Bentuk-bentuk dan Intensitas Gangguan Manusia Pada Daerah Tepi Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat

Koko Kusnanto (E03495019). Bentuk-bentuk dan Intensitas Gangguan Manusia Pada
Daerah Tepi Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
Pembimbing Ir. H. Sambas Basuni, MS.
Penggunaan lahan dan status daerah penyangga Tarnan Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGGP), adalah berupa lahan pernukiman, pertanian, perkebunan teh, kawasan
hutan Perhutani. Dalam daerah penyangga ini juga terdapat kegiatan perindustrianlkerajinan
rakyat (Mukhtar dan Pratiwi, 1986).

Dalarn upaya pengernbangan daerah penyangga

tersebut perlu adanya informasi tentang kondisi sekitar batas kawasan yang dapat digunakan
sebagai

informasi

dasar

dalam

penentuan


kebijaksanaan

pengernbangan

dan

pengelolaannya.
Perrnasalahan yang ada di sekitar tepi kawasan adalah terjadinya gangguan oleh
rnanusia berupa pencurian kayu, perburuan satwaliar, perambahan hutan, perladangan dan
pernungutan hasil hutan lainnya secara tidak terkendali. Akibat gangguan tersebut adalah
hilangnya pohon, hilangnya atau rusaknya lahan yang tertutup oleh hutan sehingga fungsi
hutan terganggu atau hilangnya plasma nutfah baik yang berbentuk flora ataupun fauna
(Hadi, 1993).
Tujuan penelitian ini untuk rnengetahui berbagai bentuk gangguan rnanusia dan
intensitasnya pada daerah tepi kawasan TNGGP berdasarkan pola penggunaan lahan yang
berbatasan serta status pernilikan lahannya.
Penelitian ini dilaksanakan di enam resort TNGGP dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu
Resort Cibodas dan Resort Gedeh untuk wilayah Kabupaten Cianjur, Resort Goalpara dan
Resort Selabintana untuk wilayah Kabupaten Sukabumi, Resort Bodogol dan Resort
Cimande untuk wilayah Kabupaten Bogor, rnulai bulan April-Juni 1999.


Data yang

dikurnpulkan terdiri dari data pokok dan data penunjang baik primer rnaupun sekunder. Data
pokok yang dikurnpulkan adalah data gangguan rnanusia (melalui pengarnatan dan
pengukuran langsung di lapangan serta pengkajian laporan), data penggunaan lahan yang
berbatasan dengan taman nasional (karakteristik lahan), data status pemilikan lahan dan
data upaya pengelolaan dari pihak TNGGP dalam bidang perlindungan kawasan.
Sedangkan data penunjang yang dikumpulkan adalah data sosial ekonorni masyarakat. Data
primer diarnbil rnelalui wawancara dan pengamatan lapangan dengan cara rnenyusuri batas
taman nasional, serta mengukur tiligkat kerusakan tepi kawasan pada masing-masing pola
penggunaan lahan daerah penyangga yang diteliti yang terdapat pada masing-masing unit
desa. Sedangkan data sekunder diarnbil dari studi literatur.
ditabulasikan dan dianalisis secara deskriotif.

Data tersebut kemudian

Pola penggunaan lahan yang berbatasan dengan tarnan nasional baik itu sebagai
kawasan hutan lain, tanah negara maupun


tanah yang dibebani hak milik diharapkan

rnampu rnenyangga dan rnelindungi keutuhan kawasan. Dari beberapa lokasi yang dijadikan
contoh. TNGGP berbatasan langsung dengan lahan hutan Perhutani, perkebunan teh,
perkebunan carnpuran, kebun raya, lapangan' golf, ladang palawija, sawah dan kebun
rakyaUtalun.
Bentuk-bentuk gangguan yang terjadi pada kawasan TNGGP adalah pencurian kayu
bakar, perburuan satwaliar, penebangan liar, pencurian pakis, pencurian bambu dan
penyerobotan lahan. Intensitasltingkat gangguan ini bila dilihat dari pola penggunaan dan
status pernilikan lahan yang berbatasan langsung dengan kawasan tarnan nasional,
berbeda.
Dari beberapa jenis gangguan yang ada, gangguan penyerobotan lahan rnerniliki tingkat
kerusakan yang lebih besar yaitu 17.88 ha. Sebagian besar penyerobotan lahan terhadap
tarnan nasional tersebut terjadi pada desa-desa dengan arealyang berbatasan dengan lahan
rnilik rnasyarakat, seperti ladang palawija (9,59 ha) dan sawah (6,l ha), dengan lokasi
perkarnpungan yang relatif dekat. Selain itu karena tidak adanya kawasan lain yang dapat
rnenyangga kebutuhan rnanusia akan hasil hutan, berbeda dengan lahan hutan ataupun
lahan perkebunan. Berbeda dengan desa-desa yang rnerniliki areal pola penggunaan lahan
hutan Perhutani, perkebunan carnpuran, perkebunan teh, kebun raya, dan lapangan golf,
yang status lahannya rnerupakan tanah negara atau bekas Hak Guna Usaha (HGU) tetapi

dikelola secara intensif. Pada penggunaan lahan seperti ini rnayarakat tarnpaknya
rnenghadapi semacam regulasi atau aturan sehingga rnereka kurang rnerniliki keberanian
untuk rnelakukan penyerobotan lahan atau rnemanfaatkan hasil. Pada pola penggunaan
lahan sernacarn ini masyarakat hanya bekerja sebagai buruh dan menerima upah atau gaji.
sehingga mereka tidak akan berusaha untuk rnenggarap lahan dirnana rnereka bekerja..
Bila dilihat dari perbandingan panjang batas penggunaan lahan yang berbatasan dengan
tarnan nasional tidak ada hubungan dengan besarnya gangguan yang terjadi.

Pola

penggunaan lahan hutan Perhutani atau lahan berhutan lainnya (perkebunan carnpuran)
rnemiliki tingkat kerusakan relatif lebih kecil dibanding pola penggunaan lahan ladang
palawija, sawah, perkebunan teh dan kebun rakyaUtalun. Tarnpaknya pola penggunaan
lahan berhutan lebih dapat menyangga kebutuhan rnanusia akan hasil hutan dan dapat
rnerintangi manusia untuk masuk ke dalarn kawasan taman nasional.
Dapat digarnbarkan, bahwa Pola penggunan lahan berupa ladang palawija dan sawah
rnilik rnasyarakat yang berbatasan langsung dapat menimbulkan gangguan rnanusia
terhadap taman nasional lebih tinggi dibandingkan dengan pola penggunaan lahan lain. Hal
ini karena tidak adanya


rintangan (barrier capacity) yang dapat rnenghalangi atau

rnenyangga kebutuhan rnanusia akan hasil hutan. Sedangkan bila kawasan tarnan nasional
berbatasan dengan hutan (hutan Perhutani) dan perkebunan (perkebunan campuran dan
perkebunan teh) dengan status lahan rnilik negara yang dikelola secara kelembagaan,
kegitan manusia yang sifatnya dapat rnengganggu keberadaan taman nasional dapat
terintangi dan kebutuhan akan hasil hutan'tersangga oleh lahan tersebut.
Keterbatasan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan juga berpengaruh
terhadap tingkat gangguan akibat manusia. Setidaknya keberadaan sarana prasarana yang
baik dan efektif dapat rneningkatkan intensitas pengawasan terhadap kawasan tarnan
nasional ataupun terhadap masyarakat.