KUALITAS HIDUP PASIEN NEUROPATI DIABETIK

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

KUALITAS HIDUP PASIEN NEUROPATI DIABETIK Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana

Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh SALMA KARIMAH

20130310203

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh SALMA KARIMAH

20130310203

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

iii

Nama : Salma Karimah

NIM : 20130310203

Program Studi : S1 Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya tulis saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 5 November 2016

Yang membuat pernyataan


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan. Sehingga

penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Kualitas Hidup Pasien Neuropati Diabetik”.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak ternilai kepada;

1. Kedua orang tua, Abi Muhammad Haris dan Umi Ida Nurul Farida serta Kakak dan Adikku yang tak pernah berhenti mendoakan dan memberi motivasi kepada penulis.

2. dr. H. Ardi Pramono, M. Kes., Sp. An, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr. M. Ardiansyah Adi Nugraha, M. Kes., Sp. S. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Imiah ini.

4. dr. Zamroni, Sp. S., selaku dosen penguji yang telah memberikan penilaian dan saran yang membangun kepada penulis.


(6)

v

6. Sahabat-sahabat tutorial 14 dan seluruh teman KU UMY 2013 yang telah membersamaiku sejak semester satu hingga saat ini.

7. Seluruh dosen dan staf FKIK UMY yang telah banyak membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran.

Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wawahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 5 November 2016


(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan Pustaka... 8

1. Neuropati Diabetik ... 8

2. Kualitas Hidup ... 18


(8)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29

A. Desain Penelitian ... 29

B. Populasi dan Sampel ... 29

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...31

F. Instrumen Penelitian ... 31

G. Prosedur Penelitian ... 31

H. Analisis Data ... 32

I. Etika Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil ... 33

1. Gambaran Umum Penelitian ... 33

2. Karakteristik Subjek Peneitian... 34

3. Analisis Univariat ... 34

4. Analisis Bivariat ... 35

B. Pembahasan ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Kesimpulan ... 42


(9)

viii

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN ... 47


(10)

ix

Tabel 2. Domain Kualitas Hidup WHOQOL-BREF... 33

Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian... 34

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas ... 35

Tabel 5. Rerata Hasil Kuesioner WHOQOL-BREF... 36

Tabel 6. Hasil Uji Independent Sample-T... 36


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori... 27 Gambar 2. Kerangka Konsep... 27 Gambar 3. Desain Penelitian...29


(12)

xi Lampiran 2. Lembar Pemeriksaan Skor DNS

Lampiran 3. Lembar Kuesioner Kualitas Hidup WHOQOL-BREF

Lampiran 4. Analisis Data


(13)

(14)

xii

paling sering yang terjadi pada penderita DM. Neuropati diabetik terbukti memiliki efek signifikan terhadap aspek kemanusiaan dan ekonomi. Pasien mengalami keterbatasan dalam menjalankan fungsi hidup, mengalami kesusahan tidur dan tak jarang menjadi cemas dan depresi. Oleh karena itu, neuropati diabetik hampir selalu diasosiasikan dengan kualitas hidup terkait kesehatan (Health Related Quality of Life).

Metode: Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik dan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah pasien DM tipe 2 rawat inap dan rawat jalan di RSUD Kota Yogyakarta berjumlah 64 responden yang diambil secara acak. Analisis data yang digunakan adalah uji independent sample-T untuk melihat perbedaan rerata jumlah skor kuesioner kualitas hidup WHOQOL-BREF antara kelompok neuropati diabetik dan non neuropati diabetik. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medis, skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS) dan kuesioner kualitas hidup WHOQOL-BREF.

Hasil: Hasil uji Independent Sample-T menunjukkan terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik (Sig. 2-tailed <0.05) pada domain I (Kesehatan Fisik), II (Psikologis) dan IV (Lingkungan). Hasil uji Independent Sample-T juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik (Sig. 2-tailed > 0.05) pada domain III (Sosial).

Kesimpulan: Kualitas hidup pasien neuropati diabetik lebih buruk dibanding pasien tanpa neuropati diabetik


(15)

xiii

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a state of chronic hyperglycemia accompanied by metabolic disorders due to hormonal disturbances that cause a variety of chronic complication. Diabetic neuropathy is one of the most common chronic complication that occurs in patients with diabetes melitus.Diabetic neuropathy has been proven to cause a significant effect to humanity and economic aspect. Patients experiencing limitations in performing the function of life, experiencing trouble sleeping and often become anxious and depressed. Therefore, diabetic neuropathy almost always associated with health-related quality of life

Methods: This research is a quantitative research with observational analitic and cross sectional approach. The samples are 64 patients with DM type 2 in RSUD Kota Yogyakarta which were taken randomly. Independent Sample-T test is used to compare the means of the quality of life score. It is used to find any difference between the group of diabetic neuropathy and the group without diabetic

neuropathy. The research instruments are patients’ medical record, Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS) score and quality of life questionnaire WHOQOL-BREF.

Result: The results of Independent Sample-T test shows the significant difference between the group of diabetic neuropathy and the group without diabetic neuropathy (Sig. 2-tailed <0.05) in domain I (Physical Health), II (Psychological Health) and IV (Environment) but shows no significant difference in domeain III (Social) (Sig. 2-tailed > 0.05).

Conclusion: The quality of life of patients with diabetic neuropathy is worse than the patients without diabetic neuropathy.


(16)

1 A.Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) kini diderita oleh sekitar 246 juta manusia di seluruh dunia. Telah diperkirakan bahwa 20-30 juta penyandang DM menderita neuropati diabetik. Peningkatan angka obesitas dan prevalensi DM Tipe 2 dapat menyebabkan peningkatan jumlah tersebut menjadi dua kali lipat pada tahun 2030. Prevalensi neuropati diabetik juga meningkat seiring berjalannya waktu dan kontrol glukosa darah yang buruk. (Said, 2007)

Faktor- faktor yang menyebabkan neuropati diabetik belum dipahami secara sempurna. Berbagai hipotesis dikembangkan untuk mengidentifikasi perjalanan DM menjadi neuropati diabetik. Proses multi faktor adalah teori yang paling diterima hingga saat ini. Perkembangan gejala tergantung dari berbagai faktor, antara lain total kadar glukosa darah, kadar lipid tinggi, tekanan darah, merokok dan paparan terhadap agen neurotoksik seperti etanol. Faktor genetik mungkin juga berperan dalam perjalanan DM menjadi neuropati diabetik. Mekanisme biokimia yang berperan penting dalam perkembangan neuropati diabetik meliputi jalur polyol, advanced glycation end products

(AGEs) dan stres oksidatif. (Quan, 2015)

Sebuah artikel ilmiah yang diterbitkan oleh Harvard Medical School pada tahun 2016 menyebutkan bahwa neuropati diabetik merupakan komplikasi DM yang paling meresahkan akibat rasa nyeri yang hebat, ketidaknyamanan, disabilitas dan terapi yang tak selalu berhasil. Neuropati


(17)

2

diabetik menyebabkan penurunan fungsi fisik, emosional dan afektif. Hal tersebut berefek langsung pada persepsi dan interpretasi nyeri serta kualitas hidup pasien. Semakin banyak hasil penelitian membuktikan bahwa neuropati diabetik berpengaruh pada kualitas hidup pasien. (Boyd et al., 2011)

Sebuah penelitian dua populasi membuktikan bahwa nyeri neuropati mengakibatkan beban psikologis yang lebih besar daripada nyeri nosiseptif dan jenis nyeri lainnya (Bouhassira, 2008). Oleh karena itu, dokter sebaiknya tidak hanya memikirkan cara mengurangi nyeri namun juga mempertimbangkan aspek psikologis pasien untuk meraih kesuksesan terapi. Pasien neuropati diabetik mengalami penurunan aktifitas fisik, cepat lelah dan penurunan fungsi sosial. Oleh karena itu, dokter atau pelayan kesehatan harus berupaya meringankan nyeri pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnya. (Vinik, 2008)

Sebuah studi literatur sistematis pada tahun 2015 mengkaji berbagai publikasi ilmiah selama sepuluh tahun terakhir mengenai epidemiologi, beban kemanusiaan dan ekonomi akibat neuropati diabetik di Eropa. Prevalensi neuropati diabetik sekitar 6% - 34% pada penyandang DM di Eropa. Neuropati diabetik terbukti memiliki efek signifikan terhadap aspek kemanusiaan dan ekonomi. Pasien mengalami keterbatasan dalam menjalankan fungsi hidup, mengalami kesusahan tidur dan tak jarang menjadi cemas dan depresi. Oleh karena itu, neuropati diabetik hampir selalu diasosiasikan dengan kualitas hidup terkait kesehatan (Health Related Quality of Life). Pasien neuropati diabetik membutuhkan biaya tinggi untuk menjalani rawat inap atau rawat jalan. Lebih dari itu, gejala nyeri yang hebat menyebabkan turunnya


(18)

produktifitas kerja. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa beban kemanusiaan dan ekonomi meningkat seiring dengan peningkatan keparahan nyeri yang dialami pasien. (Alleman, 2015)

Terdapat ayat al qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menghibur orang-orang yang diberi musibah oleh Allah, baik berupa penyakit maupun musibah lainnya, antara lain; “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang-orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka

mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157). Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya dan barangsiapa

yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2396, dihasankan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Ayat dan hadits tersebut tidak serta merta menggugurkan kewajiban pelayan kesehatan untuk membantu meringankan penderitaan pasien karena Nabi SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi


(19)

4

aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An

Nawawi hadits ke 36).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tergerak untuk melakukan penelitian mengenai kualitas hidup pasien neuropati diabetik. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan performa pelayan kesehatan dalam usaha meringankan penderitaan pasien neuropati diabetik dan membantu menjaga kualitas hidupnya.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasar latar belakang penelitian ini adalah: Bagaimana kualitas hidup pasien neuropati diabetik?

C.Tujuan Penelitian

Menganalisis kualitas hidup pasien neuropati diabetik. D.Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Mengetahui kualitas hidup pasien neuropati diabetik. 2. Praktis

a. Bagi pasien

Menjaga atau meningkatkan kualitas hidup pasien neuropati diabetik setelah diketahui hasil evaluasi kualitas hidup melalui penelitian ini. b. Bagi peneliti


(20)

Menambah pengetahuan, kesadaran sosial dan meningkatkan rasa empati terhadap pasien neuropati diabetik.

c. Bagi keluarga

Memberi masukan bagaimana sebaiknya keluarga merawat dan mendukung pasien neuropati diabetik untuk menjaga atau meningkatkan kualitas hidupnya.

d. Bagi masyarakat

Memberi masukan kepada masyarakat sebagai lingkungan sosial pasien dalam membantu menjaga atau meningkatkan kualitas hidup pasien neuropati diabetik.

e. Bagi tenaga kesehatan

Memberi masukan tambahan mengenai manajemen pasien neuropati diabetik agar selalu memperhatikan efek penyakit terhadap kualitas hidup pasien.

E.Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini adalah: 1. Adikusuma et al. (2014)

Penelitian dengan judul ‘Evaluasi Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul’ ini dilakukan dengan metode observational cross-sectional dengan mengambil data pasien secara prospektif. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengisian quesioner Diabetes Quality of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ) untuk mengetahui kualitas hidup. Penelitian ini


(21)

6

bertujuan menemukan relasi antara karakteristik subyek penelitian antara lain jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, durasi dan usia dengan kualitas hidup pasien. Selain itu, penelitian ini juga membandingkan antara pasien yang mendapat monoterapi dengan pasien yang mendapat terapi kombinasi dihubungkan dengan kualitas hidup. Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik subyek penelitian tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (p>0,05) dan juga tidak ditemukan perbedaan bermakna antara pemberian monoterapi dan terapi kombinasi. Persamaan dengan penelitian ini adalah evaluasi kualitas hidup pasien Diabetes Melitus (DM). Perbedaan dengan penelitian ini adalah tingkat spesifitas subjek penelitian dan instrumen yang digunakan. Penelitian yang akan dilakukan adalah evaluasi kualitas hidup pasien neuropati diabetik menggunakan kuesioner kualitas hidup yang disusun oleh World Health Organization (WHO).

2.

Anas

et al. (2008)

Penelitian berjudul “Kualitas Hidup pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang” ini bertujuan untuk mengukur kualitas hidup pasien DM menggunakan kuesioner Diabetes Quality of Life (DQOL). DQOL merupakan kuesioner yang sudah sering digunakan dan sudah divalidasi. Analisis data meliputi; jenis kelamin, lama menderita diabetes, komplikasi (tanpa komplikasi, komplikasi mikrovaskuler, komplikasi makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler dengan makrovaskuler), terapi (oral antidiabetik atau insulin), kepuasan terhadap terapi, pengaruh terapi, ketakutan yang disebabkan diabetes dan


(22)

ketakutan terhadap masalah sosial. Perhitungan statistik pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara karakteristik pasien terhadap kualitas hidupnya menggunakan uji korelasi Spearman dan Kendall. Persamaan dengan penelitian ini adalah evaluasi kualitas hidup pasien DM. Perbedaan dengan penelitian ini adalah, penelitian yang akan dilakukan bersifat lebih spesifik dan fokus pada salah satu komplikasi DM yaitu neuropati diabetik dan kaitannya dengan kualitas hidup pasien. Selain itu, instrumen yang akan digunakan adalah kuesioner kualitas hidup yang disusun oleh World Health Organization (WHO).


(23)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Neuropati Diabetik a. Definisi

Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain Diabetes Melitus (DM) (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya) (Sjahrir, 2006). Apabila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (Tandra, 2007).

b. Epidemiologi

Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan DM tipe 2 menderita Distal Peripheral Neuropathy (DPN). DPN berkaitan dengan berbagai faktor resiko yang mencakup derajat hiperglikemia, indeks lipid, indeks tekanan darah, durasi menderita diabetes dan tingkat keparahan diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa kadar glukosa darah yang tidak terkontrol beresiko lebih besar untuk terjadi neuropati. Setiap kenaikan kadar HbA1c 2% beresiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4 tahun (Sjahrir, 2006).


(24)

c. Patogenesis 1) Teori Vaskular

Proses terjadinya neuropati diabetik melibatkan kelainan vaskular. Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia yang berkepanjangan merangsang pembentukan radikal bebas oksidatif (reactive oxygen species). Radikal bebas ini merusak endotel vaskular dan menetralisasi Nitric Oxide (NO) sehingga menyebabkan vasodilatasi mikrovasular terhambat. Kejadian neuropati yang disebabkan kelainan vaskular dapat dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular yaitu hipertensi, kadar trigliserida tinggi, indeks massa tubuh dan merokok (Subekti, 2009).

2) Teori Metabolik

Perubahan metabolisme polyol pada saraf adalah faktor utama patogenesis neuropati diabetik. Aldose reduktase dan koenzim Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH) mengubah glukosa menjadi sorbitol (polyol). Sorbitol diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase dan koenzim

Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD+). Kondisi

hiperglikemia meningkatkan aktifitas aldose reduktase yang berdampak pada peningkatan kadar sorbitol intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Kondisi tersebut menyebabkan abnormalitas fungsi serta struktur sel dan jaringan (Kawano, 2014).


(25)

10

Hiperglikemia persisten juga menyebabkan terbentuknya senyawa toksik Advance Glycosylation End Products (AGEs) yang dapat merusak sel saraf. AGEs dan sorbitol menurunkan sintesis dan fungsi Nitric Oxide (NO) sehingga kemampuan vasodilatasi dan aliran darah ke saraf menurun. Akibat lain adalah rendahnnya kadar mioninositol dalam sel saraf sehingga terjadi neuropati diabetik (Subekti, 2009).

Kondisi hperglikemia mendorong pembentukan aktivator protein kinase C endogen. Aktivasi protein kinase C yang berlebih menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraselular berlebih. Kadar Na intraseluler yang berlebih menghambat mioinositol masuk ke sel saraf. Akibatnya, transduksi sinyal saraf terganggu (Subekti, 2009). Aktivasi protein kinase C juga menyebabkan iskemia serabut saraf perifer melalui peningkatan permeabilitas vaskuler dan penebalan membrana basalis yang menyebabkan neuropati (Kawano, 2014).

3) Teori Nerve Growth Factor (NGF)

NGF adalah protein yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Kadar NGF cenderung menurun pada pasien diabetes dan berhubungan dengan tingkat neuropati (Subekti, 2009). Penurunan NGF mengganggu transport aksonal dari organ target menuju sel (retrograde) (Prasetyo, 2011).


(26)

NGF juga berfungsi meregulasi gen substance P dan

Calcitonin-Gen-Regulated Peptide (CGRP) yang berperan dalam vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif. Menurunnya kadar NGF pada pasien neuropati diabetik, dapat menyebabkan gangguan fungsi-fungsi tersebut (Subekti, 2009).

d. Gejala Klinis

Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Gejala bisa tidak dijumpai pada beberapa orang. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala pertama. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris, motorik atau otonom. (Dyck & Windebank, 2002)

Tabel.1. Gejala khas pada neuropati diabetik

Nonpainful Painful

Thick Stiff Asleep Prickling

Tingling

Prickling Tingling Knife-like Electric shock-like

Squeezing Constricting

Hurting Burning Freezing Throbbing Allodynia, Hyperalgesia

Dikutip dari : Boulton AJM. Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. 2005. Clinical Diabetes; 23:9-15.


(27)

12

National Diabetes Information Clearinghouse tahun 2013 mengelompokkan neuropati diabetik berdasar letak serabut saraf yang terkena lesi menjadi:

1) Neuropati Perifer

Neuropati Perifer merupakan kerusakan saraf pada lengan dan tungkai. Biasanya terjadi terlebih dahulu pada kaki dan tungkai dibandingkan pada tangan dan lengan. Gejala neuropati perifer meliputi:

a) Mati rasa atau tidak sensitif terhadap nyeri atau suhu b) Perasaan kesemutan, terbakar, atau tertusuk-tusuk c) Nyeri yang tajam atau kram

d) Terlalu sensitif terhadap tekanan bahkan tekanan ringan e) Kehilangan keseimbangan serta koordinasi

Gejala-gejala tersebut sering bertambah parah pada malam hari.

Neuropati perifer dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks, terutama pada pergelangan kaki. Hal itu mengakibatkan perubahan cara berjalan dan perubahan bentuk kaki, seperti hammertoes. Akibat adanya penekanan atau luka pada daerah yang mengalami mati rasa, sering timbul ulkus pada kaki penderita neuropati diabetik perifer. Jika tidak ditangani secara tepat, maka dapat terjadi infeksi yang menyebar hingga ke tulang sehingga harus diamputasi.


(28)

2) Neuropati Autonom

Neuropati autonom adalah kerusakan pada saraf yang mengendalikan fungsi jantung, mengatur tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu, neuropati autonom juga terjadi pada organ dalam lain sehingga menyebabkan masalah pencernaan, fungsi pernapasan, berkemih, respon seksual, dan penglihatan.

3) Neuropati Proksimal

Neuropati proksimal dapat menyebabkan rasa nyeri di paha, pinggul, pantat dan dapat menimbulkan kelemahan pada tungkai. 4) Neuropati Fokal

Neuropati fokal dapat menyebabkan kelemahan mendadak pada satu atau sekelompok saraf, sehingga akan terjadi kelemahan pada otot atau dapat pula menyebabkan rasa nyeri. Saraf manapun pada bagian tubuh dapat terkena, contohnya pada mata, otot-otot wajah, telinga, panggul dan pinggang bawah, paha, tungkai, dan kaki.

Subekti (2009) mengelompokkan neuropati diabetik menurut perjalanan penyakitnya menjadi:

1) Neuropati Fungsional

Neuropati ini ditandai dengan gejala yang merupakan manifestasi perubahan kimiawi. Pada fase ini belum ditemukan kelainan patologik sehingga masih bersifat reversible.


(29)

14

Pada fase ini gejala timbul akibat kerusakan struktural serabut saraf dan masih ada komponen yang reversible.

3) Kematian Neuron/ Tingkat Lanjut

Kematian neuron akan menyebabkan penurunan kepadatan serabut saraf. Kerusakan serabut saraf biasanya dimulai dari bagian distal menuju ke proksimal, sebaliknya pada proses perbaikan dimulai dari bagian proksimal ke distal. Sehingga lesi paling banyak ditemukan pada bagian distal, seperti pada polineuropati simetris distal. Pada fase ini sudah bersifat irreversibel.

f. Diagnosis

1) Konsensus San Antonio

Penegakan neuropati diabetik dapat ditegakkan berdasarkan konsensus San Antonio. Pada konsensus tersebut telah direkomendasikan bahwa paling sedikit 1 dari 5 kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati diabetika, yakni:

a) Symptom scoring;

b) Physical examination scoring; c) Quantitative Sensory Testing (QST)

d) Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT) e) Electro-diagnostic Studies (EDS).

Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination scoring telah terbukti memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi.


(30)

Instrumen yang digunakan adalah Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE).

2) Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

Alat ini mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas sebesar 51%. Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE) adalah sebuah sistem skor untuk mendiagnosa polineuropati distal pada diabetes melitus. DNE adalah sistem skor yang sensitif dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan secara cepat dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item, yaitu: A) Kekuatan otot: (1) quadrisep femoris (ekstensi sendi lutut); (2) tibialis anterior (dorsofleksi kaki). B) Relfeks: (3) trisep surae/ tendo achiles. C) Sensibilitas jari telunjuk: (4) sensitivitas terhadap tusukan jarum. D) Sensibilitas ibujari kaki: (5) sensitivitas terhadap tusukan jarum; (6) sensitivitas terhadap sentuhan; (7) persepsi getar ; dan (8) sensitivitas terhadap posisi sendi.

Skor 0 adalah normal; skor 1: defisit ringan atau sedang (kekuatan otot 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2: defisit berat (kekuatan otot 0-2, refleks dari sensitivitas negatif/ tidak ada). Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut diatas adalah 16. Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.


(31)

16

Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan 4 poin yang bernilai untuk skor gejala dengan prediksi nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada diabetes. Gejala jalan tidak stabil, nyeri neuropatik, parastesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai skor 1, maksimum skor 4. Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati diabetik.

Asad dkk tahun 2010, dalam uji reabilitas neurologikal skor untuk penilaian neuropati sensorimotor pada pasien DM tipe 2 mendapatkan skor DNS mempunyai sensitivitas 64,41% dan spesifitas 80,95 % dan menyimpulkan bahwa dalam semua skor, DNE yang paling sensitif dan DNS adalah paling spesifik. Kesimpulan perbandingan studi konduksi saraf dengan skor DNE dan DNS pada neuropati diabetes tipe-2 adalah Skor DNE dan Skor DNS dapat di gunakan untuk deteksi neuropati diabetika.

4) Pemeriksaan Elektrodiagnostik

Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer dan otot. Pemeriksaan EMG adalah obyektif, tak tergantung input penderita dan tak ada bias. EMG dapat memberi informasi kuantitatif funsi saraf yang dapat dipercaya. EMG dapat mengetahui denervasi parsial pada otot kaki sebagai tanda dini neuropati diabetik. EMG ini dapat menunjukkan kelaianan dini pada neuropati diabetik yang asimptomatik. Kecepatan Hantar Saraf (KHS) mengukur serat saraf


(32)

sensorik bermyelin besar dan serat saraf motorik sehingga tidak dapat mengetahui kelainan pada neuropati selektif serat bermielin kecil. Pemeriksaan KHS sensorik mengakses integritas sel-sel ganglion radiks dorsalis dan akson perifernya. KHS sensorik berkurang pada demielinisasi serabut saraf sensorik. KHS motorik biasanya lambat dibagian distal lambat, terutama bagian distal. Respon motorik mungkin amplitudonya normal atau berkurang bila penyakitnya bertambah parah. Penyelidikan kecepatan hantar saraf sensorik biasanya lebih jelas daripada perubahan KHS motorik.

EMG jarang menimbulkan aktivitas spontan abnormal dan amplitude motor unit bertambah, keduanya menunjukkan hilangnya akson dengan dengan reinervasi kompensatoris. Bila kerusakan saraf kecil memberi keluhan nyeri neuropatik, kecepatan hantar sarafnya normal dan diagnosis memerlukan biopsi saraf. Hasil-hasil EMG saja tidak pernah patognomonik untuk suatu penyakit, walau ia dapat membantu atau menyangkal suatu diagnosis klinis. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis dan neurologik serta amamnesis penting sekali untuk membantu diagnosis pasti suatu penyakit.

5) Visual Analoque Scale (VAS)

Banyak metode yang lazim diperkenalkan untuk menentukan derajat nyeri , salah satunya adalah Visual Analoque Scale (VAS). Skala ini hanya mengukur intensitas nyeri seseorang.


(33)

18

VAS yang merupakan garis lurus dengan ujung sebelah kiri diberi tanda 0 = untuk tidak nyeri dan ujung sebelah kanan diberi tanda dengan angka 10 untuk nyeri terberat yang terbayangkan.

Cara pemeriksaan VAS adalah penderita diminta untuk memproyeksikan rasa nyeri yang dirasakan dengan cara memberikan tanda berupa titik pada garis lurus Visual Analoque Scale antara 0-10 sehingga penderita dapat mengetahui intensitas nyeri. VAS dapat diukur secara kategorikal. Meliala mengemukakan nyeri ringan dinilai dengan VAS :0-<4,sedang nilai VAS : >4-7, berat dengan nilai VAS >7-10.

g. Penatalaksanaan

Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara baik. Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan lipids dengan terapi farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen diabetes lain yaitu perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksa kaki mereka secara teratur (Sjahrir, 2006).

2. Kualitas Hidup a. Definisi

Terdapat beberapa definisi kualitas hidup dalam berbagai literatur yang dibuat untuk mendapat dukungan luas. Semuanya menyatakan bahwa kualitas hidup merupakan persepsi psikologis


(34)

individu tentang hal-hal nyata dari aspek- aspek dunia (Rapley, 2003). Menurut World Health Organization Quality of Life Group (WHOQOL Group) dalam Rapley (2003) kualitas hidup didefinisikan sebagai:

Persepsi individual terhadap posisinya dalam kehidupan pada konteks sistem nilai dan budaya dimana mereka tinggal dan dalam berhubungan dengan tujuannya, pengharapan, norma-norma dan kepedulian...menyatu dalam hal yang kompleks kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, level kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan-kepercayaan personal dan hubungannya dengan hal-hal yang penting pada lingkungan... Kualitas hidup merujuk pada evaluasi subjektif yang berada di dalam lingkup suatu kebudayaan, sosial dan konteks lingkungan. Kualitas hidup tak dapat secara sederhana disamakan dengan istilah status kesehatan, kepuasan hidup, keadaan mental atau kesejahteraan. Lebih daripada itu, kualitas hidup merupakan konsep multidimensional. Definisi kualitas hidup ini memiliki kelebihan dari cakupannya dan upaya untuk menghubungkan gagasan dengan konteks budaya, sosial dan lingkungan serta nilai local.

Felce dan Perry (Rapley, 2003) membuat definisi kualitas hidup sebagai suatu fenomena psikologis, yaitu kualitas hidup merupakan kesejahteraan umum secara menyeluruh yang mana termasuk penguraian objektif dan evaluasi subjektif menyangkut kesejahteraan


(35)

20

fisik, materi, sosial dan emosional bersama dengan perluasan perkembangan personal dan aktivitas bertujuan yang ditekankan pada seperangkat nilai-nilai personal.

Renwinck dan Brown (Angriyani, 2008) mendefinisikan kualitas hidup sebagai tingkat dimana seseorang dapat menikmati segala peristiwa penting dalam kehidupannya atau sejauh mana seseorang merasa bahwa dirinya dapat menguasai atau tetap dapat mengontrol kehidupannya dalam segala kondisi yang terjadi.

Gill & Feinstein (Rachmawati, 2013) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu tentang posisinya dalam kehidupan, dalam hubungannya dengan sistem budaya dan nilai setempat dan berhubungan dengan cita-cita, penghargaan, dan pandangan-pandangannya, yang merupakan pengukuran multidimensi, tidak terbatas hanya pada efek fisik maupun psikologis pengobatan.

Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-related quality of life) dikemukakan oleh Testa dan Nackley (Rapley, 2003), bahwa kualitas hidup berarti suatu rentang antara keadaan objektif dan persepsi subjektif dari mereka. Testa dan Nackley menggambarkan bahwa kualitas hidup merupakan seperangkat bagian-bagian yang berhubungan dengan fisik, fungsional, psikologis, dan kesehatan sosial dari individu. Ketika digunakan dalam konteks ini, hal tersebut sering kali mengarah pada kualitas hidup yang mengarah pada kesehatan. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan


(36)

mencakup lima dimensi yaitu kesempatan, persepsi kesehatan, status fungsional, penyakit, dan kematian.

Sedangkan menurut Hermann (Silitonga, 2007) definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Dari definisi-definisi kualitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup merupakan persepsi atau penilaian subjektif dari individu yang mencakup beberapa aspek sekaligus, yang meliputi kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Faktor-faktor Kualitas Hidup

Raeburn dan Rootman (Angriyani, 2008) mengemukakan bahwa terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:

1) Kontrol, berkaitan dengan kontrol terhadap perilaku yang dilakukan oleh seseorang, seperti pembatasan terhadap kegiatan untuk menjaga kondisi tubuh.

2) Kesempatan yang potensial, beraitan dengan seberapa besar seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya.


(37)

22

3) Sistem dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sarana-sarana fisik seperti tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang memadai sehingga dapat menunjang kehidupan.

4) Keterampilan, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat mengembangkan dirinya, seperti mengikuti suatu kegiatan atau kursus tertentu.

5) Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan dan stres yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian dalam hidup sangat berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang harus dijalani, dan terkadang kemampuan seseorang untuk menjalani tugas tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri.

6) Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang. Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh seseorang sebagai individu.

7) Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat bencana.

8) Perubahan politik, berkaitan dengan masalah negara seperti krisis moneter sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/mata pencaharian.


(38)

Sedangkan menurut Lindstrom (Bulan, 2009) kualitas hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Kondisi Global, meliputi lingkungan makro yang berupa kebijakan pemerintah dan asas-asas dalam masyarakat yang memberikan pelindungan anak.

2) Kondisi Eksternal, meliputi lingkungan tempat tinggal (cuaca, musim, polusi, kepadatan penduduk), status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan dan pendidikan orang tua.

3) Kondisi Interpersonal, meliputi hubungan sosial dalam keluarga (orangtua, saudara kandung, saudara lain serumah dan teman sebaya).

4) Kondisi Personal, meliputi dimensi fisik, mental dan spiritual pada diri anak sendiri, yaitu genetik, umur, kelamin, ras, gizi, hormonal, stress, motivasi belajar dan pendidikan anak serta pengajaran agama.

Berdasarkan uraian singkat tersebut dapat diketahui bahwa pada suatu keadaan, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor. Jika dalam kehidupannya seseorang mengalami situasi yang menekan atau terjadi perubahan kondisi (menjadi buruk), namun bila ia memiliki kemampuan serta kesempatan untuk menghadapi dan mengontrol keadaan yang dialaminya maka orang tersebut dapat mempertahankan kondisi kualitas hidupnya pada arah yang lebih positif.


(39)

24

c. Domain Kualitas Hidup

Dalam definisi kualitas hidup yang dibuat oleh WHOQOL Group terdapat domain-domain yang merupakan bagian penting untuk mengetahui kualitas hidup individu. Domain-domain tersebut adalah kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan. Berikut ini adalah hal-hal yang tercakup dalam 4 domain tersebut:

1) Domain kesehatan fisik, hal-hal yang terkait didalamnya meliputi: aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada bahan-bahan medis atau pertolongan medis, tenaga dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas bekerja. 2) Domain psikologis terkait dengan hal-hal seperti body image dan

penampilan; perasaan-perasaan negatif dan positif; self-esteem; spiritualitas/kepercayaan personal; pikiran, belajar, memori dan konsentrasi.

3) Domain sosial meliputi hubungan personal, hubungan sosial serta dukungan sosial dan aktivitas seksual. Dukungan sosial menurut Sarason (1995) adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, dan menyayangi kita (Karangora, 2012). Dukungan sosial yang diterima seseorang dalam lingkungannya, baik berupa dorongan semangat, perhatian, penghargaan, bantuan maupun kasih sayang membuatnya akan memiliki pandangan positif teradap diri dan lingkungannya.


(40)

4) Domain lingkungan berhubungan dengan sumber-sumber finansial; kebabasan, keamanan dan keselamatan fisik; perawatan kesehatan dan sosial (aksesibilitas dan kualitas); lingkungan rumah; kesempatan untuk memperoleh informasi dan belajar keterampilan baru; berpartisipasi dan kesempatan untuk rekreasi atau memiliki waktu luang; lingkungan fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim); serta tranportasi.

2. Neuropati Diabetik dan Kualitas Hidup

Saat ini telah disadari secara luas bahwa neuropati diabetik menyebabkan penurunan fungsi fisik, emosional dan afektif. Hal tersebut dapat memiliki efek langsung pada persepsi dan interpretasi nyeri serta kualitas hidup pasien. Semakin banyak hasil penelitian membuktikan bahwa neuropati diabetik berpengaruh pada kualitas hidup pasien (Boyd et al., 2011).

Neuropati diabetik juga terbukti memiliki efek signifikan terhadap aspek kemanusiaan dan ekonomi. Pasien menjadi terbatas dalam menjalankan fungsi hidupnya, mengalami kesusahan tidur dan tak jarang menjadi cemas dan depresi. Oleh karena itu, neuropati diabetik hampir selalu diasosiasikan dengan kualitas hidup terkait kesehatan (Health Related Quality of Life (Alleman, 2015).

Diagnosis neuropati diabetik pada penelitian kali ini didasarkan pada hasil pengukuran skor riwayat gejala neurologi atau Diabetic Neuropathy Score (DNS). DNS merupakan pengukuran neuropati yang


(41)

26

valid. Skor ini bertujuan mengevaluasi semua tipe neuropati dengan dasar berbagai gejala motorik, sensorik dan autonomik. DNS mempunyai kelebihan utama pada kemudahan untuk melakukan pengukuran (Lefaucheur et al., 2004).

Sedangkan untuk mengukur tingkat kualitas hidup pasien, instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen WHOQOL-BREF. WHO dengan bantuan 15 pusat penelitian di seluruh dunia, mengembangkan dua instrumen untuk mengukur kualitas hidup (WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF). World Health Organization quality of life scale (WHOQOL) merupakan instrumen kualitas hidup dirancang secara luas dapat dipakai untuk seluruh jenis penyakit di seluruh perawatan medis yang berbeda dan di seluruh subkelompok demografi dan budaya. Instrumen WHOQOL-BREF adalah versi singkat WHOQOL 100. WHOQOL-BREF terdiri dari 26 item, mengukur domain luas meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan yang mungkin lebih nyaman untuk digunakan dalam studi penelitian besar atau uji klinis. (Webster et al, 2010)


(42)

B. Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep Pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2

Penurunan Kualitas

Hidup Pasien Fisik

Psikologis

Sosial

Lingkungan

Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Penilaian Skor DNS

Neuropati Diabetik

Penilaian WHOQOL-BREF

Non Nuropati Diabetik

Penilaian WHOQOL-BREF Neuropati Diabetik

Penyakit Kronis dengan

Tingkat Nyeri Tinggi

Non


(43)

28

D. Hipotesis

Ho: Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik.

H1: Terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien neuropati diabetik dan


(44)

29 A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional. Pendekatan, observasi atau pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (point time approach). Tiap subyek penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan tersebut (Notoatmodjo, 2012).

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita DM yang berada di bangsal rawat inap dan poliklinik rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta. Pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2

Sekarang

Sampel

Kriteria Inklusi

Penilaian Skor DNS

Neuropati Diabetik

Penilaian WHOQOL-BREF

Tidak Nuropati Diabetik

Penilaian WHOQOL-BREF


(45)

30

2. Sampel

Perhitungan sampel untuk penelitian ini menggunakan rumus hitung sampel :

n

=

��/2 2 � 1−�

�2

,

dengan nilai p = prevalensi, dari prevalensi suatu penelitian di Yogyakarta yang menunjukkan prevalensi kejadian neuropati diabetik sekitar 2,3% - 3,8%, maka digunakan nilai p = 3,8%. Untuk Za/2 = 1.96 dan d = 0.05.

Maka hasil hitung sampel didapatkan n sebesar 65 sampel. C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di bangsal rawat inap dan poliklinik rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2016. D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien laki-laki dan perempuan yang terdiagnosis diabetes melitus tipe 2.

b. Pasien sadar, baik dan kooperatif. 2. Kriteria Eksklusi


(46)

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah neuropati diabetik. b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas hidup. 2. Definisi Operasional

a. Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2

Diagnosis DM tipe 2 yang terdapat pada rekam medis. b. Neuropati Diabetika

Neuropati diabetika yakni kondisi dimana pasien DM tipe 2 mendapat skor DNS 1-4.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Lembar Pemeriksaan DNS

Instrumen ini digunakan untuk menilai neuropati diabetik. 2. Lembar wawancara WHOQOL-BREF

Instrumen ini digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien. G. Prosedur Penelitian

Data penelitian ini diperoleh melalui observasi, anamnesis, dan pengukuran variabel yang dikerjakan pada waktu tertentu dan hanya dilakukan satu kali observasi serta pengukuran pada tiap subjek penelitian.


(47)

32

1. Pencatatan data sekunder

Peneliti melakukan pencatatan data mengenai identitas subjek penelitian. Hasil pemeriksaan laboratorium mengenai diagnosis DM Tipe 2 yang terdapat dalam rekam medis pasien.

2. Penilaian skor DNS (Diabetic Neuropathy Symptom)

Peneliti menilai skor DNS menggunakan lembar pemeriksaan DNS untuk mengetahui adanya neuropati diabetik pada subjek.

3. Pengisian kuesioner kualitas hidup WHOQOL-BREF

Subjek penelitian mengisi kuesioner kualitas hidup WHOQOL-BREF atau peneliti mewawancarai subjek penelitian sesuai dengan pertanyaan di instrumen WHOQOL-BREF

H. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah skor jumlah kuesioner WHOQOL-BREF. Skor tersebut diolah menggunakan program lunak statistitik dengan uji perbandingan rerata independent sample T test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua kelompok data yang independen.

I. Etika Penelitian

Penelitian ini secara langsung melibatkan pasien, sehingga akan ada penjelasan singkat mengenai tujuan dan langkah penelitian ini sebelum penelitian dilakukan. Selain itu, peneliti juga akan meminta persetujuan pasien yang menjadi subjek penelitian sebelum proses pengambilan data dilakukan.


(48)

33 1. Gambaran Umum Penelitian

Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus - 1 September 2016. Data dikumpulkan melalui tiga tahap;

1) Peneliti mengonfirmasi diagnosis Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dengan melihat rekam medis pasien.

2) Pasien mengisi lembar DNS.

3) Pasien mengisi kuesioner kualitas hidup WHOQOL-BREF. Kuesioner ini membagi kualitas hidup menjadi empat domain.

Tabel 2. Domain Kualitas Hidup WHOQOL-BREF

Domain Aspek Keterangan

I Kesehatan Fisik

a. Aktifitas hidup sehari-hari

b. Ketergantungan terhadap obat dan bantuan medis

c. Energi dan kelelahan d. Mobilitas

e. Nyeri dan ketidaknyamanan f. Tidur dan istirahat

g. Kapasitas kerja

II Psikologis

a. Perasaan negatif b. Perasaan positif c. Harga diri

d. Spiritualitas/ agama/ kepercayaan e. Berpikir, belajar, memori dan

konsentrasi III Sosial a. Dukungan Sosial

b. Aktifitas seksual

IV Lingkungan

a. Kebebasan dan keamanan

b. Kesehatan dan kepedulian sosial: aksesibilitas dan kualitas


(49)

34

d. Kesempatan untuk memperoleh informasi dan keterampilan e. Kesempatan rekreasi

f. Lingkungan fisik (polusi/ bising/ macet/ iklim)

g. Transportasi

64 dari 66 pasien memenuhi kriteria inklusi untuk dianalisis kualitas hidupnya karena 2 pasien tidak mengisi kuesioner WHOQOL-BREF secara lengkap.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian Hasil DNS

Jenis Kelamin Usia

Laki-laki

Perempuan ≤50 tahun >50 tahun

N % N % N % N %

Neuropati 9 28,1 23 71,9 2 6,3 30 93,7 Non Neuropati 12 37,5 20 62,5 1 3,1 31 96,9 Total 21 32,8 43 67,2 3 4,7 61 95,3

Subjek penelitian ini berjumlah 64 pasien. 32 pasien memiliki komplikasi neuropati diabetik (melalui kuesioner DNS) dan 32 pasien lainnya tidak memiliki kompikasi neuropati diabetik. 67,2% subjek penelitian ini berjenis kelamin perempuan (43 pasien) dan 32,8% berjenis kelamin laki-laki (21 pasien). Ditinjau dari usia, 61 dari 64 pasien berusia lebih dari 50 tahun.. Sebenarnya, subjek penelitian ini berjumlah 66, namun 2 diantaranya tidak memenuhi kriteria inklusi karena tidak mengisi kuesioner WHOQOL-BREF secara lengkap. Akhirnya, hanya 64 subjek penelitian yang dapat diolah datanya.


(50)

3. Analisis Univariat

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas

Domain Hasil DNS Sig. Interpretasi I Neuropati Diabetik 0.381 Distribusi Normal

Non Neuropati Diabetik 0.075 Distribusi Normal II Neuropati Diabetik 0.058 Distribusi Normal Non Neuropati Diabetik 0.098 Distribusi Normal III Neuropati Diabetik 0.057 Distribusi Normal Non Neuropati Diabetik 0.377 Distribusi Normal IV Neuropati Diabetik 0.861 Distribusi Normal Non Neuropati Diabetik 0.318 Distribusi Normal

Peneliti menguji normalitas data dengan mengelompokkan berdasarkan domain kualitas hidup WHOQOL-BREF terlebih dahulu. Masing-masing domain terdiri dari kelompok data neuropati diabetik dan non neuropati diabetik. Seluruh kelompok data, mulai dari domain kualitas hidup I sampai IV, berdistribusi normal.

4. Analisis Bivariat

WHOQOL-BREF adalah kuesioner kualitas hidup yang terdiri dari 26 pertanyaan bernilai angka (data scale). Masing-masing pertanyaan bernilai 1-5. Semakin baik kualitas hidup semakin tinggi pula angka yang diperoleh. Peneliti ingin membandingkan perolehan jumlah angka kuesioner antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik. Oleh karena data berjenis scale dan terdiri dari dua kelompok independen, peneliti memilih uji Independent Sample-T untuk menganalisis perbedaan rerata dua kelompok independen tersebut pada masing-masing domain kualitas hidup. Peneliti membandingkan rerata setiap domain untuk mengetahui perbedaan tingkat kualitas hidup secara


(51)

36

spesifik. Sebelum menganalisis perbedaan rerata, peneliti terlebih dahulu menghitung rerata dua kelompok independen (neuropati diabetik dan non neuropati diabetik) pada masing-masing domain kualitas hidup.

Tabel 5. Rerata Hasil Kuesioner WHOQOL-BREF

Domain Hasil DNS Rerata

I Neuropati Diabetik 55.62 Non Neuropati Diabetik 64.97 II Neuropati Diabetik 56.62 Non Neuropati Diabetik 65.34 III Neuropati Diabetik 58.25 Non Neuropati Diabetik 64.88 IV Neuropati Diabetik 61.06 Non Neuropati Diabetik 73.94

Kita dapat menginterpretasikan bahwa rerata pada domain I-IV berbeda antara kelompok neuropati dan non neuropati. Namun, untuk mengetahui apakah perbedaan rerata itu berarti, peneliti menganalisis data menggunakan uji Independent Sample-T. Hasil uji terdapat pada tabel berikut.

Tabel 6. Hasil Uji Independent Sample-T

Domain Sig.(2-tailed) Interpretasi

I 0.000 H0 ditolak atau H1 diterima II 0.001 H0 ditolak atau H1 diterima III 0.088 H0 diterima atau H1 ditolak IV 0.000 H0 ditolak atau H1 diterima

H0: Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik.

H1: Terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik.


(52)

Hasil uji Independent Sample-T menunjukkan terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik yang signifikan (Sig. 2-tailed <0.05) pada domain I (Kesehatan Fisik), II (Psikologis) dan IV (Lingkungan). Signifikansi perbedaan rerata domain I adalah 0.000, domain II adalah 0,001, domain IV adalah 0,000. Hasil uji Independent Sample-T juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan kualitas hidup yang signifikan antara pasien neuropati diabetik dan pasien non neuropati diabetik (Sig. 2-tailed > 0.05) pada domain III (Sosial). Nilai signifikansi perbedaan rerata domain III adalah 0,088.

B. Pembahasan

Penelitian ini meneliti perbedaan kualitas hidup antara pasien DM tipe 2 dengan neuropati diabetik dan pasien DM tipe 2 tanpa neuropati diabetik. Penilaian kualitas hidup pada penelitian ini menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF karena kuesioner ini bersifat umum (dampak kondisi kesehatan terhadap kualitas hidup) dan mudah diolah. WHOQOL-BREF secara spesifik mengelompokkan kualitas hidup menjadi empat domain. Pengolahan data penelitian ini didasarkan pada masing-masing domain untuk diketahui secara spesifik aspek perbedaan kualitas hidup antara pasien DM tipe 2 dengan neuropati diabetik dan pasien DM tipe 2 tanpa neuropati diabetik.

Berdasarkan hasil analisis uji Independent Sample-T, terdapat perbedaan kualitas hidup yang signifikan antara pasien DM tipe 2 dengan neuropati diabetik dan pasien DM tipe 2 tanpa neuropati diabetik pada domain


(53)

38

kualitas hidup I, II dan IV. Domain kualitas hidup I terdiri dari aktifitas hidup sehari-hari, ketergantungan terhadap obat dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, dan kapasitas kerja. Domain kualitas hidup II terdiri dari perasaan negatif, perasaan positif, harga diri, spiritualitas/ agama/ kepercayaan, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi. Domain kualitas hidup IV terdiri dari kebebasan dan keamanan, kesehatan dan kepedulian sosial: aksesibilitas dan kualitas, lingkungan tempat tinggal, kesempatan untuk memperoleh informasi dan keterampilan, kesempatan rekreasi, lingkungan fisik (polusi/ bising/ macet/ iklim), dan transportasi.

Penelitian mengenai kualitas hidup pasien DM dengan komplikasi neuropati diabetik pernah dilakukan sebelumnya meski terdapat perbedaan variabel, instrumen dan karakteristik subjek penelitian. Secara umum hasil berbagai penelitan menunjukkan kualitas hidup pasien dengan neuropati diabetik lebih rendah/ buruk dibanding pasien tanpa neuropati diabetik.

Tahun 1998 pernah dilakukan sebuah penelitian kualitas hidup 79 pasien diabetes melitus tipe 1 dan 2 dengan 37 kontrol tanpa diabetes menggunakan Nottingham Health Profile (NHP). NHP terdiri dari enam domain yang menilai energi, tidur, nyeri, mobilitas fisik, reaksi emosional dan isolasi sosial. 41 dari 79 pasien diabetes melitus memiliki gejala neuropati diabetik. Pasien dengan neuropati memiliki nilai NHP 5/6 berarti kualitas hidup lebih buruk daripada pasien diabetes tanpa neuropati (p < 0.01) dan kontrol tanpa diabetes (p < 0.001) (Benbow et al., 1998).


(54)

Penelitian serupa dilakukan pada tahun 2000. Peneliti meneliti pasien polineuropati diabetik sangat nyeri/ painful diabetic polyneuropathy (PDPN) mengenai cara mereka mengatasi nyeri yang mereka rasakan. Nyeri akibat neuropati diabetik adalah suatu hal yang umum pada praktek klinis, namun masih sedikit informasi mengenai dampak nyeri tersebut terhadap kualitas hidup pasien. Subjek penelitian terdiri dari 105 pasien yang memiliki rerata tingkat nyeri 6/10. Sebagian besar mendeskripsikan rasa nyeri sebagai ‘terbakar’, ‘kesetrum’, ‘tajam’ dan ‘tumpul’, yang memburuk pada malam hari atau ketika pasien lelah atau stress. Rata-rata pasien melaporkan bahwa nyeri yang mereka rasakan mengganggu tidur dan kenikmatan hidup dalam tingkat ringan. Nyeri tersebut juga megganggu aktifitas rekreasi, kerja, mobilitas, aktifitas sehari-hari, aktifitas sosial dan suasana hati mereka dalam tingkat sedang. Penelitian ini menunjukkan bahwa nyeri akibat neuropati diabetik adalah kondisi medis yang memiliki dampak signifikan terhadap kualitas hidup pasien (Galer et al., 2000)

Tahun 2006 terdapat penelitian mengenai dampak neuropati diabetik terhadap kualitas hidup. Penelitian ini mengungkapkan bahwa neuropati diabetik yang sangat nyeri/ painful diabetic polyneuropathy (PDPN) terjadi bila neuropati semakin parah. Dampak negatif neuropati terhadap kualitas hidup dapat diperantarai oleh nyeri atau manifestasi lain dari neuropati atau keduanya. Pasien dengan neuropati yang bertambah parah biasanya memiliki komorbiditas yang bertambah. Penelitian ini menunjukkan bahwa nyeri dan neuropati memiliki efek negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup dan


(55)

40

dua variabel ini berdampak secara independen. Kesimpulan penelitian ini adalah pasien dengan nyeri neuropati diabetik memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibanding pasien dengan nyeri non neuropati (Davies et al., 2006).

Kembali kepada penelitian ini, hasil uji Independent Sample-T tidak menunjukan perbedaan kualitas hidup yang signifikan antara pasien DM tipe 2 dengan neuropati diabetik dan pasien DM tipe 2 tanpa neuropati diabetik pada Domain III. Domain III adalah domain sosial yang terdiri dari dukungan sosial dan aktifitas seksual.

Dukungan sosial adalah tindakan yang sifatnya membantu dengan melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan materi dan penilaian yang positif pada individu dalam menghadapi permasalahannya. Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi individu dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Dukungan tersebut berkaitan dengan pembentuk keseimbangan mental dan kepuasan psikologi (Ika, 2008).

Sebuah penelitian mengenai dukungan sosial kepada pasien DM pernah dilakukan di Cina pada tahun 2013. Penelitian tersebut mengungkap bahwa sumber dukungan sosial pasien yang paling utama adalah dokter yang merawat pasien. Komunikasi dokter-pasien yang baik, dukungan sosial dan keberhasilan efikasi diri menghasilkan perilaku rawat diri pasien diabetes (diabetes self-care); dan perilaku ini berefek langsung pada terkontrolnya glukosa darah. Komunikasi dokter-pasien yang baik dan dukungan sosial adalah dua hal yang sangat berkaitan erat dan sangat berpengaruh pada perilaku rawat diri pasien diabetes. Hal tersebut menunjukkan bahwa dokter


(56)

adalah sumber utama dukungan sosial pasien. Penelitian membuktikan bahwa lebih dari 40% subjek (pasien diabetes) menyatakan bahwa dokter adalah pemberi bantuan terbesar dalam pengelolaan diabetes yang mereka derita (Gao

et al., 2013).

Selain nilai aspek dukungan sosial, nilai aspek aktifitas seksual juga tidak berbeda pada kedua kelompok independen yang diteliti (neuropati dan non neuropati). Kemunduran fungsi seksual adalah salah satu komplikasi diabetes melitus yang mayor dan serius. Kelainan metabolisme ini tak hanya menurunkan fungsi seksual melalui kerusakan mikrovaskular dan saraf namun juga melalui aspek psikologis. Komplikasi primer pada pria antara lain, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi dan kehilangan libido. Wanita juga mengalami masalah seksual, seperti menurunnya libido dan nyeri saat berhubungan. Diabetolog seharusnya tak hanya fokus pada kontrol gula darah pasien, namun juga menanyakan komplain fungsi seksual mereka. Kemunduran fungsi seksual ini dapat memengaruhi kualitas hidup pasien secara signifikan. Urolog, ginekolog, endokrinolog dan psikiater harus bekerja sama untuk mengobati kemunduran fungsi seksual pasien akibat diabetes.

Perbedaan kualitas hidup yang tidak signifikan pada aspek dukungan sosial dan aktifitas seksual menunjukkan bahwa pasien dengan neuropati atau tanpa neuropati sama-sama mengalami keterbatasan dukungan sosial dan aktifitas seksual. Keterbatasan dukungan sosial dan aktifitas seksual dialami oleh pasien diabetes melitus secara umum dengan atau tanpa komplikasi neuropati diabetik.


(57)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan antara kualitas hidup pasien neuropati diabetik dengan kualitas hidup pasien non neuropati diabetik pada domain I (kesehatan fisik), II (psikologis) dan IV (lingkungan).

2. Tidak terdapat perbedaan antara kualitas hidup pasien neuropati diabetik dengan kualitas hidup pasien non neuropati diabetik pada domain III (sosial).

B. Saran

Saran kepada peneliti berikutnya adalah:

1. Peneliti berikutnya lebih baik menambah variasi usia subjek penelitian. 2. Peneliti berikutnya lebih baik menggunakan instrumen penelitian kualitas

hidup yang lebih spesifik untuk pasien diabetes mellitus.

3. Peneliti berikutnya lebih baik menambah faktor yang berpengaruh pada kualitas hidup yang lain seperti pendidikan, pekerjaan, status ekonomi dan status pernikahan.

4. Peneliti berikutnya dapat meneliti mengenai evaluasi dukungan sosial dokter kepada pasien DM.


(58)

43

Alleman, C. J. (2015). Humanistic and economic burden of painful diabetic peripheral neuropathy in Europe: A review of the literature. Diabetes Research and Clinical Practice, 215-225.

Angriyani, D. (2008). Kualitas Hidup pada Orang dengan Penyakit Lupus Erythematotus (Odapus). Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Tidak Dipublikasikan.

An-Nawawi, I. (2001). Terjemah Hadits Arba'in An-Nawawiyah. Jakarta: Al-I'tishom.

Anonim. (t.thn). Bab II Tinjauan Pustaka. Dipetik November 4, 2016, dari Diponegoro University Institutional Repository: http://eprints.undip.ac.id/29188/3/Bab_2.pdf

Asad, A., Hameed, M. A., & Khan, U. A. (2010). Reliability of the neurological scores for assessment of sensorimotor neuropathy in type 2 diabetics. Journal of Pakistan Medical Association, 166-170.

Benbow, Wallymahmed, & MacFarlane. (1998). Diabetic peripheral neuropathy and quality of life. QJM, 733-737.

Bouhassira, D. (2008). Prevalence of chronic pain with neuropathic characteristics in the general population. Pain, 380-387.

Boulton. (2005). Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. Clinical Diabetes, 9-15.

Boyd, A., Casselini, C., Vinik, E., & Vinik, A. (2011). Quality of Life and Objective Measures of Diabetic Neuropathy in a Prospective Placebo-Controlled Trial of Ruboxistaurin and Topiramate. Journal of Diabetes Science and Technology, 714-722.

Bulan, S. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Anak Thalassemia Beta Mayor. Tesis Program Pascasarajana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro. Tidak Dipublikasikan.

Consensus Statement. (1988). Report and Recommendations of The San Antonio Conference on Diabetic Neuropathy. Diabetes, 1000-1004.


(59)

44

Davies, M., Brophy, S., & Williams, R. (2006). The Prevalence, Severity, and Impact of Painful Diabetic Peripheral Neuropathy in Type 2 Diabetes. American Diabetes Association Diabetes Care, 1518-1522.

Departemen Agama RI (2007). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Darus Sunnah.

Dyck, & Windebank. (2002). Diabetic and nondiabetic lumbosacral radiculoplexus neuropathies: new insights into pathophysiology and treatment. Muscle Nerve, 477-491.

Galer, B. S., Gianas, A., & Jensen, M. P. (2000). Painful diabetic polyneuropathy: epidemiology, pain description, and quality of life. Diabetes Research and Clinical Practice, 123-128.

Gao, J., Wang, J., & Zheng, P. (2013). Effects of self-care, self-efficacy, social support on glycemic control in adults with type 2 diabetes. BMC Family Practice.

Goh, S., Rusli, B., & Khalid, B. (2015). Development and validation of the Asian Diabetes Quality of Life (AsianDQOL) Questionnaire. Diabetes

Research and Clinical Practice, 489-498.

Harvard Medical School. (2016). Diabetic Neuropathy (Nerve Damage) - An Update. Joslin Diabetes Center. Diakses 29 Maret 2016, dari http://joslin.org/info/diabetic_neuorpathy_nerve_damage_an_update.htm l

Kaku, M., Vinik, A., & Simpson, D. M. (2015). Pathways in the Diagnosis and Management of Diabetic Polyneuropathy. Springer Open Choice Current Diabetes Reports.

Karangora, M.L.B. (2012). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup pada Lesbian di Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol. 8, No. 1.

Kawano, T. (2014). A Current Overview of Diabetic Neuropathy – Mechanisms, Symptoms, Diagnosis, and Treatment. InTech.

Kizilay, F., Gali, H. E., & Serefoglu, E. C. (2016). Diabetes and Sexuality . Sexual Medicine Reviews.

Lefaucheur, J., & Creange, A. (2004). Neurophysiological testing correlates with clinical examination according to fibre type involvement and severity in sensory neuropathy. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry, 417–422.


(60)

National Diabetes Information Clearinghouse. (2013, November 26). Diabetic neuropathies: the nerve damage of diabetes. Dipetik November 4, 2016, dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease: http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

PERKENI. (2010). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Penerbit PERKENI.

Prasetyo, M. (2011). Pengaruh Penambahan Alpha Lipoic Acid terhadap Perbaikan Klinis Penderita Polineuropati Diabetika. Dipetik November 2,

2016, dari Tesis Universitas Diponegoro:

http://eprints.undip.ac.id/30687/6/Bab_5.pdf

Quan, D. (2015, 31 Juli). Diabetic Neuropathy. Medscape Drugs and Diseases.

Diakses 29 Maret 2016, dari

http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#a4

Rachmawati, S. (2013) Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS yang Mengikuti Terapi Antiretrovial. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, 48-62.

Rapley, M. (2003). Quality of Life Research A Critical Introduction. London: SAGE Publications, Inc.

Said, G. (2007). Diabetic neuropathy—a review. Nature Clinical Practice Neurology, 331-340.

Sarason, B. R. (1990). Traditional views of social support and their impact on assessment. InB. R. Sarason, IG Sarason, & GR Pierce (Eds.), Social support: An interactional view (pp. 9-25).

Silitonga, R. (2007). Faktor-faktor yang Behubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS Dr Kariadi. Tesis Program Pascasarajana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro. Tidak \Dipublikasikan.

Sjahrir, H. (2006). Diabetic Neuropathy: The Pathoneurobiology & Treatment. Medan: USU Press.

Subekti, I. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Subekti, Imam. 2009. Neuropati Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(61)

46

Vinik, E. (2008). German-Translated Norfolk Quality of Life (QOL-DN) Identifies the Same Factors as the English Version of the Tool and Discriminates Different Levels of Neuropathy Severity. Journal of Diabetes Science and Technology, 1075-1086.

Webster, J, Nicholas, C, Velacott, C, Cridland, N, Fawcett, L. (2010). Validation of the WHOQOL-BREF among women following childbirth. Aust N Z J Obstet Gynaecol, 132-137.

Widyastuti Ika T. 2008. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kecemasan Penderita Diabetes Melitus.Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:Fakultas Psikologi UGM


(62)

PASIEN NEUROPATI DIABETIK

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama pasien :

Nama anggota keluarga :

Telah dijelaskan tentang tahap dari penelitian yang berjudul “Kualitas Hidup Pasien Neuropati Diabetik”, dan diyakinkan bahwa tidak ada data pribadi yang akan dikeluarkan selain untuk penelitian ini. Saya menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY bernama Salma Karimah.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hidup pasien neuropati diabetik.

Yogyakarta,... .

Mengetahui,

Pasien Anggota Keluarga Peneliti


(63)

Lampiran 2

LEMBAR PEMERIKSAAN SKOR DNS

(DIABETIC NEUROPATHY SYMPTOM)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tanggal :

Usia : No. Penelitian :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Kadar Trigliserid :

No. Pertanyaan DNS (Diabetic Neuropathy Symptom) Tidak Ya Skor

1 Apakah anda merasa tidak stabil dalam berjalan

( unsteadiness in walking )?

2 Apakah anda merasa terbakar, kesemutan, nyeri ditungkai atau kaki?

3 Apakah anda merasa seperti ditusuk-tusuk di tungkai atau kaki?

4 Apakah anda merasa hilang rasa atau kurang berasa pada kaki atau tungkai?


(64)

hidup, kesehatan dan hal- hal lain dalam hidup anda. Saya akan membacakan setiap pertanyaan kepada anda, bersamaan dengan pilihan jawaban. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai. Jika anda tidak yakin tentang jawaban yang akan anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan, pikiran pertama yang muncul pada benak anda seringkali merupakan jawaban yang terbaik.

Camkanlah dalam pikiran anda segala standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian anda. Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada empat minggu terakhir.

Sangat buruk Buruk Biasa-biasa saja Baik Sangat baik 1. Bagaimana menurut anda kualitas

hidup anda? 1 2 3 4 5

Sangat tdk memuaskan

Tdk

memuaskan Biasa-biasa saja

Memuas- kan

Sangat memuas-

kan 2. Seberapa puas anda terhadap kesehatan

anda? 1 2 3 4 5

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini dalam empat minggu terakhir.

Tdk sama sekali Sedikit Dlm jumlah sedang Sangat sering Dlm jumlah berlebihan 3. Seberapa jauh rasa sakit fisik anda

mencegah anda dalam beraktivitas sesuai kebutuhan anda?

5 4 3 2 1

4. Seberapa sering anda membutuhkan terapi medis untuk dpt berfungsi dlm kehidupan sehari-hari anda?

5 4 3 2 1

5. Seberapa jauh anda menikmati hidup anda? 1 2 3 4 5 6. Seberapa jauh anda merasa hidup anda

berarti? 1 2 3 4 5

7. Seberapa jauh anda mampu berkonsentrasi? 1 2 3 4 5 8. Secara umum, seberapa aman anda rasakan


(65)

9. Seberapa sehat lingkungan dimana anda

tinggal (berkaitan dgn sarana dan prasarana) 1 2 3 4 5

Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini dalam 4 minggu terakhir?

Tdk sama

Sekali Sedikit Sedang Seringkali

Sepenuhnya dialami 10. Apakah anda memiliki vitalitas yg

cukup untuk beraktivitas sehari2? 1 2 3 4 5

11. Apakah anda dapat menerima

penampilan tubuh anda? 1 2 3 4 5

12. Apakah anda memiliki cukup uang

utk memenuhi kebutuhan anda? 1 2 3 4 5

13. Seberapa jauh ketersediaan informasi bagi kehidupan anda dari

hari ke hari? 1 2 3 4 5

14. Seberapa sering anda memiliki kesempatan untuk bersenang-

senang /rekreasi? 1 2 3 4 5

Sangat buruk Buruk Biasa-biasasaja Baik Sangat baik 15. Seberapa baik kemampuan anda

dalam bergaul? 1 2 3 4 5

Sangat tdk memuaskan Tdk memuaskan Biasa-biasa saja Memuaskan Sangat memuaskan 16. Seberapa puaskah anda dg tidur

anda? 1 2 3 4 5

17. Seberapa puaskah anda dg kemampuan anda untuk

menampilkan aktivitas kehidupan anda sehari-hari?

1 2 3 4 5

18. Seberapa puaskah anda dengan

kemampuan anda untuk bekerja? 1 2 3 4 5

19. Seberapa puaskah anda terhadap

diri anda? 1 2 3 4 5

20. Seberapa puaskah anda dengan

hubungan personal / sosial anda? 1 2 3 4 5

21. Seberapa puaskah anda dengan

kehidupan seksual anda? 1 2 3 4 5

22. Seberapa puaskah anda dengan dukungan yg anda peroleh dr

teman anda? 1 2 3 4 5

23. Seberapa puaskah anda dengan kondisi tempat anda tinggal saat


(66)

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal berikut dalam empat minggu terakhir.

Tdk pernah Jarang Cukup sering Sangat sering Selalu 26. Seberapa sering anda memiliki

perasaan negatif seperti ‘feeling blue’ (kesepian), putus asa, cemas dan depresi?

5 4 3 2 1

Komentar pewawancara tentang penilaian ini?

[Tabel berikut ini harus dilengkapi setelah wawancara selesai]

Equations for computing domain scores Raw score

Transformed scores* 4-20 0-100 27. Domain 1 (6-Q3) + (6-Q4) + Q10 + Q15 + Q16 + Q17 + Q18

† + † + † + † + † + † + † a. = b: c:

28. Domain 2 Q5 + Q6 + Q7 + Q11 + Q19 + (6-Q26)

†+ †+ †+ † + † + † a. = b: c:

29. Domain 3 Q20 + Q21 + Q22

† + † + † a. = b: c:

30. Domain 4 Q8 + Q9 + Q12 + Q13 + Q14 + Q23 + Q24 + Q25


(67)

Lampiran 4

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper WHOQOL-BREF Domain I Equal variances assumed

.250 .619

-4.054 62 .000 -9.344 2.305 -13.950 -4.737

Equal variances not assumed

-4.054 61.135 .000 -9.344 2.305 -13.952 -4.736

WHOQOL-BREF Domain II Equal variances assumed

.236 .629

-3.444 62 .001 -8.719 2.531 -13.779 -3.659

Equal variances not assumed


(68)

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper WHOQOL-BREF Domain III Equal variances assumed

3.427 .069

-1.732 62 .088 -6.625 3.824 -14.270 1.020

Equal variances not assumed

-1.732 56.600 .089 -6.625 3.824 -14.285 1.035

WHOQOL-BREF Domain IV Equal variances assumed

5.706 .020

-4.437 62 .000 -12.875 2.902 -18.676 -7.074

Equal variances not assumed


(1)

lebih dari 40% subjek (pasien diabetes) menyatakan bahwa dokter adalah pemberi bantuan terbesar dalam mengelola diabetes yang mereka derita.

Kemunduran fungsi seksual adalah salah satu komplikasi diabetes melitus yang mayor dan serius. Kelainan metabolisme ini tak hanya menurunkan fungsi seksual melalui kerusakan mikrovaskular dan saraf namun juga melalui aspek psikologis. Komplikasi primer pada pria antara lain, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi dan kehilangan libido. Wanita juga mengalami masalah seksual, seperti menurunnya libido dan nyeri saat berhubungan. Diabetolog seharusnya tak hanya fokus pada kontrol gula darah pasien, namun juga menanyakan komplain fungsi seksual mereka.

Kemunduran fungsi seksual ini dapat memengaruhi kualitas hidup pasien secara signifikan. Urolog, ginekolog, endokrinolog dan psikiater harus bekerja sama untuk mengobati kemunduran fungsi seksual pasien akibat diabetes.

E. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan antara kualitas hidup pasien neuropati diabetik dengan kualitas hidup pasien non neuropati diabetik pada domain I (kesehatan fisik), II (aspek psikologis dan peneriman diri), dan IV (lingkungan dan sumber finansial).

2. Tidak terdapat perbedaan antara kualitas hidup pasien neuropati diabetik dengan kualitas hidup pasien non neuropati diabetik pada domain III (hubungan personal dan sosial).


(2)

F. Saran

Saran kepada peneliti berikutnya adalah:

1. Peneliti berikutnya lebih baik menambah variasi usia subjek penelitian. 2. Peneliti berikutnya lebih baik menggunakan instrumen penelitian kualitas

hidup yang lebih spesifik untuk pasien diabetes mellitus.

3. Peneliti berikutnya lebih baik menambah faktor kualitas hidup lain; pendidikan, pekerjaan, status ekonomi dan status pernikahan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Albani, M. N. (1997). Shahih Sunan Tirmidzi Seleksi Hadits Shahih dari Kitab Sunan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azzam.

Alleman, C. J. (2015). Humanistic and economic burden of painful diabetic peripheral neuropathy in Europe: A review of the literature. Diabetes Research and Clinical Practice, 215-225.

Angriyani, D. (2008). Kualitas Hidup pada Orang dengan Penyakit Lupus Erythematotus (Odapus). Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Tidak Dipublikasikan.

An-Nawawi, I. (2001). Terjemah Hadits Arba'in An-Nawawiyah. Jakarta: Al-I'tishom.

Anonim. (t.thn.). Bab II Tinjauan Pustaka. Dipetik November 4, 2016, dari Diponegoro University Institutional Repository: http://eprints.undip.ac.id/29188/3/Bab_2.pdf

Asad, A., Hameed, M. A., & Khan, U. A. (2010). Reliability of the neurological scores for assessment of sensorimotor neuropathy in type 2 diabetics. Journal of Pakistan Medical Association, 166-170.

Benbow, Wallymahmed, & MacFarlane. (1998). Diabetic peripheral neuropathy and quality of life. QJM, 733-737.

Bouhassira, D. (2008). Prevalence of chronic pain with neuropathic characteristics in the general population. Pain, 380-387.

Boulton. (2005). Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. Clinical Diabetes, 9-15.

Boyd, A., Casselini, C., Vinik, E., & Vinik, A. (2011). Quality of Life and Objective Measures of Diabetic Neuropathy in a Prospective Placebo-Controlled Trial of Ruboxistaurin and Topiramate. Journal of Diabetes Science and Technology, 714-722.

Bulan, S. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Anak Thalassemia Beta Mayor. Tesis Program Pascasarajana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro. Tidak Dipublikasikan.

National Diabetes Information Clearinghouse. (2013, November 26). Diabetic neuropathies: the nerve damage of diabetes. Dipetik November 4, 2016, dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease: http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/


(4)

Davies, M., Brophy, S., & Williams, R. (2006). The Prevalence, Severity, and Impact of Painful Diabetic Peripheral Neuropathy in Type 2 Diabetes. American Diabetes Association Diabetes Care, 1518-1522.

Departemen Agama RI (2007). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Darus Sunnah.

Dyck, & Windebank. (2002). Diabetic and nondiabetic lumbosacral radiculoplexus neuropathies: new insights into pathophysiology and treatment. Muscle Nerve, 477-491.

Galer, B. S., Gianas, A., & Jensen, M. P. (2000). Painful diabetic polyneuropathy: epidemiology, pain description, and quality of life. Diabetes Research and Clinical Practice, 123-128.

Gao, J., Wang, J., & Zheng, P. (2013). Effects of self-care, self-efficacy, social support on glycemic control in adults with type 2 diabetes. BMC Family Practice. Goh, S., Rusli, B., & Khalid, B. (2015). Development and validation of the Asian Diabetes Quality of Life (AsianDQOL) Questionnaire. Diabetes Research and Clinical Practice, 489-498.

Harvard Medical School. (2016). Diabetic Neuropathy (Nerve Damage) - An Update. Joslin Diabetes Center. Diakses 29 Maret 2016, dari http://joslin.org/info/diabetic_neuorpathy_nerve_damage_an_update.html

Kaku, M., Vinik, A., & Simpson, D. M. (2015). Pathways in the Diagnosis and Management of Diabetic Polyneuropathy. Springer Open Choice Current Diabetes Reports.

Karangora, M.L.B. (2012). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kualitas Hidup pada Lesbian di Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol. 8, No. 1.

Kawano, T. (2014). A Current Overview of Diabetic Neuropathy – Mechanisms, Symptoms, Diagnosis, and Treatment. InTech.

Kizilay, F., Gali, H. E., & Serefoglu, E. C. (2016). Diabetes and Sexuality . Sexual Medicine Reviews.

Lefaucheur, J., & Creange, A. (2004). Neurophysiological testing correlates with clinical examination according to fibre type involvement and severity in sensory neuropathy. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry, 417–422.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.


(5)

PERKENI. (2010). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Penerbit PERKENI.

Prasetyo, M. (2011). Pengaruh Penambahan Alpha Lipoic Acid terhadap Perbaikan Klinis Penderita Polineuropati Diabetika. Dipetik November 2, 2016, dari Tesis Universitas Diponegoro: http://eprints.undip.ac.id/30687/6/Bab_5.pdf Quan, D. (2015, 31 Juli). Diabetic Neuropathy. Medscape Drugs and Diseases. Diakses 29 Maret 2016, dari http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#a4

Rachmawati, S. (2013) Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS yang Mengikuti Terapi Antiretrovial. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, 48-62.

Rapley, M. (2003). Quality of Life Research A Critical Introduction. London: SAGE Publications, Inc.

Said, G. (2007). Diabetic neuropathy—a review. Nature Clinical Practice Neurology, 331-340.

Sarason, B. R. (1990). Traditional views of social support and their impact on assessment. InB. R. Sarason, IG Sarason, & GR Pierce (Eds.), Social support: An interactional view (pp. 9-25).

Silitonga, R. (2007). Faktor-faktor yang Behubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS Dr Kariadi. Tesis Program Pascasarajana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro. Tidak \Dipublikasikan.

Sjahrir, H. (2006). Diabetic Neuropathy: The Pathoneurobiology & Treatment. Medan: USU Press.

Consensus Statement. (1988). Report and Recommendations of The San Antonio Conference on Diabetic Neuropathy. Diabetes, 1000-1004.

Subekti, I. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Subekti, Imam. 2009. Neuropati Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Vinik, E. (2008). German-Translated Norfolk Quality of Life (QOL-DN) Identifies the Same Factors as the English Version of the Tool and Discriminates Different Levels of Neuropathy Severity. Journal of Diabetes Science and Technology, 1075-1086.


(6)

Webster, J, Nicholas, C, Velacott, C, Cridland, N, Fawcett, L. (2010). Validation of the WHOQOL-BREF among women following childbirth. Aust N Z J Obstet Gynaecol, 132-137.