutamyltransferase activity after myocardial infarction. European Heart Journal. 22: 1802-1807.

Emiroglu, M.Y., Esen, O.B., Bulut, M., Karapinar, H., Kaya, Z. 2010. Gamma Glutamyltransferase levels and its association with high sensitive C-reactive protein in patients with acute coronary syndromes. North am J Med Sci. 2; 306-310.

Fazan, V.P.S., Vasconcelos, C.A.C., Valenca, M.M. 2010. Diabetic Peripheral Neuropathies: A Morphometric Overview. Int. J. Morphol. 28:51-64.

Fraser, A., Harris, R., sattar, N., Ebrahim, S., Lawlor, D.A. 2009. Alanine Aminotransferase, Gamma glutamyltransferase, dan Insiden diabetes. Diabetes Care. 32: 741-750.

Ford, E.S., Schulze, M.B., Bergmann, M.M., Thamer, C., Joost, H.G., Boeing, H. Liver Enzymes and Incident Diabetes. Diabetes care. 31: 1138-1143. Gilroy, J.2001. Basic Neurology. 3rd ed. McGraw-Hill.New York.

Giordano, F.J. 2005. Oxygen, oxidative stress, hypoxia, and heart failure. J. Clin. Invest. 115: 500-508.

Hanley AJG, Williams K, Festa A, Wagenknecht LE, D’Agostino RB Jr, Kempf J, Zinman B, Haffner S. 2004. Elevations in Markers of Liver and Risk of Type 2 Diabetes. Diabetes. 53: 2623 – 2631.

Harrison. 2005. Principle’s of Internal Medicine.16th ed. Mc-Graw Hill. New York. Howard, L.W., Lawrence, P.L., Alexander, R.G. 2004. Neurology. 7thed. Lippincott


(2)

Jan-Willem, G.M., Sonderen, EV., Blaauwwiekel, E.E., Smit, A.J., Groothoef, J.W., Eisma, W.H., Link, T.P. 2000. Diabetic Neuropathy examination a hierarchical scoring sistem to diagnose distal polyneuropathy in diabetes. Diabetes Care. 23: 750-753.

Jan-Willem, G.M., Bosma, E.,J.D., Links, T.P., Smit, A.J., Hoeven, J.H.V., Hoogenberg, K. 2003. Clinical Diagnosis of Diabetic Polyneuropathy with the Diabetic Neuropathy Symptom and Diabetic Neuropathy Examination Score. Diabetes Care. 26: 697-701

Latov, N. Peripheral Neuropathy When The Numbness, Weakness, and Pain Won’t Stop. 2007. American Academy of Neurology Press. New York. Lee, D.H., Jacobs, D.R., Gross, M., Kiefe, C.I., Roseman, J., Lewis, C.E., Steffes,

M. 2003.Gamma Glutamyltransferase Is a Predictor of Incident Diabetes and Hypertension: The Coronary artery risk Development in Young Adults (CARDIA) Study. Clinical Chemistry. 49;1358-1366

Lee, D.H., Silventoinen, K., Jacobs, D.R., Jousilahti, P., 2004. Gamma Glutamyltransferase, Obesity, and the Risk of Type 2 Diabetes: Observational cohort study among 20.158 Middle-aged Men and Women. The Journal of Clinical endocrinology & Metabolism. 89; 5410-5414

Madiyono, B., Moeslichan, Mz.S., Budiman,I., Purwanto,S.H. 2005. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro, S., Ismael, D., editor. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Hal.187-212. Binarupa Asmara. Jakarta

Nakanishi, N., Suzuki, K., Tatara, K.,2004. Serum Gamma Glutamyltransferase and Risk of Metabolic Syndrome and Type 2 Diabetes in Middle-aged Japanes Men., Diabetes care. 27:1427-1432

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.

Poernomo, H., Basuki, M., Widjaja, D. 2003. Petunjuk Praktis Elektrodiagnostik. Airlangga University Press. Surabaya.

Ristoff, E., Larson, A. 2003. Gamma glutamyltranspeptidase deficiency. Available


(3)

Ruttmann, E., Brant, L.J., Concin, H., Diem, G., Rapp, K., Ulmer, H., Gamma Glutamyltransferase as a Risk Factor for Cardiovascular disease mortality. Circulation. 2005;112: 2130-2137

Sjahrir, H. 2006. Diabetic Neuropathy:The Pathoneurobiology & Treatment Update. USU Press. Medan.

Tesfaye S, Tandan R, Bastyr EJ, Kles KA, Skljarevski V, Price KL. Factors That Impact symptomatic Diabetic Peripheral Neuropathy in Placebo-Administered Patients From Two 1-Year clinical Trials. Diabetes Care. 30: 2913-2918.

Tjokroprawiro, A. 2005. Angiopati Diabetik:Makroangiopati-Mikroangiopati.Dalam Noer, dkk. Editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi ketiga. Penerbit FK UI, Jakarta.

Vincent, A.M., Russel, J.W., Low, P., Feldman, E.L., 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic neuropathy., Endocrine Reviews. 25(4):612-628. Visvikis, A., Pawlak, A., Accaoui, M.J., Ichino, K., Leh, H., Guellaen, G., Wellman.

Structure of the 5’ sequences of the human gamma glutamyltransferase gene. Eur. J. Biochem. 268: 317-325

Vozarova, B., Stefan, N., Lindsay, R.S., saremi, A., Pratley, R.E., Bogardus, C. 2002. High alanine aminotransferase Is associated with Decreased Hepatic Insulin sensitivity and Predicts the Development of Type 2 Diabetes. Diabetes. 51: 1889-1895.

Wannamethee, S.G., Shaper, A.G., Lennon, L., Whincup., P.H., Hepatic Enzymes, the Metabolic Syndrome, and the Risk of Type 2 Diabetes in Older Men., Diabetes Care. 28: 2913-2918.

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree., King, H. 2004. Global Prevalence of diabetes Estimates for the year 2000 and projection 2030. Diabetes Care. 27:1047-1053.

Zhang, L., Zalewski, A., Liu, Y., Mazurek, T., Cowan, S., Martinn, J.L. 2007. Diabetes Induced Oxidative Stress and Low Grade Inflammation in Porcine Coronary Arteries. Circulation. 108: 472-478.


(4)

Lampiran 1

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Hubungan Kadar Gammaglutamyl Transferase dan Kecepatan Hantaran Saraf pada penderita Diabetik Neuropati” dan setelah mendapatkan kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini kami secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan kesediaan kami untuk ikut dalam penelitian tersebut.

Medan, ………2011..

(1)______________________ (2)______________________


(5)

Lampiran 2

LEMBAR PENGUMPUL DATA

Tanggal pemeriksaan :

I. DATA PRIBADI PENDERITA

Nama :

Umur :

Kelamin : Lk / Pr

Pekerjaan :

Suku :

Alamat :

Telepon :

Status Perkawinan : Nomor MR : II. ANAMNESA

- Lama menderita diabetes : ... tahun... bulan

- Obat diabetes yang digunakan : ... - Minum obat : teratur / tidak teratur

- Kontrol pemeriksaan KGD : teratur / tidak teratur

- Apakah mengalami nyeri seperti terbakar, nyeri menusuk atau menekan pada tungkai dan kaki? Ya/tidak

- Apakah anda merasakan perasaan tertusuk pada tungkai atau kaki? Terjadi pada saat malam hari atau istirahat, distal lebih berat dari proksismal.


(6)

III. Hasil Pemeriksaan Laboratorium - Hb :...gr - Ht :...% - Trombosit :... - Eritrosit :... - KGD puasa :...mg% - KGD 2jam PP :...mg% - Kadar HbA1c

- Kadar Gamma GT : ... UI/dl % :...%

- Kadar AST : ... UI/dl - Kadar ALT : ... UI/dl

IV. Hasil Pemeriksaan EMG

1. KHS Nervus Suralis sensoris :... 2. KHS Nervus Peronealis motorik :... 3. KHS Nervus Ulnaris sensoris :... 4. KHS Nervus Medianus sensoris :...