Perenungan Dua Belas Mata Rantai

Perenungan Dua Belas Mata Rantai

Untuk memulai penghentian dukkha, kita dapat mempraktikkan dua ruas perenungan ke depan dan perenungan ke belakang terhadap dua belas nidana dari pemunculan berkondisi. Perenungan ke depan menyorot cahaya terhadap keberadaan dukkha , mengawali pertanyaan “Apa sebenarnya asal mula (sebab) dukkha?” Mengikuti rantai sebab musabab keberadaan, pertama kita renungkan dulu bagaimana ketidaktahuan mendasar memicu siklus kehidupan. Ketidaktahuan mendasar kemudian mengkondisikan perbuatan berkehendak, dan perbuatan berkehendak mengkondisikan kesadaran. Dari kesadaran kita renungkan batin dan jasmani, dan pada enam kekuatan indrawi Untuk memulai penghentian dukkha, kita dapat mempraktikkan dua ruas perenungan ke depan dan perenungan ke belakang terhadap dua belas nidana dari pemunculan berkondisi. Perenungan ke depan menyorot cahaya terhadap keberadaan dukkha , mengawali pertanyaan “Apa sebenarnya asal mula (sebab) dukkha?” Mengikuti rantai sebab musabab keberadaan, pertama kita renungkan dulu bagaimana ketidaktahuan mendasar memicu siklus kehidupan. Ketidaktahuan mendasar kemudian mengkondisikan perbuatan berkehendak, dan perbuatan berkehendak mengkondisikan kesadaran. Dari kesadaran kita renungkan batin dan jasmani, dan pada enam kekuatan indrawi

Kita dapat mempraktikkan perenungan ke belakang untuk menyadari kekosongan, kekosongan sejati dari dukkha. Akan tetapi, kita tidak seharusnya memikirkan perenungan ke belakang dimulai dari nidana terakhir, sakit dan mati, dan bertanya, “Apa yang menyebabkan sakit dan mati?” “Sakit dan mati disebabkan oleh proses menjadi.” “Apa yang menyebabkan proses menjadi?” “Kemelekatan berlebihan.” dan seterusnya, bekerja terbalik ke nidana pertama. Bukan seperti itu. Dalam perenungan ke belakang, kita masih mengikuti nidana dari pertama sampai terakhir, tetapi kita renungkan bahwa sebenarnya tidak ada ketidaktahuan mendasar untuk memulai.

Seseorang memulai dengan ketidaktahuan mendasar, merenungkan bahwa jika tidak ada ketidaktahuan mendasar maka tidak akan terjadi perbuatan berkehendak yang menyesatkan. Ketika tidak terjadi perbuatan berkehendak yang menyesatkan, maka tidak akan terjadi pencemaran kesadaran. Kita lanjutkan terus dengan cara seperti ini pada enam alat indra yang secara alamiah menyebabkan kontak, nafsu keinginan, kemelekatan berlebihan, proses menjadi, kelahiran, kematian dan seterusnya. Ini merupakan perenungan ke belakang terhadap terhentinya dua belas mata rantai pemunculan berkondisi. Ini merupakan cara bertahap untuk melaksanakan jalan beruas delapan, terutama ruas Seseorang memulai dengan ketidaktahuan mendasar, merenungkan bahwa jika tidak ada ketidaktahuan mendasar maka tidak akan terjadi perbuatan berkehendak yang menyesatkan. Ketika tidak terjadi perbuatan berkehendak yang menyesatkan, maka tidak akan terjadi pencemaran kesadaran. Kita lanjutkan terus dengan cara seperti ini pada enam alat indra yang secara alamiah menyebabkan kontak, nafsu keinginan, kemelekatan berlebihan, proses menjadi, kelahiran, kematian dan seterusnya. Ini merupakan perenungan ke belakang terhadap terhentinya dua belas mata rantai pemunculan berkondisi. Ini merupakan cara bertahap untuk melaksanakan jalan beruas delapan, terutama ruas

Perenungan ke belakang ini dapat menjadi sebuah jalan untuk menarik kembali perwujudan berkondisi. Tetapi, langkah pertama adalah mengerti secara penuh ketidaktahuan mendasar yang kita miliki di dunia. Dalam ajaran Buddha, istilah Sansekerta avidya berarti memiliki kesalahan pengertian yang sangat mendasar mengenai sifat dasar dunia; lebih spesifik, ini berarti tidak memahami tiga corak Dharma—ketidakkekalan, dukkha, dan tanpa’diri’. Akibatnya, ini mengarahkan kita untuk membentuk karma. Dalam bahasa Cina, istilah ini berarti ‘tidak cerah’, atau ‘tidak jernih’, terhadap sifat dasar yang sejati dari eksistensi; dengan kata lain berada dalam kegelapan, tidak disinari dengan kebijaksanaan. Jadi kurangnya kebijaksanaan merupakan aspek pertama dari ketidaktahuan mendasar; yang kedua adalah karena berada dalam kondisi tidak tahu, kita menciptakan karma baru , dan siklus berlanjut terus.

Jadi kita mempunyai perenungan ke depan terhadap penyebab dukkha, dan perenungan ke belakang terhadap kekosongan dari dukkha. Pada perenungan ke depan, kita menyadari bagaimana kita menjadi makhluk dan pada perenungan ke belakang, kita menyadari bahwa kita tidak mempunyai ’diri’ yang benar-benar bebas. Kedua jenis perenungan ini berhubungan dan saling melengkapi satu sama lain. Inti dari keduanya adalah untuk belajar bagaimana menyadari dan mencapai terhentinya dukkha serta menghentikan siklus kelahiran.

Ketika sadar terhadap sifat sejati, batin Anda tidak akan tertutupi lagi oleh awan ketidaktahuan—tetapi akan diterangi oleh kebijaksanaan. Melampaui ketidaktahuan mendasar, Anda tidak akan lagi terkondisi olehnya. Ketidakterkondisian ini akan sesuai pada nidana berikutnya, satu demi satu. Oleh karena itu, kelahiran dan kematian juga akan berakhir—ketika ketidaktahuan mendasar telah berhenti, dan akhirnya kelahiran dan kematian juga akan berhenti.