1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkembangnya suatu perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan sejalan dengan kebutuhan modal yang diperlukannya. Hal ini menuntut
manajemen perusahaan untuk memilih mendapatkan modal dengan cara menambah hutang baru atau dengan menambah jumlah kepemilikan saham
dengan penerbitan saham baru. Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, dimana berkaitan
pula dengan efek yang diterbitkan serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Selain itu pasar modal memiliki fungsi sebagai penghubung antara
para calon investor dan perusahaan. Pasar modal saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat dan
memegang peranan penting dalam memobilisasi dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana investor kepada pihak yang mengalami kekurangan dana
perusahaan. Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja, dan lain-lain. Proses
penawaran sebagian saham perusahaan kepada investor melalui bursa efek disebut
Initial Public Offering IPO
atau lebih dikenal dengan istilah
go public
. Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Pasar Modal sebagai
pengganti Undang-undang no 8 tahun 1995 mendefinisikan penawaran umum perdana sebagai kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk
menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang- undang dan peraturan pelaksanaannya. Adapun yang dimaksud efek atau surat
berharga yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, dan kontrak berjangka atas efek.
Dalam proses
go public
sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder bursa efek saham perusahaan yang akan
go public
dijual di pasar perdana. Proses penawaran sebagian saham perusahaan kepada masyarakat untuk pertama
kali melalui bursa efek disebut dengan
Initial Public offering
IPO atau
penawaran perdana. Perusahaan yang telah melakukan IPO bisa disebut perusahaan yang telah
go public
. Dengan melakukan IPO maka perusahaan tersebut dapat menghimpun dana dari masyarakat dan selanjutnya dana itu
digunakan untuk membiayai kegiatan perusahaan dalam hal pendanaan, kegiatan operasional, ekspansi serta memperbaiki struktur modal perusahaan saat ini
Husnan 2001.
Initial return
adalah keuntungan yang didapat pemegang saham karena selisih harga saham yang dibeli di pasar perdana lebih kecil dengan harga jual
saham yang bersangkutan di pasar sekunder. Para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalisasikan situasi
underpricing
, karena terjadinya
underpricing
akan menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada para
investor
karena para investor menikmati
initial return.
Kondisi
underpricing
yang terjadi dipasar saham perdana ternyata menyebabkan terjadinya
positive initial return
. Hal ini bisa diartikan bahwa
initial return
yang positif merupakan proxy dari kondisi saham yang mengalami
underpriced
di pasar perdana. Terdapat 2 dua fenomena yang sering terjadi saat IPO yaitu
underpricing
dan
overpricing
. Husnan 1996, mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat kecenderungan
underpricing
saat IPO.
Underpricing
merupakan fenomena yang terjadi apabila harga saham di pasar perdana lebih rendah dibandingkan harga saham di pasar
sekunder.
Underpricing
sering dihubungkan dengan
initial return
yang akan diterima investor, karena
initial return
merupakan keuntungan yang diterima investor dari selisih pembelian harga saham di pasar perdana dan penjualan di
pasar sekunder. Sedangkan
overpricing
merupakan fenomena yang terjadi apabila harga saham di pasar perdana lebih tinggi dibandingkan harga saham di pasar
sekunder. Harga pertama yang
underpriced
akan memberikan
initial return
rata- rata positif bagi investor setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa.
Underpricing
pada harga perdana diikuti dengan adanya kenaikan harga saham perusahaan di pasar bursa atau harga penawaran berikutnya. Fenomena
underpricing
yang memberikan
positive initial return
merupakan hal yang menguntungkan bagi
investor
karena
investor
bisa menikmati
return
dari pembelian saham yang dilakukannya.
Underpricing
merupakan fenomena yang
umum didunia, tanpa terkecuali di Indonesia, fenomena ini merupakan fenomena
yang terjadi dalam jangka pendek yaitu setelah perusahaan melakukan penawaran perdana dan memasuki pasar primer. Tetapi dalam pengamatan lebih lanjut yang
dilakukan oleh berbagai peneliti di dunia ternyata kinerja saham yang melakukan IPO banyak yang mengalami penurunan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tabel 1.1 Data perusahaan yang melakukan IPO periode 2008-2015
Sumber: www.idx.co.id , data diolah penulis
Pada artikel ini http:www.neraca.co.idarticle30540analis-pasar-ipo-
tidak-bisa-dikontrol menjelaskan pelaksanaan IPO saat ini menjadi tantangan
karena ditengah fluktuasi indeks BEI. Menurut Direktur Asosiasi Emiten Indonesia AEI IPO tidak bisa dikontrol oleh emiten dan penjamin emisi, karena
semuanya tergantung pasar. Jika ada perusahaan yang akan melakukan IPO, tidak perlu mengurungkan niatnya untuk tidak melakukan IPO. Maka jumlah
perusahaan yang ingin melakukan IPO tidak dapat dikontrol karena banyak faktor yang menjadi latar belakang jumlah perusahaan yang melakukan IPO pada setiap
tahunnya. Dalam table diatas, dapat kita lihat jumlah perusahaan yang melakukan
IPO cenderung mengalami kenaikan dan penurunan disetiap tahunnya. Pada tahun 2008, jumlah perusahaan yang melakukan IPO sebanyak 19 perusahaan. Pada
artikel ini
http:www.antaranews.comberita128318selama-2008-ada-19-
Tahun Jumlah Perusahaan IPO Rata-rata IR 1 Hari
2008 19
0,194 2009
13 0,835
2010 23
0,110 2011
25 0,067
2012 22
0,099 2013
30 0,078
2014 23
0,158 2015
16 0,253
TOTAL 171
1,794
perusahaan-ipo menjelaskan bahwa Jumlah tersebut dapat dikatakan baik karena
dalam situasi tahun 2008 yang terjadi krisis ekonomi, terdapat 19 perusahaan yang mau melakukan IPO pada tahun tersebut. Selain peristiwa krisis, pilpres yang
akan dilaksanakan pada tahun 2009 juga memberikan dampak jumlah perusahaan yang melakukan IPO.
Setelah terjadinya peristiwa pilpres, pada akhir 2009 kondisi pasar modal membaik walaupun minat perusahaan yang melakukan IPO masih dibawah total
perusahaan yang
melakukan IPO
pada tahun
2008 http:www.viva.co.idhajiread73791pilpres_lancar__minat_ipo_saham_melonj
ak PT Bursa Efek Indonesia BEI optimistis pemilihan presiden pilpres yang
berjalan lancar berpotensi menggerakkan indeks harga saham gabungan IHSG. Selain itu, imbas positif pilpres tersebut akan ikut mempercepat pertumbuhan
ekonomi di dalam negeri. Situasi tersebut diharapkan turut memicu permintaan umum perdana IPO saham.
Pada tahun 2010, perusahaan yang melakukan IPO mengalami kenaikan dibanding
tahun sebelumnya,
kenaikan tersebut
http:bola.okezone.comread20100104226290538wajah-pasar-modal-2010 dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang mencapai kisaran 5,3 persen hingga
5,5 persen. Ekonom dari Universitas Indonesia Chatib Basri mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut dibutuhkan investasi sebesar 4,5 persen
dari APBN. Salah satu andalan untuk mencapai pertumbuhan tersebut yaitu sektor swasta dan pasar modal. Maka pada tahun 2010 banyak Emiten baru yang akan
menambahkan modalnya melalui penerbitan saham baru atau obligasi. Dimana pada tahun 2010 terjadi kenaikan jumlah perusahaan yang melakukan IPO karena
melihat pertumbuhan ekonomi yang semakin hari semakin membaik. Pada tahun 2011 jumlah perusahaan yang melakukan IPO mengalami
kenaikan dari tahun sebelumnya http:sp.beritasatu.comekonomidanbisnisbei- jumlah-ipo-di-2011-terbanyak-dalam-10-tahun-terakhir15398 Direktur Utama
Bursa Efek Indonesia BEI Ito Warsito menyatakan, jumlah perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana IPO di Bursa Efek Indonesia BEI
pada tahun 2011 adalah yang terbanyak dalam 10 tahun terakhir. Menurutnya,
meski krisis tengah terjadi di pasar saham global akibat krisis utang negara kawasan euro, namun target perusahaan melakukan IPO tercapai, kondisi itu
didukung dari positif ekonomi dalam negeri. Sehingga pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang positif mendorong perusahaan melakukan ekspansi sehingga
membutuhkan dana. Meski pada tahun 2012 mengalami penurunan, Menurut pengamat pasar
modal saham Johanes Soetikno
http:beritasore.com20120524ipo-2012-masih- ramai-meski-dibayangi-krisis
perusahaan peminat penawaran umum saham perdana IPO ke publik masih ramai di 2012, meski dibayangi krisis Eropa
“Meski Eropa dibayangi sentimen negatif terkait masalah utangnya sehingga menghambat pertumbuhan ekonominya, namun Asia masih mencatatkan
pertumbuhan sehingga minat IPO di Indonesia masih cukup diminati untuk mencari modal bagi perusahaan.” Sehingga hal tersebut tidak menyurutkan minat
emiten untuk tetap melakukan IPO walapun dalam kondisi krisis. Sejak tahun 2008-2015, puncak jumlah terbanyak yang melakukan IPO
yaitu pada tahun 2013. http:bisnis.liputan6.comread770039otoritas-bursa- cetak-rekor-ipo-saham-pada-2013 Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Hoesen
mengatakan, jumlah perusahaan yang akan melakukan IPO ada 31 emiten pada 2013. Setelah 15 tahun lamanya, pencapaian BEI menambah perusahaan yang
melakukan IPO akhirnya tercapai. Sehingga walaupun dengan kondisi pasar modal di Indonesia saat itu bisa dibilang naik turun, karena kondisi global yang
terjadi pada tahun 2013 berdampak pada kinerja pasar modal. Kondisi tersebut tetap membuat para emiten melakukan penawaran umum saham perdana di tahun
2013. Pada tahun 2014, jumlah perusahaan yang melakukan IPO mengalami
penurunan. Dalam artikel tersebut oleh Giras Pasopati menjelaskan http:www.cnnindonesia.comekonomi20141231085546-78-21531jumlah-dan-
nilai-ipo-sepanjang-2014-turun-karena-pemilu Sepanjang 2014, perusahaan yang
melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering IPO mengalami penurunan jumlah perusahaan dan nilai dibandingkan dengan catatan
2013. Faktor utama penurunan tersebut adalah adanya tahun politik atau
pemilihan umum yang membuat perusahaan menahan diri. Terkait hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan pada tahun
ini kondisi pasar modal Indonesia banyak terpengaruh oleh dinamika politik dan perekonomian global. Sehingga kondisi tersebut menjadikan jumlah perusahaan
menurun dari tahun sebelumnya karena peristiwa pemilihan umum. Pada tahun 2015 jumlah perusahaan yang melakukan IPO menurun
http:www.medanbisnisdaily.comnewsread20150515163769perekonomian- lesu-picu-penurunan-minat-ipo
Pengamat pasar modal Edwin
Sebayang menilai bahwa lesunya perekonomian Indonesia pada kuartal pertama 2015 memicu minat
investor terhadap penawaran umum perdana saham IPO cenderung menurun. Di tengah ekspektasi yang kurang optimis itu, maka pelaku pasar akan cenderung
menahan dananya untuk diinvestasikan, dalam masa penurunan ekonomi kebanyakan masyarakat juga lebih suka memegang dana tunai. Edwin Sebayang
juga mengatakan bahwa salah satu indikator investor kurang optimis terhadap ekonomi Indonesia salah satunya juga terlihat dari aksi pelaku pasar asing yang
cenderung melakukan aksi lepas saham. Sehingga jumlah perusahaan yang melakukan IPO menurun menjadi 16 perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian Like Stefi Gabriela, 2013, terdapat pengaruh signifikan antara
initial return
1 satu hari dan 1 satu bulan terhadap
initial return
satu tahun setelah
listing
. Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan SIZE dan reputasi auditor RUA berpengaruh
signifikan terhadap
initial return
1 satu hari dan 1 satu bulan setelah
listing
pada perusahaan-perusahaan yang IPO periode 1992 hingga April 2012 sebanyak 311 perusahaan yang menjadi sampel penelitian dengan variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah variabel ukuran perusahaan
SIZE
, umur perusahaan
AGE
, nilai penawaran saham NPS, reputasi auditor RUA dan reputasi
underwriter
RUD. Maka dari itu, variabel Ukuran perusahaan
SIZE
dan Reputasi Auditor RUA secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
initial return
1 satu bulan setelah
listing
periode 1992 hingga April 2012 dibandingkan dengan variabel lainnya yang memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05. Pada
model regresi 3, nilai signifikansi
Initial return
1 hari dan 1 bulan setelah
listing
kurang dari 0,05. Meskipun
return
1 hari setelah
listing
lebih rendah daripada
return
1 bulan setelah, namun terbukti bahwa
return
1 hari setelah
listing
tidak berbeda signifikan dengan
return
1 bulan setelah
listing
. Dapat disimpulkan bahwa
initial return
1 hari dan 1 bulan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
initial return
1 tahun setelah
listing
periode 1992-2012. Selain itu terdapat hasil dari penelitian Ary Sukma Lutfianto, 2013,
dengan penelitian reputasi
underwriter
, prosentase saham yang ditawarkan,
return on asset ROA
,
earning per share EPS
, dan
price earning ratio PER
terhadap
initial return
setelah IPO dengan objek penelitian yang terdiri dari 91 perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2011 baik yang
mengalami positive
initial return
maupun negative
initial return
. Hasil yang diperoleh adalah variabel reputasi
underwriter
berpengaruh terhadap
initial return
sebesar 0. Untuk variabel prosentase saham yang ditawarkan tidak berpengaruh terhadap
initial return
sebesar 8,8. Lalu, variabel ROA berpengaruh terhadap
initial return
sebesar 1,1. Untuk variabel EPS tidak berpengaruh terhadap
initial return
sebesar 85,6. Untuk variabel PER berpengaruh terhadap
initial return
sebesar 4,2. Pada hasil penelitian Andhi Wijayanto 2010, dengan penelitian
return on asset ROA
,
earning per share EPS, financial leverage FL,
dan
Proceed
terhadap
initial return setelah
melakukan IPO dengan objek penelitian 67
perusahaan yang listing periode 2000-2006. Hasil yang diperoleh
return on asset
tidak berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 3,2. Pada variabel
earning per share
berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 14,7. Selain itu, pada variabel
financial leverage
tidak berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 32,9. Pada variabel
proceed
berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 33,6. Pada hasil penelitian I Gd Nandra Ketut Yadnyana 2015, dengan
penelitian
return on asset ROA
,
earning per share EPS,
reputasi
underwriter,
umur perusahaan
financial leverage FL,
reputasi auditor, ukuran perusahaan dan
sector industri terhadap
initial return setelah
melakukan IPO dengan objek
penelitian 78 perusahaan yang listing periode 2009-2013. Hasil yang diperoleh
return on asset
tidak berpengaruh signifikan terhadap
initial return
24,1. Pada variabel
earning per share
tidak berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 66,9. Selain itu, pada variabel
financial leverage
berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 4,2. Pada variabel umur perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 23,5. Pada variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 4. Selanjutnya, pada variabel reputasi underwriter tidak berpengaruh signifikan
terhadap
Initial return
sebesar 59,6. Pada variabel reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap
initial return
sebesar 2,5. Pada variabel sector industry tidak berpengaruh terhadap
initial return
sebesar 72,7. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis fenomena tersebut dengan
menduga bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
initial return
saham pada saat IPO. Penelitian tentang kinerja perusahaan yang melakukan IPO di
Indonesia telah banyak di teliti di Indonesia, namun penelitian di bidang ini masih merupakan masalah yang menarik untuk diteliti karena hasil penelitian yang tidak
selalu konsisten. Penelitian ini difokuskan pada perusahaan yang melakukan IPO dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2008
– 2015, dimana dalam kurun waktu tersebut terdapat fenomena krisis di Indonesia pada tahun 2008, lalu
adanya pemilihan presiden pada tahun 2009, terdapat krisis Eropa pada tahun 2012, pada 2014 terdapat pemilihan umum dan terdapat lesu perekonomian
Indonesia di tahun 2015. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian,
dengan judul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Initial Return
Perusahaan Yang Melakukan
Initial Public Offering
IPO Periode 2008 –
2015 ”.
1.2 Identifikasi Masalah