HUBUNGAN ANTARA DURASI MENDERITA DIABETES MELITUS (DM) DENGAN ANGKA KEJADIAN NEUROPATI DIABETIK

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA DURASI MENDERITA

DIABETES MELITUS (DM) DENGAN ANGKA KEJADIAN

NEUROPATI DIABETIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ROSHYNTA LINGGAR ANDATU

20130310198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA DURASI MENDERITA

DIABETES MELITUS (DM) DENGAN ANGKA KEJADIAN

NEUROPATI DIABETIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ROSHYNTA LINGGAR ANDATU

20130310198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

HALAMAN PENGESAHAN KTI

HUBUNGAN ANTARA DURASI MENDERITA

DIABETES MELITUS (DM) DENGAN ANGKA KEJADIAN

NEUROPATI DIABETIK

Disusun oleh :

ROSHYNTA LINGGAR ANDATU

20130310198

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 9 November 2016

Dosen pembimbing Dosen penguji

dr. M. Ardiansyah Adi Nugraha, Sp. S, M. Kes. dr. Zamroni, Sp. S. NIK : 19751024200204173052

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp. OG. NIK : 19711028199709173027


(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Roshynta Linggar Andatu NIM : 20130310198

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 9 Desember 2016 Yang membuat pernyataan,

Roshynta Linggar Andatu


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Hubungan Antara Durasi Menderita Diabetes Melitus (DM) Dengan Angka Kejadian Neuropati Diabetik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah durasi menderita DM berhubungan dengan salah satu komplikasi DM yaitu neuropati diabetik. Durasi menderita DM diketahui sejak pasien didiagnosis DM oleh dokter.

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. M. Ardiansyah, Sp. S., M. Kes selaku Pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis.

3. dr. Zamroni, Sp. S. selaku penguji dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan pengarahan dan saran kepada penulis.

4. Kedua orangtuaku Drs. Saptono, MM. dan Sutartilah, A. Md, serta kakak-kakakku, Adhita Mega Prabawa, SE, MM., Rinda Ayu, S. Kom., dr. Donytra Arby Wardhana, dan dr. Kikid Rucira Qurania serta Keponakan-keponakanku


(6)

yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

5. TBM ALERT dan orang-orang terbaik yang pernah kutemui di organisasi ini, yang selalu menjadi sahabat, penyemangat, dan memberi masukan kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

6. Teman-teman satu kelompok bimbingan Karya Tulis Ilmiah Aldila Istika Andamari, Fitria Setianingsih, dan Salma Karimah yang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penulis

Roshynta Linggar Andatu


(7)

vi

DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH...i

HALAMAN PENGESAHAN KTI...ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

INTISARI...x

ABSTRACT...xi

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Perumusan Masalah...5

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian...5

E. Keaslian Penelitian...6

BAB II...8

TINJAUAN PUSTAKA...8

A. Tinjauan Pustaka...8

1. Diabetes Melitus...8

2. Neuropati Diabetik...17

B. Konsep Penelitian...28

1. Kerangka Teori...28

2. Kerangka Konsep...29

C. Hipotesis...29

BAB III...30

METODE PENELITIAN...30

A. Desain Penelitian...30


(8)

vii

C. Lokasi dan Waktu Penelitian...32

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...32

E. Instrumen Penelitian...33

F. Cara Pengumpulan Data...33

G. Uji Validitas dan Reliabilitas...34

H. Analisa Data...35

I. Kesulitan Penelitian...35

J. Etika Penelitian...36

BAB IV...37

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...37

A. Hasil Penelitian...37

B. Pembahasan...42

C. Keterbatasan Penelitian...46

BAB V...48

KESIMPULAN DAN SARAN...48

A. Kesimpulan...48

B. Saran...48

DAFTAR PUSTAKA...51


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Dan Hiperglikemia...14 Tabel 2. Karakteristik Pasien DM Di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Komplikasi Neuropati Diabetik...38 Tabel 3. Karakteristik Pasien DM Di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Usia Dan Komplikasi Neuropati Diabetik...39 Tabel 4. Karakteristik Pasien DM Di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Durasi Menderita DM...39 Tabel 5. Hubungan Durasi Menderita DM Dengan Angka Kejadian Neuropati Diabetik...41


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori...28 Gambar 2. Kerangka Konsep...29 Gambar 3. Subjek Penelitian...30 Gambar 4. Diagram Durasi Menderita DM Terhadap Kejadian Neuropati Diabetik Dan Tidak Neuropati Diabetik...40


(11)

INTISARI

Latar belakang : Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik seperti neuropati, nefropati, retinopati, jantung, dan gangren. Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering yang terjadi pada penderita DM. Komplikasi muncul akibat durasi menderita DM yang lama, kontrol gula yang rendah, dan faktor resiko yang lain.

Metode penelitian : Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik dan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini yaitu penderita DM rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta yang berjumlah 65 subjek yang diambil secara acak. Analisis data yang digunakan adalah uji chi – square 3x2 untuk melihat hubungan antar kedua variabel. Durasi menderita DM 5 – 10 tahun dijadikan sebagai patokan untuk membandingkan durasi <5 tahun dan >10 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medis dan skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).

Hasil penelitian : Penderita DM yang mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan 36 (55,4%) orang dan 29 (44,6%) orang tidak neuropati diabetik. Durasi menderita DM<5 tahun dan 5 – 10 tahun tidak berhubungan dengan angka kejadian neuropati diabetik dengan nilai P = 0,429 dan odds ratio (OR) = 0,568. Durasi menderita DM 5 – 10 tahun dan >10 tahun tidak berhubungan dengan angka kejadian neuropati diabetik dengan nilai P = 0,382 dan OR = 0,605. Kedua nilai OR menunjukkan hubungan yang tidak signifikan.

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara durasi menderita diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik.


(12)

ABSTRACT

Background : Diabetes mellitus is a state of chronic hyperglycemia accompanied by metabolic disorders due to hormonal disturbances that cause a variety of chronic complications such as neuropathy, nephropathy, retinopathy, heart disease, and gangrene. Diabetic neuropathy is one of the most common chronic complication that occurs in patients with diabetes melitus. Complications arise as a result of the long duration of diabetes mellitus, low of sugar control, and other risk factors.

Methods : This research method included in the quantitative research with observational research design and analytic cross sectional approach. Subjects of this research are diabetic patients in RSUD Kota Yogyakarta totaling 65 subjects drawn at random. Analysis of the data used chi - square 3x2 to see the relationship between the two variables. Duration of diabetes melitus 5-10 years used as a benchmark to compare the duration of <5 years and> 10 years. The research instruments used in this study are the medical record and score Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).

Results and Discussion : The result showed 36 patients (55.4%) had complications of diabetic neuropathy and 29 (44.6%) patients were not diabetic neuropathy. Duration of diabetes melitus <5 years and 5-10 years was not associated with the incidence of diabetic neuropathy with P = 0.429 and odds ratio (OR) = 0,568. Duration of diabetes melitus 5-10 years and> 10 years was not associated with the incidence of diabetic neuropathy with P = 0.382 and OR = 0.605. Both OR showed no significant association.

Conclusion : This research concluded that there is no relation between the duration of diabetes mellitus (DM) with the incidence of diabetic neuropathy


(13)

(14)

INTISARI

Latar belakang : Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik seperti neuropati, nefropati, retinopati, jantung, dan gangren. Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering yang terjadi pada penderita DM. Komplikasi muncul akibat durasi menderita DM yang lama, kontrol gula yang rendah, dan faktor resiko yang lain.

Metode penelitian : Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik dan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini yaitu penderita DM rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta yang berjumlah 65 subjek yang diambil secara acak. Analisis data yang digunakan adalah uji chi – square 3x2 untuk melihat hubungan antar kedua variabel. Durasi menderita DM 5 – 10 tahun dijadikan sebagai patokan untuk membandingkan durasi <5 tahun dan >10 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medis dan skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).

Hasil penelitian : Penderita DM yang mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan 36 (55,4%) orang dan 29 (44,6%) orang tidak neuropati diabetik. Durasi menderita DM<5 tahun dan 5 – 10 tahun tidak berhubungan dengan angka kejadian neuropati diabetik dengan nilai P = 0,429 dan odds ratio (OR) = 0,568. Durasi menderita DM 5 – 10 tahun dan >10 tahun tidak berhubungan dengan angka kejadian neuropati diabetik dengan nilai P = 0,382 dan OR = 0,605. Kedua nilai OR menunjukkan hubungan yang tidak signifikan.

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara durasi menderita diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik.


(15)

ABSTRACT

Background : Diabetes mellitus is a state of chronic hyperglycemia accompanied by metabolic disorders due to hormonal disturbances that cause a variety of chronic complications such as neuropathy, nephropathy, retinopathy, heart disease, and gangrene. Diabetic neuropathy is one of the most common chronic complication that occurs in patients with diabetes melitus. Complications arise as a result of the long duration of diabetes mellitus, low of sugar control, and other risk factors.

Methods : This research method included in the quantitative research with observational research design and analytic cross sectional approach. Subjects of this research are diabetic patients in RSUD Kota Yogyakarta totaling 65 subjects drawn at random. Analysis of the data used chi - square 3x2 to see the relationship between the two variables. Duration of diabetes melitus 5-10 years used as a benchmark to compare the duration of <5 years and> 10 years. The research instruments used in this study are the medical record and score Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS).

Results and Discussion : The result showed 36 patients (55.4%) had complications of diabetic neuropathy and 29 (44.6%) patients were not diabetic neuropathy. Duration of diabetes melitus <5 years and 5-10 years was not associated with the incidence of diabetic neuropathy with P = 0.429 and odds ratio (OR) = 0,568. Duration of diabetes melitus 5-10 years and> 10 years was not associated with the incidence of diabetic neuropathy with P = 0.382 and OR = 0.605. Both OR showed no significant association.

Conclusion : This research concluded that there is no relation between the duration of diabetes mellitus (DM) with the incidence of diabetic neuropathy


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus merupakan sekelompok penyakit metabolik yang berhubungan dengan hiperglikemia kronik, yang terjadi sebagai konsekuensi dari lesi destruktif sel – sel beta pankreas yang menyebabkan insufisiensi sekresi insulin dan beberapa proses etiologi yang lain yang menyebabkan penurunan sensitivitas insulin (Waqas & Ambreen, 2015). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (InfoDATIN) (2014) menyatakan bahwa diabetes tipe dua merupakan 90% dari seluruh diabetes dan disebabkan karena penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Kadar glukosa yang tinggi di dalam tubuh dapat diakibatkan tingginya asupan makanan disertai gangguan penyerapan glukosa oleh sel. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 menyebutkan bahwa proporsi diabetes melitus pada Riskesdas 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007 dan menjelaskan bahwa seseorang didiagnosis diabetes melitus jika pernah menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis kencing manis oleh dokter tetapi dalam satu bulan terakhir mengalami gejala sering lapar, sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan turun. Islam telah menjelaskan aturan makan dan minum seperti yang disampaikan Rasulullah dalam hadistnya yang berbunyi :


(17)

“Jauhilah kamu makan dan minum yang berlebih – lebihan, karena yang demikian dapat merusak kesehatan tubuh, menimbulkan penyakit, dan memberi kemalasan (kesulitan) ketika akan bershalat. Dan hendaklah bagimu bersikap sedang (cukupan) ketika akan bershalat. Dan hendaklah bagimu bersikap sedang (cukupan) karena yang demikian akan membawa kebaikan pada tubuh, dan menjauhkan diri dari sikap berlebih –lebihan (HR. Bukhori)”.

Diabetes telah menyebabkan 5,1 juta angka kematian di dunia pada tahun 2013. Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan penderita diabetes tertinggi pada tahun 2013 ( International Diabetes Federation, 2013). Secara historis, diabetes dianggap penyakit yang terbatas pada masyarakat negara – negara maju dan makmur. Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa prevalensi diabetes meningkat secara global, terutama di negara berkembang. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan yang penting di kawasan Asia Selatan dengan perkiraan peningkatan prevalensi diabetes lebih dari 151% antara tahun 2000 dan 2030 (Katulanda & Ranasinghe, 2012). Diabetes mempengaruhi 382 juta orang di seluruh dunia dan prevalensinya diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035 (Aslam & Jaipaul, 2014).

Neuropati merupakan persentase terbesar dari komplikasi diabetes melitus di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang dialami oleh 54% penderita diabetes melitus yang dirawat di RSCM pada tahun 2011 diikuti retinopati diabetik dan proteinuria. Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang sangat problematik, terkait dengan morbiditas, kematian, dan beban ekonomi yang besar. Neuropatik diabetik terdiri dari sekelompok gejala neurologis yang mempengaruhi daerah tertentu dari sistem saraf, yang terjadi di kedua diabetes, tipe satu dan tipe dua (Waqas & Ambreen, 2015). Komplikasi ini bukanlah penyakit tunggal, namun multipel, dan subtipenya perlu diidentifikasi dengan baik


(18)

untuk terapi efektif bagi pasien (DeFronzo & Ferrannini, 2015). Neuropati diabetik disebabkan oleh berbagi mekanisme yang dipicu oleh tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemi). Dalam jangka lama, kadar glukosa darah yang tinggi akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik. Hal ini sering terjadi di bagian kaki dengan gejala nyeri dan mati rasa pada ekstremitas bawah (Clarke & Swanson, 2015). Neuropati dapat menunjukkan berbagai macam gejala yang berbeda, tergantung mekanisme yang terlibat. Hiperglikemi akan mengganggu metabolisme saraf, mengakibatkan distal neuropati, dan inflamasi dari pembuluh darah kecil (mikrovaskulitis atau vaskulopati) yang mengganggu aliran darah ke saraf.

Neuropati paling sering dijumpai pada penderita diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30 tahun dan sangat jarang pada anak - anak (Ropper & Victor, 2005). Deteksi dini neuropati diabetik sangat penting pada pasien dengan diabetes karena pencegahan bisa menurunkan morbiditas dan mortalitas, tetapi tidak ada gold standard untuk mendiagnosa polineuropati. Konsensus San Antonio merekomendasikan kurang lebih memenuhi satu dari lima kategori yang diukur yaitu, skor simptom, skor pemeriksaan fisik, quantitative sensory testing (QST), cardiovascular autonomic function (cAFT) dan elektrodiagnostik.

Suatu penelitian menyatakan bahwa pasien yang lama menderita diabetes, dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kurang dari 5 tahun, 5 – 10 tahun, dan lebih dari 10 tahun. Mikroproteinuria dianalisis dari ambilan spesimen urin pagi hari. Bukti


(19)

klinis awal neuropati adalah rendah atau tidak normalnya kadar albumin dalam urin (Inassi & R., 2013). Lama durasi menderita diabetes dan kontrol glikemik yang buruk berhubungan dengan peningkatan produksi produk glikosilasi akhir, gangguan metabolik, cedera endotel, dan produk oksidatif. Suatu penelitian menemukan prevalensi yang lebih rendah dari polineuropati pada mereka dengan durasi DM <5 tahun dan tertinggi pada mereka dengan durasi DM> 15 tahun (Oguejiofor & Odenigbo, 2010). Sebuah penelitian besar di Inggris menunjukkan bahwa neuropati terjadi sebanyak 36% pada orang dengan durasi diabetes yang lebih dari 10 tahun dibandingkan dengan 20% ketika durasi diabetes adalah lima tahun.

Kontrol gula darah yang ketat dan secara signifikan mengurangi risiko komplikasi mikrovaskular di Diabetes Control and Complications Trial (DCCT), yang menunjukkan bahwa terapi insulin intensif mengurangi kejadian albuminuria sebesar 54% dan penurunan berarti resiko retinopati sebesar 76%. Skrining yang tepat waktu dengan deteksi dini dan intervensi akan berguna dalam mencegah perkembangan neuropati dan mengurangi risiko komplikasi di organ lain. Komunikasi yang efektif antara profesional kesehatan dengan pasien diabetes dapat sangat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan diabetes. Hal ini telah disorot oleh Mahdad, et al. yang menemukan bukti kuat dari peningkatan kontrol glikemik, redoks, dan status inflamasi pasien diabetes setelah tiga bulan diamati gaya hidupnya (Waqas & Ambreen, 2015).


(20)

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah terdapat hubungan antara durasi menderita Diabetes Melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik?

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Untuk menganalisis hubungan antara durasi menderita Diabetes Melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik.

2. Tujuan Khusus :

a. Untuk menganalisis angka kejadian neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus dengan durasi menderita <5 tahun

b. Untuk menganalisis angka kejadian neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus dengan durasi menderita 5 – 10 tahun.

c. Untuk menganalisis angka kejadian neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus dengan durasi menderita >10 tahun.

C. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Untuk memberikan manfaat secara teori tentang hubungan antara durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik.

2. Praktis


(21)

Memberikan pengetahuan pada penderita DM untuk mematuhi penatalaksanaan dan pemeriksaan rutin yang telah dianjurkan klinisi sehingga tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

b. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan antara durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik.

c. Bagi keluarga

Memberikan masukan bagaimana mendeteksi awal anggota keluarga yang terkena DM terutama yang beresiko untuk terjadinya komplikasi neuropati diabetik.

d. Bagi masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap faktor resiko neuropati diabetik.

e. Bagi tenaga kesehatan

Memberikan edukasi yang tepat pada penderita DM dan keluarganya sehingga komplikasi dapat dicegah.

f. Bagi pemerintah

Memberikan masukan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, khususnya penderita DM sehingga meningkatkan peran pemerintah.

D. Keaslian Penelitian

1. Martini Aulya Syamsurijal (2004)

Penelitian dengan judul Pengaruh Durasi Menderita Diabetes Melitus Terhadap Derajat Neuropati Perifer merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


(22)

terdapat hubungan yang signifikan dari uji statistik antara derajat neuropati perifer dengan variabel durasi menderita DM (Syamsurijal, 2004). Hal yang membedakan dengan penelitian ini adalah variabel terikat. Variabel terikat yang digunakan pada penelitian tersebut adalah derajat neuropati perifer.

2. Fatkhur Ruli Malik Qilsi (2007)

Penelitian dengan judul Hubungan Antara Hiperglikemia, Usia Dan Lama Menderita Pasien Diabetes Dengan Angka Kejadian Neuropati Diabetika merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional study. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara keadaan hiperglikemia, usia dan lama menderita pasien dengan kejadian neuropati diabetika. Hal yang membedakan dengan penelitian ini adalah variabel terikat yang lebih kompleks yaitu terdiri dari hiperglikemi, usia, dan lama menderita. 3. Muhammad Umer Nisar (2015)

Penelitian dengan judul Association Of Diabetic Neuropathy With Duration Of Type 2 Diabetes And Glycemic Control merupakan penelitian yang menggunakan desain penelitian case – control study. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dan durasi menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik. Hal yang membedakan penelitian ini adalah desain penelitian case-control study.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Melitus

a. Definisi

Diabetes melitus merupakan sekelompok penyakit metabolik yang berhubungan dengan hiperglikemia kronik, yang terjadi sebagai konsekuensi dari lesi destruktif sel – sel beta pankreas yang menyebabkan insufisiensi sekresi insulin dan beberapa proses etiologi lain yang menyebabkan penurunan sensitivitas insulin (Waqas & Ambreen, 2015). Insulin adalah hormon yang dibuat oleh pankreas, yang bertindak seperti kunci untuk membiarkan glukosa dari makanan yang kita makan melewati aliran darah ke dalam sel – sel dalam tubuh untuk menghasilkan energi. Semua makanan karbohidrat dipecah menjadi glukosa dalam darah. Insulin membantu glukosa masuk ke dalam sel. Insulin yang tidak mampu diproduksi atau digunakan secara efektif akan membuat kadar glukosa dibesarkan dalam darah (dikenal sebagai hiperglikemia). Kadar glukosa yang tinggi berhubungan dengan kerusakan tubuh dan kegagalan berbagai organ dan jaringan (Aguirre & Brown, 2013). Diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA, 2015) adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pengobatan yang lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi.


(24)

b. Klasifikasi

Diabetes melitus terdiri dari 2 jenis, yaitu diabetes melitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau Diabetes Tipe 1, diabetes melitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe 2) dan diabetes tipe spesifik lain.

1) DM yang tergantung pada insulin (IDDM) atau Diabetes Tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau – pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak – anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini, diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan atau pun mencegah diabetes tipe 1. Penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini dideritanya. Penderita diabetes tipe ini memiliki sensitivitas maupun respon tubuh yang normal terhadap insulin, terutama pada tahap awal. Diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Penggantian insulin merupakan pengobatan dasar diabetes tipe 1. Ketosis dan diabetic ketoacidosis dapat menyebabkan koma bahkan kematian jika insulin tidak diproduksi. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Insulin dapat diberikan dengan injeksi pump dan inhaled powder.

2) DM yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM) atau Diabetes Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin (adanya defekasi respon jaringan terhadap insulin) yang


(25)

melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Diabetes tipe 2 ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin dan kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Insulin relatif yang kurang terjadi karena tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya (Maulana, 2009).

3) Diabetes tipe spesifik lain

Diabetes tipe spesifik lain disebabkan karena gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (ADA, 2013).

c. Epidemiologi

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2015, 9,3% (8,2 – 11,4% ±) orang dewasa berusia 20 – 79 tahun diperkirakan akan hidup dengan diabetes. Hal ini setara dengan 153 (135 – 188 ±) juta orang dan lebih dari setengah (52,1%) tidak terdiagnosis, 61,6% hidup di daerah perkotaan dan 90,2% hidup di negara berpenghasilan menengah atau rendah. Kawasan Pasifik Barat adalah rumah bagi 36,9% dari jumlah total penderita diabetes dan Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk di dalamnya (Aguirre & Brown, 2013). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa menderita diabetes melitus tipe 2 dan


(26)

diperkirakan pada 2030 akan terjadi peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2. Studi populasi Diabetes Melitus tipe dua di berbagai Negara oleh WHO menunjukkan jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2000 di Indonesia menempati urutan ke – 4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. Proporsi penderita diabetes meningkat seiring meningkatnya usia hingga tertinggi pada kelompok usia 65 – 74 dan 75+.

d. Etiologi DM Tipe 2

1) Faktor Genetik

Beberapa bukti menunjukkan bahwa genetik memainkan peran utama dalam patogenesis DM. Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa terdapat gen yang terbukti berperan yaitu TCF7L2. Transcription factor Z-ltke 2 (TCF7L2) adalah gen kerentanan (susceptibility gene) dengan asosiasi terkuat terhadap diabetes tipe 2 (DMT2). Alel risiko dari TCF7L2 memberi predisposisi untuk terjadinya DM tipe 2 melalui akibat yang ditimbulkannya pada sel beta pankreas (Saraswati, 2015).

2) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan untuk menentukan onset usia, keparahan dan tingkat kemajuan untuk batas tertentu. Penurunan sel beta dan resistensi insulin bekerja sama dan menyebabkan dekompensasi sel beta. Promotor yang paling penting dari sindrom metabolik dan diabetes antara faktor – faktor lingkungan yang diidentifikasi sebagai gaya hidup ini praktek diet dan aktivitas fisik yang merupakan dua sayap utama gaya hidup (Tripathy & Chandalia, 2012).


(27)

e. Patogenesis DM Tipe 2

Konsentrasi glukosa plasma dipertahankan dalam rentang yang sempit pada kondisi fisiologis, meskipun terdapat fluktuasi yang luas antara persediaan dan kebutuhannya. Hal ini terjadi melalui regulasi yang ketat dan interaksi yang dinamis antara sensitivitas jaringan terhadap insulin (terutama di liver) dan sekresi insulin. Pada diabetes melitus tipe 2 mekanisme ini tidak berjalan dengan baik, sehingga menyebabkan dua kelainan utama pada diabetes melitus tipe 2, yakni kelainan sekresi insulin akibat disfungsi sel β pankreas dan kelainan pada kerja insulin melalui mekanisme resistensi insulin (Ozougwu & Obimba, 2013).

Jaringan-jaringan dalam tubuh yang paling jelas menunjukkan berkurangnya sensitivitas insulin (resistensi insulin) pada DM tipe 2 adalah otot skelet, liver, dan jaringan lemak (Forbes & Cooper, 2011). Resistensi insulin yang terjadi pada otot skelet diindikasikan dengan adanya penurunan kadar insulin, ambilan glukosa, dan sintesis glukosa. Resistensi insulin yang terjadi pada liver menyebabkan peningkatan produksi glukosa hati dan disregulasi kerja insulin. Resistensi insulin yang terjadi pada jaringan lemak akan meningkatkan asam lemak bebas dan mengganggu sekresi beberapa faktor, seperti adiponectin (Lin & Sun, 2010).

f. Gejala Klinis DM Tipe 2

Gejala DM tipe 2 dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala – gejala diabetes akut antara lain tiga serangkai klasik mengenai gejala kencing manis adalah poliuri (urinisasi yang sering), polidipsi (banyak minum akibat meningkatnya kehausan) dan polifagi (meningkatnya hasrat untuk makan). Poliuri


(28)

(banyak kencing) adalah gejala yang paling utama dan hampir dirasakan oleh setiap penderita, banyak kencing yang tidak hanya sering tetapi jumlahnya banyak pula. Poliuri terjadi karena sampah (exhaust port) semua zat sampah atau zat yang berlebihan dikeluarkan. Gula yang melampaui ambangnya akan segera dikeluarkan segera. Gula menarik air dan akan bersama – sama keluar dengan urin. Gula darah yang berlebih akan meningkatkan produksi air kemih. Polidipsi (banyak minum) merupakan reaksi tubuh akan adanya poliuri (banyak kencing). Keadaan ini menyebabkan berkurangnya cadangan air tubuh. Polifagi (banyak makan) disebabkan karena habisnya cadangan gula di dalam tubuh meskipun kadar gula tinggi. Sinyal akan segera dikirim ke pusat bila cadangan kedua yaitu lemak atau makanan segera diterima. Pasien diabetes melitus mengalami pembakaran utama yang tidak selaras karena kekacauan pada gula (Maulana, 2009).

Gejala kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari empat kg (Noor F., 2015).

g. Penegakan Diagnosis

Diabetes didiagnosis dengan mengukur glukosa plasma pada sampel darah. Gula darah puasa kapiler merupakan pengukuran yang paling dapat


(29)

dilakukan di sumber daya yang rendah. WHO merekomendasi kriteria diagnosis untuk diabetes dan hiperglikemia (WHO, 2012).

Tabel 1. Kriteria dignosis diabetes dan hiperglikemia Diabetes

Glukosa plasma puasa

2 jam glukosa plasma

≥7.0mmol/l (126mg/dl) atau

≥11.1mmol/l (200mg/dl) Impaired Fasting Glucose (IFG)

Glukosa plasma puasa

2 jam glukosa plasma

6.1 – 6.9mmol/l (110mg/dl – 125mg/dl)

dan (jika terukur)

7.8mmol/l (140mg/dl)

h. Durasi Menderita Diabetes Melitus Tipe 2

Penderita diabetes melitus tipe 2 dapat digolongkan dalam beberapa hal. Penggolongan tersebut termasuk lama atau durasi seseorang terkena diabetes melitus tipe 2. Durasi yang panjang atau lama (lebih dari 10 tahun) merupakan faktor resiko yang sering berhubungan dengan neuropati diabetik. Durasi tidak mencerminkan durasi sebenarnya dari penyakit, melainkan durasi tersebut mungkin menunjukkan waktu sejak didiagnosis DM Tipe 2. Pasien dengan durasi diabetes mellitus (DM) 10 tahun atau kurang, sebagian besar pasien tidak memiliki neuropati tapi untuk durasi lebih dari 10 tahun, sebagian besar pasien


(30)

memiliki neuropati. Durasi yang lama menderita diabetes dan kontrol gula yang rendah berhubungan dengan peningkatan produk akhir glikosilasi, gangguan – gangguan metabolik, cedera endotel, dan produk oksidatif. Oguejiofor, et al. menemukan prevalensi polineuropati yang rendah pada penderita diabetes dengan durasi menderita kurang dari 5 tahun dan tertinggi pada pasien dengan durasi menderita DM lebih dari 15 tahun (Waqas & Ambreen, 2015).

i. Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan kronis. PERKENI membagi komplikasi DM menjadi dua kategori, yaitu: 1) Komplikasi akut

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1 – 2 kali per minggu. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.

b) Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba – tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.


(31)

2) Komplikasi Kronis

a) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongestif, dan stroke.

b) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi.

Bilous dan N. A (2002) menyebutkan bahwa komplikasi dari diabetes dapat terjadi pada semua organ atau semua sistem tubuh, misalnya saraf, jantung, pembuluh darah, ginjal, mata, otak, dan lain – lain yaitu :

1) Kerusakan Saraf (Neuropati)

Kerusakan saraf adalah komplikasi diabetes yang paling sering terjadi. Gula darah yang tinggi akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf, sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut Neuropati Diabetik (Diabetic Neuropathy). Hal tersebut mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan – pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim, keluhan yang timbul bisa bervariasi, mungkin nyeri pada tangan dan kaki, atau gangguan pencernaan, bermasalah dengan kontrol buang air besar atau kencing, dan sebagainya.

2) Kerusakan Ginjal (Nefropati)

Kerusakan saringan ginjal timbul akibat glukosa darah yang tinggi (umumnya diatas 200 mg/dl), lamanya diabetes, yang diperberat oleh tekanan


(32)

darah yang tinggi (tekanan darah sistolik diatas 130 mg dan diastolik diatas 85 mg). Pasien yang menderita diabetes cukup lama akan semakin mudah mengalami kerusakan ginjal.

3) Kerusakan Mata

Penyakit diabetes bisa merusak mata, dan menjadi penyebab utama dari kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu retinopati, katarak, dan glaukoma. Ketiganya bisa dicegah atau diperbaiki bila ditemukan pada tahap awal penyakit.

4) Penyakit Jantung

Diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), antara lain angina (nyeri dada atau chest pain), serangan jantung (acute myocardial infarction), tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung koroner. Diabetes merusak dinding pembuluh darah, yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak tadi dan menyempitkan pembuluh darah. Suplai darah yang menuju ke otot jantung berkurang, tekanan darah meningkat, dan dapat terjadi kematian mendadak.

2. Neuropati Diabetik

a. Definisi

Neuropati diabetik yaitu kerusakan saraf yang terjadi karena gula darah yang tinggi sehingga melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan saraf. Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering yang terjadi pada penderita DM tipe 2. Prevalensi neuropati diabetik di Rumah Sakit Umum Pendidikan (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta pada


(33)

tahun 2010 sebesar 2,6%, tahun 2011 sebesar 3,8%, dan tahun 2012 sebesar 2,3% (Alvin, 2014).

b. Epidemiologi

Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy (DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbagai faktor resiko mencakup derajat tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan darah, lama dan beratnya menderita diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu empat tahun (Sjahrir, 2006).

c. Patogenesis

1) Teori Vaskular

Proses kejadian neuropati diabetik juga melibatkan kelainan vaskular. Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia yang berkepanjangan akan merangsang pembentukan radikal bebas oksidatif (reactive oxygen species). Radikal bebas ini akan merusak endotel vaskular dan menetralisasi nitric oxide (NO), sehingga akan menghalangi vasodilatasi mikrovasular. Kejadian neuropati yang disebabkan oleh kelainan vaskular dapat dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular yakni hipertensi, kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, dan merokok (Subekti, 2009).


(34)

2) Teori Metabolik

Proses terjadinya neuropati diabetik melibatkan beberapa mekanisme. Takashi Kawano menyatakan bahwa perubahan metabolisme polyol pada saraf telah menjadi faktor utama dalam patogenesis neuropati diabetik. Aldose reduktase dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) sebagai koenzim, akan mengubah glukosa menjadi sorbitol (polyol). Sorbitol nantinya akan diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase menggunakan nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) sebagai koenzim. Kondisi hiperglikemia yang menyertai diabetes akan meningkatkan kadar glukosa yang menyebabkan meningkatnya aktifitas aldose reduktase. Kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotic intraseluler meningkat. Kondisi ini akan menimbulkan abnormalitas fungsi serta struktur jaringan dan sel (Kawano, 2014). Hiperglikemia persisten akan menyebabkan terbentuknya senyawa toksik yang dapat merusak sel saraf, yakni advance glycosylation end products (AGEs). AGEs dan sorbitol yang terbentuk akan menurunkan sintesis dan fungsi dari nitric oxide (NO), sehingga akan menurunkan kemampuan vasodilatasi dan aliran darah ke saraf, serta bersama rendahnnya mioninositol dalam sel saraf terjadilah neuropati diabetik (Subekti, 2009).

Kondisi hiperglikemi akan mendorong pembentukan aktivator protein kinase C endogen. Aktivasi protein kinase C yang berlebih akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, yang menyebabkan kadar Na intraselular menjadi berlebih, sehingga menghambat masuknya mioinositol ke dalam sel saraf, yang berakibat gangguan transduksi sinyal pada saraf (Subekti, 2009). Aktivasi protein kinase C


(35)

juga menyebabkan iskemia pada serabut saraf perifer melalui peningkatan permeabilitas vaskuler dan penebalan membrana basalis dan menyebabkan neuropati (Kawano, 2014).

3) Teori Nerve Growth Factor (NGF)

NGF merupakan protein yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Kadar NGF pada pasien diabetes cenderung menurun dan berhubungan dengan tingkat neuropati (Subekti, 2009). Penurunan NGF akan mengganggu transport aksonal dari organ target menuju ke sel (retrograde) (Prasetyo, 2011).

NGF juga berfungsi untuk meregulasi gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP) yang berperan dalam vasodilatasi, motilitas intestinal, dan nosiseptif. Kadar NGF yang menurun pada pasien dengan neuropati diabetik dapat menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi tersebut (Subekti, 2009).

Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu : (Brushart, 2002)

1) Grade 1 (Neuropraksia)

Neuropraksia merupakan kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Degenerasi wallerian tidak terjadi karena tidak terputusnya kontinuitas aksoplasmik. Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan.

2) Grade II (Aksonometsis)

Aksonometsis adalah kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium, dan epineurium masih utuh. Degenerasi


(36)

wallerian di distal sampai lesi diikuti dengan regenerasi aksonal yang berlangsung satu inch per bulan.

3) Grade III

Grade III adalah membrana basalis (Schwann cell tube) terputus ditambah dengan seperti pada grade II. Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial dan pemulihannya tidak sempurna.

4) Grade IV

Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.

5) Grade V

Penyembuhan dilakukan dengan operasi karena saraf terputus total. 6) Grade VI

Grade VI merupakan kombinasi dari grade II – IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.

d. Gejala Klinis

Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Gejala yang pertama merupakan kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom (Dyck, 2002).

e. Tipe Neuropati Diabetik

National Diabetes Information Clearinghouse mengelompokkan neuropati diabetik berdasarkan letak serabut saraf yang terkena lesi, yaitu :


(37)

Neuropati Perifer atau disebut juga neuropati simetris distal / neuropati sensorimotor merupakan kerusakan saraf pada lengan dan tungkai. Kaki dan tungkai terjadi terlebih dahulu dibandingkan pada tangan dan lengan. Gejala dari neuropati perifer meliputi mati rasa atau tidak sensitif terhadap nyeri/ suhu, perasaan kesemutan, terbakar, atau tertusuk-tusuk, nyeri yang tajam atau kram, terlalu sensitif terhadap tekanan bahkan tekanan ringan, dan kehilangan keseimbangan serta koordinasi. Gejala-gejala tersebut sering bertambah parah pada malam hari (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).

Neuropati perifer dapat menyebabkan kelemahan pada otot dan hilangnya refleks, terutama pada pergelangan kaki. Hal itu akan mengakibatkan perubahan cara berjalan seseorang serta perubahan bentuk kaki, seperti hammertoes. Penekanan atau luka pada daerah yang mengalami mati rasa akan menimbulkan ulkus pada kaki penderita neuropati diabetik perifer. Infeksi akan menyebar hingga ke tulang jika tidak ditangani secara tepat, sehingga harus diamputasi (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).

2) Neuropati Autonom

Neuropati autonom yakni kerusakan pada saraf yang mengendalikan fungsi jantung, mengatur tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu, neuropati autonom juga terjadi organ dalam yang lain, sehingga menyebabkan masalah pencernaan, fungsi pernapasan, berkemih, respon seksual, dan penglihatan (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).


(38)

3) Neuropati Proksimal

Neuropati proksimal dapat menyebabkan rasa nyeri di paha, pinggul, ataupun pantat, dan dapat menimbulkan kelemahan pada tungkai (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).

4) Neuropati Fokal

Neuropati fokal dapat menyebabkan kelemahan mendadak pada satu atau sekelompok saraf, sehingga akan terjadi kelemahan pada otot, atau dapat pula menyebabkan rasa nyeri. Saraf pada bagian tubuh dapat terkena, contohnya pada mata, otot-otot wajah, telinga, panggul dan pinggang bawah, paha, tungkai, dan kaki (National Diabetes Information Clearinghouse, 2013).

f. Faktor Resiko

Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya neuropati diabetik, yakni: (Priyantono, 2005)

1) Usia

Proses penuaan merupakan suatu kondisi fisiologis yang dialami semua sistem dalam tubuh manusia, dimana proses tersebut umumnya dimulai pada usia pertengahan. Usia menjadi faktor risiko terjadinya neuropati diabetik dikarenakan pada usia lanjut terjadi penurunan aliran darah pada pembuluh darah yang menuju saraf tepi serta penurunan secara progresif dari serabut – serabut baik yang bermielin maupun tidak bermielin. Hal tersebut menyebabkan kelainan pada saraf tepi, yang apabila terjadi pada serabut saraf besar akan menyebabkan hilangnya reflek Achilles dan gangguan sensitivitas getaran, dan apabila terjadi pada serabut saraf kecil akan terjadi penipisan akson (Priyantono, 2005). Penelitian yang


(39)

dilakukan oleh Fatkhur Ruli Malik Qilsi pada tahun 2007 menunjukkan dari 60 sampel yang diteliti, usia tebanyak yang terdiagnosis adalah usia > 50 tahun, dimana didapatkan 33 pasien dengan usia diatas 50 tahun yang terdiagnosis neuropati (Qilsi, 2007).

2) Lama Menderita Diabetes

Lamanya menderita diabetes akan meningkatkan risiko timbulnya komplikasi dari diabetes melitus, seperti retinopati, nefropati, dan neuropati. Hal ini disebabkan akibat terjadi ketidakseimbangan antara peningkatan pembentukan radikal bebas dengan kemampuan tubuh untuk meredam aktivitas radikal bebas, sehingga terjadi kerusakan endotel vaskuler dan penurunan vasodilatasi yang diduga akibat abnormalitas alur produksi NO (Priyantono, 2005). Penelitian menunjukkan rerata lama menderita DM pada kelompok neuropati (+) sebesar 6,46 tahun dan kelompok neuropati (-) sebesar 2,41 tahun (Putra, 2012).

3) Hipertensi

Kondisi hipertensi esensial berpengaruh terhadap aterogenesis, karena terjadi gangguan fungsi endotel yang dapat meningkatkan tahanan perifer dan komplikasi vaskuler, serta menurunkan kadar NO. Hipertensi juga akan memudahkan terbentuknya stress oksidatif pada dinding arteri, dimana superoksida melalui destruksi NO akan meningkatkan progresifitas aterosklerosis. Konsentrasi angiotensin II yang meningkat akan merangsang penurunan NO oleh sel endotel, peningkatan tahanan perifer, serta peningkatan adhesi leukosit (Priyantono, 2005).


(40)

4) Dislipidemia

Kelainan lipoprotein utama yang menyebabkan aterosklerosis adalah peningkatan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) serta penurunan High Density Lipoprotein (HDL). Kolesterol LDL yang teroksidasi oleh tubuh akan merusak alur L-arginin-NO melalui inaktivasi protein G1, penurunan L-arginin intraseluler dan penghancuran NO oleh superoksida. Penurunan aktivitas NO yang berfungsi sebagai anti proliferatif akan memacu lesi aterosklerosis dan jika berlangsung secara kronis akan memperluas daerah neo intima serta penurunan fungsi endotel. Oksidasi LDL juga akan menghambat vasodilatasi dan memacu pembentukan faktor pertumbuhan (growth factor), sehingga terjadi hiperproliferasi sel oto polos dan sel endotel pembuluh darah. HDL berperan dalam proses transport kolesterol dari jaringan perifer ke hepar (Priyantono, 2005).

5) Merokok

Pasien diabetes yang merokok akan meningkatkan resistensi insulin, terjadinya aterosklerosis, peningkatan kadar hormon anti insulin, hiperviskositas, dan spasme arteri. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah terhambat, sehingga mengganggu sinyal konduksi saraf yang dapat mengakibatkan neuropati. Merokok pada kondisi DM akan memperbesar kemungkinan terjadinya neuropati (Kardina, 2007).

g. Diagnosis

Penegakan neuropati diabetika selain berdasarkan WHO, dapat pula ditegakkan berdasarkan konsensus San Antonio. Konsensus tersebut


(41)

merekomendasikan paling sedikit 1 dari 5 kriteria dibawah ini untuk menegakkan diagnosis neuropati diabetika, yakni :

1) Symptom scoring;

2) Physical examination scoring; 3) Quantitative Sensory Testing (QST)

4) Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT) 5) Electro-diagnostic studies (EDS)

Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination scoring yang telah terbukti memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi untuk mendiagnosis neuropati atau polineuropati diabetika adalah skor Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

1) Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

Alat ini mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas sebesar 51%. Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE) adalah sebuah sistem skor untuk mendiagnosa polineuropati distal pada diabetes melitus. DNE adalah sistem skor yang sensitif dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan secara cepat dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item, yaitu: A) Kekuatan otot: (1) quadrisep femoris (ekstensi sendi lutut); (2) tibialis anterior (dorsofleksi kaki). B) Refleks: (3) trisep surae/ tendo achiles. C) Sensibilitas jari telunjuk: (4) sensitivitas terhadap tusukan jarum. D) Sensibilitas ibujari kaki: (5) sensitivitas terhadap tusukan jarum; (6) sensitivitas terhadap sentuhan; (7) persepsi getar ; dan (8) sensitivitas terhadap posisi sendi. Skor 0 adalah normal; skor 1: defisit ringan atau sedang ( kekuatan otot 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2: defisit


(42)

berat (kekuatan otot 0-2, refleks dari sensitivitas negatif/ tidak ada). Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut diatas adalah 16. Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.

2) Diabetic Neuropathy Symptom (DNS)

Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan 4 point yang bernilai untuk skor gejala, dengan prediksi nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada diabetes. Gejala yang terjadi berupa jalan tidak stabil, nyeri neuropatik, parastesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai skor 1, maksimum skor 4. Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati diabetik.

Asad menguji reabilitas neurologikal skor untuk assessment neuropati sensorimotor pada pasien DM tipe 2 mendapatkan skor DNS mempunyai sensitivitas 64,41% dan spesifitas 80,95 % dan menyimpulkan bahwa dalam semua skor, DNE yang paling sensitif dan DNS adalah paling spesifik. Penelitian tentang perbandingan studi konduksi saraf dengan skor DNE dan DNS pada neuropati diabetes tipe-2 menyimpulkan bahwa Skor DNE dan Skor DNS dapat digunakan untuk deteksi neuropati diabetika.


(43)

A. KONSEP PENELITIAN

1. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Resistensi Insulin Kelainan Sekresi Insulin

Diabetes Melitus

Retinopati diabetik

Nefropati diabetik Komplikasi

Mikroangiopati Radikal bebas

oksidatif (ROS) Komplikasi

Metabolik

Neuropati diabetik Aktivasi jalur polyol Asidosis Metabolik

Penurunan NGF

DNE Perifer

Autonom Proksimal Fokal Hipertensi

Usia

Lama

Menderita DM

Dislipidemia Merokok

DNS Komplikasi Makroangiopati


(44)

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Keterangan :

--- = diteliti = tidak diteliti

B. HIPOTESIS

H0 = tidak terdapat hubungan antara durasi menderita diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik.

H1 = terdapat hubungan antara durasi menderita diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik.

Usia Hipertensi Dislipidemia Merokok Durasi

Menderita DM

Neuropati Diabetik Diabetes Melitus

Genetik Metabolik


(45)

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional study. Pendekatan, observasi atau pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (point time approach). Subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan tersebut (Notoatmodjo, 2015).

Gambar 3. Subjek Penelitian Penderita DM

Sekarang

Subjek

Durasi DM >10 tahun

Skor DNS

Skor DNS Durasi DM <5

tahun

Durasi DM 5 – 10 tahun Skor DNS Kriteria Inklusi Neuropati diabetik Tidak neuropati diabetik Neuropati diabetik Tidak neuropati diabetik Tidak neuropati diabetik Neuropati diabetik 30


(46)

B. Populasi dan Subjek Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita DM rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta.

2. Subjek penelitian

Perhitungan subjek untuk penelitian ini menggunakan rumus hitung subjek:

n = ��/2

2 (1−�)

�2 , dengan nilai p = prevalensi, dari prevalensi suatu

penelitian di Yogyakarta, yang menunjukkan prevalensi kejadian neuropati diabetik sekitar 2,3% - 3,8%, maka digunakan nilai p = 2,3%. Untuk Za/2 = 1,96 dan d = 0,05. Maka hasil hitung subjek didapatkan n sebesar 65 subjek.

Adapun kriteria dari subjek penelitian yaitu : Kriteria inklusi :

a. Penderita DM tipe 2 di RSUD Kota Yogyakarta

b. Jenis kelamin penderita DM tipe 2 laki – laki dan perempuan c. Usia subjek 40 – 80 tahun

d. Penderita sadar, baik, dan kooperatif

e. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed – consent

Kriteria eksklusi :

a. Penderita diabetes melitus di bangsal rawat inap RSUD Kota Yogyakarta b. Penderita tidak dapat berkomunikasi


(47)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta. 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2016.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel

Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu : Variabel Terikat : Neuropati Diabetik Variabel Bebas : Durasi menderita DM 2. Definisi Operasional

a. Diabetes melitus tipe 2

Diagnosis diabetes melitus tipe 2 pada rekam medis. b. Durasi menderita DM

Waktu sejak penderita didiagnosis menderita DM oleh dokter sampai saat pengambilan data, yang diperoleh melalui anamnesis.

c. Neuropati diabetik

Neuropati diabetik adalah kelompok kondisi heterogen yang ditandai dengan adanya kerusakan fungsi serabut syaraf secara progresif yang meliputi berbagai komponen dari sistem syaraf somatik dan autonom yang disebabkan oleh diabetes mellitus (Parminder & Kushwah, 2012). Dikatakan neuropati diabetika bila mendapat skor DNS 1 – 4.


(48)

d. Usia

Usia penderita saat dilakukan pengambilan data. e. Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang didapat dari hasil mengukur tekanan darah sebanyak tiga kali kemudian diambil rata-ratanya.

f. Dislipidemia

Dislipidemia bila kadar kolesterol total >200 mg/dl atau trigliserid >150 mg/dl. g. Merokok

Merokok merupakan aktivitas membakar tembakau dan kemudian menghisap asapnya baik menggunakan rokok atau pipa.

E. Instrumen Penelitian

Lembar Pemeriksaan DNS digunakan untuk menilai adanya neuropati diabetik.

F. Cara Pengumpulan Data

Proposal yang telah disetujui oleh pembimbing maka dilakukan seminar proposal, kemudian mengurus surat ijin penelitian. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu mencari data tentang penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah itu peneliti mulai mengambil data di RSUD Kota Yogyakarta. Data penelitian ini diperoleh melalui observasi dan anamnesis yang dilakukan pada saat tertentu dan tiap sampel hanya dilakukan satu kali observasi.


(49)

Langkah – langkah pengambilan data tiap sampel adalah : 1. Pencatatan identitas penderita DM

Peneliti melakukan pencatatan data tentang identitas subjek yang rutin melakukan pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah 2 jam post prandial.

2. Wawancara atau anamnesis

Peneliti bertanya kepada subjek yang akan diteliti apakah ia menderita DM atau tidak setelah dilakukan pengambilan gula darah puasa. Pasien yang mengaku menderita DM dijadikan subjek penelitian dan dilakukan anamnesis dengan menanyakan sudah berapa lama menderita DM.

3. Penilaian skor DNS (Diabetic Neuropathy Symptom)

Peneliti menilai skor DNS menggunakan lembar pemeriksaan DNS untuk mengetahui adanya neuropati diabetik pada subjek.

4. Pencatatan data sekunder

Peneliti melakukan pencatatan data tentang identitas subjek dan hasil pemeriksaan laboratorium tentang GDS yang terdapat pada rekam medis penderita di RSUD Kota Yogyakarta serta memastikan kembali kapan diagnosis DM ditegakkan pada rekam medis.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Skor Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) telah diuji validitas dan reliabilitas oleh Yuanita Mardastuti di Yogyakarta pada tahun 2013. Nilai reliabilitas, sensitivitas, spesifisitas DNS berturut-turut dengan membandingkan dengan hasil NCS (Nerve Conduction Study) pada kelompok pasien DM sebagai berikut 87%, 80%, dan 27,78%. Skor DNS kelompok pasien DM pada penelitian


(50)

ini memiliki nilai sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas rendah (Mardastuti, 2013).

H. Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian akan dilakukan olah data dengan menggunakan program lunak statistika komputer dengan menggunakan uji chi-square serta odds ratio (OR) untuk mengetahui korelasi antara variabel durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik.

I. Kesulitan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan banyak pembatasan sehingga masalah menjadi fokus pada apa yang akan di teliti dan tidak melebar luas. Namun, dalam penulisan karya ilmiah tentu masih banyak kekurangan. Kesulitan yang dialami peneliti selama melakukan penelitian adalah sulitnya memastikan secara valid durasi menderita DM dan menyamapersepsikan rasa nyeri seseorang. Jadwal kontrol rutin pasien DM dibatasi hari Senin sampai dengan Kamis sehingga peneliti harus standby dari sebelum pasien datang hingga pasien konsultasi ke poli dalam. Selain itu banyak pasien yang setelah diambil gula darah puasa pulang karena akses tempat tinggal yang dekat sehingga kembali lagi di waktu yang sempit untuk diambil gula darah 2 jam post prandial. Penulis harus follow up sehingga beberapa pasien DM tidak menjadi responden dan membuat waktu penelitian lebih lama akibat hambatan di atas. Beberapa pasien DM yang produktif sedikit sulit dimintai waktu karena kesibukan dan tanggungjawab di tempat kerjanya sehingga waktu anamnesis terburu-buru.


(51)

J. Etika Penelitian

Penelitian ini akan melibatkan secara langsung penderita sebagai sampel penelitian sehingga peneliti akan terlebih dahulu menjelaskan maksud dari penelitian, hal – hal yang akan dilakukan oleh peneliti terhadap penderita untuk pengumpulan data penelitian, dan akan meminta persetujuan dari penderita sebelum dilakukan perlakuan dan pengambilan data terhadap penderita.


(52)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di Jalan Wirosaban Nomor 1 Yogyakarta. RSUD Kota Yogyakarta adalah rumah sakit pendidikan tipe B yang memiliki 11 poliklinik, pelayanan gawat darurat, dan 1 laboratorium. Poliklinik yang ada di RSUD Jogja terdiri dari poliklinik Anak, poliklinik Bedah, poliklinik Dalam, poliklinik Kebidanan dan kandungan, poliklinik Kulit dan Kelamin, poliklinik THT, poliklinik Mata, poliklinik Syaraf, poliklinik Jiwa, poliklinik Gigi dan Mulut, dan poliklinik Konsultasi Gizi.

Penulis melakukan penelitian di laboratorium dengan melihat data pasien yang diperiksa rutin kadar gula darah setiap bulan. Bagian laboratorium RSUD Jogja terdiri dari 5 perawat dengan rincian 1 orang perawat laki – laki dan 4 orang perawat perempuan yang sudah terlatih dalam pengambilan darah. Laboratorium dipimpin oleh satu orang kepala perawat. Laboratorium beroperasi pada hari Senin sampai dengan Kamis mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB.

2. Deskripsi Umum Kasus Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus yang rutin melakukan tes kesehatan terutama kontrol gula darah di RSUD Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, yaitu jenis kelamin laki – laki dan perempuan dengan rentang usia 40 – 80 tahun. Subjek penelitian berjumlah 65


(53)

pasien DM yang terdiri dari 22 orang pasien laki – laki dan 43 orang pasien perempuan. Subjek diambil selama periode bulan Agustus hingga September 2016. Data tersebut didapatkan dari pengambilan data secara langsung di RSUD Kota Yogyakarta dengan karakteristik sebagai berikut :

Tabel 2. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin dan komplikasi neuropati diabetik

Neuropati Diabetik

Jenis Kelamin

Jumlah Persentase Perempuan Laki – laki

Ya 24 12 36 55,4%

Tidak 19 10 29 44,6%

Total 43 22

65 100%

Persentase 66,2% 33,8%

Pasien DM yang telah dilakukan scoring DNS dan mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan sebanyak 36 orang (55,4%), dengan perbandingan laki – laki dan perempuan 1 : 2. Perempuan dengan neuropati diabetik menunjukkan perbandingan yang dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian tentang perbedaan jenis kelamin terhadap komplikasi vaskuler pada pasien diabetes. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa populasi di daerah Asia memiliki prevalensi lebih tinggi terjadi komplikasi vaskuler terutama neuropati diabetik pada perempuan dibandingkan pada laki – laki yang disebabkan oleh faktor etnis terkait dengan gen, kontribusi faktor – faktor lingkungan yang tidak terukur, atau kombinasi keduanya (Flavia, Campesi, & Ochioni, 2012). Pasien DM yang tidak mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan sebanyak 29 orang (44,6%) dengan rincian 19 orang perempuan dan 10 orang laki – laki.


(54)

Tabel 3. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan usia dan komplikasi neuropati diabetik

Neuropati Diabetik

Usia

Jumlah Persentase

<55 tahun ≥55 tahun

Ya 6 30 36 55,4%

Tidak 4 25 29 44,6%

Total 10 55

65 100%

Persentase 15,4% 84,6%

Hasil penelitian menunjukkan banyak pasien yang berusia ≥55 tahun mengalami komplikasi neuropati diabetik yaitu 30 orang dan yang mengalami neuropati diabetik pada usia <55 tahun sebanyak 6 orang. Data di atas didukung oleh suatu penelitian yang menjelaskan bahwa neuropati diabetik terbanyak didapatkan pada usia lebih dari 55 tahun (Azhary, Farooq, & Bhanushali, 2010).

3. Deskripsi Klinis Kasus Penelitian

Responden pada penelitian ini mengalami DM dengan durasi menderita <5 tahun sebanyak 13 kasus (20%), sedangkan durasi 5 – 10 tahun sebanyak 21 kasus (32,3%), dan >10 tahun sebanyak 31 kasus (47,7%). Marisdina (2013) membuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa rata – rata pasien diabetes melitus mengalami neuropati diabetik pada 5 tahun pertama sejak didiagnosis diabetes melitus. Pasien DM menderita neuropati diabetik rata – rata sekitar 10 tahun sejak didiagnosis DM (Suri, Haddani, & Sinulingga, 2015).

Tabel 4. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan durasi menderita DM

No Durasi Menderita DM Jumlah Persentase

1 <5 tahun 13 20%

2 5-10 tahun 21 32,3%

3 >10 tahun 31 47,7%


(55)

Kejadian neuropati diabetik dan tidak neuropati diabetik semakin meningkat sesuai dengan durasi menderita DM berdasarkan skor DNS. Penderita DM dengan riwayat menderita selama <5 tahun mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 5 orang, 5 – 10 tahun 11 orang, dan >10 tahun sebanyak 20 orang. Penderita DM yang tidak mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 8 orang dengan riwayat DM <5 tahun, 10 orang dengan riwayat DM 5 – 10 tahun, dan 11 orang sejak didiagnosis DM >10 tahun.

Gambar 4. Diagram durasi menderita DM terhadap kejadian neuropati diabetik dan tidak neuropati diabetik

4. Hubungan Durasi Menderita diabetes melitus (DM) dengan Angka

Kejadian Neuropati Diabetik

Uji statistik diperlukan untuk mengetahui hubungan durasi menderita diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik berdasarkan skor DNS. Faktor resiko durasi menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik dianalisis menggunakan odds ratio (OR) untuk mengetahui kemungkinan sebab akibat antara faktor resiko dengan komplikasi yang akan terjadi. Penulis akan menggunakan chi-square untuk mengetahui adakah hubungan durasi menderita

0 5 10 15 20 25

Neuropati Tidak Neuropati

<5 tahun

5-10 tahun


(56)

diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik. Chi-square tabel 3x2 adalah uji statistik yang digunakan penulis, karena penulis membuat kategori durasi menderita menjadi tiga yaitu <5 tahun, 5 – 10 tahun, dan >10 tahun. Pada chi-square tabel 3x2 penulis akan menampilkan dua hasil penelitian yang dapat disimpulkan menjadi satu dengan memilih salah satu kategori menjadi dasar atau patokan untuk 2 kategori yang lain. Durasi 5-10 tahun menjadi kategori yang digunakan penulis sebagai patokan. Sehingga durasi menderita DM 5-10 tahun akan dibandingkan dengan durasi menderita DM <5 tahun dan durasi menderita DM 5 – 10 tahun akan dibandingkan dengan durasi menderita DM >10 tahun.

Tabel 5. Hubungan durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik

No Durasi Menderita DM Nilai p OR

1 <5 tahun dengan 5-10 tahun 0,429 0,568 2 5-10 tahun dengan >10 tahun 0,382 0,605

Tabel diatas menjelaskan nilai p antara pasien dengan durasi menderita DM <5 tahun dengan durasi menderita DM 5 – 10 tahun yaitu p = 0,429 dan durasi menderita DM 5 – 10 tahun dengan durasi menderita DM >10 tahun yaitu p = 0,382, maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik. Hipotesis yang dibuat penulis dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, dimana tidak terdapat hubungan antara durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis. H1 ditolak sesuai dengan hasil penelitian yaitu tidak terdapat hubungan antara durasi menderita DM dengan angka kejadian


(57)

neuropati diabetik. Nilai OR juga menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, dibuktikan dengan OR<1. Nilai OR>1 berarti merupakan faktor resiko.

B. Pembahasan

Neuropati diabetik merupakan komplikasi DM yang sering terjadi dengan morbiditas tinggi dan merusak kualitas hidup. Hal ini bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Faktor resiko signifikan untuk perkembangan neuropati diabetik yang dikemukakan oleh Priyantono (2005) berhubungan dengan usia, durasi menderita DM, hipertensi, dislipidemia, merokok, dan tinggi badan yang berkaitan dengan body mass index (BMI).

Penelitian yang dilakukan penulis mendapatkan hasil bahwa durasi menderita DM tidak berhubungan dengan neuropati diabetik. Penelitian lain yang memberikan hasil yang sama pernah dilakukan oleh Suri et al dengan nilai p = 0,169 dan penelitian yang dilakukan oleh Suyanto (2016) yang menunjukkan hasil p = 0,55. Kedua hasil penelitian tersebut memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara durasi menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik.

Rata – rata durasi menderita DM yakni 10,9 tahun dan jumlah pasien yang mengalami neuropati diabetik pada durasi menderita DM 10 tahun didapatkan 20 orang. Hasil ini sesuai dengan penelitian relevan lainnya yang menyatakan bahwa neuropati diabetik yang dialami pasien DM rata – rata terjadi setelah menderita DM selama 10 tahun.

Durasi menderita DM seiring dengan komplikasi, dalam arti semakin lama durasi menderita DM maka semakin tinggi pula kejadian komplikasi yang dialami


(58)

oleh pasien. Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan. Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabut – serabut saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan.

Suri et al menyatakan bahwa lamanya menderita DM menyebabkan terjadinya hiperglikemi kronik pada pasien yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Hiperglikemi kronik menyebabkan mikroangiopati yang mendasari timbulnya neuropati. Pada pasien yang baru didiagnosis DM ditemukan kurang dari 10% yang memiliki gejala neuropati klinis. Hasil penelitian ini memperlihatkan komplikasi sudah terjadi pada durasi waktu yang relatif lebih pendek setelah terdiagnosa DM. Setelah 25 tahun, angka ini meningkat menjadi 50%. Hal ini menyebabkan neuropati lebih banyak terjadi pada penderita DM yang berusia lebih dari 50 tahun dibanding yang berusia kurang dari 30 tahun.

Peningkatan kadar glukosa darah kronis mengakibatkan penumpukan glikoprotein dinding sel sehingga muncul komplikasi mikrovaskuler antara lain adalah neuropati diabetikum (Black & Hawks, 2009). Keteraturan kontrol glukosa darah merupakan deteksi dini yang akan memberi kesempatan untuk pengobatan dan pencegahan komplikasi yang efektif, sehingga jika konsentrasi glukosa darah selalu dapat dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi tersebut


(59)

dapat dicegah atau dihambat (Soegondo, 2006). Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam post prandial, atau pemeriksaan kadar glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Perkeni, 2011). Selama penulis melakukan penelitian, penulis menanyakan kepada tiap pasien DM apakah mereka melakukan kontrol gula darah secara rutin atau tidak. Mereka mengaku bahwa tiap bulannya kontrol gula darah rutin dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta. Sehingga, hasil penelitian yang tidak signifikan didukung salah satunya oleh adanya faktor kontrol gula darah yang rutin sehingga mencegah ataupun mengurangi komplikasi neuropati diabetik. UK Prospectif Diabetes Study (UKPDS) di Inggris telah memberikan bukti yang tidak bisa disangkal bahwa komplikasi dapat dicegah dengan kontrol glukosa darah yang ketat, yang mencapai HbA1C 7% dan penyebab komplikasi jangka panjang adalah kontrol glukosa darah yang buruk (Fox & Kilvert, 2010). Menurut HMS Hyperbaric (2013), kontrol ketat gula darah menjadi perioritas utama dalam upaya pencegahan terjadinya neuropati pada pasien DM. Hal itu didukung pula oleh Diabetes Control Complications Trial (DCCT) yang memaparkan, kontrol ketat gula darah dapat menurunkan resiko terkena neuropati sebesar 60% (HMS Hyperbaric, 2013).

Sesuai dengan teori menurut Perkeni (2011) yang menyatakan bahwa keberhasilan pengobatan tidak saja ditentukan oleh obat anti-diabetika saja, tetapi juga oleh kepatuhan diit dan olahraga. Prinsip pengaturan diet pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki,


(60)

menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan, selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kontrol glukosa darah. Ada empat pilar penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Perkeni, 2011). Asumsi peneliti, lama menderita DM yang disampaikan oleh responden belum sepenuhnya menggambarkan lama responden mengalami DM yang sebenarnya. Hal itu dikarenakan responden baru mengetahui dirinya menderita DM setelah terjadi komplikasi dan mendatangi layanan kesehatan. Asumsi lain dikarenakan terbatasnya jumlah responden dan area penelitian yang hanya melibatkan satu rumah sakit, maka hal tersebut belum dapat menggambarkan proporsi penderita neuropati diabetik. Hal tersebut yang menyebabkan tidak ada hubungan antara lama menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik.

Djokomoeljanto (2007) menyatakan bahwa neuropati diabetik juga berhubungan dengan sejumlah faktor risiko kardiovaskuler yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi, yaitu profil lipid dan tekanan darah, lamanya diabetes, merokok dan konsumsi alkohol. Faktor risiko yang menyebabkan neuropati diabetik terdiri dari lamanya diabetes, umur, kontrol glikemik yang buruk dalam jangka lama (Boulton et al., 2005). Namun, ketika semua faktor resiko tersebut dapat dihindari maka komplikasi neuropati diabetik tidak akan dialami oleh pasien DM. Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis juga dapat terganggu karena durasi menderita DM hanya didapatkan dari hasil anamnesis kepada pasien langsung dan rekam medis, belum bisa dipastikan sejak


(61)

kapan pasien benar-benar menderita DM. Data rekam medis mencamtumkan kapan pasien didiagnosis DM berdasarkan keluhan – keluhan dan hasil pemeriksaan penunjang. Padahal besar kemungkinan, seseorang memiliki DM namun tidak muncul gejala yang mengganggu dan baru akan mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan ketika gejala timbul.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan banyak pembatasan sehingga masalah menjadi fokus pada apa yang akan di teliti dan tidak melebar luas. Namun, dalam penulisan karya ilmiah tentu masih banyak kekurangan. Keterbatasan yang di alami peneliti selama melakukan penelitian adalah peneliti hanya bisa menggunakan satu rumah sakit dikarenakan perijinan yang sulit sehingga hasil penelitian tidak bisa mewakili populasi penderita DM yang ada di Yogyakarta. Pasien DM yang ada di RSUD Kota Yogyakarta sangat banyak, namun penulis mengalami keterbatasan tenaga untuk dapat mengambil semua pasien tersebut menjadi responden. Jadwal pengambilan darah untuk pasien DM dilakukan dua kali dan berjarak dua jam antara pengambilan gula darah puasa dan gula darah post prandial sehingga menyulitkan penulis dalam menemui pasien yang sebelumnya sewaktu pengambilan gula darah pertama telah membuat persetujuan untuk menjadi responden. Hal tersebut terjadi karena pasien pulang atau makan pagi, sehingga sulit untuk mencari dan mengingat wajah pasien satu per satu. Selain itu, jam kerja di bagian laboratorium RSUD Jogja yang sibuk juga membuat penulis kurang leluasa dalam berinteraksi dengan petugas maupun perawat yang ada disana.


(62)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rata – rata durasi menderita DM di RSUD Kota Jogja adalah 10,9 tahun. 2. Komplikasi neuropati diabetik yang terjadi di RSUD Kota Jogja didominasi

oleh pasien DM perempuan dan rata-rata usia pasien ≥55.

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik. Hal ini menunjukkan neuropati diabetik memiliki banyak faktor yang mempengaruhi, seperti edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Hal ini diperlukan agar dapat mengurangi atau mencegah komplikasi neuropati diabetik.

4. Nilai OR menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, dibuktikan dengan OR<1.

B. Saran

1. Bagi tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan memberikan edukasi yang tepat dan jelas kepada penderita DM dan keluarganya sehingga penderita memahami dan mengaplikasikan apa yang disarankan dan apa yang harus dihindari. Edukasi yang diberikan dapat berupa bagaimana mengontrol gula darah, pola makan yang baik, aktifitas atau kegiatan sehari-hari seperti olahraga apa yang diperbolehkan dan dihindari, serta terapi-terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Hal tersebut


(1)

dari rumah sakit lain di Yogyakarta sehingga lebih mewakili gambaran pasien diabetes melitus dan neuropati diabetik, dan secara kualitas dengan mencari tahu lebih lanjut tidak hanya durasi menderita DM melainkan faktor lain yang mungkin dapat lebih mempengaruhi terjadinya neuropati diabetik. Di antaranya adalah

body mass index (BMI), merokok, dan konsumsi alkohol.

Peneliti selanjutnya juga harus memperhatikan cara pengambilan data dalam bentuk observasi. Observasi yang dilakukan harus lebih akurat, sehingga dapat menghindarkan bias yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2013). Standards of Medical Care in Diabetes- 2013. Position Statement , Vol 36 S11.

Aguirre, F., & Brown, A. (2013). IDF Diabetes Atlas. International Diabetes


(2)

Alvin, Y. (2014). Prevalensi Dan Gambaran Status Penderita Neuropati Diabetik Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Di RSUP DR. Sardjito Jogjakarta Tahun 2010 - 2012. Repository .

Aslam, A., & Jaipaul, S. (2014). Pathogenesis of Painful Diabetic Neuropathy.

Review Article , 1.

Azhary, H., Farooq, M. U., & Bhanushali, M. (2010). Peripheral Neuropathy: Differential Diagnosis and Management. American Family Physician , Volume 87, Number 7, page 887.

Bilous, R. W., & N. A., R. (2002). Cause-Specific Mortality In A Population With Diabetes: South Tees Diabetes Mortality Study. PubMed .

Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Mnagement for Positive Outcomes. Elseveir Saunders

Brushart, T. (2002). Peripheral Nerve Injury. St. Louis: Mosby.

Clarke, M., & Swanson, J. W. (2015). Disease and Condition Diabetic Neuropathy. Mayo Clinic .

DeFronzo, R. A., & Ferrannini, E. (2015). International Textbook of Diabetes

Melitus. United Kingdom: British Library.

Disease, N. I. (2013). Diabetic Neuropathies : The Nerve Damage of Diabetes. Djokomoeljanto R. (2007). Neuropati Diabetik. Dalam Darmono, Suhartono T,

Tjokorda GD, Soemanto F (ed). Naskah Lengkap : Diabetes Melitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro ; 1-14.

Dyck, P. J. (2002). Diabetic and Non Diabetic Lumbosacral Radiculoplexus Neuropathies : New Insight Into Pathophysiology and Treatment.

Forbes, J. M., & Cooper, M. E. (2011). Mechanisms of Diabetic Complications.

The American Physiological Society .

Fox, C., & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penebar Plus.

Flavia, F., Campesi, I., & Ochioni, S. (2012). Sex-Gender Differences in Diabetes Vascular Complications and Treatment. Endocrine, Metabolic & Immune

Disorders - Drug Targets , 179-196.

Inassi, J., & R., V. (2013). Role Of Duration Of Diabetes In The Development Of Nephropathy In Type 2 Diabetic Patients. National Journal Of Medical

Research , 6-7.

Kardina, W. (2007). Hubungan Merokok Dengan Neuropati Diabetik.

Katulanda, P., & Ranasinghe, P. (2012). The prevalence, patterns and predictors of diabetic peripheral neuropathy in a developing country. Diabetology &

Metabolic Syndrome , 2.

Kawano, T. (2014). A Current Overview of Diabetic Neuropathy - Mechanisms, Symptoms, Diagnosis, and Treatment. INTECH .

Lin, Y., & Sun, Z. (2010). Current Views On Type 2 Diabetes. Society for

Endocrinology

Mardastuti, Y. (2013). Uji Reliabilitas Dan Validitas Diabetic Neuropathy Symptom (DNS-INA) Dan Diabetic Neuropathy Examination (DNE-INA) Sebagai Skor Diagnostik Neuropati Diabetik. Repository .


(3)

Maulana, M. (2009). Mengenal Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Katahati.

National Diabetes Information Clearinghouse. (2013). Diabetic Neuropathies : The Nerve Damage of Diabetes. National Institute of Diabetes and

Digestive and Kidney Disease .

Nisar, M. U., Asad, A., & Waqas, A. (2015). Association of Diabetic Neuropathy with Duration of Type 2 Diabetes and Glycemic Control. Open Access

Original Article , 6-7.

Nisar, U. M., Asad, A., & Waqas, A. (2015). Association of Diabetic Neuropathy with Duration of Type 2 Diabetes and Glycemic Control. Open Access

Original Article , 2.

Noor F., R. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority , 96.

Notoatmodjo, S. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Oguejiofor, O., & Odenigbo, C. (2010). Evaluation Of The Effect Of Duration Of

Diabetes Mellitus On Peripheral Neuropathy Using The United Kingdom Screening Test Scoring System, Bio-thesiometry And Aesthesiometry.

Nigerian Journal of Critical Practice , 1.

Ozougwu, J. C., & Obimba, K. C. (2013). The Pathogenenis And Pathophysiology of Type 1 And Type 2 Diabetes Melitus. Academic

Journals , 51-54.

Parminder, K., & Kushwah, A. S. (2012). Current Therapeutic Strategy In Diabetic Neuropathy. International Research Journal Of Therapy .

Prasetyo, M. A. (2011). Pengaruh Penambahan Alpha Lipoic Acid Terhadap Perbaikan Klinis Penderita Polineuropati Diabetika. Repository .

Priyantono, T. (2005). Faktor - faktor Resiko Yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Polineuropati Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Putra, B. F. (2012). Hubungan Antara Terjadinya Neuropati Sensorik Diabetik Dengan Lamanya Menderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Qilsi, F. R. (2007). Hubungan Antara Hiperglikemia, Usia, Dan Lama Menderita Pasien Diabetes Dengan Angka Kejadian Neuropati Diabetika.

Ropper, A. H., & Victor, M. (2005). Principles of Neurology. New York: McGraw-Hill.

Saraswati, M. R. (2015). Polimorfisme Gen Transcription Factor 7-Like 2 Berasosiasi Dengan Kadar Glucagon Like Peptide 1 Dan Insulin.

Sjahrir, H. (2006). Diabetic Neuropathy : The Pathoneurobiology & Treatment

Update. Medan: USU Press.

Soegondo S. 2006. Penyuluhan sebagai Komponen Terapi Diabetes dan Penatalaksanaan Terpadu, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Subekti, I. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Suri, M. H., Haddani, H., & Sinulingga, S. (2015). Hubungan Karakteristik, Hiperglikemi, dan Kerusakan Saraf Pasien Neuropati Diabetik di RSMH Palembang Periode 1 Januari 2013 Sampai Dengan 30 November 2014.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan , Volume 2, No. 3, page 308.

Sutedjo, A. Y. 2010. 5 Strategi Penderita Diabetes Mellitus Berusia Panjang. Jogjakarta : Kanisius.


(4)

Syamsurijal, M. (2004). Pengaruh Durasi Menderita Diabetes Melitus Terhadap Angka Kejadian Neuropati Perifer

Tripathy, B. B., & Chandalia, H. B. (2012). RSSDI Text Book of Diabetes

Mellitus. India: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Waqas, A., & Ambreen, A. (2015). Association of Diabetic Neuropathy with Duration of Type 2 Diabetes and Glycemic Control. Open Access Original Article , 2.

WHO. (2012). Prevention and Control of Noncommunicable Diseases: Guidelines for primary health care in low resource settings. Guidelines , 20.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Retinopati Diabetik Dikaji Dari HbA1c Sebagai Parameter Kontrol Gula Darah

2 55 118

Hubungan Lama Menderita Diabetes Melitus dengan Pengetahuan Pencegahan Ulkus Diabetik di Puskesmas Ciputat Tahun 2013

1 20 74

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN NEUROPATI DIABETIK

4 20 90

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN TERJADINYA NEUROPATI SENSORIK DIABETIK Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terjadinya Neuropati Sensorik Diabetik Di RSUD Salatiga.

0 3 14

PENDAHULUAN Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terjadinya Neuropati Sensorik Diabetik Di RSUD Salatiga.

1 3 4

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terjadinya Neuropati Sensorik Diabetik Di RSUD Salatiga.

0 2 5

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN TERJADINYA NEUROPATI SENSORIK DIABETIK Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terjadinya Neuropati Sensorik Diabetik Di RSUD Salatiga.

0 3 11

HUBUNGAN ANTARA TERJADINYA NEUROPATI SENSORIK DIABETIK DENGAN LAMANYA MENDERITA HUBUNGAN ANTARA TERJADINYA NEUROPATI SENSORIK DIABETIK DENGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2.

0 1 13

PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA TERJADINYA NEUROPATI SENSORIK DIABETIK DENGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2.

0 2 4

HUBUNGAN DURASI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KEJADIAN DIABETIK NEUROPATI DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG -

0 1 60