Pekerjaan penterjemahan Kitab Suci

Pekerjaan penterjemahan Kitab Suci

Sejak pertengahan abad ke-XIX Lembaga Alkitab Belanda telah mengarahkan perhatiannya ke Sulawesi-Selatan. Ia tahu, bahwa bahasa-bahasa yang dipakai di daerah itu -- bahasa Makasar dan bahasa Bugis -- termasuk bahasa-bahasa yang tertulis di Indonesia dan yang sedikit mempunyai sastra sendiri. [**Bnd a.l B.F. Matthes, Kort Verslag aangaande alle mij in Europa bekende Makassaarsche en Boegineesche handschriften, 1875.**] Ia juga tahu, bahwa orang-orang Makasar dan orang-orang Bugis beragama Islam. Sungguhpun demikian ia berpendapat, bahwa pekerjaan penterjemahan di situ lebih banyak memberikan harapan daripada pekerjaan penterjemahan di Jawa. Pekerjaan penterjemahan di Sulawesi-Selatan, seperti yang telah kita dengar, dipelopori oleh pendeta Toewater. Pekerjaan Toewater ini telah memberikan dorongan yang kuat kepada Lembaga Alkitab Belanda untuk merealisasikan maksudnya itu. Hal itu terjadi pada tahun 1847, ketika ia mengangkat Dr Matthes, wakil-direktor N.Z.G., untuk tugas itu.

B.F. Matthes (16 Januari 1818 - 9 Oktober 1908) adalah anak pendeta H.J. Matthes. Pada tahun 1835 ia mencatatkan diri sebagai mahasiswa sastra dan theologia di Leiden. Kira-kira setahun kemudian (1836) ia telah lulus ujian-kandidat (sastra) dengan pujian. Dari tahun 1838-1841 ia belajar di Seminari Lutheran di Amsterdam. Pada tanggal 1 September 1841 ia ditahbis sebagai pendeta (dari Gereja Lutheran Injili). Dari tahun 1841-1848 ia bekerja di Rotterdam sebagai wakil-direktor dari N.Z.G. Setahun sebelum itu (1847) ia diangkat oleh Lembaga Alkitab Belanda sebagai "wakilnya" di Sulawesi-Selatan untuk mempelajari bahasa (Makasar dan Bugis) di situ dan untuk menterjemahkan Kitab Suci dalam bahasa-bahasa itu. Sesudah memperoleh doctor honoris causa (sastra) di Leiden, ia kawin dengan nona C.N. Engelenburg (17 Juli 1848). Segera sesudah itu (permulaan Juli 1848) ia dan isterinya berangkat ke Indonesia. [**H. van den Brink, Dr. Benjamin Frederik Matthes; zijn leven en arbeid in dienst van het Nederlandsch Bijbelgenootschap, 1948, blz. 160 v.**]

Di Betawi ia memperoleh beberapa karya yang ditinggalkan oleh Toewater. Setibanya di Sulawesi-Selatan nyata, bahwa apa yang telah dicapai di bidang studi bahasa Makasar dan Bugis sedikit sekali, sehingga ia harus mulai "dari bawah". Ia mulai dengan bahasa Makasar.

Tentang orang-orang Makasar, yang banyak dipuji di Belanda, ia katakan (dalam suratnya pada tahun 1849), bahwa pujian itu sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan, sebab mereka malas, suka berjudi, suka mencuri, suka membalas dendam, dan lain-lain. Mereka benar beragama Islam, tetapi mereka tidak tahu apa-apa tentang agama itu: banyak diantara mereka minum-minuman keras (= alkohol) dan makan daging babi. Superstisi terdapat di mana- mana. Karena itu ia sangsi apakah pekerjaannya di Sulawesi-Selatan akan ada manfaatnya. [**Bnd Coolsma, a.w., blz. 626.).

Hal yang akhir ini mungkin bukan saja disebabkan oleh pengaruh agama kafir, yang rupanya masih hidup di situ, tetapi juga oleh agama Kristen -- pada waktu Missi Portugis [**Seperti kita tahu salah seorang musuh yang paling besar dari sultan Ternate pada waktu itu ialah raja Makasar. Pada tahun 1537 ia mengirim suatu perutusan kepada Antonio Galvao, yang pada waktu itu menjadi panglima Portugis di Ternate, untuk meminta perlindungan. Di Ternate 2 pangeran Makasar bertobat dan dibaptis. Sekembalinya di Makasar mereka mengadakan propaganda untuk agama Kristen. Rupanya propaganda itu banyak berhasil, sebab tidak lama sesudah itu suatu perutusan -- dengan hadiah-hadiah yang mahal -- dikirim lagi ke Ternate untuk meminta rohaniawan-rohaniawan Portugis. Permintaan itu dikabulkan, tetapi oleh serangan angin taufan, kapal yang membawa 2 orang rohaniawan itu tiba di Filipina dan bukan di Makasar. Baru 6 tahun kemudian sebuah kapal Portugis tiba lagi di Makasar untuk memuat kayu cendana. Pada kesempatan itu raja Supa dan raja Siang (dekat Pare-pare) dibaptis. Permintaan mereka untuk mendapatkan rohaniawan-rohaniawan Portugis rupanya tidak bagitu banyak mendapat perhatian. Sungguhpun demikian melalui raja-raja dan pangeran-pangeran itu agama Kristen cukup besar mempunyai pengaruh di daerah itu. Bnd Sejarah Gereja Katolik di Indonesia, Ende 1974, I, hl. 311-317. dan terutama sejak V.O.C. [**Pada waktu V.O.C. Bonthain dan Bulukumba -- di samping Makasar -- merupakan pos- pos militer yang penting. Banyak prajurit Belanda di situ kawin dengan wanita-wanita Makasar (dan Bugis): oleh perkawinan itu timbul suatu "persekutuan Indo", yang merupakan inti dari Jemaat-jemaat yang berada di situ. Bnd Van den Brink, a.w., blz. 40.**] -- di Sulawesi-Selatan.

Pada tahun 1855 ia telah selesai menyusun dan mengirimkan ke Belanda segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahasa Makasar: sebuah tatabahasa, sebuah bunga rampai dan sebuah kamus Makasar -- Belanda. [**Van den Brink, a.w., blz. 54 vv.**] Berhubung dengan kematian isterinya, [**Pada tanggal 9 Maret 1855 di Maros**] pada tahun 1858 ia kembali ke Belanda mengantarkan anak-anaknya. Di situ ia tinggal sampai 1861, sehingga ia sendiri dapat mengawasi pencetakan bahan-bahan di atas. Sesudah ia kembali di Makasar, ia segera mempersiapkan bahan-bahan yang perlu untuk studi bahasa Bugis. Pekerjaan itu sedikit banyak meminta waktu. Baru sesudah itu ia dapat mulai dengan pekerjaannya yang sebenarnya, yaitu menterjemahkan Kitab Suci. Pada tahun 1864 terbit hasil yang pertama dari pekerjaannya itu: Injil Matius, baik dalam bahasa Makasar, maupun dalam bahasa Bugis. Tetapi penerimaan Injil di antara orang-orang Makasar dan orang-orang Bugis tidak menggembirakan. Sungguhpun demikian Lembaga Alkitab Belanda tidak mau menghentikan pekerjaannya di Sulawesi-Selatan.

Waktu-waktu sesudah itu Matthes pakai untuk studi bahasa, khususnya bahasa Bugis. Pada tahun 1870 ia berada lagi di Belanda untuk mencetak apa yang telah ia selesaikan: sebuah kamus dan sebuah bunga rampai (bahasa Bugis) dengan biaya pemerintah. Selain dari itu juga terjemahan Kitab Kejadian dalam bahasa Makasar dan bahasa Bugis (1872). [**Bnd Van den Brink, a.w., blz. 91**]

Tetapi kemudian -- berhubung dengan rupa-rupa sebab -- Lembaga Alkitab Belanda untuk sementara menghentikan pekerjaan penterjemahan Kitab Suci dalam bahasa Makasar dan bahasa Bugis. Dan, dengan persetujuan Matthes, ia mengusulkan kepada pemerintah, supaya pemerintah mau mempertimbangkan kemungkinan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan di Sulawesi-Selatan dengan Matthes sebagai pemimpin. Usul itu disetujui oleh pemerintah dan pada tahun 1873 ia memutuskan untuk mendirikan sebuah Sekolah Guru di Makasar dan untuk mengangkat Dr Matthes sebagai direkturnya.

Sementara menunggu pembangunan Sekolah itu Matthes mengawasi pencetakan bahan- bahan yang telah ia siapkan untuk studi bahasa Bugis bersama-sama dengan Injil Markus, Lukas, Yohanes dan Kisah Para Rasul. [**Bnd Van den Brink, a.w., blz. 100**]

Pada tahun 1875 Matthes berangkat ke Makasar untuk tugasnya yang baru. Pekerjaannya dalam dinas pemerintah hanya bersifat sementara. Pada tahun 1880 -- sesudah 4 tahun memimpin Sekolah Guru di Makasar sebagai direktur -- ia kembali ke Belanda. [**Tentang pekerjaannya sebagai direktur Sekolah Guru di Makasar, bnd Van den Brink, a.w., blz. 102- 119**.) Di Belanda ia melanjutkan pekerjaan penterjemahannya. Pada tahun 1887 seluruh Perjanjian Baru selesai diterjemahkan (dalam bahasa Makasar dan bahasa Bugis) dan dicetak. Sesudah itu ia mulai dengan penterjemahan Perjanjian Lama dan sekalipun ia sudah sangat tua pada waktu itu, ia dapat menyelesaikannya pada akhir 1900. Dalam laporan Lembaga Alkitab Belanda tentang pekerjaannya selama tahun 1900 a.l. dikatakan: "Sesudah 50 tahun lamanya bekerja, Dr Matthes menyelesaikan penterjemahan seluruh Kitab Suci, baik dalam bahasa Makasar, maupun dalam bahasa Bugis". [**Bnd surat yang ditulisnya kepada Lembaga Alkitab Belanda tentang hal itu dalam Van den Brink, a.w., blz. 130**]