Intensitas komunikasi petani daerah penyangga kawasan Taman Nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan: kasus pada empat desa binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat

(1)

KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA

BERKELANJUTAN

(Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

MOHAMAD IHSAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Mohamad Ihsan NRP. P054050111


(3)

ABSTRACT

MOHAMAD IHSAN: Farmer Intensity of Communication In Buffer Zone Area of National Park Sustainability of Land And Water Conservation (Case in Four Gunung Gede Pangrango National Park of West Java Province) Supervised by SUMARDJO And SUTISNA RIYANTO.

The aims of this study are to analysis farmer characteristic factors, environment factor and farmer intensity of communication that influence farmers behavior in sustainability land and waters conservation in buffer zone of Gunung Gede Pangrango National Park of conservation area. This research was done in four villages in buffer zone conservation area of Gunung Gede Pangrango National Park of West Java Province. It start since May until August 2007 with total sample are 120 respondents. Collecting primier data was done by observation and reinterview. In other that secondary data was collecting by documents and reports from the relevant institution. To analysis data were used SPSS program. Results of this research show that ages characteristic factors, experience level, and belonging mass media are real influence and significant into communication intensity. Environmental factors is real influence and significant into communication intensity. Beside that, environment factors in farmer business of technology variable of conservation, farmer business organization, and social culture value are real influence and significant into farmer behavior of knowledge aspect and action in sustainability land and waters conservation. Intensity of farmers communication is real influence and significant into farmers behavior (like knowledge, affective, and action) in buffer zone are of conservation area of Gunung Gede Pangrango National Park in sustainability land and waters conservation.

Key words: Intensity of Communication, Buffer Zone Area, Sustainability of Land And Water Conservation


(4)

RINGKASAN

MOHAMAD IHSAN. Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh SUMARDJO dan SUTISNA RIYANTO.

Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia, Karena itu International Union For The Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memberikan kriteria penetapannya yang berfungsi sebagai upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya lestari. Menyadari pentingnya peranan taman nasional dan daerah penyangga maka diduga faktor karakteristik petani, faktor lingkungan dan intensitas komunikasi sangat mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air. Penelitian ini bertujuan: Menganalisis faktor karakteristik petani, faktor lingkungan dan intensitas komunikasi petani yang mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Penelitian ini dilakukan di Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Provinsi Jawa Barat pada bulan Mei sampai Agustus 2007. Jumlah Sampel 120 responden. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengamatan, wawancara, diskusi mendalam dan terarah sedangkan data sekunder diproleh melalui dokumen dan dari laporan instansi terkait.

Faktor karakteristik petani pada variabel umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikursertaan dalam kelompok, luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan berpengaruh secara nyata terhadap intensitas komunikasi petani, sedangkan pada faktor lingkungan variabel teknologi usahatani konservasi, permodalan usahatani, keberadaan lembaga sosial dan organisasi sosial memberikan pengaruh nyata terhadap intensitas komunikasi petani. Kepemilikan media massa, tingkat pendapatan, dan permodalan usahatani konservasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas komunikasi petani.

Faktor karakteristik petani pada variabel tingkat pendidikan dan status kepemilikan lahan berpengaruh nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan, Pada faktor lingkungan semua variabel berpengaruh nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Faktor intensitas komunikasi petani pada variabel intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional, intensitas komunikasi dengan media massa dan intensitas komunikasi dengan penyuluhan memberikan pengaruh yang nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

Kata kunci: Intensitas Komunikasi, Daerah Penyangga dan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan


(5)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian


(6)

INTENSITAS KOMUNIKASI PETANI DAERAH PENYANGGA

KAWASAN TAMAN NASIONAL DALAM MELAKUKAN

KONSERVASI TANAH DAN AIR SECARA

BERKELANJUTAN

(Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

MOHAMAD IHSAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(7)

Judul : Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan

Taman Nasional Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

Nama : Mohamad Ihsan

Nrp : P054050111

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP)

Disetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Ir. Sutisna Riyanto, MS

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 12 November 2008 Tanggal Lulus………...


(8)

Penguji Luar Komisi:


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas hidayah dan ridlho-Nya penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan judul:Intensitas Komunikasi Petani Daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Dalam Melakukan Konservasi Tanah Dan Air Secara Berkelanjutan (Kasus Pada Empat Desa Binaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Provinsi Jawa Barat)

Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia yang berfungsi sebagai perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah penyangga secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terkait menjadi suatu keharusan dengan menerapkan berbagai metode dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, salah satunya adalah menerapkan teknologi konservasi tanah dan air dalam melakukan usaha pertanian demi keberlangsungan dan keberlanjutan sumberdaya alam secara lestari.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan dan kemajuan dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam dunia pertanian. Kemajuan tersebut sangat memungkinkan untuk mempercepat proses penyebaran dan adopsi teknologi konservasi lahan, tanah dan air di masyarakat.

Maksud dan tujuan penulisan tesis ini, agar menjadi salah satu referensi dalam implementasi program-program pemanfaatan dan pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah penyangga di sekitar pada umumnya dan pada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) khususnya.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS dan Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS. Sebagai Komisi Pembimbing dan atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan tugas akhir (tesis) ini, ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis dalam menerima dan menimba ilmu pengetahuan serta bapak Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS. Yang telah bersedia untuk menjadi penguji luar komisi dan bimbingannya selama menempuh pendidikan pada program studi Komunikasi


(10)

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.(SPs. IPB).

Ucapan terima kasih juga yang tak terkira disampaikan kepada para guru dan dosen saya serta para sahabat karib saya, terutama saudara-saudaraku Muhammad Sukri Nasution, Bang Arman, Kang Ahmad Fahir, Muhammad Badri, Muhammad Alif, Kang Firmanto, Kang Haris, Mbak Selly, Mbak Fitri, Mbak Dian, Mbak Erni, dan teman-teman KMP khususnya angkatan 2005 yang telah membantu demi kelancaran proses perkuliahan dan penyelesaian penulisan tesis ini. Saudara-saudaraku yang terhimpun dalam keluarga besar mahasiswa Asal Nusa Tenggara Barat (NTB) antara lain Bang Hilman, Bang Ichin, Ustadz Aspar, Bang Basri, dan Pak Siraj. Rekan-rekan yang namanya yang tidak bisa saya sebut satu-persatu di sini. Serta ucapan terima kasih untuk staf Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dan masyarakat di lokasi penelitian yang telah membantu dalam pengumpulan data dan informasi yang penulis butuhkan.

Akhirnya, Ucapan terima kasihpun tercurah kepada Kanda Muhammad Yusuf Halim sekeluarga, Paman Arifin, S.Ag sekeluarga di Kendari, Paman Drs. Alimudin sekelurga di Padang, Kanda Zakiuddin Usman S.Ag sekelurga, Ayunda Suhartini Halil, Adik-adikku tersayang Maksumhadi Kusuma, Sumiatun Hasanah dan Nurtijah Handayani. Serta terutama sekali hormat dan rasa bangga kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Muhammad Halil Kasim Azhari (alm) yang dipanggil oleh Sang Khaliq di saat penyelesaian tugas akhir ini dan Ibunda Sumiati yang mata air kasihnya selalu mengalir serasa tak pernah kering. Hanya ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis panjatkan

Terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), PT. Newmont Nusa Tenggara dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) yang telah memberikan dana pendidikan dan penelitian dalam penyelesaian tesis ini.

Tentu saja, masih banyak kekurangan disana sini. Penulis sangat membuka kedua tangan untuk masukan-masukan dan kritikan-kritikan dari berbagai pihak demi perbaikan di masa depan. Semoga karya tulis (tesis) ini memberikan manfaat kepada pengembangan Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

Bogor, Februari 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, lahir di Dasan Baru Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tanggal 03 April 1981, dari pasangan Bapak H. Muhammad Halil Kasim Azhari (alm) dan Ibu Sumiati.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Kendari (MAN 1 Kota Kendari), lulus Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan konsentrasi Ilmu Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP) Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo (Unhalu) tahun 2004. Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) pada Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dengan Biaya sendiri, Pada tahun 2002 sampai tahun 2004 penulis sempat mengabdikan diri sebagai Tenaga Honorer Daerah pada kantor Walikota Kendari, pada tahun 2005 pernah bekerja pada Asuransi Jiwa Bringin Life PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera dan pada tahun 2008 sampai sekarang bekerja pada PT. Enviro Protek

Selama mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) penulis juga aktif pada kegiatan pelatihan dan seminar-seminar baik tingkat regional maupun nasional, dan aktif pada organisasi kemahasiswaan Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (Forum Wacana KMP) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana NTB (Forum Wacana NTB).


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Karakteristik Petani ... 9

2.2 Faktor lingkungan yang mempengaruhi usahatani konservasi Tanah dan Air ... 14

2.3 Komunikasi ... 17

2.4 Intensitas Komunikasi ... 18

2.5 Pengaruh Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi ... 21

2.6 Perilaku Petani (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) ... 27

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Petani ... 30

2.8 Hubungan antara Faktor Karakteristik dan Faktor Lingkungan ... 31

2.9 Pengaruh Karakteristik Petani dan Intensitas Komunikasi dengan Aspek Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan ... 32

2.10 Taman Nasional dan Pengelolaannya ... 33

2.11 Konservasi Tanah dan Air secara Berkelanjutan ... 34

2.12 Pembangunan Berkelanjutan ... 46

2.13 Kerangka Berpikir dan Hipotesis ... 48

III METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

3.2 Desain Penelitian ... 53

3.3 Populasi dan Sampel ... 54

3.4 Data dan Instrumen ... 54

3.5 Validitas dan Reliabilitas ... 55

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 57

3.7 Definisi Operasional ... 58

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 63

4.1 Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ... 63

4.2 Wilayah Penelitian ... 70

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

5.1 Karakteristik Petani ... 73

5.2 Faktor Lingkungan dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air... 80 5.3 Intensitas Komunikasi Petani dalam melakukan Konservasi


(13)

Tanah dan Air ... 85

5.4 Perilaku Petani dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air ... 89

5.4.1 Pengetahuan Petani Tentang Konservasi Tanah dan Air ... ... 89

5.4.2 Sikap Petani Tentang Konservasi Tanah Dan Air... ... 90

5.4.3 Tindakan Petani Tentang Konservasi Tanah dan Air ... ... 90

5.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Petani daerah Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air ... ... 91

5.5.1 Pengaruh Karakteristik Petani Terhadap Intensitas Komunikasi Petani ... 92

5.5.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi Petani ... 98

5.6 Pengaruh Karakteristik Petani Terhadap Perilaku Petani Dalam Melakukan Konservasi Tanah Dan Air ... 101

5.7 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perilaku Petani dalam melakukan Konservasi Tanah dan Air ... 105

5.8 Pengaruh intensitas Komunikasi Petani Terhadap Perilaku Petani dalam Melakukan Konservasi Tanah dan Air ... 109

VI SIMPULAN DAN SARAN ... 113

6.1 Simpulan ... 113

6.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Sebaran nilai reliabilitas pada setiap faktor ... 57

2 Sebaran wilayah dan jumlah penduduk di daerah sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango(TNGP) ... 67

3 Sebaran luas lahan daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ... 68

4 Jumlah pengunjung Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) untuk tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi dan tujuan lainnya ... 69

5 Sebaran responden berdasarkan golongan umur ... 73

6 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal... 74

7 Sebaran responden berdasarkan pengalaman berusahatani... 75

8 Sebaran responden berdasarkan tingkat kepemilikan media massa ... 76

9 Sebaran responden berdasarkan keikutsertaan dalam kelompok ... 77

10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan ... 78

11 Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan ... 79

12 Sebaran responden berdasarkan pada status lahan ... 79

13 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian petani responden terhadap faktor lingkungan ... 80

14 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian intensitas komunikasi petani ... 85

15 Sebaran nilai rataan dan tingkat penilaian perilaku petani... 89

16 Nilai koefisien regresi faktor karakteristik petani yang mempengaruhi Intensitas komunikasi petani ... ... 92

17 Nilai koefisien regresi faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku intensitas komunikasi petani. ... 98

18 Nilai koefisien regresi karakteristik yang mempengaruhi perilaku petani ... 102

19 Nilai koefesien regresi faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku petani ... 106

20 Nilai koefesien regresi faktor intensitas komunikasi petani lingkungan yang mempengaruhi perilaku petani ... 109


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1Model kerangka berpikir penelitian Intensitas komunikasi petani di

daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukakan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ... 50

2 Model konseptual hipotesis pertama ... 51

3 Model konseptual hipotesis kedua ... 51

4 Model konseptual hipotesis ketiga ... 52

5 Struktur organisai balai Taman Nasional Gunung gede Pangrango (TNGP)... 65


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman 1 Peta dan lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo

(TNGP) dan Lokasi penelitian ... 120 2. Hasil uji validitas dan realibilitas ... 121 3 Hasil analisis statistik ... 127 4 Aktifitas kelompok tani, gerakan penghijuan, kondisi lahan pertanian

dan aktifitas ekonomi petani di daerah penyangga kawasan Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ... 149 5 Kuesioner Penelitian ... 153


(17)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Degradasi lahan menjadi permasalahan dunia yang penting di abad 21, karena berdampak terhadap penurunan produktivitas pertanian, kerusakan lingkungan, berpengaruh kepada keamanan pangan dan kualitas hidup serta terjadinya penurunan kualitas tanah (Eswaran dan Reich, 2001).

Adanya lahan kritis merupakan salah satu gambaran terjadinya degradasi lahan yang pada umumnya disebabkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung merusak daya dukung tanah atau lahan seperti pemanfaatan lereng bukit untuk lahan pertanian yang tidak sesuai dengan dengan kemampuan dan peruntukannya, tidak menerapkan teknologi konservasi, bahkan dapat juga berubah fungsi menjadi areal pemukiman.

Selanjutnya salah satu kegiatan yang juga dapat menambah jumlah lahan kritis yaitu Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian yang disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain.

Kerusakan sumberdaya alam merupakan cerminan tindakan manusia dalam memanfaatkannya. Pada dasarnya manusia adalah makhluk ekonomi, yaitu ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Alam sebetulnya sudah menyediakan sumberdayanya untuk mencukupi kebutuhan manusia. Namun demikian, manusia banyak yang berpikir pendek dan sempit sehingga langsung menguras sumberdaya alam sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kelestariannya. Akibat tindakan tersebut adalah terjadinya bencana di mana-mana. Bencana alam terjadi di samping karena rusaknya sumberdaya alam juga makin diperparah dengan perubahan iklim yang terjadi. Banjir dan kekeringan sudah terjadi sejak dulu, akan tetapi akhir-akhir ini frekuensi kejadiannya makin sering dan makin meluas. Keseimbangan alam telah terganggu dan alam berusaha mencari keseimbangannya yang baru. Bencana


(18)

banjir, kekeringan, dan tanah longsor merupakan contoh terganggunya keseimbangan alam dan merupakan reaksi alam untuk mencapai keseimbangan atas aksi yang dilakukan manusia.

Pembangunan pertanian berkelanjutan (agricultural sustainable development) merupakan strategi pembangunan jangka panjang untuk memenuhi permintaan pangan, serat dan komodititas lainnya termasuk jasa lingkungan. Mengingat sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang menampung sebagian besar angkatan kerja, maka sektor pertanian juga merupakan sumber pendapatan dari sebagian besar penduduk Indonesia. Peranannya yang besar tersebut secara langsung maupun tidak, memiliki dampak yang besar terhadap sumber daya alam khususnya sumber daya lahan, mengingat aktivitas pertanian memerlukan lahan persatuan nilai output yang lebih besar dibanding dengan aktivitas lainnya, Dengan demikian, kapasitas produksi sektor pertanian akan ditentukan oleh jenis, jumlah dan mutu dari sumber daya alam yang dimiliki.

Uffortd dan Giri (2003) dalam (Siahaan, 2006) menyatakan bahwa setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan, khususnya kepada lingkungan, berupa pencemaran, berkurangnya sumber daya alam secara tidak terkendali, rusaknya keragaman hayati (bio diversity), terjadinya berbagai ragam penyakit, banjir dan bencana-bencana alam yang bertabiat dari kerusakan lingkungan. Begitu banyaknya pengorbanan yang diminta oleh pembangunan pada sendi-sendi, khususnya nilai-nilai sosial budaya. Begitu sulitnya memulai dari mana kita melangkah untuk bergerak dan hal-hal apa yang sesungguhnya lebih layak dicapai oleh pembangunan.

Taman nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai manfaat penting bagi kehidupan umat manusia. International Union For The Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN, 1994) dalam (Sarbi. LM, 2006) memberikan kriteria penetapannya yang berfungsi sebagai upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari. Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga memberikan panduan dalam pengelolaan taman nasional yang didasarkan pada sistem zonasi (zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lainnya).


(19)

Pemanfaatan jasa lingkungan hutan di kawasan taman nasional dapat dilakukan berdasarkan prinsip kelestarian, efisiensi, dan keadilan. Prinsip kelestarian menekankan bahwa pemanfaatan harus dapat mendorong terwujudnya kelestarian lingkungan, bukan justru merusak lingkungan. Prinsip efisiensi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan, dengan memperhitungkan nilai jasa lingkungan dalam kegiatan ekonomi melalui pembayaran jasa lingkungan. Sedangkan jasa lingkungan secara adil dilakukan untuk terjadinya distribusi manfaat dan biaya pemanfaatan jasa lingkungan secara adil, melalui penerapan sistem imbal jasa dari penerima manfaat kepada penyedia jasa lingkungan dan juga dari pencemar kepada penyedia jasa lngkungan. (Sarbi. M.L, 2006).

Fungsi taman nasional yang merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam, menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber dayaalam hayati dan ekosistemnya. Secara lebih khusus, misi konservasi kawasan taman nasional meliputi: 1) terjaganya seluruh potensi yang dimiliki, terutama bagi sumber plasma nutfah, 2) Terjaganya kondisi alamiah contoh-contoh ekosistem pada tingkat kestabilan yang dinamis, 3) termanfaatkannya potensi kawasan secara lestari untuk dapat meningkatkan perekonomian daerah maupun nasional.

Pembangunan taman nasional mempunyai arti yang sangat luas dan strategis ditinjau dari aspek konservasi dan pengembangan wilayah (Sarbi. M.L, 2006) kerena taman nasional merupakan: (1) sumber plasma nutfah, (2). Penunjang keseimbangan ekosistem, (3) sarana latihan, pendidikan dan penelitian, (4). Sarana wisata/rekreasi dan (5) sistem penunjang pengembangan wilayah setempat. Sebagai salah satu kawasan pelestarian alam, fungsi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) ini adalah :

1. Perlindungan proses ekologi sistem penyangga kehidupan seperti pengaturan tata air, pengaturan iklim mikro, pengaturan erosi, menjaga keseimbangan ekologi antar spesies, penyaring udara keruh, pemberi suasana indah dan sejuk dan lain-lain.


(20)

2. Pengawetan keanekaragaman flora dan fauna, tipe ekosistem dan potensi ekologi lainya yang dimiliki sebagai potensi yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pendidikan, ilmu penngetahuan, penelitian, ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya bagi kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, penunjang budidaya dan pariwisata alam.

Unsur-unsur sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem. Pembangunan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan upaya yang menyeluruh dan terpadu untuk meningkatkan peran kawasan dan sumberdaya alam hayati bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan.

Dalam konsep pembangunan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya telah ditetapkan kebijaksanaan pembangunan terpadu (Integrated Conservation Development Programe) dimana dalam merumuskan pembangunan konservasi dipadukan kepentingan dan manfaat dari seluruh unsur terkait, termasuk unsur masyarakat, khususnya masyarakat sekitar kawasan atau yang sering dikenal sebagai daerah penyangga (Buffer Zone).

Menyadari pentingnya peranan daerah penyangga, baik sebagai unsur pengaman maupun unsur potensi keberhasilan pembangunan konservasi itu sendiri, maka perlu dipikirkan secara khusus dan konsepsional kebijaksanaan untuk pengembangan daerah penyangga (Buffer Zone). Pengembangan daerah penyangga tidak terlepas dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, sebab kelestarian kawasan konservasi dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitarnya terhadap kawasan tersebut. Oleh sebab itu pembentukan dan pengembangan daerah penyangga harus pula digali dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, terutama dalam hal penerapan kaidah-kaidah konservasi dalam pembangunan.

Selanjutnya dalam pembangunan tidak hanya melihat hasil suatu pembangunan akan tetapi proses dalam pencapaian tujuan. Proses dalam suatu


(21)

pembangunan akan dilihat juga dari aspek-aspek permasalahan yang ada dimasyarakat. Dalam hal ini tinjauan komunikasi berperan dalam pengambilan keputusan suatu proses pembangunan. Karena komunikasi mempengaruhi hubungan-hubungan sosial serta proses-proses yang berlangsung di dalamnya. Proses komunikasi yang terjadi dipengaruhi beberapa faktor ketepatan sumber maupun penerima, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial dan budaya sumber dan penerima (Berlo,1960).

Pembangunan dan komunikasi erat sekali hubungannya, dimana komunikasi dan informasi yang disalurkan lewat media khususnya media massa dapat memberi pengaruh terhadap pembangunan. Selain itu media massa dapat juga memotivasi dan menggerakkan warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan (Jahi, 1988). Dalam komunikasi dapat terjadi suatu proses interaksi (model interaksional) manusia sebagai suatu makhluk sosial yang bersifat aktif dimana perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain.

Semakin majunya peradaban dalam masyarakat, semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam mengkomunikasikan hal-hal baru dalam pembangunan yang mungkin masuk dalam sistem sosial masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan pola pikir masyarakat tidak akan bermakna jika tidak disebarluaskan dan dikomunikasikan kepada masyarakat luas yang menjadi sasaran teknologi tersebut dalam pembangunan.

1.2. Rumusan Permasalahan

Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai hilangnya potensi ketahanan dan keberlanjutan ekologi serta potensi ketahanan dan keberlanjutan sosial. Adapun ketahanan dan keberlanjutan ekologi mengacu kepada ketersediaan daya dukung tanah, air, udara, dan keanekaragaman kehidupan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan, ketahanan sosial mengacu kepada daya dukung kelembagaan sosial, baik pada aspek politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan ketahanan dan keberlanjutan ekologi dan sosial.

Keberlanjutan lingkungan dengan menerapkan konservasi atau diversifikasi pemanfaatan sumber daya alam diindikasikasikan ke dalam terjaganya keberlanjutan fungsi-fungsi ekologis, tidak melebihi ambang batas


(22)

baku mutu lingkungan yang berlaku, nasional dan lokal (tidak menimbulkan pencemaran udara, air, tanah), terjaganya keanekaragaman hayati (genetik, spesies, dan ekosistem).

Menurut Suripin (2004) salah satu penyebab semakin banyaknya tindakan dan perbuatan kita yang belum bersahabat dengan alam, sehingga alampun kurang bersahabat dengan kita salah satunya adalah disebabkan kurangnya informasi tentang pentingnya konservasi tanah dan konservasi sumberdaya alam pada umumnya.

Ekploitasi sumberdaya alam tanah, hutan dan air telah mengakibatkan semakin bertambahnya lahan kritis. Dampaknya akan mengubah tata air (siklus hidrologi) seperti banjir, kekeringan, serta meningkatkan laju erosi, dan sedimentasi. Untuk mengatasi proses erosi dan sedimentasi itu diperlukan teknik konservasi lahan, tanah dan air. Pengelolaan sumberdaya alam yang senantiasa memperhatikan kaidah konservasi (lahan, tanah dan air) merupakan solusi yang harus dijalankan oleh seluruh eleman masyarakat (stakeholder) dalam penggunaan setiap sumberdaya alam yang ada, baik yang ada di hulu maupun di hilir secara konprehensif.

Untuk mensinergikan semua elemen tersebut dalam menjalankan program dan pengembangan kawasan taman nasional dan daerah penyangga harus didukung dengan sistem kordinasi dan komunikasi yang efektif. Salah satunya adalah melalui interaksi dan intensitas komunikasi yang efektif diantara seluruh pengguna sumberdaya alam yang ada, sehingga akan ada perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam melakukan usahataninya yang bermakna bagi konservasi tanah dan air.

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Seberapa jauh pengaruh karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?

2. Seberapa jauh pengaruh karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara


(23)

berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?.

3. Seberapa jauh faktor intensitas komunikasi mempengaruhi perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air seacara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)?.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti pengaruh antara variabel-variabel karakteristik petani, faktor lingkungan, intensitas komunikasi dan perilaku petani (pada aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo (TNGP) dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap intensitas komunikasi petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

2. Menganalisis pengaruh faktor karakteristik petani dan faktor lingkungan terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

3. Menganalisis pengaruh faktor intensitas komunikasi terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan wawasan dan pemahaman tentang komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan khususnya yang menyangkut tentang penerapan teknologi konservasi tanah, lahan dan air, bagi praktisi di bidang pertanian, konservasi lahan dan air, pengembang, pengambil kebijakan, mahasiswa yang menempuh studi yang relevan, serta bagi masyarakat pada umumnya. Disamping itu, dapat dijadikan sebagai bahan


(24)

informasi dan kajian bagi segenap pihak yang tertarik dengan masalah komunikasi dan pembangunan pertanian terutama pembangunan di bidang pelestarian alam dan terkhusus bagi pengelolaan kawasan taman nasional. Adapun penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan:

1. Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman karakteristik petani, faktor lingkungan, dan intenstitas komunikasi pengaruhnya terhadap perilaku petani daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan.

2. Secara akademis diharapkan dapat menghasilkan kerangka dasar yang mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu teori, guna menambah referensi tentang komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan

3. Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam merumuskan dan mendesain model kebijakan komunikasi pembangunan pertanian yang efektif khususnya bagi petani yang berada di daerah penyangga kawasan taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

4. Sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh perilaku komunikasi petani terhadap perilaku petani daerah penyangga kawasan konservasi taman nasional dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).


(25)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Petani

Karakteristik petani merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis mencakup genetik, sistem syaraf dan sistem hormonal. Menurut Sampson (Rakhmat, 2001) faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen kongnitif (intelektual) yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, aspek konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan aspek afektif (faktor emosional)

Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik individu. Karakteristik individu merupakan sifat atau ciri yang dimiliki seseoang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkunganya.

Menurut Bettinghaus (Wahyudi, 2004) demografis merupakan salah satu peubah yang sering digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi seseorang dan juga kemampuan untuk memilih media. Sehubungan dengan perilaku komunikasi dan adopsi inovasi, ada beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi antara lain karakteristik demografi seperti umur, pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan. Berdasarkan tinjauan diatas, karakteristik petani merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang termasuk dalam perilaku komunikasi dan perilaku pelestarian hutan (Wahyudi, 2004).

2.1.1. Umur

Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berpikir. Pada umumnya petani yang berumur muda dan keadaannya sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih besar dibanding dengan petani yang berumur tua, petani muda juga lebih mudah untuk menerima hal-hal yang dianjurkan penyuluh. Hal ini disebabkan karena petani yang berumur muda umumnya lebih dinamis serta berani menanggung resiko yang mungkin timbul.


(26)

Umur petani turut menentukan kecepatan dalam menyerap teknologi, menurut Feaster (Akib, 2002) ada suatu kecenderungan bahwa perbedaan umur akan menyebabkan terjadinya perbedaan sikap terhadap inovasi. Sementara menurut Rakhmat (2001) kelompok orang tua melahirkan pola perilaku yang pasti berbeda dengan kelompok anak-anak muda. Kemampuan mental tumbuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan puberitas dan agak lambat sampai awal dua puluhan serta merosot perlahan-lahan sampai tahun-tahun terakhir.

2.1.2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani, mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat mengadopsi teknologi, sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak sulit untuk menerima teknologi dengan cepat (Soekartawi, 1988).

Selanjutnya Jahi (1988) dalam rangkumannya mengenai pendapat ilmuwan menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Seorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan informasi, sehingga menggunakan lebih banyak jenis informasi dan lebih terbuka terhadap media massa. Hal ini didukung dengan pandangan Rakhmat (2001) yang menduga bahwa orang yang berpendidikan rendah jarang membaca surat kabar, tetapi sering menonton televisi.

2.1.3. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi, karena pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal dan selalu bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi oleh seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat, 2001).

Menurut hasil penelitian Yusmasari (2003) dalam (Wahyudi, 2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman yang


(27)

berkaitan dengan hutan terhadap perilaku komunikasi masyarakat terutama pada keterdedahan terhadap saluran interpersonal.

2.1.4. Kepemilikan Media Massa

Menurut Akib (2002) bahwa peranan utama yang dilakukan oleh media massa adalah membantu memperkenalkan perubahan sosial. Media massa dapat dimanfaatkan untuk merangsang pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi serta meenyampaikan program pembangunan nasional. Selanjutnya diperkuat oleh Rogers (Akib, 2002) media massa akan berperan efektif dalam menambah pengetahuan sedangkan komunikasi interpersonal umumnya lebih efekif dalam mengubah sikap petani.

2.1.5. Keikutsertaan dalam Kelompok

Menurut Mardikanto (1993) dalam Setiana (2005) yang dimaksud kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh-mempengaruhi serta saling memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Selanjutnya menurut Gerungan dalam Setiana (2005) kelompok adalah satu kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih orang-orang yang mengadakan interaksi secara intensif dan teratur sehingga di antara mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu ciri terpenting dalam kelompok adalah kesatuan sosial yang memiliki kepentingan dan tujuan bersama. Tujuan bersama hanya dapat tercapai apabila ada pola interaksi yang mantap dan masing individu memiliki perannya masing-masing dan menjalankan peran tersebut.

Departemen Pertanian RI dalam Setiana (2005) memberikan batasan bahwa kelompok tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa pria dan wanita mapun petani taruna atau pemuda yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.

Menurut Soekanto (2002) didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat


(28)

hubungan-hubungan. Reaksi tersebutlah yang meyebabkan tindakan seseorangan menjadi bertambah luas. Selanjutnya dijelaskan bahwa didalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderungan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Maka lahirlah dua hasrat atau keinginan dari individu tersebut. Kedua keinginan tersebut yaitu: Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya.

Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan kehendaknya. Sehingga menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau social group di dalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal-balik pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesatuan untuk saling tolong menolong.

Selanjutnta menurut Asir. dkk (Arifin. 2001) peranan kelembagaan merupakan penentu kondisi permasalahan suatu daerah aliran sungai (DAS) apakah masih dalam kondisi normal atau telah mengalami perubahan. Dan berdampak negatif terhadap pelestarian sumber daya hutan, tanah dan air. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya adalah faktor fisik (berkaitan dengan tingkat kelestarian) dan fakor sosial ekonomi dapat dilihat secara visual dilapangan banyak penduduk yang sangat menggantungkan kehidupan terhadap lahan.

2.1.6. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan petani yang relatif rendah akibat dari sistem pertanian bercocok subsisten, sehingga petani tidak mempunyai modal yang cukup untuk meningkatkan teknik pertaniannya. Bahkan untuk mempertahankan produksi subsistennya juga tak mampu. Petani tidak mampu membeli sarana produksi sehingga salah satu bagian dari tindakan konservasi tanah dan air tidak mampu dilakukan walaupun petani telah meyadari bahwa tindakan tersebut adalah sangat penting untuk kelestarian pertaniannya. Kondisi ini menyebabkan produktifitas lahan makin lama makin menurun yang akhirnya lahan tersebut akan ditinggalkan dan kemudian akan mencari lahan baru yang lebih baik untuk dibuka untuk


(29)

menjadi lahan pertanian baru, hal ini menyebabkan terjadinya padang alang-alang yang luasnya jutaan hektar.

Lionberger dan Gwin (1982) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kedudukan pada masyarakat pertanian lebih reaktif terhadap sesuatu gagasan dan cara-cara baru. Temuan di India misalnya menunjukkan bahwa penghasilan atau pendapatan berkorelasi rendah dengan indeks keterdedahan terhadap tiga media massa, yaitu; Radio, Film dan surat kabar. Hasil penelitian Wardhani (1994) memaparkan bahwa penghasilan atau pendapatan berhubungan dengan pengadaan dan pemanfaatan sumber informasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Soekartawi (1988) yang menyatakan bahwa petani yang berpenghasilan rendah lambat untuk melakukan difusi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan tinggi mampu untuk melakukan percobaan dan perubahan.

2.1.7. Luas Lahan Garapan

Soekartawi (1988) mengemukakan bahwa ukuran usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru memerlukan skala operasi yang besar dan sumberdaya ekonomi yang tinggi untuk keperluan adopsi inovasi tesebut. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan perluasan usahatani selanjutnya.

Menurut hasil penelitian Shiddieqy (2001) dalamI (Wahyudi, 2004) mendapatkan bahwa luas lahan garapan berhubungan dengan perilaku komunikasi anggota kelompok tani dalam kekosmopolitan dan akses jaringan komunikasi lokal serta partisipasi sosial.

2.1.8. Status Kepemilikan Tanah

Status kepemilikan tanah kebanyakan petani penggarap. Lahan yang dipekerjakan bukan miliknya sehingga untuk melakukkan konservasi tanah dan air hanya sekedar menanam tanaman tahunan karena tidak ada jaminan bahwa petani tersebut akan menikmati hasil jerih payahnya. Status pemilikan atas tanah milik petani sendiri akan menyebabkan adanya rasa lebih bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian pada lahannya. Keadaan ini harus didukung oleh tingkat


(30)

pengetahuan tentang pengolahan pertanian yang sesuai dengan kondisi lahan, ini agar dapat meningkatkan produktivitasnya.

Menurut Soekartawi (1988) telah dikenal baik bahwa pemilik-pemilik tanah mempunyai pengawasan yang lebih lengkap atas pelaksanaan usahataninya, bila dibandingkan dengan para penyewa. Para pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginannya tetapi penyewa harus sering mendapatkan persetujuan dari para pemilik tanah sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang ia praktekkan. Konsekuensi tingkat adopsi biasanya lebih tinggi untuk pemilik usahatani daripada orang-orang yang menyewa. Tetapi perbedaan-perbedaan antara para pemilik mungkin sangat bervariasi secara lokal ataupun regional karena perbedaan-perbedaan dalam pengaturan penyewaan dan kebebasan yang menyetujui paara penyewa dalam pengambilan keputusan.

2.2. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Usahatani Konservasi

Menurut Sumahadi (1993) Usahatani konservasi pada hakekatnya merupakan pendekatan usahatani terpadu yang menekankan pengembangan kombinasi teknik budidaya/usahatani lahan kering dengan teknik konservasi tanah (vegetatif, sipil teknik dan kimiawi) secara efektif untuk menjamin pemanfaatan lahan, air, vegetasi secara lestari dan menguntungkan. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi usahatani konservasi baik secara pisik maupun sosial yaitu:

2.2.1. Teknologi Usahatani Konservasi

Menurut Saragih (1993) Pada dasarnya usaha konservasi merupakan suatu paket teknologi usahatani yang bertujuan di samping meningkatkan produksi dan pendapatan petani juga melestarikan sumberdaya tanah dan air pada DAS-DAS kritis. Namun penyebaran teknologi tersebut masih relatif lambat, yang antara lain disebabkan (1) besarnya modal yang diperlukan untuk penerapannya (khususnya untuk investasi bangunan konservasi), (2) kurangnya tenaga penyuluh untuk mengkomunikasikan teknologi tersebut kepada petani, (3) masih lemahnya kemampuan pemahaman petani untuk menerapakan teknologi usahatani konservasi sesuai yang diintroduksikan, (4) keragaman komoditas yang


(31)

diusahakan di DAS-DAS kritis, dan (5) terbatasnya sarana/prasarana pendukung penerapan teknologi konservasi.

Hal tersebut mensyaratkan bahwa teknologi usahatani konservasi yang ada sekarang masih belum memadai, hingga perlu diupayakan penemuan-pnemuan teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai, baik melalui kegiatan: (1) penelitian komponen-komponen teknologi yang dapat mendukung paket teknologi usahatani konservasi, maupun (2) penelitian pengembangan teknologi yang sudah ada guna memodifikasi teknologi tersebut sesuai dengan kondisi agro-fisik dan sosial ekonomi wilayah setempat. Kegiatan pencarian teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai di atas memang mutlak diperlukan, tetapi umumnya memerlukan waktu yang relatif lama.

2.2.2. Permodalan Usahatani Konservasi

Seperti sudah diketahui secara luas bahwa keterbatasan modal petani merupakan kendala penting pengembangan usahatani konservasi. Untuk mengatasi hal tersebut petani perlu diberikan kredit usahatani konservasi. Menurut Saragih (1993) masalahnya adalah bagaimana mekanisme pengadaan dana kredit dan lembaga keuangan yang bagaimana yang tepat untuk menyalurkan kredit tersebut.

Selanjutnya Saragih (1993) mengatakan bahwa untuk itu perlu dikemukakan ciri-ciri yang melekat pada kredit usahatani konservasi, yaitu: (1) kredit usahatani konservasi diperlukan oleh masyarakat pedesaan yang mengusahakan lahan pertanian marjinal dan berisiko tinggi, (2) kredit usahatani konservasi hanya dapat menjadi kegiatan yang produktif bagi lembaga keuangan, apabila lembaga yang mengelolanya berorientasi pedesaan, mengetahui seluk beluk pedesaan, mengenal perilaku petani dan berkepentingan dalam memajukan derajat hidup petani, (3) kredit usahatani konservasi memerlukan tenaga keuangan yang selalu dapat berhubungan dengan instansi pemerintah baik karena status pemilikkan, hubungan kerja maupun hubungan pembinaan, (4) kredit usahatani konservasi memerlukan lembaga keuangan yang selalu siap melayani petani, dengan kata lain lembaga keuangan tersebut harus mampu menjangkau dan dijangkau petani.


(32)

Atas dasar keterangan diatas, maka lembaga-lembaga yang mungkin dapat dikembangkan untuk menjadi lembaga keuangan pedesaan yang menangani kredit usahatani konservasi adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Dana dan Keuangan Pedasaan (LDKP) dan Koperasi dimana lembaga tersebut baik karena status kepemilikan maupun motivasi pendirian ditujukan untuk melayani masyarakat miskin di pedesaan.

2.2.3. Lembaga Sosial

Dalam rangka pengelolaan kawasan taman nasional dan daerah aliran sungai kritis sudah sering didengar istilah keterpaduan. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pengelolaan kawasan taman nasional dan DAS yang merupakan satu kesatuan kegiatan, dimana di dalamnya terlihat berbagai unsur kelembagaan formal baik instansi pemerintah maupun nonpemerintah. Selanjutnya perlu diingat bahwa kemampuan aparat unsur kelembagaan tersebut (khsusnya pada tingkat daerah) baik dari segi kuantitas maupun kualitas masih sangat terbatas. Oleh karena itu keterpaduan antar lembaga hanya akan efektif apabila tuntunan kuantitas dan kualitas aparat unsur kelembagaan dapat ditingkatkan, baik melalui pendidikan/latihan, pembinaan informal maupun tambahan jumlah aparat.

2.2.4. Organisasi Usahatani Konservasi

Sudah banyak kegiatan pengelolaan DAS terpadu dan bersifat lintas sektoral yang pernah dilaksanakan selama ini. Namun sistem organisasi yang dibuat masih bersifat kegiatan proyek yang ditentukan dari pusat dan struktur organisasinnyapun terbentang dari pusat sampai kedaerah. Masalah klasik yang selalu timbul adalah sistem organisasi yang dibuat melalui kegiatan proyek tersebut ternyata tidak melembaga, khususnya pada tingkat daerah di mana pelembagaan sangat diharapkan. Hal ini antara lain disebabkan (1) kurangnya keterlibatan instansi didaerah dalam perencanaan proyek, (2) tidak adanya kebebasan pemerintah daerah untuk memodifikasi organisasi proyek pada tingkat daerah hingga sesuai dengan kondisi daerahnya, (3) kurang jelasnya pembagian fungsi dan tanggung jawab antar instansi di daerah dan (4) terbatasnya kuantitas dan kualitas aparat instansi di daerah.


(33)

2.2.5. Nilai Sosial Budaya

Nilai sosial budaya adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek, gagasan atau orang, dan salah satu cirinya bahwa nilai itu merupakan unsur penting yang tidak dapat diremehkan oleh masyarakat penganutnya. Nilai sosial dijunjung tinggi oleh banyak orang karena berdasarkan konsensus masyarakat nilai itu menyangkut kesejahteraan bersama. Nilai itu merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku manusia (Sujarwo, 2004).

Selanjutnya Padmowihardjo (Sujarwo, 2004) mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat, nilai sosial berfungsi: (1) sebagai alat untuk menetapkan harta sosial suatu masyarakat, (2) mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku, (3) sebagai penentu dalam memenuhi peranan sosial manusia, (4) dan sebagai alat solidaritas di kalangan anggota masyarakat. Dimyati (Sujarwo, 2004) menambahkan lagi bahwa pola sikap dan perilaku seseorang anggota masyarakat banyak dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain adalah lingkungan alam, faktor keturunan, lingkungan sosial, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan.

2.3. Komunikasi

Menurut Laswell (Effendy, 2001) memberikan definisi komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan effek tertentu. Paradigma Laswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu S-M-C-R—E (Source, message, channel, receiver dan efec).

Definisi ini menunjukan bahwa yang dijadikan obyek komunikasi bukan saja pempampaian informasi tetapi juga pembentukan pendapat umum dan sikap publik yang sangat memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial. Definisi khusus Havland menyatakan bahwa komunikasi adalah proses merubah sikap perilaku orang lain.

Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimuli (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Komunikasi juga merupakan


(34)

proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dan lain-lain.

Komunikasi merupakan sebuah proses sosial di masyarakat, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama. Semakin majunya peradaban dalam masyarakat, semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam mengkomunikasikan hal-hal baru yang mungkin masuk dalam sistem sosial masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan pola pikir masyarakat tidak akan bermakna jika tidak disebarluaskan dan dikomunuikasikan. Hal-hal baru itu kita kenal sebagai inovasi. Suatu inovasi yang bergerak positif kearah perubahan pada tatanan masyarakat perlu disebarluaskan hingga dapat diserap oleh masyarakat dan dijadikan perilaku. Proses penyebaran dan penyerapan ini disebut difusi.

Menurut Berlo (1960) model SMCR merujuk pada perspektif psikologis dalam peristiwa komuniksi meliputi: sumber (source), pesan (message), saluran (channel ), dan penerima (receiver) Model komunikasi Berlo (1960) berbeda dari model linear lainnya yang menekankan pada proses komunikasi diadik, Berlo lebih menekankan pada peran sumber (source) dan penerima (receiver) sebagai peubah penting dalam proses komunikasi. Model ini melintasi sekat pengkategorisasian bentuk komunikasi yang tidak membataskan diri pada komunikasi massa, namun juga pada komunikasi interpersonal dan bersifat merangsang penelitian

2.4. Intensitas Komunikasi

Intensitas komunikasi merupakan tingkat kedalaman penyampaian pesan dari individu sebagai anggota keluarga kepada yang lainnya (Djamarah, 2004). Intensitas komunikasi mencakup aspek-aspek seperti: kejujuran, keterbukaan, pengertian, percaya, yang mutlak diantara kedua belah pihak dan dukungan, Intensitas komunikasi dapat diukur dari apap-apa dan siapa yang dibicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri.

Conner (1993) dalam (Tubbs dan Moss, 2000) mengemukakan bahwa kebanyakan orang yang disurvey belakangan ini menunjukkan bahwa kehidupan tampaknya berubah dengan kecepatan yang lebih besar daripada yang pernah terjadi selama ini. Ketegangan yang ditimbulkan oleh banyaknya tugas dalam


(35)

waktu yang teramat sempit, ikut berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas komunikasi modern masa kini.

Selanjutnya dijelaskan bahwa model ini memperkenalkan unsur-unsur yang berperan dalam semua komunikasi insani. Komunikasi ini merupakan salah satu bentuk paling sederhana. Bila jumlah komunikator bertambah, jenis atau jumlah gangguan berubah, atau pesan yang disampaikan makin beraneka ragam, maka masalah komukasi menjaddi semakin rumit.

Menurut Mulyana (2004) Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal, segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Selanjutnya dikatakan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (nonkata-kata) tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya sistem simbol yang sama.

Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2001). Perilaku juga merupakan hasil interaksi antara faktor personal berupa instink individu dengan lingkungan psikologinya (Rakhmat, 2001). Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan perilakunya. perilaku seseorang terbentuk karena adanya stimulus yang sering menimpannya dan respon terhadap stimulus baik secara verbal maupun nonverbal. Sementara itu menurut kamus besar komunikasi. Istilah perilaku komunikasi (Communication behavior) berarti tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi.

Manusia sebagai makhluk yang berakal dan aktif akan selalu berusaha untuk mencari kebutuhan yang sesuai dengan dirinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Freud (Gerungan, 1996) bahwa jiwa manusia bukan merupakan sesuatu yang abstrak konsisten dan statis, melainkan sesuatu yang dinamis dalam ruang, waktu dan menyatakan diri sebagai keseluruhan jiwa raga yang aktif serta kebutuhan seseorang akan informasi akan mampu menggerakan secara aktif usaha melakukan pencarian terhadap sumber informasi.


(36)

Intensitas komunikasi merupakan bagian dari perilaku komunikasi, dapat didefinisikan sebagai tindakan atau respon seseoranng terhadap sumber dan pesan bila di tinjau dari pengertian model komunikasi linier. Pendekatan komunikasi interpersonal, komunikasi ditekankan pada konsep saling berbagi pengalaman (The sharring of experience) maka tindakan atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai pelaku komunikasi (Tubbs dan Moss, 2001).

Halim (1992) menyatakan bahwa efektifitas komunikasi tatap muka didapatkan dari berbagai peluang individu untuk menyampaikan pesan dan mendapatkan umpan balik secara personal. Menurut Rakhmat (2001) Komunikasi interpersonal dapat dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan, komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Bentuk komunikasi interpersonal memiliki kelebihan sendiri. Sejalan dengan itu Havelock (Halim, 1992) mengemukakan bahwa pada komunikasi tatap muka dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan dalam menangkap dan memahami materi pesan, juga dapat membangkitkan minat, dan menyentuh tahap persuasi.

Pada kebanyakan orang, perilaku komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan berkomunikasi. Mengamati perilaku komunikasi, seyogyanya dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan penalaran sendiri. Menurut Devito (1997) tujuan dasar komunikasi antar manusia ialah mengenal diri sendiri dan orang lain serta membina hubungan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Memperkuat pendapat ini, Schramm (1982) menyatakan bahwa setiap komunikator maupun penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri dan perlu mendapatkan penjelasan yang lebih sistematis dari pada yang dilakukan, selain itu perilaku komunikasi dapat dideskripsikan dalam porsi yang dapat dipertimbangkan yaitu sebagian sebagai permainan perilaku alat, dan sebagian lagi sebagai perilaku egosentris.

Rakhmat (2001) menyatakan bahwa sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu sistem masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan hasil interaksi yang menarik antara komunikan individual dengan


(37)

keumuman situsional. Adapun Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa peubah dalam perilaku komunikasi adalah partisipasi sosial, hubungan dengan sistem sosial, kontak dengan agen pembaharu, kekosmopolitan, keterbukaan/keterdedahan terhadap media massa, komunikasi interpersonal, lebih aktif dalam mencari informasi, pengetahuan tentang informasi, keterbukaan kepemimpinan dan memiliki hubungan yang tinggi antar sistem.

Ithiel de sola pool (1958) dalam (Onong. U. E, 2005) mengatakan bahwa Cara-cara komunikasi modern jarang sekali mengganti cara-cara yang sudah ada sebelumnya. Televisi tidak menyisihkan radio, radio tidak mematikan buku, penemuan percetakan tidak menghentikan kita menulis surat dengan tinta dan pena, dan guru-guru yang mengajar menulis dan membaca tidak membuat orang-orang menjadi kurang terlibat dalam percakapan.

Setiap cara baru berkomunikasi tertempatkan diatas yang lama. Mungkin saja ia mengambil alih fungsi tertentu, tetapi fungsi lainnya tertahan oleh cara yang terdahulu. Jadi, dalam sistem komunikasi di masyarakat yang sudah sangat maju. Terdapat interaksi yang rumit antara sistem media massa yang modern dan jaringan tradisional komunikasi mulut ke mulut yang bersifat pribadi. Masyarakat modern bukanlah masyarakat massa yang tanpa kepribadian, kehilangan norma dan nilai, serta bebas dari kelompok-kelompok primer. Ia dalah sistem yang merupakan jalinan yang terperinci secara teliti dari kelurga-keluarga, perkumpulan-perkumpulan, kelompok-kelompok ethis, organisasi-organisasi politik dan kelompok-kelompok persahabatan.

2.5. Pengaruh Lingkungan Terhadap Intensitas Komunikasi

Menurut Thoha (2004) bahwa komunikasi itu sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya orang yang berkomunikasi, motivasinya, latar belakang pendidikannya, prasangka-prasangka pribadinya. Adapun sifat dari informasi yang datang sangat dipengaruhi oleh jumlah besar sedikitnya informasi yang diterima, cara penyajian, dan pemahaman informasi dan proses umpan balik.

Kita agaknya harus mengakui bahwa memang lingkungan fisik tempat orang hidup mempengaruhi perilaku mereka, termasuk perilaku komunikasi. Lingkungan fisik ini meliputi letak geografis di bumi, lanskap, iklim, musim, cuaca, suhu udara, cahaya, jenis dan lokasi bangunan, rancangan arsitektur,


(38)

ukuran dan model furnitur, warna hingga ke jarak antarpribadi saat berkomunikasi (Mulyana, 2004). Asumsi ini sejalan dengan rumusan Lewin bahwa perilaku (behavior) adalah sebagai fungsi dari orang (person) dan lingkungan (environment). Dengan rumus sederhana: B = f (P,E). Dalam rumus Lewin, Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Gudykunst dan Kim memasukan unsur lingkungan (environment influences) dalam model komunikasi antarbudaya atau tepatnya komunikasi dengan orang asing.

Selanjutnya Mulyana (2004) menambahkan dalam pandangannya, lingkungan yang mempengaruhi manusia terdiri dari lingkungan pisik, lingkungan waktu, dan lingkungan sosial (secara implisit lingkungan psikologis kita sebagai individu). Ketiganya saling mempengaruhi secara timbal-balik. Pekerjaan suatu komunitas dan cara mereka berinteraksi akan dipengaruhi oleh geografi tempat komunitas itu tinggal, apakah di pegunungan atau di dataran rendah, apakah dipantai atau dipedalaman. Budaya orang yang tinggal di pantai akan lebih cepat berubah karena pengaruh luar (kedatangan orang dari seberang laut) daripada orang yang tinggal di pedalaman. Mereka mungkin akan berbicara lebih keras dengan sesamanya karena suara meraka harus mengatasi suara angin dan ombak.

2.5.1. Intensitas Komunikasi Dengan Sesama Petani

Komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai pengiriman pesan di antara dua atau lebih individu (Liliweri, 2002). Ada pakar yang menyoroti komunikasi antarpribadi dalam konteks a dyadic (relasi dua orang). Dijelaskan bahwa meskipun terdapat kumpulan 3 orang atau lebih, dyads tetap penting karena dalam kelompok tiga individu (A,B,C) akan tetap muncul dyads antara A-B: A-C; dan B-C. Jadi, akan terbentuk 3 macam dyads dan demikian seterusnya apabila anggota kelompok semakin bertambah (Devito, 1997).

Ditegaskan lebih lanjut bahwa komunikasi antarpribadi yang efektif meliputi banyak unsur tetapi hubungan antarpribadilah yang paling penting. Hubungan antarpribadi terdiri atas tiga faktor yaitu saling percaya, sikap suportif, dan sikap terbuka. Selain itu, konsep diri yang meliputi persepsi pribadi, self image,dan self esteem, menyusul rasa empati, dan simpati merupakan pula faktor yang cukup menonjol dalam komunikasi antarpribadi (Rahmat, 2001).


(39)

Frekuensi dan intensitas komunikasi dengan sesama masyarakat merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang berupa perilaku tatap muka. Perilaku ini pada dasarnya sudah mencakup perilaku mencari dan menyampaikan informasi secara bersamaan. Pada situasi komunikasi interpersonal, proses umpan balik sangat berkaitan dengan selang waktu yang mungkin ada dan mungkin tidak ada.

Saluran komunikasi interpersonal yang disampaikan secara tatap muka memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1) bersifat langsung, pribadi dan manusiawi, 2) teknik penyampaian fleksibel dan lebih rinci, 3) keterlibatan khalayak tinggi dan 4) umpan balik dapat langsung diproleh sehingga tingkat pemahaman pesan akan lebih tinggi. Sebaliknya, keterbatasan media interpersonal adalah keterbatas cakupan khalayak (DeVito, 1997).

Intensitas komunikasi dengan sesama petani merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang dapat berupa perilaku membicarakan informasi. Perilaku ini pada dasarnya sudah mencakup perilaku mencari dan menyampaikan informasi secara bersamaan. Pada situasi komunikasi interpersonal, dikenal umpan balik yang bercirikan kedua aspek mencari dan menyampaikan informasi. Menurut Gonzales (Jahi, 1988) pada komunikasi tatap muka umpan balik umumnya lebih segera. Di pihak lain, umpan balik memerlukan waktu jika partisipan-partisipan dalam suatu situasi komunikasi satu sama lain terpisah oleh suatu jarak.

Kebutuhan seseorang akan informasi mampu menggerakkannya untuk secara aktif melakukan pencaharian informasi. Paling tidak pada proses pencarian sampai dengan perolehan informasi tersebut. Yang bersangkutan telah memberikan berbagai informasi yang dimilikinya yang berkaitan dengan kebutuhannya akan informasi tersebut. Mempertegas hal ini Soekanto (2001) menjelaskan bahwa arti penting komunikasi dapat memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap), perasan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, selanjutnya orang tersebut memberikan reaksi terhadap perasaan tersebut. Pikiran, perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain.


(40)

Perilaku komunikasi khususnya intensitas komunikasi dengan sesama petani dalam rangka mencari dan menyebarkan informasi dipengaruhi oleh faktor situsional. (Halim, 1992) mengungkapkan bahwa komunikasi, kognisi, sikap, dan perilaku dapat dijelaskan secara lebih baik melalui pendekatan peubah situsional, khususnya mengenai kapan dan bagaimana orang berkomunikasi tentang masalah khusus yang situsional seperti tentang manfaat dan usaha pelestarian alam.

2.5.2. Intensitas Komunikasi dengan Pengelola Taman Nasioanl

Intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional penting diketahui, karena hal ini akan berkaitan dengan aktivitas pencarian maupun penyampaian informasi oleh anggota kelompok. Intensitas komunikasi dengan pengelola taman nasional dimaksudkan sebagai interaksi anggota dengan individu atau kelompok lain yang mempunyai keterkaitan pembinaan dengan anggota yang bersangkutan seperti penyuluh lapangan dan tokoh masyarakat lainnya. Menurut Soekanto (2001) kontak merupakan tahap pertama dari tejadinya interkasi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok, yang hanya mungkin terjadi apabila dipenuhinya dua syarat, yaitu: a) adanya kontak sosial (Social contact) dan b) adanya komunikasi.

Komunikasi yang terjadi pada saat intensitas komunikasi dengan pembina tidak hanya bersifat verbal, melainkan juga nonverbal. Komunikasi nonverbal menurut Devito (1997) memiliki tingkat kepercayaan antara 60 sampai 65 persen dari mana yang dikomunikasikan. Selain tersebut tingkat pemahaman komunikan terhadap pesan yang disampaikan komunikator (pembina) tergantung kepada persepsi tentang pesan verbal dan noverbal yang disampaikan, karena persepsi merupakan inti komunikasi (Mulyana, 2001).

Menurut Gonzales (Jahi, 1988) riset jaringan sosial telah menunjukkan bagaimana hubungan diantara individu-individu yang memiliki banyak persamaan dan perbedaan memperlancar aliran informasi dan inovasi dari orang-orang yang lebih banyak berhubungan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, cenderung mempelajari topik-topik tertentu lebih dulu daripada yang lain.


(41)

2.5.3. Intensitas Komunikasi dengan Media Massa

Menurut Onong U. E (2004) Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication). Hal ini berbeda dengan pendapat ahli psikologi sosial yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu dengan menggunkan media massa.

Sedangkan menurut Saverin dan Tankard (2004) yang dimaksud komunikasi masa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni, dan sebagian ilmu. Keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang ektetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Dan ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik).

Intensitas komunikasi dengan media massa bagian dari usaha mencari dan menyebarkan informasi di mana individu atau masyarakat mendapatkan informasi melalui media massa baik media cetak, maupun media elektronik. Intensitas komunikasi dengan media massa juga merupakan keterdedahan masyarakat terhadap media. Menurut Shore (Halim, 1992) keterdedahan adalah mendengarkan, melihat, membaca atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya jumlah perhatian minimal pada pesan media.

Menurut Donald K. Robert (Rakhmat, 2004) menyatakan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. Karena fokusnya pesan, maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa. Selanjutnya Rogers (1966) menyatakan bahwa keterdedahan seseorang terhadap media-media massa mempunyai korelasi yang sangat tinggi antara satu dengan lainnya. Sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa. Setiap indikator keterdedahan pada media massa paling tidak


(42)

didikotomikan ke dalam: (1) Sedikitnya pernah terdedah (minimalnya membaca surat kabar dalam seminggu) dan (2) Tidak terdedah.

2.5.4. Intensitas Penyuluhan

Menurut Syahyuti (2006) Penyuluhan pertanian (agricultural extenstion) diartikan sebagai suatu sistem pendidikan luar sekolah untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup, dan berswasembada memperbaiki kesejahteraan hidupnya sendiri serta masyarakatnya. Tujuan penyuluhan pertanian adalah mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual yang semakin meningkat, perbendaharaan informasi yang memadai, serta mampu pula memecahkan serta memutuskan sesuatu yang terbaik untuk dirinya dan keluarganya. Seluruh aktivitas penyuluhan berpedoman pada asas pokoknya yaitu ”menolong petani agar ia mampu menolong dirinya sendiri”

Selanjutnya dijelaskan bahwa ada tiga hal yang menjadi obyek untuk diubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek afektif) dan keterampilan (aspek psikomotorik). Perubahan perilaku adalah tujuan akhir dari seluruh rangkaian kegiatan, yaitu bertambahnya perbendaharaan informasi, tumbuhnya keterampilan, serta timbulnya sikap mental dan motivasi yang lebih kuat sesuai dengan yang dikehendaki.

Khusus untuk penyuluhan dibidang pertanian, maka hal yang pokok yang dibicarakan adalah pencampuran pengetahuan dan keputusan sehingga faktor-faktor tanah, air, iklim, dan kapital dapat didayagunakan secara optimal. penyuluhan pertanian memformulasikan pengetahuan, dan mengajar petani untuk menjadi manajer di dalam usahanya sendiri (competent decision makers). Karena itulah, penyuluhan berperan penting dalam pembangunan pertanian. Ia menjadi bagian dari sistem, yakni sebagai aktor yang mempengaruhi petani dalam membuat keputusan.

Untuk menambah tingkat pengetahuan dan keterampilan seorang petani dan keluarganya, maka peranan penyuluh mempunyai andil yang besar. Penyuluhan pertanian merupakan agen pembangunan pertanian, penyuluh pertanian memiliki berbagai peran antara lain sebagai guru, penasehat,


(1)

178

50. Jika pernah, media cetak apa saja yang Bapak/Ibu baca tentang usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional?

Media cetak Ya /tidak Topik Frek(kali)

3.Majalah,Koran,Tabloid 2.Brosur, Folder

1.lainnya, sebutkan

... ... ...

... ...

...

... ... ...

51. Apakah Bapak/Ibu dalam melakukan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional pernah mendapatkan penyuluhan secara khusus?

3). Pernah 2). Ragu-ragu 1). Tidak pernah

52. Jika pernah, dari lembaga mana saja yang melakukan penyuluhan tentang pentingnya usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional?

3) Dinas Pertanian, Pegawai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)

2). Lembaga swasta

1). Lembaga lainnya, sebutkan ...

53. Apakah Bapak/ibu mengikuti kegiatan penyuluhan secara rutin dan berapa kali dalam setahun terakhir?

Kegiatan penyuluhan frekuensi

(kali/thn) Rutin

Tidak rutin

... ...

... ...

... ...

54. Apakah Bapak/Ibu dalam melakukan usahatani konservasi tanah dan air di sekitar kawasan taman nasional mendapat pembinaan secara khusus dari lembaga pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.


(2)

konservasi tanah dan air secara berkelanjutan

tanah dan air u-an

tinggi

sedang Rendah

1 Pengetahuan petani

tentang konservasi tanah dan air dengan

penerapan metode vegetasi/ biologi

12. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang penanaman tanaman penutup

tanah (tanaman jenis leguminosa, semak, rumput, kayu-kayuan dan lain-lain).

13. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang penanaman menurut kontur

(tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselang seling dan disusun memotong lereng).

14. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang pergiliran tanaman dalam

berusahatani konservasi (tanaman semusim/palwija).

15. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang manfaat penanaman rumput

pada saluran drainase dan irigasi.

16. Apakah bapak/ibu mengetahui manfaat dan keguanaan dari pada

sisa-sisa tanaman dalam berusahatani sebagai pupuk organik.

17. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang penanaman tanaman

predator/musuh alami dalam berusahatani yang ramah lingkungan.

3) Tahu

3) Tahu

3) Tahu 3) Tahu 3) Tahu 3) Tahu

2) Kurang tahu

2) Kurang tahu

2) Kurang tahu 2) Kurang tahu 2) Kurang tahu 2) Kurang tahu

1) Tidak tahu

1) Tidak tahu

1) Tidak tahu 1) Tidak tahu 1) Tidak tahu 1) Tidak tahu

2 Pengetahuan petani

tentang konservasi tanah dan air dengan

penerapan metode mekanik

18. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang pengolahan tanah menurut

kontur (pembajakan atau pengolahan dengan memotong lereng sehingga terbentuk tumpukan tanah).

19. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang teknik pembuatan galengan

dan saluran menurut kontur (memotong lereng).

20. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang pembuatan teras (pengolahan

berbentuk deretan tanah berbentuk bangku dan tangga).

21. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang manfaat dari pada

3) Tahu

3) Tahu 3) Tahu 3) Tahu

2) Kurang tahu

2) Kurang tahu 2) Kurang tahu 2) Kurang tahu

1) Tidak tahu

1) Tidak tahu 1) Tidak tahu 1) Tidak tahu


(3)

2

pembuatan saluran drainase dan irigasi.

22. Apakah bapak/ibu mengetahui tentang manfaat dari pada

pemeliharaan saluran drainase dan irigasi.

3) Tahu 2) Kurang tahu 1) Tidak tahu

3 Pengetahuan petani

tentang konservasi tanah dan air yang

berhubungan dengan indikator sosial budaya

12 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang adanya perubahan

kelembagaan masyarakat (lembaga pemerintah, sosial dan lainnya).

13 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang perubahan tradisi di

masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal).

14 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang perubahan nilai di

masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal).

15 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang adanya perubahan kualitas

hidup di masyarakat.

3) Tahu

3) Tahu

3) Tahu

3) Tahu

2) Kurang tahu

2) Kurang tahu

2) Kurang tahu

2) Kurang tahu

1) Tidak tahu

1) Tidak tahu

1) Tidak tahu

1) Tidak tahu

Total Total Skala Skala 35-

45

Skala 26 -36 Skala 15-25

Y2.2. Daftar Pertannyaan Sikap Petani Terhadap Teknik Konservasi Tanah Dan Air Dan Kriteria Penilaiannya

No

Deskripsi sikap petani dan kriteria skala item pertanyaan

Pilihan jawaban responden dan skala penilaiannya

Sikap positif Sikap netral Sikap negatif 1 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman tanaman penutup sebagai penguat teras

atau petakkan sawah akan mengurangi erosi

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 2 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman tanaman menurut kontur pada tanah yang

berlereng akan mengurangi aliran permukaan tanah atau erosi tanah

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 3 Apakah bapak/ibu setuju bahwa melakukan pergiliran tanaman pada tanaman pangan

akan mengurangi serangan hama dan penyakit

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 4 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman rumput pada pematang saluran drainase

dan irigasi akan mengurangi pendangkalan pada dasar drainase dan irigasi


(4)

5 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai pupuk akan dapat menyuburkan tanah dan mengurangi pencemaran bahan kimia

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 6 Apakah bapak/ibu setuju bahwa penanaman tanaman predator sebagai musuh alami

dapat mencegah serangan hama dan penyakit

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 7 Apakah bapak/ibu setuju bahwa dalam mengolah tanah berlereng sebaiknya

dilakukan menurut kontur atau menyilang lereng

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 8 Apakah bapak/ibu setuju bahwa dalam pengolahan lahan yang berlereng perlu

dibuatkan dam penghambat (chek dam) untuk menjaga ketersedian air

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 9 Apakah bapak/ibu setuju bahwa pada tanah berlereng, pembuatan galengan atau

saluran pembuangan air harus menurut kontur

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 10 Apakah bapak/ibu setuju bahwa pembuatan teras pada tanah yang berbukit

merupakan cara yang dapat mengurangi aliran permukaan atau erosi

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 11 Apakah bapak/ibu setuju bahwa agar saluran drainase dan irigasi dapat berumur

panjang harus dijaga dan dan dipelihara

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 12 Apakah bapak/ibu setuju bahwa kelembagaan yang mengatur kegiatan yang

berwawasan konservasi perlu di rubah ke arah yang lebih baik

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 13 Apakah bapak/ibu setuju baahwa kebiasaan dan tradisi masyarakat yang merusak

lingkungan perlu dirubah atau dikurangi

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 14 Apakah bapak/ibu setuju bahwa masyarakat yang memiliki kpedulian terhadap

lingkungan harus dihargai dan dicontoh

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju 15 Apakah bapak/ibu setuju bahwa masyarakat yang selalu menjaga kelestarian

lingkungan dapat terhindar dari bencana alam

3) Setuju 2) Ragu-ragu 1) Tidak setuju

Ttl Total skala Skala35-45 Skala 26-36 Skala 15- 25

Y2.3. Daftar Pertannyaan Tindakan Petani Tentang Teknik Konservasi Tanah Dan Air Dan Kriteria Skala Penilaiannya.

No Deskripsi tindakan petani tentang teknik konservasi tanah dan air

Item pertanyaan tindakan petani tentang teknik konservasi tana dan air

Pilihan jawaban petani Tindakan

tinggi

Tindakan sedang Tindakan rendah


(5)

4

dan kriteria penilaiannya 1 Petani selalu melakukan

tindakan konservasi tanah dan air dengan teknik vegetasi/biologi

1. Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman tanaman penutup (tanaman jenis leguminosa, semak, rumput, kayu-kayuan dan lain-lain).

2. Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman menurut

kontur (tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselang-seling dan disusun memotong lereng).

3. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pergiliran tanaman

dalam berusahatani konservasi (tanaman semusim/palwija).

4. Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman rumput

pada saluran drainase dan irigasi sebagai penahan erosi dan longsor.

5. Apakah bapak/ibu selalu menggunakan sisa-sisa tanaman

dalam berusahatani sebagai pupuk organik.

6. Apakah bapak/ibu selalu melakukan penanaman tanaman

predator/musuh alami dalam berusahatani yang ramah lingkungan.

3).Selalu

3).Selalu

3).Selalu 3).Selalu 3).Selalu 3).Selalu

2) Kadang-kadang

2) Kadang-kadang

2) Kadang-kadang 2) Kadang-kadang 2) Kadang-kadang 2) Kadang-kadang

1) Tidak pernah

1) Tidak pernah

1) Tidak pernah 1) Tidak pernah 1) Tidak pernah 1) Tidak pernah

2 Petani selalu melakukan tindakan konservasi tanah dan air dengan teknik mekanik

7. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pengolahan tanah

menurut kontur (pembajakan atau pengolahan dengan memotong lereng sehingga terbentuk tumpukan tanah).

8. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pembuatan galengan

dan saluran menurut kontur (memotong lereng).

9. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pembuatan teras

(pengolahan berbentuk deretan tanah berbentuk bangku dan tangga).

10. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pembuatan saluran

drainase dan irigasi dalam pengolahan lahan.

11. Apakah bapak/ibu selalu melakukan pemeliharaan saluran

3).Selalu

3).Selalu 3).Selalu 3).Selalu 3).Selalu

2) Kadang-kadang

2) Kadang-kadang 2) Kadang-kadang 2) Kadang-kadang 2) Kadang-kadang

1) Tidak pernah

1) Tidak pernah 1) Tidak pernah 1) Tidak pernah 1) Tidak pernah


(6)

drainase dan irigasi pada lahan usahataninya.

3 Petani selalu melakukan tindakan konservasi tanah dan air dengan indikator sosial budaya

12. Apakah bapak/ibu selalu berperan dalam perubahan

kelembagaan di masyarakat (lembaga pemerintah, sosial dan lainnya).

13. Apakah bapak/ibu selalu melakukan perubahan tradisi di

masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal).

14.Apakah bapak/ibu selalu melakukan perubahan nilai di

masyarakat (pandangan tentang lingkungan sekitar, sesama, sosial dan norma/aturan lokal).

15.Apakah bapak/ibu selalu melakukan suatu perubahan ke

kualitas hidup yang lebih baik di masyarakat.

3).Selalu

3).Selalu

3).Selalu 3).Selalu

2) Kadang-kadang

2) Kadang-kadang

2) Kadang-kadang 2) Kadang-kadang

1) Tidak pernah

1) Tidak pernah

1) Tidak pernah 1) Tidak pernah