HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN NEUROPATI DIABETIK
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN NEUROPATI DIABETIK
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
ALDILA ISTIKA ANDAMARI 20130310074
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
i
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN
NEUROPATI DIABETIK
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
ALDILA ISTIKA ANDAMARI 20130310074
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN NEUROPATI DIABETIK
Disusun oleh :
ALDILA ISTIKA ANDAMARI 20130310074
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 16 November 2016
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
dr. M. Ardiansyah Adi N., Sp.S, M.Kes dr. Zamroni, Sp.S
NIK: 19751024200204173052
Mengetahui
Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG NIK: 197110281997173027
(4)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Aldila Istika Andamari NIM : 20130310074
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 16 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,
(5)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Antara Hipertensi Dengan Neuropati Diabetik”.
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan syarat untuk melanjutkan penelitian Karya Tulis Ilmiah dan bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
Karya Tulis Ilmiah ini dapat tersusun dengan bantuan, bimbingan, dorongan semangat, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. dr. M. Ardiansyah, Sp. S, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing penuis dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. dr. Zamroni, Sp.S selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan serta arahan kepada penulis.
3. Kedua orangtua, Bpk. Drs. Yusman dan Ibu dr. Roosdiana Chandrawati serta kakak perempuan saya, Risma Pramudya W yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan senantiasa memanjatkan doa, serta memberikan perhatian, motivasi, kasih sayang, harapan, dan kepercayaan kepada penulis.
(6)
v
4. Sahabat-sahabat saya, Wilda Nur Diansari, Fitria Setianingsih, Linda Wijayanti, Rizka Ayuditha P, Erika Dianawati, Arnita Anindira, Silvia Rakhmadani, Dian Kurniawati, Alfina Soraya A, Arum Via yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Teman-teman satu kelompok bimbingan Karya Tulis Ilmiah, Fitria Setianingsih, Salma Karimah dan Roshynta Linggar yang saling mengingatkan untuk segera menyelesaikan dan membantu Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.
6. Saudara dan sahabat baik saya, Khusnul Khasanah yang memberi penulis dorongan untuk terus mewujudkan mimpi-mimpi menjadi kenyataan.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat dibutuhkan oleh penulis.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Penulis
(7)
vi DAFTAR ISI
KARYA TULIS ILMIAH ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
INTISARI ... xi
ABSTRACT ... xii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Dasar Teori ... 7
1. Diabetes Mellitus... 7
a. Pengertian ... 7
b. Patogenesis DM tipe 2 ... 7
c. Komplikasi Diabetes Mellitus ... 8
d. Faktor Resiko Diabetes Mellitus ... 9
2. Neuropati Diabetik ... 10
a. Pengertian ... 10
b. Patogenesis ... 10
c. Gejala Klinis Neuropati Diabetik ... 12
(8)
vii
e. Diagnosis Neuropati Diabetik ... 15
f. Faktor Risiko Neuropati Diabetik ... 18
3. Hipertensi ... 20
a. Pengertian ... 20
b. Patofisiologi ... 21
c. Hipertensi dan Kardiovaskuler ... 23
d. Hipertensi dan Neuropati Diabetik ... 24
B. Kerangka Teori ... 25
C. Kerangka Konsep ... 26
D. Hipotesis ... 26
BAB III ... 27
METODE PENELITIAN ... 27
A. Desain Penelitian ... 27
B. Populasi dan Sampel ... 28
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
D. Variabel dan Definisi Operasional ... 29
E. Instrumen Penelitian ... 30
F. Cara Pengumpulan Data ... 30
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31
H. Analisa Data ... 31
I. Etika Penelitian ... 32
BAB IV ... 33
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Hasil Penelitian ... 33
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 33
2. Deskripsi Umum Kasus Penelitian ... 34
3. Deskripsi Klinis Kasus Penelitian ... 35
(9)
viii
B. Pembahasan ... 38
BAB V ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
(10)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 ... 21 Tabel 2. Karakteristik psien diabetes mellitus di RSUD Kota Yogyakarta
berdasarkan jenis kelamin dan neuropati diabetik...34 Tabel 3. Karakteristik pasien diabetes mellitus di RSUD Kota Yogyakarta
berdasarkan usia...35 Tabel 4. Karakteristik pasien diabetes mellitus di RSUD Kota Yogyakarta
berdasarkan
tekanandarah...36 Tabel 5. Karakteristik pasien diabetes mellitus yang hipertensi di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan riwayat pengobatan anti hipertensi...36 Tabel 6. Karakteristik pasien hipertensi yang mendapat pengobatan anti
(11)
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Teori……….28 Gambar 2. Kerangka Konsep……….29 Gambar 3. Sampel Penelitian……….30
(12)
xi
HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN
NEUROPATI DIABETIK
Aldila Istika Andamari1, M. Ardiansyah2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2Bagian Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Latar belakang : Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolik yang kronik dan progresif, ditandai dengan kondisi hiperglikemia. Komplikasi dari kondisi hiperglikemia kronik pada penderita diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan dari beberapa organ.. Neuropati diabetik perifer merupakan merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai pada kasus diabetes mellitus. Terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi kejadian neuropati, diantaranya usia, lama menderita, hipertensi, dislipidemia, dan merokok. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengamati hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
Metode penelitian : Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik dan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini yaitu pasien DM rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta yang berjumlah 65 responden yang diambil secara acak. Analisis data yang digunakan adalah uji chi – square 2x2 untuk melihat hubungan antar kedua
variabel. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah ≥140/90 mmHg atau
apabila seseorang memiliki riwayat mengkonsumsi obat anti hipertensi secara rutin. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sphygmomanometer, rekam medis dan skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).
Hasil penelitian : Hasil penelitian didapatkan 36 (55,4%) pasien DM mengalami komplikasi neuropati diabetik dan 29 (44,6%) pasien tidak neuropati diabetik. Kondisi hipertensi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan neuropati diabetik dengan nilai p = 0,937 dan odds ratio (OR) = 1,041.
Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
(13)
xii ABSTRACT
Backgrounds : Diabetes mellitus (DM) is a chronic progressive metabolic disorder characterized by hyperglycemia. The complication of chronic hyperglycemia of diabetes mellitus is associated with long-term damage, dysfunction, and failure of several organs. Diabetic neuropathy is the most frequently seen among diabetic patient. There are several factors that influence diabetic neuropathy, such as age, duration of diabetes, hypertension, dyslipidemia, and smoking cigarette. In our study, we only observe association between hypertension and diabetic neuropathy.
Methods : This research method included in the quantitative research with observational research design and analytic cross sectional approach. Samples of this research are diabetic patients in RSUD Kota Yogyakarta totaling 65 respondents drawn at random. Analysis of the data used chi - square 2x2 to see the relationship between the two variables. Hypertension is defined as blood pressure ≥140/90 mmHg or history of taking regular antihypertensive medicine. The research instrument used in this study is sphygmomanometer, medical record and score Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).
Result and Discussion : The result showed 36 patients (55.4%) had
complications of diabetic neuropathy and 29 (44.6%) patients had not. Hypertension is not associated with the incidence of diabetic neuropathy with p = 0.937 and OR = 1,041.
Conclusions : This research concluded that there is no relation between hypertension with the diabetic neuropathy.
(14)
(15)
HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN
NEUROPATI DIABETIK
Aldila Istika Andamari1, M. Ardiansyah2
1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2
Bagian Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Latar belakang : Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolik yang kronik dan progresif, ditandai dengan kondisi hiperglikemia. Komplikasi dari kondisi hiperglikemia kronik pada penderita diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan dari beberapa organ.. Neuropati diabetik perifer merupakan merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai pada kasus diabetes mellitus. Terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi kejadian neuropati, diantaranya usia, lama menderita, hipertensi, dislipidemia, dan merokok. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengamati hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
Metode penelitian : Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik dan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini yaitu pasien DM rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta yang berjumlah 65 responden yang diambil secara acak. Analisis data yang digunakan adalah uji chi – square 2x2 untuk melihat hubungan antar kedua variabel. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah ≥140/90 mmHg atau apabila seseorang memiliki riwayat mengkonsumsi obat anti hipertensi secara rutin. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sphygmomanometer, rekam medis dan skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).
Hasil penelitian : Hasil penelitian didapatkan 36 (55,4%) pasien DM mengalami komplikasi neuropati diabetik dan 29 (44,6%) pasien tidak neuropati diabetik. Kondisi hipertensi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan neuropati diabetik dengan nilai p = 0,937 dan odds ratio (OR) = 1,041.
Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
(16)
diabetes mellitus is associated with long-term damage, dysfunction, and failure of several organs. Diabetic neuropathy is the most frequently seen among diabetic patient. There are several factors that influence diabetic neuropathy, such as age, duration of diabetes, hypertension, dyslipidemia, and smoking cigarette. In our study, we only observe association between hypertension and diabetic neuropathy.
Methods : This research method included in the quantitative research with observational research design and analytic cross sectional approach. Samples of this research are diabetic patients in RSUD Kota Yogyakarta totaling 65 respondents drawn at random. Analysis of the data used chi - square 2x2 to see the relationship between the two variables. Hypertension is defined as blood pressure
≥140/90 mmHg or history of taking regular antihypertensive medicine. The research instrument used in this study is sphygmomanometer, medical record and score Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).
Result and Discussion : The result showed 36 patients (55.4%) had complications
of diabetic neuropathy and 29 (44.6%) patients had not. Hypertension is not associated with the incidence of diabetic neuropathy with p = 0.937 and OR = 1,041.
Conclusions : This research concluded that there is no relation between hypertension with the diabetic neuropathy.
(17)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolik yang kronik dan progresif, ditandai dengan kondisi hiperglikemia oleh karena kekurangan insulin absolut pada DM tipe 1 atau relatif pada DM tipe 2 (Shrivastava, 2013). Secara umum, hampir 80 % prevalensi diabetes mellitus adalah DM tipe 2 (Kemenkes, 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya. Shaw et al. memperkirakan bahwa kejadian diabetes pada orang dewasa usia 20 -79 tahun di seluruh dunia sekitar 6,4% (285 juta) pada tahun 2010, dan akan meningkat menjadi 7,7% (439 juta) pada tahun 2030. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Komplikasi dari kondisi hiperglikemia kronik pada penderita diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan dari beberapa organ, terutama pada mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah (American Diabetes Association Diabetes Care, 2011). Data yang diperoleh di RSUP Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2011 menunjukkan komplikasi terbanyak dari diabetes mellitus adalah neuropati diabetik yakni sebesar 54%, diikuti oleh retinopati diabetik dan proteinuria (Infodatin, 2014).
(18)
Neuropati diabetik adalah kelompok kondisi heterogen yang ditandai dengan adanya kerusakan fungsi serabut syaraf secara progresif yang meliputi berbagai komponen dari sistem syaraf somatik dan autonom (Parminder, 2012). National Diabetes Information Clearing House mengklasifikasikan neuropati diabetik menjadi beberapa tipe, yakni periferal, autonomik, proksimal, dan fokal. Neuropati diabetik perifer merupakan merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai pada kasus diabetes mellitus (Parminder, 2012). Neuropati perifer dapat menyebabkan nyeri atau kehilangan sensasi pada kaki, jari-jari kaki, tungkai, lengan, dan tangan. Penelitian yang dilakukan pada November 2008 - Februari 2009 menunjukkan dari 1785 sampel pasien diabetes mellitus tipe 2 berusia ≥15 tahun di 18 pusat diabetes nasional, prevalensi neuropati diabetik sebanyak 63.5% (Soewondo, 2013).
Hipertensi adalah suatu kondisi umum yang biasanya terjadi bersama dengan diabetes mellitus, yang mampu memperberat komplikasi-komplikasi dari diabetes mellitus dan berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler (Mangesha, 2007). Mangesha et al menyatakan bahwa hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah meningkat menjadi > 140 mmHg untuk tekanan sistolik dan atau > 90 untuk tekanan diastolik. Lebih dari 90% hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi esensial dengan tanpa penyebab yang jelas. Hipertensi memiliki prognosis yang buruk jika berhubungan dengan diabetes mellitus, jenis kelamin laki-laki, umur yang lebih tua, obesitas,
(19)
3
hiperkolesterolemia, ras kulit hitam, merokok, konsumsi alkohol berlebih, dan kurang olahraga (Mengesha, 2007).
Setiap umat muslim, wajib untuk meyakini bahwa suatu penyakit merupakan ketentuan yang diberikan Allah kepada hambaNya sebagai penggugur dosa-dosa. Rasulullah SAW bersabda dalam hadistnya yang berbunyi:
“Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya (Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149 Muslim 16/127).
Namun sebagai umat Islam tidak boleh menyerah begitu saja pada kondisi sakit. Sebagaimana firman Allah pada surat Ar-Raad ayat 11, yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”(Q.S. 13:11).
Dari berbagai pernyataan dan penelitian di atas, prevalensi kejadian neuropati diabetik dan hipertensi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 masih sangat tinggi. Oleh karena itu, peneliti ingin mempelajari lebih lanjut mengenai hubungan antara neuropati diabetik yang merupakan komplikasi diabetes mellitus tipe 2 yang paling sering ditemui dengan kejadian hipertensi yang banyak dialami oleh penderita diabetes mellitus tipe 2.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan suatu permasalahan, yaitu : Apakah terdapat hubungan antara neuropati diabetik dengan hipertensi?
(20)
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara neuropati diabetik dengan hipertensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai salah satu komplikasi diabetes mellitus yakni neuropati diabetik.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan mengenai angka kejadian neuropati diabetik.
3. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai ada atau tidaknya hubungan antara neuropati diabetik dengan hipertensi.
4. Dengan mengetahui adanya korelasi hipertensi dengan neuropati diabetik pada DM tipe 2 diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan yang komprehensif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.
(21)
5
E. Keaslian Penelitian
1. Gregory, J.A. et al, melakukan penelitian dengan judul “Hypertension-Induced Peripheral Neuropathy and The Combined Effects of Hypertension and Diabetes on Nerve Structure and Function in Rats” pada tahun 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Hasil penelitian yakni tikus yang hipertensi mengalami iskemia saraf, thermal hyperalgesia, perlambatan konduksi saraf, dan atrofi akson. Perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan yakni terletak pada metode dan tempat penelitian.
2. Mutmainah, I., melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar”. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2013, menggunakan metode penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross-sectional. Hasil penelitian yakni terdapat hubungan antara kadar gula darah dengan hipertensi pada penderita diabetes melitus tipe 2. Perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan yakni terletak pada topik penelitian yang digunakan mengenai hubungan antara kadar gula darah dengan hipertensi dan penelitian ini dilakukan di rumah sakit umum daerah Karanganyar.
3. Garnita, D., melakukan penelitian dengan judul ”Faktor Resiko Diabetes Mellitus di Indonesia (Analasis Data Sakerti 2007)”. Penelitian dilakukan pada tahun 2012. Metode penelitian yang digunakan yakni observasional, menggunakan desain penelitian cross-sectional. Hasil penelitian yang didapatkan adalah proporsi diabetes pada responden yang hipertensi, sebesar
(22)
6,4%, lebih tinggi daripada kelompok yang tidak hipertensi, yaitu mencapai 2,1%. Perbedaan dengan penelitian yang saya gunakan yakni terletak pada topik penelitian. Topik penelitian ini mengenai faktor resiko diabetes mellitus di Indonesia.
(23)
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori
1. Diabetes Mellitus a. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolik yang kronik dan progresif, ditandai dengan hiperglikemia oleh karena kekurangan insulin absolut pada DM tipe 1 atau relatif pada DM tipe 2 (Shrivastava et al, 2013). Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya, pada penderita DM terjadi peningkatan kadar glukosa di dalam darah / hiperglikemia (Kemenkes, 2014).
Diagnosis diabetes mellitus baik berdasarkan PERKENI maupun yang dianjurkan ADA (American Diabetes Association) adalah jika hasil pemeriksaaan gula darah: 1. Kadar gula darah sewaktu lebih dari atau sama dengan 200 mg/dl; 2. Kadar gula darah puasa lebih dari atau sama dengan 126 mg/dl; dan 3. Kadar gula darah lebih dari atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam setelah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa (Dewi, 2012).
b. Patogenesis DM tipe 2
Pada kondisi fisiologi normal, konsentrasi glukosa plasma dipertahankan dalam rentang yang sempit, meskipun terdapat fluktuasi yang luas antara persediaan dan kebutuhannya. Hal ini terjadi melalui regulasi yang
(24)
ketat dan interaksi yang dinamis antara sensitivitas jaringan terhadap insulin (terutama di liver) dan sekresi insulin. Pada diabetes mellitus tipe 2 mekanisme ini tidak berjalan dengan baik, sehingga menyebabkan dua kelainan utama pada diabetes mellitus tipe 2, yakni kelainan sekresi insulin akibat disfungsi sel β pankreas dan kelainan pada kerja insulin melalui mekanisme resistensi insulin (Ozougwu, 2013).
Jaringan-jaringan dalam tubuh yang paling jelas menunjukkan berkurangnya sensitivitas insulin (resistensi insulin) pada DM tipe 2 adalah otot skelet, liver, dan jaringan lemak (Forbes, 2013). Pada otot skelet, resistensi insulin diindikasikan dengan adanya penurunan kadar insulin, ambilan glukosa, dan sintesis glukosa. Pada liver, terjadi disregulasi dari kerja insulin dan peningkatan produksi glukosa hati. Sementara itu, pada jaringan lemak terjadi peningkatan asam lemak bebas dan gangguan sekresi beberapa faktor, seperti adiponectin (Lin, 2010).
c. Komplikasi Diabetes Mellitus
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Komplikasi metabolik; dan 2. Komplikasi vaskular jangka panjang. Komplikasi metabolik yang paling sering ditemui adalah pada DM tipe 1 yaitu ketoasidosis diabetik (DKA) yang ditandai dengan adanya hiperglikemi (gula darah > 300 mh/dl), asidosis metabolik akibat penimbunan benda keton dan diuresis osmotik. Komplikasi vaskular jangka panjang melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil (mikroangiopati) diantaranya retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik dan komplikasi pembuluh
(25)
9
darah sedang maupun besar (makroangiopati) antara lain aterosklerosis, gangren pada ekstremitas dan stroke akibat DM (Dewi, 2012).
Beberapa penelitian mengenai prevalensi komplikasi diabetes mellitus menunjukkan bahwa komplikasi tersering dari diabetes mellitus yakni: neuropati (78-13%), albuminuria (77.7-33%), komplikasi mikrovaskular (53-27,6%), penurunan laju filtrasi glomerulus (43,7-7,5% bervariasi tergantung metode yang digunakan), retinopati (42,6-17,2%), nefropati (26-7,3%), komplikasi makrovaskular (20-16%), dan kaki diabetes (24-7,3%) (Soewondo, 2013).
d. Faktor Resiko Diabetes Mellitus
Faktor resiko diabetes mellitus bisa dikelompokkan menjadi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur,jenis kelamin,riwayat keluarga yang memiliki diabetes mellitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah ( kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu berat badan berlebih, obesitas abdominal / sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/ tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDP Terganggu), dan merokok (Kemenkes, 2014).
(26)
2. Neuropati Diabetik a. Pengertian
Neuropati diabetik adalah kelompok kondisi heterogen yang ditandai dengan adanya kerusakan fungsi serabut syaraf secara progresif yang meliputi berbagai komponen dari sistem syaraf somatik dan autonom yang disebabkan oleh diabetes mellitus (Parminder, 2012). Neuropati diabetik merupakan bentuk komplikasi dari diabetes mellitus yang paling sering dijumpai. Prevalensi neuropati diabetik pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada tahun 2010-2012 berturut-turut terhitung sebesar 2,6%, 3,8%, dan 2,3% (Alvin, 2014).
b. Patogenesis
1) Teori Vaskular
Proses kejadian neuropati diabetik juga melibatkan kelainan vaskular. Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia yang berkepanjangan akan merangsang pembentukan radikal bebas oksidatif (reactive oxygen species). Radikal bebas ini akan merusak endotel vaskular dan menetralisasi nitric oxide (NO), sehingga akan menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Kejadian neuropati yang disebabkan oleh kelainan vaskular dapat dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular yakni hipertensi, kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, dan merokok (Subekti, 2009).
2) Teori Metabolik
Proses terjadinya neuropati diabetik melibatkan beberapa mekanisme. Takashi Kawano (2014) menyatakan bahwa perubahan metabolisme polyol
(27)
11
pada saraf telah menjadi faktor utama dalam patogenesis neuropati diabetik. Aldose reduktase dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) sebagai koenzim, akan mengubah glukosa menjadi sorbitol (polyol). Sorbitol nantinya akan diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase menggunakan nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) sebagai koenzim. Pada kondisi hiperglikemia yang menyertai diabetes, terjadi peningkatan kadar glukosa yang menyebabkan meningkatnya aktifitas aldose reduktase. Akibatnya, kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotic intraseluler pun meningkat. Kondisi ini akan menimbulkan abnormalitas fungsi serta struktur jaringan dan sel (Kawano, 2014).
Disamping meningkatkan aktivitas jalur polyol, hiperglikemia persisten akan menyebabkan terbentuknya senyawa toksik yang dapat merusak sel saraf, yakni advance glycosylation end products (AGEs). Terbentuknya AGEs dan sorbitol akan menurunkan sintesis dan fungsi dari nitric oxide (NO), sehingga akan menurunkan kemampuan vasodilatasi dan aliran darah ke saraf, serta bersama rendahnnya mioninositol dalam sel saraf terjadilah neuropati diabetik (Subekti, 2009).
Selain itu, kondisi hiperglikemi akan mendorong pembentukan aktivator protein kinase C endogen. Aktivasi protein kinase C yang berlebih akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, yang menyebabkan kadar Na intraselular menjadi berlebih, sehingga menghambat masuknya mioinositol ke dalam sel saraf, yang berakibat gangguan transduksi sinyal pada saraf (Subekti, Imam, 2009). Selain itu aktivasi protein kinase C juga menyebabkan
(28)
iskemia pada serabut saraf perifer melalui peningkatan permeabilitas vaskuler dan penebalan membrana basalis dan menyebabkan neuropati (Kawano, 2014).
3) Teori Nerve Growth Factor (NGF)
NGF merupakan protein yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada pasien diabetes, didapatkan kadar NGF yang cenderung menurun dan berhubungan dengan tingkat neuropati (Subekti, 2009). Penurunan NGF akan mengganggu transport aksonal dari organ target menuju ke sel (retrograde) (Prasetyo, 2011).
NGF juga berfungsi untuk meregulasi gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP) yang berperan dalam vasodilatasi, motilitas intestinal, dan nosiseptif. Menurunnya kadar NGF pada pasien dengan neuropati diabetik, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi tersebut (Subekti, 2009).
c. Gejala Klinis Neuropati Diabetik
Manifestasi gejala-gejala subyektif neuropati diabetik biasanya muncul paling awal dibanding komplikasi lain pada pasien diabetes mellitus, dan biasanya insidensinya paling tinggi (Kawano, 2014).
Pasien biasanya mengeluhkan mati rasa, kesemutan, nyeri, dan/ atau kelemahan yang dimulai dari kaki dan menyebar ke tubuh bagian atas (distribusi sarung tangan dan kaus kaki). Biasanya gejala-gejala tersebut muncul secara simetris dengan gejala sensori lebih dominan dibandingkan
(29)
13
motorik (Callaghan, 2012). Gangguan sensori pada neuropati diabetik terdiri atas gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif yakni rasa nyeri dan mati rasa biasanya muncul pada tahap awal hingga pertengahan, sedangkan gejala negatif seperti hipestesia muncul pada tahap terminal (Kawano, 2014). Nyeri pada neuropati diabetik dapat digambarkan seperti rasa terbakar, tersetrum, dan sensasi seperti ditusuk dengan atau tanpa mati rasa. Rasa nyeri tersebut dapat berkembang menjadi allodynia (sensasi nyeri terhadap stimulus yang tidak merusak) dan hiperalgesia (meningkatnya sensitivitas terhadap stimulus nyeri) (Callaghan, 2012). Gejala-gejala sensori tersebut menjadi penyebab utama dari amputasi kaki dan terbentuknya gangrene (Kawano, 2014).
Gejala lain yang dapat ditemukan pada penderita neuropati diabetik adalah gejala autonom, contohnya konstipasi, diare, gastric hypokinesia (perasaan tidak nyaman pada lambung), pusing (hipotensi ortostatik), infark miokard sunyi (infark miokard atau angina tanpa disertai nyeri dada), disuria, disfungsi ereksi, dan hipoglikemia non simptomatik (Kawano, 2014).
d. Tipe Neuropati Diabetik
Berdasarkan letak serabut saraf yang terkena lesi, National Diabetes Information Clearinghouse mengelompokkan neuropati diabetik menjadi: 1) Neuropati Perifer
Neuropati Perifer atau disebut juga neuropati simetris distal / neuropati sensorimotor, merupakan kerusakan saraf pada lengan dan tungkai. Biasanya terjadi terlebih dahulu pada kaki dan tungkai dibandingkan pada tangan dan lengan. Gejala dari neuropati perifer meliputi: 1) Mati rasa atau tidak sensitif
(30)
terhadap nyeri / suhu, 2) Perasaan kesemutan, terbakar, atau tertusuk-tusuk, 3) Nyeri yang tajam atau kram, 4) Terlalu sensitif terhadap tekanan bahkan tekanan ringan, dan 5) Kehilangan keseimbangan serta koordinasi. Gejala-gejala tersebut sering bertambah parah pada malam hari (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).
Neuropati perifer dapat menyebabkan kelemahan pada otot dan hilangnya refleks, terutama pada pergelangan kaki. Hal itu akan mengakibatkan perubahan cara berjalan seseorang serta perubahan bentuk kaki, seperti hammertoes. Akibat adanya penekanan atau luka pada daerah yang mengalami mati rasa, maka sering timbul ulkus pada kaki penderita neuropati diabetik perifer. Jika tidak ditangani secara tepat, maka dapat terjadi infeksi yang menyebar hingga ke tulang, sehingga harus diamputasi (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).
2) Neuropati Autonom
Neuropati autonom yakni kerusakan pada saraf yang mengendalikan fungsi jantung, mengatur tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu, neuropati autonom juga terjadi organ dalam yang lain, sehingga menyebabkan masalah pencernaan, fungsi pernapasan, berkemih, respon seksual, dan penglihatan (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).
(31)
15
3) Neuropati Proksimal
Neuropati proksimal dapat menyebabkan rasa nyeri di paha, pinggul, ataupun pantat, dan dapat menimbulkan kelemahan pada tungkai (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).
4) Neuropati Fokal
Neuropati fokal dapat menyebabkan kelemahan mendadak pada satu atau sekelompok saraf, sehingga akan terjadi kelemahan pada otot, atau dapat pula menyebabkan rasa nyeri. Saraf manapun pada bagian tubuh dapat terkena, contohnya pada mata, otot-otot wajah, telinga, panggul dan pinggang bawah, paha, tungkai, dan kaki (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).
e. Diagnosis Neuropati Diabetik
1) Diabetic Neuropathy Symptom Score / Skor DNS
Pada penilaian neuropati diabetik menggunakan skor DNS, pasien diberi pertanyaan yang meliputi gejala-gejala baik positif maupun negatif yang menunjukkan adanya neuropati. Kuesioner skor DNS diadaptasi dari versi sebelumnya, yakni Neuropathy symptom score (NSS). Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab dengan jawaban ya atau tidak. Jawaban “ya” akan bernilai satu poin jika terjadi beberapa kali dalam satu minggu selama 2 minggu terakhir, sedangkan jawaban “tidak” memberikan 0 poin. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner skor DNS, yakni (Mythili, 2010):
(32)
b) Apakah terdapat perasaan seperti terbakar, kesemutan, dan nyeri pada tungkai atau kaki?
c) Apakah terdapat sensasi seperti ditusuk-tusuk pada tungkai dan kaki?
d) Apakah terdapat sensasi mati rasa pada tungkai dan kaki?
Skor maksimum adalah 4 poin, dimana 0 poin menunjukkan tidak adanya neuropati diabetik, dan poin 1-4 menunjukkan adanya neuropati diabetik.
DNS memiliki sensitifitas sebesar 64% dan spesifitas sebesar 81% dengan nilai prediksi positif sebesar 86% dan nilai prediksi negatif sebesar 55% (Asad, 2010).
2) Diabetic Neuropathy Examination Score / skor DNE
Pada metode ini dilakukan pemeriksaan neurologik menyeluruh, dan tanda-tanda neurologis dinilai menggunakan skor DNE yang merupakan modifikasi dari Neuropathy Disability Score of Dyck (Mythili, 2010). Skor DNE terdiri atas 8 poin (2 pemeriksaan kekuatan otot, 1 reflek tendon, dan 5 pemeriksaan sensasi). Skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 16, dan jika mendapat skor >3 maka sudah menunjukkan adanya neuropati. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya (Mythili, 2010):
a) Kekuatan Otot
Quadriceps femoris: Ekstensi lutut Tibialis Anterior: Dorsifleksi kaki
(33)
17
b) Reflek
Reflek pergelangan kaki (Achilles) c) Sensasi : jari telujuk
Sensitivitas terhadap tusukan jarum d) Sensasi : ibu jari kaki
Sensitivitas terhadap tusukan jarum Sensitivitas terhadap sentuhan Persepsi getaran
Sensitivitas terhadap posisi sendi
Pemeriksaan hanya dilakukan pada tungkai dan kaki kanan. Jika tungkai kanan diamputasi, maka dilakukan pemeriksaan pada tungkai kiri. Skor maksimal adalah 16, masing-masing pemeriksaan diberi skor dari 0 sampai 2, dimana:
0 = Normal.
1 =Defisit ringan/sedang, kekuatan otot skala 3-4, refleks dan sensasi menurun tapi masih muncul.
2 =Gangguan berat, kekuatan otot pada skala 0-2, tidak ditemukan refleks maupun kemampuan sensasi.
DNE memiliki tingkat sensitivitas 18% dan spesifitas sebesar 100% dengan nilai prediksi positif 100% serta nilai prediksi negatif sebesar 40% (Asad, 2010).
(34)
f. Faktor Risiko Neuropati Diabetik
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya neuropati diabetik, yakni: (Priyantono, 2005)
1) Usia
Proses penuaan merupakan suatu kondisi fisiologis yang dialami semua sistem dalam tubuh manusia, dimana proses tersebut umumnya dimulai pada usia pertengahan. Usia menjadi faktor risiko terjadinya neuropati diabetik dikarenakan pada usia lanjut terjadi penurunan aliran darah pada pembuluh darah yang menuju saraf tepi serta penurunan secara progresif dari serabut – serabut baik yang bermielin maupun tidak bermielin. Hal tersebut menyebabkan kelainan pada saraf tepi, yang apabila terjadi pada serabut saraf besar akan menyebabkan hilangnya reflek Achilles dan gangguan sensitivitas getaran, dan apabila terjadi pada serabut saraf kecil akan terjadi penipisan akson (Priyantono, 2005).
Neuropati diabetik pada umumnya dialami oleh sekitar 26% atau 1 dari 4 orang yang berusia 40 tahun keatas (Perdossi, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Fatkhur Ruli Malik Qilsi pada tahun 2007 menunjukkan dari 60 sampel yang diteliti, usia tebanyak yang terdiagnosis adalah usia > 50 tahun, yakni sebanyak 33 pasien dengan usia diatas 50 tahun yang terdiagnosis neuropati (Qilsi, 2007).
2) Lama Menderita Diabetes
Lamanya menderita diabetes akan meningkatkan risiko timbulnya komplikasi dari diabetes mellitus, seperti retinopati, nefropati, dan neuropati.
(35)
19
Hal ini disebabkan akibat terjadi ketidakseimbangan antara peningkatan pembentukan radikal bebas dengan kemampuan tubuh untuk meredam aktivitas radikal bebas, sehingga terjadi kerusakan endotel vaskuler dan penurunan vasodilatasi yang diduga akibat abnormalitas alur produksi NO (Priyantono, 2005).
Penelitian menunjukkan rerata lama menderita DM pada kelompok neuropati (+) sebesar 6,46 tahun dan kelompok neuropati (-) sebesar 2,41 tahun (Putra, 2012).
3) Hipertensi
Kondisi hipertensi esensial berpengaruh terhadap aterogenesis, karena terjadi gangguan fungsi endotel yang dapat meningkatkan tahanan perifer dan komplikasi vaskuler, serta menurunkan kadar NO. Hipertensi juga akan memudahkan terbentuknya stress oksidatif pada dinding arteri, dimana superoksida melalui destruksi NO akan meningkatkan progresifitas aterosklerosis. Disamping itu, konsentrasi angiotensin II yang meningkat akan merangsang penurunan NO oleh sel endotel, peningkatan tahanan perifer, serta peningkatan adhesi leukosit (Priyantono, 2005).
4) Dislipidemia
Kelainan lipoprotein utama yang menyebabkan aterosklerosis adalah peningkatan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) serta penurunan High Density Lipoprotein (HDL). Kolesterol LDL yang teroksidasi oleh tubuh akan merusak alur arginin-NO melalui inaktivasi protein G1, penurunan L-arginin intraseluler dan penghancuran NO oleh superoksida. Apabila aktivitas
(36)
NO yang berfungsi sebagai anti proliferatif menurun, maka akan memacu lesi aterosklerosis, dan jika berlangsung secara kronis akan memperluas daerah neo intima serta penurunan fungsi endotel. Disamping itu, oksidasi LDL juga akan menghambat vasodilatasi dan memacu pembentukan faktor pertumbuhan (growth factor), sehingga terjadi hiperproliferasi sel otot polos dan sel endotel pembuluh darah. Sementara itu, HDL berperan dalam proses transport kolesterol dari jaringan perifer ke hepar (Priyantono, 2005).
5) Merokok
Pasien diabetes yang merokok akan meningkatkan resistensi insulin, terjadinya aterosklerosis, peningkatan kadar hormon anti insulin, hiperviskositas, dan spasme arteri. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah terhambat, sehingga mengganggu sinyal konduksi saraf yang dapat mengakibatkan neuropati. Oleh karena itu, merokok pada kondisi DM akan memperbesar kemungkinan terjadinya neuropati. (Kardina, 2007).
3. Hipertensi a. Pengertian
Hipertensi, atau disebut juga tekanan darah tinggi, merupakan kondisi tekanan darah sistolik ≥140/90 millimeters of mercury (mmHg). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dikelompokkan menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Pada hipertensi primer atau disebut juga hipertensi esensial, tidak diketahui penyebab utama dari hipertensi. Lebih dari 90% pasien mengalami hipertensi tipe primer. Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan pengobatan yang sesuai
(37)
21
(termasuk modifikasi gaya hidup dan medikamentosa). Sedangkan pada hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui, yakni dapat disebabkan oleh kondisi medis maupun pengobatan, sehingga mengendalikan keduanya dapat mengatasi hipertensi. Hipertensi sekunder biasanya terjadi pada kurang dari 10% pasien (Bell, 2015).
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (≥18 tahun) menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80 Pre hipertensi 120 – 139 atau 80 - 89 Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 - 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥100 (Sumber : JNC 7)
b. Patofisiologi
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi, diantaranya:
1) Sistem Renin-Angiotensin (RAAs)
Sistem ini mengatur natrium, kalium, dan volume darah, dimana pada akhirnya akan mengatur tekanan darah pada arteri-arteri (pembuluh darah yang membawa darah dari jantung) (Bell, 2015). Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai respon terhadap perfusi glomerular yang kurang adekuat atau kurangnya asupan garam. Selain itu, renin juga disekresikan sebagai jawaban terhadap stimulasi dan sistem saraf simpatis (Rahmadani 2011). Renin dengan bantuan angiotensin converting enzyme
(38)
(ACE) akan mengubah substrat renin (angiotensinogen) menjadi angotensin II di paru-paru (Rahmadani, 2011).
Angiotensin II menyebabkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan pelepasan senyawa kimia yang menaikkan tekanan darah, serta meningkatkan produksi aldosteron. Aldosteron menyebabkan natrium dan air tetap berada dalam darah, akibatnya volume darah meningkat, sehingga akan meningkatkan tekanan pada jantung dan menaikkan tekanan darah (Bell, 2015).
2) Curah jantung dan tahanan perifer
Tekanan darah yang normal diperoleh dari keseimbangan antara curah jantung dengan tahanan vaskular perifer. Mayoritas dari pasien yang menderita hipertensi esensial mengalami peningkatan tahanan perifer, yang ditentukan bukan oleh arteriola kecil, yang dindingnya memiliki sel otot polos (Rahmadani, 2011).
Otot polos yang berkontriksi dalam waktu lama diduga dapat meningkatkan tahanan perifer yang bersifat irreversibel dengan cara merangsang perubahan struktur pembuluh darah arteriol menjadi menebal, yang kemungkinan dimediasi oleh angiotensin. Peningkatan tahanan perifer tersebut kemungkinan sebagai kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan tidak tersebar ke jaringan pembuluh darah kapiler yang dapat mengganggu homeostasis sel secara substansial (Rahmadani, 2011).
(39)
23
3) Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom memiliki peranan penting dalam mempertahankan tekanan darah yang normal. Sistem saraf otonom yang terangsang akan dapat menyebabkan konstriksi dan dilatasi arteriola. Selain itu sistem saraf otonom berperan dalam memediasi perubahan tekanan darah yang terjadi secara singkat sebagai jawaban terhadap stress dan kerja fisik (Rahmadani, 2011). 4) Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic peptide/ANP)
ANP adalah hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai respon terhadap adanya peningkatan volum darah. ANP yang diproduksi akan meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal, sehingga hal ini merupakan diuretik alami. Apabila terjadi gangguan pada system ini, maka dapat menyebabkan retensi cairan dan hipertensi (Rahmadani, 2011).
c. Hipertensi dan Kardiovaskuler
Tekanan darah tinggi akan menyebabkan arteri menebal dan mengeras (aterosklerosis), yang kemudian dapat menurunkan aliran darah dan oksigen ke jantung Hal ini dapat menyebabkan nyeri dada, gagal jantung, atau bahkan serangan jantung. Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah dan oksigen untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia. Sedangkan serangan jantung terjadi akibat ailran darah ke jantung terhambat, sehingga jantung tidak mendapat oksigen yang diperlukan untuk bertahan hidup (Bell, 2015).
(40)
d. Hipertensi dan Neuropati Diabetik
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hipertensi merupakan faktor resiko terbentuknya neuropati diabetik, namun mekanisme yang tepat dalam mendasari berkembangnya neuropati diabetik belum diketahui. Penelitian menemukan bahwa penurunan oksigenasi saraf dan terganggunya aliran darah merupakan kunci utama dalam pathogenesis penyakit-penyakit mikrovaskular. Terdapat bukti yang menunjukkan gangguan metabolik yang menyebabkan diabetes dan gangguan vaskular menyebabkan abnormalitas pada saraf perifer, berupa iskemia dan hipoksia yang mengakibatkan kerusakan saraf, sehingga terjadi neuropati perifer. Iskemia tersebut dapat menyebabkan stress oksidatif dan lesi pada saraf melalui peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) yang diperkuat dengan penemuan bahwa glutathione (penghancur radikal bebas) dapat secara efektif mencegah terjadinya neuropati diabetik eksperimental kemungkinan dengan cara memperbaiki oksigenasi (Branch, 2010).
Pada penelitian menggunakan mencit dengan diabetes, pemberian agen antihipertensi menunjukkan perbaikan oksigenasi, peningkatan aliran darah ke saraf, perbaikan abnormalitas saraf dan konduksi saraf, serta mencegah kerusakan dan disfungsi saraf. Selain itu, penelitian pada manusia yang menderita diabetes, anti hipertensi ditemukan secara signifikan mampu memperbaiki kecepatan konduksi saraf motorik dan sensorik, serta memperbaiki ambang deteksi getaran pada neuropati diabetik (Branch, 2010).
(41)
25
B. Kerangka Teori
= yang diteliti = tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Teori Diabetes Mellitus Kelainan sekresi Insulin Resistensi Insulin Komplikasi mikroangiopati Retinopati diabetik Neuropati diabetik Nefropati diabetik DNE DNS Hipertensi Usia Lama Menderita DM Dislipidemia Merokok Perifer Autonom Proksimal Fokal Komplikasi Metabolik Asidosis Metabolik Radikal bebas oksidatif (ROS) Aktivasi jalur polyol Penurunan NGF Komplikasi makroangiopati
(42)
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut
= yang diteliti
= tidak diteliti
Gambar 2. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konsep dapat disampaikan satu hipotesis, yakni:
H0= tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik. H1= terdapat hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
Usia
Lama Menderita DM Dislipidemia
Merokok Hipertensi
Neuropati Diabetik
Diabetes Mellitus
Genetik Metabolik
(43)
27 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan, observasi atau pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (point time approach). Tiap subyek penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Gambar 3. Sampel Penelitian Penderita
DM tipe 2
Sekarang
Kriteria Inklusi
Sampel
Tidak Hipertensi
Skor DNS
Skor DNS Hipertensi
Neuropati diabetik
Tidak neuropati
diabetik
Tidak Neuropati Diabetik Neuropati
(44)
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita DM yang berada di rawat jalan poliklinik Penyakit Dalam RSUD Kota Yogyakarta
2. Sampel
Perhitungan sampel untuk penelitian ini menggunakan rumus hitung sampel :
n = , dengan nilai p = prevalensi, dari suatu penelitian
di Yogyakarta yang menunjukkan prevalensi kejadian neuropati diabetik sebesar 2,3%-3,8%. Nilai p yang digunakan adalah p = 2,3%, sementara Za/2 =
1,96 dan d = 0.05. Setelah ditambahkan 10%, hasil perhitungan sampel didapatkan n sebesar 56 sampel.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sampel adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien laki-laki dan perempuan yang terdiagnosis diabetes mellitus tipe 2 yang dirawat di bangsal rawat inap RSUD Kota Yogyakarta
2) Pasien sadar, baik, dan kooperatif 3) Usia 40-80 tahun
4) Tidak memiliki riwayat trauma
(45)
29
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien diabetes mellitus dengan kondisi sakit yang parah sehingga tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
2) Pasien sedang dalam perawatan khusus sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan data.
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di poliklinik penyakit dalam RSUD Kota Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Desember 2016. D. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah hipertensi. b. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah neuropati diabetik. 2. Definisi Operasional
a. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 yang terdapat pada rekam medis. b. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang didapat dari hasil mengukur
(46)
tekanan darah sebanyak tiga kali kemudian diambil rata-ratanya, atau memiliki riwayat pengobatan hipertensi.
c. Neuropati Diabetika
Neuropati diabetika yakni kondisi dimana pasien diabetes mellitus tipe 2 yang mendapat skor DNS 1-4.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Lembar Pemeriksaan DNS :
Lembar ini digunakan untuk menilai adanya polineuropati 2. Spygmomanometer :
Spygmomanometer digunakan untuk mengukur tekanan darah sampel F. Cara Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh melalui observasi, anamnesis, dan pengukuran variabel yang dikerjakan pada waktu tertentu dan hanya dilakukan satu kali observasi serta pengukuran pada tiap sampel.
Langkah-langkah pengambilan data tiap sampel adalah: 1. Pencatatan data sekunder
Peneliti melakukan pencatatan data mengenai identitas sampel, hasil pemeriksaan laboratorium mengenai GDS dan profil lemak dalam darah, yang terdapat pada rekam medis di RSUD Kota Yogyakarta.
2. Wawancara atau anamnesis
Peneliti melakukan anamnesis kepada subyek penelitian untuk menanyakan perihal riwayat pengobatan hipertensi dan kondisi dasar subyek.
(47)
31
3. Pemeriksaan tekanan darah
Peneliti melakukan pemeriksaan tekanan darah menggunakan sphygmomanometer sebanyak tiga kali kemudian menghitung tekanan darah rata-rata pasien.
4. Penilaian skor DNS (Diabetic Neuropathy Symptom)
Peneliti menilai skor DNS menggunakan lembar pemeriksaan DNS untuk mengetahui adanya neuropati diabetik pada sampel.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas
Skor DNS (Diabetic Neuropathy Symptom) telah diuji validitas dan reliabilitas oleh Yuanita Mardastuti di Yogyakarta pada tahun 2013. Nilai reliabilitas, sensitivitas, spesifisitas DNS berturut-turut dengan membandingkan dengan hasil NCS (Nerve Conduction Study) pada kelompok pasien DM sebagai berikut 87%, 80%, 27.78%. Skor DNS kelompok pasien DM pada penelitian ini memiliki nilai sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas rendah (Mardastuti, 2013).
H. Analisa Data
Data yang diperoleh kemudian akan dilakukan olah data dengan menggunakan program lunak statistika komputer dnegan menggunakan uji uji chi-square serta RR atau RP untuk hipotesis komparatif dari variabel-variabel tersebut. Apabila ketentuan untuk chi-square tidak terpenuhi, maka menggunakan Fisher exact test.
(48)
I. Etika Penelitian
Karena pada penelitian ini akan secara langsung melibatkan pasien, maka sebelumnya peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian, hal-hal yang akan dilakukan peneliti kepada pasien untuk pengumpulan data, serta akan meminta persetujuan pasien sebelum melakukan perlakuan dan pengambilan data terhadap pasien.
(49)
33 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta yang terletak di Jalan Wirosaban Nomor 1 Yogyakarta RSUD Kota Yogyakarta adalah rumah sakit pendidikan tipe B yang memiliki 11 poliklinik, pelayanan gawat darurat, dan 1 laboratorium. Poliklinik yang ada di RSUD Jogja terdiri atas poliklinik Anak, poliklinik Bedah, poliklinik Dalam, poliklinik Kebidanan dan kandungan, poliklinik Kulit dan kelamin, poliklinik THT, poliklinik Mata, poliklinik Syaraf, poliklinik Jiwa, poliklinik Gigi dan mulut, dan poliklinik Konsultasi gizi.
Penulis melakukan penelitian di laboratorium dengan melihat data pasien yang rutin diperiksa kadar gula darah setiap bulan. Bagian laboratorium RSUD Jogja terdiri atas 5 perawat yakni 1 perawat laki-laki dan 4 perawat perempuan yang sudah terlatih dalam pengambilan darah. Laboratorium dipimpin oleh satu orang kepala perawat. Pengecekan darah di laboratorium dilakukan setiap hari Senin sampai dengan Kamis mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB
(50)
2. Deskripsi Umum Kasus Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus yang rutin melakukan tes kesehatan di RSUD Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Subjek penelitian berjumlah 65 pasien diabetes mellitus yang terdiri atas 22 orang pasien laki-laki dan 43 orang pasien perempuan. Penelitian dilakukan selama periode bulan Agustus hingga September 2016.
Data tersebut didapatkan dari pengambilan data secara langsung di RSUD Kota Yogyakarta dengan karakteristik sebagai berikut:
Tabel 2. Karakteristik psien diabetes mellitus di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin dan neuropati diabetik
Neuropati Diabetik
Jenis Kelamin
Jumlah Persentase Perempuan Laki-laki
Ya 24 12 36 55,4%
Tidak 19 10 29 44,6%
Total 43 22 65 100%
Pasien diabetes mellitus dengan neuropati diabetik berdasarkan skor DNS didapatkan sebanyak 36 orang (55,4%), dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 1:2. Perempuan dengan neuropati diabetik menunjukkan perbandingan dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai perbedaan jenis kelamin terhadap komplikasi vaskuler pada pasien diabetes. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa daerah Asia prevalensi komplikasi vaskuler terutama neuropati diabetik lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria, disebabkan oleh faktor etnis yang berhubungan dengan gen, kontribusi faktor-faktor
(51)
35
lingkungan yang tidak terukur, atau kombinasi keduanya (Flavia, Campesi, & Ochioni, 2012). Pasien diabetes mellitus yang tidak mengalami neuropati diabetik didapatkan sebanyak 29 orang (44,6%), dengan rincian 19 orang perempuan dan 10 orang laki-laki.
Tabel 3. Karakteristik pasien diabetes mellitus di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan usia
Neuropati Diabetik
Usia
Jumlah Persentase <55 tahun ≥ 55 tahun
Ya 6 30 36 15,4%
Tidak 4 25 29 84,6%
Total 10 55 65 100%
Penelitian menunjukkan pasien yang berusia ≥55 tahun lebih banyak
mengalami neuropati diabetik dibandingkan yang berusia <55 tahun (Azhary, Farooq, dan Bhanushali, 2010). Pada penelitian ini, terdapat pasien neuropati
diabetik yang berusia ≥55 tahun sebanyak 30 orang, sementara yang berusia
<55 tahun sebanyak 25 orang. 3. Deskripsi Klinis Kasus Penelitian
Pada penelitian ini dikatakan kondisi hipertensi apabila tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg, tekanan darah diastolik ≥90 mmHg, atau memiliki
riwayat pengobatan anti hipertensi. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada pasien menggunakan sphygmomanometer sebanyak 3 kali, sedangkan riwayat pengobatan didapatkan dari anamnesis pasien secara langsung. Tabel 4. Karakteristik pasien diabetes mellitus di RSUD Kota Yogyakarta
(52)
No. Hipertensi Jumlah Persentase
1 Ya 25 38,47%
2 Tidak 40 61,53%
Total 65 100%
Responden pada penelitian ini mengalami diabetes mellitus dan hipertensi sebanyak 25 kasus (38,47%), sedangkan yang tidak menderita hipertensi terdapat sebanyak 40 kasus (61,53%).
Tabel 5. Karakteristik pasien diabetes mellitus yang hipertensi di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan riwayat pengobatan anti hipertensi
No. Riwayat Pengobatan Jumlah Persentase
1 Ya 22 88%
2 Tidak 3 12%
Total 25 100%
Dari 25 orang yang mengalami hipertensi, 22 orang (88%) memiliki riwayat pengobatan anti hipertensi, sementara hanya 3 pasien (12%) yang tidak memiliki riwayat pengobatan anti hipertensi.
Tabel 6. Karakteristik pasien hipertensi yang mendapat pengobatan anti hipertensi secara rutin
Tekanan Darah
Neuropati Diabetik
Iya Tidak Total
N % N % N % <140/90 mmHg 3 25 % 9 75% 12 100% >140/90 mmHg 8 80% 2 20% 10 100% Total 11 50% 11 50% 22 100% Pasien hipertensi yang meminum obat anti hipertensi secara rutin ada yang mencapai tekanan darah <140/90 mmHg yakni sebanyak 12 orang,
(53)
37
sementara 10 orang pasien lainnya memiliki tekanan darah >140/90 mmHg. Tabel di atas menunjukkan, prevalensi neuropati lebih banyak terjadi pada pasien yang memiliki tekanan darah >140/90 mmHg (80%), dibandingkan pada pasien dengan tekanan darah <140/90 mmHg dengan riwayat rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi (25%).
Tabel 7. Karakteristik pasien neuropati diabetik di RSUD Yogyakarta berdasarkan tekanan darah
Hubungan antara hipertensi
dengan neuropati
diabetik
Neuropati Diabetik
iya tidak Total
N % N % N % Hipertensi Iya 14 56 % 11 44 % 25 100% Tidak 22 55 % 18 45 % 40 100% Total 36 55,4% 29 44,6% 65 100% Pada penelitian ini didapatkan pasien yang menderita neuropati diabetik sejumlah 36 orang, dimana terdapat 14 orang yang mengalami hipertensi dan 22 orang yang tidak mengalami hipertensi. Sementara itu, pada 29 pasien yang tidak mengalami neuropati, didapatkan pasien dengan hipertensi sebanyak 11 orang dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 18 orang.
Hasil uji deskriptif menunjukkan rerata (mean) nilai tekanan sistolik kelompok pasien dengan neuropati diabetik sebesar 125,83 mmHg dengan standar deviasi sebesar 9,373, sementara rerata nilai tekanan diastolik sebesar 81,94 mmHg, dengan standar deviasi sebesar 8,218. Sedangkan rerata (mean) nilai tekanan sistolik kelompok pasien non neuropati diabetik sebesar 123,79 mmHg dengan standar deviasi sebesar 9,416, sementara rerata nilai tekanan diastolik sebesar 80,34 mmHg, dengan standar deviasi sebesar 9,814.
(54)
4. Hubungan Antara Hipertensi dengan Neuropati Diabetik
Penulis menggunakan uji chi-square untuk mengetahui adanya hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik. Faktor resiko hipertensi dengan kejadian neuropati diabetik dianalisis menggunakan odds ratio (OR) untuk mengetahui kemungkinan sebab akibat antara faktor resiko dengan komplikasi yang akan terjadi.
Tabel 8. Hubungan antara hipertensi dengan neuropati diabetik
No
Status Tekanan
Darah
Nilai p OR
Confidence Interval Lower Upper 1 Hipertensi 0,937 1,041 0.381 2.847
Dari tabel diatas diketahui nilai p >0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan neuropati diabetik. Nilai confidence interval yang melewati angka 1 juga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan neuropati diabetik. Sementara itu, nilai OR 1,041 menunjukkan bahwa kelompok subyek yang menderita hipertensi memiliki risiko 1,041 kali lebih tinggi menderita neuropati diabetika dibanding kelompok subyek yang tidak menderita hipertensi.
B. Pembahasan
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi dari diabetes mellitus yang masih banyak dijumpai. Pada penelitian ini terdapat 55,4% kasus neuropati diabetik pada 65 pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan penilaian DNS. Prevalensi ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
(55)
39
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Qilsi pada tahun 2007, dimana didapatkan 71,7 % kejadian neuropati diabetik pada 60 pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Kejadian neuropati diabetik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yakni usia, durasi menderita diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia,dan merokok (Priyantono, 2005). Beberapa penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Rebecca (2010), dan Tesfaye et.al (2005) menunjukkan bahwa hipertensi memiliki keterkaitan yang signifikan dengan kejadian neuropati diabetik, dengan nilai p <0,001. Meskipun begitu, hasil penelitian penulis menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan neuropati diabetik (p=0,937). Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama pernah dilakukan oleh Avci et.al (2014) dengan nilai p = 1,0 , Washali et.al. (2014) dengan nilai p = 0,08, dan Qilsi (2007) dengan nilai p = 0,073. Kedua hasil penelitian tersebut memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kejadian neuropati diabetik.
Pada penelitian ini terdapat 22 orang (88%) dari 25 pasien yang mengkonsumsi obat anti hipertensi secara teratur. Sehingga didapatkan tekanan darah yang terkontrol dengan rerata sebesar 131/83 mmHg. Joint National Committee (JNC) 8 merekomendasikan untuk populasi berusia ≥ 18 tahun yang menderita hipertensi dan penyakit diabetes agar mendapatkan terapi anti hipertensi hingga tekanan darah menjadi <140/90 mmHg. Pada penelitian ini, pasien dengan tekanan darah normal (<140/90 mmHg) yang
(56)
mengkonsumsi obat anti hipertensi secara rutin memiliki prevalensi neuropati diabetik yang lebih rendah (25%), jika dibandingkan dengan pasien yang mengkonsumsi obat anti hipertensi namun tekanan darah tidak mencapai angka normal (80%). Penelitian oleh Adler et.al (2000) menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg dapat menurunkan risiko komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus sebesar 13%. Penelitian lain membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah <`150/85 mmHg dapat mengurangi risiko komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus hingga 37%, dengan p=0,0092 (BMJ,1998). Atas dasar tersebut, penulis mengasumsikan bahwa tekanan darah pasien diabetes mellitus yang terkontrol pada penelitian ini kemungkinan menjadi penyebab tidak adanya hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan banyak pembatasan sehingga masalah menjadi fokus pada apa yang akan di teliti dan tidak melebar luas. Namun, dalam penulisan karya ilmiah tentu masih banyak kekurangan. Keterbatasan utama yang dalam penelitian ini adalah keterbatasan waktu, dimana jumlah pasien diabetes mellitus dalam satu hari sangat banyak, sehingga pengukuran tekanan darah dan penilaian skor DNS harus dilakukan dengan cepat. Penilaian skor DNS yang bersifat subjektif juga memungkinkan untuk menimbulkan bias. Selain itu banyak pasien yang setelah diambil gula darah puasa pulang karena akses tempat tinggal yang dekat, sehingga beberapa pasien tidak dapat menjadi responden. Beberapa pasien yang produktif sedikit
(57)
41
sulit dimintai waktu karena kesibukan dan tanggung jawab di tempat kerjanya sehingga anamnesis menjadi terburu-buru dan beberapa data tambahan seperti riwayat kebiasaan merokok, status pendidikan, dan status pekerjaan tidak dapat diketahui. Namun, keterbatasan penulis di atas dapat teratasi dengan baik.
(58)
42 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Prevalensi hipertensi pada pasien neuropati di RSUD Kota Jogja sebesar 55%
2. Komplikasi neuropati diabetik yang terjadi di RSUD Kota Jogja didominasi oleh pasien DM perempuan dan rata-rata usia pasien ≥55 tahun.
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kejadian neuropati diabetik. Hal ini menunjukkan neuropati diabetik memiliki banyak faktor yang mempengaruhi, seperti edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Hal ini diperlukan agar dapat mengurangi atau mencegah komplikasi neuropati diabetik..
Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan sebaiknya tetap mengendalikan tekanan darah pasien DM meskipun hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan neuropati diabetik. Tenaga kesehatan sebaiknya memberikan edukasi yang tepat dan jelas kepada penderita DM dan keluarganya sehingga penderita memahami dan mengaplikasikan apa
(59)
43
yang disarankan dan apa yang harus dihindari. Edukasi yang diberikan dapat berupa bagaimana mengontrol gula darah, pola makan yang baik, aktifitas atau kegiatan sehari-hari seperti olahraga apa yang diperbolehkan dan dihindari, serta terapi-terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut yang dapat mengurangi ataupun mengganggu kenyamanan hidup pasien. Tenaga kesehatan harus memastikan bahwa pasien DM memahami apa yang sudah disampaikan sehingga upaya dapat dilakukan dengan maksimal dan dapat memberikan hasil yang optimal serta mencegah terjadinya kesalahan persepsi dari pasien maupun keluarga yang akan menimbulkan hal-hal yang merugikan kedua pihak.
2. Bagi pihak rumah sakit
Rumah sakit lebih memperhatikan pasien yang cek kesehatan ataupun rutin kontrol DM dengan memberikan edukasi dapat melalui dokter sewaktu di poli dalam atau diadakan program khusus untuk pasien yang memiliki kadar gula darah di ambang batas dan juga pasien dengan riwayat DM sehingga pencegahan ataupun penurunan resiko neuropati diabetik dapat dilakukan. Selain itu komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada pasien DM seperti retinopati dan nefropati dapat dihindari. Rumah sakit juga mempunyai kewajiban untuk memastikan pasien merasa puas dengan pelayanan yang telah diberikan dan memastikan ke semua tenaga kesehatan bahwa mereka telah memberikan apa yang menjadi hak pasien.
(60)
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut melibatkan taraf kuantitas maupun kualitas penelitian. Secara kuantitas dengan melibatkan sampel yang lebih optimal atau sampel yang lebih banyak mencakup dari rumah sakit lain di Yogyakarta sehingga lebih mewakili gambaran pasien diabetes melitus dan neuropati diabetik, dan secara kualitas dengan mencari tahu lebih lanjut tidak hanya durasi menderita DM melainkan faktor lain yang mungkin dapat lebih mempengaruhi terjadinya neuropati diabetik. Di antaranya adalah Body Mass Index (BMI), merokok, dan konsumsi alkohol.
Peneliti selanjutnya juga harus memperhatikan cara pengambilan data dalam bentuk observasi. Observasi yang dilakukan harus lebih akurat, sehingga dapat menghindarkan bias yang ada. Di samping itu, perlu dilakukan kombinasi dari alat diagnosis neuropati untuk hasil diagnosis yang lebih tepat.
(61)
45
DAFTAR PUSTAKA
Adler A.I et.al. (2000). Association of Systolic Blood Pressure with Macrovascular and Microvascular Complications of Type 2 Diabetes (UKPDS 36): Prospective Observational Study. BMJ
Alvin, Y. (2014). Prevalensi dan gambaran status penderita neuropati diabetika pada diabetes mellitus tipe 2 rawat inap di RSUP DR. Sardjito Jogjakarta tahun 2010-2012. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
American Diabetes Association Diabetes Care. (2011). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, XXXIV.
Asad, A., Hameed, M.A., Khan, U.A., Ahmed, N., dan Butt, M.R.A. (2010). Reliability of the neurological scores for assessment of sensorimotor neuropathy in type 2 diabetic. J Pak Med Association, 60, 166-170.
Avci, A. (2014). Arterial Stiffness and Carotid Intima-Media Thickness in Diabetic Peripheral Neuropathy. Medical Science Monitor
Azhary. H., Farooq, M.U., & Bhanushali, M. (2010). Peripheral Neuropathy Differential Diagnosis and Management. American Family Physician., Volume 87, Number 7, page 87.
Bell, K., Twiggs, J., dan Olin, B.R. (2015). Hypertension: the silent killer: updated jnc-8 guideline recommendations. Alabama Pharmacy Association, 1-8.
BMJ. (1998). Tight Blood Pressure Control and Risk of Macrovascuular and Microvascular Complications in Type 2 Diabetes : UKPDS 38.
Branch, L. R. (2010). Peripheral neuropathy in hypertension. Karya Tulis Ilmiah strata dua, The University of Birmingham, Inggris.
Callaghan, B.C., Cheng, H., Stables, C.L., Smith, A. L., dan Feldman, E.L., (2012). Diabetic neuropathy: Clinical manifestations and current treatments. Lancet Neurol, 11(6): 521–534.
Dewi, S.S. (2012). Efek ekstrak etanol Morinda citrifolia L. terhadap kadar gula darah, jumlah neutrofil, fibronektin glomerulus tikus diabetes mellitus. Karya Tulis Ilmiah strata dua, Universitas Diponegoro, Semarang. Flavia, F. Vampesi, I. & Ochioni, S. (2012). Sex- Gender Differences in Diabetes Vascular Complications and Treatment. Endocrine, Metabolic & Immune Disorders – Drug Targets, 179-196.
(62)
Forbes, J.M., dan Cooper, M.E. (2013). Mechanisms of diabetic complications. Physiol Rev. 93, 137–188.
Garnita, D. (2012). Faktor resiko diabetes mellitus di Indonesia (analasis data sakerti 2007). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Depok.
Gregory, J. A., Jolivalt, C. G., Goor, J., Mizisin, A. P., dan Calcutt, N. A. (2012). Hypertension-induced peripheral neuropathy and the combined effects of hypertension and diabetes on nerve structure and function in rats. Acta Neuropathol.
James, P.A. et.al. (2014). 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults. JAMA.
Kardina, Willis. (2007). Hubungan merokok dengan neuropati diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Negeri Surakarta, Surakarta. Kawano, T. (2014). A current overview of diabetic neuropathy – mechanisms, symptoms, diagnosis, and treatment. InTech, 90-105.
Kemenkes RI. (2009, 8 November). Tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21, 3 juta orang. Diakses 8 April 2016, dari http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html.
Kemenkes, RI. 2014. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. SITUASI DAN ANALISIS DIABETES. Jakarta.
Lin, Y. dan Sun, Z. (2010). Current views of type 2 diabetes. Journal of Endocrinology, 204, 1-11.
Mardastuti, Y. (2013). Uji reliabilitas dan validitas diabetic neuropathy symptom (dns-ina) dan diabetic neuropathy examination (dne-ina) sebagai skor diagnostik neuropati diabetik. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mengesha, A.Y. (2007). Hypertension and related risk factors in type 2 diabetes mellitus (DM) patients in Gaborone City Council (GCC) clinics, Gaborone, Botswana. African Health Sciences, VII (4) 244-245.
Mutmainah, I. (2013). Hubungan kadar gula darah dengan hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit umum daerah Karanganyar. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
(1)
kemungkinan menjadi penyebab tidak adanya hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan neuropati diabetik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Prevalensi hipertensi pada pasien neuropati di RSUD Kota Jogja sebesar 56%
2. Komplikasi neuropati diabetik yang terjadi di RSUD Kota Jogja didominasi oleh pasien DM perempuan dan rata-rata usia pasien ≥55 tahun.
3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian neuropati diabetik. Hal ini menunjukkan neuropati diabetik memiliki banyak faktor yang mempengaruhi, seperti edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Hal ini diperlukan agar dapat mengurangi atau mencegah komplikasi neuropati diabetik..
Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan memberikan edukasi yang tepat dan jelas kepada penderita DM dan keluarganya sehingga penderita memahami dan mengaplikasikan apa yang disarankan dan apa yang harus dihindari. Edukasi yang diberikan dapat berupa bagaimana mengontrol gula darah, pola makan yang baik, aktifitas atau kegiatan sehari-hari seperti olahraga apa yang diperbolehkan dan dihindari, serta terapi-terapi farmakologis
(2)
maupun non-farmakologis. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut yang dapat mengurangi ataupun mengganggu kenyamanan hidup pasien. Tenaga kesehatan harus memastikan bahwa pasien DM memahami apa yang sudah disampaikan sehingga upaya dapat dilakukan dengan maksimal dan dapat memberikan hasil yang optimal serta mencegah terjadinya kesalahan persepsi dari pasien maupun keluarga yang akan menimbulkan hal-hal yang merugikan kedua pihak.
2. Bagi pihak rumah sakit
Rumah sakit lebih memperhatikan pasien yang cek kesehatan ataupun rutin kontrol DM dengan memberikan edukasi dapat melalui dokter sewaktu di poli dalam atau diadakan program khusus untuk pasien yang memiliki kadar gula darah di ambang batas dan juga pasien dengan riwayat DM sehingga pencegahan ataupun penurunan resiko neuropati diabetik dapat dilakukan. Selain itu komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada pasien DM seperti retinopati dan nefropati dapat dihindari. Rumah sakit juga mempunyai kewajiban untuk memastikan pasien merasa puas dengan pelayanan yang telah diberikan dan memastikan ke semua tenaga kesehatan bahwa mereka telah memberikan apa yang menjadi hak pasien.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut melibatkan taraf kuantitas maupun kualitas penelitian. Secara kuantitas dengan melibatkan sampel yang lebih optimal atau sampel yang
(3)
lebih banyak mencakup dari rumah sakit lain di Yogyakarta sehingga lebih mewakili gambaran pasien diabetes melitus dan neuropati diabetik, dan secara kualitas dengan mencari tahu lebih lanjut tidak hanya durasi menderita DM melainkan faktor lain yang mungkin dapat lebih mempengaruhi terjadinya neuropati diabetik. Di antaranya adalah body mass index (BMI), merokok, dan konsumsi alkohol.
Peneliti selanjutnya juga harus memperhatikan cara pengambilan data dalam bentuk observasi. Observasi yang dilakukan harus lebih akurat, sehingga dapat menghindarkan bias yang ada. Di samping itu, perlu dilakukan kombinasi dari alat diagnosis neuropati untuk hasil diagnosis yang lebih tepat
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Alvin, Y. (2014). Prevalensi dan gambaran status penderita neuropati diabetika pada diabetes mellitus tipe 2 rawat inap di RSUP DR. Sardjito Jogjakarta tahun 2010-2012. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
American Diabetes Association Diabetes Care. (2011). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, XXXIV.
Asad, A., Hameed, M.A., Khan, U.A., Ahmed, N., dan Butt, M.R.A. (2010). Reliability of the neurological scores for assessment of sensorimotor neuropathy in type 2 diabetic. J Pak Med Association, 60, 166-170.
Avci, A. (2014). Arterial Stiffness and Carotid Intima-Media Thickness in Diabetic Peripheral Neuropathy. Medical Science Monitor
Bell, K., Twiggs, J., dan Olin, B.R. (2015). Hypertension: the silent killer: updated jnc-8 guideline recommendations. Alabama Pharmacy Association, 1-8. BMJ. (1998). Tight Blood Pressure Control and Risk of Macrovascuular and Microvascular Complications in Type 2 Diabetes : UKPDS 38.
Branch, L. R. (2010). Peripheral neuropathy in hypertension. Karya Tulis Ilmiah strata dua, The University of Birmingham, Inggris.
Callaghan, B.C., Cheng, H., Stables, C.L., Smith, A. L., dan Feldman, E.L., (2012). Diabetic neuropathy: Clinical manifestations and current treatments. Lancet Neurol, 11(6): 521–534.
Dewi, S.S. (2012). Efek ekstrak etanol Morinda citrifolia L. terhadap kadar gula darah, jumlah neutrofil, fibronektin glomerulus tikus diabetes mellitus. Karya Tulis Ilmiah strata dua, Universitas Diponegoro, Semarang.
Forbes, J.M., dan Cooper, M.E. (2013). Mechanisms of diabetic complications. Physiol Rev. 93, 137–188.
Garnita, D. (2012). Faktor resiko diabetes mellitus di Indonesia (analasis data sakerti 2007). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Depok. Gregory, J. A., Jolivalt, C. G., Goor, J., Mizisin, A. P., dan Calcutt, N. A. (2012). Hypertension-induced peripheral neuropathy and the combined effects of hypertension and diabetes on nerve structure and function in rats. Acta Neuropathol.
(5)
James, P.A. et.al. (2014). 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults. JAMA.
Kardina, Willis. (2007). Hubungan merokok dengan neuropati diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Negeri Surakarta, Surakarta.
Kawano, T. (2014). A current overview of diabetic neuropathy – mechanisms, symptoms, diagnosis, and treatment. InTech, 90-105.
Kemenkes RI. (2009, 8 November). Tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21, 3 juta orang. Diakses 8 April 2016, dari
http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html.
Kemenkes, RI. 2014. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. SITUASI DAN ANALISIS DIABETES. Jakarta.
Lin, Y. dan Sun, Z. (2010). Current views of type 2 diabetes. Journal of Endocrinology, 204, 1-11.
Mardastuti, Y. (2013). Uji reliabilitas dan validitas diabetic neuropathy symptom (dns-ina) dan diabetic neuropathy examination (dne-ina) sebagai skor diagnostik neuropati diabetik. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mengesha, A.Y. (2007). Hypertension and related risk factors in type 2 diabetes mellitus (DM) patients in Gaborone City Council (GCC) clinics, Gaborone, Botswana. African Health Sciences, VII (4) 244-245.
Mutmainah, I. (2013). Hubungan kadar gula darah dengan hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit umum daerah Karanganyar. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Mythili, A., Kumar, D.K., Subrahmanyam, V., Venkateswarlu, K., dan Butchi, R.G. (2010). A comparative study of examination scores and quantitative sensory testing in diagnosis of diabetic polyneuropathy. IJDDC, XXX, 43-48. National Diabetes Information Clearinghouse. (2013). Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Ozougwu, J. C., Obimba, K. C., Belonwu, C. D., dan Unakalamba, C. B. (2013). The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. Journal of Physiology and Pathophysiology, IV (4), 46-57.
(6)
Parminder, K., Kushwah, A.S., dan Ravinderpal, K. (2012). Current therapeutic strategy in diabetic neuropathy. International Research Journal, 3 (3) 22-29. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dan Merck Peduli Kesehatan Saraf. (2012). Jakarta: Merck Serono.
Prasetyo, M. A. (2011). Pengaruh pemberian alpha lipoic acid terhadap perbaikan klinis penderita polineuropati diabetika. Karya Tulis Ilmiah strata dua, Universitas Diponegoro, Semarang.
Priyantono, T. (2005). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya neuropati pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Diponegoro, Semarang.
Putra, B.F.K. (2011). Hubungan antara terjadinya neuropati sensori diabetik dengan lamanya menderita diabetes mellitus tipe 2. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Qilsi, F.R.M. (2007). Hubungan antara hiperglikemia, usia dan lama menderita pasien diabetes dengan angka kejadian neuropati diabetika. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Rahmadani, E. (2011). Prevalensi kejadian hipertensi pada pasien rawat inap yang obesitas di rumah sakit Martha Ffriska Medan. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Shaw, J.E., Sicree R.A, dan Zimmet, P.Z. (2010). Global estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research Clinical Practice, 4-14.
Shrivastava, S.R., Shrivastava, P.S., dan Ramasamy, J. (2013). Role of self-care in management of diabetes mellitus. Journal of Diabetes and Metabolic Disorders, 12-14.
Soewondo, P., Ferrario, A., dan Tahapary, D.L. (2013). Challenges in diabetes management in Indonesia: a literature review. Globalization and Health, 1-17. Subekti, I. (2009). Neuropati Diabetik. Dalam A.W. Sudoyo, B. Setyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, dan S. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (hal.1947-1951). Jakarta: Interna Publishing.
Washali A.Y et.al. (2014). Prevalence and Associated Risk Factors of Diabetic Peripheral Neuoropathy Among Diabetic Patients in National Center of Diabetes in Yemen. International Journal of Public Health and Clinical Sciences.