Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT.Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

(1)

KARAKTERISASI PENYAKIT DAUN PADA

PEMBIBITAN ENAM KLON HIBRID TURUNAN

Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita

DI PT.TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN

TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

ESTHY AKNESYA SIMORANGKIR 091201056 / BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

KARAKTERISASI PENYAKIT DAUN PADA

PEMBIBITAN ENAM KLON HIBRID TURUNAN

Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita

DI PT.TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN

TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

ESTHY AKNESYA SIMORANGKIR 091201056 / BUDIDAYA HUTAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014 


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT.Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

Nama : Esthy Aknesya Simorangkir NIM : 091201056

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Nelly Anna S.Hut.,M.Si Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan  


(4)

ABSTRAK

ESTHY AKNESYA SIMORANGKIR. Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Dibawah Bimbingan NELLY ANNA S.Hut.,M.Si dan Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS.

Gejala penyakit yang dominan menyerang klon hibrid turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di lokasi persemaian ditemukan pada daun. Karakterisasi penyakit daun perlu dilakukan yang bertujuan untuk mengkarakterisasi gejala penyakit daun,tingkat intensitas dan luas serangan, dan mengidentifikasi penyebab penyakit daun. Pengamatan gejala penyakit daun dilakukan secara visual pada 6 klon, juga dilakukan perhitungan tingkat intensitas dan luas serangan penyakit Pengamatan penyebab penyakit dilakukan secara makroskopis meliputi diameter, warna, dan bentuk koloni, dan mikroskopis meliputi konidiospora, bentuk, ukuran konidia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 jenis gejala penyakit daun, intensitas serangan penyakit menunjukkan 5 klon imun, dan 1 klon resisten. Luas serangan penyakit paling besar berupa gejala serangan bercak kemerah-merahan sebesar 29.8 % yang diinfeksi oleh Phaeophleospora sp., dan fungi patogen lain yang ditemukan menyerang klon hibrid turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita adalah Pestalotia sp., Fusarium sp., Cylindrocladium sp., dan Aspergillus sp.


(5)

ABSTRACK

ESTHY AKNESYA SIMORANGKIR. Characterization of Leaf Disease on Six Hybrid Derivatives Seedling Clones of Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Toba Samosir, North Sumatra. Under Guidance NELLY ANNA S.Hut., M.Si and Dr.. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS.

Symptoms of the disease that attacks the dominant hybrid derivative clone of Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita at nursery locations found in the leaves . Characterization of leaf diseases need to do that aims to characterize the leaf symptoms , the level of intensity and widespread attack , and identify the causes of leaf disease. Observation of leaf symptoms done visually on 6 clones , also conducted extensive computation intensity levels and cause disease Observations conducted macroscopic disease include diameter , color , and form colonies , and microscopic includes konidiospora , shape , size of conidia . The results showed that there are 7 types of leaf symptoms , the intensity of the disease showed immune clone 5 , and 1 clones resistant . Most widespread form of disease symptoms from reddish patches of 29.8 % infected by Phaeophleospora sp . , And other pathogenic fungi found attacking hybrid derivative clones of Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita is Pestalotia sp . , Fusarium sp . , Cylindrocladium sp . , and Aspergillus sp .

Keywords : Clones, Eucalyptus, Symptomps, Fungi, Pathogen                                              


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACK ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR……… x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Eucalyptus sp ... 4

Syarat Tumbuh Eucalyptus sp ... 4

Penyebaran dan morfologi Eucalyptus sp ... 5

Penyakit Tanaman Hutan ... 6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ... 7

Gejala Serangan Penyakit ... 11

Penyakit pada Eucalyptus sp ... 13

Identifikasi Penyakit Tanaman ... 14

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Prosedur Penelitian ... 17

KONDISI UMUM PENELITIAN Sejarah Singkat PT.Toba Pulp Lestari ... 22

Letak Geografis PT. Toba Pulp Lestari... 23

Topografi dan Ketinggian Tempat ... 24

Iklim ... 24


(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 27

Gejala Serangan Penyakit pada Eukaliptus ... 28

Hasil Isolasi dan Identifikasi ... 34

Deskripsi Fungi Hasil Isolasi ... 35

Perhitungan Persentase Luas Serangan dan Tingkat Intensitas Serangan ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48

Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN                                                                  


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Penilaian Tingkat Intensitas Serangan Penyakit dan Reaksi

Tanaman Berdasarkan Intensitas Serangan………. 19 2. Gejala Serangan pada daun klon hibrid turunan E. grandis x E.

pellita………... 28


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Lokasi Persemaian Bibit Tanaman Eukaliptus………... . 16 2. Gejala serangan yang paling banyak ditemukan berupa

bercak kemerah-merahan………. 29 3. Gejala serangan yang paling banyak ditemukan berupa

bercak kehitaman pada daun tua (A) dan daun muda (B)…….... 30 4. Gejala serangan berupa bercak kehitaman………... 30 5. Gejala serangan berupa daun yang melepuh……… 31 6. Gejala serangan berupa bercak putih kemerah-merahan………. 31 7. Gejala serangan berupa selaput kehitaman dan bercak

kemerahan………..………. 32 8. Gejala serangan berupa kerut daun dan selaput kehitama …….. 32 9. Biakan fungi klon 45 pada media PDA (A) & (B),

Phaeophleospora sp. (C), konidia bersepta (a)………. 37 10.Biakan fungi klon 68 pada media PDA (A),

Phaeophleospora sp. (B), konidia bersepta (a)………. 37 11.Biakan fungi klon 46 pada media PDA (A),

Cylindrocladium sp. (B), klamidospora (a)……….. 39 12.Biakan fungi klon 33 pada media PDA (A),

Fusarium sp. (B), klamidospora (a)………. 41 13.Biakan fungi klon 32 pada media PDA (A),

Fusarium sp. (B), konidiospora (a)……….. 42 14.Biakan fungi klon 67 pada media PDA (A),


(10)

DAFTAR GRAFIK

Halaman 1. Grafik persentase luas serangan pada klon

Eukaliptus di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL

Porsea……….. 44 2. Grafik persentase tingkat intensitas serangan pada klon

Eukaliptus di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL

Porsea……….. 45 3. Grafik persentase reaksi tanaman klon Eukaliptus

di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL Porsea………. 46

                                                     


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat dan rahmat-Nya skripsi ini dapat selesai dikerjakan. Skripsi ini diberi judul ” Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Daun Bibit Tanaman Eucalyptus Spp. di PT.Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara”

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda W. Simorangkir dan Ibunda Bie Jan beserta adik-adikku Shelyn Olivia Simorangkir dan Steven Orlando Simorangkir atas segala doa, pengorbanan, semangat serta motivasinya.

2. Ketua Departemen Kehutanan, Dosen beserta staf atas segala bantuan studinya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Ibu Nelly Anna S.Hut.,M.Si dan Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar,MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan kritik serta saran dalam pelaksanaan penelitian hingga penyempurnaan skripsi ini.

4. PT. Toba Pulp Lestari Tbk yang memberikan kesempatan dalam melaksanakan penelitian serta banyak memberikan bimbingan di lapangan pada saat penelitian dilaksanakan.

5. Sahabat dan rekan-rekan Mahasiswa Kehutanan stambuk 2009, Budidaya Hutan 2009,Maria,Monnica,Tabita,Rena,Rionaldo,Donny,Benyamin,Novriyanti,Elvira,R ajesh,Yossica dan semua namanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang


(12)

banyak membantu dalam penelitian ini dan atas kekompakan dan semangat yang diberikan.

6. Partner penelitianku, Fitriani yang sama-sama merasakan suka duka selama penelitian dan pengerjaan skripsi.

Akhirnya penulis menyadari skrispsi ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu penulis senantiasa membuka diri untuk menerima saran dan kritik untuk perbaikan demi kesempurnaan skripsi ini, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Medan, April 2014

Esthy Aknesya Simorangkir  

                                         


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Esthy Aknesya Simorangkir, dilahirkan di Rumbai (Pekanbaru) pada tanggal 12 Juni 1991 dari orangtua W. Simorangkir dan Ibu Bie Jan. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari Sekolah Dasar Swasta Santo Yosef Duri dan pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada sekolah yang sama. Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Cendana Duri. Tahun 2009 penulis lulus dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera (USU) pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian.

Selama menjalani kuliah di Program Studi Kehutanan penulis pernah aktif di berbagai organisasi diantaranya, anggota UKM KMK (Kegiatan Mahasiswa Kristen) USU pada tahun 2009-2012, anggota HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva) Departemen Kehutanan pada tahun 2010-2014 dan pada tahun ini (2014) penulis menjadi Asisten Dasar Perlindungan Hutan. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P2EH) Hutan Pendidikan USU, Tongkoh, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kab.Karo pada bulan Juni 2011, dan melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani KPH Garut Unit III, Jawa Barat pada bulan Februari-Maret 2013.

             


(14)

ABSTRAK

ESTHY AKNESYA SIMORANGKIR. Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Dibawah Bimbingan NELLY ANNA S.Hut.,M.Si dan Dr. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS.

Gejala penyakit yang dominan menyerang klon hibrid turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di lokasi persemaian ditemukan pada daun. Karakterisasi penyakit daun perlu dilakukan yang bertujuan untuk mengkarakterisasi gejala penyakit daun,tingkat intensitas dan luas serangan, dan mengidentifikasi penyebab penyakit daun. Pengamatan gejala penyakit daun dilakukan secara visual pada 6 klon, juga dilakukan perhitungan tingkat intensitas dan luas serangan penyakit Pengamatan penyebab penyakit dilakukan secara makroskopis meliputi diameter, warna, dan bentuk koloni, dan mikroskopis meliputi konidiospora, bentuk, ukuran konidia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 jenis gejala penyakit daun, intensitas serangan penyakit menunjukkan 5 klon imun, dan 1 klon resisten. Luas serangan penyakit paling besar berupa gejala serangan bercak kemerah-merahan sebesar 29.8 % yang diinfeksi oleh Phaeophleospora sp., dan fungi patogen lain yang ditemukan menyerang klon hibrid turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita adalah Pestalotia sp., Fusarium sp., Cylindrocladium sp., dan Aspergillus sp.


(15)

ABSTRACK

ESTHY AKNESYA SIMORANGKIR. Characterization of Leaf Disease on Six Hybrid Derivatives Seedling Clones of Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Toba Samosir, North Sumatra. Under Guidance NELLY ANNA S.Hut., M.Si and Dr.. Ir. EDY BATARA MULYA SIREGAR, MS.

Symptoms of the disease that attacks the dominant hybrid derivative clone of Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita at nursery locations found in the leaves . Characterization of leaf diseases need to do that aims to characterize the leaf symptoms , the level of intensity and widespread attack , and identify the causes of leaf disease. Observation of leaf symptoms done visually on 6 clones , also conducted extensive computation intensity levels and cause disease Observations conducted macroscopic disease include diameter , color , and form colonies , and microscopic includes konidiospora , shape , size of conidia . The results showed that there are 7 types of leaf symptoms , the intensity of the disease showed immune clone 5 , and 1 clones resistant . Most widespread form of disease symptoms from reddish patches of 29.8 % infected by Phaeophleospora sp . , And other pathogenic fungi found attacking hybrid derivative clones of Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita is Pestalotia sp . , Fusarium sp . , Cylindrocladium sp . , and Aspergillus sp .

Keywords : Clones, Eucalyptus, Symptomps, Fungi, Pathogen                                              


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

PT. Toba Pulp Lestari Tbk. merupakan perusahaan HTI di Indonesia yang memproduksi pulp atau bubur kertas yang menggunakan kayu Eucalyptus sp. sebagai bahan bakunya. Sebagai produsen pulp terbesar, PT. Toba Pulp Lestari Tbk. harus mempunyai ketersediaan bahan baku kayu yang cukup untuk kelancaran produksinya. Untuk itu penanganan kayu yang baik pada saat di areal pembibitan sangat perlu diperhatikan.

Hutan tanaman berfokus pada pengembangan jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dan berdaur hidup pendek sebagai tanaman pokoknya. Tanaman eukaliptus merupakan salah satu tanaman yang pertumbuhannya cepat (fast growing species). Eukaliptus merupakan salah satu jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pulp atau bubur kertas (Widarto, 1996).

Tanaman Eukaliptus berasal dari Australia dengan kondisi habitatnya tandus. Menurut Old, et al. (2003), tanaman Eukaliptus mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, bahkan di tapak yang kritis tanaman dapat tumbuh. Tanaman Eukaliptus dengan mudah berkembangbiak secara vegetatif serta kualitas produksi tanaman tinggi. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai kayu gergajian, konstruksi, finir, plywood, furniture, bahan pembuatan pulp dan kertas. Pembangunan penanaman tanaman Eukaliptus tersebar luas di banyak negara khususnya di kawasan Asia Tenggara. Tanaman Eucalyptus sp. (Myrtaceae) telah banyak ditanam di beberapa negara tropis, pada lahan yang luas. Spesies-spesies lain yang telah dicoba penanaman dalam skala kecil, seperti E. Camadulensis, E. Grandis, E. Pellita, E.


(17)

Tereticornis, dan E. Torreliana. Penanaman Eukaliptus paling banyak dilakukan di Sumatera ( Aceh, Sumatera Utara, Jambi) dan Kalimantan (Nair,2000).

Ditinjau dari segi kualitas hidup eukaliptus mempunyai banyak gangguan penyakit. Menurut Rahayu (1999) penyakit pohon Eucalyptus urophylla berupa bercak daun (leaf spot disease) disebabkan kelas Deutromycetes, Macrophonasp., Curvulariasp., Pestalotia sp., Gleosporium sp., Helmintosporium sp. Bercak daun umum terjadi di persemaian atau tanaman di lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian Silalahi (2008) yang telah dilakukan sebelumnya di lokasi pembibitan Toba Pulp Lestari Porsea, diperoleh fungi patogen penyakit tanaman dengan mengamati ciri makroskopik dan mikroskopiknya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima spesies fungi yaitu Cylindrocladium reteaudii, Mycosphaerella sp.,Cryptosporiopsis sp. dan ada dua spesies dari Phaeophleospora sp. Berdasarkan pengamatan gejala penyakit tanaman pada pembibitan ditemukan tiga jenis gejala yaitu hawar daun, black mildow, dan bercak daun.

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk melakukan penanaman menggunakan bibit kloning yang dimulai pada tahun 2003. Teknik pemuliaan tanaman dengan bibit kloning dilakukan untuk menghasilkan bibit-bibit klon hibrid yang mempunyai keunggulan lebih daripada indukannya. Salah satu hasil teknik kloning yang ada di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea saat ini adalah klon hibrid turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita. Pada klon hibrid turunan ini masih terdapat banyak gejala penyakit yang terlihat. Untuk mengatasi hal ini maka harus dilakukan pencegahan berupa pengamatan karakterisasi penyakit yang menyerang daun. Pengamatan ini bermanfaaat untuk memberikan informasi tentang


(18)

bagaimana kualitas tanaman dalam melawan wabah serangan yang terjadi, dan pencegahan awal dalam memerangi penyakit.

Tujuan Penelitian

1. Mengkarakterisasi gejala penyakit daun pada 6 (enam) klon hibrid turunan E. grandis x E. pellita yang ada di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

2. Mengukur tingkat intensitas serangan serta luasan serangan penyakit daun pada 6 (enam) klon hibrid turunan E. grandis x E. pellita yang ada di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

3. Mengidentifikasi penyebab penyakit daun dari masing-masing gejala penyakit yang ditemukan pada 6 (enam) klon hibrid turunan E. grandis x E. pellita yang ada di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi atau masukan bagi PT. Toba Pulp Lestari tentang penyebab penyakit daun pada bibit tanaman Eucalyptus sp. di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

2. Sebagai informasi bagi perusahaan-perusahaan HTI yang akan mengusahakan Eucalyptus sp.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Eucalyptus sp.

Tanaman Eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eukaliptus dengan spesies Eucalyptus sp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain Eucalyptus alba (ampupu), Eucalyptus deglupta, Eucalyptus grandis, Eucalyptus plathyhylla, Eucalyptus saligna, Eucalyptus umbellate, Eucalyptus camadulensis, Eucalyptus pellita, Eucalyptus tereticornis, Eucalyptus torreliana (Khaeruddin, 1999).

Klasifikasi ilmiah (Scientific Classification) dari tanaman Eukaliptus adalah sebagai berkut, kingdom Plantae, divisi Angiospermae, subdivisi Eudicots, ordo Myrtales, famili Myrtaceae. Tanaman Eukaliptus terdiri dari kurang lebih 700 jenis dan yang dapat dimanfaatkan menjadi pulp sekitar 40% dari keseluruhan tanaman ini (Departemen Kehutanan, 1994).

Syarat Tumbuh Eucalyptus sp.

Jenis-jenis Eukaliptus teutama menghendaki iklim bermusim (daerah arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Eukaliptus dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-berbatu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah kurus gersang sampai pada tanah yang baik dan subur. Eukaliptus dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi pertumbuhannya antara 0-1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20°-32°C (Dirjen Kehutanan, 1980).


(20)

Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus sp.

Daerah penyebaran alaminya berada di sebelah Timur garis Wallace, mulai dai 7° LU sampai 43°39’LS meliputi Australia, New Britania, Papua, dan Tazmania. Beberapa spesies juga ditemukan di kepulauan Indonesia yaitu Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor-Timur. Genus Eukaliptus terdiri atas 500 spesies yang kebanyakan endemik Australia. Hanya ada dua spesies yang tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Filipina) yaitu Eucalyptus urrophylla dan Eucalyptus deglupta. Beberapa spesies menyebar di Australia bagian Utara menuju bagian Timur. Spesies ini banyak tersebar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian barat daya. Pada saat ini beberapa spesies ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian Selatan dan Amerika Tengah (Latifah, 2004).

Pohon Eukaliptus pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan, dan banyak meloloskan sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang, dan daunnya tidak begitu lebat. Ciri khas lainnya adalah sebagian atau seluruh kulitnya mengelupas dengan bentuk kulit bermacam-macam mulai dari kasar dan berserabut, halus bersisik, tebal bergaris-garis, atau berlekuk-lekuk. Warna kulit batang mulai dari putih kelabu, abu-abu muda, hijau kelabu sampai cokelat, merah, sawo matang sampai coklat. Eukaliptus merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Jenis Eukaliptus dapat berupa semak atau perdu sampai mencapai ketinggian 100 meter, umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir, dan sedikit


(21)

bercabang. Sistem perakarannya yang masih muda cepat sekali memanjang menembus ke dalam tanah (Departemen Kehutanan, 1994).

Penyakit Tanaman Hutan

Ilmu penyakit tanaman hutan merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik, penyebab, interaksi tanaman dan patogen (biotik), dan lingkungan (abiotik), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit dalam suatu populasi atau individu tanaman, dan berbagai cara pengendalian penyakit. Ilmu penyakit tanaman juga memilliki aspek, yaitu dalam aplikasi pengetahuan yang diperoleh dari mempelajari ilmu tersebut (Sinaga, 2004).

Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat memberikan penjelasan dan penekanan terhadap peran faktor lingkungan terhadap patogen, inang, lingkungan fisik dan lingkungan biologi, sehingga disebut piramid penyakit (Sumardi dan Widyastuti, 2004).

Penyakit hutan merupakan penggabungan antara empat komponen yaitu : patogen, pohon inang, lingkungan dan manusia. Komponen-komponen saling berinteraksi sebagai berikut : (1) Patogen berinteraksi dengan inang melalui proses-proses parasitisme dan patogenesis, dan sebaliknya inang berinteraksi dengan patogen dalam hal penyediaan unsur hara dan ketahanan, (2) Lingkungan fisik berinteraksi dengan tumbuhan dalam proses penyakit abiotik dan pradisposisi, sebaliknya inang memberikan pengaruh terhadap lingkungan fisik berupa naungan, eksudat, pengurasan unsur hara dan air, (3) Inang berperan sebagai inang untuk parasit sekunder dan memfasilitasi populasi lingkungan biologi, dan sebaliknya lingkungan biologi dapat menjadi parasit sekunder dan simbiosis, (4) Patogen berinteraksi terhadap lingkungan fisik dalam pengeluaran


(22)

toksin, pengeluaran unsur hara, sebaliknya lingkungan fisik memberikan fasilitas kelembaban, suhu, unsur hara, tetapi juga racun, (5) Patogen berinteraksi dengan lingkungan biologi melalui parastisme (alternatif), sebaliknya lingkungan biologi dapat memparasit patogen, (6) Lingkungan fisik memberikan fasilitas suhu, kelembaban, unsur hara, dan juga racun kepada lingkungan biologi, sebaliknya lingkungan biologi menguras unsur hara dan mengeluarkan antibiotik ke dalam lingkungan fisik (Tainter dan Baker, 1996).

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Patogen

Jamur patogen dapat masuk ke dalam badan tumbuhan berupa (a) luka, (b) lubang alami seperti mulut kulit dan hidatoda, maka dengan langsung menebus permukaan tumbuhan yang utuh. Beberapa patogen hanya dapat masuk dengan satu cara, sedangkan lainnya dengan dua cara atau lebih. Luka dapat terjadi karena penyebab anorganik maupun organik (Djafaruddin, 2001).

Tidak seperti jamur, umumnya bakteri patogen tidak dapat mengakibatkan infeksi dengan langsung menembus permukaan tumbuhan yang ada. Bakteri patogen ada yang masuk ke dalam badan tanaman melalui luka-luka. Karena tekanan negatif di dalam pembuluh-pembuluh akibat pemotongan, bakteri terhisap masuk ke dalam pembuluh, sehingga terlindungi terhadap faktor-faktor lingkungan yang kurang baik. Patogen bakteri membuat infeksi melalui beberapa lubang alami, misalnya mulut kulit (Semangun, 2003).

Penyebab luka yang bersifat anorganik misalnya angin keras, petir, cahaya sinar matahari yang terlalu kuat. Bahkan untuk penyakit tertentu yang terjadi karena debu yang terbawa angin dapat dipakai sebagai jamur infeksi. Penyebab


(23)

anorganik adalah hewan dan manusia sendiri. Manusia dengan sengaja atau tidak selalu menimbulkan luka pada tanaman misalnya pada penyadapan, pemangkasan, pemotongan setek, pendangiran, dan sebagainya (Semangun, 2003).

Tanaman Inang

Tanaman Eukaliptus pada habitat aslinya (native habitate) merupakan tanaman inang yang sangat luas jangkauan serangan patogen jamurnya, terutama patogen yang menyerang bagian daun, tunas serta batang. Pada umumnya bawaan genetika dari jens individu dan peranannya dalam komunitas yang heterogen, bagaimanapun dilengkapi dengan perlindungan yang kuat dalam melawan wabah penyakit. Secara kontras, industri tanaman Eukaliptus di Asia Tenggara membudidayakan satu spesies khas atau tanaman hybrid (hibrid). Seringkali

berasal dari beberapa klon yang mana asal usulnya biasanya sama (Old, et al., 2003).

Teknik perkembangan secara modern, seperti perbanyakan tunas atau kultur jaringan, membuatnya mungkin untuk area-area tanaman yang luas dengan klon-klon yang sama. Dengan pengharapan adanya laju pertumbuhan yang seragam, dan kualitas produk yang tinggi. Seperti pengerjaan ini, sangat berbahaya dari serangan penyakit, seperti patogen termasuk fungi endemik, pengenalan yang baru ini pada suatu daerah penanaman, dapat menyebabkan wabah penyakit tersebar luas. Resiko ini dipertinggi oleh pergerakan dari perbaikan plasma basil di antara daerah pertumbuhan eukaliptus, dan bahkan lingkup internasional, seperti patogen yang dapat disebarkan oleh benih yang terinfeksi atau tanaman yang terinfeksi (Old, et al., 2003).


(24)

Faktor Lingkungan

Pada umumnya jika dipandang dari faktor lingkungan dapat kita ketahui ada banyak hal yang mempengeruhi perkembangan penyakit pada tanaman. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut :

Struktur Tanah

Struktur fisik tanah dapat langsung memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, misalnya ada lapisan padat yang menghalangi perkembangan akar tumbuhan. Tanah yang mempunyai tekstur kasar biasanya tidak dapat menahan air, sehingga tumbuhan mudah menderita dan kekeringan (Semangun, 2003). Keadaan Tanah

Kelembaban tanah atau lengas tanah dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuhan. Tumbuhan membutuhkan kelembaban tanah yang cukup. Pada umumnya kekurangan air menyebabkan hambatan pertumbuhan, warna daun pucat, tumbuhan cepat masak (tua) atau rusak. Sedangkan pengaruh terlalau banyak air pada umumnya bersifat tidak langsung. Kelebihan air dalam tanah menghambat perkecambahan biji dan memperlemah tumbuhan dalam semua tingkat pertumbuhan. Sebenarnya air sendiri tidak merugikan, tetapi ini dapat mengurangi jumlah oksigen dalam tanah yang diperlukan oleh akar-akar (Semangun, 2003).

Kahat (Kekurangan) Unsur-unsur Hara

Selain air, oksigen, dan asam arang, tumbuhan memerlukan nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, besi, mangan, belerang, tembaga, molibdenium (Mo), dan seng (Zn) serta beberapa unsur lainnya. Gejala kahat


(25)

unsur-unsur hara dapat terjadi pada daun dan jaringan bahkan pada daun-daun dan jaringan muda. Gejala pertama yang terjadi karena kahat unsur yang mobil, yang dapat diangkut dari jaringan ke jaringan muda, seperti nitrogen, fosfor, dan kalsium. Sebaliknya unsur-unsur yang sukar terangkut, seperti kalsium (Ca), seng (Zn) menyebabkan gejala pada jaringan muda (Semangun, 2003).

Kelebihan Kemikalia

Kelebihan kemikalia secara langsung dapat menyebabkan keracunan dan merusak tumbuhan. Secara tidak langsung dapat mempengaruhi pelarutan dan penyerapan unsur-unsur lain. Kelebihan kemikalia ini dapat menyebabkan pertumbuhan yang abnormal. Kelebihan besi menyebabkan nekrosis, hambatan pertumbuhan dan rusaknya pertanaman. Kelebihan tembaga di tanah dapat menghambat pertumbuhan yang dapat mematikan (Semangun, 2003).

Suhu

Suhu yang terlalu tinggi dan rendah dapat merusak tumbuhan. Kelembaban rendah dan angin kering dapat meningkatkan kekeringan karena suhu tinggi. Pohon-pohon yang belum rimbun atau pohon-pohon yang habis dipangkas pangkal batangnya seperti gosong matahari “Sun scorch” (terbakar matahari), ini disebabkan oleh sinar matahari yang dipantulkan tanah. Pada siang hari yang cerah suhu lapisan atas tanah dapat mencapai 60-65°C, sehingga dapat merusak jaringan tanaman (Semangun, 2003).

Angin, Hujan, dan Petir

Secara langsung angin dapat merusak karena tumbuhan mudah patah, dan sebagainya, terutama jika disertai dengan hujan serta petir. Ketiga hal ini jika


(26)

terjadi cukup mempengaruhi adanya kerusakan jaringan tanaman, terutama di kawasan beriklim tropis (Semangun, 2003).

Keadaaan Cuaca (Sinar Matahari)

Seringkali kekurangan sinar tidak dapat dipisahkan dari pengaruh faktor-faktor lain dari lingkungan. Pada tanaman atau daun yang biasanya terlindung, intensitas matahari yang berlebihan dapat merangsang terjadinya reaksi fotokimia yang menyimpang yang dapat juga menginaktifkan beberapa enzim dan mengoksidasi klorofil. Proses fotooksidasi seperti itu dapat menyebabkan terjadinya klorosis, bahkan dapat mematikan daun. Kekurangan sinar matahari menyebabkan etiolasi. Tumbuhan menjadi pucat, lemah, tumbuh memanjang dan mudah diserang oleh bermacam-macam patogen (Semangun, 2003).

Gejala Serangan Penyakit

Tanda-tanda maupun gejala lapangan sangat perlu diketahui guna menetapkan jenis penyakit, penyebab serta jenis tanaman inangnya dan jenis tanaman inangnya dan jenis hasil tanaman inang yang diharapkan, berkaitan dengan tindakan pengendaliannya. Dalam ilmu penyakit tanaman umum (General plant pathology) perlu dipelajari a) Symptomatic yaitu melukiskan, mempelajari, mengenal, dan membandingkan gejala lapangan yang ada pada setiap jenis tanaman yang sakit. b) Diagnostic yaitu mempelajari, mengenal, mengenal, dan menentukan penyebabnya sesuatu jenis penyakit. c) Pathogenesis yaitu menyelidiki dan mempelajari peristiwa-peristiwa serta proses yang terjadi di dalam sel dan jaringan tanaman yang sakit, serta kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit d) Etiology yaitu mempelajari dan menyelidiki proses fisiologis yang menyebabkan tidak normalnya pertumbuhan, perkembangan dan yang


(27)

menyebabkan sakitnya tanaman oleh senyawa penyakit. e) Ecology yaitu mempelajari dan menyelidiki hubugan faktor lingkungan/ekosistem yang menyebabkan meluas menghambat perkembangan penyakit, dan timbulnya suatu epidemi penyakit (Djafaruddin, 2001).

Penyakit yang menyerang bagian daun pada tanaman Eukaliptus cukup banyak, diantaranya jamur embun hitam (Black mildow) yang tumbuh pada permukaan daun dan batang, berwarna hitam, menyebar dan membentuk koloni seperti beludru dengan diameter 1 cm, kadang-kadang menyerang batang dan ranting muda, jamur yang menyerang adalah yang berasal dari spesies Meliola. Cryptosporiosis leaf dan Shoot blight, penyakit ini menyerang bagian batang dan daun tanaman, biasanya tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang menjalar dan dikenal sebagai gejala jamur hitam, bentuknya bundar berukuran 1-2 cm (Old, et al., 2003).

Khususnya penyakit ini menyerang tanaman muda Eukaliptus. Cylindrocalium foliar spot dan foliar blight penyakit ini disebabkan oleh Cylindrocladium sp. yang menyebabkan penyakit pada pembibitan, pada bagian akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun, dan bercak daun. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Penyakit daun Mycosphaerella, gejala penyakit ini berupa bintik daun, bisul, dan kerut daun disebabkan oleh jamur Mycosphaerella. Banyak variasi gejala yang ditimbulkan oleh serangan jamur ini. Daun yang terinfeksi oleh jamur ini akan berkembang menjadi bintik dan bisul (Old, et al.,2003).

Penyakit daun Phaeophleospora biasanya terdapat di pembibitan dan menyerang tanaman jenis tertentu. Gejala berupa bercak daun berwarna


(28)

kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada permukaan daun (Old, et al.,2003).

Penyakit pada Eucalyptus sp.

Pada pembibitan semai tanaman Eukaliptus sering diserang penyakit rebah kecambah (dumping off) yang disebabkan oleh Phytum sp. dan Fusarium sp. penyakit busuk akar disebabkan oleh serangan Phytium sp.,Phytoptora sp. dan Batryodiplodia sp. menyebabkan penyakit kanker batang. Aulographina eucalypti menyebabkan bercak daun (leaf spot). Pada eukaliptus fungi ini telah ditemukan d berbagai negara-negara beriklim sedang yang menanam eukaliptus secara luas

secara luas, sedang di negara beriklim tropis belum begitu banyak (Old, et al.,2003).

Penyakit dapat dikendalikan dengan teknik pembibitan yang tepat (pengontrolan kualitas tanah, kadar air dan kondisi lingkungan sekitar persemaian) dan pemberian fungisida pada saat dibutuhkan. Pada tingkatan bibit dan pancang penyakit bercak daun dapat disebabkan oleh berbagai macam fungi. Penyakit kanker batang yang parah dan serangan yang cukup luas telah ditemukan di Sumatera. Penyakit ini disebabkan oleh serangan Corticium salminicolor. Kematian pohon-pohon disebabkan oleh busuk akar telah sering terjadi dan patogen yang menyebabkan penyakit ini adalah Phytium sp.,Phytoptora sp. dan Batryodiplodia sp. (Anggraeni dan Suharti, 1997 dalam Nair, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di lokasi pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Porsea diperoleh gejala penyakit pada Eukaliptus berupa hawar daun atau leaf blight yang berukuran kecil kemudian menyebar menutupi bagian daun. Gejala penyakit ini pada daun berukuran kecil


(29)

dan berwarna merah dan dapat menyebar pada daun sekitarnya sehingga daun akan kering, mati dan gugur. Fungi penyebab gejala penyakit yang ditemukan di lokasi pembibitan PT.Toba Pulp Lestari Porsea adalah Cylindrocladium reteaudii, Mycosphaerella sp.,Cryptosporiopsis sp. dan ada dua spesies dari Phaeophleospora sp. (Silalahi, 2008).

Identifikasi Penyakit Tanaman

Diagnosis merupakan proses untuk mengidentifikasi suatu penyakit tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas, termasuk faktor-faktor lain yang berhubungan dengan proses pembentukan penyakit tersebut. Diagnosis penyakit yang benar diperlukan untuk merekomendasikan cara pengendalian yang tepat dan harus dilakukan dalam suatu survei penyakit tanaman (Sinaga, 2003).

Gejala dapat terlihat karena adanya perubahan, bau, rasa, atau rabaan. Gejala dalam, penting artinya untuk penelitian anatomi patologi, sedangkan gejala luar bersifat morfologis. Gejala ini adalah keadaan penyakit yang ditunjukkan oleh bagian tubuh tanaman atau seluruh tubuh tanaman. Gejala adalah keadaan patologi dan fisiologi yang merupakan respon tanaman terhadap aktivitas patogen atau faktor yang lain (Satrahidayat, 1990).

Tanda penyakit adalah struktur dari suatu patogen yang berasosiasi dengan tanaman yang terinfeksi. Beberapa tipe struktur patogen tidak harus selalu ada pada tanaman yang sakit karena pembentukannya berdasarkan kondisi lingkungan. Kebanyakan tanda penyakit dapat dilihat dan dibedakan dengan bantuan mikroskop. Misalnya penyebab penyakit berupa miselium, spora, tubuh buah fungi, sel, atau lendir bakteri, tubuh karena penggumpalan hifa fungi


(30)

(Sklerotial bodies), nematoda dengan berbagai fase telur, juveni dan imago serta berbagai bagian tumbuhan parasit (Sinaga, 2003).

Menurut Sinaga (2003) agar hasil diagnosa akurat, diperlukan pembuktian dengan menggunakan Postulat Koch. Kaidah-kaidah Postulat Koch adalah sebagai berikut : 1) patogen yang diduga harus selalu berasosiasi dengan tanaman yang sakit. 2) patogen tersebut harus dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni. 3) biakan murni tersebut jika diinokulasi ke tanaman sehat harus menghasilkan gejala dan tanda penyakit yang sama. 4) bila penyebab penyakit direisolasi dari tanaman yang diinokulasi tersebut, akan dihasilkan biakan murni yang sama dengan penyebab yang diisolasi dari tanaman sakit yang didiagnosis.

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur busuk daun yang disebabkan oleh Phytophtora infentans (Mont) busuk daun kentang (lite blight) yang sering juga disebut sebagai hawar daun adalah penyakit yang terpenting pada tanaman kentang. Adapun gejala dari penyakit ini adalah daun-daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotis pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak tadi akan meluas dengan cepat dan mematikan daun. Bahkan kalau cuaca sepert ini berlangsung lama, seluruh tanaman diatas tanah akan mati. Dalam cuaca yang kering, jumlah bercak terbatas, segera mengering, dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan. Pada cuaca yang lembab pada sisi bawah bagian daun yang sakit terdapat lapisan kelabu tipis yang terdiri atas konidiofor dan konidium fungi (Khaerudin, 1993).


(31)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi pembibitan (nursery) PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, dan di Laboratorium Bioktenologi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Desember 2013 sampai dengan Maret 2013.

Gambar 1. Lokasi persemaian bibit tanaman Eukaliptus

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pada saat pengambilan sampel di lapangan adalah kamera digital, alat tulis, amplop coklat, dan bibit klon hibrid turunan E.grandis x E.pellita. Alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian di laboratorium adalah autoklaf, oven, Laminar Air Flow, cawan Petri, labu erlenmeyer, tabung reaksi, pinset, spatula, jarum ose, gunting, gelas ukur,


(32)

mikroskop cahaya, kaca objek dan kaca penutup, pipet volume, daun klon hibrid turunan E.grandis x E.pellita yang terserang penyakit, PDA (Potatoe Dextrose Agar), alkohol 70%, akuades, bunsen, tisu dan kapas, aluminium foil, selotip dan kertas label.

Prosedur Penelitian

1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada klon hibrid turunan E.grandis x E.pellita yang telah terserang penyakit. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling pada bedeng pembibitan klon yang banyak ditemukan gejala penyakit, dan diamati sebanyak 20% dari keseluruhan pembibitan.

2. Pengamatan yang Dilakukan

Pengamatan dilakukan terhadap 7 gejala serangan penyakit yang didapat dari 6 jenis klon hibrid turunan E.grandis x E.pellita yang mempunyai gejala serangan pada daunnya di lokasi pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Porsea. Yang diamati yaitu luas serangan dan intensitas serangan penyakit pada daun hibrid turunan E.grandis x E.pellita.

a. Pengamatan Gejala Penyakit Daun

Pengamatan gejala dilakukan pada tiap klon hibrid turunan E.grandis x E.pellita. Pengamatan dilakukan hanya pada daun yang terserang penyakit. Ada beberapa gejala serangan penyakit daun diantaranya bintik-bintik, bercak-bercak, embun hitam (Black mildew) dan daun melepuh.


(33)

b. Pengamatan Bentuk Warna Daun

Pengamatan bentuk warna daun dilakukan pada tanaman yang terserang penyakit yaitu melihat perubahan bentuk warna pada daun yang terserang penyakit, dengan membandingkan pada daun tanaman yang sehat.

3. Perhitungan Intensitas Penyakit dan Luas Serangan

Perhitungan intensitas penyakit dan luas serangan dilakukan terhadap daun klon hibrid turunan E.grandis x E.pellita.

a. Intensitas Serangan

Menurut Sinaga (2003), bahwa intensitas serangan dapat diamati berdasarkan tingkat kerusakan, yang ditentukan dengan rumus :

I=

x

100%

Dengan Keterangan : I = Intensitas serangan

n = Jumlah daun dari setiap kategori serangan

v = Nilai skala dari tiap kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4) Z = Harga numerik dari kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4) N = Jumlah daun tanaman yang diamati.

Menurut Sinaga (2003), untuk menentukan skala dari tiap kategori serangan ditentukan dengan mengetahui kedudukan kerapatan bercak pada daun yang dapat diamati secara makroskopik:


(34)

1. Tidak ada bercak (0 bercak/ cm²) 2. Bercak sedikit (1- 8 bercak/ cm²) 3. Bercak sedang (9- 16 bercak/ cm²) 4. Bercak banyak (> 16 bercak/ cm²)

Tabel 1. Penilaian Tingkat Intensitas Serangan Penyakit dan Reaksi Tanaman Berdasarkan Intensitas Serangan

Intensitas serangan %  Skor  Reaksi tanaman 

0  Imun (I) 

1‐25  1  Resisten (R)  26‐50  2  Agak resisten (AR)  51‐73  3  Agak Rentan (Ar)  76‐100  4  Rentan (r) 

b. Luas Serangan

Menurut Sinaga (2003), kedudukan luasan serangan penyakit ditentukan dengan rumus:

A = x 100 %

Dengan Keterangan : A = Luasan serangan

n = Jumlah tanaman yang terserang spesies penyakit ke-i N = Jumlah seluruh tanaman yang diamati

4. Penyiapan Media Biakan

Penyiapan media biakan yaitu, timbang 195 gr sebuk media PDA, masukan ke dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian timbang aquades kedalamnya sampai mencapai 500 ml, tutup dengan mengunakan kapas dan aluminium foil, panaskan diatas kompor gas sampai serbuk media PDA larut dan homogeny, kemudian


(35)

sterilkan kedalam autoclave pada suhu 1210 c selama 30 menit. Pada saat akan dipakai media PDA yang telah di autoclave tersebut dapat dipanaskan kembali diatas kompor gas pada saat mengunakannya.

5. Identifikasi Patogen

Daun bibit klon hibrid turunan E.grandis x E.pellita yang terserang penyakit yang akan diisolasi diperoleh dari Persemaian PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Pengambilan sampel bibit tanaman yang akan diteliti dilakukan dengan cara melihat gejala penyakit daun yang terdapat pada daun. Pelaksanaan isolasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: daun yang menunjukkan gejala penyakit dipotong persegi 2 x 2 cm meliputi bagian yang sakit dan sehat, potongan daun tersebut dicelupkan ke dalam larutan alkohol 70%, lalu dibilas tiga kali dengan air steril kemudian dikeringanginkan pada kertas saring steril. Fungi yang ada pada media agar dapat diketahui ciri makroskopik dan mikroskopiknya. Adapun untuk mengetahui ciri-ciri dari fungi tersebut dapat dilakukan dalam dua tahap berikut:

1.Isolasi Fungi

Sampel yang telah disporulasi dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi PDA, lalu diinkubasi selama beberapa hari pada suhu ruang (23°C-26°C) sampai fungi terlihat tumbuh dan berkembang.

2.Identifikasi Fungi

Ciri-ciri makroskopik fungi yang diamati yaitu ciri koloni seperti warna koloni kemudian diameter koloni. Sampel daun diinkubasi pada media PDA dengan suhu ruang selama beberapa hari. Setelah fungi terlihat tumbuh dan berkembang, diamati ciri-ciri mikroskopiknya. Adapun yang diamati adalah ciri


(36)

dari hifa seperti ada tidaknya sekat pada hifa, tipe percabangan hifa, dan ciri-ciri konidia berupa bentuk dan rangkaian konidia. Identifikasi fungi ini dilakukan berdasarkan beberapa buku pedoman.

                                                                                     


(37)

KONDISI UMUM PENELITIAN Sejarah Singkat Pendirian PT. Toba Pulp Lestari

PT. Toba Pulp Lestari , Tbk. yang dulunya bernama PT. Inti Indorayon Utama Tbk. (IIU) didirikan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan kertas dalam negeri dan ekspor ke beberapa negara lain. Berdasarkan laporan hasil penelitian Food and Agriculture Organization (FAO) pada bulan Juli 1954, menemukan dan merekomendasikan daerrah Sosorladang, Porsea sebagai salah satu lokasi strategis dan layak untuk tempat pendirian pabrik pulp di Indonesia, dan sekarang menjadi lokasi berdirinya pabrik pulp dan rayon PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. (TPL).

PT. IIU berhenti beroperasi pada tahun 1998. Hal ini disebabkan limbah yang dihasilkan dari pembuatan pulp didapatkan merusak lingkungan hidup sekitar dan juga karena PT IIU kurang melibatkan masyarakat local dalam kegiatannya. PT. IIU berubah nama menjadi PT.TPL disebabkan produk yang dihasilkan sekarang hanya pulp saja sedangkan pada saat bernama PT. IIU, perusahaan ini juga memproduksi rayon. Produksi rayon dihentikan karena limbah hasil produksi rayon sangat merusak lingkungan hidup.

Perusahaan ini memiliki lokasi konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang terletak di beberapa kabupaten yaitu Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Dairi, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan dengan total luas izin HPHTI berdasarkan SK Menhut No. 493/KPTS-II/1992 seluas 269.060 Ha dengan jangka pengelolaan 43 tahun dan pemanfaatan pinus berdasarkan SK Menhut No. 236/KPTS-IV/1984 seluas 15.763 Ha yang berada diluar arel HPHTI sehingga total areal berjumlah 284.816 Ha.

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk adalah sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang memiliki izin dan legalitas operasional bergerak di bidang


(38)

produksi pulp. Status PMA PT. TPL yang dioperasikan berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT/XI/1986 dan No.KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986.

Berdasarkan surat Keputusan Menteri Investasi/Ketua Badan koordinasi peneneman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi PMA. Saham perusahaan ini telah dijual di bursa saham Jakarta dan Surabaya sejak 1992 dan di New York Stock Exchange (NYSE). Kegiatan produksi pulp secara komersial dimulai tahun 1989.

Letak Geografis PT. Toba Pulp Lestari, Tbk

PT. TPL, Tbk. terletak di desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, sekitar 220 km dari kota Medan, Sumatera Utara. Areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari Tbk terdiri dari 6 sektor yang masing-masing sektor berada pada wilayah geografis yang terpisah, yaitu :

1. Sektor Tele berada pada Kabupaten Samosir yang meliputi Kecamatan H. Boho, Sumbul, Parbuluan, Kerajaan, Sidikalang, dan Salak pada 2° 15’ 00’’-2° 50’ 00’’ LU dan 98° 20’ 00’’ BT-98° 50’ 00’’ BT.

2. Sektor Padang Sidempuan berada pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi Kecamatan Padang Bolak, Sosopan , Padang Sidempuan, dan Sipirok pada 1° 15’ 00’’-1° 50’ 00’’ LU dan 99° 13’ 00’’ BT-99° 33’ 00’’ BT.

3. Sektor Aek Nauli berada pada Kabupaten Simalungun yang meliputi Kecamtan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, dan Jorlang pada 2° 40’ 00’’-2° 50’ 00’’ LU dan 98° 50’ 00’’ BT-99° 10’ 00’’ BT.


(39)

4. Sektor Habinsaran berada di Kabupaten Toba Samosir yang meliputi Kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Habinsaran, Silaen, dan Laguboti pada 2° 7’ 00’’-2° 2’ 00’’ LU dan 99° 05’ 00’’ BT-99° 18’ 00’’ BT.

5. Sektor Tarutung berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Dolok Sanggul, Sipaholon, Onan Gajang, Parmonangan, Adian Koting, Gaya Baru, Tarutung, Lintong Nihuta, dan Sorkam pada 1° 54’ 00’’-2° 15’ 00’’ LU dan 98° 42’ 00’’ BT-98° 58’ 00’’ BT.

6. Sektor Sarulia berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Lumut, Batang Toru pada 1° 30’ 00’’-1° 55’ 00’’ LU dan 98° 20’ 00’’ BT-99° 10’ 00’’ BT.

Topografi dan Ketingggian Tempat

Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.300-1.900 meter dari

permukaan laut dengan topografi datar sampai curam (Cabang Dinas Kehutanan-XII Toba Samosir, 1998).

Iklim

Berdasarkan nilai Q yaitu nilai ratio atau jumlah bulan kering (<60mm)/jumlah bulan basah (>100mm) x 100%. PT. TPL berada di daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba yang mempunyai tipe iklim A dengan curah hujan tahunan berkisar antara 1.554 mm sampai 2. 155 mm. Curah hujan bulanan tertinggi sebesar 293 mm terjadi pada bulan November dan yang terendah sebesar 68 mm terjadi pada bulan Juni. Daerah penelitian berdasarkan klasifikasi iklim Schdemidt dan Fergusson (1951) memiliki tipe iklim A (sangat basah)


(40)

dengan curah hujan (rata-rata) 150 mm, bulan tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Februari.

Keadaan Fisik Hutan

Areal HPHTI dan IPK Pinus PT. TPL,Tbk berada pada ketinggian 450-1900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan kondisi topografi datar hingga areal hutan bertopografi curam. Areal tersebut dikategorikan ke dalam beberapa kelas kemiringan seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Areal PT. TPL, Tbk Berdasarkan Kemiringan

Sektor 0-8% 9-15% 16-25% >25% Total

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

Aek Nauli 5963.6 5458.1 7136.3 3975.0 22533.0

Tele 75568.0 12641.9 11792.0 3035.1 103037.0

Tarutung 6541.0 8720.0 17048.0 13970.0 46179.0

Habinsaran 8115.8 2177.9 11898.8 1887.5 24080.0

Sarulla 1044.0 5345.4 20659.0 17614.6 44663.0

P.Sidempuan 6591.0 3832.0 13885.4 4259.4 28568.0 Total 103823.4 38175.3 82419.5 44641.6 269060.0 Sumber : RKT PT. TPL, Tbk 2004

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa 38.59% areal konsesi termasuk dalam areal bertopografi datar, 14.19% bertopografi landai, 30.63% bertopografi agak curam, dan hanya 16.59% yang bertopografi curam.


(41)

Jenis tanah yang dapat ditemukan adalah podsolik coklat, podsolik coklat kuning, dan podsolik coklat kelabuyang dihasilkan oleh bahan induk tuff dan umumnya asam. Juga terdapat jenis litosol dan regosol. Jenis batuan yang ada adalah Tapanuli, Sihapes, Alluvium muda dan Toba.

                                                                                 


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di Toba Pulp Lestari, Tbk. penanaman menggunakan bibit kloning dimulai pada tahun 2003 dimana langkahnya dimulai 4 tahun pertama. Fase menanam benih dari biji (seed) asal berbagai Negara seperti Australia, India, Finlandia, dan Indonesia sendiri (Nusa Tenggara Timur, Papua, Sumatera Utara). Dari penanaman biji itu kemudian diperoleh tumbuhan yang beragam, ada yang besar dan ada yang kecil. Kayu yang paling sehat kemudian dijadikan mother plant (tanaman induk) sebagai sumber benih proses selanjutnya melalui teknik kloning (Damanik, 2003).

Fase berikutnya, selama 7 tahun adalah periode menanam benih klon dari beberapa mother plant di kebun pengujian klon (clonal test). Dikebun ini pohon-pohon bersaing merebut nutrisi dari tanah hingga mendapatkan klon yang unggul. Klon yang hanya setengah unggul akan kalah (Damanik, 2003).

Pada fase terakhir, selama 7 tahun berikutnya, pohon-pohon unggul tersebut diklon lagi dan ditanam dengan jarak 6x6 meter di kebun-kebun clonal interaction (klon interaksi) di setiap sektor HTI. Di kebun ini jenis klon unggul tersebut masih harus bersaing untuk memperebutkan predikat super dan yang lebih penting di kebun ini pula dipastikan klon super apa yang paling cocok di lokasi mana. Pada akhir proses ini diketahui, ternyata tidak semua jenis klon sesuai dikembangkan di semua lokasi karena perbedaan genetic dan kandungan hara tanah (Damanik, 2003).

Klon hibrid turunan E. grandis x E. pellita yang ditanam di lokasi pembibitan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk,Porsea terdiri dari 6 jenis klon yaitu klon


(43)

32, klon 33, klon 45, klon 46, klon 67, dan klon 68. Pada saat melakukan penelitian pada tiap klon Eukaliptus keseluruhannya berumur 2 bulan.

Pengamatan secara visual terhadap gejala serangan penyakit menunjukkan cukup banyak bentuk serta warna dan juga efek yang berbeda pada masing-masing daun. Namun warna dan bentuk paling dominan menyerang daun pada klon-klon eukaliptus berupa bercak dan bintik berwarna merah kehitaman, bahkan ada yang menyerang hampir seluruh bagian daun klon Eukaliptus, namun pertumbuhannya tetap berjalan dengan baik.

A. Gejala Serangan Penyakit pada daun Eukaliptus

Pada 6 klon hibrid turunan E. grandis x E. pellita terdiri dari 7 gejala serangan yang berbeda. Pada tiap klon dengan gejala serangan berbeda namun memungkinkan disebabkan oleh fungi yang sama.

Tabel 2. Gejala Serangan pada Daun Klon Hibrid Turunan E. grandis x E. pellita Gejala ke-Symptomps (Gejala Serangan) Klon Jml Tanaman Terserang Jumlah Tanaman Seluruhnya

1 Bercak kemerahan 45 163 544

2 Bercak berwarna hitam 45 108 544

3 Hampir seluruh daun berwarna hitam 33 23 544

4 Pinggiran daun melepuh 32 7 544

5 Bercak berwarna putih 68 10 544

6 Selaput hitam dan bercak kemerahan 46 15 544

7 Kerut daun dan selaput kehitaman 67 12 544

Pada saat melakukan pengamatan setiap bentuk gejala serangan yang ditemukan harus perhatikan dan diamati dengan sangat teliti agar dapat menentukan dengan jelas tiap klon yang mempunyai gejala serangan yang sama atau tidak. Menurut Djafarudin (2001) bahwa gejala pokok, tanda-tanda, maupun


(44)

gejala lapangan sangat perlu diketahui guna menetapkan jenis penyakit, penyebab, serta jenis tanaman inangnya, dan jenis hasil tanaman inang yang diperlukan. Penyakit yang paling umum menyerang tanaman muda Eukaliptus adalah bercak daun (leaf spot disease). Menurut Siregar (2005) penyakit bercak daun (leaf spot disease) merupakan salah satu penyakit yang umum terjadi di persemaian, pada tanaman muda, dan pada tanaman di lapangan. Penyakit tersebut banyak menimbulkan kerugian pada tanaman Eucalyptus urophylla (Ampupu) dan Eucalyptus deglupta (Leda) di hutan-hutan.

Gejala serangan penyakit paling banyak ditemukan berupa bercak kemerah-merahan yang menyerang klon 45 E.grandis x E.pellita. Gejala serangan penyakit berupa bercak relatif besar berwarna merah yang terdapat di hampir seluruh permukaan daun. Gejala serangan initerdapat sebanyak 29.8 %.

Gambar 2. Gejala serangan yang paling banyak ditemukan berupa bercak

kemerah-merahan

Gejala serangan penyakit terbanyak kedua ditemukan berupa bercak berwarna kehitaman yang juga menyeran klon 45 E.grandis x E.pellita. Gejala serangan initerdapat sebanyak 19.8 %.


(45)

A B

Gambar 3. Gejala serangan penyakit terbanyak kedua berupa bercak kehitaman. Pada daun tua (A) dan daun muda (B)

Gejala serangan penyakit berikutnya yang ditemukan berupa bercak berwarna kehitaman menutupi hampir di seluruh bagian daun, yang menyerang klon 33 E.grandis x E.pellita. Gejala serangan initerdapat sebanyak 4.2 %

Gambar 4. Gejala serangan penyakit berupa bercak kehitaman

Gejala serangan penyakit berikutnya yang ditemukan berupa daun yang melepuh pada bagian tepinya yang menyerang klon 32 E.grandis x E.pellita. Gejala serangan initerdapat sebanyak 1.2 %.


(46)

Gambar 5. Gejala serangan berupa daun yang melepuh

Gejala serangan penyakit berikutnya yang ditemukan berupa bercak berwarna putih kemerah-merahan yang menyerang klon 68 E.grandis x E.pellita. Gejala serangan initerdapat sebanyak 1.8 %.

Gambar 6. Gejala serangan berupa bercak putih kemerah-merahan

Gejala serangan penyakit berikutnya yang ditemukan berupa berselaput hitam dan bercak kemerahan yang menyerang klon 46 E.grandis x E.pellita. Gejala serangan initerdapat sebanyak 2.7 %.


(47)

Gambar 7. Gejala serangan berupa selaput kehitaman dan bercak kemerahan.

Gejala serangan penyakit terakhir yang ditemukan berupa kerut daun dan selaput kehitaman yang menyerang klon 67 E.grandis x E.pellita. Gejala serangan initerdapat sebanyak 2.2 %.

Gambar 8. Gejala serangan berupa kerut daun dan selaput kehitaman

Beberapa gejala yang ditemukan paling dominan di lokasi persemaian (nursery) Porsea berupa nekrotik, bercak-bercak daun yang berbentuk bulat, tidak beraturan, hawar daun maupun bintik-bintik dengan warna yang bervariasi dari berwarna merah, cokelat, putih, ungu tua, kerut daun, dan permukaan yang benjol-benjol dan ditutupi selaput seperti lapisan berwarna hitam.


(48)

Siregar (2005) menyatakan bahwa gejala serangan penyakit bercak daun berupa nekrotik pada daun, berbentuk bulat, lonjong atau tidak teratur, dan berwarna kuning sampai cokelat. Gejala lebih lanjut adalah nekrotik berkembang membentuk hawar (blight), dan akhirnya daun menjadi kuning dan rontok. Gejala serangan ini umumnya dimulai dari bagian bawah tajuk pada daun-daun yang lebih tua, kemudian berkembang ke bagian atas tajuk hingga seluruh daun penyusun tajuk menjadi kering, rontok, dan akhirnya tanaman kering dan mati. Kondisi dari lokasi persemaian (nursery) Porsea mempunyai kondisi cuaca dan iklim yang fluaktuasinya cukup besar sepanjang hari, lokasi di persemaian yang memakai rak serta tube tanam cenderung lembab dan juga kondisi tanah yang ada di bawah basah dan banyak terdapat genangan air yang berasal dari pipa penyemprotan otomatis yang beroperasi setiap jangka waktu tertentu, sementara cuaca di siang hari cenderung terik karena lokasi persemaian tidak mempunyai naungan, hal ini menyebabkan tanaman rentan terserang penyakit karena cukup membantu perkecambahan spora atau konidia jamur.

Menurut Siregar (2005) jamur-jamur penyebab penyakit bercak daun pada dasarnya merupakan parasit fakultatif yang hanya menyerang tanaman pada kondisi tertentu saja. Perkecambahan spora ataupun konidia pada jamur sangat dibantu oleh kelembaban yang tinggi dan kondisi terang di hutan tanaman (khususnya Eucalyptus urophylla) yang dibangun di dataran rendah kurang dari 100 mdpl. Penyakit ini berkembang sangat intensif dan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar.

B. Hasil


(49)

Pada tanggal 21 Desember 2013 dilakukan penanaman sampel penyakit yang diambil dari daun yang terserang gejala penyakit pada media PDA. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan pengamatan visual pada cawan petri. Sampel daun yang memiliki gejala serangan penyakit dikembangkan pada media PDA sebanyak 35 buah cawan petri yang mewakili 7 gejala serangan penyakit yang terdapat di lokasi persemaian PT. TPL,Tbk Porsea.

Dilakukan isolasi fungi pada sampel daun yang terserang penyakit, dan ada 7 jenis fungi yang tumbuh secara tunggal pada media PDA di cawan petri yang berasal dari masing-masing sampel daun yang terserang penyakit. Pengamatan dilakukan di laboratorium Bioteknologi hutan pada fungi dari sampel daun klon 32 E.grandis x E.pellita, klon 33 E.grandis x E.pellita, klon 45 E.grandis x E.pellita, klon 46 E.grandis x E.pellita, klon 67 E.grandis x E.pellita, dan klon 68 E.grandis x E.pellita

Dari hasil isolasi yang dilakukan, fungi yang tumbuh pada media PDA diidentifikasi secara mikroskopik menggunakan mikroskop, hasil identifikasi menunjukkan bahwa ada 1 jenis fungi yang mempunyai ciri mikroskopik yang sama, namun pada pengamatan secara visual makroskopik gejala serangan penyakit pada daun tidak sama,dan bahkan berbeda jenis klon.

Pada hasil pengamatan sebelumnya yang dilakukan oleh salah satu mahasiswi Kehutanan, ditemukan 5 jenis spesies fungi yang menyerang tanaman klon Eukaliptus di lokasi pembibitan PT. Toba Pulp Lestari Porsea, yakni Cylindrocladium reteaudii, Cladosporium spp, Teratosphaeria spp,, Cryptosporiopsis spp, dan Phaeophleospora spp.


(50)

Ciri-ciri mikroskopik fungi yang diamati adalah bentuk hifa, konidiospora, organ fungi, yang lainnya serta panjang dan diameter fungi. Menurut Widyastuti, dkk (2004) kelompok fungi Ascomycota membentuk spora seksual yang disebut ascospora dalam askus dan kelompok fungi Deutromycota menghasilkan spora aseksual diantaranya klamidiospora, konidia, dan oidia. Menurut Sinaga (2003) miselium fungi dari kelas Deutromycotes berkembang sempurna, bersepta, dan bercabang. Spora aseksual (konidia) dibentuk pada konidiospora secara tunggal atau berkelompok dalam struktur khusus.

C. Deskripsi

Fungi Hasil Isolasi

Tabel 3.. Gejala Serangan dan Patogen Penyebab Penyakit Gejala

ke-Symptomps (Gejala Serangan)

Klon Patogen Penyebab Penyakit

1 Pinggiran daun melepuh 32 Pestalotia sp.

2 Hampir seluruh permukaan daun

berwarna hitam

33 Fusarium sp.

3 Bercak kemerahan 45 Phaeophleospora sp.

4 Bercak berwarna hitam 45 Phaeophleospora sp.

5 Selaput hitam dan bercak kemerahan 46 Cylindrocladium sp.

6 Kerut daun dan selaput kehitaman 67 Aspergillus sp.


(51)

1. Phaeophle ospora sp.

Fungi Phaeophleospora sp. berasal dari sampel daun klon 45 dengan gejala serangan berupa bercak berwarna merah dan juga bercak kehitaman,juga klon68 dengan gejala serangan berupa bercak putih kemerahan. Phaeophleospora sp. mempunyai hifa dengan panjang antara 30-150µm dan diamternya 2µm. Sedangkan konidianya dengan panjang antara 20-120µm dan diamternya 2-5µm. Konidianya berbentuk batang agak melengkung dan memiliki sekat rata-rata diatas 4. Menurut Old (2003) spora-spora fungi Phaeophleospora sp. berbentuk silindris ataupun berbentuk batang ramping spora secara berkelompok. Pada setiap spora terdapat berupa dinding-dinding kasar yang terdiri dari beberapa buah sekat.

Menurut Old (2003), Phaeophleospora biasanya terdapat pada pembibitan dan menyerang tanaman jenis tertentu. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada permukaan daun, jamur yang menyerang adalah Phaeophleospora sp. Menurut Old (2003) Phaeophleospora destructant diinfeksikan pada tunas muda seperti pohon Eucalyptus grandis yang mengakibatkan dieback (pucuk layu) yang besar dan kerusakan pada pertumbuhan tunas. Seperti pohon yang mati ketika pohon tersebut diluar batas persaingan sehingga mudah terpengaruh oleh individu lain. Tegakan dari klon mudah terpengaruh tersebut dapat menjadi epidemik yang tidak tahan terhadap hawar daun Phaeophleospora destructant.


(52)

A B C

Gambar 9. Biakan fungi klon 45 pada media PDA (A) & (B), Phaeophleospora sp. (C), konidia bersepta (a)

A B

Gambar 10. Biakan fungi klon 68 pada media PDA (A), Phaeophleospora sp (B), konidia bersepta (a)

Menurut Crous et al (1997) dalam Taylor (1999) Phaeophleospora sp. menunjukkan gejala berupa bercak-bercak daun dan dikarakterisasikan oleh subepidermal, piknidia berdinding gelap, yang mana akan terbuka dan berbentuk cangkir pada saat tumbuh tahap maksimal. Di bawah kondisi kelembaban tinggi, conidiomata ini meneteskan banyak sekali konidia yang panjang, berwarna coklat hingga hitam. Konidia berwarna coklat, bersepta, subcylindrical hingga obclavate, verruculose hingga yang nyaris halus, berdinding tebal dan mempunyai satu hingga banyak septa. Ciri dari konidia adalah berwarna coklat, verruculose, bentuknya ada yang bulat telur hingga cylindrical atau memanjang, dan biasanya perkembangbiakannya konidia selnya dari dalam.

a

 


(53)

2. Cylindrocl adium sp.

Fungi Cylindrocladium sp. berasal dari sampel daun klon 46 dengan gejala serangan berupa daun yang berselaput kehitaman dan bercak kemerahan. Menurut Old (2003), Cylindrocladium foliar spot dan foliar blight penyakit ini disebabkan oleh Cylindrocladium sp. yang menyebabkan penyakit pada pembibitan, pada bagian akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Rahayu (1999) menyatakan bahwa penyakit pohon Eukaliptus antara lain berupa bercak daun (leaf spot disease), disebabkan oleh kelas Deutromycetes, Macrophoma sp., Curvularia sp., Pestalotia sp., Gleosporium sp., Helmintosporium sp., bercak daun umum terjadi pada persemaian atau tanaman di lapangan. Fungi Cladosporium sp. merupakan fungi yang berasal dari kelas Deutromycetes.

Menurut Old (2003) gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya bercak berwarna keabu-abuan dan bersifat basah pada daun muda. Bercak-bercak tersebut bersatu dan berkembang menjadi Bercak-bercak nekrotik yang besar. Pancaran spora-spora yang berwarna putih dapat terlihat meluas pada bagian daun dan tunas-tunas yang baik. Fungi yang paling umum penyebab hawar daun di Asia Tenggara adalah Cylindrocladium reteaudii, penyakit ini endemik di negara-negara seperti Australia, Vietnam, Laos dan Sebagian dari Thailand.

Menurut Old (2003) fungi Cylindrocladium sp. menyebabkan penyakit pada pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun. Patogen ini akan berkembang apabila cuaca dalam


(54)

keadaaan lembab yang diakibatkan cuaca lokal lembab ataupun penyiraman tanaman yang berlebihan.

A B

Gambar 11. Biakan fungi klon 46 pada media PDA (A), Cylindrocladium sp. (B), klamidospora (a)

Fungi Cylindrocladium sp. mempunyai konodiospora yang bercabang dengan panjang antara 30-45 μm dan diameternya 1-2 μm. Klamidospora dengan ukuran antara 45-100 μm dengan panjang antara 15-20 μm dan diameternya 3-5

μm. Patogen ini banyak menyerang tanaman pembibitan eukaliptus dengan gejala hawar daun dan bercak daun pada daun muda sampai dengan daun tua yang dapat mengakibatkan daun mati.

Old (2003) mengatakan bahwa pada kondisi cuaca dengan kelembaban yang tinggi dan curah hujan yang tinggi, bercak nekrotik menutupi seluruh permukaan daun dan pada ujung tunas muda yang mematikan mengakibatkan gejala hawar pada daun dan tunas. Konidia fungi Cylindrocladium sp. berbentuk silindris mempunyai septa antara satu sampai dengan tiga. Struktur pembuahan yang dihasilkan terdiri atas 6 sel makrokonidia, 2 sel mikrokonidia. Fungi ini juga membentuk Chlamydospore yang berpigmen, sel hypha membesar yang


(55)

mengembangkan pigmentasi dan tahan terhadap kerusakan biologi yang membantunya bertahan hidup dalam tanah.

3. Fusarium sp.

Fungi Fusarium sp. berasal dari sampel daun klon 33 dengan gejala serangan berupa bercak berwarna kehitaman menutupi hampir di seluruh bagian. secara ekonomis dan merupakan agen dari berbagai jenis penyakit, yaitu bercak daun dan busuk akar pada perkecambahan (damping-off). Penyakit ini menyerang pembibitan eukaliptus dalam skala yang luas dan merupakan penyakit penting pada pembibitan hutan tanaman. Patogen masuk melalui tanah kemudian bertumbuh dan berkembangbiak pada biji yang dorman di dalam tanah, kompos, atau media tanam yang lainnya (Old, 2003).

Fusarium sp. bersifat kosmopolit dan merupakan saprofit tanah tetapi dapat bersifat pathogen terhadap banyak tumbuhan. Spesies ini merupakan salah satu spesies yang mempunyai arti ekonomi penting, dan dapat tumbuh dalam lingkungan anaerob. Fungi ini dapat menyebabkan mati kulit, busuk akar, dan bercak daun pada tegakan eukaliptus, dan penyakit pada biji pada berbagai jenis pohon (Widyastuti dkk, 2005).

A B

Gambar 12. Biakan fungi klon 33 pada media PDA (A), Fusarium sp (B), klamidiospora (a)


(56)

Fusarium sp. merupakan anggota family Hypocreaceae dan termasuk filum Ascomycota yang merupakan pathogen pada pertanaman eukaliptus yang memiliki cirri-ciri koloni berwarna seperti kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem dan tampak lebih kuat pada permukaan medium. Klamidiospora terdapat pada dalam hifa atau konidia, berwarna hialin, berdinding halus atau kasar, berbentuk semi bulat dengan diameter 5.0-15µm, terletak terminal atau interkalar, dan berpasangan atau tunggal (Gandjar, 1999).

4. Pestalotia

sp.

Fungi Pestalotia sp. berasal dari sampel daun klon 32 dengan gejala serangan berupa daun yang melepuh pada bagian tepinya. Ciri-ciri makroskopik fungi Pestalotia sp. adalah permukaan koloni yang berwarna putih, dan selanjutnya berkembang menjadi putih seperti kapas.


(57)

A B

Gambar 13. Biakan fungi klon 32 pada media PDA (A), Pestalotia sp. (B),

konidispora (a)

Ciri-ciri mikroskopik fungi Pestalotia sp. adalah konidiaspora berukuran 24,30 μm-27,5 μm dan terdiri atas 5 sel yang berjajar. Biasanya jajaran sel lurus, kadang-kadang agak membentuk lengkungan dengan setula yang terbentuk pada salah satu ujungnya. Tiga sel tengah (sel urutan kedua sampai keempat yang dihitung mulai dari sel tempat setula berpangkal) berwarna coklat gelap dengan dua sel (sel kedua dan ketiga) berwarna lebih gelap dibandingkan dengan warna sel keempat. Sel terujung atau sel apikal (sel kesatu) hialin agak memanjang atau menyempit ke ujung, sedang sel pangkal atau sel basal (sel kelima) hialin agak silindris. Setula hialin yang terletak di ujung sel apikal berjumlah 2-3 dengan panjang 33,25 μm, ujungnya agak berbentuk seperti sendok (“spathulatae”), posisinya agak melengkung. Ujung pedisel (tangkai konidia) hialin dan terletak di ujung sel basal (tampak seperti ekor konidia) dengan panjang 8,56 μm.


(58)

5. Aspergillu s sp.

Fungi Aspergillus sp. berasal dari sampel daun klon 67 dengan gejala serangan kerut daun dan selaput kehitaman Spesies ini kosmopolit di daerah tropis dan subtropik, dan mudah diisolasi.

A B

Gambar 14. Biakan fungi klon 67 pada media PDA (A), Aspergillus sp. (B),

konidispora (a), konidia (b)

Koloni mencapai diameter 4-5 cm dalam 7 cm, dan terdiri dari satu basal yang kompak berwarna putih hingga kuning dan suatu lapisan konidiofor yang lebat yang berwarna cokelat tua hingga hitam. Kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni berumur tua. Stipe dari konidiofor berdinding halus, berwarna hialin, tetapi dapat juga kecoklatan. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, berukuran

3.5-a

 


(59)

5.0µm, berwarna cokelat, memiliki ornamentasi berupa tonjolan dan duri-duri yang tidak beraturan.

D. Hasil

Perhitungan Persentase Luas Serangan dan Tingkat Intensitas Serangan

Pada pengamatan langsung di lapangan ada sebanyak 7 gejala serangan berbeda yang menyerang klon hibrid turunan E.grandis x E. pellita di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea. Karakterisasi patogen di lapangan menunjukkan cukup banyak gejala serangan penyakit berbeda-beda, namun gejala serangan yang paling mendominasi berupa bercak berwarna kemerah-merahan dan bercak berwarna kehitaman, gejala serangan penyakit yang paling sedikit berupa daun yang melepuh pada bagian tepinya.

Grafik 1.. Grafik persentase luas serangan pada klon Eukaliptus di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea


(60)

Dengan penyajian data grafik disamping diketahui luas serangan paling besar berada pada klon 45 dengan nilai persentase 29.8%, gejala serangan penyakit ini dengan gejala serangan penyakit berupa bercak kemerah-merahan yang ada pada daun, dan gejala serangan terbesar kedua juga terdapat di klon 45 dengan nilai persentase 19.8% dengan gejala serangan berupa bercak kehitaman pada daun. Gejala serangan terkecil berada pada klon 32 dengan nilai persentase 1.2% dengan gejala serangan penyakit berupa daun yang melepuh pada bagian tepinya.

Hasil persentase perhitungan tingkat intensitas serangan dan reaksi tanaman telah menunjukkan bahwa klon hibrid turunan E.grandis x E. pellita yang terdapat pada lokasi persemaian (nursery) Porsea ini sudah teruji. Kualitas hidupnya terhadap serangan penyakit maupun kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan dapat dikatakan baik karena mampu beradaptasi di habitat yang bukan asalnya (native habitat).

Grafik 1. Grafik Persentase Tingkat Intensitas Serangan pada klon Eukaliptus di lokasi


(61)

Pada grafik dapat dilihat bahwa intensitas serangan penyakit pada klon Eukaliptus di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea menunjukkan dari 6 klon yang ada , 5 klon dinyatakan imun, dan 1 klon dinyatakan resisten yaitu klon 45 dengan persentase 24.9% dimana ditemukan 2 gejala penyakit yang berbeda berupa bercak berwarna kemerahan dan bercak berwarna kehitaman pada daun. Sedangkan 5 klon lagi dinyatakan imun dengan persentase 0.16-0.80%. Dari persentase tingkat intensitas serangan dapat disimpulkan bahwa kondisi 6 klon yang ada menunjukkan kemampuan tumbuh yang baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

Grafik 3. Grafik persentase reaksi tanaman klon Eukaliptus di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea

Tiap-tiap klon yang berada di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea memiliki kekebalan terhadap serangan penyakit dari lingkungan tempat tumbuhnya. Reaksi tanaman yang dinyatakan bersifat imun sebanyak 83%, nilai ini merupakan nilai yang cukup baik bagi tanaman yang sedang bertumbuh lanjut di ruang tumbuh yang homogeny seperti pada hutan tanaman industri ini. Reaksi tanaman yang bersifat resisten terdapat sebanyak 17%. Kemampuan adaptasi jenis


(62)

klon Eukaliptus sudah terbukti baik, karena mampu beradaptasi pada habitatnya di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea.

Tiap klon yang dikembangkan di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea merupakan jenis klon hibrid Eukaliptus yang dibudidayakan dengan menyilangkan kemampuan unggul dari tiap indukan Eukaliptus, sehingga menghasilkan klon yang teruji

Dengan mengetahui luas serangan dan tingkat intensitas serangan yang rendah, dapat kita ketahui bahwa ketahanan mekanis dari klon-klon Eukaliptus terhadap gejala serangan penyakit (symptomps) sangat tinggi. Menurut Semangun

(2003), bahwa tumbuhan mempunyai ketahanan mekanis pasif memiliki struktur-struktur morfologi yang menyebabkannya sukar diinfeksi oleh patogen, sedangkan ketahanan mekanis aktif tumbuhan merupakan hasil sifat-sifat fisika dan kimia tumbuhan yang membatasi perkembangan patogen. Seperti klon Eukaliptus yang dikembangkan di lokasi persemaian (nursery) PT. TPL, Porsea merupakan klon dari tanaman indukan Eukaliptus unggul yang terpilih, tahan terhadap penyakit serta dapat tumbuh dengan cepat dan baik, hal ini terbukti dengan pengamatan langsung dilapangan.


(63)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ditemukan 7 jenis gejala penyakit daun yang berbeda yang berasal dari 6 klon hibrid turunan E. grandis x E. pellita, yaitu bercak kemerahan, bercak kehitaman, pingggiran daun melepuh, permukaan daun berwarna hitam, selaput hitam dan bercak kemerahan, kerut daun dan selaput kehitaman, dan bercak berwarna putih pada daun.

2. Luas serangan penyakit paling besar berupa gejala serangan bercak berwarna kemerah-merahan sebesar 29.8% dan gejala serangan paling kecil berupa daun yang melepuh pada bagian tepinya sebesar 1.2%. Intensitas serangan penyakit menunjukkan bahwa 5 klon bersifat imun, dan 1 klon bersifat resisten yaitu klon 45. Reaksi tanaman imun 83% dan resisten 17%.

3. Fungi patogen yang menyerang klon yang telah diamati ciri makroskopik dan mikroskopiknya diperoleh adalah Cylindrocladium sp., Phaeophleospora sp., Pestalotia sp.,Fusarium sp., dan Aspergillus sp., dan juga ditemukan bahwa pada gejala serangan yang berbeda pada klon 45 dan juga klon 68 dihasilkan dari pathogen yang berjenis sama, yaitu Phaeophleospora sp.

Saran

Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan uji resistensi patogen pada jenis klon Eucalyptus sp. yang lainnya.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, D. 2003. Bermimpi Memajukan Indonesia dengan Eukaliptus. www.Medan Bisnis.com [ 9 September 2013]

Departemen Kehutanan, 1994. Eucalyptus. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-jenis Kayu Komersial. Badan Litbang Departemen Kehutanan. http://www.indonesiaforest.com/tanaman_andalan/eucalyptus.PDF [10 September 2013]

Direktorat Jenderal Kehutanan. 1980. Pedoman Pembuatan Hutan Tanaman. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan

Djafaruddin. 2001. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. Khaeruddin, 1999. Pembibitan Tanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). Cetakan

kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.

Latifah, S. 2004. Pertanaman dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan Tanaman Industri. http://www.libraryusu.ac.id [10 September 2013] Nar, K. S. S. 2000. Insects Pest and Diseases in Indonesian Forest an

Assessmentof the Major Threats, Research Efforte and Literature. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.

Old, M.K, Wingfield, J.M and Z.Q. Yuan. 2003. A Manual of Diseases of Eucalyptus in South- East Asia. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.

Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan d Indonesia: Gejala, Penyebab dan Teknik Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.

Satrahidayat, I.R. 1990. Ilmu Penyakit Tanaman. Usaha Nasional. Surabaya.

Semangun, H. 2003. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Silalahi, N.R. 2008. Inventarisasi Fungi Patogen pada Daun Bibit Tanaman Eucalyptus spp. (Studi Kasus Di Pembibitan PT.Toba Pulp Lestari Porsea Sumatera Utara). Departemen Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Tidak Dipublikasikan.

Sinaga, S. N. 2003. Ilmu Penyakit Hutan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tainter, F.H and F.A. Baker 1996. Principles of Forestry Pathology. John Wileyand Sons, Inc. New York.


(65)

Widarto, L. 1996. Perbanyakan Tanaman dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambung, Okulasi dan Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.

Widyastuti, S.M, Sumardi, Harjono. 2005. Ptologi Hutan. Gadjah Mada University-Press. Yogyakarta.

Sumardi dan S. M Widyastuti. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

                                                                               


(66)

Lampiran 1. Data Intensitas Serangan pada Lokasi Pembibitan PT. TPL, Porsea

No Nama Klon Intensitas

Serangan %

Reaksi Tanaman

1 32 0.16 Imun

2 33 0.64 Imun

3 45 24.9 Resisten

4 46 0.8 Imun

5 67 0.57 Imun


(67)

Lampiran 2. Data Gejala Serangan dan Luas Serangan pada Lokasi Pembibitan PT. TPL, Porsea

Gejala

ke-Symptomps (Gejala Serangan)

Klon Jml

Tanaman Terserang

Luas Serangan

%

1 Bercak kemerahan 45 163 29.8

2 Bercak berwarna hitam 45 108 19.8

3 Hampir seluruh daun barwarna hitam 33 23 4.2

4 Pinggiran daun melepuh 32 7 1.2

5 Bercak berwarna putih 68 10 1.8

6 Selaput hitam dan bercak kemerahan 46 15 2.7

7 Kerut daun dan selaput kehitaman 67 12 2.2

Lampiran 3. Data Perhitungan Tingkat Intensitas Serangan pada Lokasi Persemaian PT. TPL, Porsea

I =

x

100%

Dengan Keterangan : I = Intensitas serangan


(68)

v = Nilai skala dari tiap kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4) Z = Harga numerik dari kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4) N = Jumlah daun tanaman yang diamati.

1. KLON 32

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.16 % (IMUN)

2. KLON 33

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.64 % (IMUN)

3. KLON 32

I =

x

100%

I =

x

100%


(69)

4. KLON 46

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.8 % (IMUN)

5. KLON 67

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.57 % (IMUN) 6. KLON 68

I =

x

100%

I =

x

100%


(70)

Lampiran 4. Data Perhitungan Luas Serangan pada Lokasi Persemaian PT. TPL, Porsea

A = x 100 %

Dengan Keterangan : A = Luasan serangan

n = Jumlah tanaman yang terserang spesies penyakit ke-i N = Jumlah seluruh tanaman yang diamati

1. Gejala 1 (Klon 45)

A = x 100 %

A = x 100 %

A= 29.8 %


(71)

A = x 100 %

A = x 100 %

A= 19.8 %

3. Gejala 3 (Klon 33)

A = x 100 %

A = x 100 %

A= 4.2 %

4. Gejala 4 (Klon 32)

A = x 100 %

A = x 100 %

A= 1.2 %

5. Gejala 5 (Klon 68)

A = x 100 %

A = x 100 %

A= 1.8 %

6. Gejala 6 (Klon 46)

A = x 100 %

A = x 100 %


(72)

7. Gejala 7 (Klon 67)

A = x 100 %

A = x 100 %

A= 2.2 %  


(1)

Lampiran 2. Data Gejala Serangan dan Luas Serangan pada Lokasi Pembibitan PT. TPL, Porsea

Gejala ke-Symptomps (Gejala Serangan) Klon Jml Tanaman Terserang Luas Serangan %

1 Bercak kemerahan 45 163 29.8

2 Bercak berwarna hitam 45 108 19.8

3 Hampir seluruh daun barwarna hitam 33 23 4.2

4 Pinggiran daun melepuh 32 7 1.2

5 Bercak berwarna putih 68 10 1.8

6 Selaput hitam dan bercak kemerahan 46 15 2.7

7 Kerut daun dan selaput kehitaman 67 12 2.2

Lampiran 3. Data Perhitungan Tingkat Intensitas Serangan pada Lokasi Persemaian PT. TPL, Porsea

I =

x

100%

Dengan Keterangan : I = Intensitas serangan


(2)

v = Nilai skala dari tiap kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4) Z = Harga numerik dari kategori serangan tertinggi (nilai skala terbesar 4) N = Jumlah daun tanaman yang diamati.

1. KLON 32

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.16 % (IMUN)

2. KLON 33

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.64 % (IMUN)

3. KLON 32

I =

x

100%

I =

x

100%


(3)

4. KLON 46

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.8 % (IMUN)

5. KLON 67

I =

x

100%

I =

x

100%

I = 0.57 % (IMUN) 6. KLON 68

I =

x

100%

I =

x

100%


(4)

Lampiran 4. Data Perhitungan Luas Serangan pada Lokasi Persemaian PT. TPL, Porsea

A = x 100 %

Dengan Keterangan : A = Luasan serangan

n = Jumlah tanaman yang terserang spesies penyakit ke-i N = Jumlah seluruh tanaman yang diamati

1. Gejala 1 (Klon 45)

A = x 100 %

A = x 100 % A= 29.8 %


(5)

A = x 100 %

A = x 100 % A= 19.8 %

3. Gejala 3 (Klon 33)

A = x 100 %

A = x 100 % A= 4.2 %

4. Gejala 4 (Klon 32)

A = x 100 %

A = x 100 % A= 1.2 %

5. Gejala 5 (Klon 68)

A = x 100 %

A = x 100 % A= 1.8 %

6. Gejala 6 (Klon 46)

A = x 100 %

A = x 100 % A= 2.7 %


(6)

7. Gejala 7 (Klon 67)

A = x 100 %

A = x 100 % A= 2.2 %


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penyakit Daun Pada Pembibitan Empat Klon Hasil Persilangan Eucalyptus grandis x Eucalyptus urrophylla Di Pt. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

2 59 60

Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 31 72

Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 0 13

Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 0 2

Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 0 3

Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 0 12

Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 0 2

Karakterisasi Penyakit Daun pada Pembibitan Enam Klon Hibrid Turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita di PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 0 7

Uji Infeksi Phaeophleospora Sp. Pada Klon Hibrid Eucalyptus Grandis X Eucalyptus Urophylla Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 1 11

Karakteristik Penyakit Daun Pada Pembibitan Empat Klon Hasil Persilangan Eucalyptus grandis x Eucalyptus urrophylla Di Pt. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

0 0 13