Hasil Pemeriksaan Koreksi Subsidi

Hasil Pemeriksaan Koreksi Subsidi

24.8 Hasil pemeriksaan atas subsidi menunjukkan bahwa Pemerintah masih mempunyai kewajiban membayar subsidi kepada keempat BUMN penerima subsidi senilai Rp378,19 miliar dan kelebihan dalam membayarkan subsidi senilai Rp368,87 juta dari yang telah ditetapkan. Selain itu biaya KPU yang ditanggung perusahaan (tidak dapat ditagihkan kepada Pemerintah) senilai Rp23,48 miliar, secara rinci diuraikan dibawah ini.

24.9 Hasil pemeriksaan atas Subsidi JBT pada PT Pertamina (Persero), menunjukkan bahwa semula PT Pertamina (Persero) memperhitungkan Subsidi JBT senilai Rp134,37 triliun dan dikoreksi kurang senilai Rp176,29 miliar, sehingga penghitungan Subsidi JBT menjadi senilai Rp134,20 triliun. Pemerintah sudah menyelesaikan dengan cara pembayaran tunai maupun dikompensasikan hutang-piutang antara PT Pertamina (Persero) dan Pemerintah senilai Rp133,90 triliun. Dengan demikian subsidi kurang diterima PT Pertamina (Persero) senilai Rp298,38 miliar.

24.10 Hasil pemeriksaan atas Perhitungan KPU pada PT Pelni (Persero) TA 2007 senilai Rp684,08 miliar telah dilakukan koreksi kurang senilai Rp10,59 miliar sehingga perhitungan nilai KPU menjadi senilai Rp673,48 miliar. Pemerintah telah menetapkan anggaran subsidi KPU dan membayar kepada PT Pelni (Persero) senilai Rp650,00 miliar. Sesuai kontrak, jumlah dana penyelenggaraan pelaksanaan KPU yang ditanggung oleh Pemerintah maksimum sebesar anggaran yang telah ditetapkan sehingga kelebihan biaya KPU senilai Rp23,48 miliar tidak dapat ditagihkan kepada Pemerintah dan menjadi beban PT Pelni (Persero).

24.11 Hasil pemeriksaan atas CBN pada PT SHS (Persero) diketahui bahwa anggaran biaya program CBN Tahun 2007 senilai Rp86,09 miliar telah dicairkan seluruhnya tanggal 18 Desember 2007 sedangkan anggaran biaya program CBN tahun 2008 adalah senilai Rp190,53 miliar, pencairan anggaran tersebut dilakukan pada tanggal 8 Juli 2008 senilai Rp177,02 miliar dan tanggal 3 Maret 2009 senilai Rp13,51 miliar.

24.12 Hasil pemeriksaan atas BLBU pada PT SHS (Persero) diketahui bahwa menurut Laporan Pelaksanaan BLBU PT SHS Tahun 2007, anggaran untuk penyaluran benih senilai Rp197,21 miliar dan direalisasikan senilai Rp184,17 miliar sehingga pembayaran BLBU kurang diterima PT SHS (Persero) senilai Rp13,04 miliar. Sedangkan untuk Tahun 2008, anggaran yang tersedia senilai Rp389,12 miliar dan direalisasikan senilai Rp355,58 miliar sehingga pembayaran BLBU kurang diterima PT SHS (Persero) senilai Rp33,54 miliar. Pada PT Pertani (Persero) diketahui anggaran yang telah direalisasikan dan dibayarkan Pemerintah senilai Rp265,00 miliar.

24.13 Hasil pemeriksaan atas BLP pada PT SHS (Persero) diketahui bahwa anggaran kegiatan BLP berasal dari APBN/APBN-P Tahun 2008 senilai Rp332,21 miliar dan direalisasikan senilai Rp319,65 miliar, sehingga pembayaran BLP kurang diterima PT SHS (Persero) senilai Rp12,56 miliar. Sedangkan hasil pemeriksaan pada PT Pertani (Persero) diketahui bahwa pelaksanaan BLP Tahun 2008 telah direalisasikan dan dibayar Pemerintah senilai Rp450,01 miliar.

24.14 Hasil pemeriksaan atas perhitungan subsidi benih pada PT SHS (Persero) Tahun 2007 diketahui bahwa jumlah anggaran subsidi benih untuk PT SHS (Persero) sesuai APBN senilai Rp92,29 miliar. Jumlah subsidi benih, profit margin dan penambahan/(pengurangan) profit margin atas penjualan benih Tahun 2007 menurut perhitungan PT SHS (Persero) senilai Rp78,14 miliar. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa jumlah subsidi benih, profit margin dan penambahan/pengurangan profit margin yang layak diterima PT SHS (Persero) adalah senilai Rp78,51 miliar sehingga terdapat koreksi tambah/ positif senilai Rp368,87 juta. Jumlah subsidi benih dan profit margin yang sudah ditagihkan dan diterima PT SHS (Persero) pada Tahun 2007 adalah senilai Rp57,83 miliar sedangkan sisanya senilai Rp20,67 miliar belum ditagihkan oleh PT SHS (Persero).

Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

24.15 Hasil pemeriksaan mengungkapkan adanya 14 kasus kelemahan sistem pengendalian intern pada empat BUMN, dengan rincian:

• sebanyak 3 kasus pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat; • sebanyak 2 kasus entitas tidak memiliki standar operasional dan prosedur

(SOP) yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur; dan • sebanyak 9 kasus SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal