Geredja Kristen Sulawesi Tengah

Geredja Kristen Sulawesi Tengah

Kruger, Dr. Th. Muller. 1966. Sejarah Gereja Di Indonesia. Badan Penerbitan Kristen- Djakarta. Halaman 127-130.

1. Daerah Geredja Kristen Sulawesi Tengah terutama meliputi beberapa suku didaerah Sulawesi Tengah. Pekabaran Indjil NZG telah memulai usahanja disitu dua tahun sebelum pemerintah memasuki daerah tersebut. Sedjarah Geredja Sulawesi Tengah amat erat hubungannja dengan dua tokoh pekabaran Indjil jang sepatutnja harus disebut disini, jaitu Dr. Alb. C. Kruyt dan Dr. N. Adriani, masing-masing diutus oleh NZG dan Lembaga Alkitab Belanda.

Sebenarnja bukanlah maksud NZG untuk memberitakan Indjil keteluk Tomini, dimana Poso terletak, melainkan untuk mengusahakan pekabaran Indjil kedaerah Gorontalo. Disitu sudah terdapat suatu djemaat ketjil terdiri dari orang-orang Minahasa, dan Pekabaran Indjil pusat mengharapkan supaja pekabaran Indjil dapat dilakukan dengan berdasar pada djemaat itu. Menurut rentjana tersebut Kruyt-lah jang akan memulai pekerdjaannja di Gorontalo pada tahun 1891. Tetapi segera ternjata bahwa tidak ada harapan apapun untuk Sebenarnja bukanlah maksud NZG untuk memberitakan Indjil keteluk Tomini, dimana Poso terletak, melainkan untuk mengusahakan pekabaran Indjil kedaerah Gorontalo. Disitu sudah terdapat suatu djemaat ketjil terdiri dari orang-orang Minahasa, dan Pekabaran Indjil pusat mengharapkan supaja pekabaran Indjil dapat dilakukan dengan berdasar pada djemaat itu. Menurut rentjana tersebut Kruyt-lah jang akan memulai pekerdjaannja di Gorontalo pada tahun 1891. Tetapi segera ternjata bahwa tidak ada harapan apapun untuk

2. Akibatnja ialah bahwa pada tahun 1893, Kruyt pindah ke Poso. Untuk dapat mengerti metodenja dalam usaha pekabaran Indjil baiklah kita ketahui bahwa ia lahir dan mendjadi besar di Djawa Timur dimana ajahnja bekerdja sebagai pekabar Indjil di Modjokarno. Dengan demikian ia sudah dapat me-raba-raba bagaimana Indjil itu seharusnja dikabarkan disuatu daerah jang belum dikerdjakan sama sekali. Ia berpendapat, bahwa Indjil tidak dimengerti serta berakar didalam suatu suku, djika itu tidak diberitakan dalam bahasanja serta dalam tjara dan bentuk jang tidak asing bagi orang-orang itu. Oleh karena itu sjaratnja jang utama ialah menjelidik bahasa, adat istiadat serta kebudajaan suku Toradja itu. Untuk mengerti luasnja pikiran itu, maka kita kutip suatu utjapan dari Adriani jang memang sependapat dengan Kruyt. Ia mentjeritakan tentang pekabaran Indjil jang dilakukan dalam bahasa "Melaju" diantara salah satu suku kafir, dan melandjutkan tjeritanja sebagai berikut: "...... orang-orang itu tak boleh tidak menganggap pekabaran Indjil sebagai suatu usaha untuk mendekatkan mereka dengan pemerintah Belanda. Memang, pada mulanja bahasa Melaju itu dianggap oleh orang-orang pedalaman sebagai bahasa pemerintah Belanda ...... Dapat dikatakan bahwa guru-guru Ambon biasanja sangat giat untuk menjebarkan agama Kristen, akan tetapi mereka menjebarkannja itu setjara Islam, artinja dengan memudjikannja itu sebagai suatu agama jang mempertinggi deradjat serta kehormatan para penganutnja. Dengan tjara ini kita memupuk suatu kekristenan nama sadja, sedangkan disamping itu agama jang lama masih berlaku terus."

Memang, kedjadian seperti itu harus ditjegah sedjak mulanja. Djanganlah sampai diterima oleh orang-orang sebagai "agama Belanda", pula djangan sebagai djalan menudju kepada kemadjuan sadja. Indjil itu se-dapat-dapatnja harus berakar didalam suku-suku itu, sehingga bukan beberapa orang sadja setjara pribadi masuk Kristen, melainkan hendaknja segenap suku dapat dikristenkan. Pengkristenan terhadap segenap suku dan bangsa, dengan tegas mendjadi tudjuan segala usaha Pekabaran Indjil daripada Kruyt dan Adriani. Mereka mengetahui benar-benar keadaan masjarakat dalam suku-suku itu. Sifat mereka ialah kolektif dan bukan individuil. Seseorang jang setjara pribadi mengambil keputusan untuk masuk Kristen tiada mempunjai tempat lagi didalam pergaulan keluarga serta suku. Keputusan untuk masuk Kristen sebaiknja harus diambil oleh seluruh keluarga, supaja keadaan jang lama dapat dirobah sampai ke-akar-akarnja, dan diganti dengan keadaan jang baru dalam kekristenan.

3. Bersama-sama dengan Adriani maka Kruyt menunggu 17 tahun lamanja djustru untuk melakukan penjelidikan bahasa serta adat istiadat setjara mendalam sekali sebelum orang- orang jang pertama dapat dibaptiskan. Terlebih dahulu sudah ada beberapa orang jang minta dibaptiskan. Tetapi Kruyt menolak permintaan untuk dibaptiskan. Tak lain untuk mentjegah supaja mereka djangan dikutjilkan dari masjarakatnja. Ia baru bersedia melajani pembaptisan djika ada beberapa orang jang berkuasa mau mendjadi Kristen. Dengan demikian para anggota keluarga serta sukunja akan dapat djuga dikristenkan. Papa i Wunte seorang kepala kampung dekat Poso, merupakan orang pertama jang mengambil keputusan untuk masuk Kristen. Sebelum itu ber-tahun-tahun lamanja ia mendjadi teman karib Kruyt. Ternjata bahwa sesudah golongan jang pertama dibaptiskan, maka pengkristenan terhadap daerah itu berdjalan dengan amat lantjarnja. Pada hari Natal 1909 dibaptiskanlah pula sejumlah 180 orang. Suku-suku jang mendiami daerah-daerah sampai danau Poso (Tentena) dengan lekas dikristenkan. Kemudian djuga suku-suku Napu, Besoa dan Bada, jang hingga saat itu ditakuti oleh suku-suku jang lain, karena mereka tadinja adalah suku-suku jang mengajau dan menjamun. Sedjak tahun 1912 usaha pekabaran Indjil dilantjarkan pula kedaerah-daerah sebelah timur ialah suku Mori, tempat mana sudah didirikan beberapa sekolah pemerintah atas usaha seorang pendeta pembantu Geredja Protestan di Luwuk. Achirnja suku Towana jang pada waktu itu masih sangat terkebelakang, masuk Kristen djuga. Pada tahun 1938 berakarlah sudah Geredja dalam segala suku didaerah itu.

Para pekerdja untuk pengkristenan itu dipanggil dari Geredja Minahasa pada saat-saat permulaan. Dari situ datanglah sedjumlah guru sekolah dan pengindjil. Tetapi sedjak tahun 1913 dibukalah suatu kursus guru di Pendolo. Kemudian Tentena mendjadi tempat pendidikan jang utama. Pada tahun 1929 J. Kruyt, anak dari perintis pekabaran Indjil didaerah itu, membuka sebuah sekolah guru disitu. Pendidikan guru-guru sangat diperlukan mengingat banjaknja sekolah-sekolah rakjat jang didirikan diseluruh daerah itu. Kursus pengindjil dan pendeta baru dimulai pada tahun 1940 di Tentena ketika perang dunia kedua petjah, sehingga djumlah pendeta di Geredja itu belumlah mentjukupi.

Sedjak perang dunia kedua usaha pekabaran Indjil oleh Geredja Protestan diwilajah Luwuk- Banggai diserahkan djuga kepada NZG. Diwilajah itu sedjak 1912 puluhan ribu orang kafir "masuk kristen", dan kemudian dibaptiskan setjara massa, tetapi belum banjak jang mendjadi sidi, berhubung dengan kekurangan tenaga untuk melaksanakan pengadjaran agama-agama jang dibutuhkan.

4. Bentuk Geredja itu baru selesai pada tahun 1947; hal ini memang telah diperlambat oleh perang dunia kedua. Tetapi pada tahun tersebut resort-resort jang dikerdjakan oleh para pekabar Indjil NZG dirobah mendjadi klasis-klasis. Madjelis-madjelis djemaat tiap klasis merupakan Rapat Klasis dan Rapat-rapat Klasis itu memilih Synode jang berdiri sendiri. Nama Geredja itu mendjadi Geredja Kristen Sulawesi Tengah (GKST).

Sekarang ada 14 klasis. Pekerdjaan klasis-klasis itu diurus oleh suatu badan Pekerdja Klasis, dibawah pimpinan Ketua Klasis, jaitu seorang pendeta jang diangkat oleh Synode. Pendeta Sekarang ada 14 klasis. Pekerdjaan klasis-klasis itu diurus oleh suatu badan Pekerdja Klasis, dibawah pimpinan Ketua Klasis, jaitu seorang pendeta jang diangkat oleh Synode. Pendeta

Tudjuh klasis wilajah Luwuk-Banggai, jang disebut diatas, djuga terhisab dalam GKST, tetapi akibat letaknja jang djauh, perhubungan-perhubungan jang sangat kurang baik dengan Tentena serta keadaan jang agak berlainan, maka 7 klasis itu masih merupakan suatu "Synode Wilajah" tersendiri didalam lingkungan GKST seluruhnja.

Makin lama makin njata bahwa Geredja itu berdiri sendiri. Pekabar-pekabar Indjil dari luar negeri tidak lagi dipekerdjakan. Kesulitannja ialah letaknja jang sangat terpentjil, sehingga baik hubungannja dengan Geredja-geredja disebelah utara, ialah GMIM terutama, tidak dapat dilaksanakan setjara efektif, maupun perhubungan dengan Geredja Toradja di Rantepao dan Mamasa tidak mudah untuk mempereratkan mereka.