HAKIKAT BAHASA DAN SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA HAKIKAT BAHASA DAN SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA

LAMPIRAN IV: HAKIKAT BAHASA DAN SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA HAKIKAT BAHASA DAN SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA

Sugiyono Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta

A. Hakikat Bahasa Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, terpisah satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang selalu memerlukan kehadiran orang lain. Setiap orang mempunyai perannya masing-masing di dalam kehidupan bermasayarakat. Hubungan saling memerlukan itu dapat dijalin karena adanya sebuah sistem tanda atau sistem lambang yang disebut bahasa. Tanpa bahasa tidak mungkin terjadi interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Atas dasar kekuatan interaksi itu, kemudian bahasa dapat mengikat dan menyatukan orang menjadi satu komunitas, menjadi suku, dan bahkan menjadi bangsa.

Lambang-lambang di dalam bahasa itu ditetapkan berdasarkan kesepakatan masyarakat penggunanya. Pada awalnya, penetapan kata tertentu untuk melambangkan apa dilakukan secara manasuka. Pada tahap lebih lanjut, kata atau lambang baru yang dibentuk dari kata atau lambang yang telah ada ditetapkan secara gramatis dengan merekonstruksi makna unsur-unsur yang membentuknya. Artinya, tidak ada alasan yang logis antara meja dengan benda tertentu yang disebut itu, tetapi kata meja tulis tentu mempunyai kaitan logis dengan benda yang disebut meja dan pekerjaan menulis. Jadi, bahasa pada hakikatnya adalah sebuah sistem lambang yang ditetapkan secara manasuka melalui berdasarkan kesepakatan atau konvensi masyarakat penggunanya.

Anda tentu sudah tahu bahwa kita adalah bagian dari ikatan besar yang disebut bangsa Indonesia. Kita harus bersyukur karena meskipun berasal dari berbagai-bagai latar budaya dan bahasa, kita dapat berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia. Tanpa bahasa Indonesia, pasti kita tidak dapat berkomunikasi dengan saudara kita dari daerah atau suku yang berbeda-beda bahasanya. Hanya dengan bahasa Indonesia, kita dapat berkarya sebagai bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, kita harus mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa Anda tentu sudah tahu bahwa kita adalah bagian dari ikatan besar yang disebut bangsa Indonesia. Kita harus bersyukur karena meskipun berasal dari berbagai-bagai latar budaya dan bahasa, kita dapat berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia. Tanpa bahasa Indonesia, pasti kita tidak dapat berkomunikasi dengan saudara kita dari daerah atau suku yang berbeda-beda bahasanya. Hanya dengan bahasa Indonesia, kita dapat berkarya sebagai bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, kita harus mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa

B. Sejarah Singkat Bahasa Indonesia Sebelum menjadi bahasa modern yang digunakan secara meluas, bahasa Indonesia telah berkembang melalui sejarah yang sangat panjang. Tonggak penting dalam sejarah bahasa Indonesia adalah peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, terbitnya Politik Bahasa Nasional tahun 1975, dan terbitnya Undang-Undang 24 tahun 2009. Akan tetapi, peran bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia juga tidak dapat diabaikan karena penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa perdaganganlah yang menyebabkan bahasa Melayu menyebar sehingga bahasa itu diangkat kedudukannya menjadi bahasa persatuan. Jika dikaitkan dengan status bahasa Indonesia, masa sebelum tahun 1928 merupakan masa lingua franca karena pada masa itu bahasa Indonesia masih berupa bahasa Melayu. Pada tahun 1928, bahasa Indonesia terlahir dan diposisikan sebagai bahasa persatuan. Mulai tahun 1945, selain sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia diangkat statusnya menjadi bahasa Indonesia. Pengukuhan strategi pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia yang tumbuh dan berkembang di antara bahasa-bahasa lain di Indonesia ditetapkan dalam Politik Bahasa Nasional pada tahun 1975. Tahun 2009, melalui Undang-Undang 24 Tahun 2009, setelah menjadi bahasa nasional dan bahasa negara, bahasa Indonesia dikembangkan dan dibina agar statusnya naik menuju bahasa Internasional.

1. Bahasa Perdagangan Dalam kedudukannya sebagai bahasa perdagangan, bahasa Melayu mempunyai sebaran yang luas di seluruh wilayah Nusantara, terutama daerah persisir di Nusantara. Karena sebarannya itu, bahasa Melayu kemudian juga mulai digunakan sebagai alat komunikasi di ranah potitik, pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan. Memang pada masa penggunaan bahasa Belanda di lndonesia sangatlah kuat. Pemerintah Hindia Belanda bahkan menetapkan bahwa bahasa Belanda harus diajarkan kepada orang lndonesia agar menguasai ilmu pengetahuan. Tahun 1890 didirikanlah Nederland Verboom yang diberi tugas utama mempropagandakan pelajaran bahasa Belanda. Oleh karena itu, posisi bahasa Melayu berada dalam posisi yang sulit akibat dominasi bahasa Belanda yang dipropagandakan itu.

Prediksi bahwa bahasa Belanda dapat mencerdaskan bangsa Indonesia memang terbukti dengan lahirnya para cendekiawan Indonesia yang brilian. Akan tetapi, tampaknya ada kesadaran Belanda untuk menegaskan perbedaan bangsa Belanda dan pribumi yang mulai kabur karena pendidikan dalam bahasa Belanda Prediksi bahwa bahasa Belanda dapat mencerdaskan bangsa Indonesia memang terbukti dengan lahirnya para cendekiawan Indonesia yang brilian. Akan tetapi, tampaknya ada kesadaran Belanda untuk menegaskan perbedaan bangsa Belanda dan pribumi yang mulai kabur karena pendidikan dalam bahasa Belanda

Tahun 1918 ketika Dewan Rakyat dibuka, R.O.S. Tjokroaminoto dan A. Muis menjadi anggota dewan itu. Kedua tokoh itu merasakan perlunya bangsa lndonesia mendesak agar bahasa Melayu dapat digunakan dalam persidangan di Dewan Rakyat. Usaha itu membuahkan hasil yang menggembirakan. Melalui diplomasi politik itu tidak terlalu lama kemudian penggunaan bahasa Melayu di Dewan Rakyat mendapat persetujuan dari Ratu Belanda pada tanggat 25 Juni 1918.

2. Bahasa Persatuan Persebaran dan penggunaan bahasa Melayu sebagai jati diri orang pribumi ketika itu menguat apalagi dengan tumbuh dan berkembangan media massa. Sebaran karya-karya Balai Pustaka yang terulis dalam bahasa Melayu dan aksara latin terbitan Balai Pustaka bahkan dapat menjangkau ranah dan wilayah yang tidak terjangkau oleh jalur-jalur perdagangan. Balai Pustaka dan berbagai surat kabar seperti Bintang Timur (Jakarta), Pewarta Deli (Medan), Suara Umum (Surabaya), dan Persamaan dan Sinar Sumatra (Padang) telah membentuk bahasa Melayu ketika itu sehingga kesan ragam Melayu Tinggi mulai ditinggalkan.

Untuk menggalang persatuan, perkumpulan pemuda seperti Jong Java (1915), Jong Sumatranen Bond (1917), Jong Celebes (1920), Jong Ambon (1920), dan Jong Batak bergabung menjadi organsasi yang disebut lndonesia Muda. Organisasi itu yang menyelenggarakan Kongres Pemuda Pertama di Jakarta pada tanggal 30 April-2 Mei 1926. Dalam kongres itu juga dimunculkan isu memilih bahasa persatuan. Semangat nasionalisme mulai tampak ketika masalah bahasa persatuan dibahas. Organisasi pemuda kedaerahan itu tidak mengusung bahasa daerahnya masing-masing untuk menjadi bahasa persatuan betapapun beberapa di antaranya mempunyai potensi yang besar.

Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggat 28 Oktober 1928 menghasilkan puturan yang di dalamnya termuat Sumpah Pemuda. Sumpah itu memuat tiga ikrar, yang secara utuh berbunyi sebagai berikut.

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua

: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia Ketiga

: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. ... .

Tanggal 28 Oktober 1928 itu kemudian dianggap menjadi hari kelahiran bahasa Indonesia. Sejak itu, kedudukan bahasa lndonesia sebagai bahasa persatuan terus menguat. Upaya untuk mengembangkan bahasa Indonesia secara terencana juga diagendakan. Tahun 1938, tepatnya tanggal 25 –27 Juli 1930, Kongres Bahasa Indonesia Pertama diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah.

Pada masa pendudukan Jepang, bahasa lndonesia digunakan sebagai bahasa resmi. Sikap Jepang ini tentu saja menguntungkan perkembangan bahasa lndonesia. Setelah menguasai Kantor Pengajaran pada tanggal 20 Oktober 1942, tentara Pendudukan Jepang membentuk Komisi Bahasa lndonesia yang bertugas menangani pengembangan bahasa lndonesia. Apapun alasannya, pengakuan Jepang bahwa bahasa Indonesia adalah resmi dan pembetukan komisi Bahasa lndonesia menjadi modal awal untuk pengembangan bahasa lndonesia. Tidak sedikit orang yang segera mempelajari bahasa lndonesia karena tuntutan pekerjaannya karena pemerintah Jepang hanya menggunakan bahasa lndonesia di dalam penerbitan dan media massa.

3. Bahasa Negara Pada tahun 1945, bahasa lndonesia sebagai bahasa persatuan mendapat

kedudukan yang lebih tinggi, yaitu sebagai bahasa Negara. Kepastian itu dinyatakan dalam Pasal 36 UUD 1945 yang menyatakan, "Bahasa Negara ialah Bahasa lndonesia". Maka bahasa Indonesia bukan saja menjadi media interaksi antarsuku bangsa di Indonesia, melainkan juga mebjadi bahasa resmi dalam penyelenggaraan negara lndonesia. Sejak dinyatakan sebagai bahasa negara dalam UUD 1945, tidak ada yang menggoyahkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Yang ada adalah upaya pengembangan kosakata dan pemantapan kaidah agar bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa negara yang memadai.

Pada periode ini, pemantapan kaidah yang dilakukan pertama adalah pemantapan tata tulis. Dalam hal tata tulis itu, hingga tahun 1947, bahasa Indonesia menggunakan sistem ejaan yang dirancang oleh Van Ophuijsen tahun 1901. Ejaan Van Ophuijsen kemudian diubah dengan penyederhanaan beberapa huruf, misalnya huruf oe diganti dengan u. Sistem ejaan itu kemudian ditetapkan pada tanggal 19 Maret 1947 dengan nama Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Ejaan Soewandi itu kemudian mengalami beberapa kali upaya penyempurnaan dan akhirnya diperbaharui menjadi Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau yang lebih dikenal dengan sebutan EYD. Sistem ejaan baru itu diresmikan penggunaannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia dengan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Sebagai pedoman pelaksanaan Keputusan Presiden itu kemudian diterbitkanlah buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diberlakukan dengan Surat Kutusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0196/1975. Meskipun tetap bernama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD), buku itu telah mengalami Pada periode ini, pemantapan kaidah yang dilakukan pertama adalah pemantapan tata tulis. Dalam hal tata tulis itu, hingga tahun 1947, bahasa Indonesia menggunakan sistem ejaan yang dirancang oleh Van Ophuijsen tahun 1901. Ejaan Van Ophuijsen kemudian diubah dengan penyederhanaan beberapa huruf, misalnya huruf oe diganti dengan u. Sistem ejaan itu kemudian ditetapkan pada tanggal 19 Maret 1947 dengan nama Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Ejaan Soewandi itu kemudian mengalami beberapa kali upaya penyempurnaan dan akhirnya diperbaharui menjadi Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau yang lebih dikenal dengan sebutan EYD. Sistem ejaan baru itu diresmikan penggunaannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia dengan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Sebagai pedoman pelaksanaan Keputusan Presiden itu kemudian diterbitkanlah buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diberlakukan dengan Surat Kutusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0196/1975. Meskipun tetap bernama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD), buku itu telah mengalami

Pernyataan konstitusi yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menyiratkan bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai identitas negara dan simbol kedaulatan serta —sekaligus—faktor pembeda dari negara lain. Kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia sangat ditentukan seberapa kuat bahasa negara itu difungsikan dan dimanfaatkan dalam kehidupan bernegara, termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan secara nasional.

Penyelenggaraan pendidikan Indonesia sejauh ini belum dioptimalkan untuk mencapai cita-cita konstitusi tersebut. Hasil pendidikan nasional memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia cenderung berkembang inferior di tengah kehidupan masyarakat. Inferioritas bahasa Indonesia terhadap bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, disebabkan oleh rendahnya kompetensi masyarakat terdidik —terutama dimensi sikap sosial untuk bertindak setia, bangga, dan tanggung jawab —dalam penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan norma.

Fakta tersebut jelas berimplikasi buruk pada masa depan bahasa negara dan bangsa Indonesia sendiri. Harapan agar bahasa Indonesia menjadi wahana utama jati diri bangsa dan identitas negara Indonesia akan seperti jauh panggang dari api. Bahkan, pengembangan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi akan lambat dan upaya pencerdasan kehidupan bangsa pun terhambat. Oleh karena itu, penyelenggaraan mata kuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi perlu dipacu untuk meningkatkan kompetensi dalam berbahasa Indonesia sebagai bentuk ekspresi diri dan akademik.

Arah kebijakan pengembangan bahasa Indonesia ditetapkan dalam Politik Bahasa Nasional yang ditetapkan pada tahun 1975. Muatan ketentuan di dalam Politik Bahasa Nasional itu kemudian dikukuhkan di dalam Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dilihat dari kekuatan dasar hukumnya, dengan UU 24 tahun 2009, posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara semakin kukuh. Bahkan, undang-undang itu juga mengamanatkan agar pemerintah berupaya meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.

Kementerian Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi Republik Indonesia

Kementerian Keuangan Republik

Indonesia

2016