Peleburan Proses peleburan adalah proses saat kalsin dari proses kalsinasi pada

B. Proses Peleburan

Setelah semua kalsin sudah tertampung di top Bin dengan kapasitas 30 ton, kalsin diumpankan melalui 24 buah chute kedalam tanur listrik, tiga buah chute berujung diantara elektroda, enam chute berada disekeliling elektrode, dan

15 chute lainnya berada disekeliling enam elektrode sebelummnya dan berguna untuk menjaga temperatur dinding agar tidak teralu panas. Semua ujung chute dilengkapi dengan damper untuk mengatur kecepatan masuknya kalsin bila diperlukkan. Sebuah bin disiapkan untuk cadangan apabila sewaktu – waktu diperlukkan yang mempunyai chute yang keluarannya dapat langsung ditampung. Tanur yang digunakan adalah tanur listrik tertutup, badan yang berbentuk silinder dengan diameter 15 meter dan tinggi 5,6 meter. Dinding tanur yang terbuat dari plat baja dan dilapisi magnesia brick, carbon brick diantara dolomite stamp.

Badan tanur dilengkapi dengan sebuah metal tapping hole dan 2 buah slag tapping hole. Tutup tanur terbuat dari bata tahan api yang dilengkapi lining sebagai insulator, dan tanur ini berfungsi sebagai pencegah kehilangan panas dari tanur. Tutup ini dilengkapi dengan lubang elektroda, bukaan untuk memasukkan klinker (scrap) umtuk proses pelebuaran dan untuk 2 pipa gas buang.

Gambar 3.9 Chute

Pada badan dan tutup tanur dipasang termocoupel untuk mengukur temperatur , terdapat 24 buah termocoupel dipasang pada dinding tanur dan buah pada cover tanur. Proses peleburan dalam tanur listirk menggunakan 3 buah elektroda yang dihubungkan pada transformator 3 fasa hubungan delta berkapasitas 17.000 kVA (I) dan 40.000 kVA(II). Elektroda yang memiliki berat 40-45 ton adalah jenis elekroda soderberg yang terdiri dari steel case dan pasta. Pasta dengan kandungan 81% fixed carbom ini selain sebagai konduktor juga berfungsi sebagai reduktor dalam tanur listrik. Ketiga ujung elektroda ini menghasilkan panas untuk melebur kalsin. Tegangan dijaga tetap untuk mengatur jarak elektroda dengan permukaan kalsin melalui mekanisme naik turun elektroda (slipping). Arus yang mengalir diusahakan sama agar tidak terjadi ketidakseimbangan, jika hal ini terjadi akan terjadi ledakkan(bolling), ini juga dapat terjadi jika dalam kalsin masih terdapat kandungan air ataupun terbentuk

debu-debu yang halus yang cukup tebal yang akan menghalangi keluarnya gas dari cairan. Permukaan elektroda yang tidak boleh tercelup terlalu dalam kedalam slag karena energi yang seharusnya digunakan untuk melebur kalsin dapat terbuang untuk memanaskan slag. Ujung elektroda harus berada tepat dipermukaan umpan sehingga busur api yang timbul dapat efektif untuk melebur kalsin. Apabila elektroda memendek karena arus terbakar, perlu dilakukan penyambungan untuk kelancaran proses peleburan. Penyambungan dilakukan 2-3 kali dalam satu bulan. Dalam tanur listrik, kalsin dilebur dan direduksi (untuk membuat kalsin menjadi crude Fe-NI) oleh karbon dari ketiga elektroda serta antrasit dan batu bara dalam kalsin. Sebagian Ni dan Fe yang ada dalam kalsin akan tereduksi sedangkan batu bara dalam kalsin yang berfungsi sebagai pengikat pengotor menjadi lag. Menurut Pamco-Elkem Fundamental Book (1) reaksi reduksi kalsin bijih nikel yang dilakukan oleh karbon dan gas CO dapat dituliskan sebagai berikut :

a. Reaksi reduksi langsung Reaksi reduksi kalsin bijih nikel dilakukan karbon padat secara langsung. Reaksi yang terjadi dapat dilakukan sebagai berikut: NiO(s) + C(s) →Ni(s) + CO(g) Fe2O3 + C(s) →2FeO(s) +CO(g) FeO(s) + C(s) →Fe(s) + CO(g)

b. Reaksi reduksi tak langsung Dapat dituliskan sebagai berikut: NiO(s) + CO(g) →Ni(s) + CO2(g) Fe2O3 + CO(g) →2FeO(s) +CO2(g) FeO(s) + CO(g) →Fe(s) + CO2(g)

Sebagian besar gas CO2 yang terbentuk akan bereaksi dengan cepat hingga dihasilkan gas CO. Reaksi sebagai berikut :

CO 2 (g) + C (s) →2 CO (g) Gas CO yang terbentuk ini akan mereduksi kembali kalsin bijih Ni. Sisa gas CO dan CO 2 yang tidak sempat mereduksi dan tereduksi akan keluar sebagai

gas tanur listrik bersama gas-gas lainnya. Dengan elektroda bersuhu tinggi maka akan terjadi reaksi reduksi yang menyebabkan terjadinya pemisahan antara metal cair dan terak (slag). Metal sebagai hasil dari reduksi akan berada dibawah dari permukaan leburan sedangkan terak diatas permukaan leburan. Hal ini dikarenakan metal cair memilki berat jenis yang lebih besar (6,7 -7) dibandingkan slag (2,8-3). Metal cair akan diteruskan ke tahap selanjutnya sedangkan slag akan dibuang. Bagian- bagian utama dari slag adalah SiO2, MgO, FeO dan yang lainnya adalah CaO, Al2O3, Cr2O3, MnO dan NiO. Oksida –oksida yang tidak tereduksi dalam kalsin seperti SiO2, MgO, CaO, dan lain-lain akan meleleh dan membentuk slag, slag berperan penting dalam mengatur komposisi logam cair karena merupakan bahan perantara terjadinya reaksi kimia. Sifat- sifat slag seperi viskositas, konduktivitas listrik, titik lebur dan lain-lain. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pada metal yang dihasilkan. Contohnya adalah pengaruh sifat slag adalah jika viskositasnya terlau besar maka difusi partikel FeNi akan berjalan terlalu lambat sehingga akan tertahan di slag dan akan terbuang saat slag tapping dilakukan. Titik leleh slag akan rendah jika basisitasnya rendah, basisity dalam slag adalah perbandingan presentase berat antara oksida-oksida yang bersifat basa dengan oksida-oksida yang bersifat asam.

Dalam peleburan bijih nikel,kadar MnO dan NiO sangat kecil, sedangkan kadar FeO dianggap konstan karena adanya pembatasan kadar Fe dalam bijih nikel untuk menjaga kadar FeNi, maka % MnO , %NiO dan %FeO dapat dihilangkan dai persamaan diatas menjadi:

Dari persamaan diatas dapat ditentukkan jumlah CaO yang harus ditambahkan dalam proses peleburan. Bila jumlah SiO 2 dalam slag jauh lebih banyak dari jumlah basa, maka lapisan dinding tanur yang tersusun atas magnesia brick akan terkikis dalam usaha mengembalikan kesetimbangan pembentukkan

senyawa stabil MgO.SiO 2 atau MgSiO 3 (enstatit) yang memiliki titik lebur rendah (15570C). Hal ini menyebabkan umur pemakaian dinding akan berkurang, maka ditambahkan batu kapur yang bersifat basa. Sebaliknya jika jumlah silika terlalu

sedikit, terdapat kemungkinan terbentuknya senyawa 2MgO.SiO 2 atau Mg 2 SiO 4

(forsterit) yang memiliki titik lebur tinggi (18900 C) sehingga slag susah mencair dan menjadi kental (fluiditasnya menurun). Dengan pertimbangan trsebut, basicity yang dianggap ideal bekisar 0.6 sampai 0.7. namun pada furnace II dan III yang menggunakanHatch Copper Cooler System, basicity yang ada diolah bisa mencapai 0,48 karena terbentukknya slag beku pada dinding yang dapat menjadi proteksi bagi brick dari serangan slag.

Slag dikeluarkan melalui dua buah tapping hole yang dipakai bergantian yang letaknya berlawanan dengan metal tapping hole. Lubang untuk proses slag tapping dilapisi tembaga yang didinginkan dengan air (monkey piece). Pemakaian listrik sebesar 100.000 – 110.000 kWH dan etinggian slag mencapai 90 cm, slag langsung dikeluarkan melewati slag runner ke slag yard sambil disemprot dengan penimbunan untuk dibuang atau dimanfaatkan lebih lajut, seperti untuk mengurukan pantai atau pembuatan jalan raya. Waktu penurunan slag sekitar 40-

50 menit atau penurunan slag sekitar 35-45 cm, setiap 1 cm diperoleh 4 ton slag. Metal cair atau crude FeNi dikeluarkan melalui metal tapping hole lalu dialirkan melalui runner menuju ladle yang telah dipanaskan agar tidak terjadi pembekuan logam didalam ladle dan juga tidak terjadi thermal shock. Kapasitas ladle 20 dan

32 ton. Dalam sekali tapping tapping dihasilkan sekitar 16 -18 ton crude FeNi untuk ladle kecil, dan 25-30 ton untuk ladle besar. Untuk mengetahui kadarnya metal diambil sedikit dijadikan sampel untuk dibawa ke laboratorium. Untuk mengetahui ketebalan kalsin, slag dan metal cair dilakukan pengukuran metal bath. Pengukuran menggunakan alat yang terbuat dari besi beton dimana pengukuran dilakukan setiap pagi dengan kondisi tanur switch off.

Temperatur slag yang keluar melalui slag tapping hole biasanya berkisar 1000 C dengan temperatur logam cair. Jika slag memiliki kisaran temperatur 15000 C -16000 C maka temperatur metal berkisar antara 14000 C hingga 15000

C. Jika terlalu rendah slag dapat membeku di runner sebelum mencapai slag yard. Untuk menjaga agar temperatur dalam tanur tidak terlampau panas, tanur dilengkapi pendingin.

Pada furnace I, sisterm pendingin yang digunakan adalah sitem pendingin air dan udara. Bagian- bagian tanur yang menggunakan sistem pendinin adalah transformator, tutup tanur, pipa gas buang, penjepit elektroda, monkey piece pada metal tapping hole dan dinding tanur. Untuk dinding tanur, air pendingin dialirkan melalui pipa-pipa kemudian disemprotkan ke dinding tanur melalui shower nozzle. Terdapat dua jenis air yang digunakan untuk bahan pendingin yaitu saftened water dan non softened water. Pada bagian bawah tanur, sistem pendinginannya menggunakan udara yang dihembuskan oleh lima buah fan yang diedarkan melalui 24 buah pipa.

Pada furnace II dan III, sistem pendinginannya menggunakan hatch copper cooler. Air yang mengalir pada sistem ini melalui pipa ke tiap-tiap cooler tanpa harus menyemprotkan langsung ke dinding tanur.

3.2.4 Pemurnian Pemurnian ( refining ) merupakan usaha untuk meningkatkan kadar suatu

unsur (logam) dengan cara menghilangkan unsur pengotor dalam suatu bahan dalam hal ini crude metal untuk menghasilkan bahan/senyawa yang sesuai dengan kadar bahan yang diinginkan. Tujuan dari proses pemurnian adalah untuk mengurangi kadar unsur pengotor ( impurities ) dalam crude ferronikel (FeNi) antara lain kadar Silika (Si), Karbon (C), Phospor (P), Sulfur (S). Proses pemurnian selalu berdasarkan prinsip bahwa elemen-elemen yang berbeda akan dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian dengan fase yang berbeda-beda dan selanjutnya akan dipisahkan secara fisika. Proses pemurnian crude metal menjadi ferronikel dilakukan dengan beberapa jenis proses antara lain:

1. Proses Desulfurisasi.

Proses desulfurisasi bertujuan untuk mengurangi kadar sulfur yang ada dalam crude FeNi hasil peleburan supaya kandungan sulfur pada produk akhir maksimal menjadi 0,03%. Unsur pengotor dalam crude FeNi berasal dari bijih nikel, bahan reduktor batu bara, serta heavy oil yang digunakan untuk proses

peleburan. Crude FeNi yang keluar dari proses peleburan saat tapping metal akan ditampung dalam suatu ladle yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu. Ladle ini dibawa dengan menggunakan crane ke bagian pemurnian. Sebelum proses desulfurisasi dimulai, terlebih dahulu bahan desulfurisasi seperti calcium carbide (CaC2), soda ash (Na2CO3), fluospar (CaF2) dimasukkan ke dalam ladle . Terdapat juga bahan-bahan pembantu seperti aluminum ingot , ferro silikon. Temperatur crude FeNi harus memenuhi ketentuan supaya dapat dilakukan desulfurisasi. Apabila temperatur crude FeNi lebih rendah dari yang diisyaratkan, ada kemungkinan pengadukan akan berlangsung secara tidak sempurna akibat adanya sebagian logam cair yang telah membeku karena seperti yang kita ketahui bahwa reaksi pencampuran Crude FeNi dengan calcium carbide merupakan reaksi endotermis sehingga kita harus tetap menjaga logam FeNi ini agar tidak membeku sampai proses pemurnian selesai. Untuk menaikkan temperatur logam cair tersebut dilakukan oxygen blowing , kemudian di bawa ke proses desulfurisasi.

Ladle desulfurisasi menggunakan stirrer yang dimasukkan ke dalam ladle kemudian diputar, perputaran ini akan mengakibatkan gaya sentrifugal yang bekerja di dalam ladle . Mengakibatkan terjadinya aksi pengadukan sehingga bahan-bahan desulfurisasi dan crude Feni akan tercampur merata dan slag naik ke atas. Pengadukan dilakukan selama 30-35 menit. Pengambilan sample yang akan dianalisis biasanya akan dilakukan pada menit ke-20. Setelah pengadukan, slag dikeluarkan dengan cara skimming . Crude FeNi hasil desulfurisasi dianalisis kasar sulfurnya. Kadar sulfur yang diinginkan adalah: Untuk produk low carbon, S <0,01% Untuk produk high carbon, S <0,02%

Gambar 3.10 Ladle

Apabila kadar sulfurnya tinggi, proses desulfurisasi harus diulang kembali dan dilakukan penambahan calcium carbide sebanyak 2,5 % dari yang ditambahkan sebelumnya. Namun sebelum proses de-S diulang, terperatur crude FeNi harus diperhitungkan lagi karena pemakaian CaC2 dan Na2CO3 akan menurunkan temperatur crude Feni. Pada akhir proses desulfurisasi, dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui efisiensi proses desulfurisasi. Setelah proses desulfurisasi selesai, slag hasil desulfurisasi dikeluarkan dengan cara skimming yang ditampung di dalam pot penampungan. Setelah itu, ladle yang telah di skimming akan dilakukan proses oksidasi di shaking converter ataupun LD converter .

Desulphurizing agent

Calcium carbide (CaC2) mempunyai melting point yang cukup tinggi yaitu 1750-2200OC. Temperatur ini jauh lebih tinggi dari melting point crude FeNi. Agent ini bereaksi dengan sulfur dalam keadaan padat dengan metal cair. Karena calcium tidak mudah menyublim maka lebih efisien digunakan dalam bentuk serbuk sehingga permukaan kontak dengan metal cair menjadi lebih besar. Senyawa soda ash (Na2CO3) mempunyai melting point yang hampir sama dengan crude FeNi sehingga pada waktu ditambahkan pada metal cair akan segera melebur dan reaksi desulfurisasi akan cepat berlangsung yang kemudian akan Calcium carbide (CaC2) mempunyai melting point yang cukup tinggi yaitu 1750-2200OC. Temperatur ini jauh lebih tinggi dari melting point crude FeNi. Agent ini bereaksi dengan sulfur dalam keadaan padat dengan metal cair. Karena calcium tidak mudah menyublim maka lebih efisien digunakan dalam bentuk serbuk sehingga permukaan kontak dengan metal cair menjadi lebih besar. Senyawa soda ash (Na2CO3) mempunyai melting point yang hampir sama dengan crude FeNi sehingga pada waktu ditambahkan pada metal cair akan segera melebur dan reaksi desulfurisasi akan cepat berlangsung yang kemudian akan

Desulphurizing reaction

Reaksi dari calcium carbide: CaC2(s) + S → CaS(s) + 2C(sat)

Padatan calcium carbide bereaksi dengan sulfur dari molten metal menjadi slag padat.

Reaksi dari soda ash: Na2CO3 + S + Si → Na2S + SiO2 + CO

Dari reaksi diketahui bahwa soda ash akan mengoksidasi Si yang terkandung di dalam molten metal.

Gambar 3.11 Proses Oksidasi

2. Proses Oksidaasi (Proses Desilikonisasi, Dekarbonisasi, dan Dephoporisasi)

Tujuan dari proses oksidasi ini untuk menghilangkan impurity crude FeNi menjadi sesuai standar permintaan dengan menggunakan alat shaking converter atau LD converter .

Desilikonisasi

Setelah seluruh crude FeNi hasil desulfurisasi dimasukkan ke dalam shaking converter atau LD converter , gas oksigen segera ditiupkan ke dalam agar reaksi desilikonisasi terjadi pada tahap ini. Kandungan silikon dalam crude FeNi akan berkurang sampai di bawah 0,5 %. Reaksi yang terjadi adalah:

Si(l) + O 2 (g) → SiO 2 (l)

SiO 2 yang terbentuk akan dibuang sebagai slag dalam bentuk CaO.SiO 2 karena adanya penambahan batu kapur dan kapur bakar ke dalam shaking converter atal LD converter . SiO 2 yang dihasilkan bereaksi dengan CaO yang dikandung dalam bahan fluks tersebut. Reaksi yang terjadi adalah:

SiO 2 (l) + CaO(l) → CaO.SiO 2 (l)

Pada saat oxygen blowing , gas oksigen langsung bertabrakan dengan metal melt yang mengakibatkan metal grain melompat keluar. Fenomena ini biasa dikenal dengan istilah spitting yang dengan sendirinya mengurangi recovery Ni. Untuk mencegahnya, ke dalam tanur dimasukkan mill scale atau iron sand yang akan mempercepat proses pembentukan slag .

Bila blowing diteruskan, oksidasi Si akan berlangsung dengan hebatnya. SiO 2 yang dihasilkan mulai menutupi permukaan melt . Karena interrelasi antara keadaan pengeluaran gas CO dari dalam melt dan pertambahan jumlah slag , ada kemungkinan slag dan melt meluap dan keluar dari SC. Fenomena ini dikenal dengan istilah slopping . Basicity dari slag diatur pada kisaran 1,4-1,5. Harga basicity tidak boleh terlalu rendah dan terlalu tinggi. Apabila terlalu rendah akan mengakibatkan lining dari shaking converter akan cepat rusak karena bereaksi Bila blowing diteruskan, oksidasi Si akan berlangsung dengan hebatnya. SiO 2 yang dihasilkan mulai menutupi permukaan melt . Karena interrelasi antara keadaan pengeluaran gas CO dari dalam melt dan pertambahan jumlah slag , ada kemungkinan slag dan melt meluap dan keluar dari SC. Fenomena ini dikenal dengan istilah slopping . Basicity dari slag diatur pada kisaran 1,4-1,5. Harga basicity tidak boleh terlalu rendah dan terlalu tinggi. Apabila terlalu rendah akan mengakibatkan lining dari shaking converter akan cepat rusak karena bereaksi

Pada reaksi oksidasi karbon, reaksi pembentukan C menjadi CO cukup dominan, selain itu terjadi pula reaksi oksidasi akibat penambahan fluks yang ditambahkan untuk menaikkan kecepatan reaksi oksidasi. Jika kadar Si hasil peleburan cukup tinggi, reaksi desilikonisasi dilakukan secara bertahap berdasarkan ketentuan berikut: Kadar Si 0,5-1,5 % proses desilikonisasi dilakukan satu tahap untuk mendapatkan kadar Si sebesar ±0,3 %. Kadar Si 1,6-2,5 % proses yang dilakukan dalam 2 tahap dengan hasil akhir tahap I 0,5-1,5 % Si dan tahap II ±0,3 %. Kadar Si 2,5-4 % proses yang dilakukan dalam 3 tahap dengan hasil akhir tahap I 1,6-2,5 % Si, tahap II 0,5-1,5 % Si dan tahap II ±0,3 %. Untuk setiap hasil desilikonisasi dilakukan pengeluaran slag secara skimming .

Dekarbonisasi dan Dephosporisasi

Pada tahap ini, crude FeNi yang memiliki kandungan unsur pengotor seperti 1,5% C, 0,3% Si, dan 0,8% Cr akan dimurnikan untuk mendapatkan kadar yang diinginkan melalui peniupan oksigen. Pada tahap ini terdapat kemungkinan temperatur crude FeNi akan tinggi sekali. Untuk mencegah hal ini tidak terjadi, sebelum peniupan oksigen, dimasukkan coolant material yaitu produk material yang digunakan sebagai pendingin seperti bahan scrap hasil sisa oksidasi.

Pada saat oksigen ditiupkan kedalam shaking converter, terjadi reaksi oksidasi pada karbon dan krom. Karbon dalam crude FeNi akan keluar sebagai gas CO, sedangkan gas Cr akan teroksidasi pada saat konsentrasi C berkurang

menjadi Cr 2 O 3 yang akan memisah sebagai slag. Reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut: C(l) + ½O2(g) → CO(g) C(l) + O2(g) → CO2(g) Cr(l) + SO2(g) → 2Cr2O3(l)

Pada saat karbon teroksidasi sampai 0,002% crude FeNi akan mengalami reaksi oksidasi yang cukup hebat sehingga sebagian Fe dan Ni teroksidasi dan terserap sebagai slag dalam bentuk FeO dan NiO ternyata kurang dari 1% sehingga Ni loss akibat oksidasi cukup kecil. Pada tahap akhir peniupan oksigen, phospor juga akan mengalami oksidasi menurut reaksi sebagai berikut:

4P(l) + 5O2(g) → 2P 2 O 5 (l) CaO(l) + P 2 O 5 → CaO.P 2 O 5 (l)

P 2 O 5 yang terbentuk akan diikat oleh CaO untuk membentuk slag . Basicity yang diinginkan dalam proses dekarbonisasi adalah 4,5-5. Basicity yang tinggi ini tidak menyebabkan kerusakan pada lining shaking converter karena meskipun FeO yang dihasilkan dalam proses ini cukup banyak akan diikat oleh CaO menjadi slag CaO.FeO.

3.2.5 Casting Suatu zat yang berada di atas temperatur leburnya akan mempunyai fasa

cair dan sebaliknya jika temperatur tersebut turun maka zat tersebut akan membeku. FeNi yang telah dimurnikan akan dicetak dalam bentuk shot dan ingot . Jika dilihat dari kandungan carbonnya, produk akhir ferronikel dibedakan atas high carbon dan low carbon . Namun belakangan ini PT. ANTAM Tbk hanya membuat dalam bentuk shot karena pemesanan konsumen dalam bentuk ingot sudah hamper tidak ada.

Pembuatan shot

Prinsip pembuatan shot dilakukan dengan menumpahkan metal cair ke dalam bak air (240 m3) yang airnya bersirkulasi. Sebelum metal cair mengenai air, terlebih dahulu disemprotkan dengan udara (melalui jet nozzle ) yang bertekanan untuk menjaga temperatur ladle, kemudian menghasilkan produk berupa butiran-butiran yang akan segera membeku sewaktu mengenai air ( low

carbon shot O , dengan temperatur pouring 1610-1630

C) ataupun dibentur kandengan media pembentur ( high carbon shot , dengan temperatur pouring 1400-

1450 o C). di dalam bak air tersebut terdapat ban berjalan yang berfungsi untuk mengangkat shot yang terbentuk menuju hot stove untuk mengalami proses

pengeringan. Lalu produk shot ini melewati ayakan untuk menyeragamkan ukurannya. Setelah itu dimasukkan ke dalam bag berkapasitas 100 kg.

Gambar 3.12 Shot FeNi

3.3 QUALITY CONTROL

Departemen Quality Control memiliki 4 satuan kerja, diantaranya Jaminan Kualitas Bijih, Preparasi Sampel, Laboratorium Kimia, dan Laboratorium Instrumen. Departemen ini memiliki peranan dalam menjamin kualitas bijih hasil penambangan dan pengolahan sesuai dengan permintaan pembeli

3.3.1 Jaminan Kualitas Bijih (Grade Control)

Satuan kerja ini bertugas dalam menerima bijih dari luar, mengelompokannya di stockyard serta menyimpan data bijih. Satuan kerja ini juga yang menjamin karakteristik bijih yang diumpankan ke dalam proses pengolahan pabrik telah sesuai dengan kapasitas peralatan pabrik.

3.3.2 Preparasi Sampel

Pada satuan kerja ini dilakukan 4 jenis preparasi sampel, yaitu preparasi sampel eksplorasi, preparasi sampel produksi, preparasi sampel pengapalan, dan preparasi sampel moisture content . Secara umum, proses sampling meliputi proses pre-drying , sieving and crushing , mixing , serta grinding . Pre-drying ditujukan untuk mengurangi sebagian kadar kelembaban ( moisture ) bijih agar pada saat sampling tidak melekat pada alat dengan memanfaatkan panas dari matahari ( sun drying ). Output proses sieving dan crushing dimasukkan ke dalam mixer untuk dicampur agar tercipta sampel yang homogen.

3.3.3 Laboratorium Kimia

Pada laboratorium kimia dilakukan analisis melalui cara basah, yaitu dengan menggunakan larutan. Biasanya hasil analisis dalam laoratorium kimia dijadikan sebagai data pembanding dengan hasil analisis dalam laboratorium instrumen.

3.3.4 Laboratorium Instrumen

Laboratorium ini bertugas dalam melayani analisis sampel-sampel proses pabrik. Sampel yang dianalisis mulai dari sampel pada SOM, rotary kiln , sampai crude metal hasil peleburan. Analisa yang dilakukan di laboratorium ini menggunakan alat X-ray Fluorescence (XRF).

Terdapat dua cara preparasi sampel sebelum sampel masuk ke dalam alat XRF, yaitu sistem Fuse dan Press . Pada sistem fuse , bijih yang akan dianalisis dilebur dengan penambahan fluks, setelah itu dicetak dan kemudian dianalisis dengan XRF. Sistem press menggunakan alat press untuk mencetak logam menjadi kepingan bundar seperti koin berdiameter ± 2 cm yang kemudian akan menjadi input alat XRF untuk dianalisa.

Selain XRF, laboratorium instrumen juga memiliki peralatan lain yang mendukung proses analisa sampel, seperti bomb-calorimeter untuk menganalisis Selain XRF, laboratorium instrumen juga memiliki peralatan lain yang mendukung proses analisa sampel, seperti bomb-calorimeter untuk menganalisis

Gambar 3.13 Alat Press

Gambar 3.14 Alat Fuse

Gambar 3.15 Alat XRF Gambar 3.16 LECO

Gambar 3.17 Alat XRF

BAB IV STUDI KASUS

4.1 PENDAHULUAN

4.1.1 Latar belakang

Seperti yang telah dijelaskan di dalam bab sebelumnya bahwa proses di dalam plant feni PT. ANTAM Pomalaa ada banyak jenis dan salah satunya adalah rotary dryer. Tujuan penggunaan alat ini adalah mengurangi moisture content atau kandungan air yang terdapat di dalam bijih dari 33% menjadi 22% yang akan di proses nantinya. Penentuan kadar tersebut dipilih karena kondisi tersebut paling baik untuk mereduksi nikel losses , mengurangi polusi, dan keawetan mesin. Moisture content tidak dihilangkan semua karena jika ore terlalu kering, maka saat proses sizing , ore akan menjadi debu sehingga tidak dapat

diproses selanjutnya. Output proses ini dinamakan dry ore apabila tidak ada rotary dryer atau alat yang berfungsi mengurangi kandungan air dalam bijih maka pada proses selanjutnya atau pada rotary kiln akan menghasilkan banyak clinker.

C selama 30 menit. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung dengan panas dari burner yang terletak sebelum rotary dryer sehingga terjadi aliran panas searah (co-current) dengan aliran masuk ore

Alat ini beroperasi pada temperature 600 o

4.1.2 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung mass balance dan heat balance rotary dryer serta dapat menganalisa fungsi dari perhitungan mass dan heat balance tersebut

4.1.3 Batasan masalah

Proses pengolahan Fe-Ni PT Antam Tbk. UBPN Pomalaa meliputi Ore Preparation. Namun penulis membatasi ruang lingkup pembahasan pada proses Ore Drying dengan menggunakan Rotary Dryer, yaitu "Studi Mass Balance dan Heat Balance Proses Ore Drying FENI Plant III”

4.1.4 Metodologi penelitian

Dalam menyusun laporan ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

 Pengambilan Data Data yang diolah adalah data dari tanggal 1-01-2013 s/d 13-01-2013. Data

tersebut diambil dari data arsip unit RD FENI Plant III PT Antam Tbk. UBPN Pomalaa.

 Pengolahan Data Data tersebut digunakan untuk menghitung mass balance dan heat balance

serta efisiensi panas dari Rotary Dryer FeNi 3 yang mengacu pada basic design

4.2 DASAR TEORI, PENGOLAHAN DATA, DAN ANALISA

4.2.1 Rotary Dryer

Rotary Dryer (RD) merupakan alat yang bertujuan untuk mengeringkan ore. Di PT.ANTAM Tbk Pengeringan tersebut mengurangi kadar MC dari 30% menjadi 22% ± 1%. Penentuan kadar tersebut dipilih karena kondisi tersebut paling baik untuk mereduksi nikel losses , mengurangi polusi, dan keawetan mesin. Moisture content tidak dihilangkan semua karena jika ore terlalu kering, maka saat proses sizing , ore akan menjadi debu sehingga tidak dapat diproses

selanjutnya. Output proses ini dinamakan dry ore . Rotary dryer (unit 1) merupakan suatu tanur silinder yang berputar dengan panjang 30 m, diameter 3,2,

dan kemiringan 3 o . Alat ini beroperasi pada temperature 600

C selama 30 menit. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung dengan panas dari burner yang terletak sebelum rotary dryer sehingga terjadi aliran panas searah (co- current) dengan aliran masuk ore. Bahan bakar yang digunakan untuk menyalakan burner adalah puvurized coal dan bahan bakar minyak. Pulvurized coal merupakan batubara yang diolah melalui coal firing dan di screening dengan ukuran ±95mesh. Batu bara yang oversize akan di grinding dan di saring oleh bag C selama 30 menit. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya kontak langsung dengan panas dari burner yang terletak sebelum rotary dryer sehingga terjadi aliran panas searah (co- current) dengan aliran masuk ore. Bahan bakar yang digunakan untuk menyalakan burner adalah puvurized coal dan bahan bakar minyak. Pulvurized coal merupakan batubara yang diolah melalui coal firing dan di screening dengan ukuran ±95mesh. Batu bara yang oversize akan di grinding dan di saring oleh bag

4.2.2 Mass Balance

Bentuk umun dari kesetimbangan massa adalah massa yang memasuki sebuah sistem akan meninggalkan sistem tersebut atau terakumulasi dalam sistem tersebut. Mass balance digunakan di lingkungan analisis engineering maupun lingkungan secara luas. Sebuah kesetimbangan massa adalah sebuah aplikasi dari kekekalan massa pada sistem analisa fisik. Dengan menghitung material yang masuk dan meningggalkan sistem, aliran massa dapat diidentifikasi dengan sesuatu yang belum diketahui atau susah untuk diukur tanpa teknik ini. Kekekalan massa digunakan untuk analisis pada sistem tergantung konteks, yakni masalah tidak dapat hilang atau dibuat secara spontan.

Hubungan dan pelengkap pada teknik analisa ini meliputi population balance, energy balance, dan entropy balance. Pada pemantauan lingkungan, perhitungan budget digunakan untuk menggambarkan persamaan mass balance yang digunakan untuk mengevaluasi data (membandingkan input dan output). Secara matematik, mass balance untuk sistem tanpa reaksi kimia adalah sebagai berikut :

Input = Output + Accumulation

Berikut merupakan perhitungan mass balance RD FeNi 3 selama kurun waktu 1 minggu dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya yaitu pada tanggal 7 Januari 2013- 13 Januari 2013

Dried Ore Vaporized

Dried Material (t/h)

Adh water (t/h)

35.6 27.28 8.32 Total (t/h)

8.32 MC%

Temperature Hag o C 587.1

Temperature Ore o C 25 70

4.2.3 Heat Balance

Pengertian heat balance tidak jauh berbeda dengan mass balance yang telah dibahas sebelumnya, penggunaannya pun cukup luas di lingkungan analisis engineering namun heat balance berhubungan dengan bahan bakar mesin dan efisiensi thermal sebuah mesin. Pada mesin ini gas panas berasal dari hot air generator dengan hasil panas dari pembakaran batu bara High yang kandungan moisture contennya <2% . Hasil yang didapat adalah efisiensi termal dari mesin adalah persentase dari energi panas yang ditransformasikan menjadi kerja. Efisiensi termalnya didefinisikan dengan

1. Design basis

A. Fuel coal

 Nilai kalor bersih Hl=6868.787 kca1/kg  Moisture content setelah coal mill 1.614286%  Proximate Analisis

Fixed Carbon

Volatile Matter

Ash

Total

42.94 44.81 12.25 100 sulfur content: Tabel 4.1 Proximate Analisis Analisa diatas berguna untuk mengetahui komposisi susunan kimia dan kegunaannya suatu bahan.  Ultimate Analisis

O 62.01 5.26 1.37 31.36

Tabel 4.2 Ultimate Analisis

 Volume Udara Pembakaran Batubara

Ao = 7.74 Nm3/kg-coal

 Volume Gas Pembakaran

Gw = 7.88 Nm3/kg-coal

B. Temperatur

Temperatur HAG awal 587.1 0 C Temperatur HAG akhir 115.4 0 C

Temperatur Ore Awal 25 0 C

Temperatur Ore Akhir 70 0 C Rata- rata perbedaan temperature HAG dan ore

∆tm: 218.7 0 C

C. Konsumsi Batu bara sebagai Bahan Bakar

Mc : 88.34 ton/hour = 1803.85 kg/h

3) Kadar Pembuangan Gas

A. Vaporized moisture dari input ore

3 G1 : 8.32 x 22.4/18= 10.35 x 10 3 Nm /h

B. Pembuangan gas dari pembakaran batu bara

G2 : Mc x Gw = 1803.85 x 7 .88 = 14214.34 Nm 3 /h Kadar dan komposisi gas:

CO 2 : 1.33x 1162.20 = 2399.12 Nm 3 /h

2 O: 0.65x 1162.20 = 1172.50 Nm /h

N 3 2 : 5.89x 1162.20= 10642.72 Nm /h

C. Excess air for combustion

G3 = Mc x Ao x (m-l) = 1803.85 x 7.74 (1.6-l) : 8576.53 Nm 3 /h Kadar dan komposisi gas:

2 N 3 : 6806.77 Nm /h

O 2 : 1769.76 Nm 3 /h

D. Udara tersier untuk HAG

G4 = Mc x K: 1162.20 x 14.7= 26,516.60 Nm 3 /h -coal

dimana K: Koefisien K = l4.7Nm 3 /kg -coal

Kadar dan komposisi gas:

2 N 3 = 21044.92 Nm /h

O 2 = 5471.68 Nm 3 /h

E. Leak air through hood

G5= 3000 Nm 3 /h -Estimasi Kadar dan komposisi gas:

N 2= 2380.95 Nm 3 /h

2 = 619.05 Nm /h

F. Total kadar dan komposisi gas pembuangan

Total gas terhitung sebesar 62655.90 Nm 3 /h

Go= G1 + G2+ G3+ G4+ G5= 62655.90 Nm 3 /h

A. Heat Input

Q1:Nilai Kalor Batu Bara

1803.85 kg/h x 6868.787 kcal/kg = 12,390.26 x 10 3 kcal/h Q2: Calorific Value of E/F Gas

Gef x Cef x (Tef- T0) = 0

B. Heat Output

Q1:Panas Sensible dari Dry Ore

88.34 t/h x 0.25kcal/k (70-25) = 993.79 x 10 3 kcal/h Q2:Panas Sensible dari Adherent Moisture

27.28 x (70-25) = 1227.46 x 10 3 kcal/h Q3: Panas Sensible dan Latent dari Vaporized Moisture

8.3 t/h { lx (70-25)+ 557.5+ 0.435 x (115.4 -70)}= 5173.68x10 3 kcal/h

Q4:Panas Radiasi dari Rotary Dryer Shell Shell average temperature: 150 o C

Q4: Ad x Qs Ad: Dryer Shell surface area 528 m2 Radiation Heat loss at 150"C 2,047kcal/m2h 528x 2,047= 1,081 x 10 3 kcal/h

Q5:Panas Radiasi dari Hot Stove Shell Q5: Ag x Qg – Ag: Hot Stove Shell surface area 260m2 Qg: Radiation Heat loss 2,047k cal/m2h

260 x 2,047 = 532 x l0 3 kcal/h

Q6: Panas Sensible dari Pembuangan gas tidak termasuk vaporized moisture Q6: (Go – G1) x Cg x (tg2-tgo) Cg: 0.319 kcal/mrtl

(62,655.90- 10,348.43) x 0.319 x (115.4 - 25) : 1508.42 x 10 3 kcal/h Q7: Panas yang tidak teridentifikasi

Q7: Q input – Qoutput (Q1 to Q6) = (12,390.26) – (10,516.4) = 1,902.7 x

10 3 kcal/h

Item x10 3 kcal/h Ratio %

Q1 Calorific Value of Fuel Coal 12390.26 100.00

up

In

Q2 Panas Sensible dari Adherent Moisture 0 0.00

H Total 12390.26 100 Q1 Panas Sensible dari Dry Ore 993.79

8.02 Q2 Panas Sensible dari Adherent Moisture 1227.46

9.91 Q3 Panas Sensible dan Latent dari Vaporized Moisture 5173.68

u t tp

Q4 Panas Radiasi dari Rotary Dryer Shell 1080.82 8.72

Q5 Panas Radiasi dari Hot Stove Shell 532.22 4.30

H Q6 Panas Sensible dari Pembuangan gas tidak termasuk vaporized moisture 1508.42

12.17 Q7 Panas yang tidak teridentifikasi 1873.86

15.12 Total

 Thermal Efisiensi : { (Q2+ Q3+ Q4)/Q l } x 100%

Kesetimbangan yang diketahui ada ketika semua sumber panas masuk dan panas keluar untuk wilayah tertentu dicatat. Perhitungan yang digunakan dalam pembakaran sehingga penambahan atau penghapusan panas dapat dikontrol untuk menjaga suhu optimal dalam mesin bereaksi. Efisiensi thermal berguna untuk mempermudah melihat perkembangan kerja mesin. Pada hasil bias dilihat bahwa efisiensi RD 3 pada tanggal 7 s/d 13 Januari hanya 59.68% sedangkan pada tahun sebelumnya lebih dari angka tersebut. Hal ini mungkin disebabkan perawatan mesin yang kurang optimal sehingga mengalami penurunan kualitas yang dapat dilihat dari efisiensi thermal. Selain itu umur mesin yang sudah lama digunakan secara terus menerus (continuous) bisa menjadi penyebab turunnya nilai efisiensi thermal RD FeNi 3.

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan kerja praktek yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pengolahan bijih nikel di PT. Antam (Persero) Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara menggunakan metode pirometalurgi.

2. Proses pengolahan biji nikel dilakukan pada sebuah plant yang terdiri dari departemen ore stockyard, ore receiving, ore drying (menggunakan rotary dryer ), ore sizing, ore mixing, ore calcining, smelting, serta refining dan casting .

3. Untuk menunjang proses pengolahan bijih nikel menjadi ferronikel, PT Antam (Persero) Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara memiliki Departemen Quality Control untuk memastikan kualitas dari produk terjaga dan Utilitas untuk menyediakan kebutuhan perusahaan yang terdiri dari perencanaan sipil, pengolahan energi, pengolahan air, pengolahan oksigen ( oxygen plant ), galangan, dan distribusi listrik dan komtel.

4. Thermal Efisiensi Rotary Dryer FeNi III pada tanggal 7-13 Januari 2013 mencapai 59.68%, jika dibandingkan basic design nilai actual ini turun bisa disebabkan karena penggunaan rotary dryer sudah cukup lama dan berkelanjutan (continuous) sehingga penurunan nilai efisiensi tersebut merupakan hal yang wajar.