Liturgi Sabda Analisis Komposisi

29 Notasi 3.20

B. Liturgi Sabda

1. Absolve Domine Lagu berikut adalah Absolve Domine. Berikut terjemahannya : Latin Indonesia Absolve, Domine, animas omnium fidelium defunctorum ab omni vinculo delictorum et gratia tua illis succurrente mereantur evadere iudicium ultionis, et lucis æternae beatitudine perfrui. Ampunilah, ya Tuhan, jiwa-jiwa semua orang beriman yang telah meninggal dari semua belenggu dosa-dosa mereka dan dengan bantuan rahmatMu kepada mereka semoga mereka layak terhindar dari penghakiman, dan menikmati berkat cahaya abadi. Syair ini disusun dalam fromat koor dengan iringan orkes. Menggunakan tangga nada C mayor, bersukat 44 dengan tempo 30 Andante. Terdapat intro sepanjang 3 birama. Melodi utama motif awal terdapat pada suara soprano sebagai berikut : Notasi 3. 21 Motif melodi pada sopran menggambarkan permohonan agar Tuhan mengampuni dosa jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Penggunaan pergerakan akor dari C menuju D7C untuk melukiskan permohonan yang penuh harapan baik. Pergerakan berikutnya adalah dari akor Fm-5C menuju C untuk melukiskan permohonan yang penuh harapan baik dan memunculkan rasa mengeluh dengan akor Fm-5C. Pada birama 13 terdapat pergantian tangga nada dari C mayor menjadi Bb mayor dengan tempo Adagio. Bagian ini berupa frase homofon dengan nada triol 18 dan mengimitasi konsep Gregorian yang mengalir. Perbedaan konsep Gregorian dengan frase ini adalah bahwa Gregorian tidak menggunakan garis birama, seangkan frase ini menggunakan garis birama. Persamaannya adalah serupa dalam pembawaan untuk bernyanyi secara legato. Frase ini menggambarkan syair et gratia tua illis succurrente mereantur evadere iudicium ultionis, dan dengan bantuan rahmatMu kepada mereka semoga mereka layak terhindar dari penghakiman, yang intinya 31 berpengharapan bahwa dengan rahmat Allah akan terhindar dari penghakiman yang mengerikan. Tekstur tenang, mengalir dan memiliki melodi pada soprano yang ekspresif. Berikut frase tersebut : Notasi 3.22 Pada syair et lucis æternae beatitudine perfrui dan menikmati berkat cahaya abadi., terdapat lompatan oktav pada soprano untuk menggambarkan bahwa berkat cahaya abadi tiba-tiba muncul dari bawah dan membelah langit. Berikut adalah frasenya : Notasi 3.23 Pada tiga birama terakhir terdapat pergerakan akor F menuju Bb mayor. Menujukkan bahwa cahaya telah datang dan terang seketika. 2. Dies Irae Berikut adalah syair lagu Dies Irae : Latin Indonesia 32 Dies irae, dies illa, Solvet saeclum in favilla: Teste David cum Sibylla. Hari ini, hari kemurkaan, Akan memusnahkan dunia ke dalam abu: Seperti dinubuatkan oleh Daud dan Sybil Quantus tremor est futurus, Quando iudex est venturus, Cuncta stircte discussurus Akan ada kegentaran yang hebat Ketika sang Hakim akan datang Mengadili seadil-adilnya. Tuba, mirum spargens sonum Per sepulcra regionum, Coget omnes ante thronum. Bunyi sangkakala menebarkan suara yang menakutkan Ke semua makam di seluruh negeri Memanggil semua ke hadapan singgasana. Mors stupebit, et natura, Cum resurget creatura, Iudicanti responsura. Kematian dan alam semesta akan tertegun Saat umat manusia bangkit kembali Untuk menanggapi panggilan sang Hakim. Dies Irae disusun dalam tangga nada E minor dengan sukat 24 dan tempo Allegro. Lagu ini disusun untuk format koor dan orkes. Menggambarkan kengerian pada penghujung hari kiamat dimana Allah berperan sebagai hakim yang siap mengadili semua orang. Terdapat intro sepanjang 4 birama dengan motif triol nada 18 untuk menggambarkan bumi yang berguncang yang siap membangunkan semua orang. Berikut motifnya : 33 Notasi 3. 24 Motif pertama berupa unisono tenor dan bas sepanjang 11 birama. Berikut motif pertamanya : Notasi 3.25 Pada bagian ini menggunakan nada 116 untuk mempertegas kesan memaksa membangunkan orang di penghujung hari kiamat. Terdapat lompatan nada berjarak 6 nada E ke Cis menggambarkan kesan mendadak tak beraturan memaksa. Kedatangan Tuhan sang hakim yang mendadak dan tidak ada yang tahu, membuat melodi ini menjadi seperti tergesa-gesa dan memaksa semua untuk bangun. Frase berikut merupakan ulangan melodi tenor danbas yang dinyanyikan oleh soprano dan alto. Motif berikutnya untuk menggambarkan syair quantus tremor est futurus, akan ada kegentaran yang hebat, dilukiskan dengan triol nada 18. Bumi berguncang dengan dengan hebat, memaksa semua orang untuk bangkit menuju penghakiman terakhir. Terstur harmoni frase ini adalah gelap karena menggunakan nada rendah yang bergerak naik dan bernuansa minor. Menggunakan akor E minor dan bergerak menuju akor B dengan melodi pada sopran yang bergerak seolah-olah seperti sedang terburu-buru karena bumi berguncang dengan hebatnya. 34 Notasi 3.26 Kemudian diberi perlakuan sekuens yang semula bernuansa E minor berubah menjadi B minor. Akor berubah menjadi B minor dan berujung pada B mayor sebagai transisi menuju frase berikutnya. Notasi 3.27 Pada kalimat quando iudex est venturus,ketika sang Hakim akan datang suasana menjadi tenang dengan perlakuan melodi secara unisono. Hal ini dimaksudkan bahwa disana terdapat suasana agung tetapi ngeri karena Tuhan datang sebagai hakim. Semua tertunduk mengakui 35 kebesaran Tuhan dengan penuh sesal. Melodi juga bergerak turun untuk menggambarkan suasana tersebut. Berikut motifnya : Notasi 3.28 Unisono menggambarkan tekstur kompak, bahwa semua orang serentak dalam keadaan takjub sekaligus takut dan merunduk. Pergerakan nadanya adalah B-A-G. Pada syair cuncta stircte discussurus mengadili seadil-adilnya suasana berubah menjadi kalut. Diekspresikan dengan nada-nada tinggi pada sopran dengan nada 116 untuk memunculkan detak jantung yang berdegup karena sangat kaget. Lompatan nada sopran yang paling ekstrim adalah nada B yang ditahan sepanjang dua birama untuk mengekspresikan jeritan dan ketakutan yang luar biasa. Berikut frase tersebut : 36 Notasi 3.29 Akhir dari frase ini adalah nada ¼ yang tegas dengan aksen untuk menggambarkan bahwa situasi tersebut bukan rekayasa melainkan sungguhan. Ditutup dengan extro yang menggambarkan suasana yang masih berguncang dengan dominasi suara trumpet dan violin pada nada- nada tinggi. Berikut adalah cuplikannya : Notasi 3. 30 37 Syair berikut adalah “Tuba, mirum spargens sonum per sepulcra regionum,” Bunyi sangkakala menebarkan suara yang menakutkan. Bunyi sangkakala diwakilkan oleh suara trumpet dan trombone yang diberi perlakuan nada 116 untuk menggambarkan suasana sangkakala penghujung hari yang agung dan misterius. Terdapat intro sepanjang dua birama dengan instrumen timpani dan brass. Sukat berubah menjadi 44 dengan tempo Maestoso. Tekstur harmoninya adalah gelap, tajam dan misterius. Berikut cuplikannya : Notasi 3.31 Frase berikutnya adalah unisono koor sepanjang satu birama kemudian terdapat harmonisasi pada birama berikutnya. Tekstur pada bagian ini adalah gelap mendadak terang karena terdapat lompatan nada E secara oktav. Berikut cuplikannya: Notasi 3.32 38 Pada syair per sepulcra regionum terdapat nada panjang pada soprano dan alto untuk melukiskan bahwa suara sangkakala memenuhi seluruh wilayah bumi. Tekstur harmoni masih menggunakan nuansa E minor untuk menggambarkan kengerian. Terdapat perubahan tempo menjadi Allegro dan sukat 24. Syair dari frase ini adalah coget omnes ante thronum memanggil semua ke hadapan singgasana. Untuk mengekspresikan syair tersebut digunakan sekuens dari motif berikut : Notasi 3.33 Maksud dari sekuens adalah bahwa orang yang mendengar bunyi sangkakala akan bangkit dan berdiri untuk menjawab panggilan penghakiman. Muncul secara bergantian pada suara soprano, bas, alto tenor. Berikut sekuens tersebut : Notasi 3.34 Tesktur harmoni menjadi polifoni untuk menggambarkan banyak orang yang mendengar sangkakala dan berdiri menanggapinya. Bagian ini hanya diiringi oleh seksi gesek untuk menggambarkan bahwa orang berbondong-bondong bangkit menghadap Tuhan. 39 Syair berikutnya adalah Mors stupebit, et natura Kematian dan alam semesta akan tertegun digambarkan dengan pergerakan tangga nada triol berharga 18 untuk mengekspresikan betapa mengagumkannya ketika dunia dipenuhi oleh jutaan orang yang bangkit dengan serempak menghadap sang hakim. Tempo berubah menjadi Adagio untuk mengekspresikan pergerakan naik tangga nada yang romantis. Tekstur harmoni berubah menjadi nuansa E mayor. Berikut cuplikannya : Notasi 3.35 Terdapat pedal point pada suara bas dengan bertahan pada nada E, sementara suara sopran bergerak naik pada nada E, F, G, A, B, C, D seperti nuansa tangga nada E mayor. Terdapat pengulangan motif dengan sedikit variasi pada birama terakhir tersebut. Syair cum resurget creatura saat umat manusia bangkit kembali disusun dengan gaya polifoni dan menggambarkan manusia yang bangkit berjuta-juta jumlahnya. Motif dari frase ini dimulai pada suara alto, yaitu : Notasi 3.36 40 Kemudian diulang bersahutan dengan perlakuan sekuens naik dan turun pada suara soprano, tenor dan bas sepanjang 9 birama. Pada birama 10 terdapat suspensi nada pada suara soprano dan berakhir pada akor A mayor yang menggambarkan bahwa semua sudah siap untuk menerima penghakiman. Berikut frase tersebut: Notasi 3.37 Bagian penutup lagu ini berupa frase homofon dengan syair Iudicanti responsura Untuk menanggapi panggilan sang Hakim disusun dengan gaya homofon yang legato. Terdapat pergerakan akor D-Dm7F-B- B7A-EmG-AmF-B-E-AmE-E. Pada dua birama terakhir terdapat kadens amin yang dibuat minor, pergerakan dari akor IV menuju I Am menuju E mayor. Tekstur harmoni tersebut menggambarkan bahwa semua sudah siap untuk diadili oleh Allah sang hakim. 3. Liber Scriptus Profetur Latin Indonesia Liber scriptus profetur, In quo totum continetur, Unde mundus iudicetur. iudex ergo cum sedebit, Quidquid latet, apparebit: Nil inultum remanebit. Kitab yang tertulis akan diajukan, Yang memuat segalanya, Yang dengannya dunia akan dihakimi. Saat sang Hakim menghampiri tahtanya, 41 Quid sum mister tunc dicturus? Quem patronum rogaturus, Cum vix iustus sit securus? Semua yang tersembunyi, akan ditampakkan Tak ada satupun yang tak dibalaskan. Apa yang dapat aku katakan, orang yang malang ini? Kepada pelindung yang mana aku berpaling? Ketika orang yang benarpun hampir tak terselamatkan? Merupakan resitatif solo tenor dengan syair Liber scriptus profetur Kitab yang tertulis akan diajukan sepanjang 11 birama. Ditulis dalam tangga nada Eb mayor dengan sukat 44 dan tempo Andante. Gaya komposisi yang sederhana melukiskan isi syair. Terdapat lompatan nada jarak 7 pada melodi solo tenor dalam syair “unde” yang menambah syahdu resitatif. Notasi 3.38 Resitatif ditutup dengan kadens V-I dalam akor G-Cm, memberikan kesan yang tegas bahwa semua yang tersembunyi akan ditampakkan. Bagian berikutnya adalah aria solo tenor dalam tangga nada Cm, bersukat ¾ dan bertempo Andante. Terdapat intro sepanjang 4 birama dengan motif utama berikut dan menjadi motif pada solo tenor. 42 Notasi 3.39 Terdapat transisi berupa modulasi langsung pada birama 28 dengan kadens V-I akor G ke C mayor. Nuansa pada bagian ini menjadi mayor karena berisi harapan bahwa apa yang akan dilakukan oleh seorang manusia hina dan berdosa menjadi semakin berpengharapan diberikan pengampunan. Pada birama 36 terdapat modulasi langsung dari C mayor menuju C minor dengan kadens V-I akor G mayor menuju C minor. Nada pada solo tenor sengaja dimunculkan nada As untuk melukiskan kepada siapa manusia akan berlindung ketika menghadapi ketakutan. Berikut melodi tenor dan modulasinya : Notasi 3.40 Pada bagian endingbirama 46 terdapat resolusi solotenor yang bergerak naik menuju nada final. Tekstur harmoni pada bagian terakhir sengaja dibiarkan kosong jarak ketiga dari akor yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk melukiskan pertanyaan yang belum terjawab. Berikut cuplikannya: 43 Notasi 3.41 4. Rex Tremendae Lagu ini disusun untuk format koor dengan iringan orkes dalam tangga nada G mayor dengan sukat 44 dan tempo Maestoso. Terjemahan syairnya adalah : Latin Indonesia Rex tremendae maiestatis, Qui salvandos salvas gratis, Salva me, fons pietatis. Ya Raja maha mulia yang menggentarkan Engkau menyelamatkan mereka yang layak diselamatkan Selamatkan aku, ya Sumber belaskasihan Terdapat intro sepanjang 2 birama dengan gaya heroik dan menggunakan semua instrumen yang sudah dipilih untuk memperkuat kesan majestik seorang raja. Berikut intronya : 44 Notasi 3.42 Motif pertama pada koor, suara sopran mendominasi dengan menyanyikan nada G tinggi, memberikan kesan bahwa Tuhanlah sang penguasa alam semesta. Tajam dan tegas dengan notasi berharga 116 memperkuat kesan gagah. Terjadi repetisi ritmis dengan nada sopran yang diberi sekuens naik menjadi nada A untuk kesan superlatif. Tekstur harmoni diberi perlakuan gaya homofon untuk kesan tebal. Berikut adalah bagiannya : Notasi 3.43 45 Motif berikut adalah penggambaran dari syair qui salvandos salvas gratis yang artinya EngkauAllah menyelamatkan mereka yang layak diselamatkan. Notasi 3.44 Melodi ini menceritakan tentang pengharapan bahwa Allah menyelamatkan semua orang yang percaya kepadaNya. Diberi perlakuan sekuens turun sebanyak tiga kali. Yang pertama dalam nuansa akor E minor, yang kedua bernuansa akor Bb mayor, dan yang ketiga bernuansa akor C mayor. Bagian penutup berupa kanon dua suara antara suara sopran dan alto melawan tenor dan bas sepanjang dua birama, kemudian ditutup dengan frase homofon untuk memberikan kesan bahwa Allah sumber belaskasih dunia. Dinamika dari frase ini adalah lembut, sebagai penggambaran hati Allah yang selembut kasih pengampunan. Berikut adalah frase yang dimaksud: Notasi 3. 45 46 5. Recordare, Iesu pie Ditulis untuk solo mezzo soprano dalam tangga nada A mayor, sukat ¾ untuk menunjukkan kesan bahwa Allah adalah sosok yang penuh kasih, dan tempo Andante. Berikut adalah terjemahan syairnya : Latin Indonesia Recordare, Iesu pie, Quod sum causa tuae viae: Ne me perdas illa die. Quarens me, sedisti lassus: Redemisti Crucem passus: Tantus labor non sit cassus. Ingatlah aku, ya Yesus yang lembut hati Bahwa akulah alasanMu lahir ke dunia Janganlah membuang aku pada hari itu. Demi mencari aku, Engkau berlelah-lelah Engkau menyelamatkan aku dengan memanggul salib Penderitaan itu tak akan sia-sia. Terdapat intro sepanjang delapan birama untuk mengawali lagu ini. Intro berupa rangkaian broken chord yang disusun secara arpeggio naik dan turun. Berikut empat birama motif intro : Notasi 3. 46 47 Motif dari solo mezzo soprano adalah sebagai berikut : Notasi 3.47 Lompatan arpeggio pada birama pertama melodi solo, menggambarkan permohonan pada Yesus untuk mengingat manusia. Terdapat lompatan keatas nada berjarak tujuh dari nada D menuju nada C menggambarkan Yesus yang yang manis dan diikuti serangkaian nada bergerak turun menuju nada C. Pesan yang ingin disampaikan melalui penulisan melodi pada lagu ini adalah bahwa Yesus adalah sesosok yang lembut hati, selalu mengasihi setiap manusia, walaupun mereka berbuat dosa sebanyak apapun. Pada melodi solo mezzo soprano di birama 51 dan 52 terdapat nada D, E, dan F. Hal ini dituliskan untuk menggambarkan bahwa Yesus rela mati disalib dengan perlakuan nada 116 dan fermata pada nada F. Superlatif untuk jeritan manusia yang melihat Yesus dan tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkanNya. Berikut frase tersebut : Notasi 3.48 48 Bagian penutup aria ini menggambarkan kepasrahan bahwa pengorbananNya dengan mati di kayu salib tidak akan sia-sia. Semua akan menjadi indah dan terselamatkan. Tekstur harmoni ditulis dengan sangat sederhana. Solis mezzo soprano menyanyikan nada tinggi E yang panjang untuk menandakan bahwa penyelamat yang tidak sia-sia itu akan terjadi sepanjang jaman. Berikut motifnya : Notasi 3.49 6. Iuste iudex ultionis Disusun untuk solo baritone dalam tangga nada Eb mayor dengan sukat 44 dan tempo Maestoso. Tekstur dari lagu ini gagah, disesuaikan dengan karakter suara solis baritone dan syair lagu. Berikut syair lagunya: Latin Indonesia Iuste iudex ultionis, Donum fac remissionis Ante diem rationis Ingemisco, tamquam reus: Culpa rubet vultus meus: Supplicanti parce Deus. O Hakim pembalas yang adil, Anugerahkanlah rahmat pengampunan Sebelum hari pembalasan Aku mengaduh seperti orang yang bersalah : 49 Qui Mariam absolvisti, Et latronem exaudisti, Mihi quoque spem dedisti. Wajahku tersipu-sipu karena bersalah : Sayangkanlah hambaMu yang memohon ini, ya Allah. Engkau yang mengampuni Maria Magdalena, Dan mendengarkan permohonan sang penyamun, Juga memberikanku harapan. Terdapat intro sepanjang satu birama, menggunakan instrumen brass dengan perlakuan nada 116 dengan gagah. Melukiskan Tuhan dalam sosok hakim yang adil dan gagah. Berikut motif intro : Notasi 3.50 Motif tersebut terinspirasi oleh aria bass dalam oratorio The Messiah karya G.F. Haendel yang berjudul “Thus, Said The Lord”. Terdapat pola intro yang mirip, hanya saja intro aria oratorio Haendel bernuansa minor. Terdapat lompatan turun lima nada pada melodi baritone birama lima menuju enam dari nada Eb menuju A. Hal ini dimaksudkan untuk melukiskan permohonan: anugerahkanlah donum rahmat pengampunan. Disusun dengan perpindahan akor Eb menuju F7Eb memberikan tekstur hubungan antara anak dengan Bapa yang romantis, syahdu, akrab. 50 Pada birama 11 terjadi modulasi dari Eb mayor menuju Eb minor untuk melukiskan orang yang mengaduh karena bersalah. Dengan melodi triol nada 18 untuk menggambarkan orang menangis terisak dan iringan nada 132 untuk memberi kesan superlatif dari isakan tangisan tadi. Berikut cuplikannya : Notasi 3.51 Pada syair Supplicanti parce Deus, birama 18 terdapat nada C pada melodi baritone dengan iringan akor Csus4G pada dua ketuk pertama kemudian melangkah ke akor C pada ketukan ketiga. Frase ini adalah transisi modulasi secara langsung menuju tangga nada F mayor. Berikut cuplikannya: Notasi 3.52 Pada modulasi ke F mayor, nuansa berubah menjadi cerah, penuh harapan seperti Yesus mengampuni Maria Magdalena 35 . 35 Wanita yang dianggap seorang pelacur pada masa Yesus. 51 Kegembiraan dan rasa syukur muncul setelah ada rasa haru ketika diampuni. Digambarkan dengan akor F mayor bergerak menuju G7F kemudian dilanjutkan ke CE dan bermuara ke F lagi. Pada birama 27 terjadi modulasi ke tangga nada G mayor sebagai bentuk superlatif dari frase sebelumnya. Pada birama 34 terdapat nada tinggi untuk solo baritone nada E diberi fermata untuk melukiskan seperti seorang penyamun yang bertobat dan ingin diselamatkan, memberikan kesan klimaks, bebas dan terlepas pertobatannya. Berikut frase tersebut : Notasi 3.53 Sebagai lawan klimaks, diberikan frase antiklimaks untuk menyangatkan perbedaan antara pertobatan yang menggebu-gebu dan pertobatan yang pasrah sumarah. Berikut motif yang paling akhir tersebut : Notasi 3.54 52 Pada birama yang paling akhir, seharusnya bermuara menuju akor E minor. Pada kenyataannya terdapat akor E mayor yang melukiskan pertobatan yang pasrah sumarah memberikan harapan baru untuk penyamun yang bertobat dan diselamatkan. 7. Preces meae non sunt dignae Merupakan recitative accompagnato 36 untuk solo mezzo soprano. Recitative accompagnato biasanya lebih melodius daripada recitative secco 37 Ditulis dalam tangga nada A minor, dengan sukat 44 dan tempo Allegro. Pemilihan tempo allegro untuk menggambarkan perasaan yang tergetar, kalut dan putus asa. Berikut syairnya : Latin Indonesia Preces meae non sunt dignae: Sed tu bonus fac benigne, Ne perenni cremer igne. Inter oves locum praesta, Et ab haedis me sequestra, Statuens in parte dextra. Doa-doaku tak berarti apa-apa Tapi Engkau, yang Maha baik, tunjukkanlah belas kasihan Agar aku jangan terbakar dalam nyala api abadi. Satukanlah aku dalam kawanan domba Pisahkanlah dari kawanan kambing Dudukkanlah aku di sebelah kananMu. Terdapat intro sepanjang dua birama untuk menghantarkan solo mezzo soprano menyanyikan nada tinggi pertamanya nada E. Meratapi bahwa doanya tidak berharga dan memberi penegasan kuat terhadap kalimat preces meae, non sunt dignae doaku sungguh tidak berharga. Berikut cuplikannya : 36 Deklamasi lagu yang diiringi. 37 Secco artinya kering. Dimaksudkan untuk resitatif tanpa iringan, atau dengan iringan basso continuo saja. Kebanyakan terjadi dalam opera. 53 Notasi 3.55 Pada birama tujuh dilanjutkan dengan interlude berupa pedal point sepanjang empat birama, kemudian terdapat akor FM7 dan A minor untuk menghantar solo mezzo soprano melagukan melodinya. Berikut interlude tersebut : Notasi 3.56 Dalam kalimat Sed tu bonus fac benigne , untaian melodi vokal menggambarkan bahwa Tuhan lah yang membuat semua doa menjadi bagus dan sempurna. Digambarkan dalam nuansa A minor untuk menunjukkan bahwa manusia tidak berarti apa-apa tanpa campur tangan Tuhan. Melodi tersebut diberi perlakuan sekuens naik untuk kesan superlatif. Terdapat motif yang menggambarkan permohonan agar manusia jangan terbakar oleh api yang membara dalam kalimat Ne perenni cremer igne. Berikut motifnya : 54 Notasi 3.57 Lompatan turun nada E menuju F menggambarkan ketakutan dan kepasrahan manusia agar tidak terbakar oleh api membara. Diberi perlakuan sekuens naik untuk kesan superlatif. Nada 18 pada bas menggambarkan detak jantung manusia yang merasa ketakutan. Pada frase penutup, terdapat nada E dalam melodi vokal. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan keyakinan bahwa manusia akan ditempatkan disebelah kanan Tuhan. Tekstur harmoni pada bagian ini adalah lunak dan cerah. Pemilihan akor C mayor dan Dminor-5 memberikan karakter yang ajaib sementara mezzo soprano menahan nada E sepanjang delapan hitungan. Berikut motif yang dimaksud : Notasi 3.58 8. Confutatis maledictis Merupakan recitative accompagnato dan aria untuk soprano. Ditulis dalam tangga nada A minor, sukat 44 dan tempo Allegro. Berikut syairnya : 55 Latin Indonesia Confutatis maledictis, Flammis acribus addictis: Voca me cum benedictis. Oro supplex et acclinis, Cor contritum quasi cinis: Gere curam mei finis. Ketika para jahat dikutuk, diserahkan ke dalam nyala api yang hebat: Satukanlah aku dengan para terberkati, Aku berdoa memohon dan bertelut, Dengan hati yang hancur seperti abu: Perhatikanlah kesudahanku. Pada birama awal terdapat intro untuk menggambarkan kutukan terhadap orang-orang yang jahat. Digambarkan dengan nada ¼ ber aksen dan nada kedua berharga 116 untuk memunculkan imajinasi orang yang terkena sesuatu yang dilempar. Berikut motifnya : Notasi 3.59 Motif berikut adalah melodi dari soprano yang menceritakan tentang ketika para jahat dikutuk : Notasi 3.60 56 Disana terdapat pergerakan nada E, F, G, A, dan C untuk melukiskan bahwa para jahat dikutuk. Pembawaan bagian ini secara parlando 38 dan emosi magis untuk kesan superlatif motif intro. Bagian berikut adalah resolusi dari recitative pada birama 10 dengan motif sebagai berikut : Notasi 3.61 Syair voca me cum benedictis adalah sebuah permohonan agar dipersatukan dengan para kudus. Tekstur harmoni menjadi lunak dan terang. Terdapat perpindahan nuansa minor dari birama 10, 11, dan 12 menjadi mayor pada birama 13. Pergerakan nada pada melodi soprano menggambarkan permohonan yang membumbung meninggi perlahan sampai menuju tempat dimana para kudus berada disana. Melodi ini dinyanyikan dengan dinamika lembut dan manis. Bagian berikutnya adalah aria soprano. Ditulis dalam tangga nada C minor, sukat ¾ dan tempo Andante mengikuti tempo frase akhir dari recitative. Terdapat intro sepanjang empat birama, berikut intronya : 38 Gaya bernyanyi seperti berbicara. Istilah lain mengatakan declamatore. 57 Notasi 3.62 Motif melodi awal dari soprano menggambarkan orang yang berdoa sambil berlutut, tetapi berdoa tidak dalam keadaan khusuk. Berdoa dalam keaadan menengadah dan menantang langit, menunjukkan bahwa dirinya berada dalam kemarahan. Pertemuan antara kemarahan dalam doa dan penyesalan. Berikut motifnya : Notasi 3.63 Nada bas ditulis dengan harga 18, menggambarkan situasi hati yang berdegup karena marah dan kecewa dan penyesalah. Semua bercampur aduk menjadi satu, dituangkan dalam kombinasi antara melodi soprano, nada bas dan harmoni bernuansa minor. Terdapat modulasi langsung pada birama 26 menuju 27, yang semula dalam tangga nada C minor menjadi E minor. Akor 58 yang digunakan untuk menjadi jembatan modulasi adalah D mayor, langsung berubah menjadi E minor. Berikut perubahan tersebut : Notasi 3.64 Terdapat interlude yang sama dengan intro aria dari birama 44 sampai 47. Pada bagian ini tangga nada kembali menjadi C minor. Melodi pada soprano mengalami sedikit variasi dari single note menjadi : Notasi 3.65 Inti dari penggambarannya masih sama dengan bagian awal lagu. Pada bagian penutup terdapat lompatan naik nada oktav pada melodi sopran dari nada E menuju E. Hal ini menggambarkan keputusasaan yang amat sangat dan ingin diperhatikan. Semacam jeritan agar diperhatikan oleh seiktar, dalam hal ini adalah perhatian dari Tuhan. Berikut frasenya : 59 Notasi 3.66 9. Lacrimosa Merupakan aria untuk solo tenor, disusun dalam tangga nada B minor dengan sukat 44 dan tempo Adagio. Penggunaan tangga nada B minor bertujuan untuk membantu melukiskan suasana berduka yang teramat dalam, seperti J.S. Bach yang menggunakan tangga nada untuk menyusun Misa B minor. Syair adalah sebagai berikut : Latin Indonesia Lacrimosa dies illa, Qua resurget ex favilla Iudicandus homo reus: Huic ergo parce Deus. Pie Iesu Domine, Dona eis requiem, Amen. Pada hari yang dideru air mata, Ketika dari abu akan bangkit Orang yang bersalah untuk dihakimi: Karenanya sayangkanlah dia ya Allah. Tuhan Yesus yang penuh belaskasihan, Berilah dia istirahat. Amin. Terdapat intro sepanjang lima birama, dengan tekstur tipis karena menggunakan instrumentasi orkes hanya seksi gesek dan organ pada tiga birama awal, kemudian muncul trombone, timpani, flute, oboe dan 60 clarinet. Motif solo tenor pada birama enam menggambarkan tetesan air mata orang yang sedang berduka. Dimulai dari nada F kemudian turun E, D, C, B, A, G, F, E. Motif ini diulang secara sekuens turun untuk menunjukkan bahwa air mata yang mengalir menetes di pipi tidak hanya sekali. Berikut cuplikanya : Notasi 3.67 Terdapat imitasi secara kanon pada suara tenor dan clarinet, hal ini untuk menggambarkan yang menangis bukan hanya satu orang saja, tetapi suara orang lain digambarkan dalam instrumen clarinet. Pada birama 25 terdapat perubahan tangga nada dari Bm menjadi B mayor, dijembatani oleh akor F mayor sebagai kadens V nya B mayor. Nuansa pada frase ini menjadi romantis, menggambarkan sosok Tuhan yang maha welasasih walaupun manusia berdosa berat. Pola iringan berubah menyerupai waltz 39 untuk menggambarkan bahwa Tuhan adalah sosok yang menyenangkan. Berikut cuplikannya : 39 Musik dansa dari Jerman, memiliki sukat 34 dan dinamis. 61 Notasi 3.68 Melodi pada solo tenor juga menggunakan nada triol 18 untuk mengekspresikan perasaan yang menyenangkan. Dinamika juga menggunakan dolce seperti Tuhan yang manis dan lembut hati.

C. Liturgi Ekaristi